lapkir optimalisasi lahan rawa 2016

(1)

LAPORAN AKHI R

KAJI AN OPTI MASI LAHAN RAWA SPESI FI K

LOKASI DI PROVI NSI BENGKULU

WI LDA MI KASARI

BALAI PENGKAJI AN TEKNOLOGI PERTANI AN BENGKULU

BADAN PENELI TI AN DAN PENGEMBANGAN PERTANI AN

2016


(2)

LAPORAN AKHI R

KAJI AN OPTI MASI LAHAN RAWA SPESI FI K

LOKASI DI PROVI NSI BENGKULU

Wilda Mikasari

Alfayanti

Rahmat Oktafia

Waluyo Sri Hartati

Marzan

BALAI PENGKAJI AN TEKNOLOGI PERTANI AN BENGKULU

BADAN PENELI TI AN DAN PENGEMBANGAN PERTANI AN


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Akhir Kegiatan Kajian Optimasi Lahan Rawa Spesifik Lokas di Provinsi Bengkulu. Kegiatan ini mempunyai arti penting mendukung pelaksanaan penelitian dan pengkajian oleh BPTP Bengkulu.

Laporan ini telah kami susun semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam pelaksanaan kegiatan dan pembuatan laporan akhir tahun ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar -lebarnya saran dan kritik kepada kami sehingga dapat memperbaiki pelaksanaan kegiatan dan laporan ini. Semoga laporan ini dapat memberikan informasi bagi kita semua dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Bengkulu, Desember 2016 Penanggungjawab Kegiatan,

Wilda Mikasari,S.TP,M.Si NI P. 19690812 199803 2 001


(4)

LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul RPTP : Kajian Optimasi Lahan Rawa Spesifik Lokasi di Provinsi Bengkulu

2. Unit Kerja : BPTP Bengkulu

3. Alamat Unit Kerja : Jl. I rian Km.6.5 Kel. Semarang Kota Bengkulu 38119

4. Sumber Dana : DI PA BPTP Bengkulu 5. Status Penelitian (L/ B) : Baru

6. Penanggung jawab :

a. Nama : Wilda Mikasari,S.TP,M.Si b. Pangkat/ Golongan : Penata Tingkat I / I I I d c. Jabatan : Peneliti Muda

7. Lokasi : Kabupaten Seluma 8. Agroekosistem : Lahan Rawa 9. Tahun Mulai : 2016

10. Tahun Selesai : 2017 11. Output tahunan : Tahun 2016

1. Kombinasi varietas dan sistem tanam yang berdaya hasil tinggi pada lahan rawa spesifik lokasi.

2. Kombinasi dosis pupuk dan sistem tanam yang berdaya hasil tinggi pada lahan rawa spesifik lokasi.

3. Kombinasi varietas, sistem tanam dan dosis pupuk yang menghasilkan kualitas gabah dan beras yang baik.

4. I nformasi keuntungan dan kelayakan usahatani padi pada lahan rawa spesifik lokasi.

Tahun 2017

1. Percepatan transfer dan adopsi paket teknologi budidaya pada rawa spesifik lokasi. 2. Rekomendasi paket teknologi budidaya padi

rawa spesifik lokasi

12. Output Akhir : Rekomendasi dan percepatan adopsi budidaya padi rawa spesifik Bengkulu


(5)

13. Biaya : Rp. 160.000.000,- (Seratus Enam Puluh Juta Rupiah)

Koordinator Program, Penanggung Jawab Kegiatan,

Dr. Shannora Yuliasari, S.TP., MP Wilda Mikasari,S.TP,M.Si NI P. 19740731 200312 2 001 NI P. 19690812 199803 2 001

Mengetahui,

Kepala BBP2TP, Kepala BPTP Bengkulu,

Dr. I r. Haris Syahbudin, DEA Dr. I r. Dedi Sugandi, MP NI P. 19680415 199203 1 001 NI P. 19590206 198603 1 002


(6)

DAFTAR I SI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

DAFTAR I SI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPI RAN ... vii

RI NGKASAN ... viii

SUMMARY ... xi

I . PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Tujuan ... 4

1.3. Keluaran ... 4

1.4. Perkiraan Dampak dan Manfaat ... 5

I I . TI NJAUAN PUSTAKA... 6

I I I . METODOLOGI ... 8

3.1. Waktu dan Lokasi ... 8

3.2. Alat dan Bahan ... 8

3.3. Ruang Lingkup Kegiatan ... 8

3.4. Metode Pelaksanaan Pengkajian ... 8

I V.... ... ... ...H ASI L DAN PEMBAHASAN ... 20

4.1... ... ... ...K ombinasi varietas dan sistem tanam yang berdaya hasil tinggi pada lahan rawa spesifik lokasi ... 20

4.2.... ... ... ...K ombinasi dosis pupuk dan sistem tanam yang berdaya hasil tinggi pada lahan rawa spesifik lokasi ... 23

4.3.... ... ... ...K ombinasi varietas sistem tanam dan dosis pupuk yang menghasilkan kualitas gabah dan beras yang baik ... 25

4.4.... ... ... ...E valuasi keuntungan dan kelayakan usahatani padi pada lahan rawa spesifik lokasi ... 30

V.... ... ... ...K ESI MPULAN dan SARAN ... 34

KI NERJA HASI L PENGKAJI AN... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 36

ANALI SI S RI SI KO ... 39

JADWAL KERJA ... 40

PEMBI AYAAN ... 42

PERSONALI A ... 44


(7)

DAFTAR TABEL

Halaman 1.... ... ... ...K

ombinasi perlakuan 8 varietas padi rawa dan 3 sistem tanam di

Kabupaten Seluma Tahun 2016 ... 9 2.... ... ... ...K

ombinasi perlakuan 3 dosis pupuk dan 3 sistem tanam di

Kabupaten Seluma Tahun 2016 ... 12 3.... ... ... ...S

tandar mutu gabah SNI No.0224-1987/ SPI -TAN/ 01/ 01/ 1993 ... 16 4... ... ... ...T

abel 4. Spesifikasi mutu beras giling berdasarkan SNI 6128: 2008... 17 5.... ... ... ...P

roduksi kombinasi 8 varietas dan 3 sistem tanam di Kabupaten

Seluma tahun 2016 ... 20 6.... ... ... ...P

engaruh interaksi sistem tanam dengan varietas terhadap tinggi tanaman, panjang malai, gabah isi, gabah hampa dan persen

gabah hampa. ... 21 7.... ... ... ...P

engaruh tunggal varietas terhadap jumlah anakan dan bobot

1.000 butir perlakuan varietas dan sistem tanam ... 22 8... ... ... ...P

roduksi kombinasi 3 dosis pupuk dan 3 sistem tanam di Kabupaten

Seluma tahun 2016 ... 23 9.... ... ... ...P

engaruh interaksi sistem tanam dengan dosis pupuk terhadap

tinggi tanaman, jumlah anakan, gabah hampa dan produksi... 24 10.... ... ... ...P

engaruh tunggal dosis pupuk terhadap panjang malai perlakuan

dosis pupuk dan sistem tanam ... 25 11.... ... ... ...S

usut panen 8 perlakuan varietas pada lahan rawa spesifik lokasi di

kabupaten Seluma tahun 2016 ... 25 12... ... ... ...A


(8)

13.... ... ... ...A nalisa kualitas beras varietas I npara 2 dengan aplikasi beberapa

dosis pupuk ... 29 14.... ... ... ...K

elayakan usahatani padi rawa kombinasi 8 varietas dengan 3

sistem tanam di Kabupaten Seluma Tahun 2016... 31 15.... ... ... ...K

elayakan usahatani padi rawa dengan perlakuan dosis pupuk dan

3 sistem tanam di Kabupaten Seluma Tahun 2016 ... 32 16.... ... ... ...D

aftar risiko pelaksanaan Kajian Optimasi Lahan Rawa Spesifik

Lokasi di Provinsi Bengkulu tahun 2016 ... 39 17.... ... ... ...D

aftar penanganan risiko Kajian Optimasi Lahan Rawa Spesifik

Lokasi di Provinsi Bengkulu 2016 ... 39 18.... ... ... ...J

adwal pelaksanaan kegiatan kajian optimasi lahan rawa spesifik

lokasi di Provinsi Bengkulu tahun 2016 ... 40 19.... ... ... ...R

encana Anggaran Belanja Kegiatan... 42 20.... ... ... ...R

ealisasi Anggaran Belanja Kegiatan... 43 21... ... ... ...P

ersonalia kegiatan ... 44

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1.... ... ... ...L

ay out perlakuan 8 varietas padi rawa dengan 3 sistem tanam di Kabupaten Seluma Tahun 2016 ... 10 2.... ... ... ...L

ay out perlakuan 3 dosis pemupukan dengan 3 sistem tanam di Kabupaten Seluma Tahun 2016 ... 13


(9)

DAFTAR LAMPI RAN

Halaman 1... ... ... ...H

asil uji laboratorium tanah kegiatan Kajian Optimasi Lahan Rawa Spesifik Lokasi di Provinsi Bengkulu 2016 ... 45 2.... ... ... ...S

urat permohonan addendum ... 46 3.... ... ... ...S

urat persetujuan addendum ... 47 4.... ... ... ...D

ata curah hujan Kecamatan Semidang Alas Maras Bulan Mei-Juli 2016 .... 48 5.... ... ... ...D


(10)

RI NGKASAN

1. Judul : Kajian Optimasi Lahan Rawa Spesifik Lokasi di Provinsi Bengkulu

2. Unit kerja : BPTP Bengkulu

3. Lokasi : Kabupaten Seluma

4. Agroekosistem : Lahan Rawa 5. Status (L/ B) : Baru

6. Tujuan : 1. Menentukan kombinasi varietas dan sistem tanam yang berdaya hasil tinggi pada lahan rawa spesifik lokasi.

2. Menentukan kombinasi dosis pupuk dan sistem tanam yang berdaya hasil tinggi pada lahan rawa spesifik lokasi


(11)

3. Menentukan kombinasi varietas, sistem tanam dan dosis pupuk yang menghasilkan kualitas gabah dan beras yang baik

4. Mengevaluasi keuntungan dan kelayakan usahatani padi pada lahan rawa spesifik lokasi

7. Keluaran : 1. Kombinasi varietas dan sistem tanam yang berdaya hasil tinggi pada lahan rawa spesifik lokasi.

2. Kombinasi dosis pupuk dan sistem tanam yang berdaya hasil tinggi pada lahan rawa spesifik lokasi.

3. Kombinasi varietas, sistem tanam dan dosis pupuk yang menghasilkan kualitas gabah dan beras yang baik.

4. I nformasi keuntungan dan kelayakan usahatani padi pada lahan rawa spesifik lokasi.

8. Hasil/ pencapaian :

-9. Prakiraan Manfaat : 1. Meningkatnya pengetahuan petani terhadap aspek-aspek teknis budidaya pada lahan rawa khususnya dalam hal VUB, sistem tanam dan pemupukan.

2. Meningkatkan kemampuan petani dalam memilih varietas padi rawa yang spesifik lokasi dalam upaya merancang usaha tani yang efisien baik dalam penggunaan input maupun pemanfaatan sumberdaya lahan. 10. Prakiraan Dampak : 1. Meluasnya pemanfaatan lahan rawa dengan

mengadopsi varietas unggul spesifik lokasi. 2. Peningkatan peran lahan rawa dalam

mendukung swasembada beras berkelanjutan.

