98
3.6. Hambatan dan Tantangan dalam Implementasi Open Government Indonesia
Selama bergulir dari tahun 2011-2014, implementasi OGI menghadapi hambatan dan tantangan yang hampir sama dari tahun ke tahun. Berdasarkan penjelasan yang
telah dipaparkan pada Bab sebelumnya, hambatan dan tantangan tersebut terbagi menjadi beberapa kategori, yakni:
3.6.1. Hambatan Struktural
Masih ada beberapa Badan Publik dan Pemerintah Daerah yang belum memiliki PPID. Padahal menurut PP No. 65 tahun 2010, Pejabat Pengelola Informasi dan
Dokumentasi PPID harus didirikan di tiap instansi, baik pusat maupun daerah. Atau, walaupun sudah ada PPID namun masih banyak yang belum dilengkapi dengan
kelengkapan-kelengkapan khusus seperti SOP yang dituangkan dalam peraturan daerah, PPID Pembantu, jabatan struktural untuk aparat PPID, regulasi daerah yang
mengatur klasifikasi informasi yang terbuka dan yang dapat dikecualikan, dll. Selain itu juga seringkali kewenangan PPID belum jelas diatur. Padahal kewenangan PPID perlu
dipertegas mengingat besarnya peran institusi ini sebagai bagian terdepan dalam implementasi UU KIP pada setiap badan publik. Dengan adanya penguatan terhadap
kewenangan PPID yang bersifat internal, maka setiap badan publik dapat secara serius bertanggung jawab terhadap implementasi UU KIP.
3.6.2. Hambatan Substansial
Keterbukaan informasi publik masih terbatas dalam kaidah formalitas, belum substansial. Berdasarkan hasil observasi baik di Pemerintah Pusat maupun daerah
sampel, implementasi KIP dijalankan hanya sebatas pemenuhan kewajiban, belum menjadi dorongan dan gerakan yang kuat untuk bertransformasi dan membuka diri
secara menyeluruh. Hal ini dibuktikan dengan kurangnya kemauan untuk membuka diri secara proaktif, tanpa diminta atau dimohon oleh masyarakat.
3.6.3. Hambatan dalam Respon Masyarakat
Tidak semua kelompok masyarakat memanfaatkan keberadaan UU KIP untuk memperoleh informasi. Hal ini salah satunya dibuktikan pula dengan keterbatasan
keterlibatan masyarakat dalam proses pembuatan regulasi dan kebijakan publik, juga karena hambatan baik yang berasal dari masyarakat sendiri maupun berbagai
hambatan teknis dan ketentuan yang ada di DPR. Dari beberapa wawancara mendalam
99
khususnya di Provinsi Sumatera Barat, beberapa narasumber menyebutkan bahwa banyak dari masyarakat yang kurang atau sama sekali tidak tertarik untuk mengetahui
haknya atas informasi, bahkan dalam penelitian CSIS disebutkan juga bahwa ada satu kelompok masyarakat di Jawa Timur yang tidak tertarik untuk mengetahui proses
legislasi, juga tidak berkepentingan mencari dokumen yang terkait. Hal ini kemudian menjadi tantangan bagai Komisi Informasi baik pusat maupun daerah untuk
mensosialisasikan UU KIP agar masyarakat tahu haknya dalam memperoleh informasi dan dimana informasi tersebut dapat diperoleh.
3.6.4. Kurangnya Political Will Kepala Daerah dan Pimpinan Badan Publik