Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Pendapatan Perkapita Masyarakat Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

SKRIPSI

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN TRANSFER

PEMERINTAH PUSAT TERHADAP PENDAPATAN PER

KAPITA MASYARAKAT KABUPATEN/KOTA DI PROPINSI

SUMATERA UTARA

OLEH :

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk

Memperoleh Gelar Sarjana

MEDAN

2009

NAMA : MAYA RAMAYANTI

NIM : 050503197


(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

“ Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Pendapatan Perkapita Masyarakat Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara”.

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan judul belum pernah dimuat, dipublikasikan, atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penulisan skripsi untuk level program S1 Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Semua sumber data dan informasi yang diperoleh telah dinyatakan dengan jelas, benar apa adanya dan apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh universitas.

Medan, 1 Juni 2009

Yang Membuat Pernyataan,

Nama : Maya Ramayanti


(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbilal’amin, segala puji lagi syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Rabbi atas segala karunia tiada henti-henti yang menaungi tiap langkah, gerak, lisan dan fikir penulis, sehingga dengan segala kesulitan dan sekaligus kemudahan skripsi ini dapat terselesaikan. Cinta lagi sanjung untuk yang terkasih Baginda Nabi Muhammad SAW.

Terima kasih yang tidak akan pernah putus penulis ucapkan kepada Ibunda tercinta Yusniar dan Ayahanda Zulfahmi Nasa, serta matahari penulis, Kakanda tercinta Ulfa Andriani. Terima kasih karena telah begitu bersabar selama ini.

Penulisan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa dukungan pengarahan, bimbingan, dan kerja sama semua pihak yang telah turut membantu dalam proses menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu semua, penulis ingin mengucapkan terimakasi yang tulus kepada:

1. Bapak Drs. John Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Arifin Akhmad, M.si, Ak selaku Ketua Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Fahmi Natigor Nasution, SE, M.Acc, Ak selaku Sekertaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dra. Narumondang Bulan Siregar, MM, Ak, selaku Dosen Pembimbing. Terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala waktu, kesempatan,


(4)

bimbingan, arahan yang diberikan selama proses penyusunan dan penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak Drs. Syahrul Rambe, MM, Ak, selaku Dosen Pembanding I dan Bapak Drs. Idhar Yahya, MBA, Ak, selaku Dosen Pembanding II. Terima kasih atas saran dan masukan yang telah diberikan.

6. Segenap staff pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara serta staff Departemen Akuntansi –Bang Khairil, Bang Oyong, Kak Raya, dll. 7. Abangda penulis, Dedi serta keempat kurcaci-kurcaci kecil kami (bang Kiki,

Godek, Agung dan Dek Dava). Terima kasih telah memberi warna dalam hidup penulis. Bang Zulfadli, Terima kasih.

8. Sahabat-sahabat tercinta Apid, Dana, Deni, Anton, Arief, Reza, Razi, Alfan, Harry. Terima kasih telah memberi kisah begitu banyak, sayang akhir kita begini.

9. Sahabat-sahabat hati: Fika, Lani, Ririe. Terima kasih telah memaklumi begitu banyak. Hidup begitu lama dengan orang terus-menerus membuat kita tidak perlu lagi bicara hanya memandang. I love U All.

10.Sahabat-sahabat yang membantu secara langsung dari awal hingga akhir skripsi ini: Benny, Harri, Leni, Jantan. Terima kasih. Terima kasih.

11.Keluarga 6, Kak Mega, Kak Paksi, Kak Nana, Ipoem, Sri dll. Terima kasih karna telah menjadi keluarga.


(5)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan. Untuk itu, penulis menerima setiap kritik dan saran demi sempurnanya tulisan ini dengan tangan terbuka. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Medan, 1 Juni 2009 Penulis,

Maya Ramayanti NIM : 050503197


(6)

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah PAD dan Transfer pemerintah pusat dianggap sah berpengaruh secara signifikan positif terhada pendapatan per kapita masyarakat kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara.

Metode penelitian dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan desain penelitian kausal, dengan jumlah sampel 25 kabupaten/kota setiap tahunnya dari 33 kabupaten/kota yang ada dipropinsi Sumatera Utara . penelitian ini dilakukan untuk priode 2005-2007. Jenis data yang dipakai adalah data skunder. Data diperoleh dari badan pusat statistik (BPS) Sumatera Utara. Data yang dianalisis dalam penelitian ini dari laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) data yang telah dikumpulkan dianalisi dengan metode analisi data yang terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik sebelum melakukan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan regresi linier sederhana dengan uji t dan menggunakan regresi linier berganda dengan uji F.

Hasil analisis menunjukkan bahwa secara bersama-sama PAD dan Transfer pemerintah pusat berpengaruh secara signifikan positif terhadap pendapatan per kakapita. Sedangkan secara parsial PAD berpengaruh secara signifikan positif dan transfer pemerintah pusat berpengaruh secara signifikan negative terhadap pendapatan per kapita masyarakat. Hasil penelitian init etap memerlukan konfirmasi lebih lanjut melalui penelitian selanjutnya. Hal ini diperlukan karena keterbatasan yang ada pada penelitian ini.

Kata kunci: Pendapatan Asli Daerah (PAD), Transfer pemerintah Pusat, dan Pendapatan Per Kapita.


(7)

Abstract

The purpose of this research is to examine the significant impact of local own revenue (PAD), intergovernmental transfer, toward per capita income in regency/city at North Sumatera Province.

The method of this minithesis is causal research design with 25 regency/city as a sample for every year from 33 regency/city at North Sumatera Province. The research is done for 2005-2007 period. This research utilize secondary data. The data are taken from the Badan Pusat Stastistik Sumatera Utara(BPS-SU). The data which is analyze in this research are collected through the region budget of revenue an expense (APBD). The data which have already collected are processed with classic assumption test before hypothesis test. Hypothesis test in this research use simple linier regression with t test and use multiple linier regression with F test.

The result of this research show that local own revenue (PAD) and intergovernmental transfer as simultan have a significant impact toward per capita income. And the local own revenue (PAD) as a partial has a significant positive impact and intergovernmental transfer as a partial has a significant negative impact toward per capita income. The result is still need more confirmation through next research. It is because of limitedness of this research.

Key words: local Own Revenue (PAD), Intergovernmental Transfer, and Per Capita Income.


(8)

DAFTAR ISI

SURAT PERNYATAAN……… i

KATA PENGANTAR... ii

ABSTRAK... v

ABSTRAC... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL... viii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A.Latar Belakang Masalah……….. 1

B.Perumusan Masalah………... 5

C.Tujuan dan Manfaat Penelitian……… 5

D.Batasan Masalah……….. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……….. 8

A.Tinjauan Teoritis……….. 8

1. Akuntansi Sektor Publik……….. 8

2. Keuangan daerah dan APBD... 9

3. Sumber-sumber Pendapatan Daerah... 13

4. Pendapatan Asli Daerah (PAD)………... 14

5. Transfer Pemerintah Pusat………... 17

6. Pendapatan Per Kapita………. 20

B.Hubungan PAD, Transfer Pemerintah Pusat, dan Pendapatan Per Kapita……… 22


(9)

1. Hubungan antara PADdan Transfer Pemerintah Pusat... 22

2. Hubungan antara PAD dan pendapatan Per Kapita... 22

3. Hubungan antara Transfer Pemerintah Pusat dan Pendapatan Per Kapita... 23

C.Tinjauan Penelitian Terdahulu... 24

D. Kerangka Konseptual dan Hipotesis………. 25

BAB III METODE PENELITIAN………. 27

A. Desain Penelitian………. 27

B. Populasi dan Sampel……….... 27

C. Jenis dan Sumber Data………. 29

D. Teknik Pengumpulan Data……….. 29

E. Defenisi dan Pengukuran Variabel Penelitian………. 29

F. Metode Analisis Data……….. 30

G. Jadwal Penelitian………. 39

BAB IV HASIL PENELITIAN………... 40

A. Deskripsi Data Secara Statistik………... 40

B. Analisis Hasil Penelitian………. 42

C. Pembahasan Hasil Statistik………. 54

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….. 56


(10)

B. Keterbatasan Penelitan……… 57

C. Saran………... 58

DAFTAR PUSTAKA……….. 59


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1……….. 24

Tabel 3.1……….. 28

Tabel 3.2……….. 29

Tabel 3.3……….. 39

Tabel 4.1……….. 41

Tabel 4.2……….. 42

Tabel 4.3……….. 46

Tabel 4.4……….. 47

Tabel 4.5……….. 49

Tabel 4.6……….. 50

Tabel 4.7……….. 51


(12)

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah PAD dan Transfer pemerintah pusat dianggap sah berpengaruh secara signifikan positif terhada pendapatan per kapita masyarakat kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara.

Metode penelitian dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan desain penelitian kausal, dengan jumlah sampel 25 kabupaten/kota setiap tahunnya dari 33 kabupaten/kota yang ada dipropinsi Sumatera Utara . penelitian ini dilakukan untuk priode 2005-2007. Jenis data yang dipakai adalah data skunder. Data diperoleh dari badan pusat statistik (BPS) Sumatera Utara. Data yang dianalisis dalam penelitian ini dari laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) data yang telah dikumpulkan dianalisi dengan metode analisi data yang terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik sebelum melakukan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan regresi linier sederhana dengan uji t dan menggunakan regresi linier berganda dengan uji F.

Hasil analisis menunjukkan bahwa secara bersama-sama PAD dan Transfer pemerintah pusat berpengaruh secara signifikan positif terhadap pendapatan per kakapita. Sedangkan secara parsial PAD berpengaruh secara signifikan positif dan transfer pemerintah pusat berpengaruh secara signifikan negative terhadap pendapatan per kapita masyarakat. Hasil penelitian init etap memerlukan konfirmasi lebih lanjut melalui penelitian selanjutnya. Hal ini diperlukan karena keterbatasan yang ada pada penelitian ini.

Kata kunci: Pendapatan Asli Daerah (PAD), Transfer pemerintah Pusat, dan Pendapatan Per Kapita.