3. Peningkatan produksi dan pendapatan petani serta mewujudkan pertanian berkelanjutan yang ramah lingkungan.

4. Menurunkan laju konversi lahan dari lahan pertanian tanaman pangan ke tanaman perkebunan.

11. Metodologi : Kegiatan dilaksanakan di Desa Karang Anyar Kecamatan Semidang Alas Maras Kabupaten Seluma. Pengkajian dilakukan melalui kegiatan koordinasi (internal dan eksternal), pengkajian lapangan dan uji laboratorium. Fokus kajian adalah varietas padi, sistem tanam dan dosis pupuk untuk tipologi lahan rawa. Untuk menjawab tujuan pertama dan kedua dilakukan dengan menyusun dua unit percobaan berkaitan dengan varietas, sistem tanam dan dosis pupuk. Sebagai upaya meningkatkan


(12)

optimasi lahan maka semua unit percobaan akan dilanjutkan dengan pemeliharaan ratun dari tanaman utama. Rancangan percobaan yang digunakan adalah split plot dengan 3 ulangan. Pada unit percobaan pertama, 8 varietas (I npara 1,2,3,6,7,8, Dendang dan Cigeulis sebagai varietas pembanding) sebagai petak utama sedangkan 3 sistem tanam (Jarwo 2: 1 dengan sisip, Jarwo 2: 1 tanpa sisip dan jarwo 2: 1 menggunaan indojarwo transplanter) sebagai anak petak. Pada unit percobaan kedua 3 level dosis pupuk (sesuai dengan rekomedasi analisis tanah, 30% diatas rekomendasi, dan 60% diatas rekomendasi) sebagai petak utama dan 3 sistem tanam sebagai anak petak. Setiap plot berukuran 1000 m2. Data pertumbuhan dan produktivitas tanaman padi rawa yang terkumpul akan dianalisis dengan analisis of variant (ANOVA) dan uji lanjut dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT). Penentuan kualitas gabah dan beras yang baik dilakukan pada penanganan pasca panen padi dengan melakukan pengukuran susut pasca panen padi, analisa mutu fisik gabah, mutu fisik dan kimia beras dan uji organoleptik nasi. Mutu fisik gabah serta mutu fisik dan kimia beras dianalisis dengan melakukan pengujian di Laboratorium Balai Besar Pasca Panen. Keuntungan dan kelayakan usahatani dihitung dengan mengumpulkan data biaya input dan output usahatani dari masing-masing perlakuan pada setiap unit percobaan dan dianalisis dengan analisa biaya dan pendapatan serta R/ C ratio.

12. Jangka Waktu : 2 (dua) tahun

13. Biaya : Rp. 160.000.000,- (Seratus enam puluh juta rupiah)


(13)

SUMMARY

1. Title : Study of Swamp Land Optimization Specific Location in Bengkulu

2. I mplemeting Unit : Assesment I nstitute Agriculture Of Technology (AI AT) Bengkulu

3. Location : Seluma District Bengkulu Province 4. Agroecosystem : Swamp Land

5. Status (N/ C) : New

6. Objectives : 1. Determine combination of varieties and cropping systems is high yield in swamp land specific location.

2. Determine the combination of fertilizers doses and cropping systems high yield in swamp land specific location.

3. Determine the combination of varieties, cropping systems and fertilizers that produce


(14)

rice grain quality and good.

4. Evaluate the benefits and feasibility of swamp rice farming in specific locations. 7. Output : 1. Combination of varieties and cropping

system high yield on swamp land specific location.

2. Combination of doses fertilizers and cropping systems is high yield on swamp land specific location

3. Combination of varieties, cropping systems and fertilizers that produce quality grain and rice were good.

4. I nformation profitability and feasibility of swamp rice farming in specific locations . 8. Result/ Achievement :

-9. Expected benefit : 1. I ncreased knowledge of farmers on agriculture technical aspects in swamp land, especially new varieties, cropping systems and fertilization .

2. I ncrease ability of farmers to select varieties of rice swamp specific locations in order to design an efficient farming both in input use and utilization of land resources.

10. Expected I mpact : 1. Widespread use of swamp land by adopting specific varieties .

2. Enhancing the role of swamp land in supporting sustainable self-sufficiency in rice. 3. I ncreased farmers production and income also sustainable agriculture environmentally friendly.

4. Reducing rate of land conversion from crop lands to plantation crops.

11. Methodology : Activities implemented in the village of Karang Anyar District of Semidang Alas Maras Seluma. The assessment was done through coordination activities (internal and external), field studies and laboratory testing. The focus of the study is rice varieties, cropping systems and fertilizers to wetlands typology. To answer the first and second objectives by drafting two experimental units with regard to varieties, cropping systems and fertilizers. I n an effort to improve the optimization of land then all experimental units will be continued with the maintenance ratun of the main crop. The experimental design used was split plot with three replications. I n the first experimental units, eight varieties (I npara 1,2,3,6,7,8, Dendang and Cigeulis as varieties) as the main plot while the three cropping systems (Jarwo 2: 1 with the insert, Jarwo 2: 1


(15)

without inset and Jarwo 2: 1 uses indojarwo transplanter) as subplots. I n the second experiment unit 3 dose levels of fertilizer (in accordance with rekomedasi soil analysis, 30% above recommendation, and 60% above recommendation) as the main plot and three cropping systems as subplots. Each plot is 1.000 m2. Data growth and productivity of swamp rice plants collected will be analyzed by analysis of variants (ANOVA) and the test continued with Duncan Multiple Range Test (DMRT). Determination of the quality of grain and rice were well done on post-harvest handling of paddy by measuring post-harvest losses of rice, grain physical quality analysis, physical and chemical quality of rice and rice organoleptic test. The physical quality of the grain as well as the physical and chemical quality of rice were analyzed by testing in the laboratory of the Center for Post-Harvest. Advantages and feasibility of farming is calculated by collecting data on the cost of farm inputs and outputs of each treatment on each experimental unit and analyzed by analysis of costs and revenues as well as the R / C ratio.

12. Duration : 2 (two) years 13. Proposed Budget : I DR. 160.000.000


(16)

I .

PENDAHULUAN

3.1. Latar Belakang

Lahan rawa merupakan potensi sumberdaya lahan yang dapat mendukung kelestarian swasembada beras, apalagi dikaitkan dengan ketidakpastian iklim (climate change). Lahan rawa adalah lahan yang menempati posisi peralihan antara daratan dan sistem perairan (Subagyo, 1997). Berdasarkan agroekosistemnya, lahan rawa terbagi dalam 3 tipologi, yaitu rawa pasang surut air asin, rawa pasang surut air tawar dan rawa lebak. Luas lahan rawa di Provinsi Bengkulu cukup luas (12.411 ha) yang terdiri dari rawa lebak mencapai 11.609 ha dan rawa pasang surutnya sekitar 802 ha, yang mencakup Kabupaten Seluma, Mukomuko, Bengkulu Utara dan Bengkulu Tengah (BPS Provinsi Bengkulu, 2010).

Lahan rawa lebak adalah lahan yang rejim airnya dipengaruhi oleh hujan, baik yang turun setempat maupun di daerah sekitarnya. Genangan air di lahan ini bisa lebih dari 6 bulan akibat adanya cekungan dalam. Berdasarkan kedalamannya rawa lebak ini terbagi 3 yaitu lebak dangkal, lebak tengahan dan lebak dalam. Lahan lebak yang berpotensi untuk budidaya tanaman pangan adalah lebak dangkal. Pada lahan ini umumnya mempunyai kesuburan tanah yang lebih baik karena adanya proses penambahan unsur hara dari luapan air sungai yang membawa lumpur dari daerah hulu (Alihamsyah dan Ar-riza, 2006).

Budidaya padi di lahan rawa mempunyai resiko yang cukup tinggi karena pada umumnya lahan rawa bersifat masam, miskin unsur hara, dan mengandung besi (Fe) yang tinggi. Keracunan besi dan ketidakseimbangan kandungan unsur hara merupakan permasalahan utama. Keracunan besi menyebabkan produktivitas padi dilahan rawa relatif rendah (1-2 t/ ha) atau bahkan tidak menghasilkan. Kondisi ini harus dapat segera diatasi untuk mencegah adanya alih fungsi/ konversi lahan dari lahan tanaman pangan (padi) ke lahan perkebunan (sawit). Ada beberapa cara untuk mengatasi keracunan besi, diantaranya adalah penanaman varietas yang toleran dan pemupukan untuk meningkatkan keseimbangan unsur hara.

Potensi pengembangan lahan rawa di Bengkulu untuk komoditas padi masih terbuka. Saat ini petani padi rawa di Bengkulu masih menggunakan teknologi sederhana seperti penggunaan varietas, sistem tanam dan pemupukan.


(17)

Sebagian besar varietas yang digunakan petani pada lahan rawa adalah varietas padi sawah seperti Ciherang, Ciegeulis, Ciliwung, I R 64 serta padi lokal yang berumur dalam (5-6 bulan). Badan Litbang Pertanian telah melepas sejumlah varietas unggul padi rawa seperti Tapus (untuk lahan rawa dengan genangan maksimum 150 cm), Banyuasin, Batanghari, Dendang, I ndragiri, Punggur (untuk lahan potensial gambut dan sulfat masam), Martapura dan Margasari (untuk lahan pasang surut) dan I npara 1-9 yang telah dilepas sejak tahun 2008. Penggunaan varietas unggul yang cocok dan adaptif merupakan salah satu komponen teknologi yang nyata kontribusinya terhadap peningkatan produktivitas padi (Saidah et al., 2015)

Varietas I npara 1 dan 2 memiliki keunggulan tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri dan blas, serta agak tahan wereng coklat biotipe 1 dan 2 dengan potensi hasil masing-masing sebesar 6,47 dan 6,08 ton GKG/ ha. Varietas I npara 3, I npara 4, dan inpara 5 memiliki karakter tertentu yang berbeda dengan varietas padi rawa yang lainnya. Ketiga varietas tersebut dirakit untuk menghadapi cekaman banjir. I npara 3 mampu bertahan dan berproduksi setelah terendam selama 7 hari, sedangkan I npara 4 dan I npara 5 mampu bertahan rendaman selama 10-14 hari. Di lahan lebak I npara 3 dapat berproduksi 5,60 ton GKG/ ha. Varietas ini juga tahan terhadap penyakit blas dan tekstur nasinya tergolong pera. I npara 1, 2 dan 3 sama-sama toleran terhadap keracunan besi (Fe) dan aluminium (Al) yang menjadi kendala penting dalam pengembangan tanaman padi di lahan pasang surut lebak (BB padi, 2015).

I npara 6 baik ditanam di daerah rawa pasang surut sulfat masam potensial dan rawa lebak dan memiliki potensi hasil sebesar 6,0 ton GKG/ ha. Varietas ini tahan terhadap penyakit blas serta toleran terhadap keracunan Fe. I npara 7 agak toleran terhadap keracuna Al dan Fe. Tekstus nasinya pulen serta baik ditanam di lahan rawa pasang surut dan lebak. Potensi hasil varietas ini adalah 5,1 ton GKG/ ha. I npara 8 cocok ditanam di lahan rawa pasang surut, lebak dangkal dan tengahan. Potensi hasil varietas ini sama dengan I npara 6 dan sama-sama toleran keracunan Fe.

Selain penggunaan varietas unggul baru yang sesuai dengan kondisi lingkungan, perbaikan sistem tanam juga menjadi salah satu inovasi teknologi yang harus dilakukan untuk peningkatan produktivitas. Beberapa jenis sistem tanam padi yang dikenal petani antara lain sistem tanam pindah (tapin), tanam


(18)

benih langsung (tabela), dan sistem tanam jajar legowo. Semua sistem tanam memiliki kelebihan dan kekurangan dalam proses budidayanya namun semua sistem tanam tersebut diharapkan dapat menjadi solusi dalam membudidayakan padi guna untuk memperoleh komponen hasil yang optimal.

Perbaikan sistem tanam melalui penerapan sistem tanam jajar legowo merupakan salah satu inovasi teknologi yang telah diperkenalkan. Pada prinsipnya penerapan sistem tanam jajar legowo adalah pengaturan jarak tanam dan memanipulasi posisi tanaman sehingga seolah-olah tanaman pinggir menjadi lebih banyak. Tanaman pinggir memiliki produksi tinggi dan kualitas mutu beras yang lebih baik (Ariwibawa, 2012). Pengenalan dan penggunaan sistem tanam tersebut disamping untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang optimal juga ditujukan untuk meningkatkan hasil dan pendapatan petani (Firdaus, 2015).

Pemupukan merupakan pemberian bahan kepada tanah untuk memperbaiki dan menyuburkan tanah baik berupa unsur makro maupun mikro (Notohadiprawiro et al., 2006). Menurut Setyorini et al. (2004) tanaman memerlukan 16 unsur hara esensial bagi pertumbuhannya. Unsur C, H dan O disuplai dari air dan udara (CO2), sementara 13 unsur lainnya dikelompokkan atas dua bagian yait u enam unsur hara makro dan tujuh unsur hara mikro. Unsur hara makro adalah unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah besar sedangkan unsur hara mikro adalah unsur yang dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah kecil. Unsur yang tergolong unsur hara makro adalah nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), belerang (S), sedangkan unsur hara mikro adalah boron (B), mangan (Mn), tembaga (Cu), seng (Zn), besi (Fe), molibdenum (Mo) dan khlor (Cl).

