KECEPATAN EFEKTIF MEMBACAPADASISWA KELAS X SMA MUHAMMADIYAH 2 BANDAR LAMPUNG TAHUN AJARAN 2010/2011 (Skripsi) Oleh IGESTIYANA PUSPA SARI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2012

(1)

ABSTRAK

KECEPATAN EFEKTIF MEMBACA

PADA SISWA KELAS X SMA MUHAMMADIYAH 2 BANDAR LAMPUNG TAHUN AJARAN 2010/2011

Oleh

Igestiyana Puspa Sari

Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah kecepatan efektif membaca siswa kelas X SMA Muhammadiyah 2 Bandarlampung tahun ajaran 2010/2011. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kecepatan efektif membaca siswa kelas X SMA Muhammadiyah 2 Bandarlampung tahun ajaran 2010/2011.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Muhammadiyah 2 Bandarlampung tahun ajaran 2010/2011 yang tersebar dalam lima kelas yang keseluruhan siswa berjumlah 207 siswa. Sampel diambil 20% dari jumlah siswa keseluruhan sehingga ditetapkan sebanyak 43 siswa sebagai sampel dengan menggunakan teknik random sampling. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui tes membaca wacana dan tes pengisian wacana rumpang.


(2)

Igestiyana Puspa Sari

Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa kecepatan efektif membaca siswa SMA Muhammadiyah 2 Bandarlampung tahun ajaran 2010/2011 yang tertinggi 282 kpm dan terendah 57 kpm. Perolehan tertinggi diperoleh dari hasil kecepatan membaca 357 kpm dan pemahaman membaca skor 79, sedangkan perolehan terendah diperoleh dari kecepatan membaca 143 kpm dan pemahaman membaca dengan skor 40.

Berdasarkan kurikulum 2006, kecepatan efektif membaca siswa kelas X SMA adalah ±250kpm; sedangkan hasil dari penelitian di SMA Muhammadiyah 2 hanya 4 siswa yang mencapai 250kpm, dan 39 siswa lainnya tidak mencapai 250kpm.


(3)

KECEPATAN EFEKTIF MEMBACA SISWA KELAS X SMA MUHAMMADIYAH 2 BANDAR LAMPUNG

TAHUN AJARAN 2010/2011

Oleh

IGESTIYANA PUSPA SARI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(4)

KECEPATAN EFEKTIF MEMBACA PADA SISWA KELAS X

SMA MUHAMMADIYAH 2 BANDAR LAMPUNG

TAHUN AJARAN 2010/2011

(Skripsi)

Oleh

IGESTIYANA PUSPA SARI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2012


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... iii

PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

SANWACANA ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Kegunaan Penelitian ... 4

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 5

II. KAJIAN PUSTAKA ... 6

2.1 Membaca ... 6

2.1.1. Pengertian Membaca ... 6

2.1.2. Tujuan Membaca ... 7

2.2 Membaca Cepat ... 10

2.3 Membaca Pemahaman ... 13

2.4 Kecepatan Efektif Membaca ... 14

2.5 Wacana ... 18

2.6 Teknik Uji Rumpang ... 20

III. METODE PENELITIAN ... 32

3.1 Desain Penelitian ... 32

3.2 Populasi dan Sampel ... 32

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 34

3.4 Uji Persyaratan Instrumen ... 35

3.5 Teknik Analisis Data ... 38

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

4.1 Hasil Penelitian ... 41

4.1.1. Data Kecepatan Membaca Siswa ... 42


(6)

4.2 Pembahasan Penelitian ... 43

4.2.1. Kecepatan Membaca ... 43

4.2.2. Pemahaman Wacana ... 45

4.2.3. Kecepatan Efektif Membaca ... 47

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 50

5.1 Simpulan ... 50

5.2 Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 52


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Kriteria pembuatan wacana rumpang... 28

3.2 Jumlah siswa kelas X ... 33

3.3 Sebaran sampel siswa tiap kelas ... 34

3.4 Indikator Kecepatan Membaca ... 38

3.5 Indikator Pemahaman Wacana ... 39

3.6 Tolok Ukur KEM ... 39

4.7 Data kecepatan Membaca Wacana ... 42

4.8 Data Pemahaman Wacana ... 43

4.9 Tingkat Kecepatan Membaca Wacana ... 44

4.10 Tingkat Pemahaman Wacana ... 46


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

4.1 Grafik Tingkat kecepatan membaca ... 45 4.2 Grafik Tingkat Pemahaman Wacana ... 47 4.3 Diagram Kecepatan Efektif membaca ... 49


(9)

MOTO

“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Dan bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan.”

(An-Najm: 40)

“Tidak ada iri hati kecuali dalam dua perkara. (Yaitu) orang yang diberi harta oleh Allah lalu dia belanjakan pada sasaran yang benar. Dan orang yang dikaruniai

ilmu dan kebijaksanaan lalu ia mengamalkannya dan mengajarkannya.” (H.R. Al Bukhari)


(10)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Siti Samhati, M.Pd.

……….

Sekretaris : Eka Sofia Agustina, S. Pd., M. Pd.

……….

Penguji

Bukan Pembimbing : Sumarti, S. Pd., M. Hum.

.………....

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Drs. H. Bujang Rahman, M.Si. NIP 19600315 198503 1 003


(11)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada Papah dan Mamah tercinta;

Yunda terkasih, Erliza Septia Nagara, S.Pd; Adik tercantik, Novita Asma Ilahi; Adik terganteng, M. Afdhal Dinilhaq;

Sahabat-sahabat tersayang yang menunggu kelulusanku;

Almamaterku: Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.


(12)

PENGESAHAN

Judul Skripsi : KECEPATAN EFEKTIF MEMBACA PADA SISWA KELAS X SMA MUHAMMADIYAH 2

BANDARLAMPUNG TAHUN AJARAN 2010/2011 Nama : IGESTIYANA PUSPA SARI

NPM : 0513041026

Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Seni

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Menyetujui 1. Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Siti Samhati, M.Pd. Eka Sofia Agustina, S.Pd., M.Pd. NIP 19620829 198003 2 001 NIP 19780809 200801 2 001

2. Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

Drs. Imam Rejana, M.Si. NIP 19480421 197803 1 004


(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis yang dilahirkan di Pagelaran Kabupaten Pringsewu pada 22 Agustus 1987 ini merupakan anak ke dua dari pasangan Bapak Drs. Firdaus Efendi dan Ibu Ermawati. Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan di SD Negeri 2 Patoman pada tahun 1999, SLTP Negeri 1 Pagelaran pada tahun 2002, dan SMA Negeri 1 Pringsewu pada tahun 2005. Pada tahun yang sama, penulis diterima menjadi mahasiswa pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru).

Pada tahun 2008 penulis mengikuti Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMA 1 Bandarlampung dari Juli hingga Oktober. Sejak semester I hingga semester 6 penulis aktif di UKMF FPPI FKIP Unila. Pada tahun 2007/2008 penulis juga aktif di Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni (HMJ PBS) sebagai anggota Bidang Pendidikan. Pada tahun 2008/2009, penulis aktif di Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (DPM FKIP) Unila sebagai Sekretaris Komisi Lembaga dan perundang-Undangan. Pada tahun 2009/2010, penulis bergabung dengan UKMU Birohmah Unila sebagai anggota Biro Rumah Tangga dan Perpustakaan (RTP).


(14)

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah swt. karena atas rahmat dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kecepatan Efektif Membaca Pada Siswa Kelas X SMA Muhammadiyah 2 Bandarlampung Tahun Ajaran 2010/2011.”

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada

1. Dr. Siti Samhati, M.Pd., selaku Pembimbing I dan Pembimbing Akademik atas segala keikhlasan dan kesabarannya dalam membimbing dan memotivasi penulis;

2. Eka Sofia Agustina, S.Pd., M.Pd., selaku pembimbing 2 atas segala masukan, motivasi, waktu, dan bimbingannya dalam penulisan skripsi ini; 3. Sumarti, S.Pd., M.Hum., selaku dosen pembahas atas segala masukan yang

sangat berarti bagi perbaikan skripsi ini;

4. Kepala Sekolah, dewan guru, serta seluruh staf di SMA Muhammadiyah 2 Bandarlampung;

5. Seluruh siswa kelas X SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung tahun pelajaran 2010/2011 yang sudah bekerjasama dan membantu selama proses penelitian berlangsung;

6. Dr. Edy Suyanto, M.Pd., selaku Kaprodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah;


(15)

7. Drs. Imam Rejana, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP Universitas Lampung;

8. Seluruh dosen dan staf di Jurusan Bahasa dan Seni FKIP Universitas Lampung;

9. Teman-teman memperjuangkan skripsi, terima kasih untuk keceriaan di lorong penantian.

10. Sahabat-sahabat Pimpinan Akhwat dan Pimpinan Ikhwan FPPI 2007/2008, atas semua kebersamaan, kasih sayang, motivasi, keceriaan, pengertian, bantuan, dan perhatian yang mungkin sering tak terbalas. Semoga Allah SWT memberikan balasan terbaik untuk ketulusan yang kalian berikan. 11. Ibu dan Bapak dewan yang terhormat di DPM FKIP Unila 2008/2009.

Semoga idealisme itu tetap terjaga. Hidup mahasiswa!

12. Keluarga besar UKM Birohmah 2009/2010, Jazakumullah khairan katsiraa untuk semua ukhuwah yang ada. Spesial pada para pejuang Biro eRTePe, afwan jiddan untuk semua ketidaksempurnaan diri.

13. Rekan-rekan angkatan 2005 atas kebersamaan dan kekompakan yang selalu kita ciptakan. Suatu kebahagian dapat mengukir sejarah bersama rekan-rekan.

14. Kakak tingkat 2003 dan 2004, juga adik-adik tingkat 2006, 2007 dan 2008 terima kasih atas semangat yang kalian berikan.

15. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.


(16)

Semoga Allah swt. membalas semua kebaikan mereka dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, Desember 2011 Penulis,


(17)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia ada empat aspek pembelajaran bagi siswa, yaitu aspek membaca, menulis, menyimak dan berbicara. Keempat kemampuan dalam berbahasa Indonesia tersebut akan dievaluasikan kepada siswa dalam proses pembelajaran. Membaca merupakan hal yang penting atau hal yang mendasar dalam dunia pendidikan karena membaca merupakan proses memperoleh informasi atau wawasan dari buku yang dibaca terutama buku mata pelajaran.

Membaca adalah suatu hal rumit yang melibatkan banyak hal, tidak hanya melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual, berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif. Proses metakognitif mengakibatkan perencanaan, pembetulan suatu strategi, pemonitoran, dan pengevaluasian.

Membaca adalah proses yang dilakukan serta dipergunakan pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis (Tarigan, 1984: 7). Membaca merupakan suatu proses dinamis untuk merekonstruksi suatu pesan yang secara grafis dikehendaki oleh peneliti (Goodman dalam Arief, 2008).

Menurut Soedarso (2001: 4), membaca adalah aktivitas yang kompleks dengan mengerahkan sejumlah besar tindakan yang terpisah-pisah, meliputi: orang harus


(18)

2

menggunakan pengertian dan khayalan, mengamati dan mengingat-ingat. Kita tidak dapat membaca tanpa menggerakkan mata atau tanpa menggunakan pikiran kita. Pemahaman dan kecepatan membaca menjadi amat tegantung pada kecakapan dalam menjalankan setiap organ tubuh yang diperlukan untuk kegiatan membaca.