(13)

Abstract

The purpose of this research is to examine the significant impact of local own revenue (PAD), intergovernmental transfer, toward per capita income in regency/city at North Sumatera Province.

The method of this minithesis is causal research design with 25 regency/city as a sample for every year from 33 regency/city at North Sumatera Province. The research is done for 2005-2007 period. This research utilize secondary data. The data are taken from the Badan Pusat Stastistik Sumatera Utara(BPS-SU). The data which is analyze in this research are collected through the region budget of revenue an expense (APBD). The data which have already collected are processed with classic assumption test before hypothesis test. Hypothesis test in this research use simple linier regression with t test and use multiple linier regression with F test.

The result of this research show that local own revenue (PAD) and intergovernmental transfer as simultan have a significant impact toward per capita income. And the local own revenue (PAD) as a partial has a significant positive impact and intergovernmental transfer as a partial has a significant negative impact toward per capita income. The result is still need more confirmation through next research. It is because of limitedness of this research.

Key words: local Own Revenue (PAD), Intergovernmental Transfer, and Per Capita Income.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam tahun anggaran tertentu yang berisi sumber pendapatan dan penggunaan dana pemerintahan daerah. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD, adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

Dalam hal pembangunan perekonomian daerah, peranan pemerintah dapat dikaji dari sisi anggarannya. APBD merupakan instrument kebijakan yang dijalankan pemerintah daerah untuk menentukan arah dan tujuan pembangunan. Instrument ini diharapkan berfungsi sebagai salah satu komponen pemicu tumbuhnya perekonomian suatu daerah.

Manajemen pemerintah daerah di Indonesia memasuki era baru seiring dengan diberlakukannya desentralisasi. Kebijakan terkait yang tertuang dalam UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah efektif diberlakukan per Januari tahun 2001 (UU ini dalam perkembangan diperbaharui dengan dikeluarkannya UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 tahun 2004). Diberlakukannya undang-undang ini memberi peluang bagi daerah untuk menggali potensi lokal dan meningkatkan kinerja keuangannya dalam rangka mewujudkan kemandirian daerah.


(15)

Otonomi yang diberikan kepada daerah merupakan otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab (Soekarwo, 2003 : 93). Dan untuk pelaksanaan otonomi tersebut pemerintah daerah harus memiliki wewenang dan kemampuan menggali sumber keuangan sendiri, serta didukung oleh perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah serta antara propinsi dan kabupaten/kota yang merupakan persyaratan dalam sistem pemerintahan daerah.

Hingga saat ini otonomi daerah memang sudah berjalan di tiap kabupaten dan kota di Indonesia. Realitas menunjukkan bahwa pemerintah daerah belum dapat sepenuhnya lepas dari pemerintah pusat didalam mengatur rumah tangga daerah. Hal ini tidak hanya terlihat dalam konteks kerangka hubungan politis dan wewenang daerah, namun juga terlihat dalam hubungan keuangan antar pusat dan daerah (Simanjuntak, 2001).

Dalam menciptakan kemandirian daerah, pemerintah daerah harus beradaptasi dan berupaya meningkatkan mutu pelayanan publik dan perbaikan dalam berbagai sektor yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi sumber pendapatan asli daerah atau PAD. Tuntutan untuk mengubah struktur belanja menjadi semakin kuat, khususnya pada daerah-daerah yang mengalami kapasitas fiskal rendah (Halim, 2001). Dalam upaya peningkatan kemandirian daerah pemerintah daerah juga dituntut untuk mengoptimalkan potensi pendapatan yang dimiliki dan salah satunya memberikan proporsi belanja modal yang lebih besar untuk pembangunan pada sektor-sektor yang produktif di daerah.

Pendapatan asli daerah (PAD) merupakan cermin kemandirian suatu daerah dan penerimaan murni daerah yang merupakan modal utama bagi daerah dalam


(16)

membiayai pemerintahan dan pembangunan di daerahnya. Dalam Menjalankan otonomi daerah kabupaten/kota di Sumatera Utara dituntut untuk mampu meningkatkan PAD yang merupakan tolak ukur terpenting bagi kemampuan daerah dalam menyelenggarakan dan mewujudkan otonomi daerah.

Implikasi langsung atas implementasi otonomi daerah adalah kebutuhan dana yang cukup besar. Sumber dana utama pemerintah daerah berasal dari PAD, yang dipakai untuk membiayai belanja modal dan pembangunan. Namun dalam beberapa tahun berjalan sumber pembiayan tidak hanya berasal dari PAD saja.

Pemerintahan Pemerintah daerah juga mendapat bantuan transfer dana dari pemerintah pusat berupa Dana Perimbangan. Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 Dana Perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Pemberian dana perimbangan ditujukan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan juga untuk membantu daerah dalam membiayai kewenangannya.

Permasalahan yang terjadi saat ini adalah pemerintahan daerah terlalu bergantung pada dana alokasi umum atau DAU untuk membiayai belanja modal dan pembangunan tanpa mengoptimalkan potensi yang dimiliki daerah. Disaat alokasi DAU yang diperoleh besar, maka pemerintah daerah akan berusaha agar priode berikutnya DAU yang diperoleh tetap. Menurut Adi (2006) proporsi DAU terhadap penerimaan daerah masih yang tertinggi dibanding dengan penerimaan yang lain, termasuk PAD. Kuncoro (2007) juga menyebutkan bahwa PAD hanya mampu paling tinggi 20% ikut serta dalam membiayai belanja pemerintan daerah.


(17)

Kenyataan ini tidak sejalan dengan tujuan otonomi daerah yaitu memandirikan daerah dengan potensi-potensi yang dimilikinya.

Rendahnya proporsi PAD tidak sebanding dengan subsidi yang diberikan oleh pusat kepada daerah dikarenakan kemampuan untuk menyelenggarakan otonomi daerah berdasarkan indikator desentralisasi fiskal masih sangat kecil. Dapat dilihat dari pembiayaan pembangunan daerah didominasi oleh subsidi pusat dibandingkan dengan PAD yang diperoleh. Sekalipun PAD diharapkan dijadikan modal utama dalam penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan, namun kontribusi yang dapat disumbangkan PAD terhadap total penerimaan daerah (TPD) masih relatif rendah.

Tingkat pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu tujuan penting pemerintah daerah maupun pemerintah pusat melalui PAD dan transfer pemerintah. Upaya untuk meningkatkan pendapatan asli daerah tidak akan memberikan arti apabila tidak diikuti dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah. Pertumbuhan ekonomi sering diukur dengan menggunakan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB/PDRB), namun demikian indikator ini dianggap tidak selalu tepat dikarenakan tidak mencerminkan makna pertumbuhan yang sebenarnya. Indikator lain, yaitu pendapatan per kapita dapat digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi ini (Kuncoro, 2004). Indikator ini lebih komperehensif dalam mengukur pertumbuhan ekonomi karena lebih menekankan pada kemampuan negara/daerah umtuk meningkatkan PDB/PDRB agar dapat melebihi tingkat pertumbuhan penduduk. Indikator ini secara simultan menunjukkan apakah pertumbuhan


(18)

ekonomi yang terjadi mampu meningkatkan kesejahteraan seiring dengan semakin cepatnya laju pertambahan penduduk.

Fenomena di atas menjadi ide dan motivasi dilakukannya penelitian dalam skripsi dengan judul: “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Transfer

Pemerintah Pusat Terhadap Pendapatan Per Kapita Masyarakat Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang melatarbelakangi penelitian ini, maka dirumuskan berbagai permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah Pendapatan Asli Daerah berpengaruh Terhadap peningkatan

Pendapatan Per Kapita?

2. Apakah Transfer Pemerintah Pusat berpengaruh terhadap Peningkatan

Pendapatan Per Kapita?

3. Apakah Pendapatan Asli Daerah dan Transfer Pemerintah Pusat berpengaruh terhadap Peningkatan Pendapatan Per Kapita?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan relefansi dengan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan: untuk mengetahui pengaruh PAD dan transfer pemerintah pusat terhadap pendapatan per kapita masyarakat.


(19)

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang diharapkan adalah:

a. Bagi peneliti, melalui peneliti ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan peneliti yang berhubungan dengan pendapatan daerah dan pertumbuhan ekonomi.

b. Bagi pemerintahan daerah, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi pemerintah daerah di Sumatera Utara dalam melaksanakan pengelolaan keuangan Daerah khususnya terhadap pengelolaan PAD dan pengelolaan transfer pemerintah pusat sehingga dapat mempengaruhi pendapatan per kapita masing-masing daerah yang bersangkutan.

c. Bagi pihak lain, diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi guna penelitian selanjutnya.

D. Batasan Masalah

Atas pertimbangan-pertimbangan efisiensi, minat dan keterbatasan waktu dan tenaga, serta pengetahuan penulis, maka penulis melakukan beberapa batasan masalah terhadap penelitian yang akan diteliti, yaitu diantaranya:

1. Penelitian ini membatasi pada aspek akuntansi sektor publik untuk menjelaskan pengaruh PAD dan transfer pemerintah pusat terhadap pendapatan per kapita masyarakat Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.


(20)

2. Faktor yang mempengaruhi pendapatan per kapita hanya dilihat dari realisasi PAD dan transfer pemerintah pusat.

3. Penelitian ini hanya mengambil lokasi pada pemerintahan kabupaten/kota yang ada di Sumatera Utara.

BAB II


(21)

A. TINJAUAN TEORITIS 1. Akuntansi Sektor Publik

Halim (2002:29) mengemukakan bahwa akuntansi yang berkaitan dengan organisasi perusahaan (bisnis) biasanya dikenal dengan akuntansi sektor privat, dan yang berkaitan dengan organisasi pemerintahan atau akuntansi sektor publik. Oleh karena pemerintahan daerah merupakan satuan organisasi yang non profit, maka akuntansi yang berkaitan dengan pemerintah daerah termasuk dalam akutansi sektor publik.

Sebagai salah satu bidang ilmu, penelitian tentang akuntansi sektor publik masih banyak kendalanya, baik pada kepustakaannya maupun bagaimana masalah-masalah di lapangan dirumuskan. Hal tersebut dapat dimaklumkan mengingat masih mudanya bidang ilmu akuntansi sektor publik.