Tingkat kesuburan di lahan rawa tergolong rendah. Kondisi miskinnya hara tanaman dapat diatasi dengan pemupukan yang berimbang, sesuai dengan kebutuhan tanaman dan tingkat ketersediaan hara di dalam tanah. Artinya, dosis pemberian pupuk yang akan diberikan disesuaikan dengan kondisi di setiap lokasi. Penggunaan pupuk yang ditentukan berdasarkan keseimbangan hara akan lebih efisien dan dapat meningkat kan pendapatan petani (Kasno et al., 2009).


(19)

3.2. Tujuan

Tujuan pengkajian adalah: Tahun 2016

1. Menentukan kombinasi varietas dan sistem tanam yang berdaya hasil tinggi pada lahan rawa spesifik lokasi.

2. Menentukan kombinasi dosis pupuk dan sistem tanam yang berdaya hasil tinggi pada lahan rawa spesifik lokasi.

3. Menentukan kombinasi varietas, sistem tanam dan dosis pupuk yang menghasilkan kualitas gabah dan beras yang baik.

4. Mengevaluasi keuntungan dan kelayakan usahatani padi pada lahan rawa spesifik lokasi.

Tahun 2017

1. Mempercepat transfer dan adopsi paket teknologi budidaya pada rawa spesifik lokasi.

2. Merekomendasikan paket teknologi budidaya padi rawa spesifik lokasi.

1.3. Keluaran

Tahun 2016

1. Kombinasi varietas dan sistem tanam yang berdaya hasil tinggi pada lahan rawa spesifik lokasi.

2. Kombinasi dosis pupuk dan sistem tanam yang berdaya hasil tinggi pada lahan rawa spesifik lokasi.

3. Kombinasi varietas, sistem tanam dan dosis pupuk yang menghasilkan kualitas gabah dan beras yang baik.

4. I nformasi keuntungan dan kelayakan usahatani padi pada lahan rawa spesifik lokasi.

Tahun 2017

1. Percepatan transfer dan adopsi paket teknologi budidaya padi rawa spesifik lokasi.


(20)

1.4. Perkiraan Manfaat dan Dampak

Perkiraan Manfaat

1. Meningkatnya pengetahuan petani terhadap aspek-aspek teknis budidaya pada lahan rawa hususnya dalam hal VUB, sistem tanam dan pemupukan. 2. Meningkatkan kemampuan petani dalam memilih varietas padi rawa yang

spesifik lokasi dalam upaya merancang usaha tani yang efisien baik dalam penggunaan input maupun pemanfaatan sumberdaya lahan.

Perkiraan Dampak

1. Meluasnya pemanfaatan lahan rawa dengan mengadopsi varietas unggul spesifik lokasi.

2. Peningkatan peran lahan rawa dalam mendukung swasembada beras berkelanjutan.

3. Peningkatan produksi dan pendapatan petani serta mewujudkan pertanian berkelanjutan yang ramah lingkungan.

4. Menurunnya laju konversi lahan dari lahan pertanian tanaman pangan ke tanaman perkebunan.


(21)

I I . TI NJAUAN PUSTAKA

Padi merupakan komoditas utama dari subsektor tanaman pangan dan berperan penting terhadap pencapaian ketahanan pangan. Padi memberikan kontribusi besar terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional. Dalam rangka mencapai swasembada beras yang berkelanjutan, pada tahun 2011 pemerintah telah menetapkan Program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN). I nstrumen yang digunakan dalam peningkatan produksi adalah: (1). Perluasan areal (pencetakan sawah baru, optimalisasi lahan, dan peningkatan I ndeks Pertanaman (I P); (2). Peningkatan produktivitas (penggunaan varietas unggul, pemupukan, jajar legowo, pengendalian OPT: pendekatan Pengelolaan Tanaman dan sumberdaya Terpadu (PTT); (3). Rekayasa teknologi dan sosial (Demplot, Demfarm dan SL-PTT).

Produktivitas padi di Provinsi Bengkulu baru mencapai 4,3 ton GKG/ ha. Ada senjang hasil yang cukup tinggi (21,82% ) antara produktivitas padi di Provinsi Bengkulu dengan produktivitas padi secara nasional. Lahan rawa merupakan potensi sumberdaya lahan yang dapat mendukung kelestarian swasembada beras, apalagi dikaitkan dengan ketidakpastian iklim (climate change). Empat dari 10 Kabupaten di Provinsi Bengkulu memiliki lahan rawa yang potensial (12.411 ha) untuk pengembangan padi. Saat ini produktivitas padi di lahan rawa relatif rendah (1-2 t/ ha), karena petani masih menggunakan varietas lokal dan pemupukannya belum berimbang.

Pada umumnya lahan rawa bersifat masam miskin unsur hara dan mengandung besi yang tinggi. Budidaya padi pada lahan rawa mempunyai resiko yang cukup tinggi. Keracunan besi dan ketidakseimbangan kandungan unsur hara merupakan permasalahan utama. Keracunan besi menyebabkan produktivitas padi relatif rendah (1-2 t/ ha) atau bahkan tidak menghasilkan.

Ada beberapa cara untuk mengatasi keracunan besi, diantaranya adalah penanaman varietas yang toleran dan pemupukan untuk meningkatkan keseimbangan unsur hara. Beberapa varietas padi rawa telah dilepas oleh Badan Litbang Pertanian diantaranya adalah Banyu Asin, Dendang, Mendawak, dan I npara 1-9. Hasil uji adaptasi varietas I npara 1 dan 2 di Kabupten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan menghasilkan produksi masing-masing sebesar 7,43 dan 7,40 ton GKG/ ha (Suparwoto dan Waluyo, 2011) sedangkan uji varietas dengan inovasi teknologi PTT yang dilakukan Sirappa dan Titahena (2012)


(22)

rata-rata memberikan hasil di atas 7-8 ton/ ha GKP. Pengelolaan padi rawa dengan pendekatan pengelolaan tanaman dan sumberdaya secara terpadu dapat mencapai produktivitas padi sebesar 4-6 t/ ha (Suprihatno et al., 2011).

Salah satu teknologi yang diperkenalkan oleh Badan Litbang Pertanian untuk meningkatkan produksi adalah penerapan sistem tanam jajar legowo. Menurut Ariwibawa (2012) pada prinsipnya sistem tanam jajar legowo adalah sistem tanam yang meningkatkan produksi dengan melakukan pengaturan jarak tanam dan memanipulasi posisi tanaman sehingga kebanyakan berada di pinggir. Tanaman padi yang berada di pinggir pada umumnya akan menghasilkan produksi yang tinggi dan kualitas gabah yang lebih baik.

Misran (2014) melaporkan bahwa penerapan sistem tanam jajar legowo berpengaruh nyata terhadap komponen hasil gabah kering panen, dan dapat meningkatkan hasil gabah kering panen sekitar 19,90-22% . Penelitian Mayunar (2014) di Kabupaten Serang Provinsi Banten menunjukkan bahwa penerapan sistem tanam jajar legowo meningkatkan produktivitas sebesar 17,7 % dibandingkan dengan sistem tanam tegel. Jajar legowo 4: 1 dan 2: 1 sama-sama layak diterapkan pada budidaya padi karena memiliki nilai R/ C ratio > 1 (Rauf dan Murtisari, 2014).

Upaya untuk memperbaiki produksi tanaman dan mempertahankan produktivitas dapat dilakukan dengan memenuhi kebutuhan hara tanah secara seimbang atau biasa disebut dengan pemupukan berimbang. Menurut Setyorini (2004) pemupukan berimbang dapat meningkatkan produksi, mutu hasil, efisiensi pemupukan, kesuburan tanah dan mengurangi pencemaran lingkungan.

Sirappa dan Titahena (2012) yang melakukan penelitian di Kabupaten Buru melaporkan bahwa hasil gabah yang diperoleh dengan penggunaan varietas yang adaptif untuk lahan rawa dan penggunaan pupuk organik dan anorganik secara berimbang rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak menggunakan bahan organik dan varietas untuk lahan rawa. Rekomendasi pemupukan dapat diperoleh dengan menggunakan uji laboratorium, Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS) atau Kalender Tanam (KATAM) Terpadu.


(23)

I I I . METODOLOGI

3.1. Lokasi dan w aktu

Pengkajian dilaksanakan di Desa Karang Anyar Kecamatan Semidang Alas Maras Kabupaten Seluma. Kegiatan direncanakan selama 2 tahun (2016 dan 2017).

3.2. Alat dan bahan

Bahan yang digunakan pada pengkajian adalah benih VUB padi rawa (I npara 1, 2, 3, 6, 7, 8, Dendang serta varietas eksisting sebagai pembanding yaitu Cigeulis), pupuk (NPK ponska, urea dan KCl), pestisida (herbisida, insektisida, fungisida), karung dan plastik.

Alat yang digunakan antara lain: papan pengamatan untuk menangkap butiran gabah yang tercecer saat panen, timbangan berat, timbangan analitik, handspayer, gerobak dorong, caplak roda, indo jarwo transplanter, terpal, lantai jemur, bor untuk pengambilan sampel tanah, ATK (mistar, kalkulator, pena, amplop), cangkul, ember, tali, dan Global Positioning System (GPS).

3.3. Ruang Lingkup Kegiatan

Pengkajian dilakukan melalui kegiatan koordinasi (internal dan eksternal), pengkajian lapangan dan uji laboratorium. Pendekatan pengkajian secara partisipatif melibatkan petani dan petugas lapang. Pengkajian dilaksanakan di Kabupaten Seluma. Dasar pertimbangan pemilihan lokasi adalah sumberdaya alam dan sumberdaya manusia dalam pegembangan padi rawa. Fokus kajian adalah varietas padi, sistem tanam dan dosis pupuk untuk tipologi lahan rawa.

Pengkajian dilakukan dengan menyusun dua unit percobaan berkaitan dengan varietas, sistem tanam dan dosis pupuk. Sebagai upaya meningkatkan optimasi lahan maka semua unit percobaan rencananya akan dilanjutkan dengan pemeliharaan ratun dari tanaman utama. Namun dikarenakan hasil yang diperoleh pada musim tanam ini belum optimal dan beberapa kendala di lapangan sehingga dilakukan addendum kegiatan (Lampiran 2 dan 3) .

3.4. Metode pelaksanaan pengkajian

Metode adalah serangkaian kegiatan dan langkah-langkah operasional untuk mencapai keluaran yang telah ditetapkan dari suatu pengkajian.


(24)

Serangkaian kegiatan dapat berupa kegiatan lapangan, analisis laboratorium maupun survei (Lampiran 1). Pada tahun 2016 keluaran dari pengkajian ini ada 4 yaitu; (1) Kombinasi varietas dan sistem tanam yang berdaya hasil tinggi pada lahan rawa spesifik lokasi, (2) Kombinasi sistem tanam dan dosis pupuk yang berdaya hasil tinggi pada lahan rawa spesifik lokasi, (3) Kombinasi varietas, sistem tanam dan dosis pupuk yang menghasilkan kualitas gabah dan beras yang baik, (4) I nformasi keuntungan dan kelayakan usahatani padi pada lahan rawa spesifik lokasi.

Kombinasi varietas dan sistem tanam yang berdaya hasil tinggi pada lahan rawa spesifik lokasi

Rancangan percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah split plot dengan 3 ulangan dimana 8 varietas (I npara 1, 2 3, 6, 7, 8, Dendang, dan Cigeulis) sebagai petak utama (main plot) dan 3 sistem tanam yaitu jajar legowo 2: 1 dengan sisip, jajar legowo 2: 1 tanpa sisip, jajar legowo 2: 1 dengan indo jarwo transplanter sebagai anak plot (sub plot) (Gomez dan Gomez, 1984). Jarak tanam jajar legowo 2: 1 yang digunakan adalah (20x 40) x 10 cm. Kombinasi perlakuan varietas padi rawa dan sistem tanam disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kombinasi perlakuan 8 varietas padi rawa dan 3 sistem tanam di Kabupaten Seluma Tahun 2016.

