lapkir bioindustri tanaman ternak 2016

(1)

LAPORAN AKHI R

MODEL SI STEM PERTANI AN BI OI NDUSTRI

BERBASI S I NTEGRASI TANAMAN – TERNAK

SPESI FI K LOKASI DI PROVI NSI BENGKULU

UMI PUDJI ASTUTI

BALAI PENGKAJI AN TEKNOLOGI PERTANI AN BENGKULU

BADAN PENELI TI AN DAN PENGEMBANGAN PERTANI AN


(2)

LAPORAN AKHI R

MODEL SI STEM PERTANI AN BI OI NDUSTRI

BERBASI S I NTEGRASI TANAMAN – TERNAK

SPESI FI K LOKASI DI PROVI NSI BENGKULU

Shannora Yuliasari

Afrizon

Yulie Oktavia

Tri Wahyuni

Linda Harta

Catur Yanto

Yoyo

Basuni Asnaw i

Sri Hartati

BALAI PENGKAJI AN TEKNOLOGI PERTANI AN BENGKULU

BADAN PENELI TI AN DAN PENGEMBANGAN PERTANI AN


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga Laporan Akhir Tahun 2016 Kegiatan Model Sistem Pertanian Bioindustri Berbasis I ntegrasi Tanaman – Ternak Spesifik Lokasi Di Provinsi Bengkulu dapat tersusun. Laporan ini dibuat sebagai salah satu pertanggung jawaban terhadap hasil pelaksanaan kegiatan mulai bulan Januari sampai dengan bulan Desember Tahun 2016.

Laporan ini telah kami susun semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam pelaksanaan kegiatan dan pembuatan laporan tengah tahun ini.

Kami menyadari bahwa dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan ini tentu ada kekurangannya, oleh karena itu kritik dan saran untuk perbaikan sangat diharapkan. Semoga kegiatan ini dapat memberikan manfaat bagi percepatan adopsi inovasi teknologi berbasis Bioindustri di Provinsi Bengkulu. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi perbaikan kegiatan ini.

Bengkulu, Desember 2016 Penanggung Jawab Kegiatan

Dr. Umi Pudji Astuti, MP NI P. 19610531 199003 2 001


(4)

LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul RPTP : Model Sistem Pertanian Bioindustri Berbasis I ntegrasi Tanaman – Ternak Spesifik Lokasi di Provinsi Bengkulu

2. Unit Kerja : BPTP Bengkulu

3. Alamat Unit Kerja : JL. I rian KM, 6,5 Bengkulu 38119 4. Sumber Dana : DI PA BPTP Bengkulu TA. 2016 5. Status Kegiatan (L/ B) : L (Lanjutan)

6. Penanggung Jawab

a. Nama : Dr. I r. Umi Pudji Astuti, MP b. Pangkat/ Golongan : Pembina/ I Va

c. Jabatan Fungsional : Penyuluh Madya

7. Lokasi : Kabupaten Rejang Lebong 8. Agroekosistem : Lahan kering

9. Tahun Mulai : 2015 10. Tahun Selesai : 2017

11. Output Tahunan : 1. Mantapnya I novasi Teknis sistem pertanian bioindustri berbasis tanaman (kopi) -ternak (sapi) spesifik lokasi Bengkulu 2. Mantapnya I novasi Kelembagaan petani

dan pasar sistem pertanian bioindustri berbasis tanaman (kopi) - ternak (sapi) spesifik lokasi Bengkulu

3. Diperolehnya potensi produk bioindustri terhadap peningkatan produktivitas tanaman dan ternak

4. Terdiseminasikannya model sistem pertanian bioindustri berbasis tanaman -ternak kepada stakeholders

12. Output Akhir : 1. Rekomendasi Model Sistem Pertanian Bioindustri Berbasis I ntegrasi Kopi – Sapi Spesifik Lokasi di Provinsi Bengkulu.

2. Berkembangnya model sistem pertanian bioindustri di Provinsi Bengkulu

3. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta daya beli masyarakat/ petani di kawasan kajian melalui percepatan pembangunan ekonomi wilayah berbasis integrasi tanaman dan ternak


(5)

13. Biaya Kegiatan : Rp. 305.500.000-, (Tiga Ratus Lima Juta Lima Ratus Ribu Rupiah).

Koordinator Program,

Dr. Shannora Yuliasari, S.TP., MP NI P. 19740731 200312 2 001

Penanggung Jawab Kegiatan,

Dr. Umi Pudji Astuti, MP NI P. 19610531 199003 2 001

Mengetahui: Kepala BBP2TP,

Dr. I r. Haris Syahbudin, DEA NI P. 19680415 199203 1 001

Kepala BPTP Bengkulu,

Dr. I r. Dedi Sugandi, MP NI P. 19590206 198603 1 002


(6)

DAFTAR I SI

Halaman

KATA PENGANTAR... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

DAFTAR I SI ... v

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPI RAN... ix

RI NGKASAN ... x

SUMMARY... xii

I . PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Tujuan Umum... 2

1.3. Keluaran ... 3

1.4. Perkiraan Dampak dan Manfaat ... 4

I I . TI NJAUAN PUSTAKA... 5

I I I . PROSEDUR... 10

3.1. Waktu dan Lokasi ... 10

3.2. Alat dan bahan ... 10

3.3. RuangLingkupKegiatan ... 10

3.4. Metode Pelaksanaan Pengkajian ... 11

I V. HASI L DAN PEMBAHASAN ... 23

4.1. Memantapkan I novasi Teknis sistem pertanian bioindustri berbasis tanaman (kopi) - ternak (sapi) spesifik lokasi Bengkulu .. 23

4.2. Memantapkan I novasi Kelembagaan petani dan pasar sistem pertanian bioindustri berbasis tanaman (kopi) - ternak (sapi) spesifik lokasi Bengkulu ... 29

4.3. Mengetahui potensi produk bioindustri terhadap peningkatan produktivitas tanaman dan ternak ... 31

4.4. Mendiseminasikan model sistem pertanian bioindustri berbasis tanaman - ternak kepada stakeholders ... 42

V. KESI MPULAN DAN SARAN ... 45

KI NERJA HASI L PENGKAJI AN ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47

ANALI SI S RI SI KO ... 50

JADWAL KERJA... 51

PEMBI AYAAN ... 52

PERSONALI A ... 54


(7)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Desain Perlakuan Pakan ... 18

2. Pengamatan Terhadap Jumlah Feses dan Urine Per Ekor Per Hari ... 19

3. Rancangan untuk I mplementasi POP dan POC pada Tanaman... 20

4. Formula Analisa Finansial ... 22

5. Bimbingan Teknis Sampai Bulan Desember 2016 ... 23

6. Peningkatan Pengetahuan Petani melalui Bimbingan Teknis di Desa Air Meles Kabupaten Rejang Lebong Tahun 2016 ... 23

7. Deskripsi Tingkat Pengetahuan Peserta Bimbingan Teknis Melalui Kegiatan Demontrasi Cara Di Desa Air Meles Bawah Kecamatan Curup Timur Tahun 2016... 24

8. Jumlah petani yang memahami atribut teknologi panen petik merah sebelum dan setelah pelaksanaan kunjungan lapang ... 26

9. Jumlah petani yang memahami atribut teknologi pengolahan kopi bubuk petik merah sebelum dan setelah pelaksanaan kunjungan lapang ... 28

10. Lahan petani kopi yang sudah dipanen petik merah di Desa Talang Ulu 31 11. Produksi kopi petik merah petani Desa Talang Ulu yang sudah dipanen 3 kali (gr/ pohon) Sampai Dengan Bulan mei 2016 ... 32

12. Perhitungan Tambahan Keuntungan Petani/ Bulan ... 34

13. Pengaruh beberapa dosis pemberian kompos terhadap komponen hasil tanaman kubis di Desa Air Meles Bawah Tahun 2016 ... 37

14. Nilai Ekonomis Kopi Petik Merah ... 40

15. Analisis Finasial Ternak sapi ... 40

16. Perhitungan Tambahan Keuntungan Pet ernak/ Bulan (13 ekor ternak) ... 41

17. Analisis finansial UT kubis dengan menggunakan POP pada lahan petani kooperator seluas 0,2 ha di Desa Air Meles Tahun 2016... 41

18. Bahan I nformasi Tercetak ... 42

19. Karya Tulis I lmiah yang telah Mengikuti Seminar... 44

20. Daftar resiko dan dampak pengkajian model sistem pertanian bioindustri berbasis integrasi padi-sapi spesifik lokasi di Provinsi Bengkulu Tahun 2016 ... 50

21. Daftar penanganan resiko pengkajian model sistem pertanian bioindustri berbasis integrasi padi-sapi spesifik lokasi di Provinsi Bengkulu Tahun 2016 ... 50


(8)

23. Rencana Anggaran dan Belanja Kegiatan ... 52 24. Realisasi Anggaran Belanja Kegiatan ... 53 25. Personalia Kegiatan ... 54


(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Konsep/ Rancangan Bioindustri Berkelanjutan... 7 2. Struktur Kelembagaan Kelompok Tani ... 17


(10)

DAFTAR LAMPI RAN

Halaman 1. Dokumentasipemeliharaan dan pengamatan tanaman kopi Tahun 2016 56 2. Dokumentasi bimbingan teknis dan apresiasi teknologi Tahun 2016 ... 57 3. Dokumentasi pemeliharaan dan pengamatan hewan ternak (sapi)

Tahun 2016 ... 58 4. Dokumentasi I mplementasi penggunaan kompos dan bioUrine pada

tanaman Tahun 2016 ... 59 5. Dokumentasi kunjungan lapang ke Desa Tangsi Duren Kecamatan

Kabawetan Kabupaten Kepahiang Tahun 2016 ... 60 6. Dokumentasi Kegiatan Ekspose BPTP Bengkulu Tahun 2016 ... 61


(11)

RI NGKASAN

1. Judul RDHP : Model Sistem Pertanian Bioindustri Berbasis I ntegrasi Tanaman – Ternak Spesifik Lokasi di Provinsi Bengkulu

2. Unit Kerja : BPTP Bengkulu

3. Lokasi : Kabupaten Rejang Lebong

4. Status : Lanjutan

5. Tujuan Umum : 1. Merekomendasikan Model Sistem Pertanian Bioindustri Berbasis I ntegrasi Kopi – Sapi Spesifik Lokasi di Provinsi Bengkulu

2. Mengembangkan model sistem pertanian bioindustri di Provinsi Bengkulu

6. Tujuan 2016 : 1. Memantapkan I novasi Teknis sistem pertanian bioindustri berbasis tanaman (kopi) - ternak (sapi) spesifik lokasi Bengkulu

2. Memantapkan I novasi Kelembagaan petani dan pasar sistem pertanian bioindustri berbasis tanaman (kopi) - ternak (sapi) spesifik lokasi Bengkulu

3. Mengetahui potensi produk bioindustri terhadap peningkatan produktivitas tanaman dan ternak

4. Mendiseminasikan model sistem pertanian bioindustri berbasis tanaman - ternak kepada stakeholders

7. Keluaran 2016 : 1. Mantapnya I novasi Teknis sistem pertanian bioindustri berbasis tanaman (kopi) - ternak (sapi) spesifik lokasi Bengkulu

2. Mantapnya I novasi Kelembagaan petani dan pasar sistem pertanian bioindustri berbasis tanaman (kopi) - ternak (sapi) spesifik lokasi Bengkulu

3. Diperolehnya potensi produk bioindustri terhadap peningkatan produktivitas tanaman dan ternak

4. Terdiseminasikannya model sistem pertanian bioindustri berbasis tanaman - ternak kepada stakeholders

8 Hasil yang Diharapkan : Replikasi/ pengembangan model pertanian bioindustri spesifik lokasi ke kawasan lain


(12)

10 Prakiraan Dampak : 1. Terciptanya pertanian ramah lingkungan melalui integrasi tanaman – ternakdi Provinsi Bengkulu

2. Meningkatnya daya beli masyarakat/ petani di Provinsi Bengkulu melalui percepatan pembangunan ekonomi wilayah

3. Meningkatnya akuntabilitas Badan Litbang Pertanian sebagai penghasil I novasi melalui penyebaran dan adopsi inovasi oleh pengguna

11 Metodologi : Pengkajian dilakukan selama 3 tahun, mulai dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2017 di Desa Air Meles, Kecamatan Curup Timur, Kabupaten Rejang Lebong dengan pertimbangan sebagai berikut : 1) Merupakan sentra tanaman kopi rakyat dan sapi di Provinsi Bengkulu; 2) Mempunyai kesesuaian agroekosistem untuk pengembangan tanaman kopi dan ternak di Provinsi Bengkulu; 3) Adanya dukungan program pengembangan kopi dan ternak sapi dari Dinas Perkebunan, Dinas Pertanian dan Dinas Peternakan provinsi dan kabupaten.