Pada umumnya, orang membaca jauh lebih lambat daripada kemampuannya (Soedarso, 2005: 14). Pembaca yang baik cenderung dapat memahami lebih baik ketika mendengarkan, dan pembaca yang baik dapat memahami lebih baik ketika membaca. Keduanya bergantung pada dasar kemampuan bahasa yang dimiliki oleh pembaca.

Orang yang tidak mendapat bimbingan latihan khusus membaca cepat, sering mudah lelah dalam membaca karena lamban dalam membaca, tidak ada gairah, merasa bosan, tidak tahan membaca buku, dan terlalu lama untuk bisa menyelesaikan buku tipis sekalipun.

Pembaca yang sudah berpengalaman selalu membaca dengan melompati bagian bagian yang tidak informatif dan sudah diketahui. Teks yang dibaca hanyalah kata-kata kunci yang menunjang isi bacaan. Selain itu, tidak mengulang-ulang kata-kata, tidak mengeluarkan suara (tidak komat-kamit dan berdesis), tidak menunjuk bacaan, serta tidak menggeleng-gelengkan kepala, hanya mata yang bergerak. Kegiatan membaca seperti ini disebut membaca cepat (Hatikah dan Mulyanis, LKS: 23).

Membaca cepat merupakan aktifitas yang melibatkan kerja otak dan gerak mata. Oleh sebab itu, kemampuan membaca cepat setiap orang berbeda. Hal itu sangat dipengaruhi oleh kemampuan gerak mata dan mengoptimalkan kerja otak secara


(19)

3

efektif. Meskipun demikian, kemampuan membaca cepat dapat dikuasai siapapun yang mau belajar dan berlatih intensif.

Membaca cepat adalah membaca yang mengutamakan kecepatan dengan tidak mengabaikan pemahamannya. Biasanya kecepatan itu dikaitkan dengan tujuan membaca, keperluan dan bahan bacaan. Artinya, seorang pembaca yang baik tidak menerapkan kecepatan membacanya secara konstan di berbagai keadaan membaca. Penerapan kemampuan membaca itu disesuaikan dengan tujuan membacanya, aspek bacaan yang digali (keperluan) dan berat ringannya bahan bacaan.

Membaca cepat bukan berarti membaca dengan cepat saja sehingga setelah selesai membaca tidak ada yang diingat dan dipahami. Dua hal pokok yang harus diperhatikan ketika membaca cepat adalah tingkat kecepatan dan pemahaman bacaan yang tinggi.

Soedarso dalam bukunya yang berjudul Speed Reading, Sistem Membaca Cepat dan Efektif menjelaskan bahwa dengan gencarnya arus informasi seperti sekarang ini, tuntutan untuk membaca semakin besar pula. Padahal waktu yang tersedia semakin terbatas. Oleh karena itu, orang yang tidak memiliki kecepatan membaca yang memadai akan tertinggal dari informasi yang dibutuhkan.

Dalam KTSP (Kurikulum tingkat satuan pendidikan) SMA kelas X tahun 2006, standar kompetensi membaca yaitu memahami berbagai teks bacaan nonsastra dengan berbagai teknik membaca, dengan kompetensi dasar yaitu menemukan ide pokok berbagai teks nonsastra dengan teknik membaca cepat (250 kata/menit).


(20)

4

Penelitian tentang kecepatan efektif membaca sebelumnya pernah dilaukan oleh Handayani (2009) dan Fauziah (2010). Penelitian yang dilakukan Handayani bertujuan untuk menghitung kecepatan efektif membaca siswa kelas X SMA Negeri 5 Bandarlampung tahun ajaran 2007/2008, sedangkan Fauziah menghitung KEM dan menghubungkannya dengan intelegensi siswa kelas X akselerasi di SMA Negeri 1 Terbanggi Besar tahun ajaran 2009/2010. Dua penelitian sebelumnya menggunakan tes objektif dengan bentuk soal uraian sebagai instrumen tes, sedangkan penelitian ini menggunakan tes objektif dengan bentuk tes uraian dengan menggunakan tes uji rumpang.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, penulis merumuskan masalah sebagai berikut: “Bagaimanakah Kecepatan Efektif Membaca Siswa Kelas X SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2010/2011?”

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan kecepatan efektif membaca siswa kelas X SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung tahun Ajaran 2010/2011.

1.4Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini bersifat teoretis dan praktis. Berikut akan diuraikan kegunaan penelitian ini secara teoretis dan praktis.

1.4.1 Kegunaan Teoretis

Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan berbahasa, khususnya untuk pembelajaran membaca.


(21)

5

1.4.2 Kegunaan Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan berguna bagi

1) penulis yang merupakan calon guru bahasa dan sastra Indonesia, penelitian ini dapat dijadikan bekal pengetahuan untuk materi pembelajaran KEM;

2) guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMA Muhammadiyah 2 Bandarlampung, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi atau gambaran tentang kemampuan membaca siswa kelas X;

3) siswa, penelitian ini diharapkan dapat membantu siswa mengetahui dan menerapkan konsep membaca cepat dalam kehidupan sehari-hari;

4) pembaca, penelitian ini diharapkan dapat memberi tambahan informasi tentang KEM dan kegiatan membaca cepat.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Subjek penelitian adalah siswa kelas X;

2. Objek penelitian adalah kecepatan efektif membaca;

3. Tempat penelitian adalah SMA Muhammadiyah 2 Bandarlampung; 4. Waktu penelitian adalah tahun ajaran 2010/2011.


(22)

II. KAJIAN PUSTAKA

2.1 Membaca

Keterampilan berbahasa terdiri atas empat keterampilan yang saling berkaitan yang disebut catur tunggal. Empat keterampilan tersebut adalah membaca, menulis, menyimak, dan berbicara. Dalam kajian ini akan dibahas salah satu dari empat keterampilan tersebut yaitu membaca. Berikut diuraikan tentang pengertian membaca dan tujuan membaca.

2.1.1 Pengertian Membaca

Pengertian membaca sebagai sebuah istilah sangat beraneka ragam. Membaca dalam arti yang sederhana adalah menyuarakan huruf atau deretan huruf yang berupa kata atau kalimat. Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis (Tarigan, 1990: 7).

Adapun hakikat membaca adalah melihat tulisan dan menyuarakan atau tidak bersuara (dalam hati) serta mengerti isi tulisannya (Zainuddin, 1992: 72). Membaca adalah usaha untuk mendapatkan sesuatu yang ingin diketahui, mempelajari sesuatu yang ingin dikerjakan, atau mendapat kesenangan dan pengetahuan dari suatu tulisan (Semi, 1993: 100).


(23)

7

Membaca dimaksudkan untuk melafalkan bunyi yang tertulis kemudian menangkap gagasan yang terkandung dalam rangkaian bunyi (Pranowo, 1996: 88). Membaca berarti melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan atau hanya di dalam hati); mengeja atau melafalkan apa yang tertulis (Depdikbud, 1997: 72).

Membaca bukanlah suatu proses ekafaktor, melainkan keterampilan dan kemampuan yang interaktif dan terpadu (Harjasujana, 1986: 9). Dalam komunikasi lisan, seperti yang telah dikatakan, lambang bunyi bahasa diubah menjadi lambang-lambang tulisan atau huruf, dalam hal ini huruf-huruf menjadi alfabet lain (Tampubolon, 1987: 5). Membaca pada dasarnya adalah proses kognitif. Walaupun pada taraf-taraf penerimaan lambang-lambang tertulis diperlukan kemampuan-kemampuan motoris berupa gerakan-gerakan mata, kebanyakan dari kegiatan-kegiatan membaca sebagai proses kognitif adalah kegiatan-kegiatan-kegiatan-kegiatan pikiran atau penalaran termasuk ingatan (Tampubolon, 1990: 6).

Membaca merupakan perbuatan yang dilakukan berdasarkan kerja sama dari berbagai keterampilan, yaitu mengamati, memahami, dan memikirkan (Burhan, 1991: 91). Di dalam konteks pembelajaran, membaca dipandang sebagai suatu proses menuju pemahaman sebagai produk yang diukur. Pada proses itu terjadi peralihan informasi yang dikandung oleh lambang grafis yang mewakili kata (Semi, 1993: 99).

2.1.2 Tujuan Membaca

Tarigan (1986: 9—10) berpendapat bahwa tujuan utama dalam membaca adalah untuk mencari serta memperoleh informasi, mencakup isi, dan memahami isi bacaan.


(24)

8

Makna, arti erat sekali berhubungan dengan maksud, tujuan, atau intensif kita dalam membaca. Berikut ini dikemukakan beberapa tujuan membaca:

1) membaca untuk memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta (reading for details or facts) adalah membaca untuk mengetahui penemuan-penemuan yang telah dilakukan oleh para ahli. Apapun yang telah diperbuat oleh tokoh, apa yang telah terjadi pada tokoh khusus;

2) membaca untuk memperoleh ide-ide utama (reading for main ideas) adalah membaca untuk mengetahui masalah apa yang dialami oleh tokoh, dan merangkum hal-hal yang dilakukan oleh tokoh untuk mencapai tujuannya;

3) membaca untuk mengetahui urutan atau susunan organisasi cerita (reading for sequence or organization) adalah membaca untuk mengetahui setiap bagian cerita. Dengan membaca dapat diketahui apa yang terjadi pada awal cerita sampai selesai;

4) membaca untuk menyimpulkan (reading for inference) adalah membaca untuk mengetahui mengapa para tokoh berbuat demikian, apa yang dimaksud pengarang dengan cerita atau bacaan itu, dan mengapa terjadi perubahan pada tokoh;

5) membaca untuk mengelompokkan, mengklasifikasikan (reading for classify) adalah membaca untuk menemukan atau mengetahui hal-hal yang wajar dan tidak wajar, apa yang lucu dalam bacaan, dan apakah bacaaan itu benar atau tidak; 6) membaca untuk menilai, mengevaluasi (reading for evaluate) adalah membaca

untuk mengetahui apakah suatu buku atau bacaan itu cocok untuk kita baca. Apakah kita dapat berbuat seperti halnya tokoh yang ada dalam cerita apabila hal itu kita nilai baik;


(25)

9

7) membaca untuk mempertentangkan atau memperbandingkan (reading to compare or contrast) adalah membaca untuk mengetahui bagaimana caranya kehidupan tokoh mengalami perubahan, bagaimana hidupnya berbeda dari kebiasaan hidup yang kita kenal. Selain itu, untuk mengetahui bagaimana dua buah cerita mempunyai persamaan atau perbedaan;

Menurut Semi (1993: 100), tujuan pengajaran membaca adalah sebagai berikut: 1) menambah kecepatan dan memahami bacaan;

2) mengajarkan bagaimana siswa mendapatkan pendekatan membaca terhadap berbagai variasi bahan bacaan;

3) memperbaiki dan meningkatkan kemampuan membaca oral;

4) meningkatkan kemampuan mengapresiasi dan memperoleh kesenangan estetik para pembaca karya sastra;

5) meningkatkan minat baca siswa agar senang membaca sebanyak-banyaknya dan memungkinkan siswa dapat menjadi pembaca yang teliti sepanjang hayatnya. Rahim (2007: 11-12) mengemukakan tujuan membaca mencakup sebagai berikut: 1) kesenangan;

2) menyempurnakan membaca nyaring; 3) menggunakan strategi tertentu;

4) memperbaharui pengetahuannya tentang suatu topik;

5) mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah diketahuinya; 6) memperoleh informasi untuk laporan lisan atau tertulis;


(26)

10

8) menampilkan suatu eksperimen atau mengaplikasikan informasi yang diperoleh dari suatu teks dalam beberapa cara lain dan mempelajari tentang struktur teks; 9) menjawab pertanyaan-pertanyaan yang spesifik.