Sistem Tanam (S)

Varietas (V)

V1 V2 V3 V4 V5 V6 V7 V8

S1 V1S1 V2S1 V3S1 V4S1 V5S1 V6S1 V7S1 V8S1

S2 V1S2 V2S2 V3S2 V4S2 V5S2 V6S2 V7S2 V8S2

S3 V1S3 V2S3 V3S3 V4S3 V5S3 V6S3 V7S3 V8S3

Keterangan :

V1 = varietas I npara 1 V5 = varietas I npara 7 V2 = varietas I npara 2 V6 = varietas I npara 8 V3 = varietas I npara 3 V7 = varietas Dendang V4 = varietas I npara 6 V8 = varietas Cigeulis S1 = sistem tanam Legowo 2: 1 dengan sisip

S2 = sistem tanam Legowo 2: 1 tanpa sisip

S3 = sistem tanam legowo 2: 1 dengan indojarwo transplanter

Percobaan diulang sebanyak 3 kali sehingga terdapat 72 kombinasi perlakuan. Luas setiap plot berukuran 1000 m2, sehingga lahan yang diunakan adalah seluas 7,2 ha. Sistem tanam 1 (S1) yaitu jajar legowo 2: 1 dengan sisip, sistem tanam 2 (S2) jajar legowo 2: 1 tanpa sisip, sistem tanam 3 (S3) yaitu


(25)

sistem tanam legowo 2:1 dengan indo jarwo transplanter. Lay out perlakuan dapat dilihat pada gambar 1.

Varietas I npara 1 (V1) Varietas I npara 2 (V2)

Ulangan I V1S1 V1S2 V1S3 Ulangan I V2S1 V2S2 V2S3 Ulangan I I V1S1 V1S2 V1S3 Ulangan I I V2S1 V2S2 V2S3 Ulangan I I I V1S1 V1S2 V1S3 Ulangan I I I V2S1 V2S2 V2S3

Varietas I npara 3 (V3) Varietas I npara 6 (V4)

Ulangan I V3S1 V3S2 V3S3 Ulangan I V4S1 V4S2 V4S3 Ulangan I I V3S1 V3S2 V3S3 Ulangan I I V4S1 V4S2 V4S3 Ulangan I I I V3S1 V3S2 V3S3 Ulangan I I I V4S1 V4S2 V4S3

Varietas I npara 7 (V5) Varietas I npara 8 (V6)

Ulangan I V5S1 V5S2 V5S3 Ulangan I V6S1 V6S2 V6S3 Ulangan I I V5S1 V5S2 V5S3 Ulangan I I V6S1 V6S2 V6S3 Ulangan I I I V5S1 V5S2 V5S3 Ulangan I I I V6S1 V6S2 V6S3

Varietas Dendang (V7) Varietas Cigeulis (V8)

Ulangan I V7S1 V7S2 V7S3 Ulangan I V8S1 V8S2 V8S3 Ulangan I I V7S1 V7S2 V7S3 Ulangan I I V8S1 V8S2 V8S3 Ulangan I I I V7S1 V7S2 V7S3 Ulangan I I I V8S1 V8S2 V8S3

Gambar 1. Lay out perlakuan 8 varietas padi rawa dengan 3 sistem tanam di Kabupaten Seluma Tahun 2016.

Parameter yang diukur 1. Pertumbuhan vegetatif

a. Tinggi tanaman, dilakukan dengan mengukur dari pangkal batang (permukaan tanah) hingga ujung daun tertinggi. Pengukuran dilakukan pada saat tanaman padi berumur 15 hari setelah tanam (HST) sampai dengan 75 HST dengan selang waktu pengamatan selama 15 hari. Satuan pengukuran dalam centimeter (cm)

b. Anakan aktif, dilakukan dengan menghitung umlah anakan yang tumbuh dari batang padi utama. Jumlah anakan dihitung mulai dari umur 15 HST dengan interval 15 hari sekali sampai umur 45 HST.


(26)

2. Pertumbuhan generatif

a. Umur 50% berbunga yaitu menghitung jumlah hari sejak tanam sampai 50% populasi tanaman sudah keluar bunga

b. Jumlah anakan produktif, diukur dengan menghitung jumlah anakan tanaman padi yang menghasilkan malai.

c. Panjang malai, dilakukan dengan mengukur dari leher malai (buku terakhir malai) sampai dengan ujung malai (gabah terakhir diujung malai)

d. Jumlah gabah per malai, diukur dengan menghitung jumlah gabah pada setiap malai

e. Berat 1.000 butir, diukur dengan menimbang gabah bernas sebanyak 1.000 butir dalam kondisi kering panen. Pengambilan sampel dilakukan 3 kali lalu diambil nilai rata-rata

3. I ntensitas serangan hama dan penyakit utama.

Selama pelaksanaan budidaya juga dilakukan pengamatan terhadap serangan hama dan penyakit utama pada tanaman padi. Pengamatan intensitas serangan dilakukan secara visual berdasarkan gejala serangan. Setiap titik diagonal di ambil 10 rumpun tanaman padi untuk diamati.

Rumpun tanaman padi yang sudah terlihat gejala serangannya di hitung satu, kemudian hitung berapa jumlah rumpun tanaman padi yang terserang dari sepuluh rumpun tanaman padi yang diamati. Pengamatan dilakukan pada tanaman padi fase generatif. I ntensitas serangan hama dan penyakit utama diukur dengan rumus:

I = n x 100% N

Keterangan : I = I ntensitas serangan (% )

n = Jumlah rumpun yang terserang N = Jumlah rumpun yang diamati 4. Produktivitas (hasil ton/ ha)

Penghitungan produktivitas dilakukan dengan melakukan menghit ung hasil ubinan dengan ukuran 4,8 m x 5 m. Ubinan merupakan cara pendugaan hasil panen yang dilakukan dengan menimbang hasil tanaman contoh pada plot panen.


(27)

Analisis data

Data pertumbuhan dan produktivitas tanaman padi rawa yang terkumpul akan dianalisis dengan analisis of variant (ANOVA) dan uji lanjut dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) (Gomez dan Gomez, 1984).

Kombinasi sistem tanam dan dosis pupuk yang berdaya hasil tinggi pada lahan rawa spesifik lokasi

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah split plot dengan 3 ulangan. Petak utama adalah 3 level pemupukan yaitu: 1) dosis pemupukan berdasarkan rekomendasi hasil analisis tanah, 2) dosis pemupukan 30% diatas rekomendasi hasil analisis tanah, dan 3) dosis pemupukan 60% diatas rekomendasi hasil analisis tanah. 3 sistem tanam (jajar legowo 2: 1 dengan sisip, jajar legowo 2:1 tanpa sisip, jajar legowo 2: 1 dengan indo jarwo transplanter) yang ditempatkan sebagai anak plot (sub plot) (Gomez dan Gomez, 1984). Kombinasi perlakuan sistem tanam dan pemupukan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kombinasi perlakuan 3 dosis pupuk dan 3 sistem tanam di Kabupaten Seluma Tahun 2016.

Sistem tanam (S) Level dosis pupuk (P)

P1 P2 P3

S1 S1P1 S2P1 S3P1

S2 S1P2 S2P2 S3P2

S3 S1P3 S2P3 S3P3

Keterangan :

S1 = sistem tanam Legowo 2: 1 dengan sisip S2 = sistem tanam Legowo 2: 1 tanpa sisip

S3 = sistem tanam legowo 2: 1 dengan indojarwo transplanter P1 = Dosis pupuk berdasarkan rekomendasi hasil analisis tanah P2 = Dosis pupuk ditambah 30% dari rekomendasi hasil analisis tanah P3 = Dosis pupuk ditambah 60% dari rekomendasi hasil analisis tanah

Varietas yang digunakan adalah I npara 2 dengan pertimbangan varietas ini telah adaptif dan disukai oleh petani pada lokasi pengkajian. Percobaan diulang sebanyak 3 kali sehingga terdapat 27 kombinasi perlakuan. Luas setiap plot adalah 1000 m2, sehingga diperlukan lahan seluas 2,70 ha. Lay out perlakuan dapat dilihat pada gambar 2.


(28)

Dosis pupuk sesuai rekomendasi hasil analisis tanah (P1)

Dosis pupuk 30% diatas rekomendasi hasil analisis tanah

(P2)

Ulangan I P1S1 P1S2 P1S3 Ulangan I P2S1 P2S2 P2S3 Ulangan I I P1S1 P1S2 P1S3 Ulangan I I P2S1 P2S2 P2S3 Ulangan I I I P1S1 P1S2 P1S3 Ulangan I I I P2S1 P2S2 P2S3

Dosis pupuk 60% diatas rekomendasi hasil analisis tanah (P3)

Ulangan I P3S1 P3S2 P3S3 Ulangan I I P3S1 P3S2 P3S3 Ulangan I I I P3S1 P3S2 P3S3

Gambar 2. Lay out perlakuan 3 level pemupukan dengan 3 sistem tanam di Kabupaten Seluma Tahun 2016.

Parameter yang diukur 1. Pertumbuhan vegetatif

a. Tinggi tanaman, dilakukan dengan mengukur dari pangkal batang (permukaan tanah) hingga ujung daun tertinggi. Pengukuran dilakukan pada saat tanaman padi berumur 15 hari setelah tanam (HST) sampai dengan 75 HST dengan selang waktu pengamatan selama 15 hari. Satuan pengukuran dalam centimeter (cm)

b. Anakan aktif, dilakukan dengan menghitung umlah anakan yang tumbuh dari batang padi utama. Jumlah anakan dihitung mulai dari umur 15 HST dengan interval 15 hari sekali sampai umur 45 HST.

2. Pertumbuhan generatif

a. Umur 50% berbunga yaitu menghitung jumlah hari sejak tanam sampai 50% populasi tanaman sudah keluar bunga

b. Jumlah anakan produktif, diukur dengan menghitung jumlah anakan tanaman padi yang menghasilkan malai.

c. Panjang malai, dilakukan dengan mengukur dari leher malai (buku terakhir malai) sampai dengan ujung malai (gabah terakhir diujung malai)

d. Jumlah gabah per malai, diukur dengan menghitung jumlah gabah pada setiap malai


(29)

e. Berat 1.000 butir, diukur dengan menimbang gabah bernas sebanyak 1.000 butir dalam kondisi kering panen. Pengambilan sampel dilakukan 3 kali lalu diambil nilai rata-rata

3. I ntensitas serangan hama dan penyakit utama.

Selama pelaksanaan budidaya juga dilakukan pengamatan terhadap serangan hama dan penyakit utama pada tanaman padi. Pengamatan intensitas serangan dilakukan secara visual berdasarkan gejala serangan. Setiap titik diagonal di ambil 10 rumpun tanaman padi untuk diamati.

Rumpun tanaman padi yang sudah terlihat gejala serangannya di hitung satu, kemudian hitung berapa jumlah rumpun tanaman padi yang terserang dari sepuluh rumpun tanaman padi yang diamati. Pengamatan dilakukan pada tanaman padi fase generatif. I ntensitas serangan hama dan penyakit utama diukur dengan rumus:

I = n x 100% N

Keterangan : I = I ntensitas serangan (% )

n = Jumlah rumpun yang terserang N = Jumlah rumpun yang diamati 4. Produktivitas (hasil ton/ ha)

Penghitungan produktivitas dilakukan dengan melakukan menghit ung hasil ubinan dengan ukuran 4,8 m x 5 m. Ubinan merupakan cara pendugaan hasil panen yang dilakukan dengan menimbang hasil tanaman contoh pada plot panen.

Analisis data

Data pertumbuhan dan produktivitas tanaman padi rawa yang terkumpul akan dianalisis dengan analisis of variant (ANOVA) dan uji lanjut dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) (Gomez dan Gomez, 1984).


