2. Tujuan Praktikum
Tujuan dilakukannya praktikum ini yaitu untuk mengetahui aktivitas enzim pada berbagai bahan pangan dan cara mengekstrak enzim amilase dan protease pada bahan
pangan tersebut, dan mengetahui faktor-faktor yang mengetahui aktivitas enzim tersebut.
10
3. MATERI DAN METODE
3.1. Materi
3.1.1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu mortar, alu, beker glass, pengaduk, baskom, gelas ukur, kain kasa, tabung sentrifuge, sentrifuge, tabung reaksi, rak tabung reaksi,
pipet volume, pompa Pilleus, waterbath, vortex, spektrofotometer, hotplate, dan timer.
3.1.2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain pepaya muda, larutan buffer sitrat fosfat pH 4 yang mengandung NaCl 2, es batu, buffer sitrat pH 5 yang mengandung
amilum 1, iodine 0,01 N, aquades, buffer sitrat fosfat pH 4, buffer sitrat fosfat pH 6, buffer sitrat fosfat pH 8, amilum 1, azokasein, larutan asam trikloroasetat 10, dan NaOH 0,5 M.
3.2. Metode
3.1.1. Ekstraksi Enzim
Dalam ekstraksi enzim ini menggunakan pepaya muda sebagai sampelnya. Sampel diambil sebanyak 12,5 gram dan dihancurkan di dalam 50 ml larutan buffer sitrat fosfat pH 4 yang
mengandung NaCl 2. Kemudian sampel tersebut diaduk di dalam baskom berisi es batu selama 30 menit, lalu disaring dengan kain kasa. Selanjutnya sampel dimasukkan dalam
tabung sentrifuge dan di sentrifuge dengan kecepatan 2000 rpm selama 10 menit. Kemudian supernatan bagian jernih diambil dan disimpan pada tabung reaksi, sedangkan ekstrak
enzim disimpan pada suhu dingin untuk selanjutnya digunakan pada metode yang lain.
3.1.2. Pengukuran Aktivitas Amilase
Buffer sitrat pH 5 yang mengandung amilum 1 diambil sebanyak 1 ml dan diinkubasi pada suhu 37
C selama 2 menit. Kemudian ditambahkan 0,1 ml ekstrak enzim dan diinkubasi pada suhu 37
C selama 10 menit, lalu ditambahkan 0,5 ml iodine 0,01 N pada waktu akhir inkubasi. Selanjutnya diencerkan dengan 9,4 ml aquades dan di-vortex sampai homogen.
Larutan yang diperoleh kemudian diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 620 nm. Untuk kontrol digunakan 1 ml buffer
sitrat fosfat yang mengandung amilum 1 dengan 0,5 ml iod 0,01 N dan diencerkan dengan 8,5 ml aquades. Sedangkan untuk blankonya digunakan 0,5 ml iod 0,01 N dengan 9,5 ml
aquades. Setelah diukur absorbansinya, dapat dihitung aktivitas enzim amilase dan enzim spesifiknya dengan rumus :
11
Aktivitas enzim amilase =
0,7 x kontrol−x sampel : x kontrol waktu 10 menit
Aktivitas enzim spesifik =
aktivitas amilase unit kadar protein ppm
3.1.3. Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim Amilase
Dalam metode ini digunakan 3 tabung reaksi. Tabung 1 diisi dengan 1 ml buffer sitrat fosfat pH 4, tabung 2 diisi dengan 1 ml buffer sitrat fosfat pH 6, dan tabung 3 diisi dengan 1 ml
buffer sitrat fosfat pH 8. Kemudian tabung reaksi tersebut diinkubasi dalam waterbath pada suhu 37
C selama 2 menit. Lalu ditambahkan 0,1 ml ekstrak enzim dan diinkubasi lagi selama 10 menit dengan suhu yang sama. Selanjutnya ditambahkan iodine 0,01 N sebanyak
0,5 ml pada akhir waktu inkubasi dan diencerkan dengan 9,4 ml aquades, lalu di-vortex hingga homogen. Kemudian absorbansi diukur dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 620 nm.
3.1.4. Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Enzim Amilase
Disiapkan 3 tabung reaksi yang masing-masing diisi dengan 1 ml buffer sitrat fosfat pH 5 yang mengandung amilum 1, lalu diinkubasi pada suhu 37
C selama 2 menit. Kemudian ditambahkan 0,1 ml ekstrak enzim pada masing-masing tabung reaksi. Tabung 1 menit
dibiarkan pada suhu kamar 30 C selama 30 menit, tabung 2 dipanaskan dalam waterbath
pada suhu 40 C selama 10, sedangkan tabung 3 menit dipanaskan pada hotplate dengan suhu
100 C selama 10. Selanjutnya ditambahkan 0,5 ml iodine 0,01 N pada akhir waktu inkubasi,
dan diencerkan dengan 9,4 ml aquades lalu di-vortex hingga homogen. Lalu absorbansinya diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm.