Namun dalam waktu yang relatif singkat akuntansi sektor publik telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Mardiasmo (2002:1) menyatakan bahwa saat ini terdapat perhatian yang lebih besar terhadap praktik akuntansi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemerintah, perusahaan milik negara/daerah, dan berbagai organisasi publik lainnya dibandingkan pada masa-masa sebelumnya. Terdapat tuntutan yang lebih besar dari masyarakat untuk dilakukan transparansi dan akuntanbilitas publik oleh lembaga-lembaga sektor publik.

2. Keuangan daerah dan APBD

Menurut Mamesah (1995:16), keuangan daerah dapat diartikan sebagai “semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala


(22)

sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki/dikuasi oleh negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai ketentuan/peraturan perundangan yang berlaku.”

Menurut Halim (2004:20), ruang lingkup keuangan daerah terdiri dari “keuangan daerah yang dikelola langsung dan kekayaan daerah yang dipisahkan. Yang termasuk dalam keuangan daerah yang dikelola langsung adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan barang-barang inventaris milik daerah. Keuangan daerah yang dipisahkan meliputi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).”

“Keuangan daerah dalam arti sempit yakni terbatas pada hal-hal yang berkaitan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Oleh sebab itu, keuangan daerah identik dengan APBD.” (Saragih, 2003:12)

Peraturan Pemerintah No. 105 Tahun 2000 menyatakan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disingkat APBD adalah satu rencana keuangan tahunan daerah sebagai dasar pengelolaan keuangan daerah dalam tahun anggaran tertentu yang berisi sumber pendapatan dan penggunaan dana Pemerintah Daerah yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah.

Sebagai alat yang digunakan dalam menggerakkan roda pemerintahan dan pembangunan, anggaran dalam organisasi publik memiliki beberapa fungsi. Menurut Mardiasmo (2002:183) fungsi utama anggaran daerah adalah sebagai berikut:

a. Anggaran berfungsi sebagai alat perencanaan, yang antara lain digunakan untuk :

1) merumuskan tujuan serta sasaran kebijakan sesuai denagn visi dan misi yang ditetapkan.


(23)

2) menetapkan berbagai program dan kegiatan untuk mencapat tujuan organisasi serta merencanakan alternatif sumber pembiayaan

3) mengelola sumber-sumber ekonomi pada berbagai program dan kegiatan yang telah disusun, dan

4) menentukan indikator kinerja dan tingkat pencapaian strategi. b. Anggaran berfungsi sebagai alat pengendali, yang digunakan antara lain untuk

:

1) mengendalikan efisiensi pengeluaran.

2) membatasi kekuasaan dan kewenangan Pemda.

3) mencegah adanya overspending, underspending dan salah sasaran (misappropriation) dalam mengalokasikan anggaran pada bidang lain yang bukan merupakan prioritas.

4) memonitor kondisi keuanagan dan pelaksanaan perasional program atau kegiatan pemerintah.

c. Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal digunakan untuk menstabilkan ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pemberian fasilitas, dorongan, dan koordinasi kegiatan ekonomi masyarakat sehinnga mempercepat pertumbuhan ekonomi.

d. Anggaran sebagai alat politik digunakan untuk memutuskan prioritas-prioritas dan kebutuhan keuangan terhadap prioritas-prioritas tersebut. Anggaran sebagai dokumen politik merupakan bentuk komitmen eksekutif dan kesepakatan legislatif atas penggunaan dana publik untuk kepentingan tertentu. Anggaran bukan sekedar masalah teknis akan tetapi lebih


(24)

merupakan alat politik (political tool). Oleh karena itu, penyusunan anggaran membutuhkan political skill, coalition building, keahlian bernegosiasi, dan pemahaman tentang prinsip manajemen keuangan publik. Kegagalan dalam melaksanaakan anggaran yang telah disetujui dapat menurunkan kredibilitas atau bahkan menjatuhkan kepemimpinan eksekutif. e. Anggaran koordinasi antar unit kerja dalam organisasi Pemda yang terlibat

dalam proses penyusunan anggaran. Anggaran yang disusun dengan baik akan mampu mendeteksi terjadinya inkonsistensi suatu unit kerja dalam pencapaian tujuan organisasi. Di samping itu, anggaran publik juga berfungsi sebagai alat komunikasi antar unit kerja.

f. Anggaran sebagai alat evaluasi kinerja. Anggaran pada dasarnya merupakan wujud komitmen Pemda kepada pemberi wewenang (masyarakat) untuk melaksanakan kegiatan pemerintahan dan pelayanan masyarakat. Kinerja Pemda akan dinilai berdasarkan target anggaran yang dapat direalisasi. g. Anggaran dapat digunakan sebagai alat sebagi memotivasi manjemen Pemda

agar dapat bekerja secara ekonomis, efektif dan efisien dalam mencapai target kinerja. Agar dapat memotivasi pegawai, anggaran hendaknya bersifat chalenging but attainble atau demanding but achieveable. Maksudnya, target kinerjanya hendaknya ditetapkan dalam batas rasional yang dapat dicapai (tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah).

h. Anggaran dapat juga dapat gunakan sebagai alat untuk menciptakan ruang publik dalam arti bahwa proses penyusunan anggaran harus melibatkan seluas mungkin masyarakat. Keterlibatan masyarakat tersebut dapat


(25)

dilakukan melalui proses penjaringan aspirasi masyarakat. Yang hasilnya digunakan sebagai dasar perumusan arah dan kebijakan umum anggaran. Kelompok masyarakat yang terorganisir umunya akan mencoba mempengaruhi anggran untuk kepentingan mereka. Kelompok lain dari masyarakat yang kurang terorganisir akan mempercayai aspirasinya melalui proses politik yang ada. Jika tidak ada alat untuk menyampaikan aspirasi mereka, maka mereka akan melakukan tindakan-tindakan lain.

Secara fungsional APBD merupakan kontrak sosial antara pemerintah (daerah) dengan rakyatnya tentang kewajiban untuk mensejahterakan dan memenuhi kebutuhan warganya. Setiap pilihan program/kegiatan yang diambil dalam APBD harus memperhatikan preferensi para pemilih yng memilih orang-orang yang duduk di parlemen dan pemerintahan.

Mamesah (1995:20) mendefinisikan APBD adalah rencana operasional keuangan pemerintah daerah, dimana disatu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek dalam satu tahun anggaran tertentu, dan di pihak lain menggabarkan perkiraan penerimaan dan sumber-sumber penerimaan daerah guna menutupi pengeluaran-pengeluaran dimaksud.

APBD pada hakekatnya merupakan salah satu instrument kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan umum dam kesejahteraan masyarakat di daerah. Ramzuri (2007:17) mengatakan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan pemerintah daerah harus secara nyata dan terstuktur guna menghasilkan APBD yang dapat mencerminkan kebutuhan riil masyarakat sesuai dengan potensi masing-masing daerah serta dapat memenuhan tuntutan terciptanya anggaran daerah yang beroreantasi pada kepentingan dan akuntabilitas publik. Baswir (1988:26) mengemukakan bahwa penyusunan anggaran


(26)

berdasarkan yang baik dan berfungsi sebagai pedoman bagi pemerintah dalam mengelola negara, sebagai alat pengawas bagi masyarakat terhadap kebijaksanaan dan kemampuan pemerintah. Penyusunan anggaran tidak bisa dilepaskan dari karekteristik suatu daerah, untuk dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam pengelolaan negara.

Widjaja (2002:67) menyatakan bahwa anggaran daerah pada hakikatnya merupakan salah satu alat untuk meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan tujuan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab. APBD dapat memberikan informasi yang jelas tentang tujuan, sasaran, hasil dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan atau proyek yang dianggarkan.

IACS dalam Halim (2002: 68) menyatakan: belanja daerah adalah penurunan dalam manfaat ekonomi selama priode akuntansi dalam bentuk arus kas. Dari aspek pelaksana, pemerintah daerah dituntut mampu menciptakan sistem manajemen yang mampu mendukung operasional pembangunan daerah. Salah satu aspek dari pemerintah daerah yang harus diukur secara hati-hati adalah masalah pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah. APBD merupakan sistem kebijakan yang utama bagi pemerintahan daerah.

3. Sumber-Sumber Pendapatan Daerah

Dalam mengurus dan menyelenggarakan urusan rumah tangga daerah propinsi/kota/kabupaten yang meliputi tugas pemerintah umum, membangun dan membina kemasyarakatan dengan menggunakan sumber-sumber pembiayaan yang didapat dari pemerintah daerah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 157 menyebutkan bahwa sumber pendapatan terdiri atas:

a. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu


(27)

• Hasil retribusi daerah

• Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang disahkan

• Lain-lain pendapatan yang sah

b. Dana perimbangan

c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.

4. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pemerintah daerah di dalam membiayai belanja daerahnya, selain dengan menggunakan transfer dari pemerintah pusat, mereka juga menggunakan sumber dananya sendiri yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD).

PAD menurut Halim (2002: 64) merupakan “semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah”. Upaya peningkatan PAD secara positif dalam pengertian bahwa kelelusaan oleh daerah harus dapat dimanfaatkan untuk dapat meningkatan PAD untuk menggali sumber-sumber penerimaan baru tanpa membebani masyarakat dan tanpa menimbulkan ekonomi biaya tinggi. Upaya peningkatan PAD tersebut harus dipandang sebagai perwujudan tanggung jawab pemerintah daerah meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat.

Menurut UU No.33 Tahun 2004, PAD adalah pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan Asli Daerah yang sah yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagi perwujudan desentralisasi.

PAD memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian daerah. Daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan PAD yang positif mempunyai kemungkinan untuk memiliki pendapatan per kapita yang lebih baik (Harianto dan


(28)

Adi, 2007) Apabila suatu daerah PAD-nya meningkat maka dana yang dimiliki pemerintah akan dapat digunakan pula. Peningkatan ini akan menguntungkan pemerintah, karena dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan daerahnya.

Kelompok pendapatan asli daerah dipisahkan menjadi empat jenis yaitu:

a. Pajak Daerah

Menurut Sunitro dalam (Kaho, 2007:144) “pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh daerah-daerah , seperti Propinsi, Kabupaten dan sebagainya”.