(30)

Kombinasi varietas, sistem tanam dan dosis pupuk yang menghasilkan kualitas gabah dan beras yang baik

Metode Pengumpulan Data

Penentuan kualitas gabah dan beras yang baik dilakukan pada penanganan pasca panen padi dengan melakukan pengukuran susut pasca panen padi, analisa mutu fisik gabah, mutu fisik dan kimia beras dan uji organoleptik nasi. Pengukuran susut pasca panen padi terdiri atas:

a. Susut saat panen, metode yang digunakan untuk mengukur susut panen adalah metode papan pengamatan atau tray. Metode ini menggunakan papan dengan ukuran 40 cm x 14 cm, tebal 3 cm sebanyak 9 papan pengamatan, pada bagian atas dilapisi dengan potongan goni untuk menagkap butiran gabah yang tercecer. Petak ubinan panen ditentukan berukuran 5 m x 5 m. Papan pengamatan diletakkan di bawah rumpun tanaman padi yang akan di panen. Butir gabah yang tercecer diatas papan pengamatan dikumpulkan dan dihitung jumlahnya

b. Susut penumpukan sementara, dilakukan dengan meletakkan potongan padi diatas alas plastik ukuran 8mx8m secara langsung pada saat panen. Jumlah tumpukan hasil panen disesuaikan dengan kebiasaan pemanen.

c. Susut perontokan padi. Perontokan secara manual (gebot) dan perontokan secara mekanis dengan bantuan alat perontok (pedal/ power thresher). Letakkan alat perontok dan arahkan keluarnya gabah hasil perontokan harus mengikuti arah angin yang sedang berhembus. Alas plastik control 8 m x 8 m. Hasil perontokan dibersihkan, timbang gabah bersih, jerami dan kotoran, ukur kadar air gabah bersih.

d. Susut penggilingan. Besaran susut penggilingan merupakan selisih antara rendemen penggilingan laboratorium dengan rendemen penggilingan di lapangan.

e. Susut penyimpanan yaitu susut yang terjadi selama proses penyimpanan. Gabah yang disimpan tidak boleh ditambah atau dikurangi. Berat gabah diukur sebelum dan sesudah penyimpanan.

Mutu fisik gabah serta mutu fisik dan kimia beras dianalisis dengan melakukan pengujian di Laboratorium Balai Besar Pasca Panen. Uji organoleptik nasi melibatkan 25 orang panelis (sebagai ulangan). Contoh disajikan secara acak dan panelis diminta untuk menguji tingkat kesukaan panelis terhadap


(31)

atribut sensori meliputi warna, aroma, rasa, tekstur (kerenyahan), dan keseluruhan.

Parameter dan analisis data

1. Susut pasca panen. Susut pasca panen dianalisis dengan mengukur berat gabah yang tertinggal di lapangan pada saat panen.

2. Mutu fisik gabah. Gabah dianalisis dengan melakukan pengujian di Laboratorium Balai Besar Pasca Panen. Klasifikasi mutu gabah menurut Standar Nasional I ndonesia (SNI ) dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Standar mutu gabah SNI No.0224-1987/ SPI -TAN/ 01/ 01/ 1993. 1. Persyaratan umum

• Bebas hama dan penyakit

• Bebas bau busuk dan bau-bau asam lainnya

• Bebas dari bahan kimia dan sisa-sisa pupuk, insektisida, fungisida dan bahan kimia lainnya. Gabah tidak boleh panas

2. Persyaratan khusus

Komponen Mutu Mutu gabah (% )

I I I I I I

Kadar air (masksimal) 14 14 14

Gabah hampa (maksimal) 1,0 2,0 3,0

Butir kuning+ rusak (maksimal) 2,0 5,0 7,0 Butir mengapung+ gabah muda (maks) 1,0 5,0 10,0

Butir merah (maksimal) 1,0 2,0 4,0

Benda asing (maksimal) 0 0,5 1,0

Gabah varietas lain (maksimal) 2,0 5,0 10,0

Sumber: Badan Standarisai Nasional (BSN)

3. Mutu fisik dan kimia beras. Mutu fisik dan kimia beras dianalisis dengan melakukan pengujian di Laboratorium Balai Besar Pasca Panen. Klasifikasi mutu fisik beras giling menurut Standar Nasional I ndonesia (SNI ) dapat dilihat pada Tabel 4.


(32)

Tabel 4. Spesifikasi mutu beras giling berdasarkan SNI 6128: 2008. 1. Persyaratan umum

• Bebas hama dan penyakit

• Bebasbau apek, asam atau bau asing lainnya

• Bebas dari campuran bekatul

• Bebas dari tanda-tanda adanya bahan kimia yang berbahaya 2. Persyaratan khusus

Komponen Mutu Satuan Mutu

I I I I I I I V V

Derajat sosoh (minimal) % 100 100 95 95 85

Kadar air (maksimal) % 14 14 14 14 15

Butir kepala (minimal) % 95 89 78 73 60

Butir patah (maksimal) % 5 10 20 25 35

Butir menir (maksimal) % 0 1 2 2 5

Butir merah (maksimal) % 0 1 2 3 3

Butir kuning/ rusak (maks) % 0 1 2 3 5

Butir mengapur (maks) % 0 1 2 3 5

Benda asing (maksimal) % 0 0,02 0,02 0,05 0,2

Butir gabah (maksimal) % 0 0 1 2 3

Campuran var. lain (maks) Butir/ 100g 5 5 5 10 10

Sumber: Badan Standarisai Nasional (BSN)

Mutu kimia beras yang diuji antara lain mutu tanak (tingkat kepulenan nasi, tekstur nasi, waktu tanak nasi) dan mutu nutrisi (kandungan protein, serat pangan, vitamin dan mineral).

4.Tingkat kesukaan terhadap nasi dengan uji organoleptik

Tingkat kesukaan terhadap nasi pengujian dilakukan satu persatu atau secara bersamaan dan tanpa melakukan pembandingan antar sampel akan tetapi merupakan respon spontan terhadap kesukaan panelis. Skor kesukaan panelis meliputi 7 kisaran skala yakni skala 1 (sangat tidak suka), skala 2 (tidak suka), skala 3 (agak tidak suka), skala 4 (netral), skala 5 (agak suka), skala 6 (suka), dan skala 7 (sangat suka).

I nformasi keuntungan dan kelayakan usahatani padi lahan rawa spesifik lokasi Pengumpulan data

Keuntungan dan kelayakan usahatani padi lahan rawa spesifik lokasi dilakukan pada tanaman utama maupun tanaman ratun. Data dikumpulkan dengan pengumpulan data yang terdiri atas data biaya input dan output usahatani dari masing-masing perlakuan pada setiap unit percobaan. Data biaya input antara lain biaya sarana produksi seperti biaya benih, tenaga kerja, pupuk,


(33)

pestisida dan biaya lainnya. Data output antara lain jumlah produksi yang dihasilkan serta harga jual produk.

Parameter yang diukur

Data dikumpulkan terdiri atas data biaya input dan output . Data biaya input antara lain biaya sarana produksi seperti biaya benih, tenaga kerja, pupuk, pestisida dan biaya lainnya. Data output antara lain jumlah produksi yang dihasilkan, harga jual produk, penerimaan serta pendapatan usahatani.

Analisis data

Pendapatan bersih usahatani padi dihitung dengan menggunakan “analisa biaya dan pendapatan” berdasarkan Soekartawi (1995):

Л = TR-TC TR = Q x P TC = FC + VC Keterangan:

Л = Net Revenue (pendapatan bersih) TR = Total Revenue (penerimaan) TC = Total Cost (total biaya) Q = Product (produksi) P = Price (harga)

FC = Fixed Cost (biaya tetap) VC = Variable Cost (biaya variabel)

Kelayakan usahatani padi lahan rawa spesifik lokasi di adalah perbandingan antara penerimaan dan total biaya, secara matematis ditulis sebagai berikut:

TR RC Ratio =

---TC Keterangan:

RC Ratio = Nisbah penerimaan terhadap biaya

TR = Total Revenue/ peberimaan (Rp/ ha/ musim) TC = Total cost/ biaya (Rp/ ha/ musim)


(34)

dengan keputusan:

RC Ratio > 1, usahatani secara ekonomi menguntungkan

RC Ratio = 1, usahatani secara ekonomi berada pada titik impas (BEP) RC Ratio < 1, usahatani secara ekonomi tidak menguntungkan (rugi)


(35)

I V.

HASI L DAN PEMBAHASAN

4.1 Kombinasi varietas dan sistem tanam yang berdaya hasil tinggi pada lahan raw a spesifik lokasi

Tabulasi hasil gabah menunjukkan kombinasi varietas I npara 6 dengan sistem tanam sisip menghasilkan produktivitas tertinggi (Tabel 5). Sistem tanam legowo 2: 1 sisip mempunyai populasi yang paling tinggi (333.333 rumpun/ ha), diikuti oleh sistem tanam mesin (285.000 rumpun/ ha), dan sistem tanam tanpa sisip (166.666 rumpun/ ha). Sistem tanam jajar legowo, khususnya 2: 1, sudah diakui dapat meningkatkan produktivitas hingga 18,12% (Suhendra dan Kushartanti, 2013).

Tabel 5. Produksi kombinasi 8 varietas dan 3 sistem t anam di Kabupaten Seluma tahun 2016

Varietas Sistem tanam/ Produksi (kg) GKP

Sisip Tidak sisip Mesin

I npara 1 2.917 1.771 1.250

I npara 2 5.833 4.583 5.625

I npara 3 4.583 4.167 2.292

I npara 6 6.042 5.417 5.208

I npara 7 3.958 4.292 3.333

I npara 8 5.417 4.583 4.375

Dendang 3.750 3.958 3.750

Cigeulis 3.125 3.917 4.167

Sumber: data primer diolah, 2016

Rata-rata produktivitas semua varietas pada musim tanam ini belum optimal dan lebih rendah bila dibandingkan dengan potensi hasil. Menurut deskripsi varietas, potensi hasil varietas I npara 1, 2,3 6,7,8, dendang dan cigeulis berturut-turut adalah 6,67 t/ ha; 6,08 t/ ha; 5,6 t/ ha; 6,0 t/ ha; 5,1 t/ ha; 6,0 t/ ha; 5,0 t/ ha dan 8,0 t/ ha. Kurang optimalnya hasil ini disebabkan oleh beberapa kendala di lapangan.

Pada masa vegetatif tanaman kurang mendapatkan air akibat curah hujan yang rendah (Lampiran 4). Serangan kepinding mengakibatkan hampir 20% tanaman pada perlakuan dosis pupuk menjadi kuning. Hama tikus menyerang tanaman pada fase generatif hampir 40% dari semua lahan petani kooperator ini didominasi oleh hama tikus dan kepinding tanah.

Bila tanaman mendapatkan kondisi lingkungan yang ideal maka kemungkinan produktivitas akan lebih tinggi. Hal ini disebabkan secara empiris


(36)

pertumbuhan tanaman dapat dinyatakan sebagai suatu fungsidari genotipe dengan lingkungan dimana keduanya dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan internal dan faktor pertumbuhan internal (Gardner, et al., 1991).

Berdasarkan uji lanjut dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) dengan taraf kepercayaan 5% perlakuan varietas dan sistem tanam berinteraksi pada komponen tinggi tanaman, panjang malai, jumlah gabah isi, jumlah gabah hampa, persentase gabah hampa dan produksi (Tabel 6). Sedangkan komponen jumlah anakan dan bobot 1.000 butir tidak terdapat interaksi antara varietas dan sistem tanam. Varietas berpengaruh tunggal terhadap kedua komponen hasil tersebut (Tabel 7).

Tabel 6. Pengaruh interaksi sistem tanam dengan varietas terhadap tinggi tanaman, panjang malai, gabah isi, gabah hampa dan persen gabah hampa.