3.1.5. Pengukuran Aktivitas Protease
Dalam metode ini mula-mula tabung reaksi diisi dengan 1,2 ml azokasein dan 1,8 ml buffer sitrat fosfat pH 6. Lalu ditambahkan 0,6 ml ekstrak enzim dan diinkubasi dalam waterbath
pada suhu 37 C selama 2 menit. Kemudian dari larutan tadi diambil 1,2 ml dan dimasukkan
dalam tabung sentrifuge yang sudah diisi dengan 0,8 ml larutan asam trikloroasetat 10. Selanjutnya disentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Supernatan yang
diperoleh diambil sebanyak 1,6 ml dan ditambahkan dengan 1,6 ml NaOH 0,5 M dan di- vortex. Lalu absorbansinya diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 440
nm. Untuk larutan blanko digunakan 3,6 ml aquades. Aktivitas enzim protease dan enzim spesifik dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Aktivitas enzim protease = Absorbansi unit
Aktivitas enzim spesifik =
aktivitas protease unit kadar protein ppm
3.1.6. Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim Protease
Disiapkan 3 tabung reaksi yang masing-masing diisi dengan 1,2 ml azokasein. Pada tabung 1 ditambahkan 1 ml buffer sitrat fosfat pH 4, tabung 2 ditambahkan 1 ml buffer sitrat fosfat pH
6, dan tabung 3 ditambahkan 1 ml buffer sitrat fosfat pH 8. Lalu ditambahkan 0,6 ml ekstrak enzim dan diinkubasi dalam waterbath selama 2 menit pada suhu 37
C. Dari larutan ini diambil 1,2 ml dan dimasukkan dalam tabung sentrifuge yang sudah diisi dengan 0,8 ml
larutan trikloroasetat 10, lalu disentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Supernatan yang diperoleh diambil sebanyak 1,6 ml dan ditambahkan dengan 1,6 ml NaOH
0,5 M dan di-vortex. Absorbansinya diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 440 nm. Untuk larutan blanko digunakan 1,2 ml azokasein dan 2,4 ml buffer sitrat
fosfat pH 6.
3.1.7. Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Enzim Protease
Pada metode ini, disiapkan 3 tabung reaksi yang masing-masing diisi dengan 1,2 ml azokasein dan 1,8 ml buffer sitrat fosfat pH 6, lalu ditambahkan 0,6 ml ekstrak enzim.
Tabung 1 dibiarkan pada suhu kamar 30 C selama 30 menit, tabung 2 dipanaskan dalam
waterbath pada suhu 40 C selama 10, dan tabung 3 menit dipanaskan pada suhu 100
C selama 10 menit pada hotplate. Kemudian dari masing-masing larutan tadi diambil 1,2 ml
dan dimasukkan dalam tabung sentrifuge yang sudah diisi dengan 0,8 larutan asam trikloroasetat 10. Selanjutnya disentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit.
Supernatan yang diperoleh diambil sebanyak 1,6 ml dan ditambahkan dengan 1,6 ml NaOH 0,5 M lalu di-vortex. Kemudian absorbansinya diukur dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 440 nm.
4. HASIL PENGAMATAN
4.1. Pengujian Aktivitas Enzim Amilase
Data hasil pengujian dari aktivitas enzim amilase dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Pengujian Aktivitas Enzim Amilase
Kel Bahan
Absorbansi Aktivitas mgmenit
Akt. Enzim Spesifik F1
Blanko 0,000
- -
Kontrol 0,1311
- -
Papaya Muda 0,1370
-3,150 x 10
– 3
-1,500 x 10
– 7
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa nilai aktivitas sampel papaya muda sebesar -3,150 x 10
– 3
mgmenit dengan nilai aktivitas enzim spesifik sebesar -1,500 x 10
– 7
.