Kegiatan dilakukan melalui on farm trial dilapangan dan laboratorium, dengan tahapan : 1) Koordinasi antar pemangku kepentingan; 2) Penelusuran literatur (desk studi); 3) I dentifikasi dan analisa data kelembagaan dan data ekonomi; 4) Pemantapan data sosial ekonomi, kelembagaan, agronomi, kandungan nutrisi pada pakan, kandungan hara pada kompos, efikasi biopestisida dari urine, kandungan hara pada tanah; 5) FGD, pelatihan dan demplot; 6) Temu Usaha; 7) Pelaporan

12 Jangka Waktu : 3 (tiga) tahun(2015 -2017) 13 Biaya TA 2015

Biaya Tahun 2016

: Rp. 457.700.000-, (Empat Ratus Lima Puluh Tujuh Juta Tujuh Ratus Ribu Rupiah)

Rp. 305.500.000-, (Tiga Ratus Lima Juta Lima Ratus Ribu Rupiah)


(13)

SUMMARY

1. Title : The Model of Bioindustry Farming System Based on Specific Location of Croop (cafee) – live stock (Cow) I ntegration in Bengkulu Province

2. I mplementing Unit : Bengkulu Assessment I nstitution of Agriculture Technology

3. Location Bengkulu Province

4. Status : Continued

5. Objectives 2016 : 1. To strengthen the agricultural system model design based bioindustry crops (coffee) – cattle (cows) site specific of Bengkulu.

2. To strengthen and develop the product of bioindustry agricultural.

3. To know the potency of bioindustry products to the increasing of crop and cattle productivity.

4. To disseminate technology innovation to stakeholders.

6. Output : 1. The strengthening of the agricultural system model design based bioindustry crops (coffee) – cattle (cows) site specific of Bengkulu.

2. The strengtheningand developing of the product of bioindustry agricultural.

5. The knowing ofthe potency of bioindustry products to the increasing of crop and cattle productivity. 6. The dissemination of technology innovation to

stakeholders.

7. Expected Output : The replication/ development of agricultural bioindustry model site-specific to other region

8. Benefits Forecast : 1. An increase the productivity of agribusiness and farmers’ income farmers throughaccelered the agricultural bioindustry innovations.

2. I ncreased public welfare-based of crops and livestock integration in the studi area

3. An adoption the specific agricultural bioindustry models by farmers and stakeholders

9. I mpact Forecast : 1. The creation of agriculture environment ally friendly through crop – live stock in Bengkulu Province 2. I ncresed the people/ farmers purcushing power

through economics developing acceleration.

3. I ncreased I AAR Daccountability as innovation producer through dissemination and adoption innovations byusers


(14)

10. Methodology : The assessment is conducted for 3 years, from 2015 until 2017 in Air Meles Village Rejang Lebong Districtwith the following considerations: 1) I s coffe and cattle development centers in Bengkulu Province; 2) Having the sustainability of agroecosystem for the development of coffee and cattle in Bengkulu Province; 3) The supporting of coffee and cattle development program from Agriculture and Livestock Department in province and districts. The assessment is conducted through survey, field and laboratory studies, with the following phases: 1) Coordination among stakeholders; 2) Arrangement of action preparation; 3) Searchig literature (desk studi); 4) Arrangement of extracting primary data instrument preparation (questionnaire); 5) Field survey using rapid field observation (Rapid Rural Appraisal/ RRA); 6) The data identification and analyzing through technical evaluation and social economy approach; 7) Design and road map arrangement of sustainable specific location bioindustry model in Bengkulu Province; 8) The collection of social economy, institutional, agronomic, nutrient content of food, nutrient content of compost, urine biopesticide efficacy, soil nutrient content, plant tissues nutrient; 9) Socialization, training, and demonstration plots; 10) Reporting

11. Duration : 3 years (2015 -2017) 12. Budget 2015

Budget 2016

:

:

Rp. 457.700.000 (Four hundred and fiftyseven million seventy hundred rupiah)

Rp 305.500.000,- (Three hundred and fifty million five hundred rupiah)


(15)

I . PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Paradigma Pertanian untuk Pembangunan (agriculture for development) menyatakan bahwa pembangunan perekonomian nasional dirancang dan dilaksanakan berdasarkan tahapan pembangunan pertanian dan menjadikan sektor pertanian sebagai motor penggerak pembangunan. Penempatan kedudukan sektor pertanian dalam pembangunan nasional merupakan kunci utama keberhasilan mewujudkan I ndonesia yang Bermartabat, Mandiri, Maju, Adil dan Makmur. Tahapan pencapaian dan peta jalan transformasi struktural merupakan landasan untuk menetapkan posisi sektor pertanian dalam Pembangunan Nasional. Transformasi pertanian merupakan proses penggerak transformasi pembangunan nasional secara keseluruhan, dengan paradigma ini, proses transformasi pembangunan nasional dikelola secara terpadu, sinergis, selaras dan berimbang dengan proses transformasi pertanian (Kementan, 2013).

Perekonomian ke depan haruslah ditransformasikan dari basis sumber energi berbahan fosil menjadi sumber energi bahan baku baru utamanya bahan hayati yang mampu menghasilkan biomassa sebesar-besarnya yang diolah menjadi bahan pangan, pupuk, pakan, energi, serat,obat-obatan, bahan kimia dan bioproduk lainnya secara berkelanjutan. Oleh karena itu pertanian ke depan harus dibangun dengan konsep model pertanian ramah lingkungan spesifik lokasi untuk mewujudkan pertanian bio-industri. Peningkatan kualitas kehidupan masyarakat akan diiringi dengan peningkatan kesadaran terhadap penyelamatan dan pelestarian lingkungan.

Pembaharuan diperlukan sebagai upaya mewujudkan pertanian bio-industri yang berkelanjutan. Pembaharuan dalam perpektif sistem pertanian bioindustri dapat dilakukan melalui: (1) Usaha pertanian berbasis ekosistem intensif; (2) Pengolahan seluruh hasil pertanian dengan konsep whole biomass biorefinery; (3) I ntegrasi usaha pertanian-biodigester-biorefinery. Prinsip dasar pembaharuan dalam konsep bioindustri diantaranya adalah: (1) Berkelanjutan (2) Mengoptimalkan pemanfaatan produk dengan mengurangi/ meminimalkan limbah (ramah lingkungan) (3) Memaksimalkan pendapatan melalui peningkatan nilai tambah (4) Mempertimbangkan keseimbangan dan efisiensi (economic scale).


(16)

Sektor pertanian berperan penting dalam perekonomian di Provinsi Bengkulu karena menyumbangkan porsi terbesar (39,84% ) dalam pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) (Badan Pusat statistik Provinsi Bengkulu, 2012). Dukungan luas wilayah, kondisi lahan, iklim dan geografi di Provinsi Bengkulu menjadikan wilayah ini di dominasi oleh komoditas perkebunan dan ternak. Kelapa sawit, karet, dan kopi merupakan komoditas yang dominan dan menjadi komoditas unggulan, sedangkan sapi potong merupakan komoditas ternak utama di Provinsi Bengkulu.

Selain komoditas perkebunan, Provinsi Bengkulu juga mempunyai potensi pengembangan komoditas tanaman pangan, hortikultura, dan peternakan. Tanaman pangan potensial untuk dikembangkan di Provinsi Bengkulu diantaranya adalah padi, jagung, kedelai dan kacang tanah. Tanaman hortikultura yang berpotensi untuk dikembangkan diantaranya adalah sayuran (bawang merah, bawang daun, cabe, wortel, sawi, kentang, kubis, tomat, terung, ketimun, kangkung, dan bayam) dan aneka buah. Selain komoditas tanaman, Provinsi Bengkulu juga mempunyai peluang pengembangan komoditas peternakan. Ternak yang berpotensi untuk dikembangkan diantaranya adalah sapi perah, sapi potong, kerbau, kambing, ayam dan itik (Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu, 2012).

1.2. Tujuan Umum

1. Rekomendasi Model Sistem Pertanian Bioindustri Berbasis I ntegrasi Tanaman – Ternak (SI TT) Spesifik Lokasi di Provinsi Bengkulu

2. Berkembangnya model sistem pertanian bioindustri di Provinsi Bengkulu

Tujuan Tahun 2016

1. Memantapkan I novasi Teknis sistem pertanian bioindustri berbasis tanaman (kopi) - ternak (sapi) spesifik lokasi Bengkulu

2. Memantapkan I novasi Kelembagaan petani dan pasar sistem pertanian bioindustri berbasis tanaman (kopi) - ternak (sapi) spesifik lokasi Bengkulu 3. Mengetahui potensi produk bioindustri terhadap peningkatan produktivitas

tanaman dan ternak

4. Mendiseminasikan model sistem pertanian bioindustri berbasis tanaman -ternak kepada stakeholders


(17)

Tujuan Akhir

Tujuan akhir secara khusus ingin :

1. Menyusun Rekomendasi Model Sistem Pertanian Bioindustri Berbasis I ntegrasi Tanaman – Ternak (SI TT) Spesifik Lokasi di Provinsi Bengkulu 2. Mewujudkan suatu kawasan pengembangan pertanian bioindust ri berbasis

tanaman - ternak yang berwawasan lingkungan.

3. Mengembangkan/ mereplikasi bioindustri berbasis SI TT di wilayah-wilayah pengembangan tanaman – ternak oleh Pemerintah Daerah pada agroekosistem yang berbeda

4. Memandirikan kelembagaan kelompok tani dalam pengelolaan terpadu komoditas tanaman - ternak (SI TT) yang berkelanjutan.

1.3 Keluaran

Keluaran Tahun 2016

1. Mantapnya I novasi Teknis sistem pertanian bioindustri berbasis tanaman (kopi) - ternak (sapi) spesifik lokasi Bengkulu

2. Mantapnya I novasi Kelembagaan petani dan pasar sistem pertanian bioindustri berbasis tanaman (kopi) - ternak (sapi) spesifik lokasi Bengkulu 3. Diperolehnya potensi produk bioindustri terhadap peningkatan produktivitas

tanaman dan ternak

4. Terdiseminasikannya model sistem pertanian bioindustri berbasis tanaman -ternak kepada stakeholders

Keluaran Akhir

Meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan masyarakat serta daya beli masyarakat/ petani di kawasan kajian melalui percepatan pembangunan ekonomi wilayah, yang secara khusus ingin :

1. Diperolehnya Rekomendasi Model Sistem Pertanian Bioindustri Berbasis I ntegrasi Tanaman – Ternak (SI TT) Spesifik Lokasi di Provinsi Bengkulu yang siap direplikasi ke kawasan lain

2. Terwujudnya suatu kawasan pengembangan pertanian bioindustri berbasis tanaman- ternak yang berwawasan lingkungan.


(18)

3. Berkembangnya dan tereplikasikannya model pertanian bioindustri berbasis integrasi tanaman-ternak ke kawasan lain oleh Pemerintah Daerah pada agroekosistem yang berbeda.