Pajak Daerah merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pajak. Penerimaan ini meliputi:

• Pajak Kendraan Bermotor

• Bea Balik Nama Kendraan Bermotor

• Pajak Bahan Bakar Kendraan Bermotor

• Pajak Kendraan di Atas Air

• Pajak Air di Bawah Tanah

• Pajak Air Permukaan.

Sedangkan jenis pajak kabupaten/kota menurut Undang-Undang No.34 Tahun 2000 tentang perubahan Undang-Undang No.18 Tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah terdiri atas:

• Pajak Hotel

• Pajak Restoran

• Pajak Hiburan

• Pajak Reklame


(29)

• Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C

• Pajak Parkir

b. Retribusi Daerah

Menurut Kaho (2007 : 170) menyatakan bahwa “retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas pemakaian jasa atau karena mendapatkan jasa pekerjaan, usaha atau milik daerah bagi yang berkepentingan atau karena jasa yang diberikan oleh daerah”.

Berdasarkan Undang No.34 2004 tentang problem atas Undang-Undang No.18 tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, “Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi dan badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah

c. Hasil Pengelolaan Daerah yang Dipisahkan

Sesuai Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dapat dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/BUMN dan bagian laba atas peyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.


(30)

d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah

Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 menjelaskan tentang Pendapatan Asli Daerah yang Sah, disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.

5. Transfer Pemerintah Pusat

Halim (2002:65) mendefinisikan “transfer pemerintah pusat atau dana perimbangan merupakan dana yang bersumber dari penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah”.

Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah menurut Saragih (2003:85) adalah:

Suatu sistem pembiayan pemerintahan dalam keuangan Negara kesatuan yang mencakup pembagian keuangan antara pemerintah pusat dan daerah serta pemerataan antar daerah secara proporsional, demokratis, adil, dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah sejalan dengan kewajiban dan pembagian kewenangan serta tata cara penyelenggaraan kewenangan tersebut, termasuk pengelolaan dan pengawasan keuangannya. “Dana perimbangan terdiri dari dana bagi hasil pajak dan sumber daya alam yang disebut dengan Bagian Daerah, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK)”. ( Kadjatmiko, 2002:79)

Pembagian dana perimbangan menurut saragih (2003:86) terdiri dari:

1. Dana bagi hasil dari : pajak bumi bangunan (PBB), bea perolehan dan penerimaan dari sumber daya alam, yakni minyak bumi, gas alam,


(31)

pertambanagn umum, kehutanaan dan perikanaan. Penetapaan besarnya dana bagi hasil pajak berdasarkan atas persentase dengan tariff dan basis pajaknya.

2. Dana alokasi umum (DAU) atau sering disebut juga dengan block grant yang besarnya didasarkan atas formula.

3. Dana alokasi khusus (DAK). DAK identik dengan special grant yang

ditentukan berdasarkan pendekatan kebutuhan yang sifatnya isedental dan mempunyai fungsi yang sangat khusus.

Pada umumnya pemerintah pusat memberikan transfer dana dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU). DAU adalah dana yang bersumber dari APBN yang bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah yang dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar daerah melalui pemerataan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah.

Menurut kamus wikepedi Dana Alokasi Umum adalah sejumlah dana yang

dialikasikan kepada daerah di Indonesia untuk meningkatkan dana

pembangunanya. Jumlah dana alokasi umum untuk tahunanya ditentukan oleh keputusan presiden.

Dana alokasi umum mencakup:

1. Dana Alokasi Umum untuk daerah Propinsi


(32)

Basis utama perhitungan DAU adalah kesenjangan fiskal atau perbedaan antara kapasitas fiskal dan kebutuhan fiskal di masing-masing daerah. Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 pengelolaan DAU ditentukan atas besar kecilnya celah fiskal (fiscal Gab) suatu daerah, yang merupakan selisih antara kebutuhan daerah (fiscal need) dan potensi daerah (fiscal capacity). Apabila memiliki daerah memiliki potensi fiskal besar tetapi kebutuhan fiskal kecil maka akan memperoleh DAU yang relatife kecil. Sebaliknya, untuk daerah yang potensi fiskalnya kecil sedangkan kebutuhan fiskalnya besar maka akan memperolah alokasi DAU yang relatife besar.

Kebijakan DAU merupakan instrumen penyeimbang fiskal antar daerah, sebab tidak semua daerah memiliki stuktur dan kemampuan fiskal yang sama (horizontal fiskal imbalance). DAU sebagai bagian dari kebijakan transfer fiskal dari pusat ke daerah (intergovermental transfer) berfungsi sebagai faktor pemerataan fiskal antara daerah –daerah serta memperkecil kesenjangan kemampuan fiskal atau keuangan antar daerah (Saragih, 2003:98).

Menurut Mulia (2005:13), tujuan umum dari DAU adalah untuk: 1. Meniadakan atau meminimalkan ketimpangan fiskal vertikal. 2. Meniadakan atau mengurangkan ketimpangan fiskal horizontal.

3. Menginternalisasikan/memperhitungkan sebahagian atau seluruh limpahan manfaat/biaya kepada daerah yang menerima limpahan manfaat tersebut. 4. Sebagai bahan edukasi bagi pemerintah daerah agar secara intensif

menggali sumber-sumber penerimaannya, sehinggan hasil yang diperoleh menyamai bahkan melebihi kapasitasnya.


(33)

Secara umum DBH dan DAU digolongkan ke dalam bentuk unconditional transfer atau biasa disebut dengan transfer tak bersyarat. Sedangkan DAK digolongkan ke dalam bentuk conditional transfer atau biasa disebut dengan transfer bersyarat.

6. Pendapatan Per Kapita

Pendapatan per kapita (per capita income) adalah pendapatan rata-rata penduduk suatu negara pada suatu periode tertentu, yang biasanya satu tahun. Pendapatan per kapita bisa juga diartikan sebagai jumlah dari nilai barang dan jasa rata-rata yang tersedia bagi setiap penduduk suatu negara pada suatu priode tertentu. Pendapatan per kapita diperoleh dari pendapatan nasional pada tahun tertentu dibagi dengan jumlah penduduk suatu negara pada tahun tersebut.

Dalam Kamus Wikipedia (2008) disebutkan bahwa pendapatan per kapita merupakan besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu negara. Pendapatan per kapita didapatkan dari hasil pembagian pendapatan nasional suatu negara dengan jumlah penduduk negara tersebut. Pendapatan per kapita juga merefleksikan PDB per kapita.

Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita (Boediono, 1985). Secara tradisional, pertumbuhan ekonomi ditujukan untuk peningkatan yang berkelanjutan Produk Domestik Regional Daerah/PDRB dan Pendapatan Per Kapita (Saragih, 2003 ; Kuncoro, 2004). Hasil penelitian yang dilakukan Lin dan Liu (2000) menunjukkan desentralisasi memberikan dampak yang sangat berarti bagi pertumbuhan ekonomi daerah. Lin dan Liu (2000) yang membuktikan adanya


(34)

hubungan yang positif dan signifikan antara desentralisasi fiskal dengan pertumbuhan ekonomi. Hasil ini mendukung sintesa yang menyatakan bahwa, pemberian otonomi yang lebih besar akan memberikan dampak yang lebih besar bagi pertumbuhan ekonomi, hal inilah yang mendorong daerah untuk mengalokasikan secara lebih efisien berbagai potensi lokal untuk kepentingan pelayanan publik (Lin dan Liu, 2000; Mardiasmo, 2002; Wong, 2004).

Pendapatan per kapita sering dijadikan tolak ukur kemakmuran tingkat pembangunan sebuah daerah; semakin besar pendapatan per kapitanya, semakin makmur negara tersebut. Pendapatan nasional yang biasa dipakai dalam menghitung pendapatan per kapita suatu negara pada umumnya adalah Produk Domestik Bruto (PDB) atau Produk Nasional Bruto (PNB), sedangkan untuk pendapatan per kapita daerah yang umum digunakan adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang dihitung dengan menggunakan formulasi:

B. Hubungan PAD, Transfer Pemerintah Pusat, dan Pendapatan Per Kapita 4. Hubungan antara Pendapatan Asli Daerah dan Transfer Pemerintah

Pusat

Pendapatan asli daerah dan transfer pemerintah pusat merupakan sumber-sumber penerimaan pemerintah daerah. Pemerintah daerah dalam membiayai belanja dan operasionalnya sangat bergantung dari kedua pendapatan di atas.

PDRB tahun t

jumlah penduduk tahun t


(35)

Pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh pemerintah dari hasil daerahnya sendiri, sedangkan transfer pemerintah pusat adalah sumber pendapatan yang di peroleh dari pemerintah pusat. Dana alokasi umum adalah pendapatan terbesar yang berasal dari transfer pemerintah pusat

5. Hubungan antara Pendapatan Asli Daerah dan pendapatan Per Kapita

Salah satu tujuan utama dari desentralisasi fiskal adalah terciptanya kemandirian daerah. Pemerintah daerah diharapkan mampu mengali sumber-sumber keuangan lokal, khususnya melalui Pendapatan Asli Daerah (Sidik, 2002). Daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan PAD yang positif mempunyai kemungkinan untuk memiliki tingkat pendapatan per kapita yang lebih baik. PAD berpengaruh positif dengan petumbuhan ekonomi di daerah (Brata, 2004). PAD merupakan salah satu sumber pembelanjaan daerah, jika PAD meningkat maka dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah akan lebih tinggi dan tingkat kemandirian daerah akan meningkat pula, sehingga pemerintah daerah akan berinsisiatif untuk lebih menggali potensi – potensi daerah dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan PAD secara berkelanjutan akan menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah itu (Tambunan, 2006).

