Implementasi Retribusi Terminal berdasarkan Perda No. 2 Tahun 2014 tentang Retribusi Terminal di Tinjau Dari Hukum Administrasi Negara (Studi Kasus Dinas Perhubungan Pemko Medan)

(1)

Davey, K.K., 1998, Pembiayaan Pemerintah Daerah Di Indonesia, Jakarta, UI – Press

Ibnu Syamsi, 1988, Dasar-Dasar Kebijaksanaan Keuangan Negara, Jakarta, Bina Aksara

Mahmudi, 2010, Manajemen Keuangan Daerah, Jakarta, Penerbit Erlangga Mardiasmo, 2000, Perpajakan, Cetakan ke-1, Yogyakarta, ANDI

_________, 2002, Otonomi dan keuangan Daerah, Yogyakarta, Andi Offset Mardiasmo, 2002, Perpajakan. Yogyakarta, Penerbit Andi

Munawir, 1995, Pokok-Pokok Perpajakan, Jogjakarta, Liberty

Nugroho D. Rianto, 2000, Otonomi Daerah, Yogyakarta, Pustaka Pelajar

Siahaan Marihot Pahala, 2008, Pajak daerah dan Retribusi Daerah, Jakarta, Rajawali Pers

Soemitro Rochmat, 1974, Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan, Bandung, Eresco

Sudjaipul Rahman, 2004, Pembangunan dan Otonomi Daerah, Realisasi Program Gotong Royong, Jakarta, Pancar Suwuh

Sunggono Bambang, 1994, Hukum dan Kebijaksanaan Publik, Jakarta, Sinar Grafika

Supriatna Tjanya, 2001, Sistem Administrasi Pemerintah di Daerah, Jakarta, Bumi Aksara

Syamsi Ibnu, 1994, Dasar-dasar Kebijakan Keuangan Negara, Edisi Revisi, Jakarta, PT. Rineka Cipta

Wirawan B. Ilyas, Waluyo, 2002, Perpajakan Indonesia, Edisi Revisi, Jakarta, Penerbit Salemba Empat


(2)

B. Undang-Undang

Undang-Undang Dasar 1945

Undang-Undang No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang No. 28 tahun 2009 tentang Undang-Undang No. 28 tahun 2009 Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Undang-Undang Nomor 18 tahun

1997

Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 tentang Pajak Daerah

Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 tentangPerubahan atas Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

Pemerintah Pusat dan daerah

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Peraturan Pemerintah Nomor 66 tahun 2001 tentang Retribusi Daerah PERDA No. 2 Tahun 2014 tentang Retribusi Terminal

C. Internet

Dian Chocho, Tinjauan Tentang Peraturan Daerah (1)

http://dianchocho.blogspot.com/2013/04/, diakses tanggal 2 September 2014

http://www.ut.ac.id/html/suplemen/paja3345/sup1.htm

Sonny Lazio, Pengertian dan Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah,


(3)

A. Latar belakang Dikeluarkannya Perda No. 2 Tahun 2014 tentang Retribusi Terminal

Pada hakekatnya nrgara Republik Indonesia sebagai yang berdasar atas hukum dan bukan berdasar atas kekuasaan belaka, maka sistem terminal harus diberi dasar hukum yang jelas, tegas, dan menyeluruh guna menjamin adanya bagi usaha pengelolaannya.

Dengan dikeluarkannya Perda No. 2 Tahun 2014 didasarkan pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah , maka Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 7 Tahun 2002 tentang Retibusi Pelayanan Parkir Di Tepi Jalan Umum, Tempat Parkir Khusus, Dan Perizinan Pelataran Parkir (Lembaran Daerah Kota Medan Tahun 2002 Nomor 1 Seri C) dan Peraturan Daersh Kota Medan Nomor 33 Tahun 2002 tentang Retribusi Pelayanan Dan Izin Di Bidang Perhubungan (Lembaran Daerah Kota Medan Tahun 2002 Nomor 21 Seri C), sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan saat ini baik ditinjau dari segi penetapan tarif maupun dasar hukum pembentukannya, sehingga perlu dilakukan penyesuaian bahwa berdasarkan pertimbangan dibentuk Peraturan Daerah Di Bidang Perhubungan, maka oleh pemerintah daerah mengadakan kegiatan-kegiatan menggali kekayaan daerah. Sehingga terminal yang merupakan sumber Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) mempunyai peraturan tersendiri.


(4)

Menyinggung tentang Retribusi terminal, yakni berpedoman kepada Perda no 2 Tahun 2014 tentang Retribusi Daerah di Bidang Perhubungan, dalam hal ini pemerintah telah mengeluarkan peraturan daerah sebagai dasar hukum.

B. Kewenangan Pemerintah dalam Menjalankan Retribusi Terminal

Setiap daerah dipimpin oleh kepala pemerintah daerah yang disebut kepala daerah. Kepala daerah untuk provinsi disebut gubernur, untuk kabupaten disebut bupati dan untuk kota adalah wali kota. Kepala daerah dibantu oleh satu orang wakil kepala daerah, untuk provinsi disebut wakil Gubernur, untuk Kabupaten disebut wakil bupati dan untuk kota disebut wakil wali kota. Kepala dan wakil kepala daerah memiliki tugas, wewenang dan kewajiban serta larangan. Kepala daerah juga mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah, dan memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat.

Kewenangan pemerintah dalam menjalankan retribusi terminal untuk mengatur berjalannya PERDA no 2 Tahun 2014 tentang Retribusi Terminal. Dalam melaksanakan kegiatan pemungutan tarif retribusi yang telah di keluarkan oleh Dinas Perhubungan kota Medan, dapat berjalan dengan baik dan terib.

Pemerintah membuat pembagian kewenangan secara vertical yang melahirkan daerah otonom tersebut tentunya tidak lepas sebagai sarana untuk mempermudah atau mempercepat terwujudnya kesejahteraan. Menurut beberapa pendapat, pembentukan daerah otonom bertujuan :


(5)

1. Mengurangi beban pemerintah pusat dan campur tangan tentang masalah-masalah kecil pada tingkat lokal serta memberikan koordinasi pada tingkat lokal.

2. Meningkatkan pengertian rakyat serta dukungan mereka dalam kegiatan usaha pembangunan sosial ekonomi. Demikian pula pada tingkat lokal, dapat merasakan keuntungan dari kontribusi kegiatan mereka.

3. Penyusunan program-program untuk memperbaiki ekonomi pada tingkat lokal sehingga lebih realistis.

4. Pembinaan Kesatuan Nasional

Ada juga yang berpendapat bahwa pembentukan daerah otonom juga didasarkan adanya kemungkinan:

1. Pemanfaatan sebesar-besarnya potensi daerah sendiri.

2. Untuk memusatkan masyarakat didaerah- daerah karena aspirasi dan kehendak terpenuhi.

3. Pembangunan daerah-daerah akan lebih pesat, karena tiap-tiap daerah akan membanggakan daerahnya sendiri.

Pembagian kewenangan tersebut merupakan salah satu sistem kerja pemerintahan dalam mengatur retribusi. Pemerintah memberikan kepada setaiap penajaga terminal agar memungut tarif retribusi terminal setiap harinya dari pagi sampai sore, yang akan di kumpulkan dan dimasukkan pada Pendapatan Asli Daerah.


(6)

C. Prinsip dan Sasaran dalam Penetapan Struktur dan Besarnya Kenaikan Tarif Retribusi

Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Jasa Umum ditetapakan dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, aspek keadilan, dan efektivitas pengendalian atas pelayanan tersebut. Sebagaimana dimaksud meliputi biaya operasi dan pemeliharaan, biaya bunga, dan biaya modal.

Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas di terima oleh pengusaha sejenis yang beroperasi secara efesien dan berorientasi pada harga pasar.

Dalam penetapan besarnya tarif Retribusi Jasa Usaha didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak. Keuntungan yang dimaksud adalah keuntungan yang diperoleh apabila pelayanan jasa usaha tersebut dilakukan secara efesien dan berorientasi pada harga pasar.

Struktur dan besarnya tarif Retribusi terminal ditetapkan sebagai berikut: a. Retribusi Pelayanan Terminal :

1. Angkutan Kota (MPU) Rp 1.000,00 sekali masuk;

2. Bus Kota Rp 1.000,00 sekali masuk;

3. Angkutan perkotaan / mobil Penumpang

Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) Rp 1.000,00 sekali masuk;

4. Bus AKDP Rp 2.500,00 sekali masuk;

5. Bus Antar Kota Dalam Provisi Rp 5.000,00 sekali masuk; 6. Angkutan barang roda 4 (empat) Rp 2.000,00 sekali masuk;


(7)

7. Angkutan barang roda 6 (enam) Rp 3.000,00 sekali masuk; 8. Akutan barang diatas roda 6 (enam) Rp 5.000,00 sekali masuk; b. Retribusi pelayanan penggunaan Fasilitas penunjang terminal:

1. Kamar mandi Rp 1.000,00 sekali masuk;

2. Parkir / sekali parkir

a) Kendaraan roda 2 (dua) Rp 1.000,00 b) Kendaraan roda 3 (tiga) Rp 1.500,00 c) Kendaraan roda 4 (empat) Rp 2.000,00 3. Loket / hari :

a) Bus cepat / antar provinsi Rp 20.000,00 b) Bus lambat / antar kota Rp 10.000,00 c) Mobil penumpang umum antar kota Rp 5.000,00 d) Taksi antar kota Rp 5.000,00 4. Lokasi usaha / m2 / tahun dengan tarif dasar minimum :

a) Bangunan permanen pada lokasi bangunan utama Rp 200.000,00 b) Bangunan permanen diluar lokasi banguna utama Rp 150.000,00 c) Bangunan semi permanen diluar lokasi bangunan utama Rp 100.000,00 5. Pelayanan kebersihan / bulan:

a) kantor / loket Rp 15.000,00

b) Toko / kios Rp 20.000,00

c) Rumah makan Rp 20.000,00


(8)

Tarif retribusi digolongkan berdasarkan jenis fsilitas, jenis kendaraan dan jangka waktu pemakaian.

Besarnya tarif retribusi dihitung dengan mempertimbangkan:

1. Biaya langsung yang meliputi biaya belanja pegawai termasuk pegawai yang tidak tetap, belanja barang, belanja pemeliharaan sewa tanah dan bangunan, biaya listrik, dan semua biaya rutin yang berkaitan langsung dengan penyediaan jasa.

2. Biaya tidak langsung meliputi biaya administrasi umum, dan biaya lainnya yang mendukung penyediaan jasa.

3. Biaya modal yang berkaitan dengan tersedianya aktiva tetap dan aktiva lainnya yang berjangka menengah dan panjang, yang meliputi angsuran. 4. Biaya-biaya lainnya yang berhubungan dengan penyediaan jasa.