2.2Membaca Cepat

Membaca cepat adalah sistem membaca dengan memperhitungkan waktu baca dan tingkat pemahaman terhadap bahan yang dibacanya. Apabila waktu bacanya semakin sedikit dan tingkat pemahamannya semakin tinggi, maka dikatakan bahwa kecepatan baca orang tersebut semakin meningkat.

Pada umumnya orang yang belum pernah mendapat latihan membaca pasti memiliki kecepatan baca yang lebih rendah dari kemampuannya. Ada beberapa hal yang menyebabkan rendahnya kecepatan baca seseorang, antara lain sebagai berikut. 1) Kebiasaan lama yang telah mendarah daging seperti menggerakkan bibir untuk

melafalkan, menggerakkan kepala ke kanan dan ke kiri, dan menggunakan jari atau benda untuk menunjuk kata-kata yang dibacanya.

2) Tidak agresif (tidak bersemangat) dalam usaha memahami arti bacaan.

3) Persepsinya kurang sehingga lambat dalam menginterpretasikan apa yang dibacanya.

Hambatan-Hambatan Dalam Membaca Cepat

Pada saat anak belajar membaca, ia mengenal kata demi kata, mengejanya, dan membedakannya dengan kata-kata lain. Anak juga harus belajar dengan bersuara, mengucapkan setiap kata dengan penuh agar dapat diketahui apakah ia benar atau salah. Selagi belajar, anak juga diajari membaca secara struktural, yakni dari kiri ke kanan dan mengamati tiap kata dengan saksama pada tiap susunan yang ada. Oleh


(27)

11

karena itu, pada waktu membaca anak melakukan kebiasaan berikut. (1) menggerakkan bibir untuk melafalkan kata yang dibaca, (2) menggerakkan kepala dari kiri ke kanan, (3) menggunakan jari atau benda lain untuk menunjuk kata demi kata.

Secara tidak disadari, kebiasaan-kebiasaan tersebut diteruskan hingga dewasa. Semestinya, orang dewasa dapat dengan cepat mengenali frasa, kalimat, dan urutan ide sehingga kesalahan semasa kanak-kanak tidak perlu lagi dilakukan.

Menurut Soedarso (2006: 5) yang menjadi penghambat membaca cepat adalah sebagai berikut.

1) Vokalisasi.

Vokalisasi atau membaca dengan bersuara adalah sangat memperlambat membaca, karena hal itu berarti mengucapkan kata demi kata dengan lengkap. Menggumam, sekalipun dengan mulut terkatup dan suara tidak terdengar, jelas termasuk membaca dengan bersuara.

2) Gerakan bibir.

Menggerakkan bibir atau komat-kamit saat membaca, sekalipun tidak mengeluarkan suara, sama lambatnya dengan membaca bersuara. Kecepatan membaca bersuara ataupun dengan gerakan bibir hanya seperempat dari kecepatan membaca secara diam.

3) Gerakan kepala.

Semasa kanak-kanak penglihatan kita masih sulit menguasai seluruh penampang bacaan. Akibatnya adalah kita menggerakkan kepala dari kiri ke kanan untuk dapat


(28)

12

membaca garis-garis bacaan secara lengkap. Setelah dewasa, penglihatan kita telah mampu secara optimal sehingga seharusnya cukup mata saja yang bergerak.

4) Menunjuk dengan jari.

Semasa baru belajar membaca kita harus mengucapkan kata demi kata apa yang kita baca. Untuk menjaga agar tidak ada kata yang terlewati maka diperlukan bantuan jari atau pensil untuk menunjuk kata demi kata. Cara membaca seperti ini sangat menghambat membaca sebab gerakan tangan lebih lambat daripada gerakan mata. Kecepatan baca bergantung pada kebutuhan dan bahan yang dihadapinya. Pada umumnya kecepatan baca dapat dirinci sebagai berikut.

1) Membaca secara skimming dan scanning (lebih dari 1000 kpm). Tipe membaca seperti ini biasanya digunakan untuk:

(a) mengenal bahan-bahan yang akan dibaca; (b) mencari jawaban atas pertanyaan tertentu;.

(c) mendapat struktur dan organisasi bacaan serta menentukan gagasan umum dari bacaan.

2) Membaca dengan kecepatan tinggi (500 – 800 kpm). Tipe membaca seperti ini biasanya digunakan untuk:

(a) membaca bahan-bahan yang mudah dan telah dikenali sebelumnya; (b) membaca novel ringan untuk mengikuti jalan ceritanya.

3) Membaca secara cepat (350 – 500 kpm).

Tipe membaca seperti ini biasanya digunakan untuk:

(a) membaca bacaan yang mudah dalam bentuk deskripsi dan bahan-bahan nonfiksi lain yang bersifat informatif;


(29)

13

(b) membaca fiksi yang agak sulit untuk menikmati keindahan sastranya dan mengantisipasi akhir cerita.

4) Membaca dengan kecepatan rata-rata (250 – 350 kpm). Tipe membaca seperti ini biasanya digunakan untuk:

(a) membaca fiksi yang komplek untuk analisis watak dan jalan ceritanya;

(b) membaca nonfiksi yang agak sulit untuk mendapatkan detail, mencari hubungan, atau membuat evaluasi ide penulis.

5) Membaca lambat (100 – 125 kpm).

Tipe membaca seperti ini biasanya digunakan untuk:

(a) mempelajari bahan-bahan yang sulit dan untuk menguasai isinya; (b) menguasai bahan-bahan ilmiah yang sulit dan bersifat teknis; (c) membuat analisis bahan-bahan bernilai sastra klasik;

(d) memecahkan persoalan yang ditunjuk dengan bacaan yang bersifat instruksional (petunjuk).

2.3Membaca Pemahaman

Membaca pemahaman berkaitan erat dengan usaha memahami hal-hal penting dari apa yang dibacanya. Menurut Soedarso (2006: 58), yang dimaksud membaca pemahaman adalah kemampuan membaca untuk mengerti ide pokok, detail penting, dan seluruh pengertian. Pemahaman ini berkaitan erat dengan kemampuan mengingat bahan yang dibacanya.

Usaha efektif untuk memahami dan mengingat lebih lama dapat dilakukan dengan cara berikut.


(30)

14

2) Mengaitkan fakta yang satu dengan fakta yang lain atau menghubungkannya dengan fakta dan konteks.

Untuk dapat memahami dengan baik sebuah bacaan, pembaca haruslah bisa menjadi seorang pembaca yang fleksibel dan efisien. Pembaca yang fleksibel adalah pembaca yang tidak selalu menyamaratakan kecepatan membacanya. Adakala kecepatan membacanya diperlambat. Hal itu bergantung dari bahan dan tujuan ia membaca. Bacaan ringan, misalnya untuk rekreasi atau hiburan, dapat dibaca cepat sekali. Akan tetapi, tulisan yang bersifat analisa perlu diperlambat cara membacanya. Demikian juga untuk tulisan yang bersifat ilmiah, kecepatan membacanya perlu dikurangi seperlunya.

Pembaca yang efisien memunyai kecepatan bermacam-macam, sesuai dengan bahan yang dihadapinya dan keperluannya. Pembaca yang tidak efisien, dalam satu fiksasi hanya dapat satu atau dua kata saja yang terserap, sedangkan pembaca yang efisien dapat menyerap tiga atau empat kata. Efisiensi membaca akan lebih baik, jika informasi yang dibutuhkan sudah ditentukan lebih dahulu. Konsentrasi perhatian dan pikiran dapat diarahkan pada informasi itu. informasi yang sudah ditentukan tersebut disebut informasi fokus.

2.4 Kecepatan Efektif Membaca (KEM)

Kecepatan efektif membaca adalah perpaduan dari kemampuan motorik (gerakan mata) atau kemampuan visual dengan kemampuan kognitif (ingatan, penalaran) dalam membaca. Hal ini berarti bahwa kecepatan efektif membaca merupakan gabungan dari kecepatan membaca dan pemahaman isi bacaan.


(31)

15

KEM merupakan kependekan dari kecepatan efektif membaca. KEM merupakan paduan dari kemampuan visual dan kemampuan kognisi, kemampuan yang mempertimbangkan kecepatan rata-rata baca dan ketepatan memahami isi bacaan. (Harjasujana, 1996: 56)

Nurhadi (1987: 31) menjelaskan sebuah istilah yang berkaitan dengan membaca, yaitu membaca cepat dan efektif. Membaca cepat dan efektif ialah jenis membaca yang mengutamakan kecepatan, dengan tidak meninggalkan pemahaman terhadap aspek bacaan.

Istilah ―kecepatan membaca‖ sesungguhnya tidak sepenuhnya menggambarkan makna yang sebenarnya. Istilah yang digunakan adalah kemampuan membaca. Kemampuan membaca adalah kecepatan membaca dan pemahaman isi bacaan secara keseluruhan, dengan memakai istilah ini dapat juga dikatakan bahwa kemampuan membaca dapat ditingkatkan dengan penguasaan teknik-teknik membaca efisien dan efektif (DP. Tampubolon, 1987: 7).

Kecepatan membaca sangat bergantung pada bahan dan tujuan membaca, dan sejauh mana pengetahuan dengan bahan bacaan tersebut. Kecepatan membaca harus beriring dengan kecepatan memahami bahan bacaan tersebut.

1. Untuk mengukur kecepatan membaca, dapat digunakan rumus menurut Soedarso (2005: 14) berikut.

Jumlah kata yang dibaca

--- X 60 = Jumlah kpm (kata per menit) Jumlah detik untuk membaca


(32)

16

Kecepatan membaca dan pemahaman bukanlah dua unsur yang terpisah dalam proses membaca. Keduanya justru merupakan satu kesatuan. Kecepatan membaca jelas mengacu pada kecepatan memahami bacaan. Pemahaman tidak hanya mengacu pada seluruh proses membaca, melainkan juga secara khusus pada kualitas pemahaman bacaan. Dengan rumus menurut Harjasudjana (1996: 69) berikut dapat diperoleh hasil kecepatan membaca yang efektif dan pemahaman skor jawaban yang diperoleh.

Wd K

(X 60) X

Si B

= Kecepatan Efektif Membaca

Agar bisa meningkatkan KEM, umumnya satu dari ketiga hal berikut harus terpenuhi, yaitu (a) kecepatan meningkat, pemahaman tetap; (b) pemahaman meningkat, kecepatan tetap; (c) keduanya mengalami peningkatan.

Pembaca yang efektif menggunakan berbagai strategi membaca yang sesuai dengan teks dan konteks dalam rangka mengkonstruk makna ketika membaca. Strategi ini bervariasi sesuai dengan jenis teks dan tujuan membaca. Efektif artinya, peningkatan kecepatan membaca itu harus diikuti pula oleh peningkatan pemahaman terhadap bacaan. Seorang pembaca yang efektif melihat setiap baris bacaan hanya pada satuan-satuan pikiran yang ada. Pembaca cepat tidak harus membaca dengan kecepatan tinggi terus menerus sepanjang bacaan.

Perbedaan pembaca yang efektif dan pembaca yang tidak efektif. Pembaca yang efektif, yaitu

a) membaca dengan kecepatan tinggi. Biasanya berkisar 250-450 kata per menit atau lebih;


(33)

17

b) kecepatan membaca bervariasi, bergantung pada tujuan, keperluan, dan bahan bacaan;

c) aspek yang dibaca adalah satuan pikiran, ide, atau kata-kata kunci saja;

d) sedikit terjadi pengulangan gerak mata (regresi). Ketepatan selalu akurat tanpa banyak berhenti;

e) menggerakkan bola mata 3-4 kali pada setiap baris bacaan; f) waktu membaca, secara fisik diam;

g) makna yang diambil adalah gagasan-gagasan pokok saja, tanpa banyak melihat unsur yang kurang menunjang;

h) membaca dengan sikap aktif, kritis, dan kreatif; i) konsentrasi terhadap bahan bacaan sempurna;

j) membaca dipandang sebagai kebutuhan, bukan suatu tugas atau beban; k) keperluan atau desakan untuk membaca selalu ada.