4. Mandirinya kelembagaan kelompok tani dalam pengelolaan terpadu komoditas tanaman - ternak (SI TT) yang berkelanjutan.

1.4. Perkiraan Manfaat dan Dampak

Perkiraan Manfaat

1. Terjadinya peningkatan produktivitas usaha agribisnis dan pendapatan petani melalui percepatan penggunaan inovasi pertanian bioagroindustri. 2. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat berbasis integrasi tanaman dan

ternak di kawasan kegiatan

3. Teradopsinya model pertanian bioindustri spesifik lokasi oleh petani dan stakeholders

Perkiraan Dampak

1. Terciptanya pertanian ramah lingkungan melalui integrasi tanaman – ternak di Provinsi Bengkulu

2. Meningkatnya daya beli masyarakat/ petani di Provinsi Bengkulu melalui percepatan pembangunan ekonomi wilayah

3. Meningkatnya akuntabilitas Badan Litbang Pertanian sebagai penghasil Inovasi melalui penyebaran dan adopsi inovasi oleh pengguna


(19)

I I . TI NJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

Kementerian Pertanaian (Kementan) menggagas konsep bioindustri atau zero waste sebagai bagian upaya merevitalisasi unit industri pengolahan di tingkat pedesaan menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015. Pertanian bioindustri atau industri pertanian adalah usaha pengolahan sumber daya alam hayati (pertanian) dengan bantuan teknologi industri untuk menghasilkan berbagai macam hasil yang mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi. Pengolahan itu tidak hanya terbatas pada upaya meningkatkan hasil pertanian saja, akan tetapi bagaimana mengelola hasil pertanian menjadi komoditas yang bervariasi, sehingga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat Indonesia yang sebagian besar merupakan para petani.

Pengelolaan tanaman berskala industri yang dapat meningkatkan kesejahteraan dan perekonomian masyarakat Indonesia adalah melalui pertanian bioindustri. Salah satunya dengan memanfaatkan tanaman sebagai sumber energi alternatif dengan mengolah tanaman menjadi biofuel. Pertanian bioindustri dapat menjadi alternatif pilihan sebagai bahan baku energi untuk menggantikan BBM yang ketersediannya semakin menipis. Meningkatnya harga bahan bakar minyak dan gas, ketahanan energi serta meningkatnya polusi lingkungan dalam kaitannya dengan penggunaan bahan bakar merupakan penyebab bangkitnya kembali bioindustri pada beberapa tahun terakhir (Ariati, 2006).

Pertanian bioindustri berkelanjutan adalah konsep pembangunan pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian tidak semata-mata merupakan sumberdaya alam namun juga industri yang memanfaatkan seluruh faktor produksi untuk menghasilkan pangan guna mewujudkan ketahanan pangan dan non pangan yang dikelola menjadi bioenergi, pakan, dan pupuk dengan prinsip zero waste. Prinsip dari konsep bioindustri adalah proses produksi yang mampu menghilangkan dampak polusi dan sekaligus menawarkan berbagai produk yang tidak merusak lingkungan. Jadi konsep ini menyediakan berbagai siklus produk melalui proses produksi yang tidak menghasilkan polusi dan tidak ada akhir dari sebuah produk setelah selesai digunakan, dan tidak menjadi sampah. Produk-produk dalam suatu proses akan menjadi residual yang tetap dapat digunakan kembali sebagai input bagi proses lainnya yang biasa disebut zero waste.


(20)

Konsep ini dapat bersifat spesifik lokasi yang berkaitan dengan keragaman dari variabel penyusun maupun lingkungan/ agroekosistemnya. Hal ini dapat terjadi karena konsep ini mempunyai karakteristik penting yaitu independensi terhadap bahan baku alam, dimana proses produksi dapat di kontrol. Konsep ini akan dapat berjalan jika semua komponen, akademisi, bisnis, goverment dan komunitas bergerak bersama secara sinergi. Kaitan antar pelaku bersifat interlocked, yang berarti ada keterkaitan yang erat antara satu dengan lainnya. Jika salah satu dari 4 komponen (quatro helix) tidak dapat berjalan dengan baik, maka hampir dipastikan konsep tidak dapat berjalan dengan optimal.

Pertanian ramah lingkungan merupakan konsep model yang bertujuan agar kegiatan ekonomi tidak merusak lingkungan, dengan tetap memperhatikan keterkaitan antara ekologi, ekonomi, dan pertumbuhan yang berkelanjutan. Manfaat utama dari pendekatan ini adalah pada proses dan inovasi produk dan penciptaan rantai nilai, seperti pangan yang sehat dan aman, sumberdaya terbarukan, dan energi berbasis bio-massa, yang seluruh proses dan aplikasinya menggunakan sumberdaya tanaman, mikroorganisme, dan hewan/ ternak. Salah satu contoh konsep pengembangan pertanian bioindustri berbasis sumberdaya lokal adalah integrasi antara tanaman dan ternak dalam efisiensi produksi.

Keterkaitan antara tanaman dengan ternak sapi dalam satu sistem usahatani terpadu dapat dikembangkan secara berkelompok dalam kawasan perkebunan. Dengan pola ini petani mendapatkan sumber income dari dua komoditas yang diusahakan, disamping kemungkinan penurunan biaya produksi baik pada usaha tanaman maupun usaha ternaknya dengan munculnya kondisi saling menunjang diantara kedua usaha komoditas tersebut. Manajemen yang diaplikasikan adalah 'zero waste' dan 'zero cost'(Priyanti dan Djajanegara, 2004). Limbah ternak berupa kotoran dapat diproses menjadi kompos untuk memperbaiki produktivitas lahan agar tanaman yang ditanam nantinya dapat berproduksi tinggi. Penurunan produktivitas lahan merupakan masalah yang dihadapi petani, hal ini disebabkan oleh keterbatasan penyediaan pupuk kandang yang dikuasai petani, keterbatasan ketersediaan pakan ternak, dan permasalahan lingkungan (Basri et al., 2010). Sistem integrasi tanaman-ternak sangat penting dalam upaya untuk memenuhi keburuhan bahan organik dan peningkatan produktivitas lahan. Pengembangan sistem integrasi tanaman-ternak dalam sistem bioindustri pertanian berkelanjutan merupakan strategi


(21)

usaha pertanian ramah lingkungan dalam mewujudkan kesejahteraan petani dan rnasyarakat pedesaan. Secara rinci konsep atau rancangan bioindustri pertanian berkelanjutan disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Konsep/Rancangan Bioindustri Berkelanjutan

2.2. Penelitian terdahulu

Penggunaan pupuk kandang dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah (Soetanto Abdullah, 2013). Pupuk kandang dapat mensuplai semua nutrisi yang diperlukan tanaman kopi walaupun dalam jumlah kecil. Nitrogen dan kalium merupakam unsur hara paling penting untuk memperoleh produksi tinggi pada tanaman kopi. Dalam kurun waktu 1 tahun satu ekor sapi dewasa dapat menghasilkan kompos 963,65 kg dengan kadar air 20% (Adijaya dan Yasa, 2013). Kadar rata-rata unsur hara dalam pupuk kandang untuk masing-masing unsur hara adalah sebagai berikut: N 0,5% ; P 0,25% ; K 0,4% ; Na 0,08% ; S 0,02% ; Zn 0,004% ; Co 0,0003% ; Mg 0,007% ; Fe 0,45% ).

I NPUT:  Lahan  Pupuk  Benih  Alsin  SDM KOPI Bibit/ Entres Kopi Gelondong petik merah 1. Berras Kopi 2. Kopi bubuk 3. Minum an Kopi 4. Permen SAPI kambing 5.Kulit kopi 6. Kayu bakar 1,Daging 2. Kulit 3. Tulang 4. Bibit Bakalan I NDUSTRI 1. Kompos 2. Bio Gas 3. Bio Urine

Nilai tambah

Keuntungan

Harga Jual

Biaya Produksi

I ndustriKOPI berkualitas/ PREMI UM


(22)

Kulit kopi merupakan limbah yang cukup melimpah, karena jumlahnya mencapai 45-50% dari berat kopi yang dipanen. Dalam setiap ton buah basah diperoleh 200 kg kulit kopi kering. Hasil analisis kesetimbangan massa buah kopi diperoleh bahwa dari 100 kg buah kopi yang diolah kering akan diperoleh 29 kg (29% ) gelondong kering yang terdiri dari 15,95 kg biji kopi (55% ) dan 13,05 kg kulit gelondong kering (45% ). Kulit gelondong kering terdiri kulit cangkang, lendir dan kulit buah dengan perbandingan bobot kering 11,9 : 4,9 : 28,7 (Widyotomo, 2013). Kandungan nutrisi dari kulit kopi cukup baik berpotensi untuk dikonversi menjadi sumber bahan baku pakan ternak. Zainuddin & Murtisari (1995) melaporkan bahwa kulit buah kopi potensial untuk digunakan sebagai bahan pakan ternak ruminansia. Kandungan zat nutrisi yang terdapat pada kulit buah kopi diantaranya adalah protein kasar sebesar 10,4% , serat kasar sebesar 17,2% dan energi metabolis 14,34 MJ/ kg relatif sebanding dengan zat nutrisi rumput. Fermentasi limbah kulit kopi dengan Aspergillus niger mampu meningkatkan nilai gizi limbah kopi yang ditunjukkan dengan meningkatnya protein dari 6,67% menjadi 12,43% dan menurunkan kadar serat kasar dari 21,4% menjadi 11,05% . Limbah kulit buah kopi dapat menggantikan 20% kebutuhan konsentrat komersial yang digunakan sebagai pakan ternak, dan menekan biaya pakan hingga 30% (Rathinavelu & Graziosi, 2005).

Seekor sapi dapat menghasilkan kotoran (feses) sebanyak 8-10 kg setiap hari. Dari kotoran sapi sebanyak ini dapat dihasilkan 4-5 kg pupuk organik/ hari setelah melalui pemroresan. Penggunaan pupuk organik pada lahan sawah rata-rata 2 ton/ ha/ musim, sehingga pupuk organik yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan pupuk organik bagi lahan sawah seluas 1,8 – 2,7 ha untuk dua musim tanam padi (Badan Litbang Pertanian, 2002).

Pemanfaatan kotoran ternak sebagai pupuk organik dapat meningkatkan kesuburan tanah yang pada akhirnya memiliki dampak positif pada peningkatan hasil panen, sehingga mewujudkan usaha agribisnis yang berdaya saing dan ramah lingkungan. Pembuatan pupuk kompos dari limbah ternak yang dicampur dengan jerami padi memiliki kandungan hara yaitu: pH (7,15); N-total (0,64 % ), C-organik (9,31 % ), P2O5 (0,02 % ), K2O (0,59 % ), dan C/ N (14,55) (Elma Basri). Standar kualitas kompos berdasarkan SNI 19-7030-2004 minimum mengandung Nitrogen (N) 0,40% , Fosfor (P2O5) 0,1% dan Kalium (K2O) 0,20% . Kandungan N dalam kompos berasal dari bahan organik komposan yang


(23)

didegradasi oleh mikroorganisme, sehingga berlangsungnya proses degradasi (pengomposan) sangat mempengaruhi kandungan N dalam kompos. Kandungan (P2O5) dalam komposan diduga berkaitan dengan kandungan N dalam komposan. Kalium (K2O) tidak terdapat dalam protein, elemen ini bukan elemen langsung dalam pembentukan bahan organik, kalium hanya berperan dalam membantu pembentukan protein dan karbohidrat. Kalium digunakan oleh mikroorganisme dalam bahan substrat sebagai katalisator, dengan kehadiran bakteri dan aktivitasnya akan sangat berpengaruh terhadap pengingkatan kandungan kalium. I mbangan feses sapi potong dan sampah organic 25 : 75 menghasilkan kualitas kompos terbaik (N = 2.18% ; P = 1,17% dan K = 0,95% ) (Hidayati dkk., 2010).

Potensi pengembangan Biogas di Provinsi Bengkulu masih cukup besar. Setiap 1 ekor ternak sapi/ kerbau dapat menghasilkan ± 2 m3 biogas/ hari. Potensi ekonomis Biogas adalah sangat besar, hal tersebut mengingat bahwa 1 m biogas dapat digunakan setara dengan 0,62 liter minyak tanah (Ali, dkk). Residu pembuatan biogas, dalam bentuk kompos merupakan sumber pupuk organik bagi tanaman, sekaligus sebagai pembenah tanah (soil amendment) (Haryanto, B., 2009).

Zubir et al. (2010) menyatakan bahwa penggunaan pakan komplet berbasis limbah jagung di Kabupaten Bungo dapat meningkatkan pendapatan sebesar 19% jika biaya tenaga kerja diperhitungkan. Sedangkan jika biaya tenaga kerja tidak diperhitungkan pendapatan menurun sebesar 59% . Penggunaan pakan komplet dapat meningkatkan kapasitas pemeliharaan ternak berdasarkan ketersediaan tenaga kerja sebesar 4,33 kali. Hal ini menimbulkan opportunity cost pada usaha sapi bibit tanpa pakan komplet sebesar 271% . Penggunaan pakan komplet pada usaha sapi bibit milik rakyat akan efektif j ika skala pemeliharaan ditingkatkan.