Prinsip dan sasaran dalam menetapkan besarnya tarif retribusi jasa usaha didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta jenis yang beroperasional secara efisien dan berorientasi pada harga pasar.

Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi perizinan tertentu didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan. Biaya penyelenggaraan izin ini meliputi penerbitan izin di lapangan, penegakkan hukum, penata usahaan dan biaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut. Tarif retribusi di atas ditinjau paling lama 5 tahun sekali.


(9)

A. Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Terminal 1. Tata Cara Pemungutan Retribusi Terminal

Pengelolaan Retribusi Terminal merupakan wewenang dan tanggung jawab dari Dinas Perhubungan dan dilaksanakan sepenuhnya oleh SUB Dinas Perhubungan sebagai unsur koordinasi kegiatan Dinas Pendapatan Daerah di bidang pengelolaan terminal.

Sistem pemungutan retribusi daerah adalah official assesment, yaitu pemungutan retribusi daerah berdasarkan penetapan Kepala Daerah dengan menggunakan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) atau dokumen lainnya yang dipersamakan. Wajib Retribusi setelah penerimaas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan tinggal melakukan pembayaran menggunakan Surat Setoran Retribusi Daerah ( SSRD ).

Pemungutan retribusi terminal di Kota Medan didasarkan pada peraturan Daerah No. 5 tahun 1999, yaitu pemungutan secara langsung dengan menggunakan sistem pemungutan benda berharga berupa karcis atau disebut dengan sistem offical assessment, sebagai berikut :

1. Pemungutan retribusi diserahkan sepenuhnya kepada kepala terminal yang bertanggung jawab sepenuhnya atas ketertiban terminal.


(10)

2. Dalam melaksanakan pemungutan retribusi terminal, kepala terminal dibantu oleh beberapa petugas yang berpakaian seragam dan tanda pengenal.

3. Pelaksanaan pungutan retribusi terminal dilaksanakan setaiap hari.

4. Besarnya tarif retribusi terminal sesuai dengan besarnya tarif yang ditentuka dalam perda yang berlaku pada saat pemungutan retribusi terminal.

5. Setelah semua retribusi terminal terkumpul, kepala terminal menyerahkan uang hasil setoran ke kas daerah Dinas Perhubungan.

B. Kendala yang Dihadapi Pemerintahan dalam Melaksanakan Retribusi Terminal.

Suatu kebijakan publik akan menjadi efektif apabila dilaksanakan dan mempunyai manfaat positif bagi anggota-anggota masyarakat. Dengan kata lain, tindakan atau perbuatan manusia sebagai anggota masyarakat harus sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pemerintah atau negara. Sehingga apabila perilaku atau perbuatan mereka tidak sesuai dengan keinginan pemerintah atau negara, maka suatu kebijakan publik tidaklah efektif.

Menurut James Anderson yang dikutip oleh Bambang Sunggono, faktor-faktor yang menyebabkan anggota masyarakat tidak mematuhi dan melaksanakan suatu kebijakan publik, yaitu :


(11)

a) Adanya konsep ketidakpatuhan selektif terhadap hukum, dimana terdapat beberapa peraturan perundang-undangan atau kebijakan publik yang bersifat kurang mengikat individu-individu;

b) Karena anggota masyarakat dalam suatu kelompok atau perkumpulan dimana mereka mempunyai gagasan atau pemikiran yang tidak sesuai atau bertentangan dengaan peraturan hukum dan keinginan pemerintah;

c) Adanya keinginan untuk mencari keuntungan dengan cepat diantara anggota masyarakat yang mencenderungkan orang bertindak dengan menipu atau dengan jalan melawan hukum;

d) Adanya ketidakpastian hukum atau ketidakjelasan “ukuran” kebijakan yang mungkin saling bertentangan satu sama lain, yang dapat menjadi sumber ketidakpatuhan orang pada hukum atau kebijakan publik;

e) Apabila suatu kebijakan ditentang secara tajam (bertentangan) dengan sistem nilai yang dianut masyarakat secara luas atau kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat.24

Dalam melaksanakan retribusi terminal pihak Dinas Perhubungan mengahadi kendala dari pihak supir angkutan kota dan menemukan beberapa hambatan mengakibatkan penmungutan kurang baik:

a. Bis yang masuk ke terminal sudah banyak berkurang sehingga berkurang pula penerimaan pungutan retribusi.

b. Banyak nya kendaraan pribadi sekarang ini.

c. Cuaca buruk yang menyebabkan berjalannya retribusi terminal kurang baik.

24

Bambang Sunggono, Hukum dan Kebijaksanaan Publik, (Jakarta: Sinar Grafika, 1994), hal. 144.


(12)

d. Penggunaan pembayaran sewa kios, loket penjualan tiket oleh penyewa Kendala yang di hadapi dalam pemungutan retribusi terminal di lapangan adalah kurangnya kesadaran pengguna jasa terminal untuk membayar retribusi yang sudah ditetapkan oleh Dinas Perhubungan.

Hambatan eksternal merupakan hambatan yang besumber dari luar institusi Dinas Perhubungan kota Medan, dengan kata lain hambatan eksternal muncul dari masyarakat sebagai pengguna retribusi terminal, yakni kesadaran masyarakat dalam membayar retribusi terminal. Kesadaran masyarakat dalam membayar retribusi pasar sangat berpengaruh dalam mengoptimalkan pemungutan retribusi terminal di kota Medan.

Peningkatan retribusi pasar akan berdampak juga pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan komponen yang sangat penting dalam proses pembangunan dan perkembangan daerah karena berkaitan erat dengan pembiayaanya. Dengan adanya otonomi daerah maka setiap daerah dituntut untuk membiayai segala urusan rumah tangganya sendiri, yang sangat memerlukan biaya besar. Oleh karena itu setiap daerah harus mampu untuk meningkatkan pendapatan daerahnya dari tahun ke tahun.

Untuk dapat meningkatkan retribusi terminal guna memperoleh pendapatan daerah yang maksimal maka Dinas Perhubungan kota Medan melakukan upaya-upaya dalam mengoptimalkan pemungutan retribusi terminal. Dilihat dari hasil penelitian dalam mengoptimalkan pemungutan retribusi pasar antara lain :


(13)

1. Meningkatkan koordinasi dengan semua petugas pemungut untuk mempercepat pencapaian target;

2. Meningkatkan kualitas SDM pemungut retribusi melalui pimpinan SKPD; 3. Meningkatkan pemanfaatan sarana dan prasarana kerja untuk

menyelesaikan tugas;

4. Mengupayakan untuk menambah petugas pemungut retribusi di setiap UPTD;

5. Membuat pedoman dan prosedur kerja yang jelas;

6. Peningkatan sosialisasi atau/penyuluhan-penyuluhan terhadap wajib retribusi terminal, baik melalui tatap muka maupun melalui media massa dan media lainya;

7. Meningkatkan pengawasan terhadap petugas dalam pelaksanaan pemungutan retribusi di setiap UPTD dan pada wajib retribusi pasa.

Pengawasan terhadap petugas pemungut retribusi pasar di setiap UPTD terminal agar tidak terjadi penyimpangan terhadap ketentuan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan pengawasan terhadap wajib retribusi pasar ditujukan terhadap wajib retribusi yang kurang dan tidak melaksanakan kewajiban untuk membayar retribusi atau menunggak.

C. Upaya Pemerintah dalam Mengatasi Hambatan yang Terjadi.

Peraturan perundang-undangan merupakan sarana bagi implementasi kebijakan publik. Suatu kebijakan akan menjadi efektif apabila dalam pembuatan maupun implementasinya didukung oleh sarana-sarana yang memadai. Adapun


(14)

unsur-unsur yang harus dipenuhi agar suatu kebijakan dapat terlaksana dengan baik, yaitu :

a. Peraturan hukum ataupun kebijakan itu sendiri, di mana terdapat kemungkinan adanya ketidakcocokan-ketidakcocokan antara kebijakan-kebijakan dengan hukum yang tidak tertulis atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. b. Mentalitas petugas yang menerapkan hukum atau kebijakan. Para petugas

hukum (secara formal) yang mencakup hakim, jaksa, polisi, dan sebagainya harus memiliki mental yang baik dalam melaksanakan (menerapkan) suatu peraturan perundang-undangan atau kebijakan. Sebab apabila terjadi yang sebaliknya, maka akan terjadi gangguan-gangguan atau hambatan-hambatan dalam melaksanakan kebijakan/peraturan hukum.

c. Fasilitas, yang diharapkan untuk mendukung pelaksanaan suatu peraturan hukum. Apabila suatu peraturan perundang-undangan ingin terlaksana dengan baik, harus pula ditunjang oleh fasilitas-fasilitas yang memadai agar tidak menimbulkan gangguan-gangguan atau hambatan-hambatan dalam pelaksanaannya.

d. Warga masyarakat sebagai obyek, dalam hal ini diperlukan adanya kesadaran hukum masyarakat, kepatuhan hukum, dan perilaku warga masyarakat seperti yang dikehendaki oleh peraturan perundang-undangan.25

Dalam megatasi hambatan yang terjadi di dalam lingkungan terminal, pemerintah berupaya untuk semaksimal mungkin memberikan pengarahan kepada

25Ibid,


(15)

setiap pengguna jasa terminal sadar untuk membayar tarif retribusi terminal yang sudah ditentukan oleh Dinas Perhubungan.

Ada beberapa upaya untuk mengatasi hambatan yang terjadi di lingkungan terminal, sebagai berikut:

11.Mengurangi beban pemakaian listrik dengan cara pemisahan penggunaan listrik untuk penerangan terminal dengan konsumsi listrik untuk kios. 12.Menertibkan semua SIP ( Surat Izin Penempatan )

13.Pendataan ulang penyewa kios ,dan loket penjualan.


(16)

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Peranan Dinas Perhungan dalam melaksanakan Perda No. 2 tahun 2014 dapat diambil simpulan sebagai berikut :

1. Sistem pemungutan retribusi daerah adalah official assesment, yaitu pemungutan retribusi daerah berdasarkan penetapan Kepala Daerah dengan menggunakan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) atau dokumen lainnya yang dipersamakan. Wajib Retribusi setelah penerimaan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan tinggal melakukan pembayaran menggunakan Surat Setoran Retribusi Daerah ( SSRD ).