4.2. Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim Amilase
Data hasil pengujian pengaruh pH terhadap aktivitas enzim amilase dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim Amilase
Kel Bahan
pH 4 pH 6
pH 8 Abs
Akt Akt spesifik
Abs Akt
Akt spesifik Abs
Akt Akt spesifik
Blanko 0,000
- -
0,000 -
- 0,000
- -
Kontrol 0,1311
- -
0,1311 -
- 0,1311
- -
F3 Pepaya Muda
0,0596 0,038 1,818 x 10
– 5
1,5171 -0,740 -3,524x10
– 5
1,3975 -0,676
-3,220x10
– 5
F4 Pepaya Muda
0,0596 0,038 1,818 x 10
– 5
1,5171 -0,740 -3,524x10
– 5
1,3975 -0,676
-3,220x10
– 5
14
Pada pengaruh pH terhadap aktivitas enzim amilase hanya dilakukan oleh kelompok F3 dan F4. Dari data di atas diketahui bahwa absorbansi dari aktivitas enzim amilase dengan pengaruh pH lebih tinggi pada sampel pepaya muda yaitu 1,5171 pH 6; 1,3975 pH 8; dan 0,0596 pH 4.
Sedangkan aktivitas enzim amilase dan enzim spesifiknya setelah hanya pada sampel pH 4 yang menghasilkan data yang bernilai positif.
4.3. Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Enzim Amilase
Data yang diperoleh dari pengujian pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Enzim Amilase
Kel Bahan
30
o
C 40
o
C 100
o
C Abs
Akt Akt spesifik
Abs Akt
Akt spesifik Abs
Akt Akt spesifik
Blanko 0,000
- -
0,000 -
- 0,000
- -
Kontrol 0,1311
- -
0,1311 -
- 0,1311
- -
F4 Pepaya
Muda 0,1388 -4,111x10
-3
1,958 x 10
–7
0,1250 3,257x10
-3
1,550x10
-7
0,1335 -1,281x10
-3
-6,102x10
-8
F5 Pepaya
Muda 0,1388 -4,111x10
-3
1,958 x 10
–7
0,1250 3,257x10
-3
1,550x10
-7
0,1335 -1,281x10
-3
-6,102x10
-8
Pada pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim hanya dilakukan oleh kelompok F4 dan F5. Suhu yang digunakan yaitu 30 C, 40
C, dan 100 C.
Pada absorbansi suhu 30 C yaitu 0,1388; suhu 40
C yaitu 0,1250, dan pada 100 C absorbansinya 0,1335.
4.4. Pengujian Aktivitas Enzim Protease
Data hasil pengujian aktivitas enzim protease terhadap bahan papaya muda dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Pengujian Aktivitas Enzim Protease
Kel Bahan
Absorbansi Aktivitas mgmenit
Akt. Enzim Spesifik F6
Blanko 0,000
- -
Papaya Muda 0,2023
0,202 9,633 x 10
– 6
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa nilai absobansi yang didapat sebesar 0,2023; nilai aktivitas sampel papaya muda sebesar 0,202 mgmenit dengan nilai aktivitas enzim spesifik sebesar 9,633 x 10
– 6
.
4.5. Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim Protease
Data yang diperoleh dari hasil pengujian pengaruh pH terhadap aktivitas enzim protease dari buah papaya muda dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim Protease
Kel Bahan
pH 4 pH 6
pH 8 Abs
Akt Akt spesifik
Abs Akt
Akt spesifik Abs
Akt Akt spesifik
Blanko 0,000
- -
0,000 -
- 0,000
- -
F7 Pepaya Muda
0,0670 0,067 3,190x10
-6
0,1096 0,1096 5,219x10
-6
0,0862 0,086
4,105x10
-6
F8 Pepaya Muda
0,0670 0,067 3,190x10
-6
0,1096 0,1096 5,219x10
-6
0,0862 0,086
4,105x10
-6
Pada pengaruh pH terhadap aktivitas enzim amilase hanya dilakukan oleh kelompok F7 dan F8. Dari data di atas diketahui bahwa absorbansi dari aktivitas enzim protease dengan pengaruh pH lebih tinggi pada sampe pepaya muda yaitu 0,670 pH 4; 0,1096 pH 6; dan 0,0862 pH 8.
Sedangkan aktivitas enzim amilase dan enzim spesifiknya setelah dihitung memuncak pada pH 6.
4.6. Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Enzim Protease
Data hasil pengujian pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim protease dari buah papaya muda dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Enzim Protease
Kel Bahan
30
o
C 40
o
C 100
o
C Abs
Akt Akt spesifik
Abs Akt
Akt spesifik Abs
Akt Akt spesifik
Blanko 0,000
- -
0,000 -
- 0,000
- -
F9 Pepaya
Muda 0,0442 0,0442
2,105x10
-6
0,0927 0,0927 4,414x10
-6
0,1223 0,1223 5,824x10
-6
F10 Pepaya Muda
0,0442 0,0442 2,105x10
-6
0,0927 0,0927 4,414x10
-6
0,1223 0,1223 5,824x10
-6
Pada pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim protease dilakukan oleh F9 dan F10 dengan bahan pepaya muda. Pada suhu 30 C, nilai
absorbansinya 0,0442; pada suhu 40 C nilai absorbansinya naik menjadi 0,0927, dan pada suhu 100
C nilai absorbansinya naik kembali menjadi
0,1,223. Aktivitas enzim protease sama dengan nilai absorbansinya. Sedangkan aktivitas enzim spesifik paling tinggi pada suhu 100 C yaitu
5,824x10
-6
.