(24)

I I I . PROSEDUR

3.1. Lokasi dan Waktu

Kegiatan dilaksanakan di Kelompok Tani Gading I ndah Desa Air Meles Bawah dan kelompok tani Pematang Manggis kelurahan Talang Ulu Kecamatan Curup Timur, yang dimulai dari bulan januari sampai Desember 2016.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan antara lain sekop, terpal, garu, mesin pengupas kopi basah, cangkul, ember, pisau, gunting, gembor, kereta dorong, karung, timbangan, pita ukur ternak, sprayer, penggaris, plastik, mesin jahit karung, instalasi biourine, cangkir, dispenser, mixer, lumpang, sendok, wajan, sendok penggorengan, set vakum, kertas label, dan alat tulis.

Bahan yang digunakan adalah kulit kopi, dedak padi, gula merah, bioaktivator, garam, biodekomposer, empon-empon, daun sirih, daun sirsak, feses sapi, urine sapi, urine kambing, kapur, bubuk kopi, kopi petik merah, gula pasir, urea, NPK, dan SP-36.

3.3. Ruang Lingkup Kegiatan

1. Memantapkan I novasi Teknis di tingkat petani

 Bimbingan teknis Pemupukan, pemangkasan tanaman kopi  Bimbingan teknis Panen kopi petik merah

 Pelatihan Pengolahan kopi basah

 Studi banding pengolahan kopi bubuk dan pengemasan  Bimbingan teknis Pembuatan pakan lokal

 Bimbingan teknis pemeliharaan ternak (sapi, kambing)  Apresiasi teknologi Pembuatan bio urine dan kompos 2. Memantapkan I novasi Kelembagaan petani dan pasar

 Penguatan organisasi kelompok

 Fasilitasi ke Disperindag untuk promosi produk kopi

 Meningkatkan kemampuan petani untuk memasarkan produk

3. Ruang lingkup kegiatan untuk mengetahui potensi produk bioindustri terhadap peningkatan produktivitas tanaman dan ternak ditinjau dari aspek teknis (peningkatan produksi dan produktivitas) serta kelayakan ekonomisnya sebagai berikut:


(25)

 Mengetahui peningkatan berat badan harian melalui implementasi produk pakan ternak (daun kopi, kulit kopi) pada ternak sapi dan kambing

 Mengetahui peningkatan produksi kopi, cabe, dan kubis melalui implementasi penggunaan kompos dan pupuk cair

 Pengukuran kualitas produk kopi biji dan kopi bubuk

 Mengetahui penurunan biaya input (eksternal) pada usahatani 4. Mendiseminasikan inovasi teknologi kepada stakeholders

 Sosialisasi/ temu teknologi kepada petani, penyuluh di wilayah lain  Menyusun bahan informasi tercetak dan elektronik

 Mengikuti pameran/ ekspose yang diadakan oleh balai atau stakeholders lainnya

 Mengikuti workshop, seminar

3.4. Metode Pelaksanaan Pengkajian

3.4.1. Memantapkan inovasi teknis sistem pertanian bioindustri berbasis tanaman (kopi) - ternak (sapi) spesifik lokasi Bengkulu

Kegiatan di lapangan dimulai bulan februari sampai oktober di lokasi kegiatan (Kecamatan Curup Utara). Bahan dan alat yang digunakan : bahan pendukung berupa display, alat tulis.

Kegiatan yang dilakukan :

1. Bimbingan teknis Pemupukan, pemangkasan tanaman kopi

Pemupukan dilaksanakan setiap 6 bulan sekali yaitu pada bulan Juni; sedangkan bimbingan teknis dilaksanakan setiap bulan. I ndikator yang diukur : peningkatan keterampilan teknis pemupukan dan pemangkasan tanaman kopi pada 20 petani kopi. Analisis data menggunakan tabel dan diskripsi.

2. Bimbingan teknis Panen kopi petik merah

Bimbingan teknis dilaksanakan setiap bulan sekali sekaligus untuk meyakinkan petani agar mereka terbiasa melakukan panen petik merah. Penentuan tingkat kemampuan petani dalam penerapan inovasi teknologi panen kopi petik merah diukur dengan empat indikator yaitu: (1) mampu melakukan panen kopi yang sesuai dengan tingkatan waktu petik (permulaan, pertengahan, akhiran), (2) mampu melakukan panen kopi saat kopi benar-benar matang dan merah, (3) mampu melakukan panen kopi


(26)

dengan petik tertib, satu persatu dan bersih dan (4) selalu mempersiapkan peralatan panen seperti tangga, keranjang petik dan lainnya. Data yang terkumpul ditabulasi dan dianalisis secara deskriptif

3. Pelatihan Pengolahan kopi basah

Panen awal sekitar bulan April, panen raya sekitar bulan Juli dan panen akhir sekitar bulan Oktober. Pemetikan kopi tahap awal adalah petik buah yang terkena penyakit bubuk, sehingga merah sebelum waktunya. Panen raya merupakan pemetikan dengan hasil kopi yang terbaik yaitu kopi benar-benar matang dan berwarna merah dan panen akhir atau disebut panen lelesan/ racutan dengan jumlah yang sedikit dan dipanen semua baik warna buah kopi yang masih hijau dan kuning dan sisa buah kopi dipohon tinggal 10 persen.

Pelatihan dilaksanakan pada saat kopi mulai panen (bulan Juli 2016) di kelompok tani Pematang Manggis, peserta seluruh anggota kelompok dan masyarakat sekitarnya yang melakukan panen kopi petik merah (35 petani dan 5 petugas).

Narasumber berasal dari BPTP, Dinas Perkebunan dan Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Rejang Lebong diawali sortasi buah kopi merah, pengupasan kulit buah kopi, pencucian lendir biji kopi, pengeringan, pengupasan kulit tanduk, pengemasan kopi biji, syarat mutu kopi biji dan kopi bubuk berdasarkan Standar Nasional I ndonesia (SNI ).

I ndikator yang diukur adalah : peningkatan Sebelum dan setelah pelaksanaan pelatihan/ demonstrasi cara dilakukan penentuan tingkat kemampuan petani dalam penerapan inovasi pengolahan kopi biji, dan pengolahan kopi bubuk. Responden adalah petani kopi di lokasi kegiatan meliputi:

 Penentuan tingkat kemampuan anggota dalam teknik pascapanen dan pengolahan kopi sampai menghasilkan kopi biji.

Kemampuan responden diukur dengan lima indikator, yaitu (1) mampu melakukan pengolahan kopi sesegara mungkin setelah panen, (2) terampil dan mampu menerapkan pengolahan kopi biji baik secara kering maupun basah, meliputi proses sortasi, pengupasan kulit buah kopi, pencucian lendir, pengeringan, pengupasan kulit tanduk. Pengolahan kopi dilakukan sesegera mungkin setelah panen selesai, (3)


(27)

selalu menjaga kualitas kopi dengan curing (pengeringan ulang, pembersihan dan Hulling) kopi sesuai dengan prosedur, (4) mampu menyimpan hasil olahan kopi dengan gudang yang sesuai dengan standar dan (5) mampu dalam sortir dan memahami standar mutu kopi.  Penentuan tingkat kemampuan anggota dalam teknik pengolahan kopi

sampai tahap sekunder menghasilkan kopi bubuk petik merah.

Kemampuan responden diukur dengan 3 indikator, yaitu (1) terampil dan mampu melakukan pengolahan biji kopi menjadi kopi bubuk melalui beberapa tahap pengolahan yaitu penyangraian, penggilingan, dan pengayakan.

Sebelum dan setelah pelaksanaan demonstrasi cara dilakukan penentuan tingkat kemampuan petani dalam penerapan inovasi teknologi panen kopi petik merah, pengolahan kopi biji, dan pengolahan kopi bubuk. Responden adalah petani kopi di lokasi kegiatan.

 Penentuan tingkat kemampuan anggota dalam teknik pascapanen dan pengolahan kopi sampai menghasilkan kopi biji.

Kemampuan responden diukur dengan lima indikator, yaitu (1) mampu melakukan pengolahan kopi sesegara mungkin setelah panen, (2) terampil dan mampu menerapkan pengolahan kopi biji baik secara kering maupun basah, meliputi proses sortasi, pengupasan kulit buah kopi, pencucian lendir, pengeringan, pengupasan kulit tanduk. Pengolahan kopi dilakukan sesegera mungkin setelah panen selesai, (3) selalu menjaga kualitas kopi dengan curing (pengeringan ulang, pembersihan dan Hulling) kopi sesuai dengan prosedur, (4) mampu menyimpan hasil olahan kopi dengan gudang yang sesuai dengan standar dan (5) mampu dalam sortir dan memahami standar mutu kopi.  Penentuan tingkat kemampuan anggota dalam teknik pengolahan kopi

sampai tahap sekunder menghasilkan kopi bubuk petik merah.

Kemampuan responden diukur dengan 3 indikator, yaitu (1) terampil dan mampu melakukan pengolahan biji kopi menjadi kopi bubuk melalui beberapa tahap pengolahan yaitu penyangraian, penggilingan, dan pengayakan.


(28)

lapangan serta wawancara terstruktur dengan responden menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner). Analisis data menggunakan interval kelas dan diskriptif. Data yang dikumpulkan ditabulasi dan dilakukan skoring menggunakan interval kelas dengan rumus menurut Nasution dan Barizi dalam Rentha, T (2007), untuk masing-masing indikator adalah :

NR = NST – NSR dan PI = NR : JI K

Keterangan:

NR : Nilai Range PI : Panjang I nterval NST : Nilai Skor Tertinggi JI K : Jumlah I nterval Kelas NSR : Nilai Skor Terendah

4. Studi banding pengolahan kopi bubuk dan pengemasan

Studi banding pengolahan kopi dilakukan di kelompok tani Sido Rukun Kabupaten Kepahiang pada bulan April 2016 selama 1 hari. Peserta yang ikut sebanyak 10 petani dan 5 petugas.

Parameter yang diamati adalah respon petani yang menyangkut kognitif dan affektif petani untuk melakukan pengolahan kopi bubuk dan pengemasan. Data yang dikumpulkan dilakukan tabulasi dan skoring menggunakan interval kelas yang selanjutnya dianalisis secara deskriptif.

5. Bimbingan teknis Pembuatan pakan lokal, dan teknis pemeliharaan ternak (sapi, kambing)

Bimbingan teknis pembuatan pakan lokal dilakukan setiap bulan di kelompok P4S Gading I ndah, sekaligus implementasi pada ternak sapi dan kambing.

Bahan yang digunakan untuk membuat 1,2 ton kulit kopi fermentasi kebutuhan 6 ekor ternak dibutuhkan Kulit kopi 1.200 kg, Mineral 7,5 kg, Urea 7,5 kg, Gula Merah/ Tetes 12 kg dan air secukupnya.

• Kulit kopi terlebih dahulu dihampar setinggi 5 cm kemudian ditaburkan urea, mineral, dan siram dengan air gula merah/ tetes setelah itu hamparan bahan disiram dengan air secukupnya sampai seluruhnya menjadi lembab, jika fermentasi dalam jumlah lebih banyak, maka dilakukan sama sampai bahan yang di inginkan cukup


(29)

• Lakukan pengadukan secara merata, kemudian tumpukan di bungkus dengan terpal, setiap 3 hari sekali dilakukan pembalikan tumpukan sambil menyiram untuk menjaga kelembabannya

• Setelah 21 hari kulit kopi fermentasi sudah siap untuk diberikan kepada ternak.

Parameter yang diukur adalah peningkatan pengetahuan maupun ketrampilan awal dan akhir pelaksanaan bimtek. Data yang dikumpulkan dilakukan tabulasi dan skoring menggunakan interval kelas yang selanjutnya dianalisis secara deskriptif.

6. Apresiasi teknologi Pembuatan bio urine dan kompos Pembuatan Kompos Kotoran Sapi

Teknologi pembuatan kompos dari kotoran sapi yaitu dengan menggunakan teknologi fermentasi secara semi anaerob. Bahan yang digunakan untuk membuat kompos sebanyak 1 ton dibutuhkan bahan – bahan sebagai berikut antara lain feses sapi 830 kg, kulit kopi 150 kg, Biodecomposer (stardec) 2,5 dan kalsit/ kapur 20 kg.