2. Hambatan eksternal merupakan hambatan yang besumber dari luar institusi Dinas Perhubungan kota Medan, dengan kata lain hambatan eksternal muncul dari masyarakat sebagai pengguna retribusi terminal, yakni kesadaran masyarakat dalam membayar retribusi terminal. Kesadaran masyarakat dalam membayar retribusi pasar sangat berpengaruh dalam mengoptimalkan pemungutan retribusi terminal di kota Medan.

3. Dalam mengatasi hambatan yang terjadi di dalam lingkungan terminal, pemerintah berupaya untuk semaksimal mungkin memberikan pengarahan kepada setiap pengguna jasa terminal sadar untuk membayar tarif retribusi terminal yang sudah ditentukan.


(17)

A. Konsep dan Defenisi Retribusi 1. Konsep Retribusi

Kebijakan daerah dalam memungut retribusi harus melihat kemampuan masyarakat dan aspek keadilan. Dalam jangka panjang, sebaiknya bisa menunjukan dan adanya kewenangan penuh oleh pemerintah daerah sehingga dapat memberikan insentif pajak dan retribusi daerah, mengupayakan menjadi daerah yang diminati oleh pelaku bisnis untuk menanamkan investasinya.

Kebijakan Desentralisasi yang efektif dilaksanakan sejak tahun 2001 pada gilirannya akan meningkatkan kesempatan bagi Pemerintahan Daerah untuk memberikan alternatif pemecahan secara inovatif dalam menghadapi tantangan yang dihadapi. Pemerintah Daerah dituntut untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap kualitas penyelenggaraan pelayanan publik serta meningkatkan kemandirian dalam melaksanakan pembangunan. Desentralisasi dapat diartikan penyerahan atau pengakuan hak atas kewenangan untuk mengurus rumah tangga daerah sendiri, dalam hal ini daerah diberi kesempatan untuk melakukan suatu kebijakan sendiri. Pengakuan tersebut merupakan suatu bentuk partisipasi rakyat dalam pengambilan keputusan yang merupakan ciri dari negara demokrasi. Desentralisasi adalah pendelegasian wewenang dalam membuat keputusan dan kebijakan pada level bawah pada suatu organisasi . Ten Berge


(18)

mengartikan desentralisasi sebagai suatu penyerahan atau pengakuan hak (mengenai keadaan yang telah dinyatakan) atas kewenangan untuk pengaturan dan pemerintahan dan badan–badan hukum publik yang rendahan atau organ–organ dalam hal mana ini diberi kesempatan untuk melakukan suatu kebijaksanaan sendiri. Istilah otonomi lebih cenderung pada Political Aspect (aspek politik–kekuasaan negara), sedangkan desentralisasi lebih cenderung pada administrative aspect (aspek administrasi negara). Namun jika dilihat dari konteks pembagian kewenangan dalam prakteknya, kedua istilah tersebut mempunyai keterkaitan yang erat dan tidak dapat dipisahkan. Artinya jika berbicara mengenai otonomi daerah tentu akan menyangkut pertanyaan seberapa wewenang yang akan diberikan kepada pemerintah daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan, demikian sebaliknya. Pembagian kewenangan secara vertikal yang melahirkan daerah otonom tersebut tentunya tidak lepas sebagai sarana untuk mempermudah atau mempercepat terwujudnya kesejahteraan. Menurut beberapa pendapat, pembentukan daerah otonom bertujuan :

2. Mengurangi beban pemerintah pusat dan campur tangan tentang masalah– masalah kecil pada tingkat lokal serta memberikan peluang untuk koordinasi pada tingkat lokal;

3. Meningkatkan pengertian rakyat serta dukungan mereka dalam kegiatan usaha pembangunan sosial ekonomi. Demikian pula pada tingkat lokal, dapat merasakan keuntungan dari kontribusi kegiatan mereka itu;


(19)

4. Penyusunan Program – program untuk perbaikan sosial ekonomi pada tingkat lokal sehingga lebih realistis;

5. Melatih rakyat untuk bisa mengatur urusannya sendiri (Self Goverment); 6. Pembinaan Kesatuan Nasional.

Ada juga yang berpendapat bahwa pembentukan daerah otonom juga didasarkan adanya kemungkinan :

1. Pemanfaatan sebesar – besarnya potensi daerah sendiri;

2. Untuk memusatkan masyarakat didaerah–daerah karena aspirasi dan kehendaknya terpenuhi;

3. Masyarakat setempat lebih banyak ikut serta didalam memikirkan masalah – masalah pemerintahan, jadi lebih cocok dengan susunan pemerintahan yang demokratis;

4. Pembangunan didaerah–daerah akan lebih pesat, karena tiap tiap daerah akan berusaha untuk menciptakan kebanggaannya sendiri.

Berdasarkan pendapat tersebut nampak bahwa otonomi daerah sangat berkaitan dengan demokrasi, kesejahteraan rakyat, efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan.

Dalam penyelenggaraan urusan rumah tangganya, daerah tentu membutuhkan dana. Dana ini diperoleh daerah dari Pemerintah Pusat dan dari pendapatan daerah sendiri. Salah satu sumber pendapatan daerah yang berasal dari daerah adalah retribusi daerah. Retribusi Daerah diatur dalam Undang Nomor 18 tahun 1997 yang mana telah diubah menjadi


(20)

Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah jo Peraturan Pemerintah Nomor 66 tahun 2001 tentang Retribusi Daerah.

Pengertian retribusi secara umum adalah pembayaran-pembayaran pada negara yang dilakukan oleh mereka yang menggunakan jasa-jasa negara.

Rochmat Sumitra mengatakan bahwa retribusi adalah pembayaran kepada negara yang dilakukan kepada mereka yang menggunakan jasa-jasa negara, artinya retribusi daerah sebagai pembayaran atas pemakain jasa atau kerena mendapat pekerjaan usaha atau milik daerah bagi yang berkepentingan atau jasa yang diberikan oleh daerah, baik secara langsung maupun tidak langsung.6

Menurut Marihot Pahala Siahaan bahwa “Retribusi daerah yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.”

Oleh karena itu setiap pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah senantiasa berdasarkan prestasi dan jasa yang diberikan kepada masyarakat, sehingga keluasaan retribusi daerah terletak pada yang dapat dinikmati oleh masyarakat. Jadi retribusi sangat berhubungan erat dengan jasa layanan yang diberikan pemerintah kepada yang membutuhkan.

7

6

Rochmat Soemitro, Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan, (Bandung: Eresco, 1974), hal. 5

7

Marihot Pahala Siahaan, Pajak daerah dan Retribusi Daerah (Jakarta : Rajawali Pers, 2008), hal. 616


(21)

Sedangkan Mahmudi mengatakan bahwa “Retribusi daerah merupakan pungutan yang dilakukan pemerintah daerah kepada wajib retribusi atas pemanfaatan suatu jasa yang tertentu yang disediakan pemerintah”.8

Munawir menyatakan bahwa retribusi adalah adalah iuran kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dan jasa balik secara langsung dapat ditunjuk, paksaan ini bersifat ekonomis karena siapa saja yang tidak merasakan jasa balik dari pemerintah ia tidak akan dikenakan iuran tersebut.9

Dari pendapat para ahli diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa retribusi daerah merupakan pungutan atas pemakaian atau manfaat yang diperoleh secara langsung oleh seseorang atau badan karena jasa yang nyata

Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 tentangPerubahan atas Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menyebutkan “Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah Pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan”.

Retribusi Daerah menurut PP No. 66 Tahun 2001 adalah “Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberizn izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan pribadi atau badan.”

8

Mahmudi, Manajemen Keuangan Daerah, (Jakarta :Penerbit Erlangga, 2010), hal. 25 9Munawir, Pokok-Pokok Perpajakan,


(22)

pemerintah daerah. Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas pemakaian jasa atau karena mendapatkan jasa pekerjaan, atau usaha milik daerah yang berkepentingan atau karena jasa yang diberikan oleh daerah.

Khusus pajak dan retribusi dasar hukum pemungutannya berdasarkan UU Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan UU Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sedangkan aturan pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tantang Pajak Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 tentang Retribusi Daerah.

Seperti halnya pajak daerah, retribusi dilaksanakan berdasarkan UndangUndang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Peraturan Umum Retribusi Daerah dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pokok-Pokok Pemerintah di Daerah, selanjutnya untuk pelaksanaanya di masing-masing daerah, pungutan retribusi daerah dijabarkan dalam bentuk peraturan daerah yang mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam pencapaian pembangunan nasional peranan transportasi memiliki posisi yang penting dan strategi dalam pembangunan, maka perencanaan dan pengembangannya perlu ditata dalam satu kesatuan sistem yang terpadu. Untuk terlaksananya keterpaduan intra dan antar moda secara lancar dan tertib maka ditempat-tempat tertentu perlu dibangun dan diselenggarakan terminal.


(23)

Menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 130 objek retribusi terminal adalah pelayanan terminal yang disediakan pemerintah daerah kepada setiap pengguna jasa layanan terminal, berupa :

1. Pelayanan Parkir Kendaraan Umum 2. Tempat Kegiatan Usaha

3. Fasilitas Lainnya di Lingkungan yang dimiliki dan dikelola oleh Pemerintah Daerah

4. Subjek retribusi terminal adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan terminal dari Pemerintah Daerah dalam hal ini adalah seluruh sopir yang memakai jasa usaha terminal meliputi sopir angkut kota dan sopir bis. Retribusi terminal merupakan jenis retribusi jasa usaha. Retribusi terminal dapat dikenakan oleh pengguna jasa layanan terminal yang ada di Kabupaten/Desa.

Adapun tingkat tarif yang dikenakan retribusi yaitu semua jenis angkutan dikenakan tarif Rp.2000/mobil.

Beberapa pengertian istilah yang terkait dengan Retribusi Daerah menurut UU Nomor 28 Tahun 2009 antara lain:

1) Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. 2) Jasa, adalah kegiatan pemerintah daerah berupa usaha dan pelayanan yang

menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.


(24)

3) Jasa Umum, adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

4) Jasa usaha, adalah jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.

5) Retribusi perizinan tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan dan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, saran, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

Demikian pula, dari pendapat-pendapat diatas dapat diikhtisarkan ciri-ciri pokok Retribusi Daerah sebagai berikut:

1. Retribusi dipungut oleh daerah,

2. Dalam pungutan retribusi terdapat prestasi yang diberikan Daerah yang langsung dapat ditunjuk,

3. Retribusi dapat dikenakan kepada siapa saja yang memanfaatkan jasa yang disediakan daerah.

Retribusi ditetapkan dengan peraturan daerah, tidak dapat berlaku surut, dan peraturan daerah tersebut sekurang-kurangnya mengenai :

1. Nama, objek, dan subjek retribusi;


(25)

3. Cara mengukur tingkat penggunaan jasa yang bersangkutan; 4. Prinsip yang dianut dalam penetapan struktur dan besaran tarif; 5. Struktur dan besarnya tarif retribusi;

6. Wilayah pemungtan; 7. Tata cara pemungutan; 8. Sanksi administrasi; 9. Tata cara penagihan; 10. Tanggal mulai berlakunya.