5. PEMBAHASAN
Dalam praktikum ini dilakukan 6 percobaan yaitu pengukuran aktivitas amilase, pengaruh pH terhadap aktivitas enzim amilase, pengaruh suhu terhadap enzim amilase,
pengukuran aktivitas protease, pengaruh pH terhadap aktivitas enzim protease, dan pengaruh suhu terhadap enzim protease. Menurut Gaman Sherrington 1994, enzim
adalah substansi yang dihasilkan oleh sel-sel hidup dan beperan sebagai katalisator pada reaksi kimia yang berlangsung dalam organisme. Katalisator adalah substansi yang
mempercepat reaksi tetapi pada hasil reaksi substansi tersebut tidak berubah tidak membentuk produk samping. Enzim memiliki spesifitas tinggi terhadap substrat, yaitu
hanya mengkatalis reaksi tertentu dengan substrat tertentu saja. Kelebihan enzim sebagai pengkatalis adalah dapat mempercepat reaksi kimia spesifik tanpa pembentukan
produk samping Winarno, 1995. Enzim menurut Martoharsono 1991, enzim mempunyai beberapa fungsi yaitu :
- merendahkan energi aktivasi
- mempercepat reaksi pada suhu dan tekanan tetap tanpa mengubah tetapan
seimbangnya -
mengendalikan reaksi
Dalam percobaan ini, aktivitas enzim yang terdapat dalam bahan dihitung berdasar pada pengukuran absorbansi dengan analisa spektrofotometri. Spektrofotometri
menyiratkan pengukuran jauhnya penyerapan energi cahaya oleh suatu sistem kimia itu sebagai fungsi dari panjang gelombang radiasi Day Underwood, 1992. Hal ini
didukung teori bahwa prinsip analisa kuantitatif secara spektroskopi yaitu membandingkan absorbsi energi radiasi pada panjang gelombang tertentu dari larutan
sample terhadap larutan standar dimana dalam analisa spektroskopi, panjang gelombang yang digunakan disesuaikan dengan kemampuan zat tersebut mengabsorbsi energi
radiasi pada panjang gelombang tersebut DeMan, 1997. Absorbansi yang diukur dalam percobaan merupakan nilai konstan dari intensitas penyerapan. Harga dari
absorbansi ini akan dipengaruhi oleh tebal, intensitas penyinaran, dan yang utama
18
adalah konsentrasi Wilford, 1987. Makin tinggi nilai absorbansi, maka akan makin kecil nilai transmittancenya DeMan, 1997.
Pada proses ekstraksi enzim dilakukan dengan cara bahan sebanyak 25 gram dihancurkan dengan 50 ml larutan buffer sitrat fosfat pH 4 yang mengandung NaCl 2
dan diaduk di dalam es suhu rendah selama 1 jam. Bahan dengan bahan yang digunakan sebagai sampel adalah papaya muda. Bahan ini sebelumnya dikupas terlebih
dahulu bagian kulitnya dan dihaluskan untuk memudahkan dalam pengekstraksian. Hal ini sesuai dengan pendapat Fox 1991 bahwa pada kulit yang sering kontak dengan
lingkungan mengakibatkan sulitnya mengekstraksi enzim tersebut, selain itu juga banyak bercampur dengan kotoran. Oleh karena itu digunakan bagian daging buahnya
karena terdapat enzim dalam jumlah yang tidak terlalu banyak, namun lebih mudah diekstrak dan hasilnya lebih baik karena kotoran ataupun bahan lain jumlahnya sedikit.
