KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KURIKULUM PEDOMAN KURIKULUM LPTK_Dikti_11 April_12.05_GABUNG

BAB II KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KURIKULUM

A. Pengembangan Kurikulum LPTK dan Kaitannya dengan KKNI Dalam pengembangan kurikulum pendidikan tinggi, dalam hal ini LPTK, institusi pendidikan harus melakukan penetapan konsep lulusan yang akan termuat dalam visi dan misi institusi. Konsep lulusan tersebut selanjutnya akan terwujud sebagai profil lulusan. Profil lulusan harus ditetapkan dengan mengacu pada rumusan mutu lulusan dan relevansi. Kesemuanya itu akan dicapai melalui suatu rangkaian proses pendidikan yang bermutu, baik untuk pendidikan akademik maupun pendidikan profesi. Di samping itu, sosok lulusan harus merujuk kepada standar nasional yang disesuaikan dengan karakteristik pendidikan tinggi yang wajib menyelenggarakan Tri Dharma Perguruan Tinggi meliputi pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Cakupan standar pendidikan tinggi lebih luas dari delapan standar yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Dengan telah terbitnya Peraturan Presiden RI Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia KKNI, kurikulum LPTK juga sudah harus merujuk kepada cakupan capaian pembelajaran yang ditunjukkan oleh seorang lulusan pada tahap awal sebagai dasar pengembangan keahlian sesuai dengan strata keahlian profesi, yaitu Guru Pertama, Guru Muda, Guru Madya, dan Guru Utama. Untuk pendidikan calon guru penyusunan kurikulum merujuk kepada cakupan deskripsi umum dan deskripsi jenjang kualifikasi 6 dan 7 pada lampiran Peraturan Presiden RI Nomor 8 Tahun 2012 yang disesuaikan dengan keunikan karakteristik profesi guru yaitu: • subyek layanan adalah manusia; Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK 11 • individu yang unik yang berkembang; • secara hakiki tidak berbeda dari pendidik; • subyek layanan yang memiliki berbagai potensi; • keputusan-keputusan profesional dilakukan dalam situasi transaksional yang dinamis. Karena pengembangan ilmu pendidikan juga merupakan tugas program akademik dan profesi, dan karena sifat profesi guru yang unik seperti di atas, maka calon lulusan harus dibekali dengan teori dan praktik, serta kemampuan meneliti. Terdapat dua kata kunci untuk mengkaitkan antara kurikulum dengan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, yaitu capaian pembelajaran learning outcomes dan kualifikasi. Pengemasan capaian pembelajaran ke dalam jenjang kualifikasi KKNI sangat penting untuk keperluan penyandingan maupun penyetaraan kualifikasi dan atau rekognisi antara tingkat pendidikan dan atau tingkat pekerjaan. Di samping itu, pengemasan capaian pembelajaran ke dalam KKNI juga penting untuk keperluan harmonisasi dan kerjasama saling pengakuan kualifikasi dengan negara lain, baik secara bilateral maupun secara multilateral. Untuk mengembangkan kurikulum yang mengacu pada deskriptor jenjang kualifikasi diperlukan tingkatan capaian pembelajaran dimulai dari tingkat universitas university learning outcomes hingga tingkat program studi program learning outcomes dan capaian pembelajaran perkuliahan course learning outcomes yang disandingkan dengan jenjang kualifikasi. Oleh karena itu, panduan pengembangan kurikulum ini akan memberikan petunjuk bagaimana merumuskan capaian pembelajaran untuk tingkat program studi yang disebut juga standar kompetensi lulusan dan tingkat perkuliahan. Hal ini dimaksud agar terjadi kekonsistenan dalam capai visi dan misi pengembangan dan layanan pendidikan di LPTK. Deskriptor KKNI di setiap jenjang mengandung tiga capaian yang diharapkan. Pertama adalah keterampilan kognitif dan psikomotorik yang dimiliki peserta Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK 12 didik setelah menyelesaikan program perkuliahannya. Kedua, pengetahuan content knowledge yang melandasai keterampilan yang dimiliki agar mampu beradaptasi dengan perubahan di masa datang. Ketiga, kemampuan manajerial bagi keterampilan dan pengetahuan yang dikuasai agar dapat berkembang sesuai dengan tuntutan profesionalnya. Pengertian kualifikasi menurut Perpres Nomor 8 Tahun 2012 adalah penguasaan capaian pembelajaran learning outcomes yang menyatakan kedudukannya dalam KKNI. Sedangkan jenjang kualifikasi adalah tingkat capaian pembelajaran yang disepakati secara nasional, disusun berdasarkan ukuran hasil pendidikan danatau pelatihan yang diperoleh melalui pendidikan formal, nonformal, informal atau pengalaman kerja. Kualifikasi adalah sebuah istilah yang secara internasional disepakai sebagai pencapaian penguasaan seseorang atas badan pengetahaun body of knowledge dengan keluasan dan kedalamannya yang telah didefinisikan terlebih dahulu. Dengan adanya KKNI ini akan merubah cara melihat kompetensi seseorang, tidak lagi semata pada ijazah tetapi didasarkan pada pengakuan terhadap hasil pendidikan seseorang secara luas yang akuntabel dan transparan. Implementasi KKNI dalam kurikulum LPTK adalah, bahwa dalam penyiapan guru profesional dapat dilaksanakan 1 dengan pola yang terintegrasi antara pendidikan akademik dan pendidikan profesi, artinya level 6 dan 7 dilaksanakan secara bersamaan, atau 2 dengan pola yang berlapis, yaitu pendidikan akademik terlebih dahulu baru dilanjutkan pendidikan profesi, artinya level 6 terlebih dahulu, baru dilanjutkan pada level 7. Strategi pengembangan kurikulum LPTK selanjutnya mengacu kepada deskripsi generik dalam KKNI yang dikembangkan menjadi deskripsi spesifik sesuai dengan bidang ilmu dan atau program studi, hingga dapat ditetapkan profil lulusan, yang selanjutnya akan digunakan untuk menetapkan capaian pembelajaran program studi Program Learning outcomes. Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK 13 B. Pengembangan Kurikulum LPTK dan Persoalan Nasional Bidang Pendidikan Pengembangan kurikulum LPTK, disamping harus memperhatikan perjalanan sejarah LPTK dan kurikulumya, juga landasan filosofis, empiris, dan yuridis, serta kajian akademik, nampaknya perlu mempertimbangkan persoalan nasional di bidang pendidikan, utamanya persoalan guru. Beberapa persoalan guru yang dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam menyusun kurikulum LPTK, khususnya di dalam menetapkan model-model kurikulum LPTK, adalah sebagai berikut. Gambar 1. Persoalan Guru dan Arah Baru Kurikulum LPTK