Pembaca yang tidak efektif, yaitu

a) membaca dengan kecepatan rendah, umumnya 100-200 kata per menit atau kurang;

b) membaca dengan kecepatan konstan untuk berbagai keadaan dan kondisi membaca. Kecepatan itu selalu sama meskipun pada tujuan, bahkan bacaan, dan keperluan yang berbeda;

c) gerak mata diarahkan/dipusatkan pada kata demi kata dan memahaminya secara terputus;

d) menggerakkan bola mata 8-12 kali atau lebih pada setiap baris bacaan;

e) memvokalkan (melisankan) bahan bacaan. Proses membaca diikuti gerak mulut atau anggota badan lainnya;


(34)

18

f) menarik makna literalnya dulu (fakta-fakta), unsur subordinat, baru kemudian menyimpulkan gagasan utamanya;

g) membaca kalimat demi kalimat; h) konsentrasi tidak sempurna;

i) membaca jika hanya keperluan atau dari paksaan dari orang lain. (Nurhadi,1987: 49)

2.5 Wacana

Manusia menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan manusia yang lain. Penggunaan bahasa tersebut dalam wujud kalimat yang saling berkaitan. Kesatuan dari beberapa kalimat yang satu dengan yang, lain terikat berat. Kesatuan bahasa yang diucapkan atau tertulis itulah yang dinamakan wacana (Lubis, 1991: 21). Berikut diuraikan pengertian wacana, ciri-ciri wacana dan macam-macam wacana.

2.5.1 Pengertian Wacana

Wacana sebagai kesatuan yang lengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi, berkesinambungan, mempunyai awal dan akhir yang nyata, dan disampaikan secara lisan atau tertulis (Tarigan, 1984: 27).

Wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat itu (Muslich, 1990: 15). Depdikbud (1985: 14) berpendapat bahwa wacana adalah satuan bahasa terlengkap atau satuan gramatikal tertinggi atau terbesar.


(35)

19

Menurut Kridalaksana (1984: 208) wacana adalah satuan bahasa terlengkap; dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Menurut A. Widyamarta (1992: 21) wacana adalah serangkaian kalimat atau proposisi yang berkaitan sehingga membentuk kesatuan dan keserasian makna. Wacana merupakan satuan bahasa di atas tataran kalimat yang digunakan untuk berkomunikasi dalam konteks sosial. Wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan hingga terbentuk makna yang serasi di antara kalimat itu (TBBI, 1993: 34).

2.5.2 Pemahaman Isi Wacana

Menurut Tarigan (1989 :42) aspek-aspek dalam memahami sebuah wacana adalah sebagai berikut:

1) memahami pengertian-pengertian sederhana yang mencakup

a. kemampuan memahami kata-kata/istilah-istilah baik secara leksikal maupun secara gramatikal yang terdapat dalam suatu bacaan;

b. kemampuan memahami pola-pola kalimat, bentuk-bentuk kata serta susunan kalimat-kalimat panjang yang sering dijumpai dalam tulisan resmi;

c. kemampuan menafsirkan lambang atau tanda tulisan yang terdapat dalam bacaan.

2) memahami signifikasi atau makna yang mencakup

a) kemampuan memahami ide-ide pokok yang ditemukan oleh pengarang; b) kemampuan mengaplikasikan isi karangan dengan kebudayaan yang ada; c) dapat meramalkan reaksi-reaksi yang kemungkinan timbul dari pembaca. 3) dapat mengevaluasi isi dan bentuk-bentuk karangan.


(36)

20

2.5.3 Tingkat Kemampuan memahami Wacana

Kemampuan wacana merupakan kemampuan untuk mengetahui dan mengerti isi bacaan secara tepat dan cepat dengan cara melihat hubungan makna yang terdapat dalam bacaan. Seseorang dikatakan mampui memahami wacana apabila ia mengerti tentang kata-kata, kalimat, paragraf, dan ide-ide atau pesan yang ingin disampaikan melalui tulisannya.

Konsep tingkat kemampuan ini mengacu pada konsep Penilaian Acuan Patokan (PAP) yang diungkapkan oleh Nurgiyantoro (1988: 363), yaitu penentuan batas minimal kelulusan dan pemberian nilai tertentu dapat dilakukan dengan perhitungan persentase. Tingkatan kemampuan memahami wacana adalah sebagai berikut.

85% —100% termasuk tingkatan kemampuan baik sekali; 75% —84% termasuk tingkat kemampuan baik;

60% —74% termasuk tingkat kemampuan cukup; 40% —59% termasuk tingkat kemampuan kurang; 0% —39% termasuk tingkat kemampuan sangat kurang. (Nurgiyantoro, 1988: 363)

2.6 Prosedur Close atau Teknik Uji Rumpang

Dalam kajian ini akan dijelaskan hal-hal yang berkaitan dengan teknik uji rumpang, yaitu pengertian uji rumpang, fungsi uji rumpang, kegunaan uji rumpang, kriteria pembuatan uji rumpang, serta keunggulan dan kelemahan uji rumpang.

2.6.1 Pengertian Teknik Uji Rumpang atau Prosedur Close

Diungkapkan oleh Hardjsudjana (1996: 115) bahwa teknik uji rumpang mula-mula diperkenalkan oleh Wilson Taylor (1953) dengan nama 'cloze procedure'. Teknik ini


(37)

21

diilhami oleh suatu konsep dalam ilmu jiwa Gestal, yang dikenal dengan istilah 'clozure'. Konsep ini menjelaskan tentang kecenderungan manusia untuk menyempurnakan suatu pola yang tidak lengkap secara mental menjadi satu kesatuan yang utuh; kecenderungan untuk mengisi atau melengkapi sesuatu yang sesungguhnya ada, tampak dalam keadaan yang tidak utuh; melihat bagian-bagian sebagai suatu keseluruhan.

Seperti dijelaskan oleh Sadtono (1982: 2) istilah 'clozure' mengandung makna sebagai persepsi (penglihatan dan pengertian) yang penuh atau komplit dari gambar atau keadaan yang sebenarnya tidak sempurna. Persepsi keadaan yang sempurna itu diperoleh dengan cara tidak menghiraukan bagian yang hilang atau bagian yang tidak sempurna itu; atau dengan cara mengisi sendiri bagian yang hilang atau kurang sempurna tadi berdasarkan pengalaman yang telah lampau. Berdasarkan konsep tersebut Taylor mengembangkannya menjadi sebuah alat ukur keterbacaan wacana yang diberinya nama 'cloze procedure'. Istilah itu selanjutnya disebut sebagai 'prosedur/teknik uji rumpang'. Robert (1980: 71) mengangkat definisi yang dibuat langsung oleh Taylor (1953) selaku pencipta teknik ini.

Damayanti (1995: 71) merumuskan sebuah yang definisi uji rumpang sebagai berikut. The cloze procedure as amethod of intercepting a message from ‘transmitter’

(writer or speaker) mutilating it’s language patterns by deleting parts, and so administering it to ‘receivers’ (readers or listeners) that their attempts to

make patterns whole again yield a considerable number of cloze units.

Dengan definisi di atas, diketahui bahwa teknik uji rumpang merupakan suatu metode yang sengaja dirancang untuk melatih daya tangkap pembaca terhadap pesan penulis dengan memotong pola bahasa pada bagian-bagian tertentu dengan


(38)

22

melesapkan/merumpangkannya. Setelah itu para pembaca dituntut mampu mengolahnya menjadi pola yang utuh, seperti wujudnya semula, dengan cara mengisi bagian yang dirumpangkan.

Teknik uji rumpang merupakan metode penangkapan pesan dari sumbernya (penulis atau pembicara), mengubah pola bahasa dengan jalan melesapkan bagian-bagiannya, dan menyampaikannya kepada si penerima (pembaca dan penyimak) sehingga mereka berupaya untuk menyempurnakan kembali pola-pola keseluruhan yang menghasilkan sejumlah unit-unit kerumpangan yang dapat dipertimbangkan.

Melalui prosedur isian rumpang, pembaca diminta untuk dapat memahami wacana yang tidak lengkap (karena bagian-bagian tertentu dari wacana tersebut telah dengan sengaja dilesapkan) dengan pemahaman yang sempurna. Bagian-bagian kata yang dihilangkan itu biasanya kata ke-n digantikan dengan tanda-tanda tertentu (garis lurus mendatar atau dengan tanda titik-titik). Penghilangan atau pelesapan bagian-bagian kata dalam prosedur/teknik uji rumpang mungkin juga tidak berdasarkan kata ke-n secara konsisten dan sistematis. Kadang-kadang pertimbangan lain turut menentukan kriteria pengosongan atau pelesapan kata-kata tertentu dalam wacana itu. Misalnya saja, kata kerja, kata benda, kata penghubung,atau kata-kata tertentu yang dianggap penting, bisa juga merupakan kata yang dihilangkan atau dilesapkan. Tugas pembaca adalah mengisi bagian-bagian yang dilesapkan itu dengan kata yang dianggap tepat dan sesuai dengan tuntutan maksud wacana.


(39)

23

2.6.2 Fungsi Uji Rumpang

Teknik uji rumpang bermanfaat untuk:

1) alat ukur tingkat keterbacaan bermanfaat untuk menguji tingkat kesukaran dan kemudahan bahan bacaan; mengklasifikasikan tingkat baca siswa (pembaca) yakni tingkat independen, intruksional, atau frustasi; mengetahui kelayakan wacana sesuai dengan peringkat pembaca;

2) alat pengajaran membaca bermanfaat dalam hal penggunaan isyarat sintaksis; penggunaan isyarat semantik; penggunaan isyarat skematik; peningkatan kosakata; peningkatan daya nalar dan sikap kritis siswa terhadap bahan bacaan. Berikut ini adalah contoh wacana yang akan dijadikan sebagai alat tes uji rumpang.

Bahasa Pengaruhi Mata Kanan

Bahasa tidak hanya digunakan sebagai sarana berkomunikasi dan berhubungan dengan ucapan saja. Respon mata dalam memandang sesuatu juga dipengaruhi oleh bahasa. Akan tetapi, pengaruhnya hanya untuk mata kanan. Para peneliti di University of California menguji hipotesis, yang menyatakan bahwa bahasa berperan dalam mengatur persepsi atau pandangan seseorang, dengan cara melakukan serangkaian tes warna. Dari teks tersebut, mereka menemukan bahwa manusia mampu mengenali warna lebih cepat dengan mata kanan daripada mata kiri. Hasil temuan mereka dimuat dalam Proceedings of the National Academy of Sciences, mereka menyatakan bahwa hal tersebut terjadi karena tubuh bagian kanan diproses oleh area otak yang mengendalikan bahasa.

Teori bahwa bahasa mempengaruhi ____(1)______ adalah bagian dari hipotesis Sapir-Whorf _____(2)_____ ilmu bahasa. Menurutnya, terdapat _____(3)_____ sistematik antara bentuk tata _____(4)_____ dari perkataan seseorang dengan ____(5)______ pemahaman orang tersebut terhadap ___(6)_______ dan tingkah lakunya. Misalnya, _____(7)_____ yang menggunakan bahasa Inggris ____(8)______ dengan jelas batas warna ____(9)______ dan biru tidak seperti _____(10)_____ Mexico yang berbahasa Tarahumara. _____(11)_____ tidak membedakan penyebutan untuk _____(12)_____ warna tersebut.