Peningkatan PAD harus berdampak pada perekonomian daerah (Saragih, 2003). Oleh karena itu, daerah tidak akan berhasil bila daerah tidak mengalami pertumbuhan ekonomi yang berarti meskipun terjadi peningkatan penerimaan PAD. Bila yang terjadi sebaliknya, maka bisa diindikasikan adanya eksploitasi PAD terhadap masyarakat secara berlebihan tanpa memperhatikan


(36)

peningkatan produktifitas masyarakat itu sendiri. Sidik (2002) menegaskan bahwa keberhasilan peningkatan PAD hendaknya tidak hanya diukur dari jumlah yang diterima, tetapi juga diukur dengan perannya untuk mengatur perekonomian masyarakat agar dapat lebih berkembang, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah.

6. Hubungan antara Transfer Pemerintah Pusat dan Pendapatan Per Kapita

Pemerintahan Pemerintah daerah juga mendapat bantuan transfer dana dari pemerintah pusat berupa Dana Perimbangan. Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 Dana Perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Pemberian dana perimbangan ditujukan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan juga untuk membantu daerah dalam membiayai kewenangannya.

Transefer pemerintah pusat juga diharapkan membantu pemerintah daerah dalam membangun sarana dan prasara yang kemudian diharapkan dapat meningkatkan pendapatan daerah yang pada akhirnya berdampak pada meningkatnya per kapita masyarakat di daerah tersebut.

C. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1

Nama Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian

(1) (2) (3) (4)

David Harianto

Hubungan Belanja Modal, DAU, PAD,

Dana Alokasi

Umum (X1),

Dana Alokasi Umum sangat berpengaruh


(37)

dan Priyo Hariadi (2007)

dan Pendapatan Per

Kapita pada Pemerintah

Kabupaten dan Kota se Jawa-Bali

Belanja Modal (X2), Pendapatan

Asli Daerah (X3)

dan Pendapatan Alokasi

Umum(Y)

terhadap Belanja Modal,

Belanja Modal mempunyai dampak yang

signifikan dan negatif terhadap Pendapatan Per Kapita dalam hubungan langsung, Pendapatan Asli Daerah sangat berpengaruh terhadap Pendapatan Per Kapita, Dana Alokasi Umum mempunyai dampak yang signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah melalui Belanja Modal (efek tidak langsung) Sembiring (2001) Analisis Potensi Pendapatan Daerah Bagi Pengembangan Wilayah Wabupaten Karo Pajak Daerah (X1), Retribusi

Daerah (X2), dan

Laba BUMD (X3). PDRB (Y1)

dan Pendapatan Per kapita (Y2)

Pendapatan daerah memberikan dampak yang positif dan signifikan terhadap perkembangan wilayah di Kab. Karo

Abimanyu (2005) Pengaruh Belanja Modal terhadap Pertumbuhan Ekonomi (PDRB) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Belanja Modal (X1), PDRB (Y1)

dan PAD (Y2)

Dengan bertambahnya belanja modal maka akan berdampak pada priode yang akan

datang yaitu produktivas masyarakat

meningkat dan pertumbuhan investor akan meningkat.

D. Kerangka Konseptual dan Hipotesis 1. Kerangka Konseptual

Berdasarkan latar belakang masalah, tinjauan teoritis, dan tinjauan penelitian pendahulu, maka peneliti membuat kerangka konseptual peneliti sebagai berikut:

Pendapatan Asli Daerah (X1)


(38)

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual

Dari kerangka konseptual di atas dapat dilihat bahwa PAD (X1) dan transfer

pemerintah pusat (X2) dalam bentuk Dana Perimbangan (DBH, DAU, dan DAK)

mempengaruhi pendapatan per kapita masyarakat (Y).

Peningkatan PAD harus berdampak pada perekonomian daerah (Saragih, 2003). Oleh karena itu, daerah tidak akan berhasil bila daerah tidak mengalami pertumbuhan ekonomi yang berarti meskipun terjadi penerimaan PAD. Bila yang terjadi sebaliknya, maka bisa diindikakasikan adanya eksploitasi PAD terhadap masyarakat secara berlebihan tanpa memperhatikan produktifitas. Sidik (2002) menegaskan bahwa keberhasilan peningkatan PAD hendaknya tidak hanya diukur dari jumlah yang diterima, tetapi juga diukur dengan perannya untuk mengatur perekonomian masyarakat agar dapat lebih berkembang, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah.

2. Hipotesis

Menurut Erlina, Mulyani (2007:4), ” Hipotesis adalah proporsi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara empiris”. Hipotesis adalah dugaan


(39)

atau jawaban sementara terhadap masalah yang akan diuji kebenarannya, melalui analisis data yang relevan dan kebenarannya akan diketahui setelah dilakukan penelitian”. Berdasarkan tinjauan teoritis dan kerangka konseptual yang diuraikan sebelumnya, dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

Ha1: Pendapatan Asli Daerah berpengaruh signifikan terhadap peningkatan

pendapatan per kapita

Ha2: Transfer Pemerintah Pusat berpengaruh signifikan terhadap Peningkatan Pendapatan Per Kapita

Ha3: PAD dan Transfer Pemerintah Pusat berpengaruh signifikan terhadap Peningkatan Pendapatan Per Kapita.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini akan membahas pengaruh pendapatan asli daerah dan transfer pemerintah pusat terhadap pendapatan per kapita dan sekaligus menguji hipotesis sehingga penelitian ini menggunakan tipe explonatory research, maka penelitian


(40)

ini akan menjelaskan pengaruh antara variabel pendapatan asli daerah, transfer pemerintah pusat terhadap pendapatan per kapita masyarakat.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2004:72). Populasi dalam penelitian ini adalah pemerintah kabupaten/kota yang ada di Sumatera Utara dengan menggunakan data sejak tahun 2005 sampai dengan 2007.

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2004:73). Jumlah sampel yang dipakai oleh peneliti adalah sebanyak 25 pemerintah daerah kabupaten dan kota. Metodologi pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling dengan kriteria:

1. Tersedianya data yang dipublikasikan kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara pada Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara.

2. Kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara yang mempublikasikan laporan APBD-nya selama priode 2005-2007.

3. Laporan keuangan yang tergabung dalam kabupaten/kota induk, akan

digunakan Laporan keuangan kabupaten/kota induk.

4. Laporan keuangan yang disajikan kabupaten/kota yang digunakan adalah laporan keuangan yang memuat secara lengkap pendapatan asli daerah, transfer pemerintah dan pendapatan per kapita.


(41)

Tabel 3.1

No. Kabupaten/Kota di Sumatera Utara

1. Kota Binjai

2. Kota Sibolga

3. Kota Tanjung Balai

4. Kota Tebing Tinggi

5. Kota Padang Sidempuan

6. Kota Medan

7. Kota Pematang Siantar

8. Kab. Humbang Hasundutan

9. Kab. Nias

10. Kab. Madina

11. Kab. Tapanuli Utara 12. Kab. Deli Serdang

13. Kab. Tanah Karo

14. Kab. Labuhan Batu

15. Kab. Langkat

16. Kab. Simalungun

17. Kab. Toba Samosir

18. Kab. Tapanuli Selatan 19. Kab. Tapanuli Tengah

20. Kab. Asahan

21. Kab. Dairi

22. Kab. Nias Selatan 23. Kab. Pakpak Barat 24. Kab. Samosir

25. Kab. Serdang Bedagai

C. Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, yaitu data yang berbentuk angka-angka atau data kualitatif yang diangkakan (Sugiyono, 2004:14). Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh secara tidak langsung dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara, yang berupa laporan APBD dari tahun 2005-2007 untuk beberapa Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara yang terpilih menjadi sampel penelitian.


(42)

D. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan teknik studi dokumentasi yaitu dengan cara mempelajari, mengklasifikasi, dan menganalisi data skunder yang telah diperoleh.

E. Definisi dan Pengukuran Variabel Penelitian 1. Definisi Variabel Penelitian

Table 3.2

No. Variabel

Penelitian

Definisi Parameter

(1) (2) (3) (4)

1. Pendapatan Asli

Daerah (X1)

Pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lail-lain Pendapatan asli daerah yang sah yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali

pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan desentralisasi. Realisasi PAD, yang diperoleh dari masing-masing APBD Kabupaten/Kota se-Propinsi Sumatera Utara.

2. Transfer

Pemerintah Pusat (X 2)

Transfer pemerintah pusat sebagai pengalihan dari pendapatan fiskal antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah yang terdiri dari dana alokasi umu (DAU), dana alokasi khusu (DAK), dana bagi hasil (DBH).

Realisasi transfer pemerintah pusat yang diperoleh dari masing-masing APBD Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara.

3. Pendapatan Per

Kapita ( Y)

Pendapatan per kapita merupakan besarnya pendapatan rata-rata penduduk

di suatu daerah.

Pendapatan Daerah Regional Bruto dibagi jumlah


(43)

2. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Variabel Independen

Variabel independen dalam penelitian ini adalah: pendapatan asli daerah, transfer pemerintah pusat yang kemudian dikenal sebagai dana perimbangan (Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Dana Bagi Hasil).

2. Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pendapatan per kapita masyarakat yaitu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

F. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan adalah model analisis regresi berganda dengan bantuan Software SPSS for Windows. Penggunaan metode analisis regresi dalam pengujian hipotesis, terlebih dahulu diuji apakah model tersebut memenuhi asumsi klasik atau tidak. Pengujian asumsi tersebut meliputi.

1. Uji Asumsi Klasik

Pengujian regresi linear berganda dapat dilakukan setelah model dari penelitian ini memenuhi syarat-syarat yaitu lolos dari asumsi klasik. Syarat-syarat tersebut adalah data tersebut harus terdistribusi secara normal, tidak mengandung multikolinearitas, autokorelasi dan heterokedastisitas. Untuk itu sebelum melakukan pengujian regresi linear berganda perlu dilakukan terlebih dahulu pengujian asumsi klasik, yang terdiri dari:


(44)

Menurut Erlina dan Mulyani (2007:103), ”uji ini berguna untuk tahap awal dalam metode pemilihan analisis data. Jika data normal, gunakan statistik parametrik dan jika data tidak normal gunakan statistik non parametrik atau lakukan treatment agar data normal.”

Tujuan uji normalitas menurut Ghozali (2005:111) adalah ingin mengetahui apakah dalam model regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil.”

Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak menurut Ghozali (2005 : 110), yaitu :

i) Analisis grafik

Salah satu cara termudah untuk melihat normalitas residual adalah dengan melihat grafik histogram yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi normal. Metode yang lebih handal adalah dengan melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal dan plotnya data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data residual normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya.

ii) Analisis statistik

Uji statistik sederhana dapat dilakukan dengan melihat nilai kurtosis dan nilai Z-skewness. Uji statistik lain yang dapat digunakan untuk menguji normalitas residual adalah uji statistik non parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S).

Pedoman pengambilan keputusan tentang data tersebut mendekati atau merupakan distribusi normal berdasarkan uji Kolmogorov Smirnov dapat dilihat dari:


(45)

a) Nilai Sig. atau signifikan atau probabilitas < 0,05, maka distribusi data adalah tidak normal.

b). Nilai Sig. atau signifikan atau probabilitas > 0,05, maka distribusi data adalah normal.

2. Uji Multikolinearitas

Menurut Ghozali (2005:111) uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan dengan adanya korelasi diantara variabel independen. Suatu model regresi yang baik tidak ditemukannya hubungan atau korelasi di antara variabel independen. Dalam pengujian multikolinearitas penulis menggunakan metode Variance Inflation Factor (VIF).

Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas di dalam model regresi menurut Hadi (2006:168) dapat dilihat dari :

i) Salah satu ciri regresi yang terjangkit multikolinear adalah

persamaan tersebut memiliki nilai R2 yang sangat tinggi, tetapi hanya memiliki sedikit variabel independen yang signifikan (memiliki nilai t hitung tinggi). Keadaan yang paling ekstrim adalah bila model memiliki nilai R2 dan F hitung yang tinggi dan secara otomatis akan memiliki nilai signifikansi F yang sangat bagus tetapi tidak satupun variabel independen yang memiliki nilai t cukup (signifikan). Bila hal ini terjadi maka bisa disimpulkan bahwa bagusnya F dan R2 karena adanya interaksi antar variabel independen yang cukup tinggi (multikolinear)

ii) Indikator lain yang bisa dipakai adalah CI (Condition Index) atau Eigenvalues. Bila CI berkisar antara10 sampai dengan 30 maka kita bisa mengatakan bahwa persamaan tersebut terjangkit multikolinear. Bila CI > 30 maka terjangkitnya semakin kecil.

iii) VIF (Variable Inflation Factor) juga bisa digunakan sebagai indicator. Bila VIF > 10 maka variable tersebut memiliki kolinearitas yang tinggi.


(46)

Bila ternyata model terindikasi penyakit multikolinear, maka baru dicari korelasi diantara variabel independen. Gujarati (1995) dalam Hadi (2006 : 168) menyatakan bahwa “dua variabel yang memiliki tingkat korelasi 0,8 sudah terlalu tinggi tetapi kalau 0,5 tidak ada masalah.”

Bila didapatkan dua variabel yang memiliki korelasi tinggi (0,8 ke atas), ambil salah satu saja dan hilangkan yang lain.

Menurut Ghozali (2005 : 91), untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas di dalam model regresi adalah sebagai berikut :

1) Nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris sangat tinggi, tetapi secara individual variabel-variabel independennya banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen.

2) Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independen. Jika antar variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya di atas 0.90), maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolinearitas. Tidak adanya korelasi yang tinggi antar variabel independen tidak berarti bebas dari multikolinearitas. Multikolinearitas dapat disebabkan karena adanya efek kombinasi dua atau lebih variabel independen.

3) Multikolinearitas dapat juga dilihat dari a) nilai tolerance dan lawannya b) variance inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Dalam pengertian sederhana setiap variabel independen menjadi variabel dependen (terikat) dan diregres terhadap variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/ Tolerence). Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance < 0.10 atau sama dengan nilai VIF > 10.

Menurut Ghozali (2005 : 95), cara mengobati apabila terjadi multikolonieritas dalam data penelitian adalah sebagai berikut:


(47)

b. Keluarkan satu atau lebih variable indevenden yang mempunyai korelasi tinggi dari model regresi dan identifikasikan variable indevenden lainnya untuk membantu prediksi.

c. Transformasi variable merupakan salah satu cara mengurangi

hubungan linear di antara variable indevenden. Transformasi dapat dilakukan dalam bentuk logaritmo natural dan bentuk first difference atau delta. Caranya

Yt = b1 + b2 X2t + b3 X3t + ut ………(1)

Yt-1 = b1 + b2 X2t-1 + b3 X3t-1 + ut-1 ………(2) Kurangkan persamaan (2) dari (1) didapat first difference

Yt – Yt-1 = b2 (X2t – X2t-1) + b3 (X3t – X3t-1) + vt……(3) d. Gunakan model dengan variabel indevenden yang mempunyai korelasi

tinggi hanya semata-mata untuk prediksi (jangan mencoba untuk menginterpretasikan koefisien regresinya).

e. Gunakan metode analisis yang lebih canggih seperti Bayesian

regression atau dalam kasus khusus ridge regression.

3. Uji Heterokedasitas

Menurut Ghozali (2005: 111) uji heterokedasitas bertujuan untuk melihat apakah didalam model regesi terjadi ketidaksamaan variabel dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Suatu model regresi yang baik adalah tidak terjadi heterokedasitas. Uji Heterokedastisitas adalah asumsi dalam regresi dimana varians dan residual tidak sama untuk satu pengamatan yang lain. Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homokedasitas, namun jika sebaliknya disebut heterokedasitas. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan SPSS release 15.


(48)

Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskesdatisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskesdatisitas.

Suatu model dikatakan terdapat gejala heterokedesitas jika koefisien parameter beta dari persamaan regresi tersebut signifikan secara statistik. Sebaliknya, jika parameter beta tidak signifikan secara statisik, hal ini menunjukkan bahwa data model empiris yang diestimasi tidak terdapat heterokedesitas (Erlina,2007:108).

Menurut Gujarati (1995) dalam Hadi (2006 : 172), “untuk mengetahui adanya masalah heteroskesdatisitas ini kita bisa menggunakan korelasi jenjang Spearman, tes Park, tes Goldfeld-Quandt, tes BPG, tes White atau tes Glejser.” Bila menggunakan korelasi jenjang Spearman, maka kita harus menghitung nilai korelasi untuk setiap variabel independen terhadap nilai residu, baru kemudian dicari tingkat signifikansinya. Park dan Glejser test memiliki dasar test yang sama yaitu meregresikan kembali nilai residu ke variabel independen.

Menurut Hadi (2006 : 174), salah satu cara untuk mengurangi masalah heteroskesdatisitas adalah “menurunkan besarnya rentang (range) data. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menurunkan rentang data adalah melakukan transformasi (manipulasi) logaritma. Tindakan ini bisa dilakukan bila semua data bertanda positif.”


(49)

Uji autokorelasi bertujuan untuk menganalisis apakah dalam model regresi linear terdapat korelasi antara kesalahan penggangu pada perode t dengan kesalahan t-1 atau sebelumnya. Menurut Singgih (2002 : 218) Untuk mendeteksi adanya autokorelasi bisa digunakan tes Durbin Watson (D-W). Panduan mengenai angka D-W untuk mendeteksi autokorelasi bisa dilihat pada tabel D-W, yang bisa dilihat pada buku statistik yang relevan. Namun demikian secara umum bisa diambil patokan:

1) Angka D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif.

2) Angka D-W di antara -2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi. 3) Angka D-W diatas +2 berarti ada autokorelasi negatif

Jika terjadi autokorelasi, maka dapat diatasi dengan cara: a) Melakukan transformasi data.

b) Menambah data observasi.

H0: Tidak ada autokorelasi (r=0) HA: ada autokorelasi (r≠0)

2. Pengujian Hipotesis

Setelah Uji Asumsi Klasik, penulis menganalisis data dengan metode analisis regresi berganda. Analisis ini digunakan untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabel-variabel independen terhadap variabel dependen.

Persamaannya adalah:

Y = β0 +β1 X1+ β2 X2 + ε


(50)

Y = Pendapaatn Per Kapita

β0 = Konstanta

β1 s/d β2 = Koefisien Estimasi

X1 = Pendapatan Asli Daerah

X2 = Transfer Pemerintah Pusat

ε = Error Term

a. Uji – t: Untuk mengetahui hubungan antara variabel-variabel independen terhadap variabel dependen parsial. Pengujian ini dilakukan untuk melihat besarnya masing-masing variabel independen mempengaruhi variabel dependen menggunakan t-test.

Ha1 : Pendapata Asli Daerah berpengaruh signifikan terhadap Peningkatan Pendapatan Per Kapita pada pemerintahan Daerah di Propinsi Sumatera Utara

Ha2 : Transfer Pemerintah Pusat berpengaruh signifikan terhadap peningkatan Pendapatan Per Kapita pada pemerintah kabupaten/kota di Sumatera Utara.

Jika thitung <α0.05, maka Ha diterima

Jika thitung >α0.05, maka Ha ditolak

b. Uji – F : Untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen

Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji F-test. Hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut:


(51)

H3 : Pendapatan Asli Daerah dan Transfer Pemerintah Pusat secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap peningkatan Pendapatan Per Kapita pemerintahanta di Sumatera Utara.

Pengujian simultan ini menggunakan uji F, yaitu dengan membandingkan antara nilai signifikansi F dengan nilai signifikansi yang digunakan yaitu 0,05. Kriteria pengambilan keputusan menurut Ghozali (2005 : 84) sebagai berikut:

1) Apabila nilai F > 4 dengan tingkat kepercayaan 5% dan Fhitung > Ftabel, maka Ha diterima (Ho ditolak).

2) Apabila nilai F < 4 dengan tingkat kepercayaan 5% dan Fhitung < Ftabel, maka Ho diterima (Ha ditolak).