1. Kekurangan dan Distribusi Guru yang Tidak Merata

Walaupun belum dapat disajikan data yang pasti, Indonesia di dalam melaksanakan tugas pembangunan pendidikan nasional, khususnya dalam memberikan layanan pendidikan bagi seluruh warga masyarakat masih menghadapi persoalan kekurangan jumlah tenaga guru, terutama untuk sejumlah bidang pada daerah tertentu. Kekurangan jumlah ini harus diimbangi dengan sistem penyiapan guru profesional Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK 14 yanglentur dan seimbang, antara kebutuhan dan jumlah lulusan yang dihasilkan oleh LPTK. Persoalan distribusi guru merupakan persoalan nyata yang dialami oleh daerah di seluruh Indonesia. Pada daerah atau sekolah tertentu, guru harus mengajar beberapa mata pelajaran dan harus mengajar lebih dari satu kelas. Sebaliknya, pada daerah lainnya, pemberlakuan jumlah jam mengajar 24 jam tatap muka per minggu bagi guru bersertifikat pendidik tidak dapat terpenuhi. Jumlah guru yang telah lulus sertifikasi sampai dengan tahun 2010 sebanyak 753.155 orang PMPTK, 2010. Ternyata bagi guru yang sudah disertifikasi pun muncul masalah karena kesulitan memenuhi jumlah jam mengajar yang merupakan kewajibannya sebanyak 24 jam mengajar per minggu.