Dalam penelitian itu, para peneliti meminta tiga belas orang untuk mengidentifikasi warna sebuah lingkaran di antara lingkaran-lingkaran warna lainnya. Pada percobaan pertama, seluruh lingkaran berwarna biru dan salah satunya dengan tingkat ketajaman


(40)

24

berbeda. Dalam percobaan kedua, digunakan dua warna, hijau dan biru. Para sukarelawan ternyata lebih cepat mengenali perbedaan warna pada percobaan kedua jika menggunakan mata kanannya. Adapun pada percobaan pertama tidak ada perbedaan kecepatan.

(Nurhadi, dkk. 2007: 26)

Berdasarkan wacana di atas, terlihat bahwa perumpangan wacana harus mengikuti kaidah yang telah ditetapkan. Pada wacana di atas, paragraf pertama sengaja dibiarkan utuh agar pembaca mengerti apa yang dibicarakan dalam wacana tersebut. Begitu pula dengan paragraf terakhir. Paragraf terakhir sengaja dibiarkan utuh dengan maksud agar pembaca dapat mengira-ngira seperti apa alur wacana tersebut.

Pelesapan pada wacana di atas, dilakukan dengan konsisten. Pelesapan hanya dilakukan pada kata kelima, dan jika pada kata kelima itu adalah kata bilangan maka pelesapan dilakukan pada kata yang selanjutnya. Pelesapan pada wacana di atas tidak dilakukan berdasarkan jenis katanya, melainkan berdasar pada ketentuan yang ada, bahwa jika pelesapan tidak didasarkan pada jenis katanya, maka pelesapan dapat dilakukan pada kata kelima. Berikut adalah teks wacana sebelum dirumpangkan.

Bahasa Pengaruhi Mata Kanan

Bahasa tidak hanya digunakan sebagai sarana berkomunikasi dan berhubungan dengan ucapan saja. Respon mata dalam memandang sesuatu juga dipengaruhi oleh bahasa. Akan tetapi, pengaruhnya hanya untuk mata kanan. Para peneliti di University of California menguji hipotesis, yang menyatakan bahwa bahasa berperan dalam mengatur persepsi atau pandangan seseorang, dengan cara melakukan serangkaian tes warna. Dari teks tersebut, mereka menemukan bahwa manusia mampu mengenali warna lebih cepat dengan mata kanan daripada mata kiri. Hasil temuan mereka dimuat dalam Proceedings of the National Academy of Sciences, mereka menyatakan bahwa hal tersebut terjadi karena tubuh bagian kanan diproses oleh area otak yang mengendalikan bahasa.

Teori bahwa bahasa mempengaruhi persepsi adalah bagian dari hipotesis Sapir-Whorf dalam ilmu bahasa. Menurutnya, terdapat hubungan sistematik antara bentuk tata bahasa dari perkataan seseorang dengan bagaimana pemahaman orang tersebut


(41)

25

terhadap dunia dan tingkah lakunya. Misalnya, orang yang menggunakan bahasa Inggris membedakan dengan jelas batas warna hijau dan biru tidak seperti orang Mexico yang berbahasa Tarahumara. Mereka tidak membedakan penyebutan untuk kedua warna tersebut.

Dalam penelitian itu, para peneliti meminta tiga belas orang untuk mengidentifikasi warna sebuah lingkaran di antara lingkaran-lingkaran warna lainnya. Pada percobaan pertama, seluruh lingkaran berwarna biru dan salah satunya dengan tingkat ketajaman berbeda. Dalam percobaan kedua, digunakan dua warna, hijau dan biru. Para sukarelawan ternyata lebih cepat mengenali perbedaan warna pada percobaan kedua jika menggunakan mata kanannya. Adapun pada percobaan pertama tidak ada perbedaan kecepatan.

(Nurhadi, dkk. 2007:26)

2.6.3 Kegunaan Uji Rumpang

Seperti halnya teknik pengajaran membaca yang lainnya, teknik uji rumpang juga memiliki kegunaan. Kegunaannya antara lain sebagai berikut.

a) Mengukur tingkat keterbacaan sebuah wacana.

1) Menguji tingkat kesukaran dan kemudahan tahap bacaan.

2) Mengklasifikasikan tingkat baca siswa; tingkat independen, instruksional, dan frustrasi.

3) Mengetahui kelayakan wacana sesuai dengan peringkat siswa.

b) Melatih keterampilan dan kemampuan baca siswa melalui kegiatan belajar mengajar.

1) Menggunakan isyarat sintaksis. 2) Menggunakan isyarat semantik. 3) Menggunakan isyarat skematik. 4) Meningkatkan kosakata.


(42)

26

2.6.4 Kriteria Pembuatan Uji Rumpang

Wilson Taylor dalam Hardjasujana dan Mulyati (1996: 144) sebagai pengembang teknik ini, mengusulkan sebuah prosedur yang baku untuk sebuah konstruksi wacana rumpang. Usulannya itu meliputi hal-hal sebagai berikut

a) Memilih suatu wacana yang relatif sempurna yakni wacana yang tidak bergantung pada informasi selanjutnya;

b) melakukan penghilangan atau pelesapan setiap kata ke-n, tanpa memperhatikan arti dan fungsi kata yang dihilangkan atau dilesapkan tersebut;

c) mengganti bagian-bagian yang dihilangkan dengan tanda-tanda tertentu, misalnya dengan garis mendatar (___________);

d) memberi salinan dari semua bagian yang direproduksi kepada siswa atau peserta tes;

e) mengingatkan siswa untuk berusaha mengisi semua lesapan dengan jalan mengajukan pertanyaan-pertanyaan terhadap wacana, memperhatikan konteks wacana, atau memperhatikan kata-kata sisanya;

f) menyediakan waktu yang relatif cukup untuk memberi kesempatan kepada siswa untuk menyelesaikan tugasnya.

Khusus mengenai strategi pelesapan kata, tampaknya ada beberapa ahli yang berbeda pendapat. Perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan sudut pandang mengenai dampak yang akan ditimbulkan dari pelesapan dimaksud. Secara umum, prosedur uji rumpang dapat diklasifikasikan menjadi dua yakni (a) pelesapan setiap kata ke-n (secara selektif) dan (b) pelesapan secara secara selektif atau random. Strategi


(43)

27

pertama melesapkan setiap kata ke-n yang berpedoman terhadap kesistematisan jarak pelesapan.

Sementara strategi kedua, terutama pelesapan secara random, sama sekali tidak mempertimbangkan kesistematisan jarak lesapan. Pemilihan dan penentuan kata yang hendak dilesapkan semata-mata dilakukan secara acak. Namun, strategi pelesapan kata selektif masih dimungkinkan untuk mempertahankan kriteria kesistematisan, meskipun kesistematisan di sini patokannya bukanlah terletak pada kriteria kata selektifnya itu sendiri. Sebagai contoh seseorang yang hendak membuat wacana rumpang dengan menggunakan strategi lesapan kata selektif, mungkin akan memilih lesapan pada setiap kata tugas, setiap kata kerja, setiap kata ganti, dan lain-lain. Para ahli yang berpedoman pada kriteria pembuatan wacana rumpang dengan strategi pelesapan setiap kata ke-n juga menunjukkan keragaman pendapat, terutama berkenaan dengan rentang jarak lesapan yang ditetapkannya. Namun, secara umum pengklasifikasian rentang jarak lesapan bervariasi dari setiap kata ke-5 hingga kata ke-10.

John Haskall dalam Hardjasujana dan Mulyati (1996: 146) menyempurnakan konstruksi tersebut dengan variasi sebagai berikut:

a) memilih suatu teks yang panjangnya lebih kurang 250 kata; b) biarkan kalimat pertama dan kalimat terakhir utuh;

c) mulailah penghilangan itu dari kalimat kedua, yakni pada setiap kata kelima. Pengosongan ditandai dengan garis lurus mendatar yang panjangnya sama;


(44)

28

d) jika kebetulan kalimat kelima jatuh pada kata bilangan, janganlah melakukan lesapan pada kata tersebut. Biarkan kata itu hadir secara utuh, sebagai gantinya mulailah kembali dengan hitungan kelima berikutnya.

Untuk dapat melihat perbedaan kedua kriteria pembuatan wacana rumpang untuk kedua fungsinya tersebut, di bawah ini akan disajikan sebuah pedoman yang dituangkan dalam bentuk tabel.

Tabel 2.1 Kriteria Pembuatan Wacana Rumpang

Karakteristik Sebagai alat ukur Sebagai alat ajar Panjang wacana Antara 250-350 kata dari

wacana terpilih

Wacana maksimal 150 kata

Delisi atau lesapan Setiap kata ke-n hingga berjumlah ± 50 buah

Delisi secara selektif bergantung pada kebutuhan siswa dan pertimbangan guru Evaluasi Jawaban berupa kata yang

persis dan sesuai dengan kunci/teks aslinya ―exact words

Jawaban boleh berupa sinonim atau kata yang secara struktur dan makna dapat menggantikan kedudukan kata yang dihilangkan ―contextual method

Tindak lanjut Lakukan diskusi untuk

membahas jawaban-jawaban siswa

2.6.5 Keunggulan dan Kelemahan Teknik Uji Rumpang

Harjasujana dalam Salem (1999: 49) menjelaskan tentang teknik uji rumpang yang diakui sebagai tes keterbacaan yang valid untuk pembaca yang berbahasa ibu. Hal ini sesuai dengan pembaca bahasa Indonesia yang umumnya mempunyai bahasa ibu, bahasa daerah atau bahasa Indonesia. Pandangan senada dikemukakan pula oleh Damaianti (1995: 78). Damaianti menuliskan bahwa teknik uji rumpang terbukti


(45)

29

sebagai tes yang sangkil dan mangkus. Menurut Djajasudarma dan Nadeak (1996: 64), teknik uji rumpang dipandang sebagai teknik yang relatif lebih objektif dibandingkan dengan hasil-hasil yang didapat dengan mempergunakan formula lain. Lebih jauh dijelaskan bahwa sesungguhnya teknik uji rumpang dapat mengukur keefektifan suatu wacana langsung kepada pembacanya, sedangkan formula lain mengukur keterbacaan hanya dari wacananya. Selain itu, teknik ini juga berfungsi sebagai alat ukur pemahaman wacana di samping sebagai alat ukur keterbacaan.

Heilmann dalam Damaianti (1995: 72) mengungkapkan bahwa teknik uji rumpang berfungsi sebagai sumber informasi mengenai kemampuan pemahaman bacaan seseorang. Pandangan seperti ini pun dikuatkan oleh Mulyati (1995: 47) yang menyitir pendapat Bourmuth (1969). Mulyati mengatakan bahwa dari hasil penelitian Bourmuth diperoleh kesimpulan bahwa teknik uji rumpang mempunyai korelasi yang tinggi dengan berbagai hasil tes membaca lainnya. Menurutnya, ada dua keunggulan dari teknik uji rumpang ini. Pertama, teknik ini mencerminkan keseluruhan pengaruh yang berinteraksi dalam menentukan keterbacaan sebuah wacana. Kedua, teknik ini mengombinasikan hampir seluruh unsur yang berhubungan dengan penentuan keterbacaan.