Perlakuan

Komponen hasil yang diamati Tinggi tanaman (cm) Panjang malai (cm) Gabah isi (butir) Gabah hampa (butir) Persentase hampa (% ) Produktivit as (kg/ ha) Sistem tanam jarw o sisip

I npara 1 79,00c 20,84bc 872ab 443bc 34,09bc 2.910h

I npara 2 104,00b 22,78b 557ab 497bc 45,81bc 5.830a

I npara 4 76,67c 20,61bc 628ab 764b 55,39b 4.580d

I npara 6 104,33b 27,33a 742ab 499bc 39,97bc 6.043a

I npara 7 103,00b 21,71bc 680ab 481bc 42,01bc 3.960ef

I npara 8 107,67ab 23,18b 673ab 309c 30,88bc 5.420bc

Dendang 91,00bc 25,17ab 838ab 318c 27,76c 3.750f

Cigeulis 87,67bc 21,02bc 562ab 413bc 42,16bc 3.137gh

Sistem tanam jarw o tanpa sisip

I npara 1 80,67c 19,07c 109b 533bc 79,17a 1.770j

I npara 2 118,33ab 21,49bc 1.126a 1.208a 52,89bc 4.580de I npara 4 76,33c 22,08bc 1.057ab 714bc 40,33bc 4.160ef I npara 6 108,00ab 26,71ab 1.238a 462bc 26,48c 5.420bc I npara 7 94,67bc 22,37bc 545ab 475bc 44,74bc 4.290de

I npara 8 123,00a 24,49ab 881ab 293c 25,52c 4.580de

Dendang 93,00bc 24,29ab 1.232a 653bc 35,69bc 3.960ef

Cigeulis 81,67c 23,58b 554ab 510bc 50,03bc 3.920ef

Sistem tanam jarw o mesin I ndo Jarw o

I npara 1 78,67c 20,18bc 264b 533bc 67,24ab 1.250j

I npara 2 117,33ab 22,15bc 1.018ab 668bc 40,31bc 5.630bc

I npara 4 78,67c 20,88bc 367b 577bc 60,90ab 2.290i

I npara 6 101,00b 26,07ab 979ab 503bc 33,81bc 5.220c

I npara 7 104,33b 22,30bc 570ab 615bc 52,40bc 3.330gh

I npara 8 90,33bc 17,63c 184b 555bc 72,17ab 4.270de

Dendang 81,67c 24,53ab 763ab 229c 23,78c 3.750fg

Cigeulis 92,67bc 20,99bc 897ab 275c 23,56c 4.170ef

Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5 %


(37)

Pada interaksi varietas I npara 6 dengan sistem tanam sisip, t ingginya produktivitas I npara 6 dipengaruhi oleh komponen panjang malai yang berbeda nyata dibandingkan dengan varietas I npara yang lain dan varietas pembanding. Bentuk malai yang panjang akan menghasilkan cabang yang lebih banyak , sehingga gabah yang dihasilkan akan lebih banyak (Makarim dan Suhartatik, 2009; Saidah et al., 2015).

Tabel 7. Pengaruh tunggal varietas terhadap jumlah anakan dan bobot 1.000 butir perlakuan varietas dan sistem tanam

Perlakuan

Komponen hasil yang diamati Jumlah anakan

produktif (batang)

Bobot 1.000 butir (gram)

Varietas

I npara 1 34,67cd 65,82c

I npara 2 43,33b 70,38b

I npara 3 31,00d 71,53b

I npara 6 36,33c 75,78a

I npara 7 50,33a 76,95a

I npara 8 35,33c 58,26d

Dendang 37,67c 70,84b

Cigeulis 46,00b 73,40ab

Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5 %

Tingginya produktivitas varietas I npara 6 secara statistik juga di dukung oleh bobot 1.000 butir. Menurut Harsanti et al. (2003), berat 1.000 biji gabah lebih banyak ditentukan oleh sifat genotipe varietas tersebut seperti ukuran dan bentuk gabah itu sendiri. Semakin berat bobot 1.000 biji maka semakin tinggi produksiny.

Bobot 1.000 butir I npara 6 tidak berbeda nyata dngan bobot 1.000 butir varietas I npara 7. Kedua varietas ini memiliki bobot 1.000 butir yang lebih tinggi dibanding dengan varietas yang lain. Bobot 1.000 butir merupakan salah satu kriteria konsumen beras dalam menentukan preferensinya terhadap suatu varietas, karena bobot karakter ini sangat berhubungan dengan bentuk dan ukuran beras (Saryoko dan Purba, 2012).


(38)

4.2 Kombinasi sistem tanam dan dosis pupuk yang berdaya hasil tinggi pada lahan raw a spesifik lokasi.

Tabulasi hasil gabah yang diperoleh menunjukkan bahwa kombinasi dosis pupuk dan sistem tanam adalah dosis pupuk sesuai rekomendasi dengan sistem tanam sisip (Tabel 8). Kombinasi dosis pupuk rekomendasi dan sistem tanam sisip artinya telah menerapkan 3 komponen yang memang menjadi pengungkit dalam peningkatan produksi padi yaitu penggunaan VUB (I npara 2), dosis pupuk sesuai rekomendasi serta sistem tanam jajar legowo.

Tabel 8. Produksi kombinasi 3 dosis pupuk dan 3 sistem tanam di Kabupaten Seluma tahun 2016

Dosis pupuk Sistem tanam/ Produksi (kg) GKP

Sisip Tidak sisip Mesin

Rekomendasi 5.833 4.583 5.625

Naik 30% 5.625 5.625 4.792

Naik 60% 4.063 5.104 5.000

Sumber: data primer diolah, 2016

Penggunaan benih varietas unggul bermutu diyakini dapat menghasilkan daya perkecambahan yang tinggi dan seragam, tanaman yang sehat dengan perakaran yang baik, tanaman tumbuh lebih cepat, tahan terhadap hama dan penyakit, berpotensi hasil tinggi dan mutu hasil yang lebih baik (Dirjen Tanaman Pangan, 2013). Pemberian pupuk berdasarkan rekomendasi uji tanah akan memberikan takaran pupuk yang lebih tepat, efisien dan efektif karena mempertimbangkan faktor kemampuan tanah menyediakan hara dan kebutuhan hara tanaman (Setyorini et al., 2004). Penggunaan sistem tanam jajar legowo akan mendapatkan pertumbuhan tanaman yang optimal dengan produksi tinggi dan kualitas mutu beras yang baik karena adanya manipulasi posisi tanaman pinggir yang lebih banyak (Firdaus, 2015; Ariwibawa, 2012) .

Berdasarkan uji lanjut dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) dengan taraf kepercayaan 5% , interaksi antara dosis pupuk dan sistem tanam berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah gabah hampa dan produksi (Tabel 9). Pada perlakuan ini, komponen hasil panjang malai tidak terdapat interaksi antara dosis pupuk dan sistem tanam. Dosis pupuk berpengaruh tunggal pada komponen ini (Tabel 10).


(39)

Tabel 9. Pengaruh interaksi sistem tanam dengan dosis pupuk terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan, gabah hampa dan produksi.

Perlakuan

Komponen hasil yang diamati Tinggi

tanaman (cm)

Jumlah anakan produktif (batang)

Gabah hampa (butir)

Produktivitas (kg) Sistem tanam jarw o dengan sisip

Dosis rekomendasi 79,00c 11,00b 479,67b 5.834,33a

Dosis naik 30% 104,00b 12,00ab 474,33b 4.584,33c

Dosis naik 60% 76,67c 12,33ab 696,67b 5.623,33ab

Sistem tanam jarw o tanpa sisip

Dosis rekomendasi 80,67c 19,00ab 1.208,67a 5.623,33ab

Dosis naik 30% 118,33a 15,33ab 619,33b 5.626,67a

Dosis naik 60% 76,33c 13,33ab 1.037,67a 4.790,00b

Sistem tanam mesin indo jarw o

Dosis rekomendasi 78,67c 13,33ab 668,67b 4.060,00d

Dosis naik 30% 117,33a 19,67a 956,33a 5.100,00b

Dosis naik 60% 78,67c 14,00ab 1.134,30a 5.000,00b

Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5 %

Secara statistik kombinasi sistem tanam jarwo sisip dengan dosis sesuai rekomendasi dan kombinasi sistem tanam jarwo tanpa sisip dan dosis pupuk dinaikkan 30% diperoleh produksi gabah tertinggi. Akan tetapi tidak berbeda nyata dibandingkan dengan kombinasi sistem tanam dan dosis pupuk yang lain.

Tinggi tanaman tertinggi berada pada interaksi sistem tanam jarwo tanpa sisip dengan dosis pupuk dinaikkan 30% dan interaksi sistem tanam mesin dengan dosis pupuk yang sama. I nteraksi sistem tanam mesin dengan dosis pupuk dinaikkan 30% juga menghasilkan jumlah anakan produktif yang terbanyak. Jumlah anakan produktif berpengaruh terhadap jumlah gabah per tanaman dan mempengaruhi produksi hasil. Semakin banyak jumlah anakan maka produksi akan semakin besar (Saidah et al., 2015).

Pada perlakuan dosis pupuk dan sistem tanam, komponen panjang malai hanya dipengaruhi oleh dosis pupuk. Dosis pupuk tidak menunjukkan pengaruh berbeda terhadap panjang malai.


(40)

Tabel 10. Pengaruh tunggal dosis pupuk terhadap panjang malai perlakuan dosis pupuk dan sistem tanam

Perlakuan Komponen hasil yang diamati Panjang malai (cm)

Dosis rekomendasi 66,42a

Dosis naik 30% 70,38a

Dosis naik 60% 71,69a

Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5 %

4.3 Kombinasi varietas, sistem tanam dan dosis pupuk yang menghasilkan kualitas gabah dan beras yang baik.

Penanganan pascapanen padi secara tidak tepat dapat menimbulkan susut atau kehilangan baik mutu maupun fisik. Varietas padi yang ditanam pada saat ini adalah varietas unggul baru. Salah satu kelemahan dari arietas unggul adalah mudah rontok, sehingga menyebabkan kehilangan pada saat panen dan perontokan tinggi.

Susut panen padi

Susut panen diukur mulai dari saat pemotongan batang padi hingga penumpukan sementara, sehingga besaran susut terdiri dari susut pada saat panen ditambah dengan susut pada penumpukan padi sementara dan dinyatakan dalam persentase bobot.

Tabel 11. Susut panen 8 perlakuan varietas pada lahan rawa spesifik lokasi di Kabupaten Seluma tahun 2016.

No. Varietas Susut saat

panen (% )

Susut penumpukan

sementara (% )

Susut panen

(% ) 1. I npara 2 (dosis rekomendasi) 2,24 0,31 2.55

2. I npara 2 (dosis 30% ) 2,53 0,23 2,76

3. I npara 2 (dosis 60% ) 2,70 0,25 2,90

4. I npara 3 3,40 0,27 3,67

5. I npara 6 2,40 0,12 2,52

6. Dendang 1,87 0,23 2,10

7. Ciegeulis 1,92 0,24 2,16

Sumber: data primer diolah, 2016

Upaya meningkatkan ketahanan pangan dan swasembada beras perlu usaha mempertahankan kualitas gabah, perlu usaha menekan terjadinya susut pascapanen. Kualitas beras yang tinggi akan meningkatkan daya saing maupun


(41)

nilai tawar dari beras itu sendiri. Kondisi iklim dengan kelembaban yang tinggi menjadi faktor pendorong terjadinya kerusakan beras. Arah penanganan pascapanen padi harus memperhatikan titik kritis setiap kegiatan proses yang memberikan andil besar terhadap terjadinya susut hasil dan terjadinya penurunan kualitas gabah/ beras.

Dari hasil susut panen pada Tabel 11 terlihat bahwa seluruh varietas yang dipanen memberikan nilai susut panen antara 2,1-3,67% . Nilai susut panen masih cukup tinggi berkontribusi dalam kehilangan hasil panen di lapangan. Hal ini dikarenakan karena petani masih belum menerapkan cara panen dan pascapanen yang tepat, umumnya padi yang dipanen sebelum mencapai masak optimum atau melakukan pemanenan setelah tanaman padi lewat masak optimum. Hal ini memperbesar terjadinya susut panen, karena sebagian gabah sudah rontok sebelum di panen.

Penumpukan dan pengumpulan merupakan tahap penanganan pascapenen setelah padi di panen. Ketidaktepatan dalam penumpukan dan pengum pulan padi dapat mengakibatkan kehilangan hasil yang cukup tinggi. Untuk menghindari atau mengurangi terjadinya kehilangan hasil sebaiknya pada waktu penumpukan dan pengangkutan padi menggunakan alas. Penggunaan alas dan wadah pada saat penumpukan dan pengangkutan dapat menekan kehilangan hasil antara 0,94-2,36% .

Masalah selanjutnya adalah keterbatasan peralatan pascapanen yang dimiliki oleh kelompok maupun pribadi petani, misalnya alat panennya, alat perontokan atau alat pengering. Keterbatasan peralatan tersebut dapat menyebabkan lamanya rantai proses penanganan pascapanen. Dilapangan masih dijumpai terjadinya keterlambatan panen, penundaan perontokan padi karena kurangnya mesin perontok, dalam prakteknya pada saat pemanenan petani belum mengumpulkan potongan padi di atas alas/ terpal sehingga cukup banyak butiran padi yang jatuh di tanah sehingga susut penumpukan sementara memberikan nilai yang cukup tinggi pada kehilangan butiran gabah yang dinyatakan susut penumpukan sementara (SPS).