2. Ketidaksesuaian mismatched

Persoalan lain yang masih harus diselesaikan dalam upaya mencapai mutu pelayanan pendidikan adalah adanya sejumlah guru yang terkategori mismatched, yaitu ketidaksesuaian antara bidang ilmu latar belakang pendidikan dengan tugas mengajar. Menurut data yang dikeluarkan PMPTK 2007 terdapat 16,22 guru-guru yang mismatched. Dari lima bidang studi yang diteliti saat itu terdapat mismatched pada PKN 15,22; Pendidikan Agama sebesar 20,80; Tata Niaga sebesar 27,88; Fisika sebesar 15,53; dan Seni sebesar 52,93. Secara nasional prosentase guru mismatcheduntuk semua jenjang pendidikan sebesar 36,43. Dampak tidak terpenuhinya kewajiban mengajar minimal 24 jam tatap muka per minggu produktivitas guru menjadi rendah dan di sisi lain terjadi ketidakefisienan anggaran. Selain itu, mismatchedberdampak pada rendahnya kualitas pembelajaran yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kualitas pendidikan secara nasional. Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK 15

3. Kualifikasi Guru

Saat ini guru yang telah menempuh pendidikan sarjana S-1 atau D-IV masih relatif kecil, untuk guru SD 24,64, guru SMP 22,64 dan guru SMA 78,96. Kondisi ini merupakan salah satu tantangan tersendiri bagi program pendidikan profesional guru. Dengan kata lain, masih terdapat sejumlah besar guru yang belum berkualifikasi sarjana atau D-IV. Padahal Sebagaimana ditegaskan oleh UU RI N0. 14 Th. 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 8 dan pasal 10, bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional tersebut diperoleh melalui pendidikan profesi. Kualifikasi akademik yang dipersyaratkan untuk mengikuti program pendidikan profesi guru adalah Sarjana S-1 atau D-IV. Saat ini guru yang telah menempuh pendidikan sarjana S-1 atau D-IV masih relatif kecil, baik untuk guru SD, SMP maupun SMA.

4. Pendidikan Guru untuk Daerah Terdepan, Terluar, dan

Tertinggal 3T Tidak dapat dipungkiri, Indonesia sebagai ‘Archipelago’, negara besar dengan banyak pulau-pulau, memiliki wilayah yang terkategori terdepan, yaitu wilayah yang secara langsung berhadapan dengan negara lain, terluar, yaitu wilayah yang secara langsung berhadapan dengan samudera, dan tertinggal, yaitu wilayah yang secara sosial, ekonomi, teknologi, bahkan pendidikan, menjadi tertinggal dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia. Kondisi tersebut tentu saja memerlukan suatu cara penyelesaian masalah yang bijak dan strategis. Penyiapan calon pendidik untuk daerah tersebut tidak dapat disiapkan secara reguler atau sama seperti penyiapan guru untuk daerah-daerah pada umumnya di Indonesia. Perlu disiapkan calon guru yang siap untuk mendidik anak-anak Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK 16 bangsa di daerah 3T, yaitu melalui suatu sistem pendidikan guru yang mampu menghasilkan guru-guru disamping memiliki jiwa patriotik, juga harus tangguh, memiliki jiwa ketahanmalangan, serta mampu melaksanakan tugas pembelajaran pada kondisi-kondisi khusus, seperti kelas rangkap, atau memiliki kewenangan tambahan agar dapat mengatasi permasalahan kekurangan tenaga pendidik pada bidang-bidang studi tertentu.