Selain itu, peraturan daerah tentang retribusi dapat mengatur ketentuan mengenai:

1) Masa retribusi;

2) Pemberian keringanan, pengurangan, dan pembebasan dalam hal tertentu;

3) Tata cara penghapusan piutang retribusi yang kadaluwarsa, yaitu melampaui jangka waktu 5 tahun sejak saat terutangnya.

Tata cara dan pemungutan dan pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan, artinya bahwa seluruh proses kegiatan pemungutan tidak diserahkan kepada pihak ketiga. Retribusi dipungut dengan menggunakan surat ketetapan retribusi daerah atau dokumen lain yang dipersamakan, berupa karcis, kupon atau kartu langganan.

Dalam hal wajib pajak tidak membayar pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi 2 % setiap bulan dari retribusi terutang yang


(26)

tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan surat tagihan retribusi daerah.

Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan pemerintah 30 daerah untuk kepentingan pribadi atau badan. Objek retribusi adalah berbagai jenis jasa tertentu yang disediakan oleh pemerintah daerah pemda.

2. Defenisi Retribusi

Pengertian retribusi secara umum adalah iuran dari masyarakat tertentu (orang-orang tertentu) berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP), yang prestasinya kembali ditunjuk secara langsung tetapi pelaksanaannya dapat dipaksanakan meskipun tidak mutlak.10 Sementara Mardiasmo mengemukakan bahwa retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan pribadi orang atau badan.11

10

Syamsi, Ibnu, 1988, Dasar-Dasar Kebijaksanaan Keuangan Negara, Bina Aksara, Jakarta. Hal :87

11

Mardiasmo, 2000, Perpajakan, Cetakan ke-1, ANDI, Yogyakarta. Hal :31

Sejalan dengan itu, menurut Panitia Nasrun pengertian retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian atau karena memperoleh jasa pekerjaan, usaha.

Beberapa dasar hukum yang digunakan sebagai dasar pemungutan retribusi adalah sebagai berikut :


(27)

1) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23 ayat (2)

Dalam Pasal tersebut disebutkan bahwa segala pajak untuk keperluan Negara berdasarkan Undang-Undang. Yang dimaksud segala pajak merupakan segala jenis pungutan pajak termasuk retribusi.

2) Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

3) Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

4) Undang Nomor 34 tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 5) Peraturan Pemerintah Nomor 66 tahun 2001 tentang Retribusi Daerah. 6) Keputusan Mendagri Nomor 970.05.442 tanggal 16 Desember 1980

tentang Administrasi Pendapatan Daerah.

Pemerintah Daerah dalam pemungutan retribusi daerah menurut Soedarga didasarkan pada asas-asas pemungutan retribusi daerah sebagai berikut :

1) Mengadakan, merubah, meniadakan retribusi daerah harus ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

2) Pembayaran pungutan retribusi daerah tidak dimaksudkan sebagai pembayaran atas penyelenggaraan usaha perusahaan.

3) Tarif suatu retribusi daerah tidak boleh ditetapkan setinggi-tingginya tetapi keuntungan yang diharapkan hanya sekedar untuk memelihara agar dapat memberikan jasa secara langsung kepada masyarakat.


(28)

4) Jumlah tarif suatu retribusi daerah harus ditetapkan dalam Peraturan Daerah atau setidak-tidaknya dapat dihitung menurut ketentuan yang berlaku.

5) Retribusi Daerah tidak boleh merupakan rintangan bagi keluar masuknya atau pengangkutan barang-barang ke dalam dan ke luar daerah.

6) Pemungutan Retribusi Daerah tidak boleh digadaikan kepada pihak ketiga. 7) Peraturan Retribusi Daerah tidak boleh diadakan perbadaan atau

pemberian keistimewaan yang menguntungkan perseorangan, golongan atau keagamaan.

Retribusi Terminal adalah pembayaran atas penyediaan parkir untuk kendaraan penumpang umum, tempat kegiatan usaha, Fasilitas lainnya dilingkungan terminal dimiliki dan atau dikelola Pemerintah Daerah.

Retribusi daerah sebagaimana diharapkan menjadi salah satu Pendapatan Asli Daerah diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, untuk meningkatkan dan memanfaatkan kesejateraan masyarakat daerah Kabupaten/Kota diberi peluang untuk menggali potensi sumber-sumber keuangannya dengan menetapkan jenis retribusi selain yang telah ditetapkan, sepanjang memenusi kriteria yang telah ditetapkan dan sesuai dengan aspirasi masyarakat.12

12Ibid,


(29)

1) Subjek Retribusi dan Wajib Retribusi Daerah

Berdasarkan pasal 18 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 terdiri dari :

a) Subjek Retribusi Umum adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan atau menikmati pelayanan jasa umum yang bersangkutan. Subjek retribusi jasa umum ini dapat merupakan wajib pajak retribusi jasa umum.

b) Subjek retribusi jasa usaha adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan atau menikmati pelayanan jasa usaha yang bersangkutan. Subjek ini dapat merupakan wajib retribusi jasa usaha.

c) Subjek retribusi perizinan tertentu adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh izin tertentu dari Pemerintah Daerah, subjek ini dapat merupakan wajib retribusi jasa perizinan tertentu.

2) Objek Retibusi Daerah

Menurut Pasal 18 Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 objek retribusi adalah berbagai jenis jasa tertentu yang di serahkan oleh pemerintah daerah. Tidak semua yang diberikan oleh pemerintah daerah dapat dipungut retribusinya, tetapi hanya jenis-jenis jasa tertentu ysng menurut perkembangan sosial ekonomi layak di jadikan objek retribusi jasa tertentu tersebut dikelompokkan ke dalam tiga golongan, yaitu jasa umum, jasa usaha, dan perizinan tertentu.


(30)

Obyek Retribusi Daerah terbagi atas :

a) Obyek Retribusi Jasa Umum adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Pelayanan yang termasuk jasa umum antara lain pelayanan kesehatan, pelayanan sampah, pelayanan parkir, di tepi jalan umum dan pelayanan pasar.

b) Obyek Retribusi Jasa Usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat disediakan oleh sektor swasta. Jasa ini antara lain retribusi terminal, retribusi pemakaian kekayaan daerah, retribusi pasar grosir dan/atau pertokoan, retribusi tempat parkir.

c) Obyek Retribusi Perizinan tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Perizinan tertentu antara lain retribusi izin mendirikan bangunan, izin tempat penjualan minuman beralkohol, izin gangguan, izin trayek.


(31)

3) Jenis-jenis Retribusi

Retribusi daerah menurut UU No. 34 tahun 2000 dan Peraturan Pemerintah No. 66 tahun 2001 tentang Retribusi Daerah dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu :

(1) Retribusi Jasa Umum, yaitu retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Jenis-jenis Retribusi Jasa Umum terdiri dari :

(a) Retribusi pelayanan kesehatan

(b)Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan

(c) Retribusi penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akte catatan sipil

(d)Retibusi pelayanan pemakaman dan penguburan mayat (e) Retribusi pelayanan parkir ditepi jalan umum

(f) Retribusi pelayanan pasar

(g) Retribusi pengujian kendaraan bermotor

(h)Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran (i) Retribusi penggantian cetak pata

(j) Retribusi penguji kapal perikanan (2)Retribusi Jasa Usaha

Retribusi jasa usaha adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.. Objek retribusi usaha


(32)

adalah pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah menganut prinsip komersial meliputi :

- Pelayanan dengan menggunakan/memanfaatkan kekayaan daerah yang belum di manfaatkan secara optimal.

- Pelayanan oleh Pemerintah Daerah sepanjang belum memadai disediakan oleh pihak swasta.

Jenis-jenis retribusi jasa usaha adalah : (a) Retribusi pemakaian kekayaan daerah (b)Retribusi pasar grosir dan/atau pertokoan (c) Retribusi tempat pelanggan

(d)Retribusi terminal

(e) Retribusi tempat khusus parkir

(f) Retribusi tempat penginapan/pesanggrahan/villa (g) Retribusi penyedotan kakus

(h)Retribusi rumah potong hewan (i) Retribusi pelabuhan kapal

(j) Retribusi tempat rekreasi dan olah raga (k)Retribusi penyeberangan di atas air (l) Retribusi pengilahan limbah cair

(m)Retribusi penjualan produksi usaha daerah (3)Retribusi Perizinan Tertentu

Retribusi perizinan tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi


(33)

atau badan yang dimaksud untuk pembinaan pengaturan pengadilan dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

Objeknya adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin orang pribadi atau badan yang dimaksd untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana atau fasilitas tertentu guna untuk melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

Retribusi perizinan tertentu untuk daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota ditetapkan sesuai dengan kewenangan masing-masing daerah.

Jenis-jenis retribusi perizinan tertentu adalah a. Retribusi izin mendirikan bangunan

b. Retribusi izin tempat penjualan minimum beralokasi c. Retribusi izin gangguan

d. Retribusi izin trayek

Selain jenis retribusi yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 sebagaimana disebutkan diatas, dengan peraturan daerah dapat ditetapkan jenis retribusi lainnnya misalnya adalah penerimaan negara bukan pajak yang telah diserahkan kepada daerah.


(34)

3) Besarnya Retribusi yang tertuang dan tarif Retribusi Daerah Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001, besarnya retribusi yang tertuang oleh orang pribadi atau badan yang menggunakan jasa atau perizinan tertentu dihitung dengan cara pengalihan tarif retribusi dengan tingkat pengunaan jasa.

Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi jasa umum didasarkan pada kebijaksanaan daerah dengan mempertahankan biaya penyedianaan jasa yang bersangkutan kemampuan masyarakat dan aspek keadilan. Dengan demikian daerah memiliki kewenangan untuk menetapkan prinsip dan sasaran yang akan dicapai. Dalam menetapkan retribusi jasa umum, seperti untuk bagian atau sama dengan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan dan membantu golongan masyarakat kurang mampu sesuai dengan jenis pelayanan yang dibedakan menurut jenis pelayanan dalam jasa yang bersangkutan dan golongan penggunaan jasa sebagai contoh:

a. Tarif retribusi persampahan untuk golongan masyarakat yang mampu dapat ditetapkan sedemikian rupa sehingga dapat menutup biaya pengumpulan, transportasi dan pembuangan sampah, sedangkan untuk golongan yang kurang mampu ditetapka retribusi yang paling rendah.

b. Tarif inap kelas tinggi bagi retribusi pelayanan rumah sakit umum daerah dapat ditetapkan lebih besar daripada biaya pelayanannya, sehingga memungkinkan adanya subsidi bagi tarif rawat inap yang paling rendah.