Sebelum kompos dibuat, terlebih dahulu melarutkan biodecomposer dengan air bersih sebanyak 200 liter. Selanjutnya aktivator sudah diap untuk digunakan untuk membuat kompos dan menyiapkan 4 petak yang akan digunakan sebagai tempat pembuatan kompos.

Prosedur pembuatan kompos antara lain :

1. Kotoran sapi (fases) diambil dari kandang dan ditiriskan selama satu minggu untuk mendapatkan kadar air mencapai kira-kira 60% .

2. Kemudian kotoran sapi tersebut dipindahkan ke lokasi pertama tempat pembuatan kompos dan diberi kulit kopi kemudian ditaburi kalsit/ kapur 3. Penyiraman biodekomposer pada bahan kompos secara merat a.

4. Bahan campuran diaduk secara merata.

5. Proses pembalikan dilakukan sebanyak 4 kali setiap satu minggu sekali.

Cara pembalikan :

a. Minggu pertama; petakan/ lokasi 1, bahan kompos diaduk/ dibalik secara merata. Kemudian pindahkan kepetakan ke 2 Diharapkan terj adi peningkatan suhu hingga mencapai 70Oc untuk mematikan pertumbuhan


(30)

b. Minggu kedua (petakan ke 2); setelah satu minggu dilakukan pengadukan kembali sampai rata kemudian dipindahkan ke petakan ke 3

c. Minggu ke 3 (petakan ke 3); diaduk kembali sampai rata kemudian dipindahkan lagi ke petakan ke 4.

d. Minggu ke 4 (petakan ke 4); dibiarkan selama 1 minggu kemudian diayak/ disaring untuk dikemas dan dipasarkan.

Pembuatan Bio Urine

Alat yang digunakan adalah drum plastik kapasit as 150 liter, aerator dan ember, bahan yang diperlukan adalah urine sapi/ kambing 100 - 130 liter, tetes tebu/ molasses 5 liter, empon-empon (temulawak, temuireng, kunyit dll) 5 kg, daun sirih 1 kg, daun sirsak 1 kg dan bioacktifator (stardec) 1 kg. Kesulitan mencari stardec tersebut, maka dapat diganti dengan EM4 sebagai starter.

Cara Pembuatan:

1. Tumbuk atau haluskan empon – empon kemudian masukkan kedalam drum yang telah berisi urine.

2. Larutkan bioactivator/ stardec dan molases kedalam air kemudian tuangkan ke dalam drum yang telah berisi urine

3. Aduk campuran tersebut selama 15 menit kemudian ditutup rapat, pengadukan dilakukan setiap 3 hari sekali selama 21 hari.

4. Setelah 21 hari, dilakukan penyaringan dan dilakukan aerasi menggunakan aerator gelembong selama 3 jam. Tujuannya untuk menurunkan kandungan amoniak dalam larutan.

5. Biourine siap digunakan

Sebelum biourine diaplikasikan ke tanaman, sebaiknya kondisi tanah sebelum tanam diolah terlebih dahulu dengan menggunakan kotoran kambing. Perlakuan yang akan diintroduksikan yaitu dicampur dengan air dengan perbandingan 10% (1 urine : 10 air).

1. Untuk treatmen benih/ biji direndam selama semalam. 2. Untuk bibit perendaman selama maksimal 10 menit.

3. Untuk pupuk cair yang diaplikasi lewat daun gunakan 1 lt urine/ tangki. 4. Kandungan unsur hara bio urine adalah kadar N 0,21% , P2O5 2,15% ,K2O


(31)

Apresiasi akan dilakukan pengukuran peningkatan pengetahuan sebelum dan setelah apresiasi serta respon petani. Data yang dikumpulkan dilakukan tabulasi dan skoring menggunakan interval kelas yang selanjutnya dianalisis secara deskriptif.

3.4.2. Memantapkan inovasi kelembagaan Petani dan Pasar

1. Penguatan organisasi kelompok

I novasi kelembagaan yang dimantabkan pada kegiat an ini adalah terbentuknya unit-unit pengelola usaha pertanian sesuai subsistem agribisnis dan bioindustri di Desa Air Meles, sebagimana struktur kelembagaan kelompok tani sebagai berikut :

Gambar 2. Struktur Kelembagaan Kelompok Tani

2. Fasilitasi ke Disperindag untuk promosi produk kopi

Dilakukan bersamaan dengan pelatihan untuk mempromosikan produk olahan kopi petik merah.

3. Meningkatkan kemampuan petani untuk memasarkan produk

Dilakukan setiap bimbingan dan monitoring ke lokasi kegiatan. Petani dicoba memasarkan produknya secara bertahap diawali ke kelompok lain, karyawan

MANAJER

UNI T PENGELOLA SARANA DAN PRASARANA

UNI T PENGELOLA PRODUKSI

UNI T PENGELOLA PEMASARAN PRODUK

SUB UNI T PENGELOLA PENGOLAHAN PRODUK KOPI , PADI , JERUK SAPI , KAMBI NG DAN

HORTI SUB UNI T PENGELOLA BUDI DAYA

KOMODI TAS KOPI , PADI , JERUK SAPI , KAMBI NG DAN HORTI UNI T PENGELOLA


(32)

BPTP, serta menawarkan ke pengusaha. Parameter yang diukur adalah berapa jumlah produk yang terjual dan lembaga pasar yang menampung

3.4.3. Mengetahui potensi produk bioindustri terhadap peningkatan produktivitas tanaman dan ternak

1. Mengetahui peningkatan berat badan harian melalui implementasi produk pakan ternak (daun kopi, kulit kopi) pada ternak sapi dan kambing. Peningkatan PPBH ternak, melalui inovasi pemeliharaan ternak yang baik antara lain meningkatkan bobot lahir dan bobot sapih pedet (anak sapi) , peningkatan bobot potong dan kesehatan hewan.

I novasi yang diterapkan adalah memberikan pakan yang baik kepada sapi bibit, dara maupun induk sapi yang sedang bunting maupun menyusui. Pakan yang akan diberikan pada ternak sapi yaitu berupa jerami amoiasi dan atau jerami fermentasi, sedangkan untuk pakan tambahannya adalah kulit kopi yang difermentasi. Dengan pemberian pakan ini diharapkan ternak sapi akan mengalami pertumbuhan yang lebih baik, sehingga produksi dan produktivitasnya meningkat.

Untuk peningkatan bobot potong dilakukan dengan inovasi pemberian pakan daun kopi amoniasi/ fermentasi ditambah dengan pakan tambahan berupa kulit kopi yang difermentasi. Unt uk pencegahan dari panyakit akan dilakukan pemberian obat cacing dan penanganan kesehatan secara berkala, sanitasi kandang secara teratu.

Aplikasi pemberian pakan dilakukan melalui hasil kegiatan dari demonstrasi cara pembuatan pakan. Aplikasi pakan ke ternak dilakukan dengan menggunakan rancangan acak kelompok dengan 3 perlakuan, 1 kontrol masing-masing 5 ulangan sebagaimana disain berikut.

Tabel 1. Desain Perlakuan Pakan

Perlakuan Rumput lapang Daun kopi kulit kopi

P0/ Kontrol 1-5 100% -

-P1. 1 -5 80% 20%

P2 1-5 80% - 20%

P3 1-5 60% 20% Fermentasi 20%

Adaptasi pakan dilakukan selama 2 minggu tujuannya untuk membiasakan ternak terhadap pakan yang akan diuji cobakan. Pakan


(33)

diuji cobakan selama 10 hari per periode perlakuan kemudian di istirahatkan selama 7 hari kemudian diuji cobakan lagi.

Data yang diambil adalah panjang badan dan lingkar dada ternak sebelum masa uji coba pakan dan setelah uji coba pakan (3 bulan). Pengukuran dilakukan setiap 1 minggu sekali dengan menggunakan pita ukur ternak lalu dikonversikan dengan rumus Djagra (Tonbesi, dkk. 2009).

BB )/ 11045

PBBH =

Keterangan :

PB = panjang badan LD = lingkar dada

t = waktu selama uji coba pakan

Selain PBBH juga dilakukan pengamatan terhadap jumlah feses dan urine per ekor per hari. Pengukuran limbah padat segar dan cair dilakukan dengan melakukan penimbangan dan pengukuran volume limbah cair/ urine yang dihasilkan selama 24 jam (Tabel 2).

Tabel 2. Pengamatan Terhadap Jumlah Feses dan Urine Per Ekor Per Hari

Sampel Faeces (kg) Urine (Lt) Total (7 hr) Kompos

1 2 3 4 5

Jumlah yang dihasilkan

2. Mengetahui peningkatan produksi kopi, cabe, dan kubis melalui implementasi penggunaan kompos dan pupuk cair

Kegiatan dilakukan 2 kali dan untuk tanaman kopi dan 2 musim tanam untuk tanaman cabe dan kubis

Rancangan untuk implementasi POP dan POC pada tanaman akan dilakukan seperti berikut:


(34)

Tabel 3. Rancangan untuk I mplementasi POP dan POC pada Tanaman

Tanaman Ponska

(kg/ ha)

Kompos (kg/ ha)

Bio urine (lt/ ha)

Cabe 1 V V

-Cabe 2 V V V

Cabe Pt

Kubis1 V V

-Kubis2 V V V

Kubis Pt

Data yang dikumpulkan adalah keragaan agronomis dan data potensi hasil masing-masing tanaman (tinggi tanaman, jumlah cabang/ jumlah anakan, jumlah buah/ tanaman; berat buah/ tanaman, diameter krop, berat 1000 btr gabah, produksi). Selain analisis teknis juga dilakukan analisis kimia bio urine dan kompos.

3. Pengukuran kualitas produk kopi biji dan kopi bubuk

Mutu kopi robusta yang dihasilkan petani umumnya masih rendah karena pengolahan pascapanen masih menghasilkan kopi asalan, yaitu biji kopi yang dihasilkan dengan metode dan fasilitas sangat sederhana, kadar air relatif tinggi dan masih tercampur dengan bahan-bahan lain dalam jumlah relatif banyak (Yusianto dan Mulato, 2002). Pemahaman terhadap mutu kopi dapat berbeda mulai tingkat produsen hingga konsumen. Menurut Salla (2009), bagi produsen terutama petani, mutu kopi dipengaruhi oleh kombinasi tingkat produksi, harga dan budaya. Pada tingkat eksportir maupun importir, mutu kopi dipengaruhi oleh ukuran biji, jumlah cacat, peraturan, ketersediaan produk, karakteristik dan harga. Pada tingkat pengolahan kopi bubuk, kualitas kopi tergantung pada kadar air, stabilitas. karakteristik, asal daerah, harga, komponen biokimia dan kualitas cita rasa. Pada tingkat konsumen, pilihan kopi tergantung pada harga, aroma dan selera, pengaruh terhadap kesehatan serta aspek lingkungan maupun sosial (Salla, 2009). Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu kopi adalah metode pengolahan. Metode pengolahan yang dipilih akan mempengaruhi mutu. Pada metode olah kering yang bisa dilakukan oleh petani, buah kopi yang telah dipanen dikeringkan di bawah sinar matahari.Setelah kering, buah kopi dibuang kulitnya secara mekanis menggunakan mesin pengupas kopi gelondong. Dengan metode ini menghasilkan kopi asalan dengan kadar air relatif tinggi. Metode olah


(35)

basah umumnya dapat menghasilkan biji kopi dengan mutu lebih baik. Tahapan pengolahan yang membedakan dengan olah kering adalah tahap pengupasan kulit kopi (pulping) dan pencucian untuk menghilangkan lendir (washing), sehingga proses pengeringan berlangsung lebih sempurna dan kadar air kopi biji menjadi lebih rendah.