G. Jadwal Penelitan

Jadwal penelitian direncanakan sebagai berikut :

Table 3.3

Tahapan Penelitian

Bulan


(52)

Pengajuan Proposal

Pencarian Data Awal

Penyelesaian Proposal

Penyerahan proposal Pada

Pembimbing

Bimbingan dan Perbaikan Proposal

Seminar Proposal

Pengumpulan dan Pengolahan Data

Analisis Data

Bimbingan Skripsi

Penyelesaian Skripsi

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


(53)

Sumatera Utara adalah sebuah Propinsi yang terletak di Pulau Sumatera,

berbatasan dengan Aceh di sebelah utara dan dengan Sumatera Barat serta Riau di sebelah selatan, terletak pada 1°- 4° derajat LU dan 98°- 100° Bujur Timur merupakan bagian dari wilayah pada posisi silang di kawasan Palung Pasifik Barat, Pusat pemerintahan Sumatera Utara terletak di kota Medan. Sebelumnya, Sumatera Utara termasuk ke dalam Provinsi Sumatra sesaat Indonesia merdeka pada tahun 1945. Pada tahun 1950. Provinsi Sumatera Utara dibentuk meliputi sebagian Aceh. Tahun 1956, Aceh dipisahkan menjadi Daerah Otonom dari Provinsi Sumatera Utara. Luas daratan propinsi Sumatera Utara adalah 71.680 km² dibagi kepada 25 kabupaten, 8 kota (dahulu kotamadya).

Sebelum melakukan pembahasan mengenai data secara statistik harus terlebih dahulu memperhatikan data kabupaten/ kota yang telah ditentukan sebagai sampel. Adapun kabupaten/ kota yang terpilih menjadi sampel penelitian berdasarkan pertimbangan yang ditentukan oleh penulis pada bab sebelumnya, adalah sebanyak 25 sampel untuk setiap tahunnya. Dimana Pemerintahan Kabupaten/Kota yang dimaksud adalah sebagai berikut

Tabel 4.1

Daftar Pemerintahan Kabupaten/Kota Sampel

No Kabupaten/Kota Kriteria Sampel Sampel

1 2

1 Kabupaten Asahan √ √ Sampel 1


(54)

3 Kabupaten Dairi √ √ Sampel 2

4 Kabupaten Deli Serdang √ √ Sampel 3

5 Kabupaten Humbang Hasundutan √ √ Sampel 4

6 Kabupaten Karo √ √ Sampel 5

7 Kabupaten Labuhan Batu √ √ Sampel 6

8 Kabupaten Labuhan Batu Utara X X -

9 Kabupaten Labuhan Batu Selatan X X -

10 Kabupaten Langkat √ √ Sampel 7

11 Kabupaten Mandailing Natal √ √ Sampel 8

12 Kabupaten Nias √ √ Sampel 9

13 Kabupaten Nias Barat X X -

14 Kabupaten Nias Selatan √ √ Sampel 10

15 Kabupaten Nias Utara X X -

16 Kabupaten Padang Lawas X X -

17 Kabupaten Padang Lawas Utara X X -

18 Kabupaten Pakphak Barat √ √ Sampel 11

19 Kabupaten Samosir √ √ Sampel 12

20 Kabupaten Serdang Bedagai √ √ Sampel 13

21 Kabupaten Simalungun √ √ Sampel 14

22 Kabupaten Tapanuli Selatan √ √ Sampel 15

23 Kabupaten Tapanuli Tengah √ √ Sampel 16

24 Kabupaten Tapanuli Utara √ √ Sampel 17

25 Kabupaten Toba Samosir √ √ Sampel 18

26 Kota Binjai √ √ Sampel 19

27 Kota Gunung Sitoli X X -

28 Kota Medan √ √ Sampel 20

29 Kota Padang Sidempuan √ √ Sampel 21

30 Kota Pematang Siantar √ √ Sampel 22

31 Kota Sibolga √ √ Sampel 23

32 Kota Tanjung Balai √ √ Sampel 24

33 Kota Tebing Tinggi √ √ Sampel 25

Sumber : BPS (Badan Pusat Statistika) Sumatera Utara 2009

B. Analisis Hasil Penelitian 1. Statistik Deskriptif


(55)

Statistik deskriptif ini memberikan gambaran mengenai nilai minimum, nilai maksimum, nilai rata-rata standart deviasi data yang digunakan dalam penelitian. Data statistik deskriptif ditampilkan dalam tabel 4.2.

Tabel 4.2

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

kapita1 75 14,96 16,46 15,5824 ,34058

PAD1 75 14,13 19,60 16,3689 ,98504

Dana1 75 18,00 20,81 19,5371 ,58534

Valid N (listwise) 75

Berdasarkan data dari tabel 4.2 dapat dijelaskan bahwa:

1. Variabel pendapatan per kapita memiliki jumlah sampel (N) sebanyak 75, dengan nilai minimum 14,96, nilai maksimum 16,46, mean 15,5824dan standart deviation (simpangan baku) 0,34058,

2. Variabel PAD memiliki jumlah sampel (N) sebanyak 75, dengan nilai minimum 14,13, nilai maksimum 19,6, mean 16,3689 dan standart deviation (simpangan baku) 0,98504,

3. Variabel dana perimbangan memiliki jumlah sampel (N) sebanyak 75, dengan nilai minimum 18, nilai maksimum 20,81, mean 19,5371 dan standart deviation (simpangan baku) 0,58534,

4. Jumlah sampel yang digunakan adalah sebanyak 75 buah.


(56)

Analisa dilakukan dengan model analisa regresi berganda. Sebelum dilakukan uji hipotesis, peneliti akan melakukan uji asumsi klasik. Pengujian ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah distribusi data yang digunakan dalam penelitian sudah normal, serta bebas dari gejala multikolinearitas, heteroskesdastisitas serta autokorelasi.

a. Uji Normalitas

Uji Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual mempunyai distribusi normal. Pengujian ini menggunakan uji normalitas dengan normal probably plot of standardized residual, yang hasilnya tampak pada gambar 4.1.


(57)

Gambar 4.1

Berdasarkan gambar 4.1 dapat dilihat bahwa titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal dan penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa penyebaran data mendekati normal atau memenuhi asumsi normalitas. Hal ini juga dilihat dari grafik histogram berikut.

1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0

Observed Cum Prob

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

E

x

p

e

c

te

d

C

u

m

P

ro

b

Dependent Variable: kapita1


(58)

Gambar 4.2

Berikutnya uji data statistik dengan model Kolmogorov-Smirnov dilakukan untuk mengetahui apakah data sudah terdistribusi secara normal atau tidak.

3 2 1 0 -1 -2 -3

Regression Standardized Residual

20

15

10

5

0

F

re

q

u

e

n

c

y

Mean = -1.33E-14 Std. Dev. = 0.986 N = 75

Dependent Variable: kapita1 Histogram


(59)

Tabel 4.3

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardize d Residual

N 75

Normal Parameters(a,b) Mean ,0000000

Std. Deviation ,22404929

Most Extreme Differences

Absolute ,058

Positive ,048

Negative -,058

Kolmogorov-Smirnov Z ,501

Asymp. Sig. (2-tailed) ,963

a Test distribution is Normal. b Calculated from data.

Berdasarkan hasil uji statistik dengan model Kolmogorov-Smirnov seperti yang terdapat dalam tabel4.3 dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal. Hal ini dapat dilihat dari nilai Asymp.Sig (2-tailed) adalah 0.963>0.05.

b. Uji Multikolinearitas

Pengujian bertujuan mengetahui ada tidaknya multikolinearitas antar variabel-variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antara variabel independen. Deteksi dilakukan dengan melihat nilai VIF (Variable Inflation Factor) dan toleransi. Pengujian dilakukan dengan SPSS 15.00 for Windows. Nilai VIF serta toleransi dari variabel-variabel penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini.


(60)

Tabel 4.4

Berdasarkan tabel 4.4 di atas dapat disimpulkan penelitian ini bebas dari gejala multikolinearitas. Jika dilihat pada tabel semua variabel independen memiliki nilai VIF<10. Selain itu nilai toleransi untuk setiap variabel independen lebih besar dari 0,1 (tolerance>0,1) Dengan demikian disimpulkan tidak ada multikolinearitas dalam model regresi ini.

c. Uji Heteroskesdastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji terjadinya perbedaan variance residual suatu periode pengamatan ke periode yang lain. Uji ini dilakukan dengan mengamati pola tertentu pada grafik scatterplot, dimana bila ada titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y serta tidak membentuk pola maka tidak terjadi heterokedastisitas. Grafik scatterplot dapat dilihat pada gambar 4.3 berikut ini.

Coefficientsa

15,945 1,020 15,637 ,000

,407 ,048 1,178 8,572 ,000 ,318 3,143

-,360 ,080 -,618 -4,500 ,000 ,318 3,143

(Constant) PAD1 Dana1 Model 1

B Std. Error

Unstandardized Coeffic ients

Beta Standardiz ed

Coeffic ients

t Sig. Tolerance VIF

Collinearity Statistics

Dependent Variable: kapita1 a.


(61)

Gambar 4.3

Dengan melihat gambar 4.3 dapat dilihat bahwa tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah 0 pada sumbu Y, maka dapat disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi ini.

d. Uji Autokorelasi

Uji ini bertujuan untuk melihat apakah dalam suatu model linear ada korelasi antar kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan periode t-1 (sebelumnya). Model regresi yang baik adalah yang bebas dari autokorelasi. Ada

3 2

1 0

-1 -2

-3

Regression Standardized Residual

16.50

16.00

15.50

15.00

k

a

p

it

a

1

Dependent Variable: kapita1 Scatterplot


(62)

beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi masalah dalam autokorelasi diantaranya adalah dengan Uji Durbin Watson (DW).

Berikut adalah hasil uji Durbin-Watson pada tabel 4.5.

Tabel 4.5

Model Summary(b)

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of

the Estimate Durbin-Watson

1 ,753(a) ,567 ,555 ,22714 1,460

a Predictors: (Constant), Dana1, PAD1 b Dependent Variable: kapita1

Dari tabel Durbin-Watson dapat dilihat bahwa untuk jumlah sampel sebanyak 75 dan variabel bebas sebanyak 2 maka Angka D-W di antara -2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi

3. Pengujian Hipotesis

a. Koefisien Korelasi dan Koefisien Determinasi (Goodness of Fit)

Nilai koefisien korelasi (R) menunjukkan seberapa besar korelasi atau hubungan antara variabel-variabel independen dengan variabel dependen. Koefisien korelasi dikatakan kuat jika nilai R berada di atas 0,5 dan mendekati 1. Adapun koefisien determinasi (goodness of fit), yang dinotasikan dengan R2 merupakan suatu ukuran yang penting dalam regresi. Determinasi (R ) 2 mencerminkan kemampuan model dalam menjelaskan variabel dependen. Koefisien korelasi dan koefisien determinasi dari model penelitian dapat dilihat pada tabel 4.6.