(35)

c. Tarif retribusi parkir ditepi jalan yang rawan kemacetan dapat ditetapkan lebih tinggi daripada ditepi jalan umum yang kurang rawan kemacetan dengan sasaran mengendalikan tingkat penggunaan jasa parkir sehingga tidak menghalangi kelancaran lalu lintas.

Prinsip dan sasaran dalam menetapkan besarnya tarif retribusi jasa usaha didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta jenis yang beroperasional secara efisien dan berorientasi pada harga pasar.

Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi perizinan tertentu didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan. Biaya penyelenggaraan izin ini meliputi penerbitan izin di lapangan, penegakkan hukum, penata usahaan dan biaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut. Tarif retribusi di atas ditinjau paling lama 5 tahun sekali.

B. Retribusi Sebagai Sumber Pendapatan Asli Daerah. 1. Pemerintah Daerah

a. Pengertian Pemerintah Daerah

Pengaturan tentang Pemerintah Daerah diatur dalam Pasal 18 UUD 1945 Amandemen kedua. Pemerintah Daerah adalah institusi atau lembaga yang melaksanakan kegiatan pemerintah dalam arti sempit yaitu eksekutif dan


(36)

administrasi negara, sedangkan pemerintah dalam arti luas meliputi eksekutif, legislatif dan yudikatif serta administrasi Negara.

Pajak dan retribusi daerah sebagai sumber penerimaan daerah telah dipungut di Indonesia sejak awal kemerdekaan Indonesia. Sumber penerimaan ini terus dipertahankan sampai era otonomi daerah dewasa ini. Penetapan pajak dan retribusi daerah sebagai sumber penerimaan daerah ditetapkan dengan dasar hukum yang kuat, yaitu dengan undang-undang, khususnya undang-undang tentang pemerintahan daerah maupun tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.

Penetapan pajak dan retribusi daerah sebagai sumber penerimaan daerah sesuai dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah dan Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan daerah menetapkan bahwa penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas pendapatan daerah dan pembiayaan. Pendapatan daerah bersumber dari tiga kelompok sebagaimana di bawah ini:

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu pendapatan yang diperoleh daerah dan dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan meliputi:

a. pajak daerah;

b. Retribusi daerah, termasuk hasil dari pelayanan badan layanan umum (BLU) daerah;


(37)

c. Hasil pengelolaan kekayaan pisahkan , antara lain bagian laba dari BUMD, hasil kerjasama dengan pihak ketiga dan

d. Lain-lain PAD yang sah.

2. Dana perimbangan yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

3. lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Sumber pendapatan daerah yang kedua yaitu pembiayaan yang bersumber dari :

1. sisa lebih perhitungan anggaran daerah; 2. penerimaan pinjaman daerah;

3. dana cadangan daerah dan

4. hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan.13

Pasal 18 ayat (5) UUD 1945 menyebutkan bahwa “Pemerintah daerah merupakan daerah otonom yang dapat menjalankan urusan pemerintahan dengan

Perubahan ke 4 (empat) UUD 1945 menyatakan jelas mengenai bentuk dan susunan pemerintahan daerah dalam kerangka Negara Republik Indonesia. Pasal 18 ayat (1) berbunyi :

“ Negara Kesatuan Repulik Indonesia dibagi atas daerah-daerah propinsi dan daerah propinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap propisi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur Undang-Undang”.

13


(38)

seluas-luasnya serta mendapat hak untuk mengatur kewenangan pemerintahan kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintahan pusat”.

Definisi Pemerintahan Daerah di dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah pasal 1 ayat 2, adalah sebagai berikut:

“Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip NegaraKesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.

Penyelenggaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan. Penyelenggaraan otonomi daerah juga dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan, keadilan, serta memperhatikan keanekaragaman daerah.

Otonomi daerah dan desentralisasi merupakan salah satu prioritas utama yang harus dilaksanakan pemerintah Indonesia dalam rangka merealisasikan agenda reformasi, agenda otonomi daerah dalam arti yang seluas-luasnya merupakan keputusan politik untuk mengakomodir tuntutan daerah dan dinamika masyarakat yang semakin kritis dan responsife untuk memaknai pembangunan.14

14

Sudjaipul Rahman, 2004, Pembangunan dan Otonomi Daerah, Realisasi Program Gotong Royong, Pancar Suwuh, Jakarta, hlm 150.


(39)

b. Fungsi Pemerintah Daerah

Fungsi Pemerintah daerah dapat dijadikan sebagai perangkat daerah menjalankan, mengatur, penyelenggaraan jalannya pemerintahan.

Fungsi pemerintahan daerah menurut Undang- undang no.32 tahun 2004 adalah:

1. Pemerintah daerah mengatur dan mengurus sendiri mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan petugas pembantunya. 2. Menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan

yang menjadi urusan pemerintahan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum dan saing daerah.

3. Pemerintahan daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan memiliki hubungan pemerintahan pusat dengan pemerintahan daerah. Dimana hubungan tersebut memiliki wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber lainnya

c. Asas Pemerintah Daerah

Dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan, khususnya pemerintahan daerah, sangat bertalian erat dengan beberpa asas dalam pemerintahan suatu negara, yakni sebagai berikut:

a. Asas sentralisasi

Asas sentralisasi adalah sistem pemerintahan dimana sistem pemerintahan di mana segala kekuasaan dipusatkan di pemerintah pusat.


(40)

b. Asas desentralisasi

Asas desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan dalam sistem Negara Kesatuan RepubliK Indonesia

c. Asas dekonsentrasi

Asas dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah kepada instansi vertical wilayah tertentu.

d. Asas tugas pembantuan

Asas tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daera dan/atau desa; dari pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota dan/atau desa; serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk tugas tertentu.

Asas desentralisasi dalam pemerintahan daerah di Indonesia dapat ditanggapi sebagai hubungan hukum keperdataan, dimana terdapat penyerahan sebagian hak dari pemilik hak kepada penerima sebagain hak, dengan obyek tertentu. Pemilik hak pemerintahan adalah di tangan pemerintah, dan hak pemerintahan tersebut diberikan kepada pemerintah daerah, dengan obyek hak berupa kewenangan pemerintah dalam bentuk untuk mengatur urusan pemerintahan, dengan tetap dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Ditinjau dari sudut penyelenggaraan pemerintahan, desentralisasi antara lain bertujuan meringankan beban pekerjaan Pemerintah Pusat. Dengan desentralisasi tugas dan pekerjaan dialihkan kepada Daerah. Pemerintah Pusat


(41)

dengan demikian dapat memusatkan perhatian pada hal-hal yang bersangkutan dengan kepentingan nasional atau Negara secara keseluruhan.

Dengan demikian, menurut hemat penulis desentralisasi merupakan asas yang menyatukan penyerahan sejumlah urusan pemerintahan dari pemerintah pusat atau dari pemerintah daerah yang lebih tinggi kepada pemerintah daerah yang lebih rendah sehingga menjadi urusan rumah tangga sendiri daerah itu. Untuk itu semua prakarsa, wewenang dan tanggungjawab mengenai urusan-urusan diserahkan sepenuhnya menjadi tanggungjawab daerah itu.

Tujuan utama yang ingin dicapai melalui kebijaksanaan desentralisasi yaitu: tujuan politik dan tujuan administratif.

a. Tujuan politik akan memposisikan Pemerintah Daerah sebagai medium pendidikan politik bagi masyarakat di tingkat lokal dan secara agregat akan berkontribusi pada pendidikan politik secara nasional untuk mencapai terwujudnya civil society.

b. Tujuan administratif akan memposisikan Pemerintah Daerah sebagi unit pemerintahan di tingkat lokal yang berfungsi untuk menyediakan pelayanan masyarakat secara efektif, efisien, dan ekonomis yang dalam hal ini terkait dalam pelayanan publik.

Sejalan dengan pendapat tersebut, ide desentralisasi yang terwujud dalam konsep otonomi daerah sangat terkait dengan konsep pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu dalam desentralisasi terdapat 3 (tiga) dimensi utama, yaitu:

1) Dimensi ekonomi, rakyat memperoleh kesempatan dan kebebasan untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga mereka secara relatif melepaskan ketergantungannya terhadap bentuk-bentuk


(42)

intervensi pemerintah, termasuk didalamnya mengembangkan paradigma pembangunan yang berorientasi pada ekonomi kerakyatan. Dalam konteks ini, eksploitasi sumber daya dilakukan untuk kepentingan masyarakat luas, dilakukan oleh masyarakat lokal;

2) Dimensi politik, yakni berdayanya masyarakat secara politik, yaitu ketergantungan organisasi-organisasi rakyat dari pemerintah;

3) Dimensi psikologis, yakni perasaan individu yang terakumulasi menjadi perasaan kolektif (bersama) bahwa kebebasan menentukan nasib sendiri menjadi sebuah keniscayaan demokrasi. Tidak ada perasaan bahwa “orang pusat” lebih hebat dari “orang daerah” dan sebaliknya.

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, tampak bahwa tujuan yang akan diwujudkan dengan dianutnya konsep desentralisasi adalah agar tidak terjadi penumpukan kekuasaan (concentration of power) pada satu pihak saja, yakni Pemerintah Pusat. Dan dengan desentralisasi diharapkan terjadi distribusi kekuasaan (distribution of power) maupun transfer kekuasaan (transfer of power) dan terciptannya pelayanan masyarakat (public services) yang efektif, efisien dan ekonomis serta terwujudnya pemerintahan yang demokratis (democratic government) sebagai model pemerintahan modern serta menghindari lahirnya pemerintahan sentralistik yang sebenarnya sudah tidak populer. Pemerintahan sentralistik menjadi tidak popular karena tidak mampu memahami dan menterjemahkan secara cepat dan tepat nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang di daerah, serta kurangnya pemahaman terhadap sentiment lokal. Salah satu alasan karena warga masyarakat merasa lebih aman dan tentram dengan badan


(43)

pemerintah lokal yang lebih mengetahui keinginan, aspirasi dan kepentingan masyarakat daerah, serta lebih baik secara fisik dan juga secara psikologis.