Rancangan untuk mengukur peningkatan kualitas kopi petik merah adalah sebagai berikut :

 Kopi petani dengan panen petik merah diolah dengan metode pengolahan kopi secara basah (teknologi introduksi). Sebagai pembanding adalah kopi petani dengan metode panen rampasan dan metode pengolahan secara kering (cara petani). Pengujian mutu fisik biji kopi dilakukan dengan mengacu pada syarat mutu kopi biji menurut SNI No. 01-2907-2008 (BSN, 2008). Pengujian mutu fisik biji kopi robusta terdiri dari 3 (tiga) tahap. Tahap pertama adalah penentuan mutu berdasarkan syarat umum biji kopi yaitu ada tidaknya serangga hidup, biji berbau busuk dan berbau kapang, kadar air dan kadar kotoran. Tahap kedua adalah penentuan ukuran biji (besar, sedang dan kecil). Tahap ketiga adalah penentuan jenis dan jumlah cacat biji kopi.

 Setelah dilakukan pemisahan biji cacat pada uji mutu fisik, biji kopi disangrai dan digiling untuk seterusnya dilakukan analisis sifat fisik dan kimia bubuk kopi dan seduhan (cup test). Analisis sifat fisika dan kimia kopi bubuk dilakukan berdasarkan syarat mutu kopi bubuk menurut SNI 01-3542-2004, meliputi keadaan fisik seperti bau dan warna, kadar air, kadar sari kopi, dan kadar kafein (BSN, 2004).

4. Mengetahui penurunan biaya input (eksternal) pada usahatani

Analis Finansial dilakukan dengan analisis perbedaan keuntungan menggunakan formula.


(36)

Tabel 4. Formula Analisa Finansial

Keterangan Kontrol P1 P2 Perbedaan

Biaya Produksi (Rp/ ha)

TC0 TC1 TC2 ∆TC1 = { (TC1/ TC0) – 1} * 100%

∆TC2 = { (TC2/ TC0) – 1} * 100% Produksi

(Kg/ ha)

Y0 Y1 Y2 ∆Y1= { (Y1/ Y0) – 1} * 100%

∆Y2= { (Y2/ Y0) – 1} * 100% Penerimaan

(Rp/ ha)

TR0 TR1 TR2 ∆TR1= { (TR1/ TR0) – 1} * 100%

∆TR2= { (TR2/ TR0) – 1} * 100% Keuntungan

(Rp/ ha)

0 = TR0-TC0

= TC0-TC1

2= TR2-TC2

∆ 1= { ( 1/ 0)-1} * 100

∆ 2= { ( 2/ 0)-1} * 100

R/ C Ratio TR0/ TC0 TR1/ TC1 TR2/ TC2 MBCR 1= (TR1-TR0)/ (TC1-TC0)

MBCR 2= (TR2-TR0)/ (TC2-TC0) Net R/ C atau

B/ C Ratio ({ (R0/ C0) –0/ TC0 = 1}

( 1/ TC1 = { (R1/ C1) –

1}

( 2/ TC2 = { (R2/ C2) –

1}

Net MBCR 1= ( 1- 0)/ (TC1-TC0) Net MBCR 2= ( 2- 0)/ (TC2-TC0)

3.4.4. Mendiseminasikan inovasi teknologi kepada stakeholders

1. Sosialisasi Model Bioindustri kepada KTNA Kabupaten, penyuluh di wilayah lain se kecamatan Curup Timur, sebanyak 25 orang. Parameter yang dikumpulkan adalah respon peserta (Kognitif, dan affective) terhadap Model dan inovasi yang disosialisasikan. Data yang terkumpul ditabulasi dan diskoring menggunakan interval kelas dan dianalisis secara deskriptif.

2. Menyusun bahan informasi tercetak dan elektronik

Materi informasi yang disusun adalah: tercetak (leaflet teknologi 3 judul, banner); membuat papan merek serta back wol

3. Mengikuti pameran/ ekspose yang diadakan oleh Balai pada saat ekspose model. Materi yang dipamerkan adalah: produk bioindustri Bio-Gading berupa: kopi bubuk, kompos, pakan ternak, biourine, sayuran semi organik. 4. Mengikuti workshop, seminar

Workshop diselenggarakan oleh BBP2TP, dan seminar nasional diikuti sesuai undangan yang ada. Materi yang akan disampaikan dalam seminar adalah aspek teknis, pascapanen, ekonomi, dan perubahan prilaku petani, penyuluh.


(37)

I V. HASI L DAN PEMBAHASAN

4.1. Memantapkan I novasi Teknis sistem pertanian bioindustri berbasis tanaman (kopi) - ternak (sapi) spesifik lokasi Bengkulu

Pemantapan inovasi teknis sistem pertanian bioindustri berbasis tanaman (kopi) – ternak (sapi) dilakukan melalui bimbingan teknis pemeliharaan tanaman kopi, pemupukan tanaman kopi (setelah panen selesai, agustus), pembuatan kompos dan pakan ternak dari kulit kopi, budidaya sayuran organik. Bimbingan teknis yang telah dilaksanakan sampai dengan bulan Juni disampaikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Bimbingan Teknis sampai Bulan Desember 2016

No Bimbingan Teknis Jumlah Peserta Output

1 Pembuatan Pakan 32 (kelompok tani

gading indah, sido muncul, dan pematang manggis Desa Talang Ulu,

Petani mengetahui

manfaat kulit kopi sebagai pakan, meningkatkan keterampilan petani.

2 Pembuatan kompos

dan biourine

35 Peningkatan pengetahuan

petani mengenai

Pengetahuan merupakan tahap awal dari persepsi yang kemudian mempengaruhi sikap dan pada gilirannya melahirkan perbuatan atau tindakan (keterampilan). Dengan adanya wawasan peserta yang baik tentang suatu hal, akan mendorong terjadinya sikap yang pada gilirannya mendorong terjadinya perubahan perilaku. Hasil kegiatan bimbingan teknis melalui kegiatan demontrasi cara tersaji dalam Tabel 6.

Tabel 6. Peningkatan Pengetahuan Petani melalui Bimbingan Teknis di Desa Air Meles Kabupaten Rejang Lebong Tahun 2016

Kegiatan

Tingkat Pengetahuan Perbedaan

Sebelu m

Kriteria Setelah Kriteria Nilai %

Pembuatan Kompos dan Biourine

0,86 Tinggi 0,92 Tinggi 0,06 6

Sumber: tabulasi data primer 2016

Keterangan * : 0,00 ≤ X ≤ 0,33 = Rendah, 0,33 ≤ X ≤ 0,66 = Sedang, 0,66 ≤ X ≤ 1,00 = Tinggi

Dari Tabel 7 diketahui bahwa pengetahuan peserta bimbingan teknis dalam teknologi pembuatan kompos dan biourine sebelum kegiatan dimulai


(38)

bimbingan teknis menjadi 0,92 meningkat sebesar 6% . Hal ini diindikasikan bahwa petani saat ini sudah banyak mengetahui bahwa limbah ternak baik feses maupun urine dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kompos dan pupuk organik cair (biourine). Namun petani belum mau menggunakan bio urine sebagai pupuk dan pestisida nabati. Saat ini petani sudah mulai tertarik untuk menggunakan kompos dan biourine mengingat ketersediaan pupuk kimiawi semakin sulit dicari. Dengan adanya bimbingan teknis pembuatan kompos dan biourine semakin meningkatkan pengetahuan petani tentang manfaat limbah ternak, teknologi pembuatan kompos dan biourine. Pengetahuan seseorang dapat berasal dari pengalaman yang telah dialami sehingga pengetahuan merupakan sesuatu yang dinamis dan berkembang terus sejalan dengan tuntutan kebutuhan manusia.

Tabel 7. Deskripsi Tingkat Pengetahuan Peserta Bimbingan Teknis Melalui Kegiatan Demontrasi Cara Di Desa Air Meles Bawah Kecamatan Curup Timur Tahun 2016

Uraian Skor PengetahuanResponden* Kriteria

Sebelum Kriteria Sebelum Kriteria

Potensi limbah ternak 0,73 Tinggi 0,89 Tinggi

Teknologi Pembuatan Kompos 0,88 Tinggi 0,93 Tinggi

Teknologi Pembuatan biourine 0,86 Tinggi 0,91 Tinggi

Sumber : data primer terolah 2016

Keterangan * : 0,00 ≤ X ≤ 0,33 = Rendah, 0,33 ≤ X ≤ 0,66 = Sedang, 0,66 ≤ X ≤ 1,00 = Tinggi

Dari Tabel 7 dapat diketahui bahwa peserta bimbingan teknis sudah mengetahui bahwa potensi dari limbah ternak dapat digunakan sebagai pupuk kompos dan pupuk organik cair. Begitu juga dengan teknologi pembuatan kompos dan biourine. Pengetahuan mencerminkan tingkat kesadaran petani untuk mencari dan menerima informasi inovasi teknologi. Artinya, pengetahuan yang tinggi dimiliki oleh petani yang mempunyai tingkat kesadaran yang tinggi pula. Kesadaran yang tinggi mendorong petani untuk lebih memberdayakan diri mereka sendiri dengan meningkatkan pengetahuannya.

Untuk meningkatkan pengetahuan petani mengenai pengolahan kopi basah, anggota kelompok tani mengikuti kegiatan Kunjungan Lapangan di Desa Tangsi Duren Kecamatan Kabawetan. Kegiatan kunjungan lapangan ini diikuti oleh 35 orang yang terdiri atas petani kopi Kelompok Tani Pematang Manggis,


(39)

Korluh BP3K Kabawetan dan Penyuluh, Penyuluh Lapang Kelurahan Talang Ulu, Petani Kopi Kepahiang, serta didampingi oleh petugas BPTP Bengkulu.

Pada kegiatan kunjungan lapangan yang dilakukan untuk petani kopi diharapkan dapat memberi pencerahan dan mampu meningkatkan pengetahuan dan wawasan petani dalam pemeliharaan kebun kopi dan meningkatkan nilai tambah pada produk kopi yang biasa mereka hasilkan.

Pada kegiatan dilakukan Pre-Test dan Post Test kepada peserta kegiatan dengan membagikan kuesioner sebelum melakukan kunjungan dan setelah peserta mengikuti kegiatan kunjungan lapangan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui persepsi petani kopi tentang pemeliharaan kebun dan pengolahan kopi bubuk petik merah.

Buah kopi yang sudah masak pada umumnya akan bewarna kuning kemerahan sampai merah tua. Panen kopi petik merah adalah panen kopi dengan memetik kopi yang benar-benar matang dan merah. Biji kopi secara alami mengandung cukup banyak senyawa organik calon pembentuk citarasa dan aroma khas kopi. Senyawa kimia yang terpenting tedapat didalam kopi adalah kafein dan caffeol. Kafein yang menstimuli kerja saraf, sedangkan caffeol memberikan flavor dan aroma yang baik. Untuk memperoleh hasil yang bermutu tinggi, buah kopi harus dipetik setelah betul-betul matang. Pada kondisi yang benar-benar matang, senyawa tersebut berada dalam jumlah maksimum (Sunarharum, et al., 2014).

Hasil survey persepsi petani terhadap teknologi panen kopi petik merah disajikan pada Tabel 8. Berdasarkan hasil survey sebelum dilakukan kunjungan lapang ke kebun kopi dan industri rumahan pengolahan kopi petik merah di Desa Bukit Sari Kecamatan Kabawetan Kabupaten Kepahiang, sebanyak 75% petani pesertasudah memahami cara panen kopi petik merah. Dan sebanyak 90% petani peserta sudah memahami bahwa buah kopi petik merah akan menghasilkan kopi bubuk dengan aroma lebih harum. Akan tetapi, hanya 55% petani peserta yang menyatakan setuju untuk menerapkan panen kopi petik merah di lahannya masing-masing. Petani peserta menyatakan panen kopi dengan cara petik merah agak rumit untuk dikerjakan dan membutuhkan waktu yang lebih lama (60-65% petani). Sebanyak 70% petani mengakui bahwa panen kopi dengan cara petik merah dapat meningkatkan harga jual kopi biji/ beras di


(40)

Tabel 8. Jumlah petani yang memahami atribut teknologi panen petik merah sebelum dan setelah pelaksanaan kunjungan lapang.