5. Kurikulum 2013 dan Kurikulum LPTK

Tahun 2013 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan segera menerapkan kurikulum baru untuk semua satuan pendidikan formal. Kurikulum LPTK disusun agar lulusannya memiliki kompetensi mengembangkan potensi peserta didik sebagaimana tujuan pendidikan nasional yang ditandai dengan tumbuhnya sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu sesuai kompetensi lulusan tiap jenjang pendidikan berdasarkan kurikulum baru ini. Tujuan, isi, proses, dan sistem evaluasi pada Kurikulum 2013 harus dijadikan acuan di dalam mengembangkan kurukulum LPTK. Berikut ini beberapa isu terkait dengan pelaksanaan kurikulum 2013 yang perlu dipertimbangkan secara serius pada pengembangan kurikulum LPTK: a. Perumusan kompetensi lulusan LPTK secara terintegrasi dengan kompetensi lulusan jenjang pendidikan sebelumnya. b. Penataan isi kurikulum LPTK yang adaptif terhadap kebutuhan pendidikan pada jenjang sebelumnya, terutama integrasi dan reformulasi isi pada jenjang pendidikan dasar untuk memastikan tercapainya efisiensi dan efektivitas pembelajaran termasuk tingkat kompetitifnya. c. Perumusan strategi mengimplementasikan pembelajaran aktif atau Active Learning in School ALIS dan Active Learning in Higher Education ALIHE untuk Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK 17 menumbuhkan kreativitas dan kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik. d. Perumusan strategi mengimplementasikan penilaian otentik pada sistem evaluasi pembelajaran mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga tingkat perguruan tinggi LPTK. C. Profil Guru Indonesia Pasal 1 ayat 1 PP Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Sejalan dengan pernyataan tersebut, agar dapat melaksanakan peran, tugas, dan fungsinya sebagai guru profesional, guru wajib memiliki kompetensi yang diharapkan, yakni keutuhan kompetensi akademik kependidikan dan kinerja profesional yang harus mencakup kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial. Dengan demikian, untuk menghasilkan guru profesional sebagai upaya meningkatkan mutu pendidikan dan memenuhi tuntutan peraturan perundang-undangan Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, maka profil lulusan dari lembaga pendidikan tinggi tenaga pendidik dan kependidikan adalah sebagai pendidik dan tenaga kependidikan. Guru masa depan adalah guru-guru yang menginspirasi, menggairahkan, dan mencerdaskan peserta didik, yang harus disiapkan melalui suatu sistem pendidikan di LPTK yang modern dan bermutu dengan menggunakan kurikulum yang adaptif terhadap tuntutan masa depan. Untuk itu kurikulum LPTK harus Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK 18 secara nyata dirancang dan diterapkan dengan prinsip pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Bertolak dari rumusan kompetensi guru sebagaimana arahan UU Nomor 14 Tahun 2005, yang mencakup kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional, arahan KKNI, dan konsep keutuhan kompetensi gurupendidik sebagai profesi, dengan mengacu kepada kelaziman universal profesi, maka pada dasarnya keutuhan kompetensi gurupendidik mencakup kompetensi akademik kependidikan dan kompetensi profesional. Kompetensi akademik kependidikan dibangun melalui pendidikan akademik yang bermuara pada penganugerahan S-1 Kependidikan dan kompetensi profesional dibangun melalui Pendidikan Profesi Guru. Dalam perspektif keutuhan kompetensi yang disebutkan dan kompetensi guru berdasarkan arahan UU Nomor 14 Tahun 2005, maka guru sebagai pendidik harus dapat menampilkan kinerja dalam keunggulan-keunggulan profesional dalam hal-hal berikut ini.

1. Keunggulan Penguasaan Pedagogik

Keunggulan pedagogik merupakan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran untuk memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan kepada peserta didik sesuai dengan tujuan pembelajaran. Untuk itu diperlukan penguasaan konten atau bidang studi yang sesuai dengan tingkat kebutuhan pedagogiknya alinea dua KKNI. Kemampuan pengelolaan pembelajaran seorang guru dicerminkan dengan memahami landasan kependidikan, memahami perkembangan peserta didik, mengembangkan kurikulum atau silabus, merancang pembelajaran, melaksanakan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, memanfaatkan teknologi pembelajaran, melakukan evaluasi hasil belajar, mendorong peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya, dan memiliki kemampuan belajar sepanjang hayat alinea 3 KKNI. Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK 19 Pada intinya, guru harus kreatif mengimplementasikan pembelajaran aktif termasuk menciptakan alat bantu pembelajaran, terutama memanfaatkan sumber-sumber lingkungan termasuk bahan-bahan bekas pakai yang terdapat di lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakatnya alinea 1 KKNI. Di samping keunggulan di atas, tidak kalah pentingnya adalah kompetensi pedagogi yang lentur, seperti kemampuan melaksanakan pembelajaran kelas rangkap multi-grade jika sewaktu-waktu harus menghadapi situasi yang menuntut demikian.