(42)

Analisis gabah dan beras

Saat ini pemerintah menerbitkan standar mutu beras giling agar beras yang diperdagangkan memenuhi standar. SNI beras giling berisi syarat beras giling dengan lima tingkatan mutu yaitu mutu I , I I , I I I , I V, V (Badan Standarisasi Nasional 2008, SNI 6128-2008). Mutu fisik beras sangat berpengaruh pada preferensi konsumen dan harga jual seperti persentase beras kepala adalah salah satu parameter yang paling penting dalam dunia perindustrian beras.

Beras giling merupakan butir utuh atau patah yang diperoleh dari proses penggilingan gabah hasil pertanaman padi yang seluruh lapisan sekamnya terkelupas atau sebagian lembaga dan katul telah dipisahkan serta memenuhi persyaratan kuantitatif dan kualitatif seperti tercantum dalam persyaratan kualitas beras giling pengadaan dalam negeri.

Analisis terhadap gabah dan beras ditujukan untuk mengetahui kualitas fisik dan kimia dari gabah/ beras dari berbagai varietas yang ditanam dengan teknologi budidaya yang berbeda. Teknologi budidaya dan varietas mungkin berpengaruh terhadap mutu beras giling. Mutu beras giling dinilai berdasarkan standar SNI 6128-2008. Adapun komponen mutu yang dinilai adalah: derajat sosoh, kadar air, butir kepala, butir patah, butir menir, butir merah, butir kuning/ rusak, butir mengapur, benda asing dan butir gabah. Hasil analisis fisik dan kimia beras serta gabah ditampilkan pada Tabel 12.

Tabel 12.Analisa kualitas beras 8 varietas di Kabupaten Seluma tahun 2016 Komponen Mutu

(dalam % ) V1 V2 V3 V4 V5 V6 V7 V8

Beras kepala Beras patah Beras menir Butir kuning Butir mengapur Butir merah Butir gabah Benda asing Kadar air beras Derajat sosoh Rendemen Amilosa 52,44 42,92 4,72 0,86 0,00 0,00 0,00 0,07 9,95 90,00 62,75 25,66 69,35 29,11 1,66 1,20 0,11 0,00 0,00 0,01 9,38 90,00 65.55 24,29 64,97 18,69 16,34 1,88 0,00 0,00 0,00 0,00 9,99 90,00 66,61 29,26 44,57 51,30 4,77 1,43 0,31 0,00 0,00 0,03 9,47 90,00 62,15 25,63 52,91 24,14 22,95 0,82 0,00 0,00 0,00 0,00 10,39 90,00 63,62 24,09 60,40 19,81 19,79 1,31 0,00 0,00 0,00 0,00 10,29 90,00 66,61 29,43 45,02 51,48 3,72 0,70 0,00 0,00 0,00 0,31 8,99 90,00 60,36 22,02 48,76 37,98 13,26 3,22 0,00 0,00 0,00 0,00 9,05 100 64,68 20,86 Keterangan :

V1 = varietas I npara 1 V5 = varietas I npara 7 V2 = varietas I npara 2 V6 = varietas I npara 8 V3 = varietas I npara 3 V7 = varietas Dendang V4 = varietas I npara 6 V8 = varietas Cigeulis


(43)

Tabel 12 menunjukkan bahwa rendemen beras giling semua sampel beras yang dianalisa berkisar antara 60,36% -66,61% , namun standar nasional beras giling untuk pengadaan beras dalam negeri tidak menyaratkan kriteria ini. Adapun kadar amilosa untuk berbagai varietas pada lahan rawa menunjukkan bahwa sebagian besar varietas yang ditanam pada optimasi lahan rawa memiliki kadar amilosa yang tinggi berkisar 24-29% , sedangkan varietas Dendang dan Cigeulis nilai kadar amilosanya 22,02% dan 20,86% .

Semakin rendah nilai amilosa beras maka rasa nasinya akan semakin pulen sebaliknya bila nilai amilosa tinggi maka rasa nasi akan berkurang kepulenannya atau rasa nasi pera. Sebagian besar masyarakat di Sumatera lebih menyukai nasi dengan rasa pera, hal ini dikarenakan lauk pauk pendamping nasi lebih banyak macamnya yang berkuah dan bersantan sehingga cocok bila dihidangkan bersama nasi dengan rasa pera.

Beras kepala adalah komponen mutu fisik beras yang secara langsung berpengaruh terhadap tingkat penerimaan oleh konsumen. Beras kepala merupakan penjumlahan but ir utuh dan butirpatah besar. Konsumen tidak menyukai beras giling dengan kadar beras kepala rendah. Standar mutu beras kepala berdasarkan SNI No.01-6128-2008 untuk kelas mutu I , I I , I I I , I V, V mensyaratkan kadar beras kepala minimal sebesar 95% , 89% , 78% , 73% dan 60% secara berurutan. Kadar beras kepala semua sampel beras yang dianalisis berkisar antara 44,57-69,35% . Beras kepala dari hasil analisa memperlihatkan bahwa sebagian besar varietas masih rendah yaitu dibawah 60% sehingga belum memenuhi standar mutu beras kepala untuk kelas V. Varietas yang memenuhi syarat dalam katagori mutu pada SNI No.01-6128-2008 adalah varietas I npara 2, I npara 3 dan I npara 8 yaitu 69,35% , 64,97% dan 60,40% .

Nilai beras patah berbanding terbalik dengan nilai beras kepala. Menurut standar SNI No. 01-6128-2008 kadar beras patah yang dipersyaratkan untuk beras kelas mutu I , I I , I I I , I V, V masing-masing sebesar maksimum 5% , 10% ,20% 25% dan 35% secara berurutan. Prosentase beras patah varietas I npara 3 dan I npara 8 adalah 18,69% , 19.81% dan termasuk pada kelas mutu I I I dan varietas I npara 7 adalah 24,14% termasuk kelas mutu I V dan varietas I npara 2 adalah 29,11% termasuk kelas mutu V. Sampel beras yang lainnya tidak memenuhi standar mutu SNI No. 01-6128-2008.


(44)

Untuk nilai komponen beras menir varietas I npara 2, I npara 6 dan Dendang adalah 1,66% , 4,77% , 3,72% , Nilai ini termasuk pada kelas standar mutu beras giling SNI No. 01-6128-2008 termasuk pada klas V. Nilai komponen yang lain dari persyaratan standar mutu beras giling SNI No. 01-6128-2008 untuk semua sampel beras sepertibutir mengapur, butir merah, butir gabah, benda asing, kadar air dan derajat sosoh seluruh nilai dari semua sampel memenuhi kriteria standar mutu SNI No. 01-6128-2008 termasuk mutu klas I .

Hasil analisis seluruh sampel beras hanya perlu adanya perbaikan pada dua komponen yaitu beras kepala dan beras patah untuk memenuhi standar kriteria SNI No. 01-6128-2008 pada varietas inpara 6 dan Dendang yang ditanam dengan indojarwo transplanter. Sedangkan varietas I npara 2 telah memenuhi syarat SNI No. 01-6128-2008 termasuk pada kelas mutu V. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kurangnya kandungan unsur N dan K pada tanah yang berpengaruh terhadap kualitas beras yaitu masih banyaknya beras patah dan menir dan prosentase beras kepala masih rendah.

Tabel 13. Analisa kualitas beras varietas I npara 2 dengan aplikasi beberapa dosis pupuk.

Komponen Mutu

(dalam % ) Rekomendasi Naik 30% Naik 60% Beras kepala Beras patah Beras menir Butir kuning Butir mengapur Butir merah Butir gabah Benda asing Kadar air beras Derajat sosoh Rendemen Amilosa 69,35 29,11 1,66 1,20 0,11 0,00 0,00 0,01 9,38 90,00 65.55 24,29 70,76 27,40 1,83 1,25 0,09 0,00 0,00 0,00 8,27 90,00 61,10 24,93 66,25 18,85 14,90 1,61 0,00 0,00 0,00 0,00 9,78 90,00 65,42 23,71

Sumber: Hasi uji laboratorium Balai Besar Pasca Panen tahun 2016

Rendemen beras giling semua sampel beras yang dianalisa berkisar antara 61,10% -65,55% . Tinggi rendahnya rendemen beras giling sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya komponen beras kepala. Semakin meningkat bobot butir kepala maka akan semakin meningkat pula rendemen beras gilingnya. Menurut Dipti et al,.(2002) rendemen beras kepala yang baik adalah minimal 70% , tetapi standar nasional beras giling untuk pengadaan beras dalam negeri tidak


(45)

mensyaratkan kriteria ini. Kandungan kadar amilosa berkisar 23,71% -24,93% dengan rasa nasi yang sedang tidak terlalu pulen namun tidak terlalu keras. Sejalan dengan penelitian Lalel et al. (2009) bahwa kadar amilosa menentukan kekerasan dn kelengketan nasi. Semakin rendah kadar amilosanya semakin pulen atau lengket nasinya. Berdasarkan Standar mutu beras kepala berdasarkan SNI No.01-6128-2008 seluruh sampel termasuk pada kelas mutu V yaitu berkisar antara 66,25% -70,76% dan nilai beras patah berbanding terbalik dengan nilai beras kepala dengan nilai I npara 2 rekomendasi pupuk 100% , 30% , dan 60% adalah 29,11% , 27,40 dan 18,85% dan secara berurutan termasuk pada kelas mutu V, I I I dan V.

Nilai komponen beras menir varietas I npara 2 dengan dosis pupuk rekomendasi, 30% , dan 60% adalah 1,66% , 1,83% , 14,90% , semakin tinggi nilai beras kepala maka nilai beras menir semakin kecil. Hasil analisa ini menunjukkan bahwa I npara 2 rekomendari pupuk 60% tidak memenuhi persyaratan SNI no.01-6128-2008, sedangkan yang lainnya termasuk pada kelas mutu I I I .

Nilai komponen yang lain dari persyaratan standar mutu beras giling SNI No. 01-6128-2008 untuk semua sampel beras sepertibutir mengapur, butir merah, butir gabah, benda asing, kadar air dan derajat sosoh seluruh nilai dari semua sampel memenuhi kriteria standar mutu SNI No. 01-6128-2008 termasuk mutu klas I I dan I I I .Dari hasil analisis seluruh sampel beras yang memenuhi standar kriteria SNI No. 01-6128-2008 untuk varietas I npara 2 rekomendasi pupuk 100% dan 30% masuk pada kelas mutu V, sedangkan varietas I npara 2 rekomendasi pupuk 60% untuk komponen menir masih telalu tinggi dan tidak memenuhi standar SNI No. 01-6128-2008. Uji organoleptik terhadap nasi 8 varietas yang melibatkan petani kooperator dan sekitar menunjukkan bahwa rasa nasi yang disukai oleh responden adalah Cigeulis (38,46% ), I npara 7 (23,07% ), I npara 2 (15,38% ), Dendang (15,38% ) dan I npara 6 (7,69).

4.4 Evaluasi keuntungan dan kelayakan usahatani padi pada lahan raw a spesifik lokasi.

Kombinasi varietas I npara 6 dengan sistem tanam sisip memberikan keuntungan usahatani tertinggi bila dibandingkan dengan kombinasi varietas dan sistem tanam yang lain. Namun, walaupun memberikan keuntungan tertinggi


(46)

nilai R/ C rasionya lebih rendah 0,17 dibanding dengan kombinasi varietas I npara 2 dengan sistem tanam mesin (Tabel 14).