No. Atribut

Jumlah petani yang memahami atribut teknologi panen petik merah Sebelum Kunjungan

Lapang

Setelah Kunjungan Lapang

1 Cara panen kopi petik merah 75 90

2 Buah kopi petik merah akan menghasilkan kopi bubuk dengan aroma lebih harum

90 100

3 Kemauan untuk menerapkan panen kopi petik merah di lahannya masing-masing

55 90

4 Panen kopi dengan cara petik merah agak rumit untuk dikerjakan

60 75

5 Panen kopi dengan cara petik merah membutuhkan waktu yang lebih lama

65 75

6 Panen kopi dengan cara petik merah dapat meningkatkan harga jual kopi biji/ beras di tingkat petani

70 100

Setelah dilakukan kunjungan lapang, jumlah petani pesertayang memahami cara panen kopi petik merah meningkat menjadi 90% . Dan seluruh petani peserta (100% ) sudah memahami bahwa buah kopi petik merah akan menghasilkan kopi bubuk dengan aroma lebih harum. Jumlah petani peserta yang menyatakan setuju untuk menerapkan panen kopi petik merah di lahannya masing-masing juga meningkat menjadi 90% . Seluruh petani peserta (100% ) telah meyakini bahwa panen kopi dengan cara petik merah dapat meningkatkan harga jual kopi biji/ beras di tingkat petani.

Persepsi petani terhadap teknologi pengolahan kopi bubuk petik merah

Salah satu teknologi pengolahan yang dapat diaplikasikan untuk meningkatkan kualitas produk kopi adalah pengolahan bubuk kopi petik merah.Teknik pengolahan yang digunakan adalah pengolahan kopi secara basah. Menurut SNI 01-3542-2004, kopi bubuk adalah biji kopi yang disangrai (roasted), kemudian digiling, dengan atau tanpa penambahan bahan lain dalam kadar tertentu tanpa mengurangi rasa dan aromanya serta tidak membahayakan kesehatan (BSN 2004). Proses pengolahan kopi secara basah menghasilkan produk berupa biji kopi beras. Untuk mendapatkan kopi bubuk, dilakukan


(41)

tahapan proses yang meliputi penyangraian biji kopi, penggilingan, dan pengemasan. Penggilingan kopi diperlukan untuk memperoleh kopi bubuk dan meningkatkan luas permukaan kopi.

Hasil survey persepsi petani terhadap atribut teknologi pengolahan kopi bubuk petik merah sebelum dan setelah pelaksanaan kunjungan lapang disajikan pada Tabel 9. Berdasarkan hasil survey sebelum petani melakukan kunjungan lapang ke industri rumahan pengolahan kopi bubuk petik merah di Desa Bukit Sari Kecamatan Kabawetan Kabupaten Kepahiang, sebanyak 70% petani peserta telah memahami bahwa buah kopi yang telah dipanen harus segera diolah. Jika kopi tidak segera diolah dan menyimpan buah kopi di dalam karung plastik atau sak selama lebih dari 12 jam, akan menyebabkan terjadinya pra-fermentasi buah kopi sehingga aroma dan citarasa biji kopi menjadi kurang baik dan berbau busuk dan tengik (Dirjen Perkebunan, 2012). Setelah pelaksanaan kunjungan lapang, jumlah petani yang memahami bahwa buah kopi yang telah dipanen harus segera diolah meningkat menjadi 95% . Pada dasarnya, sebagian besar petani peserta (90% ) sudah meyakini bahwa pengolahan kopi petik merah akan menghasilkankopi biji dan kopi bubuk dengan kualitas yang lebih baik.Mutu kopi robusta yang dihasilkan petani umumnya masih rendah karena pengolahan pascapanen masih menghasilkan kopi asalan, yaitu biji kopi yang dihasilkan dengan metode dan fasilitas sangat sederhana, kadar air relatif tinggi dan masih tercampur dengan bahan-bahan lain dalam jumlah relatif banyak (Yusianto dan Mulato, 2002).


(42)

Tabel 9. Jumlah petani yang memahami atribut teknologi pengolahan kopi bubuk petik merah sebelum dan setelah pelaksanaan kunjungan lapang.

No. Atribut

Jumlah petani yang memahami atribut teknologi kopi bubuk petik

merah Sebelum Kunjungan Lapang Setelah Kunjungan Lapang 1 Buah kopi hasil panen harus segera

diolah/ dikeringkan

70 95

2 Pengolahan kopi biji dan kopi bubuk dari kopi petik merah menghasilkan kualitas yang lebih baik

90 95

3 Petani sudah memahami teknologi pengolahan kopi biji secara basah (buah kopi petik merah dikupas dengan alat pengupas kulit buah kopi/ pulper sambil dialiri air)

55 90

4 Petani sudah memahami teknologi pengolahan kopi bubuk (penyangraian dan penggilingan bubuk kopi)

65 90

5 Pengolahan kopi secara basah dapat mempercepat proses pengolahan kopi biji

55 75

6 Pengolahan kopi secara basah menghasilkan kualitas kopi biji yang lebih baik

60 90

7 Pengolahan kopi secara basah mudah untuk dilakukan oleh petani

65 75

8 Pengolahan kopi secara basah dapat meningkatkan harga jual kopi biji/ beras di tingkat petani

70 90

Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu kopi adalah metode pengolahan. Metode pengolahan yang dipilih akan mempengaruhi mutu. Pada metode olah kering yang bisa dilakukan oleh petani, buah kopi yang telah dipanen dikeringkan di bawah sinar matahari. Setelah kering, buah kopi dibuang kulitnya secara mekanis menggunakan mesin pengupas kopi gelondong. Dengan metode ini menghasilkan kopi asalan dengan kadar air relatif tinggi. Metode olah basah umumnya dapat menghasilkan biji kopi dengan mutu lebih baik. Sebelum pelaksanaan kunjungan lapang, petani peserta yang telah memahami teknologi pengolahan kopi secara basah hanya sebanyak 55% , dan meningkat menjadi 90% setelah pelaksanaan kunjungan lapang. Dan sebanyak 65% petani peserta telah memahami teknologi pengolahan kopi bubuk sebelum pelaksanaan


(43)

kunjungan lapang, dan meningkat jumlahnya menjadi 90% petani peserta yang memahami teknologi tersebut setelah melakukan kunjungan lapang ke I ndustri pengolahan kopi bubuk.

Tahapan pengolahan yang membedakan dengan olah kering adalah tahap pengupasan kulit kopi (pulping) dan pencucian untuk menghilangkan lendir (washing), sehingga proses pengeringan berlangsung lebih sempurna dan kadar air kopi biji menjadi lebih rendah. Sebanyak 55% petani peserta telah memahami bahwa pengolahan kopi secara basah dapat mempercepat proses pengolahan kopi biji sebelum pelaksanaan kunjungan lapang, dan meningkat menjadi 75% setelah kunjungan lapang. Akibat proses pengeringan yang lebih cepat tersebut, maka pengolahan kopi secara basah dapat menghasilkan kobi biji dengan kualitas yang lebih baik. Sebelum pelaksanaan kunjungan lapang, hanya 60% petani peserta memahami bahwa pengolahan kopi secara basah menghasilkan kualitas kopi biji yang lebih baik. Setelah petani mengikuti kunjungan lapang, jumlah petani yang memahami bahwa pengolahan kopi secara basah menghasilkan kualitas kopi biji yang lebih baik meningkat menjadi 90% . Seiring dengan peningkatan kualitas, pengolahan kopi secara basah juga dapat meningkatkan harga jual kopi biji/ beras di tingkat petani. Akan tetapi, petani yang berpendapat bahwa pengolahan kopi secara basah mudah untuk dilakukan oleh petani hanya sebanyak 65 – 75% .

Persepsi petani terhadap kegiatan kunjungan lapang

Kegiatan Kunjungan lapangan dimaksudkan untuk memberikan motivasi kepada petani kopi sehingga dapat lebih baik lagi dalam mengelola kebun mereka dan mulai memikirkan untuk melakukan petik merah. Kedepannya diharapkan petani kopi tersebut dapat melakukan dan megikuti anjuran yang telah disampaikan.

Kunjungan lapang merupakan metode yang tepat untuk memberikan informasi tentang panen kopi dan pengolahan kopi bubuk petik merah. Berdasarkan hasil survey setelah pelaksanaan kunjungan lapang, sebanyak 85% petani peserta menyampaikan bahwa kunjungan lapang telah memberikan pengetahuan baru bagi petani mengenai informasi teknologi panen kopi dan pengolahan kopi bubuk petik merah memberikan pengetahun baru bagi petani. Kegiatan kunjungan lapang dapat menumbuhkan motivasi dan minat 95% dari


(44)

petani peserta untuk memelihara kebun kopi seperti kebun kopi yang dikunjungi. Dari kegiatan kunjungan lapang ini, sebanyak 75% petani peserta menyampaikan bahwa panen kopi dan pengolahan kopi bubuk petik merah mudah dilakukan.

4.2. Memantapkan I novasi Kelembagaan petani dan pasar sistem pertanian bioindustri berbasis tanaman ( kopi) - ternak ( sapi) spesifik lokasi Bengkulu

Penguatan organisasi kelompok

Penguatan organisasi kelompok khususnya kelompok Gading I ndah dan Pematang Manggis belum optimal berjalan, karena pertemuan rutin kelompok hanya sebatas arisan sedangkan pertemuan teknis budidaya dilakukan tidak rutin. Upaya yang telah dilakukan adalah berkoordinasi dengan BP4K Kabupaten Rejang Lebong untuk pembinaan kelompok tani

Direncanakan ada pelatihan organisasi kelompok, namun karena adanya rasionalisasi anggaran, kegiatan ini ditunda dan tahun 2016 belum dilaksanakan

Penguatan Pasar

Kegiatan fasilitasi dengan disperindag untuk pemasaran produk Bioindustri dilakukan dengan koordinasi dengan Disperindag serta pada saat pelatihan teknis. Pada tahun 2016 produk Bioindustri (Kopi bubuk Petik merah, kompos, Bio Urine, dan pakan ternak) telah dipromosikan oleh Disperindag Kabupaten Rejang Lebong. Dari hasil promosi telah ada pengusaha luar Provinsi yang tertarik dengan produk kopi bubuk petik merah, namun petani belum mampu menyiapkan produk secara kontinyu.

Selain fasilitasi dengan Disperindag juga telah dilakukan koordinasi dengan pengusaha kopi di Kab. RL (Haji Mulyadi). Terjalin kesepakatan untuk menampung produk kopi merah dalam bentuk buah kopi, beras kopi dengan harga yang telah ditetapkan.

Pemasaran kompos dilakukan ke petani di Kabupaten Rejang Lebong dan Kota Bengkulu, sementara Produk Bio urine belum dijual namun telah dibagikan kepada petani sayuran di Kabupaten Rejang Lebong untuk digunakan sebagai pupuk dan pestisida nabati.


(45)

4.3. Mengetahui potensi produk bioindustri terhadap peningkatan produktivitas tanaman dan ternak

4.3.1. Produksi Kopi

Tanaman kopi merupakan salah satu komoditas sangat penting pada sistem bioindustri. Peningkatan produksi dan mutu dapat diwujudkan melalui penerapan inovasi teknologi yang sudah teruji dan sudah banyak diaplikasikan pada perkebunan perkebunan kopi baik swasta maupun petani maju. Beberapa inovasi teknologi kopi yang sudah diterapkan pada kegiatan bioindustri antara lain peremajaan dengan sistem sambung, pemupukan dan pemangkasan. Peremajaan yang dikhususkan pada tanaman yang kurang atau tidak produktif dengan klon unggul lokal dan klon unggul yang sudah di lepas oleh Kementerian Pertanian yaitu Sintaro 1. Sedangkan pemupukan disesuaikan dengan hasil analisa tanah dengan menggunakan pupuk kimia dan pupuk kompos yang berbahan baku limbah kulit kopi yang berasal dari limbah pengolahan kopi milik petani setempat serta pemangkasan baik pemangkasan tanaman kopi maupun pemangkasan tanaman penaung. Dari 15 petani di Desa Talang Ulu baru dipanen sebanyak 10 petani (Tabel10) dibawah ini.

Tabel 10. Lahan petani kopi yang sudah dipanen petik merah di Desa Talang Ulu

No Nama petani Pengamatan Ke..

I I I I I I

1 M Yamin v V v

2 Wan Karim v

3 Adi Rahmadi v V

4 Arpan v

5 I mron v

6 Bambang v

7 Miswan v

8 M Nur v V

9 Melian v

10 Susilawati v

Dari 10 petani baru 1 orang yang sudah panen petik merah sebanyak 3 kali. Panen ini diperkirakan sebanyak 2 kali lagi. Dengan penerapan inovasi peremajaan sistem sambung, pemupukan dan pemangkasan yang dilakukan di lahan petani sangat berdampak terhadap peningkatan produksi, seperti pada Tabel 11.