Bahan tersebut dihancurkan dengan diblender, tujuannya yaitu untuk memudahkan dalam pengekstraksian karena dengan adanya proses penghalusan bahan, maka luas
permukaan bahan tersebut akan menjadi semakin luas sehingga enzim yang terdapat dalam bahan tersebut akan mudah bereaksi dengan buffer dan enzim tidak akan
mengalami inaktivasi. Bahan juga dihancurkan dalam larutan buffer sitrat fosfat, karena dapat mempertahankan kondisi enzim presipitat agar tidak terjadi perubahan pH dan
mencegah agar enzim tidak mengalami inaktivasi Winarno, 1995. Fosfat pada ekstraksi ini bersifat inhibitor terhadap beberapa enzim atau bahkan sebagai metabolit
Tranggono et al., 1989. Sedangkan adanya garam pada buffer dapat mempengaruhi aktivitas enzim, karena garam bisa mengikat air sehingga kelarutan enzim sebagai
protein akan berkurang dan selanjutnya kompleks enzim substrat sulit terbentuk Noor, 1990. Aktivitas enzim biasanya akan terjadi pada kisaran pH yang sempit, oleh karena
itu buffer digunakan untuk memelihara media enzim agar pH-nya tidak banyak berubah Tranggono Sutardi, 1989. Selain itu sampel juga harus disimpan pada suhu yang
rendah untuk mencegah terjadinya kehilangan aktivitas akibat denaturasi enzim atau hilangnya kofaktor yang penting Gaman Sherrington, 1994.
Setelah diaduk selama 1 jam, kemudian disaring dengan kain saring dan disentrifuge dengan kecepatan 1000 rpm selama 40 menit. Tujuan sentrifugasi adalah untuk
memisahkan enzim. Dengan proses sentrifugasi dihasilkan 2 fase yaitu endapan dan
cairan Wirahadikusumah, 1977. Menurut Suyitno 1989, sentrifugasi adalah pemisahan antara 2 kompenen yaitu cairan yang tidak saling melarutkan atau cairan
dengan padatan yang terdispersi di dalamnya. Lalu supernatan yang diperoleh dari hasil sentrifugasi disimpan pada suhu yang dingin untuk digunakan pada analisa selanjutnya.
Pada pengukuran aktivitas amilase digunakan buffer sitrat pH 5 yang mengandung amilum 1 diinkubasi dalam waterbath pada suhu 37
C selama 2 menit. Larutan buffer yang mengandung amilum berfungsi untuk memelihara media yang ada sehingga
aktivitas enzim dapat terjadi optimal. Suhu yang digunakan untuk inkubasi adalah 37
o
C. Hal ini sesuai dengan teori bahwa enzim akan menunjukkan aktivitas optimal pada
kisaran suhu 30 – 40
o
C Tranggono Sutardi, 1990. Dalam percobaan ini juga digunakan larutan Iodin karena dapat membantu mengetahui aktivitas amilolitik melalui
warna biru yang dihasilkan pati dengan larutan Iodin yang disebabkan oleh terabsorbsinya Iodin karena amilosa yang merupakan komponen utama pada pati
sehingga dapat terbaca spektrofotometer Sudarmadji et al., 1989. Larutan yang diperoleh diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm, tetapi
sebelumnya diencerkan terlebih dahulu dengan aquades. Pada percobaan ini dilakukan perhitungan terhadap aktivitas enzim amilase dan
aktivitas enzim spesifik. Tujuan menentukan aktivitas sebuah enzim adalah untuk mengukur seberapa banyak enzim yang ada pada preparasi. Aktivitas spesifik
memberikan sebuah ukuran dari konsentrasi relatif pada preparasi enzim. Dengan mengetahui aktivitas spesifik, dapat dikatakan bahwa preparasi sebuah enzim lebih
terkonsentrasi daripada yang lain. Semua enzim merupakan protein, oleh sebab itu, faktor yang mempengaruhi stabilitas dari enzim sekaligus berpengaruh pada struktur
sekunder, tersier, dan kuartener dari protein Stanbury Whitaker, 1984.
Menurut Whittaker 1994, untuk mengetahui aktivitas enzim amilase dapat digunakan 4 metoda diantaranya :
1. Penurunan pada viskositas 2. Kehilangan kemampuan untuk memproduksi warna biru dengan iodine jika
direaksikan dengan iodine tidak membentuk warna biru
3. Adanya kelompok-kelompok pereduksi 4. Peningkatan kandungan maltosa, glukosa, atau dekstrin
Aktivitas enzim spesifik adalah jumlah unit aktivitas enzim dibagi dengan jumlah kandungan protein, biasanya memiliki satuan milligram. Untuk pengukuran aktivitas
spesifik, tingkat reaksi enzim diukur pada saat substrat mengalami kejenuhan, jadi kecepatan maksimumnya dapat ditentukan. Standart unit aktivitas adalah unit aktivitas
enzim internasional IU, dimana merupakan jumlah µmol dari substrat yang dikeluarkan tiap menit. Pada SI unit aktivitas 1 µkat = 1 IU Reed Rehm, 1995.