Keuntungan sebagai indikator keberhasilan pelaksanaan usahatani dipengaruhi oleh banyak unsur seperti biaya, penerimaan, pendapatan dan sebagainya (Saihani, 2012). Teknik budidaya yang diterapkan, tingkat harga yang berlaku, hasil yang dicapai serta efisien dalam penggunaan input juga mempengaruhi pendapatan dan keuntungan usahatani padi (Rachman dan Saryoko, 2008; Makarim dan Suhartatik, 2006)

Tabel 14. Keuntungan dan kelayakan usahatani padi rawa kombinasi 8 varietas dengan 3 sistem tanam di Kabupaten Seluma Tahun 2016

Varietas Sistem tanam

Produksi (kg/ ha)

Penerimaan

(Rp/ MT/ ha) Biaya (Rp/ ha)

Keuntungan

(Rp/ ha) R/ C I npara 1

Sisip 2.917 11.084.600 7.683.000 3.401.600 1.44 tidak sisip 1.771 6.729.200 6.767.000 (37.200) 0.99 Mesin 1.250 4.750.000 6.512.000 (1.762.000) 0.73

I npara 2

Sisip 5.833 22.165.400 7.651.000 14.514.400 2.90 tidak sisip 4.583 17.415.400 6.829.000 10.586.400 2.55 Mesin 5.625 21.375.000 6.914.000 14.461.000 3.09

I npara 3

Sisip 4.583 17.415.400 7.729.000 9.686.400 2.25 tidak sisip 4.167 15.834.600 7.005.000 8.829.600 2.26 Mesin 2.292 8.709.600 6.560.000 2.149.600 1.33

I npara 6

Sisip 6.042 22.959.600 7.863.000 15.096.600 2.92 tidak sisip 5.417 20.584.600 7.127.000 13.457.600 2.89 Mesin 5.208 19.790.400 6.890.000 12.900.400 2.87

I npara 7

Sisip 3.958 15.050.400 7.693.000 7.347.400 1.96 tidak sisip 4.292 16.309.600 7.017.000 9.292.600 2.32 Mesin 3.333 12.665.400 6.682.000 5.983.400 1.90

I npara 8

Sisip 5.417 20.584.600 7.827.000 12.757.600 2.63 tidak sisip 4.583 17.415.400 7.029.000 10.386.400 2.48 Mesin 4.375 16.625.000 6.792.000 9.833.000 2.45

Dendang

Sisip 3.750 14.250.000 7.631.000 6.619.000 1.87 tidak sisip 3.958 15.040.000 6.993.000 8.047.400 2.15 Mesin 3.750 14.250.000 6.706.000 7.544.000 2.12 Cigeulis

Sisip 3.125 11.875.000 7.595.000 4.280.000 1.56 tidak sisip 3.917 14.884.600 6.982.500 7.902.100 2.13 Mesin 4.167 15.834.600 6.780.000 9.054.600 2.34

Sumber: data primer diolah, 2016

Jumlah output (produksi) dan keuntungan yang diperoleh pada sistem tanam mesin pada varietas I npara 2 memang lebih sedikit bila dibandingkan jumlah produksi tertinggi pada kombinasi varietas dan sistem tanam yaitu


(47)

varietas I npara 6 dengan sistem tanam sisip. Namun komponen biaya kombinasi varietas I npara 2 dan sistem tanam mesin lebih kecil dibandingkan dengan kombinasi varietas I npara 6 dengan sistem tanam sisip.

Pada sistem tanam mesin terdapat beberapa kegiatan yang mampu menghemat biaya input terutama pada komponen jumlah tenaga kerja. Pada sistem tanam mesin petani memang harus mengeluarkan biaya sewa alat untuk proses penanaman namun jumlah yang dikeluarkan hanya separuh dari biaya yang harus dikeluarkan apabila membayar buruh tanam pada sistem tanam manual. Berdasarkan spesifikasinya I ndo Jarwo Transplanter 2: 1 dengan 2-3 operator yang terampil memiliki kapasitas kerja 6-7 jam/ ha sedangkan kebutuhan tenaga kerja penanaman padi secara manual mencapai 30-50 HOK/ ha (BB Mektan, 2013).

Kombinasi perlakuan dosis pupuk sesuai rekomendasi dan sistem tanam mesin memperoleh keuntungan dan nilai R/ C tertinggi dibanding dengan kombinasi yang lain (Tabel 15).

Tabel 15. Keuntungan dan kelayakan usahatani padi rawa dengan perlakuan dosis pupuk dan 3 sistem tanam di Kabupaten Seluma Tahun 2016

Perlakuan dosis pupuk Sistem tanam Produksi (kg/ ha) Penerimaan (Rp/ MT/ ha)

Biaya (Rp/ ha) Keuntungan (Rp/ ha) R/ C Rekomendasi

sisip 5.833 22.165.400 7.651.000 14.514.400 2,90 tanpa sisip 4.583 17.415.400 6.829.000 10.586.400 2,55 mesin 5.625 21.375.000 6.914.000 14.461.000 3,09

naik 30%

sisip 5.625 21.375.000 7.965.000 13.410.000 2,68 tanpa sisip 5.625 21.375.000 7.265.000 14.110.000 2,94 mesin 4.792 18.209.600 7.142.000 11.067.600 2,55

naik 60%

sisip 4.063 15.439.400 8.149.000 7.290.400 1,89 tanpa sisip 5.104 19.395.200 7.509.000 11.886.200 2,58 mesin 5.000 19.000.000 7.478.000 11.522.000 2,54 Sumber: data primer diolah, 2016

Kombinasi dosis pupuk rekomendasi dan sistem tanam mesin pada hakikatnya telah menerapkan 3 komponen yang memang menjadi pengungkit dalam peningkatan produksi padi yaitu penggunaan VUB, dosis pupuk sesuai rekomendasi serta pengaturan jarak tanam yang optimal (jajar legowo). Penggunaan benih varietas unggul bermutu diyakini dapat menghasilkan daya perkecambahan yang tinggi dan seragam, tanaman yang sehat dengan perakaran yang baik, tanaman tumbuh lebih cepat, tahan terhadap hama dan


(48)

penyakit, berpotensi hasil tinggi dan mutu hasil yang lebih baik (Dirjen Tanaman Pangan, 2013).

Pemberian pupuk berdasarkan rekomendasi uji tanah akan memberikan takaran pupuk yang lebih tepat, efisien dan efektif karena mempertimbangkan faktor kemampuan tanah menyediakan hara dan kebutuhan hara tanaman (Setyorini et al., 2004). Penelitian Rochayati et al. (2002) yang melakukan penelitian di 18 Provinsi di I ndonesia melaporkan bahwa jika takaran pemupukan yang diterapkan sesuai dengan rekomendasi uji tanah jika dibandingkan dengan takaran anjuran umum seperti saat ini akan diperoleh penghematan berupa pupuk atau biaya produksi yang cukup nyata..

Pada sistem tanam mesin, selain berkurangnya biaya tanam pada sistem tanam ini tidak ada komponen biaya tenaga kerja untuk proses pem buatan pola tanam (pencaplakan) dan mencabut bibit. Unadi dan Suparlan (2011) menyatakan bahwa fungsi dari alat dan mesin pertanian antara lain adalah untuk: (1). Mengisi kekurangan tenaga kerja manusia dan ternak yang semakin langka; (2). Meningkatkan produktivitas tenaga kerja; (3). Meningkatkan efisiensi usaha tani melalui penghematan tenaga, waktu dan biaya produksi; (4). Menyelamatkan hasil dan meningkatkan mutu produk pertanian.


(49)

V. KESI MPULAN dan SARAN

5.1 Kesimpulan

3.1. Kombinasi varietas dan sistem tanam yang berdaya hasil tinggi pada lahan rawa spesifik lokasi adalah varietas I npara 6 dengan sistem tanam sisip. 3.2. Kombinasi dosis pupuk dan sistem tanam yang berdaya hasil tinggi pada

lahan rawa spesifik lokasi adalah dosis pupuk rekomendasi dan sistem tanam sisip.

3.3. Varietas, sistem tanam dan dosis pupuk yang menghasilkan kualitas gabah dan beras yang baik adalah varietas I npara 2 dengan sistem tanam mesin dan dosis pupuk dinaikkan 30% .

3.4. Usahatani padi pada lahan rawa spesifik lokasi yang paling layak secara ekonomi adalah varietas I npara 2 dengan sistem tanam mesin dan dosis pupuk sesuai dengan rekomendasi.

5.2. Saran

Pemilihan kombinasi varietas, dosis pupuk dan sistem tanam dapat dilakukan oleh petani dengan menyesuaikan kombinasi tersebut dengan kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan.


(50)

KI NERJA HASI L PENGKAJI AN

Kajian optimasi lahan rawa spesifik lokasi di Provinsi Bengkulu diarahkan untuk meningkatkan produktivitas persatuan luas lahan dan I ndeks Pertanaman (I P) serta kualitas hasilnya. Peningkatan produktivitas dilakukan dengan penggunaan varietas unggul baru yang adaptif, sistem tanam yang tepat serta pemupukan sesuai dengan kebutuhan tanaman.

Kombinasi varietas dan sistem tanam yang berdaya hasil tinggi pada lahan rawa spesifik lokasi adalah varietas I npara 6 dengan sistem tanam sisip sedangkan kombinasi sistem tanam dan dosis pupuk yang berdaya hasil tinggi pada lahan rawa spesifik lokasi adalah sistem tanam sisip dengan dosis pupuk rekomendasi.

Varietas, sistem tanam dan dosis pupuk yang menghasilkan kualitas gabah dan beras yang baik adalah varietas I npara 2 dengan sistem tanam mesin dan dosis pupuk dinaikkan 30% . Usahatani padi pada lahan rawa spesifik lokasi yang paling layak secara ekonomi adalah varietas I npara 2 dengan sistem tanam mesin dan dosis pupuk dinaikkan 30%


(51)

DAFTAR PUSTAKA

Alihamsyah T. dan Ar-riza, I . 2006. Teknologi pemanfaatan lahan rawa lebak. dalam Karakteristik dan pengelolaan lahan rawa. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.

Ariwibawa, I .B,. 2012. Pengaruh Sitem Tanam Terhadap Peningkatan Produktivitas Padi pada Lahan Sawah Dataran Tinggi Beriklim Basah. Prosiding Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi. Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura.

Balai Besar Mekanisasi Pertanian. 2013. Mesin Tanam I ndo Jarwo Transplanter. http: / / mekanisasi.litbang.deptan.go.id. [ 1 Desember 2016]

Balai Besar Padi. 2015. Keunggulan dan Karakter yang Berbeda Pada I npara. http: / / bbpadi.litbang.pertanian.go.id. [ 29 Januari 2015]

BPS Provinsi Bengkulu. 2010. Provinsi Bengkulu dalam Angka. BPS Provinsi Bengkulu. Bengkulu.402 p.

Dipti,S.S., S.T. Hossain,M.N.Bari,K.A.Kabir. 2002. Physiochemichal and cooking properties of some fine rice varieties.Pak. J.Nutr (1): 188-190

Dirjen Tanaman Pangan. 2013. Petunjuk Teknis Pelaksanaan SL PTT Padi dan Jagung. Kementerian Pertanian Republik I ndonesia

Firdaus. 2015. Sistem tanam jajar legowo 2: 1. http: / / nad.litbang.pertanian.go.id. [ 29 Januari 2015]

Gardner, F.P., R.B. Perace dan R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Penerjemah Herawati Susilo dan Subiyanto (pendamping). UI Press. Halaman 153.

Gomez,K.A,. dan A.A. Gomez. 1984. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Universitas I ndonesia Press. Jakarta

Harsanti L, Hambali, Mugiono. 2003. Analisis daya adaptasi 10 galur mutan padi sawah di 20 lokasi uji daya hasil pada dua musim. Jurnal Zuriat 144 (1): 1-7.

Kasno,A., I brahim A.S, dan A.Rachman. 2009. Pengelolaan Hara Tanah dan Peningkatan Pendapatan Petani dalam Pola Tanam Sayuran Dataran Tinggi di Kopeng dan Buntu. Prosiding Seminar Nasional Peningkatan Produktivitas Sayuran Datara Tinggi. Balittanah.litbang.pertanian.go.id [ 9 Okober 2015]

Makarim, A.K., dan E. Suhartatik. 2015. Budidaya padi dengan masukan in situ menuju perpadian masa depan. Buletin I ptek Tanaman Pangan Volume 1 (1): 19-29

Mayunar. 2014. Tingkat produktivitas dan pendapatan usahatani padi sawah melalui sistem tanamjajar legowo dan tegel di Kecamatan Kramatwatu Kabupaten Serang. http:/ / banten.pertanian.go.id [ 9 Oktober 2015]

Misran. 2014. Studi Sistem Tanam Jajar Legowo terhadap Peningkatan Produktivitas Padi Sawah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)


(1)

47 Lampiran 3. Surat persetujuan addendum


(2)

Lampiran 4. Data curah hujan Kecamatan Semidang Alas Maras Bulan Mei-Juli 2016


(3)

49

Lampiran 5. Dokumentasi kegiatan Kajian Optimasi Lahan Rawa Spesifik Lokasi di Provinsi Bengkulu 2016.

Pengambilan sampel tanah dan plotting lahan Koordinasi dan hunting lokasi


(4)

Perawatan tanaman Temu lapang tanam perdana


(5)

51

Organisme Pengganggu Tanaman fase generatif

Panen dan penghitungan susut panen


(6)