(46)

30

Teknik uji rumpang memiliki keunggulan dan kelemahan. Ada beberapa keunggulan teknik uji rumpang, yaitu

a) dalam menentukan keterbacaan suatu teks, prosedur ini mencerminkan pola interaksi antara pembaca dan penulis;

b) prosedur isian rumpang bukan saja digunakan untuk menilai keterbacaan, melainkan juga dipakai untuk menilai pemahaman pembacanya;

c) bersifat fleksibel, yaitu guru akan segera dengan tepat mendapat informasi mengenai latar belakang kemampuan dan kebutuhan siswanya;

d) di bidang pengajaran, teknik uji rumpang mendorong siswa tanggap terhadap bahan bacaan;

e) dapat dipergunakan sebagai latihan dan ukuran praktis akan pengetahuan dan pemahaman tata bahasa siswa;

f) dapat menjangkau sejumlah besar individu pada saat yang sama;

g) dapat melatih kesiapan dan ketanggapan dalam upaya memikirkan dan memahami maksud dan tujuan penulis atau wacana.

Kelemahan teknik isian rumpang, yaitu

a) ketepatan seseorang dalam pengisian bagian-bagian yang dihilangkan belum tentu berdasarkan atas pemahamannya terhadap wacana melainkan didasarkan atas pola-pola ungkapan yang telah dikenalnya. Untuk mengatasi hal ini, guru


(47)

31

bisa memilih wacana atau bahan dan disertai dengan diskusi untuk mengetahui lebih jauh alasan-alasan atau jawaban yang diberikan oleh siswa;

b) hanya cocok digunakan untuk kepentingan membaca dalam hati atau membaca pemahaman. Dengan demikian, kelemahan-kelemahan siswa dalam hal membaca nyaring seperti pelafalan, intonasi, penggunaan tanda baca, dan lain-lain tidak bisa dideteksi dengan teknik ini.

Teknik uji rumpang (metode klos) menurut Heilman, Hittleman, dan Bartmuth (Sujana dalam Sutrisno, 2006), bukan sekedar bermanfaat untuk mengukur tingkat keterbacaan wacana, melainkan juga mengukur tingkat keterpahaman pembacanya. Melalui teknik ini kita akan mengetahui perkembangan konsep, pemahaman, dan pengetahuan linguistik siswa. Hal ini sangat berguna untuk menentukan tingkat instruksional yang tepat murid-muridnya.


(48)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yakni metode yang memaparkan atau menggambarkan suatu hal secara empirik. Dalam hal ini, penulis memaparkan tentang kecepatan efektif membaca siswa kelas X SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung tahun ajaran 2010/2011.

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian adalah seluruh siswa yang berada di sekolah yang dijadikan tempat penelitian. Sampel adalah jumlah siswa yang akan dijadikan subjek penelitian. Di bawah ini diuraikan populasi dan sampel yang digunakan dalam penelitian.

3.2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Muhammadiyah 2 Bandarlampung tahun ajaran 2010/2011. Populasi tersebut berjumlah 207 siswa yang tersebar dalam lima kelas. Rinciannya dapat dilihat pada tabel berikut ini.


(49)

33

Tabel 3.2 Jumlah Siswa Kelas X SMA Muhammadiyah 2 Bandarlampung Tahun Ajaran 2010/2011

3.2.2 Sampel

Penulis menentukan sampel penelitian sebanyak 20% dari jumlah populasi 207 siswa yaitu 43 siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Arikunto (2002: 112), bahwa apabila subjek kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitian ini merupakan penelitian populasi. Selanjutnya, jika jumlah subjeknya besar dapat diambil antara 10%—15 % atau 20%—25% atau lebih mengingat waktu, wilayah, dan risiko.

Dalam penentuan sampel, digunakan teknik random sampling, yaitu teknik pengambilan sampel secara acak tanpa pilih-pilih. Jadi, setiap anggota dari populasi mempunyai kemungkinan dan kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel.

Adapun langkah-langkah dalam menentukan sampel sebagai berikut.

1) Membuat daftar nama semua subjek yang menjadi anggota populasi dan diberi nomor urut sebagai kode.

2) Kode nomor urut tersebut ditulis pada kertas kecil dan digulung rapi.

Nomor Kelas Jumlah Siswa

1 X A 33

2 X B 43

3 X C 44

4 X D 43

5 X E 44


(50)

34

3) Gulungan kertas dimasukkan ke dalam suatu tempat, kemudian dikocok dan dikeluarkan satu persatu sesuai jumlah sampel setiap kelasnya.

4) Nomor-nomor yang keluar akan dijadikan anggota sampel. Jumlah sampel untuk tiap kelas dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 3.3 Sebaran Sampel Siswa Tiap Kelas

Nomor Kelas Jumlah Siswa 20% x jumlah siswa

Jumlah Sampel

1 X A 33 6,6 7

2 X B 43 8,6 9

3 X C 44 8,8 9

4 X D 43 8,6 9

5 X E 44 8,8 9

Jumlah 207 41,4 43

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Tes kecepatan efektif membaca meliputi dua aspek, yaitu aspek kecepatan membaca dan aspek pemahaman isi bacaan. Oleh karena itu, tes untuk mengukur kecepatan membaca efektif siswa dilakukan dalam dua tahap. Pertama, mengukur kecepatan membaca siswa dengan cara memberikan wacana kepada siswa kemudian menyuruh siswa berpasangan dengan temannya dan secara bergantian membaca wacana tersebut. Waktu membaca siswa dihitung menggunakan stopwatch sejak siswa mulai membaca. Selanjutnya dihitung kecepatan membaca siswa sesuai dengan rumus yang ada.

Kedua, mengukur pemahaman siswa terhadap bacaan dengan cara memberikan lembaran yang berisikan soal-soal yang berhubungan dengan wacana yang telah


(51)

35

siswa baca. Soal yang diteskan dalam penelitian ini menggunakan Prosedur close atau teknik uji rumpang. Waktu mengerjakan tes wacana uji rumpang adalah selama 30 menit. Setelah kedua tes dilakukan, barulah mengukur kecepatan efektif membaca para siswa dengan menggunakan rumus yang ada.

Langkah-langkah pengumpulan data.

1. Membagi siswa duduk berpasang-pasangan.

2. Membagi siswa menjadi dua kelompok, yaitu kelompok A dan kelompok B. 3. Membagi lembar wacana kepada siswa dan menyuruh siswa membacanya

secara bergantian. Ketika kelompok A membaca maka kelompok B menghitung waktunya, demikian sebaliknya.

4. Setelah selesai membaca, lembar wacana dikumpulkan dan siswa dibagikan lembar wacana rumpang dan siswa mengerjakannya bersamaan.

3.4 Uji Persyaratan Instrumen

Untuk memperoleh data yang lengkap, instrumen harus memenuhi dua persyaratan dalam suatu alat penelitian, yaitu harus valid dan reliabel. Untuk itu, instrumen harus diuji terlebih dahulu dengan uji validitas dan uji reliabilitas. 3.4.1 Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Bentuk tes yang digunakan adalah tes objektif dengan skor penilaian 1-0, sehingga penganalisisan butir soal dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi point-biserial dengan bantuan program Microsoft Excel. Adapun kriteria pengujiannya adalah apabila

r

hitung >

r

tabel dengan taraf signifikansi 0,05


(52)

36

maka instrumen tersebut valid. Sebaliknya jika

r

hitung <

r

tabel maka instrumen tersebut tidak valid.

Rumus korelasi point-biserial menurut Hartono (2004) adalah sebagai berikut.

Keterangan:

= rata-rata skor untuk yang menjawab benar = rata-rata skor untuk seluruhnya

= proporsi yang menjawab benar = 1-

= standar deviasi total

Uji coba instrumen dilakukan diluar jangkauan daerah yang diteliti agar mendapatkan hasil yang valid dan reliabel. Hasil analisis instrumen yang diujicobakan terhadap 90 butir soal menunjukkan bahwa koefisien korelasi butir-totalnya (rpb) berkisar dari 0.3 sampai dengan 0.652, dengan n = 25. Apabila dibandingkan dengan nilai kritik rtabel dengan taraf signifikansi 0.05, yakni 0.396, maka terdapat 4 butir soal yang memiliki nilai rhitung lebih kecil dari rtabel sehingga keempat soal tersebut dinyatakan tidak valid. Keempat butir soal yang tidak valid tersebut adalah nomor 4, 70, 89, dan 90. Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan, keempat butir soal yang tidak valid tersebut dinyatakan gugur (drop). Dengan demikian, terdapat 86 butir soal yang memenuhi syarat untuk digunakan dalam penelitian sesungguhnya.


(53)

37

3.4.2 Uji Reliabilitas

Reliabilitas digunakan untuk menunjukkan bahwa suatu instumen dapat dipercaya atau diandalkan sebagai alat pengumpul data. Pengujian reliabilitas diukur menggunakan excel dengan Rumus KR-20. Kriteria pengujiannya adalah apabila

r

hitung >

r

tabel dengan taraf signifikansi 0,05 maka alat pengukuran tersebut reliabel, sebaliknya jika

r

hitung <

r

tabel maka alat pengukuran tersebut tidak reliabel. Rumus KR-20 digunakan karena instrumen tes memiliki skor 1-0 sehingga tepat apabila menggunakan rumus ini.

Rumus KR-20 menurut Djiwandono (2008) adalah sebagai berikut.

r =         

st

pq k k 2 1 1

Dari hasil analisis validitas dengan menggunakan korelasi point-biserial diketahui ada empat butir soal yang tidak layak digunakan dalam penelitian ini, sedang sisanya sebanyak 86 soal dinyatakan layak digunakan. Hasil analisis reliabilitas yang menggunakan rumus KR-20, dengan taraf signifikansi 0.05 diperoleh koefisien reliabilitas = 1. Hal tersebut berarti bahwa koefisien reliabilitas tersebut tergolong tinggi dan memiliki keterandalan yang tinggi, sehingga tes tersebut dapat digunakan untuk penelitian. Berdasarkan hasil yang diperoleh, diketahui bahwa instrumen yang akan digunakan telah valid dan reliabel untuk digunakan sebagai instrumen penelitian.


(54)

38

3.5 Teknik Analisis Data

Langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisis data yaitu sebagai berikut. 1. Menghitung kecepatan membaca siswa berdasarkan hasil membaca wacana

yang telah dihitung dengan menggunakan stopwatch, dengan rumus menurut Soedarso, 2005: 14.

Jumlah kata yang dibaca

x 60 = Jumlah kata per menit (kpm) Jumlah detik untuk membaca

Setelah hasil kecepatan membaca diketahui kemudian dimasukkan dalam tabel. Setelah hasil perolehan kecepatan membaca didapat, kemudian dikategorikan ke dalam indikator kecepatan membaca menurut Hatikah dan Mulyanis (2006), yaitu sebagai berikut.

Tabel 3.5 Indikator Kecepatan Membaca

Skor Maksimal Kategori

250—... kata per menit 200—250 kata per menit 150—200 kata per menit 100—150 kata per menit

Baik sekali Baik Sedang Kurang

2. Menghitung tingkat pemahaman siswa berdasarkan hasil mengisi wacana rumpang, yang dihitung dengan rumus:

skor yang diperoleh

x 100% = X skor maksimal

Keterangan:


(55)

39

Setelah skor pemahaman siswa diketahui, selanjutnya digolongkan ke dalam tingkatan kemampuan memahami wacana menurut Nurgiyantoro (1988: 363), yang tertera pada tabel berikut ini.

Tabel 3.6 Indikator Pemahaman Wacana

Skor Maksimal Kategori

85%—100% 75%—84% 60%—74% 40%—59% 0%—39%

Baik sekali Baik Cukup Kurang Sangat kurang

3. Menghitung kecepatan efektif membaca siswa dengan menggunakan rumus,

Wd K

(X 60) X

Si B

= Kecepatan Efektif Membaca

Keterangan:

K : jumlah kata yang dibaca

Wd : waktu baca yang ditempuh dalam satu detik B : skor bobot perolehan tes yang dijawab benar Si : skor ideal (Harjasudjana, 1996: 69).