(63)

Tabel 4.6

Model Summary(b)

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 ,753(a) ,567 ,555 ,22714

a Predictors: (Constant), Dana1, PAD1 b Dependent Variable: kapita1

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,753 yang berarti bahwa korelasi antara variabel dependen dengan variabel-variabel independennya adalah kuat dengan didasarkan pada nilai R yang berada di atas 0,5. Nilai R (Adjusted R Square) pada tabel 4.5 menunjukkan nilai 0,555, artinya 2 keduat variabel independen dalam penelitian yaitu PAD dan dana perimbangan dapat menjelaskan 55,5% dari pendapatan per kapita. Adapun sisanya sebesar 44,5% sisanya dijelaskan oleh sebab-sebab lain di luar model.

b. Uji Signifikansi Simultan (Uji F)

Signifikansi model regresi secara simultan diuji dengan melihat perbandingan antara F-tabel dan F-hitung. Selain itu akan dilihat nilai signifikansi (sig), dimana jika nilai sig dibawah 0,05 maka variabel independen dinyatakan berpengaruh terhadap variabel dependen. Adapun hipotesis untuk uji F adalah sebagai berikut: H1 : PAD dan transfer pemerintah pusat memiliki pengaruh secara simultan


(64)

Uji F ini dilakukan dengan membandingkan signifikansi F-hitung dengan ketentuan:

• jika F-hitung<F-tabel pada α = 0,05, maka H1 ditolak, • jika F-hitung>F-tabel pada α = 0,05, maka H1 diterima.

Nilai F hitung dan nilai signifikansi dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut ini.

Tabel 4.7

Dari hasil analisis regresi ini, didapat F-hitung adalah 47,186 dengan signifikansi sebesar 0,000 (p = 0,000; p < 0,05). Oleh karena signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka pengaruh ini signifikan secara statistik. Hal ini menunjukkan bahwa H1 diterima, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendapatan per

kapita dipengaruhi secara simultan atau bersama-sama oleh PAD, dan transfer pemerintah pusat atau dana perimbangan.

ANOV Ab

4,869 2 2,434 47,186 ,000a

3,715 72 ,052

8,584 74

Regres sion Residual Total Model 1

Sum of

Squares df Mean S quare F Sig.

Predic tors: (Constant), Dana1, P AD1 a.

Dependent Variable: kapita1 b.


(65)

c. Uji Signifikansi Parsial (Uji t)

Untuk mengetahui apakah variabel independen dalam model regresi berpengaruh secara parsial terhadap variabel dependen, maka dilakukan pengujian dengan uji t. Ada dua hipotesis yang akan diuji dengan uji t.

H2 : PAD memiliki pengaruh signifikan terhadap pendapatan per kapita.

H3 : Transfer pemerintah pusat atau dana perimbangan memiliki pengaruh

signifikan terhadap pendapatan per kapita.

Uji t ini dilakukan dengan membandingkan signifikansi t-hitung dengan ketentuan:

• jika t hitung<t tabel pada α = 0,05, maka Hi ditolak, • jika t hitung>t tabel pada α = 0,05, maka Hi diterima.

Signifikansi koefisien variabel independen secara parsial (uji t) dapat dilihat dari tabel 4.10 berikut ini.

Tabel 4.8

Coeffi cientsa

15,945 1,020 15,637 ,000

,407 ,048 1,178 8,572 ,000

-,360 ,080 -,618 -4, 500 ,000

(Const ant) PA D1 Dana1 Model

1

B St d. E rror

Unstandardized Coeffic ients

Beta St andardiz ed

Coeffic ients

t Sig.

Dependent Variable: kapita1 a.


(66)

Dari tabel 4.8 di atas dapat diperoleh model persamaan regresi berganda sebagai berikut:

Y= 15,945 + 0,407X1 + -0,360X2

Dari uji t yang dilakukan diperoleh nilai t hitung untuk masing-masing variabel independen. Sementara t tabel yang diperoleh dengan ketentuan α = 0,05 dan derajat kebebasan (n-2) = 73 adalah 1,658. Dengan demikian dapat diketahui pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen.

a. Pendapatan asli daerah memiliki nilai signifikansi sebesar 0,000 yang berarti nilai ini lebih kecil dari 0,05, sedangkan nilai t hitung diperoleh sebesar 8,572. Nilai t hitung ini lebih besar dari nilai t tabel sebesar 1,658. Berdasarkan nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa H2 diterima atau PAD

memiliki pengaruh signifikan terhadap pendapatan per kapita.

b. Transfer pemerintah pusat atau dana perimbangan memiliki nilai

signifikansi sebesar 0,000 yang berarti nilai ini lebih kecil dari 0,05, sedangkan nilai t hitung diperoleh sebesar -4,500. Nilai t hitung ini lebih besar dari nilai t tabel sebesar 1,658. Berdasarkan nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa H3 diterima atau dana perimbangan memiliki pengaruh


(1)

6 Kabupaten Labuhan Batu 8,527,447 8,414,648 8,890,383

7 Kabupaten Langkat

7,365,989 7,480,311 7,823,209 8 Kabupaten Mandailing Natal 9,535,741 9,823,117 6,903,598

9 Nias

5,292,447 5,444,628 5,699,142 10 Kabupaten Nias Selatan 6,254,208 6,367,513 6,658,987 11 Kabupaten Pakpak Barat 8,224,137 7,968,385 8,167,326

12 Kabupaten Samosir

7,007,613 7,097,625 7,272,541 13 Kabupaten Serdang Bedagai 5,898,438 5,808,584 6,013,173 14 Kabupaten Simalungun 3,471,119 3,838,639 4,010,626 15 Kabupaten Tapanuli Selatan 4,989,924 5,285,913 5,566,235 16 Kabupaten Tapanuli Tengah 3,564,234 3,735,792 3,553,778 17 Kabupaten Tapanuli Utara 6,394,266 6,647,601 6,923,956 18 Kabupaten Toba Samosir 5,746,192 5,927,942 6,165,679

19 Kota Binjai

6,331,930 6,428,893 6,692,413

20 Kota Medan

7,468,769 7,551,912 7,684,553 21 Kota Padang Sidempuan 6,735,841 6,989,419 7,308,632 22 Kota Pematang Siantar 6,460,242 6,691,874 7,018,280

23 Kota Sibolga

12,411,650 13,174,001 14,090,603

24 Kota Tanjung Balai

6,439,516 6,605,544 6,868,205

25 Kota Tebing Tinggi

3,963,041 4,080,163 4,256,038


(2)

Lampiran 4. Statistik Deskriptif

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

kapita1 75 14,96 16,46 15,5824 ,34058

PAD1 75 14,13 19,60 16,3689 ,98504

Dana1 75 18,00 20,81 19,5371 ,58534

Valid N (listwise) 75

Lampiran 5: Hasil Uji Normalitas

1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0

Observed Cum Prob

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

E

x

p

e

c

te

d

C

u

m

P

ro

b

Dependent Variable: kapita1


(3)

Tabel 4.5

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardize d Residual

N 75

Normal Parameters(a,b) Mean ,0000000

Std. Deviation ,22404929 Most Extreme

Differences

Absolute ,058

Positive ,048

Negative -,058

Kolmogorov-Smirnov Z ,501

Asymp. Sig. (2-tailed) ,963

a Test distribution is Normal. b Calculated from data.

3 2 1 0 -1 -2 -3

Regression Standardized Residual

20

15

10

5

0

F

re

q

u

e

n

c

y

Mean = -1.33E-14 Std. Dev. = 0.986 N = 75

Dependent Variable: kapita1 Histogram


(4)

Lampiran 6 : Hasil Uji Multikolinearitas

Lampiran 7 : Hasil Uji Heteroskedastisitas

Coefficientsa

15,945 1,020 15,637 ,000

,407 ,048 1,178 8,572 ,000 ,318 3,143

-,360 ,080 -,618 -4,500 ,000 ,318 3,143

(Constant) PAD1 Dana1 Model 1

B Std. Error Unstandardized

Coeffic ients

Beta Standardiz ed

Coeffic ients

t Sig. Tolerance VIF

Collinearity Statistics

Dependent Variable: kapita1 a.

3 2

1 0

-1 -2

-3

Regression Standardized Residual

16.50

16.00

15.50

15.00

k

a

p

it

a

1

Dependent Variable: kapita1 Scatterplot


(5)

Lampiran 8: Hasil Uji Autokorelasi

Model Summary(b)

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of

the Estimate Durbin-Watson

1 ,753(a) ,567 ,555 ,22714 1,460

a Predictors: (Constant), Dana1, PAD1 b Dependent Variable: kapita1

Lampiran 9 : Hasil Regresi

1. Koefisien Korelasi dan Koefisien Determinasi (Goodness of Fit)

Tabel 4.8

Model Summary(b)

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 ,753(a) ,567 ,555 ,22714

a Predictors: (Constant), Dana1, PAD1 b Dependent Variable: kapita1

2. Uji Signifikansi Simultan (Uji F)

ANOV Ab

4,869 2 2,434 47,186 ,000a

3,715 72 ,052

8,584 74

Regres sion Residual Total Model 1

Sum of

Squares df Mean S quare F Sig.

Predic tors: (Constant), Dana1, P AD1 a.

Dependent Variable: kapita1 b.


(6)

3. Uji Signifikansi Parsial (Uji t)

Coeffi cientsa

15,945 1,020 15,637 ,000

,407 ,048 1,178 8,572 ,000

-,360 ,080 -,618 -4, 500 ,000

(Const ant) PA D1 Dana1 Model

1

B St d. E rror Unstandardized

Coeffic ients

Beta St andardiz ed

Coeffic ients

t Sig.

Dependent Variable: kapita1 a.