(46)

Tabel 11. Produksi kopi petik merah petani Desa Talang Ulu yang sudah dipanen 3 kali (gr/ pohon) Sampai Dengan Bulan mei 2016

Nomor Pohon

Pengamatan Jumlah (gr)

I I I I I I I V V

1 147 474 552 - - 422

2 368 474 105 - - 947

3 0 196 187 - - 383

4 0 120 0 - - 120

5 0 0 776 - - 776

6 0 58 782 - - 840

7 0 0 681 - - 681

8 177 551 370 - - 1098

9 37 345 40 - - 422

10 163 149 445 - - 757

11 0 0 388 - - 388

12 55 331 695 - - 1081

13 0 0 626 - - 626

14 0 0 366 - - 366

15 34 168 313 - - 515

16 109 125 388 - - 622

17 1069 0 48 - - 1117

18 122 190 542 - - 854

19 66 356 0 - - 422

20 102 51 231 - - 384

Sumber: pengamatan lapangan

Dari hasil pengamatan produksi petik merah yang dilakukan pada 20 pohon sampel memperlihatkan adanya variasi produksi yautu berkisar antara 120 - 1117 gr/ pohon atau rata rata 641,05 gr/ pohon. Banyak faktor yang mempengaruhi peningkatan produksi diantaranya adalah ketersediaan hara pada tanah. Disamping pupuk kimia, penambahan kompos pada pertanaman kopi ternyata sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman. Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah.Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit.

Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya (mutunya) daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, seperti menjadikan hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak.


(47)

Peningkatan mutu biji kopi saat ini sangat penting dilakukan. Faktor mutu merupakan salah satu persyaratan yang mulai dituntut oleh konsumen. Selain itu faktor lingkungan pada sistem produksi juga sering dijadikan pertimbangan dalam pembelian kopi. Hal penting yang berkaitan dengan perdagangan kopi di pasar internasional adalah bahwa sebagian besar negara pengimpor/ konsumen kopi mensyaratkan kandungan okratoksin-A (OA) yang sangat rendah atau bebas OA. Akhir akhir ini persyaratan impor produk pertanian di negara konsumen kopi semakin ketat terutama yang berkaitan dengan masalah kesehatan (Raghuramulu dan Naidu, 2009). Secara umum kondisi perkopian di I ndonesia mutunya cukup memprihatinkan sehingga perlu ditindaklanjuti dengan melakukan perubahan dari budidaya, panen sampai penanganan pasca panen.

Untuk menghitung Produksi kopi dalam satuan luas 1 hektar dapat menggunakan rumus dari rafafaka (2009). Cara menghitung hasil panen kopiyaitu dengan menggunakan komponen hasil tanaman kopi yaitu: :

a. Jumlah tanaman per hektar (1600)

b. Jumlah cabang produktif per tanaman (24) c. Jumlah dompolan per cabang produktif (11,2) d. Jumlah Buah per dompolan (34)

e. I ndeks biji 120 buah/ 100 g

f. Rendemen buah (20% ) untuk Robusta.

Pada lahan seluas 1 hektar tanaman kopi memiliki populasi 1600 tanaman kopi, dalam satu kali musim panen rata-rata memiliki 24 cabang produktif dengan jumlah dompolan per cabang sebanyak 11,2 dompolan dan rata-rata buah kopi/ dompolan mencapai 34 buah, indeks biji 120 buah/ 100 gram serta rendemen kopi 20% , maka produksi kopi kering/ ha/ musim panen adalah sebagai berikut: 1600 x 24 x 11,2 x 34 x 100/ 120 x 20% = 2.437 kg biji kopi kering. Dibandingkan dengan pertanaman kopi sebelum penerapan inovasi yang hanya dengan produksi 700 – 900 kg/ ha. Maka dengan penerapan inovasi teknologi terjadi kenaikan produksi yang sangat signifikan yaitu lebih 2,7 – 3,5 kali lipat. Sedangkan dengan penerapan inovasi penyambungan tanpa diberi pupuk sama sekali memperlihatkan produksi yang lebih sedikit yaitu 1786 kg/ ha. Hal ini juga memperlihatkan bahwa peran pupuk sangat penting sebagai penyedia hara yang


(48)

4.3.2. Potensi Pupuk Organik ( Kompos) dan Cair ( Biourine)

Dari hasil pengamatan yang dilakukan di Kelompok Tani Gading I ndah rerata jumlah kotoran ternak yang dihasilkan yaitu 150,38 kg/ ekor/ hari dengan jumlah ternak sebanyak 13 ekor, sehingga mampu menghasilkan kompos lebih kurang 6 ton/ bulan. Produksi limbah ternak sangat dipengaruhi oleh konsumsi pakan, jenis dan kualitas pakan dan musim. Produksi kotoran yang dihasilkan masih rendah, hal ini disebabkan karena Jenis pakan yang diberikan pada ternak yaitu jerami padi dan fermentasi kulit kopi dengan PBBH yang diberi pakan jerami yaitu sebesar 15,29 g/ ekor/ hari dan fermentasi kulit kopi yaitu sebesar 63,71 g/ ekor/ hari. Kaharudin dan Mayang (2010) menyatakan bahwa ternak sapi penggemukan dengan pertambahan bobot badan 1,0 kg mampu menghasilkan 25 kg kotoran/ ekor/ hari dan sangat dipengaruhi oleh jumlah pakan yang diberikan. Adijaya dan Yasa (2013), menyatakan hubungan antara konsumsi pakan berbanding lurus dengan kotoran padat dan urin yang dihasilkan dan berbanding terbalik dengan konsumsi air minum ternak. Apabila ketersediaan hijauan makanan ternak menurun pada musim kemarau, petani mengandalkan pakan kering seperti jerami padi, jerami jagung dan rumput kering.

Dari 13 ekor sapi yang dikelola oleh ketua kelompok tani, mampu menghasilkan kompos 6 ton/ bulan, harga jual di lokasi Rp.600.000,-/ ton sehingga 1 bulan petani mendapat tambahan pendapatan Rp. 3.600.000,-/ bulan. Apabila dihitung biaya tenaga kerja keluarga dan penyusutan alat yang dimiliki petani maka tambahan pendapatan petani dari pemanfaatan limbah ternak dalam pembuatan kompos seperti pada Tabel 12.

Tabel 12. Perhitungan Tambahan Keuntungan Petani/ Bulan

Keterangan Satuan Biaya satuan (Rp) Total biaya (Rp)

Produksi kompos 6000 600 3.600.000

Komponen I nput

Tenaga kerja 24 HOK 60.000 1.440.000

Penyusutan alat, 2 x

pembuatan

300.000 300.000

Karung bekas 150 2.500 375.000

Total I nput produksi 2.115.000

Tambahan

Keuntungan/ bulan

1.485.000


(49)

Tambahan keuntungan petani masih bisa ditingkatkan apabila petani mengikuti petunjuk teknis pemberiaan pakan tambahan sebanyak 10% dari bobot ternak.

Dari Urine sapi yang dihasilkan sebanyak 16,67 lt/ ekor/ hari, urine kambing sebanyak 1,67t/ ekor/ hari. Apabila diolah menjadi biourine selama 21 hari menghasilkan 21,67 lt/ ekor/ hari. Apabila 1 petani kooperator memiliki 13 ekor sapi berarti mampu menghasilkan biourine sebanyak 281,71 lt/ 21 hari. Produksi biourine ini belum dijual secara komersial namun masih dibagikan kepada petani sayuran di wilayah Rejang Lebong. Produksi urine sapi masih rendah, hal ini diduga karena pakan yang dikonsumsi memiliki kadar air yang rendah, dimana jenis pakan yang diberikan yaitu jerami padi dan fermentasi kulit kopi. Parwati et al.,(2008) menyatakan bahwa untuk mendapatkan produksi urine seekor sapi Bali di dataran tinggi dapat mencapai 19 liter per hari, hal ini diduga disebabkan tingginya kadar air pakan yang diberikan.

4.3.3. I mplementasi Penerapan Pupuk Organik Padat ( POP) dan Pupuk Organik Cair ( POC)

I mplementasi penerapan penggunaan Pupuk Organik Padat (POP) dan Pupuk Organik Cair (POC) dari kotoran sapi yang dilakukan pada kegiatan Model Sistem Pertanian Bioindustri Tanaman-Ternak Spesifik Lokasi di Provinsi Bengkulu dilakukan pada tanaman sayuran.

Kompos merupakan bahan organik yang telah mengalami proses pelapukan karena adanya interaksi antara mikroorganisme (bakteri pembusuk) yang bekerja didalamnya. Bahan-bahan organik tersebut seperti dedaunan, rumput, jerami, sisa-sisa ranting dan dahan, kotoran hewan dan lain-lain. Penggunaan kompos bukan hanya menyediakan unsur hara makro dan mikro bagi tanaman namun dapat menggemburkan tanah, memperbaiki tekstur dan struktur tanah, meningkatkan porositas, aerase dan komposisi mikroorganisme tanah, memudahkan pertumbuhan akar tanaman, daya serap air yang lebih lama pada tanah, menghemat pemakaian pupuk kimia, menjadi salah satu alternatif pengganti pupuk kimia karena harganya lebih murah, dan ramah lingkungan (Murbandono,2000). Hal ini sejalan dengan pendapat Suriadikarta (2006) bahwa organik khususnya pupuk kompos dan urine kelinci juga berperan sebagai sumber energi dan makanan mikroba tanah sehingga dapat meningkatkan aktivitas mikroba tersebut dalam menyediakan hara tanaman. Jadi penambahan


(1)

Lampiran 1. Dokumentasipemeliharaan dan pengamatan tanaman kopi Tahun 2016

Pemupukan tanaman kopi Pemupukan tanaman kopi

Pengamatan tanaman kopi Pengamatan tanaman kopi

Tanaman disambung memudahkan pemanenan

Tanaman tidak disambung menyulitkan pemanenan


(2)

57

Lampiran 2. Dokumentasi bimbingan teknis dan apresiasi teknologi Tahun 2016

Penyampaian materi bimbingan teknis pembuatan pakan ternak

Praktek pembuatan pakan ternak

Praktek pengemasan pakan ternak Peserta apresiasi teknologi kompos dan biourine


(3)

Lampiran 3. Dokumentasi pemeliharaan dan pengamatan hewan ternak (sapi) Tahun 2016

Pembersihan kandang ternak Penimbangan pakan dari kulit kopi untuk ternak sapi

Pengukuran berat badan ternak dengan menggunakan pita ukur

Kotoran sapi yang siap untuk dimanfaatkan menjadi kompos


(4)

59

Lampiran 4. Dokumentasi I mplementasi penggunaan kompos dan bioUrine pada tanaman Tahun 2016

Keragaan tanaman kubis yang mengggunakan kompos dan Bio Urine pada 35 HST

Saat melakukan pemanenan tanaman kubis umur 70 HST

Kompos dari kotoran sapi yang siap untuk diaplikasikan ke lahan cabe petani kooperator

Aplikasi kompos dilahan petani kooperator ( Bpk. Warso di Desa Air Meles Kec. Curup Timur

Aplikasi penggunaan bio urine pada tanaman cabe umur 2 MST

Kondisi pertanaman tomat organik siap panen yang menggunakan kompos dan biourine dari kotoran sapi


(5)

Lampiran 5. Dokumentasi kunjungan lapang ke Desa Tangsi Duren Kecamatan Kabawetan Kabupaten Kepahiang Tahun 2016

Saat pembukaan kegiatan kunjungan lapang di Balai Desa Tangsi Duren Kecamatan Kabawetan

Peserta kegiatan kunjungan lapang

Arahan dari BPTP Bengkulu saat di lokasi kebun percontohan mllik Bpk. Karyanto di Desa Tangsi Duren Kec. Kabawetan

Penyampaian materi dari Narasumber tentang pengelolaan kebun kopi yang baik


(6)

61

Lampiran 6. Dokumentasi Kegiatan Ekspose BPTP Bengkulu Tahun 2016

Persiapan panitia dibantu oleh PMT Penyambutan tamu oleh panitia

Peserta yang datang mengisi daftar hadir Bupati Seluma menghadiri acara Ekspose