Untuk menginterpretasikan tingkat KEM, maka penulis berpedoman pada tolok ukur yang telah dibuat sebelumnya oleh Fauziah (2010: 57).

Tabel 3.7 Tolok Ukur Tingkat Kecepatan Efektif Membaca No. Kecepatan Efektif Membaca

(KPM) Kategori

1. 175 ke atas Cepat

2. 150—174 Sedang

3. 125—149 Lambat


(56)

40

4. Menyimpulkan kesesuaian kecepatan efektif membaca siswa kelas X SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung dengan standar KEM yang ada pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Adapun standar KEM yang ada dalam KTSP adalah 250 kpm.


(57)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 14—16 Agustus 2010 di kelas X SMA Muhammadiyah 2 Bandarlampung tahun ajaran 2010/2011. Pelaksanaan penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan efektif membaca siswa. Data dalam penelitian ini diperoleh dari tes kecepatan membaca wacana dan tes pemahaman isi wacana. Tes pemahaman isi wacana dilakukan dengan tes uji rumpang atau prosedur cloze yang berjumlah 86 isian rumpang. Penelitian ini dilaksanakan dalam satu kali pertemuan di kelas X SMA Muhammadiyah 2 Bandarlampung.

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu (1) siswa membaca wacana yang sudah disediakan dan menghitung kecepatan membacanya; (2) setelah selesai dibaca dan menghitung kecepatan membacanya, wacana dikembalikan dan siswa diberi lembaran wacana yang telah dirumpangkan. Penelitian dilakukan tertutup dan dipandu oleh tiga orang pembimbing agar siswa tidak melakukan kesalahan dalam penghitungan dan juga agar siswa tidak bekerja sama ketika mengisi wacana rumpang yang telah disediakan.

Dari penelitian, diperoleh hasil berupa data kecepatan membaca siswa dan pemahaman membaca wacana siswa kelas X SMA Muhammadiyah 2


(58)

42

Bandarlampung. Data hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada uraian sebagai berikut.

4.1.1 Data Kecepatan Membaca Siswa

Untuk mendapatkan data kecepatan membaca siswa, dalam pelaksanaan penelitian siswa membaca wacana dengan jumlah ± 250 kata dan berpasangan dengan teman sebangkunya. Siswa saling bergantian membaca dan menghitung waktu membaca temannya dengan menggunakan stopwatch. Setelah selesai membaca, masing-masing siswa menghitung kecepatan membacanya. Hasil kecepatan membaca siswa dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.8 Data Kecepatan membaca

No. Indikator Frekuensi Persentase (%)

1. 2. 3. 4.

250 kpm—... kpm 200 kpm—249 kpm 150 kpm—199 kpm 100 kpm—149 kpm

9 8 21 5 20,93 18,60 48,83 11,62 Rata-Rata: 8637 : 43 = 200,86

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan siswa yang berada pada rentang 150—199 kata per menit sebanyak 21 siswa atau 48,83%. Selanjutnya sebanyak 9 siswa berada pada rentang 250—... kpm atau 20,93% , 8 siswa berada pada rentang 200—249 kpm atau 18,60%, dan 5 siswa berada pada rentang 100—149 kpm atau 11,62%. Hasil kecepatan membaca ini mempunyai rata-rata 200,86 kpm.

4.1.2 Data Pemahaman Wacana

Data selanjutnya adalah data pemahaman isi wacana. Dalam penelitian ini, setelah siswa selesai membaca dan menghitung kecepatan membacanya, siswa diberikan lembar wacana yang telah dirumpangkan. Hasil kerja siswa kemudian dikoreksi dan diberi skor. Data hasil penelitian dicantumkan dalam tabel berikut.


(59)

43

Tabel 4.9 Data pemahaman Wacana

Rentang Skor Frekuensi Persentase (%)

85—100 75—84 60—74 40—59 0—39

4 8 13 18 0 9,3 18,6 30,2 41,9 0

Jumlah 43 100

Rerata skor: 2742 : 43 = 63,76

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa siswa banyak berada pada rentang 40—59 sebanyak 18 siswa atau 41,9%. Disusul dengan 13 siswa berada pada rentang 60—74 dan persentase 30,2. Sementara itu, untuk rentang 75—84 sebanyak 8 atau 18,6% siswa yang berhasil mencapainya. Untuk berada pada rentang 85—100 ada 4 siswa atau 9,3%. Sedangkan untuk rentang 0—39 tidak ada siswa yang berada pada rentangan itu. Hasil rata-rata untuk pemahaman wacana siswa adalah 63,76.

4.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian, pada pembahasan ini diuraikan mengenai hasil kecepatan membaca, pemahaman membaca wacana dan kecepatan efektif membaca siswa.

4.2.1 Kecepatan Membaca Wacana

Penelitian ini dilakukan dalam dua kali tes, yaitu tes kecepatan membaca dan tes pemahaman wacana. Pada tes kecepatan membaca, siswa dipasangkan dengan teman sebangkunya dan dibagi menjadi dua kelompok. Siswa pada lajur kiri disebut kelompok A dan siswa pada lajur kanan diberi nama kelompok B. siswa A diberi wacana dan siswa B menghitung waktu pasangannya membaca, begitu sebaliknya. Setelah seluruh siswa membaca, kemudian siswa menghitung kecepatan membaca dirinya sendiri.


(60)

44

Berdasarkan data, diperoleh hasil kecepatan membaca dengan tolok ukur yang berdasar pada kecepatan membaca, hasil tersebut kemudian dimasukkan dalam tabel indikator kecepatan membaca wacana menurut Hatikah dan Mulyanis (2006) sebagai berikut.

Tabel 4.10 Tingkat Kecepatan Membaca Wacana

No. Indikator Frekuensi Kategori Kemampuan

1. 2. 3. 4.

250 kpm—... kpm 200 kpm—249 kpm 150 kpm—199 kpm 100 kpm—149 kpm

9 8 21 5 Baik sekali Baik Cukup kurang Rata-Rata: 8637 : 43 = 200.86

Kategori Kemampuan baik

Berdasarkan tabel tingkat kecepatan, maka diketahui bahwa sebanyak 5 siswa berada pada rentang kecepatan 100—149 kpm dengan kriteria kurang. Sebanyak 21 siswa berada pada rentang 150—199 kpm dengan kriteria cukup. Pada rentang 200—249 kpm dengan kriteria baik terdapat 8 siswa, sedangkan rentang 250—...kpm atau dengan kriteria baik sekali terdapat 9 siswa. Hal ini menunjukkan bahwa siswa yang berhasil mencapai kriteria ketuntasan untuk membaca cepat ± 250 kata per menit hanya berjumlah 9 siswa. Hasil rata-rata kecepatan membaca siswa adalah 200,86 dan berkategori baik. Hal ini menunjukkan bahwa kecepatan membaca siswa harus ditingkatkan.


(61)

45

Tingkat kecepatan membaca siswa dapat digambarkan dalam grafik berikut.

Gambar 4.1 Grafik Tingkat Kecepatan Membaca

Berdasarkan data dari tabel 4.10 dan grafik 4.1 di atas, diketahui bahwa tingkat kecepatan membaca pada rentang 250—….. kpm adalah sebanyak 9 siswa dengan persentase 20,93. Rentang 200—249 kpm sebanyak 8 siswa dengan persentase 18,60, rentang 150—199 sebanyak 21 siswa dengan persentase 48,83 dan rentang 100—149 kpm sebanyak 5 siswa dengan persentase11,62. Hasil rata-rata kecepatan membaca siswa adalah 200,86 dan berada pada persentase 48,83 dengan kategori baik.

4.2.2 Pemahaman wacana

Kemampuan memahami wacana adalah kemampuan untuk mengetahui dan mengerti isi bacaan secara tepat dan cepat dengan cara melihat hubungan makna yang terdapat dalam bacaan. Seseorang dikatakan mampu memahami wacana apabila ia mengerti tentang kata-kata, kalimat, paragraf, dan ide-ide atau pesan yang ingin disampaikan melalui tulisannya. 20,93 18,60 48,83 11,62 0 10 20 30 40 50 p e r s e n t a s e Indikator

Tingkat Kecepatan Membaca

250 kpm – ... kpm 200 kpm – 249 kpm 150 kpm – 199 kpm 100 kpm – 149 kpm


(62)

46

Dalam penelitian ini, siswa diharuskan mengerti dan memahami wacana dengan menggunakan tes uji rumpang. Dengan menggunakan tes uji rumpang, diharapkan siswa dapat mengerti isi bacaan, tidak hanya dengan menghafalnya, tapi melalui ingatan yang tercipta dari pahamnya siswa akan bacaan. Setelah siswa membaca wacana dan menghitung kecepatan membacanya, masing-masing siswa diberi sebuah wacana yang sudah dirumpangkan sebagai tes pemahaman isi wacana.

Hasil pemahaman wacana pada tabel distribusi frekuensi dapat dimasukkan pada rentang skor menurut Nurgiyantoro, dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.11 Tingkat Pemahaman Wacana

Berdasarkan data di atas, diketahui bahwa pemahaman membaca siswa yang mencapai kategori baik sekali berjumlah 4 orang, yang mencapai kategori baik berjumlah 8 orang, yang mencapai kategori cukup berjumlah 13 orang, yang mencapai kategori kurang berjumlah 18 orang, dan yang mencapai kategori sangat kurang tidak ada. Dengan tingkat pemahaman wacana siswa tergolong cukup.

Rentang Skor Frekuensi Kategori Kemampuan

85—100 75—84 60—74 40—59 0—39

4 8 13 18 0

Baik Sekali Baik Cukup Kurang Sangat Kurang

Jumlah 43


(63)

47

Distribusi hasil pemahaman wacana dapat digambarkan dalam grafik berikut.

Gambar 4.2 Grafik Tingkat Pemahaman Wacana

Berdasarkan data pada tabel 4.11 dan grafik 4.2 di atas, diketahui bahwa tingkat pemahaman wacana siswa 85—100 sebanyak 5 siswa dengan persentase 11,62, lalu pada rentang 75—84 sebanyak 4 siswa dengan persentase 9,31. Pada rentang 60—74 sebanyak 14 siswa dengan persentase 32,55. Selanjutnya, pada rentang 40—59 sebanyak 20 siswa dengan persentase 46,52 dan tidak ada siswa pada rentang 0—39.

4.2.3 Kecepatan Efektif Membaca

Berdasarkan tes yang dilakukan, diperoleh data KEM siswa yang tertera pada tabel berikut.

Tabel 4.12 Tingkat Kecepatan Efektif Membaca

No. Interval KEM Kategori Frekuensi Persentase (%)

1. 175 ke atas Cepat 7 16,27

2. 150—174 Sedang 3 6,98

3. 125—149 Lambat 9 20,94

4. <125 Sangat Lambat 24 55,81

Jumlah: 43 100

Rata-rata: 5467 : 43 = 127,139 KPM Kategori Lambat 9,3 18,6 30,2 41,9 0 0 10 20 30 40 50 Persentase

Tingkat Pemahaman Wacana


(64)

48

Berdasarkan tabel di atas, dengan menggunakan tolok ukur yang ada, dapat disimpulkan bahwa kemampuan KEM siswa kelas X SMA Muhammadiyah 2 Bandarlampung tahun ajaran 2010/2011 tergolong lambat. Nilai rata-rata berada pada rentang 125—149. Siswa yang mencapai kategori kemampuan KEM cepat berjumlah 7 siswa, kategori sedang berjumlah 3 siswa, 9 siswa tergolong lambat dan 24 siswa tercatat berkemampuan sangat lambat.