Dari pernyataan di atas, diperoleh perhitungan aktivitas enzim amilase dan aktivitas enzim spesifiknya dari nilai absorbansi yang diperoleh. Sedangkan aktivitas enzim
spesifik nilainya sebanding dengan aktivitas enzimnya. Aktivitas enzim spesifik dapat dihitung dari aktivitas amilase unit dibagi dengan kadar proteinnya ppm. Kadar
protein pada singkong yaitu pepaya muda 21000 ppm.
Nilai absorbansi pada blanko yaitu 0.0000 sedangkan kontrol 0.1311. Dari bahan yang digunakan, nilai absorbansi dihasilkan dari bahan pepaya muda sebesar 0.1370.
Sedangkan nilai aktivitas enzim yang dihasilkan sebesar -3,150 x 10
– 3
dengan aktivitas enzim spesifik -1,500 x 10
– 7
. Hal ini sesuai dengan pendapat Fox 1991, nilai absorbansi berbanding terbalik dengan aktivitas enzimnya. Metode absorbansi ini
dipengaruhi oleh konsentrasi dan kejernihan larutan. Semakin pekat dan keruh suatu larutan, absorbansinya semakin tinggi. Pada perhitungan aktivitas enzim amilase ada
yang bernilai negatif, hal ini tidak mungkin terjadi. Kesalahan ini dapat disebabkan karena kesalahan dalam pembacaan absorbansi dengan spektrofotometer yang dapat
disebabkan karena :
Kuvet kotor atau tergores
Ukuran kuvet yang tidak seragam
Penempatan kuvet yang tidak tepat
Adanya gelembung udara dalam larutan
Panjang gelombang yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang tertera pada alat
Kurang sempurna dalam penyiapan larutan sample dan blanko Pomeranz Meloan, 1994.
Pada percobaan pengaruh pH terhadap aktivitas enzim amilase digunakan buffer sitrat fosfat dengan pH 4, 6, dan 8 yang diinkubasi pada suhu 37
C selama 2 menit. Sedangkan untuk substratnya digunakan amilum 1 sebanayk 0.5 ml. Pada prinsipnya
perlakuan dan kegunaan berbagai larutan pada percobaan ini sama dengan pada pengujian aktivitas enzim amilase. Yang membedakan yaitu pH dari larutan buffer sitrat
fosfat yang digunakan. Buffer yang mengandung amilum adalah larutan penyangga yaitu larutan yang tahan panas terhadap perubahan pH dengan penambahan asam atau
basa Fardiaz, 1992. Larutan buffer yang mengandung amilum berfungsi untuk memelihara media yang ada sehingga aktivitas enzim dapat terjadi optimal. Suhu yang
digunakan untuk inkubasi adalah 37
o
C. Hal ini sesuai dengan teori bahwa enzim akan menunjukkan aktivitas optimal pada kisaran suhu 30 – 40
o
C Tranggono Sutardi, 1990. Kecepatan reaksi enzim dipengaruhi pH karena :
- Enzim merupakan protein yang terdiri dari residu asam amino.
- Residu asam amino memiliki kelompok sisi basa, netral atau asam yang mana
dapat berubah pada pH yang ada. -
Enzim dapat aktif untuk mengkatalis saat residu setiap asam amino memiliki sisi aktif.
Volk Wheeler, 1993. Percobaan ini dilakukan oleh kelompok F3 dan F4 dan hasil pengamatannya yaitu pada
pH 4, memiliki nilai absobansi yang paling tinggi yaitu 0.0596. Sedangkan pada pH 6 dan pH 8 nilai absobansinya bernilai lebih tinggi dari 1 yaitu 1,571 dan 1,3975 Aktivitas
enzim amilasenya juga berbanding terbalik dengan nilai absorbansinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Fox 1991 bahwa nilai absorbansi berbanding terbalik dengan
aktivitas enzimnya. Nilai absorbansi juga paling tinggi pada pH 4. Hal ini sesuai dengan pendapat Tranggono Sutardi 1989, amilase akan memperlihatkan aktivitas
maksimumnya pada pH 4,8. Namun pada suatu saat akan tercapai suatu titik batas sehingga jika melampaui titik itu maka akan menunjukkan peningkatan yang kecil
dengan bertambahnya konsentrasi substrat dan titik batas tersebut disebut titik optimum Tranggono Sutardi, 1990. Nilai pH optimum suatu enzim ditandai dengan
menurunnya aktivitas pada kedua sisi lainnya dari kurva yang disebabkan oleh turunnya afinitas atau stabilitas enzim. Pengaruh pH pada aktivitas enzim disebabkan oleh
terjadinya perubahan tingkat ionisasi pada enzim atau substrat sebagai akibat perubahan pH.
Percobaan selanjutnya yaitu pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim amilase. Mula- mula disiapkan 3 tabung reaksi masing-masing diisi dengan buffer sitrat fosfat pH 5
yang mengandung amilum 1 sebanyak 1 ml dan diinkubasi pada suhu 37 C selama 2
menit, kemudian ditambahkan ekstrak enzim masing-masing 0.1 ml. Pada percobaan ini dilakukan 3 pemanasan yaitu pada suhu 40
C selama 10 menit pada waterbath, 100 C
pada hotplate selama 10 menit, dan 30 C suhu kamar selama 30 menit. Tahap-tahap
selanjutnya sama dengan percobaan sebelumnya.
Percobaan ini menggunakan suhu pemanasan yang berbeda-beda untuk membuktikan bahwa aktivitas enzim sangat dipengaruhi oleh suhu. Peningkatan temperatur dapat
meningkatkan kecepatan reaksi karena molekul atom mempunyai energi yang lebih besar dan mempunyai kecenderungan untuk berpindah. Ketika temperatur meningkat,
proses denaturasi juga mulai berlangsung dan menghancurkan aktivitas molekul enzim. Hal ini dikarenakan adanya rantai protein yang tidak terlipat setelah pemutusan ikatan
yang lemah sehingga secara keseluruhan kecepatan reaksi akan menurun Lee, 1992.
Proses pemanasan mempunyai tujuan untuk menghidrolisis amilum sehingga struktur spiral pada pati merenggang dan pati terurai menjadi molekul-molekul yang sederhana
Pattison, 1992. Renggangnya struktur molekul pati tersebut akan menyebabkan molekul-molekul iodin ketika bereaksi dengan pati menjadi terlepas sehingga warna
biru keruh dapat hilang Winarno, 1995. Semakin tinggi suhu, reaksi semakin cepat berlangsung sampai pada titik tertentu akan terjadi perubahan struktur enzim sehingga
sifat katalitiknya akan hilang Hartati et al. 2003.
Dari hasil pengamatan yang diperoleh, percobaan ini hanyak dilakukan oleh kelompok F4 dan F5 dengan bahan yang sama yaitu papaya muda. Nilai absorbansinya paling tinggi pada
suhu 30 C, lalu 100
C, dan paling rendah pada suhu 40 C. Hal ini sesuai dengan teori bahwa
enzim menunjukkan aktivitas optimal pada kisaran suhu 30 – 40˚C. Sedangkan aktivitas enzim pada suhu 100
o
C lebih besar daripada pada suhu 40
o
C karena enzim mengalami denaturasi dan rusak. Dalam kisaran suhu 45 – 50˚C, enzim mulai mengalami denaturasi
Tranggono Sutardi, 1990 sedangkan pada suhu 100°C semua enzim rusak Gaman Sherrington, 1994.
Enzim amilase adalah enzim yang dapat menghidrolisis pati. Ada dua jenis enzim amilase, yakni : α-amilase dan β-amilase. Biasanya amilase terdapat pada tepung dan biji yang
berkecambah serealia. Jika enzim amilase terdapat pada produk-produk tersebut, maka enzim itu dikenal dengan diastase. Amilase adalah enzim yang dapat mengkatalisis
pemecahan pati menjadi maltosa Gaman Sherrington, 1994. Biji-bijian yang tidak rusak mengandung α-amilase sangat sedikit tetapi mengandung β-amilase nisbi yang tinggi. Jika
biji ini berkecambah, jumlah β-amilase hampir tidak berubah, tetapi kandungan α-amilase dapat meningkat seribu kali lipat. Kerja gabungan α dan β-amilase dalam biji yang
berkecambah dapat meningkatkan aktivitas amilase. Kerja dan tujuan enzim amilase pada bahan makanan khususnya bahan makanan berbentuk serealia atau biji-bijian adalah
mengubah pati menjadi dekstrin, gula dan meningkatkan penyerapan air deMan, 1997.
Pati dapat dihidrolisa dengan penambahan enzim amilase disertai pemanasan. Proses peruraiannya adalah pati menjadi dekstrin, dekstrin menjadi maltosa, maltosa menjadi
glukosa. Secara kuantitatif, terjadinya reaksi hidrolisis pati oleh enzim amilase dapat diketahui dengan tes iodine. Karbohidrat golongan polisakarida seperti amilum yang diuji
dengan iodine menghasilkan warna biru keunguan, sedangkan glikogen dan dekstrin menghasilkan warna merah coklat. Monosakarida atau disakarida yang diuji dengan iodine
tidak menghasilkan warna tertentu atau tidak berwarna. Hasil hidrolisis akan mengalami perubahan warna dari biru menjadi ungu kemudian merah jambu dan terakhir menjadi tidak
berwarna Pattison, 1992. Oleh karena itu pada pengukuran aktivitas amilase, pengaruh suhu dan pengaruh pH terhadap amilase digunakan larutan iodin untuk menimbulkan reaksi
hidrolisis pati.