2. Keunggulan Kepribadian

Guru memiliki sifat religius, taat beragama dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya dengan sungguh-sungguh dalam bersikap dan berperilaku sehari-hari, sehingga dapat menjadi teladan dan panutan bagi peserta didik dan masyarakat di lingkungannya deskripsi umum dalam KKNI. Guru yang unggul dalam kompetensi kepribadian dapat menunjukkan sosok utuh guru yang mencerminkan ciri-ciri dan sifat-sifat berakhlak mulia, arif dan bijaksana, demokratis, mantap, berwibawa, stabil, dewasa, jujur, sportif, secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri, dan mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan. Guru memiliki penampilan yang mantap, meyakinkan dalam setiap langkah, sikap, dan tutur kata sehingga memberi kesan baik dan mendalam bagi peserta didik. Selain itu, guru memiliki sifat kepemimpinan yang tegas, disiplin, taat aturan, dan teguh dalam pendiriannya yang digunakan sebagai bekal untuk membina, mengarahkan, membimbing, dan menuntun peserta didik menjadi manusia yang cerdas, bermanfaat, dan bertanggungjawab. Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK 20 Guru memiliki karakter yang kuat sebagai hasil dari olah hati, olah pikir, olahraga, dan olah rasakarsa. Karakter yang kuat tercermin pada nilai utama karakter: jujur, cerdas, tangguh, dan peduli. a. Jujur adalah lurus hati, tulus, ikhlas, menyatakan apa adanya; terbuka; konsisten antara yang dikatakan dan yang dilakukan; berani berkata benar; dapat dipercaya; tidak curang. b. Cerdas adalah berfikir secara cermat dan tepat, bertindak dengan penuh perhitungan; rasa ingin tahu yang tinggi; berkomunikasi efektif dan empatik; bergaul secara santun; menjunjung kebenaran dan kebajikan; mencintai Tuhan dan lingkungan c. Tangguh adalah pantang menyerah; andal; kuat berpendirian; disiplin; tabah; memiliki sikap ketahanmalangan yang tinggi. d. Peduli adalah memperlakukan orang lain dengan sopan; bertindak santun; toleran terhadap perbedaan; tidak suka menyakiti orang lain; mau mendengar orang lain; mau berbagi; tidak merendahkan orang lain; tidak mengambil keuntungan dari orang lain; mampu bekerjasama; mau terlibat dalam kegiatan masyarakat; menyayangi manusia dan makhluk lain; setia; cinta damai dalam menghadapi persoalan.

3. Keunggulan Sosial

Keunggulan sosial merupakan pengejawantahan dari akuntabilitas profesional seorang lulusan. Pada alinea 4 jenjang 6 dalam KKNI dinyatakan bahwa lulusan suatu program yang memiliki tanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi tanggung jawab atas pencapaian hasil kerja organisasi. Sebagai anggota masyarakat, guru dapat berkomunikasi melalui lisan, tulisan, atau isyarat secara santun, menggunakan Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK 21 teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional. Guru juga dapat bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua atau wali peserta didik, dan bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma dan sistem nilai yang berlaku, serta menerapkan prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan. Komunikasi merupakan unsur penting dalam proses pembelajaran. Guru harus memiliki kemampuan komunikasi yang baik dan dapat memberikan kejelasan pesan yang disampaikan, sehingga tidak menimbulkan kesalahan informasi yang diterima. Kemampuan komunikasi guru yang hebat dicirikan dengan penyampaian pesan yang sistematis dan runtut, menggunakan bahasa baku, intonasi suara yang tepat, dan penggunaan bahasa tubuh yang sesuai.

