87
BAB V PENUTUP
KESIMPULAN DAN SARAN A.
Kesimpulan.
Berdasarkan kajian tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Keadilan dan Kepastian Hukum Putusan MKRI Nomor 100PUU-
X2012.
Hukum sebagai pedoman berperilaku harus mencerminkan aspek keseimbangan antara kepentingan individu, masyarakat, dan negara, serta
mendorong terciptanya keadilan, kepastian hukum, ketertiban disamping kesamaan kedudukan dalam hukum. Hal ini mengandung kewajiban bagi
pengusaha untuk memperlakukan pekerjaburuh secara adil dan proporsional sesuai asas keseimbangan. Sebagaimana hukum sebagai
pengemban nilai keadilan maka putusan MKRI Nomor 100PUU-X2012 mencerminkan nilai keadilan hukum atau keadilan substansi hal ini
sebagaimana dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi bahwa upah dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja merupakan
hak buruh yang harus dilindungi sepanjang buruh tidak melakukan perbuatan yang merugikan pemberi kerja tidak dapat hapus karena
adanya lewat waktu tertentu, oleh karenanya apa yang telah diberikan oleh buruh sebagai
prestatie
harus dilindungi karena merupakan hak dasar pekerjaburuh. Hal ini telah sesuai dengan amanat Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yakni untuk melindungi dan mensejahterakan pekerjaburuh beserta keluarganya.
Terhadap kepastian hukum atau keadilan prosedural maka putusan MKRI Nomor 100PUU-X2012 mengesampingkan nilai kepastian
hukum sebab memberi batas waktu terhadap upaya penuntutan bukan berarti menghilangkan hak dasar pekerjaburuh mendapat upah dan
segala pembayaran dalam hubungan kerja, tetapi justru memberi sebuah kepastian hukum kapan pekerjaburuh melakukan upaya penuntutan bila
pengusahaperusahaan tidak mempunyai itikad baik atau karena sesuatu
88
hal pekerjaburuh belum dapat menyelesaikan hal tersebut dengan demikian penentuan pengaruh waktu karena kedaluwarsa sangat
diperlukan untuk memberikan jaminan kepastian hukum baik bagi yang menuntut haknya maupun pihak yang akan dituntut memenuhi
kewajibannya. Tidak adanya masa kedaluwarsa dalam mengajukan tuntutan
khususnya dalam
relasihubungan ketenagakerjaan
mengakibatkan hilangnya kepastian hukum bagi pengusahaperusahaan sampai kapan akan menghadapi tuntutan hak dari pekerjanya yang juga
dapat mengganggu kelangsungan hidup perusahaan, dengan tidak berlakunya Pasal 96 UU Ketenagakerjaan berdasarkan putusan
Mahkamah Konstitusi
dalam perkara
ini akan
menimbulkan ketidakpastian hukum yang justru tidak sesuai dengan prinsip-prinsip
yang diamanatkan oleh konstitusi yang menghendaki adanya kepastian
hukum. 2.
Akibat Hukum Putusan MKRI Nomor 100PUU-X2012.
Pengaruh waktu karena lewat waktu kedaluwarsa adalah lazim dalam sistem hukum Indonesia baik dalam sistem hukum perdata
maupun dalam sistem hukum pidana Indonesia. Dalam hukum perdata diatur mengenai lewat waktu sebagai suatu alasan untuk dibebaskan dari
Suatu Kewajiban yang diatur dalam Pasal 1967 sampai dengan Pasal 1977 KUH Perdata. Dalam pasal Pasal 1968 dan Pasal 1969 diatur
mengenai pengaruh waktu sebagai alasan untuk dibebaskan dari suatu kewajiban dalam relasihubungan ketenagakerjaan. Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah “lex specialist”,
bilamana suatu hal tidak diatur dalam undang-undang tersebut maka norma-normaketentuan hukum lainnya khususnya hukum keperdataan
dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan tindakan hukum atau penuntutan, dengan demikian walaupun Mahkamah Konstitusi telah
membatalkan pasal 96 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan maka para pihak yang berselisih atau berperkara dapat
melakukan tindakan hukumnya dengan mendasarkan pada pasal-pasal dalam KUHPerdata atau BW sebagaimana misalnya pasal tentang
89
kedaluwarsa lewat waktu sebagai suatu alasan untuk dibebaskan dari suatu kewajiban yang diatur dalam Pasal 1967 sampai dengan Pasal 1977
KUH Perdata khususnya pasal Pasal 1968 dan Pasal 1969 yang mengatur mengenai pengaruh waktu sebagai alasan untuk dibebaskan dari suatu
kewajiban dalam relasihubungan ketenagakerjaan.
B. Implikasi.