24
Percobaan selanjutnya yaitu pengukuran aktivitas enzim protease, pengaruh pH terhadap aktivitas enzim protease dan pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim protease. Pada
pengukuran aktivitas enzim protease digunakan azokasein dan buffer sitrat fosfat pH 6 yang diinkubasi dalam waterbath pada suhu 37
C selama 2 menit. Prinsip penggunaan larutan dan fungsinya serta perlakuan pada pengukuran enzim protease ini sama dengan enzim amilase.
Suhu yang digunakan untuk inkubasi adalah 37
o
C. Hal ini sesuai dengan teori bahwa enzim akan menunjukkan aktivitas optimal pada kisaran suhu 30 – 40
o
C Tranggono Sutardi, 1990. Kemudian larutan tersebut dicampur dengan larutan asam trikloroasetat 10 dan
disentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 20 menit. Supernatan yang diperoleh diambil sebanyak 1.6 ml dan ditambahkan dengan NaOH 0.5 M dan divortex. Selanjutnya absorbansi
diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 440 nm.
Dari hasil pengamatan yang diperoleh, nilai absorbansi yang terdapat pada pada pepaya muda sebesar 0.0618. Aktivitas enzim protease sama dengan nilai absorbansinya unit. Sedangkan
aktivitas enzim spesifik dapat dihitung dari aktivitas enzim protease dibagi dengan kadar proteinnya masing-masing. Aktivitas enzim spesifik paling tinggi pada nanas, sedangkan
paling rendah pada singkong.
Pada pengujian pengaruh pH dan suhu terhadap aktivitas enzim protease hampir sama perlakuannya. Yang membedakan yaitu pada pengaruh pH digunakan larutan buffer sitrat
fosfat pH 4, 6, dan 8. Sedangkan pada pengaruh suhu hanya digunakan buffer sitrat fosfat pH 6 tetapi dengan suhu yang berbeda yaitu 40
C selama 10 menit dalam waterbath, 100 C
selama 10 menit pada hotplate, dan 30 C pada suhu kamar selama 30 menit. Digunakan
buffer fosfat sitrat pH 7 karena kebanyakan enzim mempunyai pH optimal sekitar 7 atau netral, dan jika medium menjadi sangat asam atau sangat alkalis enzim mengalami inaktivasi
Gaman Sherrington, 1994. Selanjutnya larutan diambil dan dicampurkan dengan asam trikloroasetat 10 dan disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit.
Supernatan yang diperoleh ditambahkan dengan NaOH 0.5 M dan divortex lalu diukur absorbansinya pda panjang gelombang 440 nm dengan menggunakan spektrofotometer.
Dari hasil pengamatan pengaruh pH terhadap aktivitas enzim protease, nilai absorbansinya palig tinggi pada pH 6 dan paling rendah pada pH 4. Hal ini sesuai dengan pendapat Volk
Wheeler 1993, bahwa kebanyakan enzim menunjukkan aktivitas maksimum pada kisaran netral pH 6-8. Jika medium menjadi sangat asam atau sangat alkalis enzim mengalami
inaktivasi Gaman Sherrington, 1994. Aktivitas enzim protease sama dengan nilai absorbansinya, dan aktivitas enzim spesifik sebanding dengan aktivitas enzim protease
sehingga paling tinggi pada pH 8 dan paling rendah pada pH 4. Sedangkan dari hasil pengamatan pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim protease, nilai absorbansinya paling
tinggi pada suhu 100 C dan paling rendah pada suhu 30
C. Hal ini dikarenakan pada suhu 100°C semua enzim rusak Gaman Sherrington, 1994. Dan enzim mulai mengalami
denaturasi pada suhu 45–50˚C, sedangkan aktivitas optimal enzim pada kisaran suhu 30– 40˚C Tranggono Sutardi, 1990.
Enzim proteolitik merupakan salah satu enzim yang diproduksi oleh mikroba dan secara ekonomi mempunyai banyak kegunaan, misalnya dalam bidang industri baik industri
makanan, minuman, farmasi, ataupun industri kimia lainnya Poernomo, 2004. Enzim proteolitik dapat berfungsi untuk membuat daging lebih empuk Tranggono Sutardi, 1990.
Suatu enzim yang mempunyai aktifitas proteolitik seperti papain dan bromelin dapat ditemukan di bagian buah, daging, kulit maupun bonggolnya Fox, 1991.
5. KESIMPULAN