4. Keunggulan Penguasaan Bidang Keahlian

Kompetensi ini merupakan kemampuan guru dalam menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, danatau seni dan budaya yang diajarkan content knowledge, serta mengimplementasikannya dalam proses pembelajaran, sesuai dengan alinea 2 pada deskriptor jenjang 6 dan 7 KKNI. Guru sekurang-kurangnya memiliki a penguasaan terhadap materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, danatau kelompok mata pelajaran yang diampu, dan b penguasaan terhadap konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan, yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran, danatau kelompok mata pelajaran yang diampu, sehingga mampu memformulasikan penyelesaian masalah prosedural pada bidangnya. Penguasaan terhadap kelompokrumpun mata pelajaran sangat penting untuk membekali calon guru memiliki kewenangan yang lebih luwes. Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK 22 Di samping keunggulan-keunggulan tersebut. Kurikulum LPTK dirancang untuk dapat menghasilkan lulusan yang mampu lebih adaptif terhadap kebutuhan pendidikan pada jenjang sebelumnya vertikal ke bawah, pendidikan di masyarakat lateral dan pendidikan pada jenjang lebih tinggi vertikal ke atas. D. Kerangka Model Kurikulum LPTK Keberadaan Pendidikan Profesi Guru menjadi tuntutan setelah UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mempersyaratkan bahwa guru profesional harus memiliki sertifikat pendidik. Sertifikat pendidik harus menjadi jaminan bahwa seorang guru memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sehat jasmani dan rohani, sehingga mampu mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Frase mampu mewujudkan tujuan pendidikan nasional perlu dimaknai dalam konteks arahan Pasal 1 1, Pasal 3, dan Pasal 4 khususnya ayat 3 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Arahan pasal dan ayat yang disebutkan mengandung implikasi keterkaitan erat dengan keunikan karakteristik profesi pendidikguru, sebagaimana dijelaskan, dan implikasi pedagogis untuk mewujudkan pembelajaran yang mendidik, yang harus didukung oleh keutuhan penguasaan kompetensi akademik dan profesional kependidikan. Lazimnya seperti dilakukan pada bidang kedokteran, akuntasi, atau hukum, Pendidikan Profesi Guru dilakukan secara internship setelah pendidikan akademik kependidikan dilalui. Pendidikan profesi berisi kegiatan praktik menerapkan kemampuan akademik kependidikan dalam kegiatan profesional guru di sekolah disertai mekanisme pembimbingan dan supervisi yang sistematis dan dalam waktu yang relatif memadai sekurang-kurangnya 1 tahun atau 2 semester. Bertolak dari kelaziman yang dijelaskan maka Pendidikan Profesi Guru akan mempersyaratkan peserta menguasai kemampuan akademik kependidikan, bergelar S.Pd Sarjana Pendidikan, bagi mereka yang berasal dari jalur kependidikan dan pembekalan kemampuan akademik Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK 23 kependidikan bagi mereka yang berlatar nonkependidikan. Pendidikan akademik dilakukan dalam basis kampus dan berujung diperolehnya kualifikasi SarjanaD-IV, sedangkan pendidikan profesi dilakukan dalam bentuk internship di sekolah dan berujung diperolehnya sertifikat pendidik. Kesatuan atau keutuhan proses pendidikan guru, mulai dari pendidikan akademik guru hingga diteruskan ke pendidikan profesi guru disebut Pendidikan Profesional Guru. Berdasarkan kerangka pikir peraturan dan perundang-udangan tersebut, penyelenggaraan program Pendidikan Profesional Guru memerlukan dua tahapan, yakni 1 Pendidikan Akademik Guru berujung penganugerahan sarjana S-1 kependidikan, dan 2Pendidikan Profesi Guru program pendidikan setelah S-1 kependidikan, berujung penganugerahan sertifikat pendidik. Berdasarkan deskripsi di atas, model pengembangan kurikulum LPTK dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip berikut. Pertama, keutuhan pendidikan akademik dan pendidikan profesi, yaitu penyelenggaraan akademik guru hingga diteruskan ke pendidikan profesi guru sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari pendidikan profesional guru. Keseluruhan proses penyiapan guru yang mencakup pendidikan akademik dan pendidikan profesi tersebut harus merupakan suatu keutuhan sejak perekrutan, pelaksanaan, hingga penetapan kelulusan. Prinsip keutuhan ini penting mengingat pendidikan profesi guru yang ditegaskan dalam Permendiknas Nomor 8 Tahun 2009 tentang program Pendidikan Profesi guru Prajabatan tidak mengatur pendidikan guru pada tingkat pendidikan akademik. Kedua, Keterkaitan mengajar dan belajar. Prinsip ini menunjukkan bahwa bagaimana cara guru mengajar harus didasarkan pada pemahaman tentang bagaimana peserta didik sebenarnya belajar dalam lingkungannya. Dengan demikian penguasaan teori, metode, strategi pembelajaran yang mendidik dalam perkuliahan Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK 24 di kelas harus dikaitkan dan dipadukan dengan bagaimana peserta didik belajar di sekolah dengan segenap latar belakang sosial- kulturalnya. Cara guru mengenal dan merespon perilaku belajar peserta didik di kelas adalah penting karena akan membentuk hakikat linkungan pembelajaran shaping the nature of the teaching and learning environment. Oleh karena itu, pada struktur kurikulum pendidikan akademik untuk calon guru harus menempatkan pemajanan awal early exposure, yaitu pemberian pengalaman sidini mungkin kepada calon guru dengan magang atau internship di sekolah secara berjenjang. Dalam konteks ini pedagogi harus dipahami sebagai konsep yang merujuk pada dua aspek belajar. Pertama, pedagogi berkaitan dengan apa dan bagaimana peserta didik belajar; kedua, pedagogi berkaitan dengan bagimana guru sebagai pembelajar belajar tentang mengajar dan membentuk keahliannya sebagai seorang profesional. Ketiga, adanya koherensi antar konten kurikulum. Koherensi mengandung arti keterpaduan unity, keterkaitan connectedness, dan relevansi relevance. Koherensi dalam konten kurikulum pendidikan guru bermakna adanya keterkaitan di antara kelompok matakuliah bidang studi content knowledge, kelompok matakuliah yang berkaitan dengan pengetahuan tentang metode pembelajaran secara umum general pedagogical knowledge yang berlaku untuk semua bidang studi tertentu content specific pedagogical knowledge, pengetahuan dan keterampilan dalam pengembangan kurikulum currucular knowledge, pengetahuan dan keterampilan dalam pemilihan dan pengembangan alat penilaian assesment and evaluation, pengetahuan tentang konteks pendidikan knowledge of educational context, serta didukung dengan pengetahuan dan keterampilan dalam memanfaatkan teknologi informasi dalam proses pembelajaran information technology. Koherensi di antara konten dalam struktur kurikulum ini dapat menghasilkan Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK 25 hasil belajar yang sesuai dengan yang dirumuskan dalam capaian hasil belajar setiap program studi kependidikan. Selain koherensi internal, kurikulum untuk program studi kependidikan harus memperhatikan pula keterkaitan antar konten, baik pedagogi umum, pedagogi khusus maupun konten matakuliah keahlian dan keterampilan dengan realitas pembelajaran di kelas sehingga terbangun keterkaitan kurikulum program studi dengan kebutuhan akan pembelajaran di kelas atau sekolah university-school curriculum linkage. Berikut adalah empat model pengembangan kurikulum LPTK, yang secara potensial bisa dipertimbangkan untuk digunakan.