Kebijakan desentralisasi yang dijalankan di Indonesia sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2004 tidak lagi merujuk pada istilah tingkatan karena hubungan provinsi dan daerah kita bersifat coordinate dan independent. Distribusi fungsi diberikan pada provinsi atau pada tingkatan pertama dalam pembagian dan kabupaten atau kota setara dengan tingkatan ke dua. Selain itu, UU No. 32 Tahun 2004 juga mengatur distribusi fungsi pada pemerintahan desa yang setara dengan tingkatan ketiga. Namun dalam hal pelaksanaannya, distribusi fungsi pada pemerintahan desa dijalankan dibawah subordinasi dan bergantung pada daerah kabupaten atau kota.

Sistem otonomi daerah yang memberikan sebagian wewenang yang tadinya harus diputuskan pada pemerintah pusat kini dapat di putuskan di tingkat pemerintah daerah. Kelebihan sistem ini adalah sebagian besar keputusan dan kebijakan yang berada di daerah dapat diputuskan di daerah tanpa adanya campur tangan dari pemerintahan di pusat. Namun kekurangan dari sistem desentralisasi pada otonomi khusus untuk daerah adalah euforia yang berlebihan di mana wewenang tersebut hanya mementingkan kepentingan golongan dan kelompok serta digunakan untuk mengeruk keuntungan pribadi atau oknum. Hal tersebut terjadi karena sulit untuk dikontrol oleh pemerintah di tingkat pusat.

Pemberian otonomi daerah sebagai perwujudan dari desentralisasi pada hakekatnya memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat (UU No. 32 Tahun 2004).


(44)

Desentralisasi diselenggarakan untuk mewakili kepentingan nasional. Desentralisasi diselenggarakan untuk mewakili kepentingan masyarakat setempat (lokal) di daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mengingat masyarakat tiap masyarakat lokal memiliki keunikan masing-masing, dengan demikian hanya cocok jika instrumen desentralisasi diterapkan.

Desentralisasi menurut berbagai pakar memiliki segi positif, diantaranya : secara ekonomi, meningkatkan efisiensi dalam penyediaan jasa dan barang publik yang dibutuhkan masyarakat setempat, megurangi biaya, meningkatkan output dan lebih efektif dalam penggunaan sumber daya manusia. Secara politis, desentralisasi dianggap memperkuat akuntabilitas, political skills dan integrasi nasional. Desentralisasi lebih mendekatkan pemerintah dengan masyarakatnya, memberikan/menyediakan layanan lebih baik, mengembangkan kebebasan, persamaan dan kesejahteraan.15

C. Pendapatan Asli Daerah

1. Pengertian Pendapatan Asli Daerah

Pasal 1 ayat (13) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah yang dimaksud dengan Pendapatan Daerah adalah hal pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan.

Masalah hubungan keuangan dan pembagian wewenang antara pemerintah pusat dan daerah terus mengalami pasang surut. Terakhir dengan dikeluarkannya

15

Dian Chocho, Tinjauan Tentang Peraturan Daerah (1)


(45)

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, telah memberikan harapan baru mengenai otonomi yag luas sebagai daerah Kabupaten, pelimpahan tugas kepada Pemerintah Daerah dalam otonomi luas disertai dengan kelimpahan kewenangan dibidang keuangan. Salah satu indikator penting dari kewenangan di bidang keuangan adalah besarnya Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dalam sistem negara yang manapun di dunia ini, hampir tidak dijumpai kondisi dimana pengeluaran daerah dibiayai sepenuhnya oleh penerimaan asli daerah. Dalam bentuk kasus transfer dana daeri pusat merupakan sumber penerimaan daerah yang sangat penting.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu sumber penerimaan daerah yang mendukung kemampuan keuangan daerah. Pendapatan Asli Daerah menjadi sangat penting, terutama dalam mendukung pelaksaan otonomi daerah, dimana kemampuan keuangan yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah dijadikan salah satu variabel untuk mengukur kemampuan daerah guna melaksanakan tugas otonomi yang diserahkan atau yang telah diserahkan pemerintah pusat kepada daerah. Menurut UU No 33 Tahun 2004 sebagai pengganti UU No 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah, PAD adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Pada dasarnya sumber pendapatan daerah terdiri dari :

7. Pendapatan Asli daerah 8. Dana Perimbangan


(46)

9. Pinjaman Daerah

10.Lain-lain PAD yang sah.

Pendapatan asli daerah terdiri dari pajak, retribusi, hasil perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah sepert laba, deviden dan penjualan saham milik daerah serta pinjaman lain-lain. Sektor pajak dan retribusi daerah merupakan sektor pendapatan asli daerah yang diterima secara rutin. Besarnya penerimaan dari sektor pajak dan retribusi daerah untuk setiap daerah berbeda-beda, tergangtung pada potensi dan pengelolaan yang dilakukan daerah yang bersangkutan beberapa daerah pariwisata menikmati penerimaan PAD yang besar karena banyaknya aktivitas bisnis yang luas serta memiliki banyak jasa umum dan ini berbeda dengan daerah yang masih terpencil.

Agar pemerintah daerah mempunyai urusan rumah tangga sendiri, maka pemerintah daerah perlu meningkatkan pendapatan daerahnya melalui pemberdayaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) serta Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang berasal dari pajak, retribusi, dan lain-lain.16

a. Pajak Derah;

Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Kekuasan Antara Pusat dan Pemerintah Daerah pasal 6 ayat (1) PAD bersumber dari :

b. Retribusi daerah;

c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan d. Lain-lain PAD yang sah.

16


(47)

Ayat (2) Lain-lain PAD yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi:

a. Hasil penjualan daerah yang tidak dipisahkan; b. Jasa giro;

c. Pendapatan bunga;

d. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; dan

e. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jas oleh daerah.

Untuk mewujudkan hal itu, seluruh organisasi pemerintah yang ada berperan penting dan bertanggung jawab sepenuhnya dalam mengupayakan peningkatan pendapatan pemerintah daerah. Meskipun demikian, organisasi atau dinas pemerintah yang secara langsung terkait dengan hal itu adalah dinas pendapatan daerah setempat yang mempunyai tugas pokok yakni menyelenggarakan pemungutan pendapatan daerah dan mengadakan koordinasi dengan intansi lain dalam perencanaan, pelaksaan, serta pengendalian pemungutan daerah.17

Keuangan daerah adalah kemampuan pemerintah daerah untuk mengelola mulai dari merencanakan, melaksanakan, mengawasi, mengendalikan dan mengevaluasi berbagai sumber keuangan sesuai dengan kewenangannya dalam

Keberadaan pendapatan asli daerah menjadi sangat esensial dengan pembentukan daerah-daerah otonomi. Mengenai kedudukan Pemerintah Asli Daerah sangat strategis dalam pelaksaan otonomi daerah.

17Ibid,


(48)

rangka pelaksanaan asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan di daerah yang diwujudkan dalam APBD.18

Urusan yang merupakan tugas Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah tingkat atasnya, yang dilaksanakan dalam rangka tugas pembantuan, dibiayai oleh pemerintah pusat atas beban APBN atau oleh pemerintah daerah di atasnya atas beban APBD pihak yang menugaskan. Sepanjang potensi sumber keuangan daerah belum mencukupi, pemerintah pusat memberikan sejumlah sumbangan.

Dari uraian pendapatan yang di kemukakan di atas menunjukan bahwa pendapatan asli daerah menempati kedudukan yang pokok dan penting dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Hal ini memperlihatkan bahwa menjalankan tugasnya, Dinas Pendapatan Daerah sebagai intansi pemerintah yang berhubungan langsung dengan pemungutan pendapatan daerah, perlu melakukan kerjasama dengan berbagai instansi atau dinas pemerintah lainnya.

Sesuai dengan pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000, Pemerintah Pusat yang secara fisik implementasinya itu berada di daerah, sehingga ada beberapa proyek Pemerintah Pusat yang dilaksanakan di daerah yang dibiayai oleh Pemerintah Pusat melalui APBN tetapi dana itu juga masuk yang dibiayai oleh Pemerintah Pusat melalui APBN tetapi dana itu juga masuk didalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pembiayaan pemerintah daerah dalam hubungannya dengan pembiayaan dari pemerintah pusat diatur sebagai urusan yang merupakan tugas Pemerintah Pusat di daerah dalam rangka dekonsentrasi dibiayai atas beban APBN.

18

Tjanya Supriatna, 2001, Sistem Administrasi Pemerintah di Daerah, Bumi Aksara, Jakarta, hlm74.


(49)

Degan demikian bagi Pemerintah Daerah Kabupaten di samping mendapat bantuan dari Pemerintah Pusat juga mendapat limpahan dari provinsi tersebut juga berasal dari Pemerintah Pusat lewat APBN.

Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Penyerahan atau Pelimpahan Kewenangan Pemerintah Pusat kepada Gubernur atau penyerahan kewenangan atau penugasan Pemerintah Pusat kepada Bupati diikuti dengan pembiayaannya.

Berdasarkan ketentuan hukum pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Penyerahan atau Pelimpahan Kewenangan Pemerintah Pusat kepada Gubernur atau Bupati dapat dilakukan dalam rangka desentralisasi. Dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Setiap penyerahan atau pelimpahan kewenangan dari Pemerintah Pusat kepada daeraha dalam rangka desentralisasi dan dekonsetrasi disertai dengan pengalihan sumber daya manusia dan sarana serta pengalokasian anggaran yang diperlukan untuk kelancaran pelaksanaan penyerahan dan pelimpahan kewenangan tersebut. Sementara itu penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah dalam rangka tugas pembantuan disertai pengalokasian anggaran.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, pemerintah pusat dan daerah merupakan satu kesatuan yang dapat dipisahkan dalam upaya penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat. Misi utama dari Undang-Undang tersbut bukan hanya pada keinginan untuk melimpahkan


(50)

kewenangan yang lebih penting adalah keinginan untuk meningkatkan efiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya keuangan daerah dalam rangka meningkatan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Untuk itu semangan desentralisasi, demokratisasi, transparansi, dan akuntabilitas menjadi sangat dominan dalam mewarnai proses penyelenggaraan pemerintah pada umumnya proses pengelolaan keuangan daerah khususnya.

Secara khusus Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah telah menetapkan landasan yang jelas dalam penataan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah, antara lain memberikan keleluasaan dalam menetapkan produk pengaturan, yaitu ketentuan tentang pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah diatur dengan Peraturan Daerah. Sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah diatur dengan surat keputusan kepala daerah sesuai dengan peraturan daerah tersebut. Kepala daerah menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada DPRD mengenaik pengelolaan keuangan daerah dan kinerja keuangan daerah dari segi efisiensi dan efektivitas keuangan. Laporan pertanggungjawaban keuangan daerah tersebut adalah dokumen daerah sehingga dapat diketahui oleh masyarakat.

2. Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah

Dalam rangka penyelenggaraan Pemerintah Negara dan Pemerintah Nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur dan merata berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 Undang-Undang Dasar 1945


(51)

menetapkan Negara inddonesia adalah Negara kesatuan yang berbentuk Republik. Selanjutnya pasal 18 Amandemen keemmpat UUD 1945, yang dinyatakan dari ayat (1) dan (2) adalah :

a. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provins dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota mempunyai Pemerintah Daerah, yang diatur dengan Undang-Undang.

b. Pemerintah Daerah Provinsi, daerah Kabupaten dan Kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

Sumber-sumber pembiayaan pelaksanaan desentralisasi terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah dan lain-lain penerimaan yang sah. Sumber Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber keuangan daerah yang digali dari dalam wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.

Salah satu faktor penting yang mempengaruhi kebersihan pelaksanaan asas desentralisasi adalah adanya penyerahan sumber daya manusia dan perangkat fisiknya yang memadai untuk mendukung usaha yang diserahkan kepada daerah. Masalahnya bukan jumlah dana yang memadai tetapi seberapa jauh daerah dalam menentukan penggunaan sumber dan menggali sumber dana di daerah.


(52)

Dalam hubungan tersebut Tjanya Supriatna menegaskan bahwa dibutuhkan kebijaksanaan keuangan yang efektif yang mencangkup beberapa aspek yaitu :

1. Pembiayaan dalam rangka asas desentralisali dan dekonsentrasi serta tugas pembantuan.

2. Sumber Pendapatan Asli Daerah

3. Pengelolaan keuangan daerah dan peningkatan kemampuan aparatur di daerah dalam mengelola keuangan dan pendapatan daerah.19

Sumber dana atau keuangan yang memadai bagi organisasi yang mendapat pelimpahan tangungjawab merupakan isu kebijakan keuangan daerah yang menarik dalam rangka pengelolaan keuangan daerah serta berdaya guna dan berhasil guna. Mobilisasi keuangan daerah erat kaitannya dengan struktur peningkatan keuangan yang diserahkan pada penggalian potensi, investasi dan bantuan.

Keuangan Daerah adalah kemampuan pemerintah daerah untuk mengelola mulai dari merencankan, melaksanakan, mengawasi, mengendalikan dan mengevaluasi berbagai sumber keuangan sesuai dengan kewenangannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, dekonstrasi, dan tugas pembantuan di daerah yang diwujudkan dalam APBD.20

Berdasarkan asas desentralisasi, semua urusan pemerintah daerah baik mengenai pengeluaran belanja pegawai dan operasional daerah maupun mengenai proyek-proyek pembangunan daerah harus mempunyai penerimaan asli daerah

19Ibid,

hlm 173. 20Ibid,


(53)

harus dibiayai dari APBD. Tidak berarti bahwa pemerintahan daerah harus mempunyai penerimaan asli daerah yang mencukupi untuk untuk segala pengeluaran tersebut, akan tetapi dapat juga dari penerimaan daerah berupa berbagi hasil dari pemerintah pusat atau subsidi. Hanya saja jika pemerintah pusat memberi subsidi kepada daerah dalam rangka pelaksanaan asas ini, maka subsidi tersebut harus bersifat beban (black grant), dimana pengunaan sepenuhnya diserahkan pada Pemerintah Daerah APBD.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, telah mendapatkan dasar-dasar pembiayaan Pemerintah Daerah sebagai berikut. Pertama, sesuai dengan pasal 4 UU No. 3 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, penyelenggaraan tugas daerah dalam melaksanaan desentralisasi dibiayai atas beban APBD. Kedua, penyelenggaraan tugas Pemerintah Pusat yang dilaksanakan oleh perangkat Daerah Provinsi dalam rangka pelakasaan dekonsentrasiatas beban APBN.

Penyelengaraan atau pelimpahan kewenangan Pemerintah Pusat kepada Gubernur atau Bupati/ Walikota dapat dilakukan dalam rangka desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Setiap penyerahan atau pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada daerah dalam rangka desentralisasi dan dekonsentrasi disertai dengan pengalihan sumber daya manusia, dan sarana serta pengalokasian anggaran yang untuk kelancaran pelaksaan penyerahan kewenangan tersebut. Sementara itu, penguasaan dri Pemerinah Pusat kepada Daerah dalam rangka tugas pembantuan disertai pengalokasian anggaran.


(54)

Sebagai daerah otonom yang mempunyai hak, wewenang, dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri maka pendapatan daerah sangatlah penting dalam rangka pembiayaan urusan rumah tangga daerah. Dapat menggali sumber Pendapatan Asli Daerah dari :

1. Pajak Daerah

Pajak daerah adalah pungutan daerah menurut peraturan yang ditetapkan sebagai badan hukum publik dalam rangka membeiayai rumah tangganya. Dengan kata lain pajak daerah adalah : pajak yang wewenang pungutannya ada pada daerah dan pembangunan daerah. Selain itu Davey mengemukakan pendapatnya tentang pajak daerah yaitu21

(a) Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dengan peraturan daerah sendiri

:

(b) Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan nasional tapi pendapatan tarifnya dilakukan oleh Pemda.

(c) Pajak yang dipungut atau ditetapkan oleh Pemda.

(d) Pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh pemerintah pusat tetapi pungutannya kepada, dibagi hasilkan dengan atau dibebani pungutan tambahan (opsen) oleh Pemda.

Menurut Undang-Undang nomor 18 tahun 1997 disebutkan bahwa pajak daerah adalah, yang selanjutnya disebut pajak, yaitu iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan

21

Davey, K.K., 1998, Pembiayaan Pemerintah Daerah Di Indonesia,(Jakarta: UI -Press, 1998), hal. 68


(55)

perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembengunan daerah.

Pasal 2 ayat (1) dan (2) didalam Undang –Undang nomor 18 tahun 1999 disebutkan bahwa jenis pajak daerah yaitu :

1. Jenis pajak daerah Tingkat I terdiri dari : a. Pajak kenderaan bermotor

b. Bea balik nama kenderaan bermotor c. Pajak bahan bakar kenderaan bermotor 2. Jenis pajak dearah Tingkat II terdiri dari :

a. Pajak hotel dan restoran b. Pajak hiburan

c. Pajak reklame

d. Pajak penerangan jalan

e. Pajak pengambilan dan pengelolaan bahan galian golongan C. f. Pajak pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan

Selanjutnya pasal 3 ayat (1) dicantumkan tarif pajak paling tinggi dari masing-masing jenis pajak sebagai berikut :

a. Pajak kenderaan bermotor 5 %

b. Pajak balik nama kenderaan bermotor 10 % c. Pajak bahan bakar kenderaan bermotor 5 % d. Pajak hotel dan restoran 10 %

e. Pajak hiburan 35 % f. Pajak reklame 25 %


(56)

g. Pajak penerangan jalan 10 %

h. Pajak pengambilan dan pengelolaan bahan galian golongan C i. Pajak pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan 20 %

Tarif pajak untuk daerah Tingkat I diatur dengan peraturan pemerintah dan penetepannya seragam diseluruh Indonesia. Sedang untuk daerah Tingkat II, selanjutnya ditetapkan oleh peraturan daerah masing-masing dan peraturan daerah tentang pajak tidak dapat berlaku surut. Memperhatikan sumber pendapatan asli daerah sebagaimana tersebut diatas, terlihat sangat bervariasi.

2. Retribusi Daerah

Pembayaran retribusi oleh masyarakat menurut Davey adalah22

a. Dasar untuk mengenakan retribusi biasanya harus didasarkan pada total cost dari pada pelayanan-pelayanan yang disediakan

:

b. Dalam beberapa hal retribusi biasanya harus didasarkan pada

kesinambungan harga jasa suatu pelayanan, yaitu atas dasar mencari keuntungan.

Ada beberapa ciri-ciri retribusi yaitu : a. Retibusi dipungut oleh negara

b. Dalam pungutan terdapat pemaksaan secara ekonomis c. Adanya kontra prestasi yang secara langsung dapat ditunjuk

d. Retribusi yang dikenakan kepada setiap orang / badan yang menggunakan / mengenyam jasa-jasa yang disediakan oleh negara.

22Ibid


(57)

3. Hasil Perusahaan Daerah

Hasil perusahaan daerah merupakan pendapatan daerah dari keuntungan bersih perusahaan daerah yang berupa dana pembangunan daerah dan bagian untuk anggaran belanja daerah yang disetor ke kas daerah, baik perusahaan daerah yang dipisahkan,sesuai dengan motif pendirian dan pengelolaan, maka sifat perusahaan dareah adalah suatu kesatuan produksi yang bersifat menambah pendapatan daerah, memberi jasa, menyelenggarakan kemamfaatan umum, dan memperkembangkan perekonomian daerah.23

4. Lain-lain usaha yang sah

Lain-lain pendapatan daerah yang sah ialah pendapatan-pendapatan yang tidak termasuk dalam jenis-jenis pajak daerah, retribusli daerah, pendapatan dinas-dinas. Lain-lain usaha daerah yang sah mempunyai sifat yang pembuka bagi pemerintah daerah untuk melakukan kegiatan yang menghasilkan baik berupa materi dalam kegitan tersebut bertujuan untuk menunjang, melapangkan, atau memantapkan suatu kebijakan daerah disuatu bidang tertentu.

3. Pengelolaan Pendapatan Asli Daerah

Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah yang diatur dalam peraturan menteri ini meliputi kekuasaan pengelolaan keuangan daerah, azas

23

Sonny Lazio, Pengertian dan Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah, http://sonnylazio.blogspot.com/2012/06/pengertian-dan-sumber-sumber-pendapatan.html , diakses tanggal 4 September 2014


(58)

umum dan struktur APBD, penyusunan rancangan APBD, penetapan APBD, penyusunan dan penetapan APBD bagi daerah yang belum memiliki DPRD, pelaksanaan APBD, perubahan APBD, pengelolaan kas, penatausahaan keuangan daerah, akuntansi keuangan daerah, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah, kerugian daerah, dan pengelolaan keuangan BLUD. Pengelolaaan keuangan daerah dimulai dengan perencanaan /penyusunan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD). APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah.

Penyusunan APBD sebagaimana berpedoman kepada RKPD dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada masyarakat untuk tercapainya tujuan bernegara. APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. APBD, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD yang disusun oleh pemerintah daerah telah mengalami perubahan dari yang bersifat incramental menjadi anggaran berbasis kinerja sesuai dengan tuntutan reformasi.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Pemerintah Pusat dan Daerah merupakan salah satu keasatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam upaya penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan masyakat. Misi utama dari kedua Undang-Undang tersebut bukan hanya pada keinginan melimpahkan kewenangan dan pembiayaan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah, tetapi yang


(59)

lebih penting adalah keinginan untuk meningkatkan efesiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya keuangan daerah dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Untuk itu semangat desetralisasi, demokratisasi, transparansi, dan akuntabilitas menjadi semangat dominan dalam mewarnai proses penyelenggaraan pemerintah pada umumnya dan proses pengelolaan keuangan daerah khususnya.