KEM dalam penelitian ini dilakukan dalam tes yang terdiri dari dua aspek, yaitu (1) kecepataan membaca dan (2) pemahaman isi bacaan. Data kedua aspek tersebut secara lengkap dapat dilihat pada tabel lampiran kecepatan membaca dan tabel lampiran pemahaman wacana. Untuk aspek kecepatan membaca, rata-rata keseluruhan skor yang diperoleh siswa adalah 200,33 dengan kategori baik. Sedangkan untuk aspek kemampuan pemahaman wacana, perolehan skor rata-rata siswa adalah 63,90 dengan kategori cukup.

Sesuai dengan KTSP kecepatan efektif membaca siswa kelas X adalah 250 kpm, maka diperoleh hasil kecepatan efektif membaca siswa SMA Muhammadiyah 2 Bandarlampung tahun ajaran 2010/2011 yaitu dari sampel yang ditentukan 43 orang, yang mencapai lebih dari 250 kpm adalah sebanyak 4 orang atau 10%, Sedangkan 39 siswa lainnya atau 90% kurang dari 250 kpm (lebih lanjut lihat lampiran tabel KEM).


(65)

49

> 250 kpm 10%

< 250 kpm 90%

Berdasarkan pembahasan di atas, hasil kecepatan efektif membaca siswa SMA Muhammadiyah 2 Bandarlampung dapat digambarkan dalam diagram berikut.

Gambar 4.3 Diagram Kecepatan Efektif Membaca

Berdasarkan diagram di atas, terlihat bahwa siswa yang mencapai hasil KEM 250 kpm hanya 10%, dan 90% siswa tidak mencapai kpm yang ditentukan atau kurang dari 250 kpm. Dari penelitian yang dilakukan, terlihat bahwa tidak selamanya waktu baca yang cepat menentukan tingkat pemahaman yang tinggi. Bahkan diketahui bahwa hasil membaca cepat siswa dengan nilai yang tinggi ternyata mempunyai tingkat pemahaman yang tidak terlalu baik.


(1)

Berdasarkan tabel di atas, dengan menggunakan tolok ukur yang ada, dapat disimpulkan bahwa kemampuan KEM siswa kelas X SMA Muhammadiyah 2 Bandarlampung tahun ajaran 2010/2011 tergolong lambat. Nilai rata-rata berada pada rentang 125—149. Siswa yang mencapai kategori kemampuan KEM cepat berjumlah 7 siswa, kategori sedang berjumlah 3 siswa, 9 siswa tergolong lambat dan 24 siswa tercatat berkemampuan sangat lambat.

KEM dalam penelitian ini dilakukan dalam tes yang terdiri dari dua aspek, yaitu (1) kecepataan membaca dan (2) pemahaman isi bacaan. Data kedua aspek tersebut secara lengkap dapat dilihat pada tabel lampiran kecepatan membaca dan tabel lampiran pemahaman wacana. Untuk aspek kecepatan membaca, rata-rata keseluruhan skor yang diperoleh siswa adalah 200,33 dengan kategori baik. Sedangkan untuk aspek kemampuan pemahaman wacana, perolehan skor rata-rata siswa adalah 63,90 dengan kategori cukup.

Sesuai dengan KTSP kecepatan efektif membaca siswa kelas X adalah 250 kpm, maka diperoleh hasil kecepatan efektif membaca siswa SMA Muhammadiyah 2 Bandarlampung tahun ajaran 2010/2011 yaitu dari sampel yang ditentukan 43 orang, yang mencapai lebih dari 250 kpm adalah sebanyak 4 orang atau 10%, Sedangkan 39 siswa lainnya atau 90% kurang dari 250 kpm (lebih lanjut lihat lampiran tabel KEM).


(2)

49

> 250 kpm 10%

< 250 kpm 90%

Berdasarkan pembahasan di atas, hasil kecepatan efektif membaca siswa SMA Muhammadiyah 2 Bandarlampung dapat digambarkan dalam diagram berikut.

Gambar 4.3 Diagram Kecepatan Efektif Membaca

Berdasarkan diagram di atas, terlihat bahwa siswa yang mencapai hasil KEM 250 kpm hanya 10%, dan 90% siswa tidak mencapai kpm yang ditentukan atau kurang dari 250 kpm. Dari penelitian yang dilakukan, terlihat bahwa tidak selamanya waktu baca yang cepat menentukan tingkat pemahaman yang tinggi. Bahkan diketahui bahwa hasil membaca cepat siswa dengan nilai yang tinggi ternyata mempunyai tingkat pemahaman yang tidak terlalu baik.


(3)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Dari penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa hasil kecepatan efektif membaca siswa kelas X SMA Muhammadiyah 2 Bandarlampung belum mencapai standar KEM yang telah ditetapkan dalam kurikulum 2006, yaitu ± 250kpm. Hal ini berdasarkan data hasil penelitian bahwa yang berhasil mencapai KEM ± 250 kpm hanya 4 orang dan yang tidak mencapai ± 250 kpm adalah sebanyak 39 siswa.

Perolehan hasil kecepatan membaca dan pemahaman wacana dapat dilihat berikut ini. a. Kecepatan membaca wacana dengan perolehan tertinggi yaitu 357 kpm dan

terendah yaitu 121 kpm, dengan skor rata-rata 200,86 dengan kategori baik. b. Pemahaman wacana memperoleh skor tertinggi yaitu 93 dan terendah 40, dengan

rata-rata nilai 63,76 dengan kategori cukup.

c. Kecepatan efektif membaca siswa yaitu 282 kpm untuk skor tertinggi dan 57 kpm untuk skor terendah, dengan rata-rata 130, 14 dengan kategori lambat.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dapat penulis sarankan kepada guru mata pelajaran Bahasa Indonesia agar dapat lebih intensif memberikan pelatihan kepada siswa tentang KEM. Guru juga diharapkan memiliki pengetahuan yang lebih mendalam


(4)

51

lagi tentang KEM agar dapat memberikan pembelajaran dengan menggunakan teknik-teknik yang dapat membantu siswa meningkatkan kemampuan membacanya.

Kepada siswa, penelitian ini diharapkan dapat membuat siswa memiliki kemauan dan keinginan untuk terus berlatih membaca untuk meningkatkan kecepatan efektif membacanya. Siswa juga diharapkan untuk selalu menerapkan teknik-teknik membaca cepat dalam setiap kegiatan membaca.

Kepada mahasiswa program studi Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah yang hendak melakukan penelitian tentang KEM, penulis merekomendasikan untuk mengaitkan penelitian tentang KEM dengan faktor-faktor yang mendukung kegiatan membaca. Penelitian selanjutnya juga diharapkan dapat memperhatikan hambatan-hambatan membaca yang dilakukan siswa selama kegiatan penelitian.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Alwiyah. 2001. Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Bandung. Kaifa.

Arikunto, Suharsimi. 1986. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Burhan, Jazir. 1981. Problematika Bahasa dan Pengajaran Bahasa.

Bandung: Ganeco.

Damaianti, Vismaia Sabariah. 1995. Kecendrungan Pola Sintaksis dan Semantis Wacana Ilmiah dan Wacana Sastra Terpilih Dilihat dari Segi Tingkat Keterpahamannya . Bandung: Program Pascasarjana IKIP

Djiwandono, M. Soenardi. 2008. Tes Bahasa Pegangan Bagi Pengajar Bahasa. Jakarta: PT Indeks

Fauziah,SM. Wardatul. 2010. Hubungan Antara Intelegensi Dengan Kecepatan Efektif Membaca Siswa Kelas X Akselerasi SMA Negeri 1 Terbanggi Besar Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2009/2010. Skripsi:

Bandarlampung.

Handayani, Lilis. 2009. Kecepatan Membaca Efektif Siswa Kelas X SMA Negeri 5 Bandarlampung Tahun Pelajaran. 2007/2008. Skripsi: Bandarlampung. Harjasudjana, Ahmad S. 1986. Buku Materi Pokok Keterampilan Membaca.

Jakarta: Karunika Universitas Terbuka. __________. 1996. Membaca 2. Jakarta: Depdikbud

Hartono. 2004. Statistik Untuk Penelitian. Yogyakarta: LSFK2P

Hatikah, Tika, dan Mulyanis. 2006. Berbahasa dan Bersastra Indonesia (LKS). Jakarta: Grafindo

Mulyati, Yeti. 1995. “Teknik Rumpang: Suatu Alternatif Metode Pengujian Keterbacaan Wacana dan Strategi Pembelajaran Membaca” dalam Media Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia No.1. Bandung: FPBS-IKIP


(6)

53

Nadeak dan Djajasudarma. 1996. Bahasa dan Sastra Indonesia. Bandung: Pustaka Wina

Nurgiyantoro, Burhan. 1988. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Jakarta: BPFG.

Nurhadi. 1987. Membaca Cepat dan Efektif. Bandung: CV Rineka Cipta. Salem, Laurensius. 1999. Tingkat Keterbacaan Bahan Mulok bagi Murid SD

Berdasarkan Pertimbangan Pakar dan Hasil Tes (Tesis). Bandung: Pascasarjana UPI

Semi, M. Atar. 1993. Rancangan Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Bandung: Angkasa.

Soedarso. 2006. Reading Speed Sistem Membaca Cepat dan Efektif. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Sutrisno. 2006. Meningkatkan Kecepatan Efektif Membaca dengnan Menggunakan metode klos siswa kelas XI IPA 2 SMA N 3 Sidoarjo. Skripsi: Malang.

Tampubolon, D.P. 1987. Kemampuan Membaca. Bandung: Angkasa.

Tarigan, Henry Guntur. 1986. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

__________. 1990. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Universitas Lampung. 2011. Format Penulisan Karya Ilmiah. Bandarlampung: Universitas Lampunng.


Dokumen yang terkait

KECEPATAN EFEKTIF MEMBACAPADASISWA KELAS X SMA MUHAMMADIYAH 2 BANDAR LAMPUNG TAHUN AJARAN 2010/2011 (Skripsi) Oleh IGESTIYANA PUSPA SARI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2012

0 33 69

HUBUNGAN MASALAH YANG DIALAMI MAHASISWA DENGAN PRESTASI AKADEMIK PADA MAHASISWA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG TAHUN AKADEMIK 2010/2011

13 66 72

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN PILIHAN KARIER PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 5 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2010/2011

1 10 69

PERANAN PENDIDIKAN KEPRAMUKAAN DALAM MENANAMKAN NILAI KARAKTER BAGI MAHASISWA PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN (PPKn) ANGKATAN 2011 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

1 19 101

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL MENGGUNAKAN TEKNIK ASSERTIVE TRAINING PADA SISWA KELAS X SMA MUHAMMADIYAH 2 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2011/2012

2 12 65

FAKTOR-FAKTOR DETERMINAN PRESTASI BELAJAR KOMPUTER AKUNTANSI MAHASISWA PENDIDIKAN EKONOMI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

0 8 110

FAKTOR-FAKTOR DETERMINAN PRESTASI BELAJAR KOMPUTER AKUNTANSI MAHASISWA PENDIDIKAN EKONOMI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

0 5 107

PEMETAAN TEMPAT KOS MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG DI KELURAHAN KAMPUNG BARU TAHUN 2014

6 38 53

STUDI OPTIMALISASI FASILITAS PARKIR DI FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN(FKIP) UNIVERSITAS LAMPUNG

2 11 47

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017 ABSTRAK - PENGISIAN JABATAN FUNGSIONAL DI INSPEKTORAT KOTA BANDAR LAMPUNG

0 1 13