1. Model Terintegrasi antara Pendidikan Akademik dengan

Pendidikan Profesi Gambar 2. Model Kurikulum Terintegrasi Antara Pendidikan Akademik dengan Pendidikan Profesi 1 Semester Pada model ini, kurikulum LPTK diselenggarakan secara terintegrasi antara program pendidikan akademik yang disebar dalam 8 semester dengan pendidikan profesi guru yang di dalamnya ada workshop pengembangan perangkat Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK 26 pembelajaran dan micro serta macro teaching, yang dilanjutkan dengan PPL selama 1 semester bagi calon guru kelas atau Program PGSD dan PGPAUD. Pendidikan akademik terdiri dari atas elemen karakter dan keindonesiaan, akademik kependidikan, akademik bidang studi, metodik khusus, dan elemen KKN, penelitian tugas akhir skripsi, dan ujian tugas akhir. Selama 3 semester mulai semester 2, semester 4, dan semester 6 dilaksanakan program magang kependidikan sebagai program pengenalan lingkungan sekolah sejak awal early exposure on school setting. Pada semester 9 dilaksanakan program PPG yang terdiri dari atas workshop subject specific pedagogy SSP dan PPL bagi calon guru kelas, pada semester 9.

2. Model Terintegrasi antara Pendidikan Akademik

Berkewenangan Tambahan dengan Pendidikan Profesi Gambar 3. Model Kurikulum Terintegrasi Pendidikan Akademik dengan Kewenangan Tambahan dan Pendidikan Profesi 1 Semester Pada model ini, kurikulum LPTK diselenggarakan secara terintegrasi antara program pendidikan akademik yang Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK 27 disebar dalam 8 semester untuk kewenangan utama, dan kewenangan tambahan, dengan pendidikan profesi guru yang di dalamnya ada workshop SSP dan PPL selama 1 semester bagi calon guru kelas. Pendidikan akademik terdiri dari atas elemen karakter dan keindonesiaan, akademik kependidikan, akademik bidang studi, metodik khusus, dan elemen KKN, penelitian tugas akhir skripsi, dan ujian tugas akhir. Program Magang kependidikan juga tetap dilaksanakan selama 3 semester sebagai program pengenalan lingkungan sekolah sejak awal early exposure on school setting. Program kewenangan tambahan sebanyak 24 sks dilaksanakan pada semester 7. Program kewenangan tambahan ini hanya terbatas pada bidang studi yang serumpun. Pada semester 9 dilaksanakan program PPG yang terdiri dari atas workshop subject specific pedagogy SSP dan PPL bagi calon guru kelas, dan pada semester 9.