Dalam kerangka system penyelenggaraan pemerintah terlihat bahwa sistem pengelolaan keuangan pda dasarnya merupakan sub-sistem dari sistem pemerintah itu sendiri. Sebagaimana sistem keuangan negara yang diamanatkan dalam Pasal 23 ayat (5) Undang-Undang Dasar 1945, aspek pengelolaan keuagan daerah juga merupakan sub-sistem yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Dalam Pasal 80 ditetapkan bahwa perimbangan keuangan dari pusat dan daerah diatur dengan Undang-Undang. Dengan peraturan tersebut diharapkan terhadap keseimbangan yang lebih transparan dan akuntabel dalm pendistribusian, kewenangan, pembiayaan dan penataan sistem pengelolaan keuangan yang lebih baik dalm mewujudkan pelaksaan otonomi daerah secara optimal sesuai dinamika dan tuntutan masyarakat yang berkembang.

Sejalan dengan hal tersebut di atas pelaksaan otonomi daerah tidak hanya dilihat dari kemampuan untuk memperoleh dana pembangunan yang diimbangi dengan instrument atau sistem pengelolaan keuangan daerah yang mampu memberikan nuansa manajemen keuangan yang lebih adil, nasional, transparan,


(60)

partisipatif dan bertanggungjawab sebagaimana yang di amanatkan oleh kedua Undang-Undang tersebut.

Secara khusus Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah telah menetapkan landasan yang jelas dalm penanganan, pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah, antara lain memberikan kekuasaan dalam menetapkan produk pengaturan dan ketentuan tentang pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah diatur dengan Peraturan Daerah. Sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah diatur dengan Surat Keputusan Kepala Daerah sesuai dengan Peraturan Daerah tersebut. Kepala Daerah menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan daerah tersebut merupakan dokumen daerah sehingga dapat diketahui oleh masyarakat.

Mengacu kepada kedua Undang-Undang tersebut, pedoman pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah yang diatur dalam peraturan pemerintah ini bersifat umum dan lebih menekankan pada hal yang bersifat prinsip, norma, asas dan landasan umum dalam pengelolaan keuangan daerah. Sementara itu sistem dan prosedur pengelolaan keuangan secara rinci ditetapkan oleh masing-masing daerah. Kebhinekaan dimungkinkan terjadi sepanjang hal tersebut masih sejalan atau tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini. Dengan upaya tersebut diharapkan daerah didorong untuk lebih kreatif dan mampu mengambil inisiatif dalam perbaikan dan permutlakan sistem dan prosedurnya serta meninjau kembali sistem tersebut secara terus menerus dengan


(61)

tujuan memaksimalkan efesiensi dan efektivitas berdasarkan keadaan, kebutuhan dan kemampuan setempat.

Secara khusus Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 telah menetapkan landasan yang jelas dalam penataan pengelolaan dan pertanggung jawaban keuangan daerah, antara lain memeberikan keleluasan dalam penetapan produk pengaturan sebagai berikut :

a. Ketentuan tentang pokok-pokok keuangan daerah sesuai dengan peraturan daerah.

b. Sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah di atur dengan Surat Keputusan Kepala Daerah.

c. Kepala Daerah menyampaikan laporan pertanggung jawaban kepada DPRD mengenai mengenai keuangan daerah dari segi efisiensi dan efektivitas keuangan.

d. Laporan pertanggung jawaban keuangan daerah tersebut merupakan dokumen daerah, sehingga dapat diketahui masyarakat.

D. Manfaat Retribusi Dalam Suatu Daerah

Manfaat Retribusi dalam suatu daerah dapat ditinjau dari beberapa aspek, yaitu :

a. Aspek Ekonomi

Dari sudut pandang ekonomi pajak merupakan penerimaan negara yang digunakan untuk mengarahkan kehidupan masyarakat menuju kesejahteraan.


(1)

5. Suria Ningsih, S.H., M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara juga selaku Dosen Pembimbing I yang telah membimbing dan mengarahkan Penulis selama proses penulisan skripsi.

6. Ibu Erna Herlinda, S.H., M.Hum selaku Dosen Pembimbing II yang telah membimbing dan mengarahkan Penulis selama proses penulisan skripsi.

7. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mengajar dan membimbing Penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Seluruh Staf Tata Usaha dan Staf Administrasi Perpustakaan serta para pegawai di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Kepada Papa (Alm) Yuhandri serta kedua orang tua Papa Deny M. Ginting dan ibunda Rina yang selalu memberikan dukungan moral dan materiil serta doa dan kasih sayang yang sedari kecil diberikan. Tanpa cinta, dukungan dan doanya sangat sulit bagi Penulis untuk mencapai cita-citanya. Skripsi ini Penulis persembahkan buat Papa dan Ibunda.

10. Kepada kakak-kakak Penulis, yaitu Ira Yuta Merlendi, SH, Karlina Andriana, Rima Andriani, yang sangat peduli serta memberikan perhatian dan semangat untukku agar terus maju. Terimakasih atas doa dan dukungannya selama ini. 11. Kepada Andri Rivai Simatupang, SE, terima kasih atas support dan doanya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.


(2)

SH, Hartina Azizah, Irfan Fajri Rambe, SH, Dewi Cahyaningtyas, SE Mira Febriani, Amd, Artasya Imanda Fitri. Terimakasih atas doa, dukungan dan bantuannya selama ini.

13. Kepada Khairani Noor Lubis, SP dan Muhammad Taufiq Lubis. Terima kasih sudah membantu pembuatan skripsi ini.

14. Kepada seluruh teman-teman Group C dan stambuk 2010 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Demikianlah Penulis sampaikan, Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan hendaknya.

Medan, September 2014 Hormat Penulis


(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAK ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

1. Tujuan Penelitian ... 8

2. Manfaat Penelitian ... 8

D. Keaslian Penelitian ... 9

E. Tinjauan Kepustakaan ... 10

F. Metode Penelitian... 13

G. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG RETRIBUSI ... 16

A. Konsep dan Defenisi Retribusi ... 16

1. Konsep Retribusi ... 16

2. Defenisi Retribusi ... 25

B. Retribusi Sebagai Sumber Pendapatan Asli Daerah ... 34

1. Pemerintah Daerah ... 34

a. Pengertian Pemerintah Daerah ... 34


(4)

v

C. Pendapatan Asli Daerah ... 43

1. Pengertian Pendapatan Asli Daerah ... 43

2. Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah ... 49

3. Pengelolaan Pendapatan Asli Daerah... 56

D. Manfaat Retribusi Dalam Suatu Daerah ... 60

BAB III LANDASAN HUKUM PENERAPAN RETRIBUSI TERMINAL BERDASARKAN PERDA NO. 2 TAHUN 2014 ... 62

A. Latar Belakang Dikeluarkannya Perda No. 2 Tahun 2014 tentang Retribusi Terminal ... 62

B. Kewenangan Pemerintah dalam Menjalankan Retribusi Terminal ... 63

C. Prinsip dan Sasaran dalam Penetapan Struktur dan Besarnya Kenaikan Tarif Retribusi ... 65

BAB IV MEKANISME RETRIBUSI TERMINAL BERDASARKAN PERDA NO. 2 TAHUN 2004 ... 68

A. Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Terminal ... 68

1. Tata Cara Pemungutan Retribusi Terminal ... 68

B. Kendala yang Dihadapi Pemerintahan dalam Melaksanakan Retribusi Terminal ... 69

C. Upaya Pemerintah dalam Mengatasi Hambatan yang Terjadi ... 72


(5)

BAB V KESIMPULAN ... 75

A. Kesimpulan ... 75

B. Saran ... 76


(6)

ABSTRAK Try Purnomo*

Suria Ningsih, SH.M.Hum** Erna Herlinda, SH.M.Hum***

Suatu daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Munculnya otonomi daerah menyebabkan terjadinya pergeseran paradigma dari sistem pemerintahan yang bercorak sentralisasi mengarah kepada sistem pemerintahan yang desentralisasi, yaitu dengan memberikan keleluasaan kepada daerah dalam mewujudkan daerah otonom yang luas dan bertanggung jawab, untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat sesuai kondisi dan potensi wilayahnya. Dalam rangka memenuhi pembiayaan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintah di daerah dapat diperoleh dari penerimaan daerah sendiri atau dapat pula dari luar daerah. Salah satu retribusi daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah Kabupaten dan Kota adalah Retribusi Terminal yang merupakan salah satu sumber pendaptan asli daerah yang pada umumnya dapat digali oleh pemerintah daerah.

Penulisan skripsi menggunakan metode penelitian kepustakaan ini penulis pergunakan untuk dapatkan bahan-bahan yang berkaitan dengan skripsi ini dan menggukan metode penelitian lapangan yang dilakukan penulis dilapangan berfungsi untuk mendapatkan fakta bagaimana sebenarnya kenyataan dilapangan dalam mengumpulkan data dilapangan penulis mencari data tentang program kerja, serta mengamati bagaimana pelaksanaa kenaikan tarif angkutan yang baru dikeluarkan oleh pemerintah.

Hasil dalam skripsi ini, bahwa sistem pemungutan retribusi daerah adalah official assesment, yaitu pemungutan retribusi daerah berdasarkan penetapan Kepala Daerah dengan menggunakan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) atau dokumen lainnya yang dipersamakan. Hambatan eksternal merupakan hambatan yang besumber dari luar institusi Dinas Perhubungan kota Medan, dengan kata lain hambatan eksternal muncul dari masyarakat sebagai pengguna retribusi terminal, yakni kesadaran masyarakat dalam membayar retribusi terminal. Kesadaran masyarakat dalam membayar retribusi pasar sangat berpengaruh dalam mengoptimalkan pemungutan retribusi terminal di kota Medan. Dalam mengatasi hambatan yang terjadi di dalam lingkungan terminal, pemerintah berupaya untuk semaksimal mungkin memberikan pengarahan kepada setiap pengguna jasa terminal sadar untuk membayar tarif retribusi terminal yang sudah ditentukan.

Kata kunci : Retribusi Terminal, Hambatan, Retribusi Daerah

* Mahasiswa, Departemen Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum USU ** Dosen Pembimbing I, Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU *** Dosen Pembimbing II, Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU