1
I . PENDAHULUAN
3.1. Latar Belakang
Lahan rawa merupakan potensi sumberdaya lahan yang dapat mendukung kelestarian swasembada beras, apalagi dikaitkan dengan ketidakpastian iklim
climate change. Lahan rawa adalah lahan yang menempati posisi peralihan antara
daratan dan
sistem perairan
Subagyo, 1997.
Berdasarkan agroekosistemnya, lahan rawa terbagi dalam 3 tipologi, yaitu rawa pasang surut
air asin, rawa pasang surut air tawar dan rawa lebak. Luas lahan rawa di Provinsi Bengkulu cukup luas 12.411 ha yang terdiri dari rawa lebak mencapai 11.609
ha dan rawa pasang surutnya sekitar 802 ha, yang mencakup Kabupaten Seluma, Mukomuko, Bengkulu Utara dan Bengkulu Tengah BPS Provinsi
Bengkulu, 2010. Lahan rawa lebak adalah lahan yang rejim airnya dipengaruhi oleh hujan,
baik yang turun setempat maupun di daerah sekitarnya. Genangan air di lahan ini bisa lebih dari 6 bulan akibat adanya cekungan dalam. Berdasarkan
kedalamannya rawa lebak ini terbagi 3 yaitu lebak dangkal, lebak tengahan dan lebak dalam. Lahan lebak yang berpotensi untuk budidaya tanaman pangan
adalah lebak dangkal. Pada lahan ini umumnya mempunyai kesuburan tanah yang lebih baik karena adanya proses penambahan unsur hara dari luapan air
sungai yang membawa lumpur dari daerah hulu Alihamsyah dan Ar-riza, 2006. Budidaya padi di lahan rawa mempunyai resiko yang cukup tinggi karena
pada umumnya lahan rawa bersifat masam, miskin unsur hara, dan mengandung besi Fe yang tinggi. Keracunan besi dan ketidakseimbangan kandungan unsur
hara merupakan
permasalahan utama.
Keracunan besi
menyebabkan produktivitas padi dilahan rawa relatif rendah 1-2 t ha atau bahkan tidak
menghasilkan. Kondisi ini harus dapat segera diatasi untuk mencegah adanya alih fungsi konversi lahan dari lahan tanaman
pangan padi ke lahan perkebunan sawit. Ada beberapa cara untuk mengatasi keracunan besi,
diantaranya adalah penanaman varietas yang toleran dan pemupukan untuk meningkatkan keseimbangan unsur hara.
Potensi pengembangan lahan rawa di Bengkulu untuk komoditas padi masih terbuka. Saat ini petani padi rawa di Bengkulu masih menggunakan
teknologi sederhana seperti penggunaan varietas, sistem tanam dan pemupukan.
2
Sebagian besar varietas yang digunakan petani pada lahan rawa adalah varietas padi sawah seperti Ciherang, Ciegeulis, Ciliwung, I R 64 serta padi lokal yang
berumur dalam 5-6 bulan. Badan Litbang Pertanian telah melepas sejumlah varietas unggul padi rawa seperti Tapus untuk lahan rawa dengan genangan
maksimum 150 cm, Banyuasin, Batanghari, Dendang, I ndragiri, Punggur untuk lahan potensial gambut dan sulfat masam, Martapura dan Margasari untuk
lahan pasang surut dan I npara 1-9 yang telah dilepas sejak tahun 2008. Penggunaan varietas unggul yang cocok dan adaptif merupakan salah satu
komponen teknologi
yang nyata
kontribusinya terhadap
peningkatan produktivitas padi Saidah
et al., 2015 Varietas I npara 1 dan 2 memiliki keunggulan tahan terhadap penyakit
hawar daun bakteri dan blas, serta agak tahan wereng coklat biotipe 1 dan 2 dengan potensi hasil masing-masing sebesar 6,47 dan 6,08 ton GKG ha. Varietas
I npara 3, I npara 4, dan inpara 5 memiliki karakter tertentu yang berbeda dengan varietas padi rawa yang lainnya. Ketiga varietas tersebut dirakit untuk
menghadapi cekaman banjir. I npara 3 mampu bertahan dan berproduksi setelah terendam selama 7 hari, sedangkan I npara 4 dan I npara 5 mampu bertahan
rendaman selama 10-14 hari. Di lahan lebak I npara 3 dapat berproduksi 5,60 ton GKG ha. Varietas ini juga tahan terhadap penyakit blas dan tekstur nasinya
tergolong pera. I npara 1, 2 dan 3 sama-sama toleran terhadap keracunan besi Fe dan aluminium Al yang menjadi kendala penting dalam pengembangan
tanaman padi di lahan pasang surut lebak BB padi, 2015. I npara 6 baik ditanam di daerah rawa pasang surut sulfat masam potensial
dan rawa lebak dan memiliki potensi hasil sebesar 6,0 ton GKG ha. Varietas ini tahan terhadap penyakit blas serta toleran terhadap keracunan Fe. I npara 7 agak
toleran terhadap keracuna Al dan Fe. Tekstus nasinya pulen serta baik ditanam di lahan rawa pasang surut dan lebak. Potensi hasil varietas ini adalah 5,1 ton
GKG ha. I npara 8 cocok ditanam di lahan rawa pasang surut, lebak dangkal dan tengahan. Potensi hasil varietas ini sama dengan I npara 6 dan sama-sama
toleran keracunan Fe. Selain penggunaan varietas unggul baru yang sesuai dengan kondisi
lingkungan, perbaikan sistem tanam juga menjadi salah satu inovasi teknologi yang harus dilakukan untuk peningkatan produktivitas. Beberapa jenis sistem
tanam padi yang dikenal petani antara lain sistem tanam pindah tapin, tanam
3
benih langsung tabela, dan sistem tanam jajar legowo. Semua sistem tanam memiliki kelebihan dan kekurangan dalam proses budidayanya namun semua
sistem tanam tersebut diharapkan dapat menjadi solusi dalam membudidayakan padi guna untuk memperoleh komponen hasil yang optimal.
Perbaikan sistem tanam melalui penerapan sistem tanam jajar legowo merupakan salah satu inovasi teknologi yang telah diperkenalkan. Pada
prinsipnya penerapan sistem tanam jajar legowo adalah pengaturan jarak tanam dan memanipulasi posisi tanaman sehingga seolah-olah tanaman pinggir menjadi
lebih banyak. Tanaman pinggir memiliki produksi tinggi dan kualitas mutu beras yang lebih baik Ariwibawa, 2012. Pengenalan dan penggunaan sistem tanam
tersebut disamping untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang optimal juga ditujukan untuk meningkatkan hasil dan pendapatan petani Firdaus, 2015.
Pemupukan merupakan
pemberian bahan
kepada tanah
untuk memperbaiki dan menyuburkan tanah baik berupa unsur makro maupun mikro
Notohadiprawiro et al., 2006. Menurut Setyorini et al. 2004 tanaman
memerlukan 16 unsur hara esensial bagi pertumbuhannya. Unsur C, H dan O disuplai dari air dan udara CO2, sementara 13 unsur lainnya dikelompokkan
atas dua bagian yait u enam unsur hara makro dan tujuh unsur hara mikro. Unsur hara makro adalah unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah
besar sedangkan unsur hara mikro adalah unsur yang dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah kecil. Unsur yang tergolong unsur hara makro adalah nitrogen N,
fosfor P, kalium K, kalsium Ca, magnesium Mg, belerang S, sedangkan unsur hara mikro adalah boron B, mangan Mn, tembaga Cu, seng Zn, besi
Fe, molibdenum Mo dan khlor Cl. Tingkat kesuburan di lahan rawa tergolong rendah. Kondisi miskinnya hara
tanaman dapat diatasi dengan pemupukan yang berimbang, sesuai dengan kebutuhan tanaman dan tingkat ketersediaan hara di dalam tanah. Artinya, dosis
pemberian pupuk yang akan diberikan disesuaikan dengan kondisi di setiap lokasi. Penggunaan pupuk yang ditentukan berdasarkan keseimbangan hara
akan lebih efisien dan dapat meningkat kan pendapatan petani Kasno et al.,
2009.
4
3.2. Tujuan