3. Model Terintegrasi antara Pendidikan Akademik dengan

Pendidikan Profesi 2 Semester Gambar 4. Model Kurikulum Terintegrasi Pendidikan Akademik dengan Pendidikan Profesi 2 Semester Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK 28 Pada model ini, kurikulum LPTK diselenggarakan secara terintegrasi antara program pendidikan akademik yang disebar dalam 8 semester dengan pendidikan profesi guru yang di dalamnya ada workshop SSP dan PPL selama 2 semester bagi calon guru bidang studi. Pendidikan akademik terdiri dari elemen karakter dan keindonesiaan, akademik kependidikan, akademik bidang studi, metodik khusus, dan elemen KKN, penelitian tugas akhir skripsi, dan ujian tugas akhir. Selama 3 semester mulai semester 2, semester 4, dan semester 6 dilaksanakan program magang kependidikan sebagai program pengenalan lingkungan sekolah sejak awal early exposure on school setting. Pada semester 9 dilaksanakan program PPG yang terdiri dari atas workshop subject specific pedagogy SSP, dan PPL pada semester 10 bagi calon guru bidang studi.

4. Model Terintegrasi antara Pendidikan Akademik

Berkewenangan Tambahan dengan Pendidikan Profesi 2 Semester Gambar 5. Model Kurikulum Terintegrasi Pendidikan Akademik dengan Kewenangan Tambahan dengan Pendidikan Profesi 2 Semester Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK 29 Pada model ini, kurikulum LPTK diselenggarakan secara terintegrasi antara program pendidikan akademik yang disebar dalam 8 semester untuk kewenangan utama, dan kewenangan tambahan, dengan pendidikan profesi guru yang di dalamnya ada workshop SSP dan PPL selama 2 semester bagi calon guru bidang studi. Pendidikan akademik terdiri dari elemen karakter dan keindonesiaan, akademik kependidikan, akademik bidang studi, metodik khusus, dan elemen KKN, penelitian tugas akhir skripsi, dan ujian tugas akhir. Program Magang kependidikan juga tetap dilaksanakan selama 3 semester sebagai program pengenalan lingkungan sekolah sejak awal early exposure on school setting. Program kewenangan tambahan sebanyak 24 sks dilaksanakan pada semester 7. Program kewenangan tambahan ini hanya terbatas pada bidang studi yang serumpun. Pada semester 9 dilaksanakan program PPG yang terdiri dari workshop subject specific pedagogy SSP pada semester 9 dan PPL pada semester 10 bagi calon guru bidang studi. Perlu diperhatikan bahwa SSP harus dilandasi oleh penguasaan subject specific knowledge SSK yang kuat, yaitu penguasaan materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007, agar terpenuhi alinea 2 deskriptor KKNI untuk memenuhi alinea 1 dan 3 KKNI melalui kegiatan workshop. Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK 30

5. Model Berlapis antara Pendidikan Akademik dengan

Pendidikan Profesi 2 Semester Gambar 6. Model Berlapis antara Pendidikan Akademik dengan Pendidikan Profesi 2 Semester Kurikulum model ini merupakan model kurikulum LPTK yang berlapis. Artinya, program akademik S-1 diselenggarakan terpisah dengan program PPG. Program akademik dilaksanakan selama 8 semester, dengan mencakup elemen karakter dan keindonesiaan, akademik kependidikan, akademik bidang studi, metodik khusus, dan elemen KKN, penelitian tugas akhir skripsi, dan ujian tugas akhir. sedangkan program PPG selama 2 semester, total 10 semester. Model Kurikulum ini, diajukan dengan mempertimbangkan bahwa profesi guru juga terbuka bagi generasi muda lulusan S-1 nonkependidikan yang berminat untuk menjadi guru dengan persyaratan tertentu. Dengan demikian, program pendidikan profesi guru harus mempersyaratkan peserta menguasai kemampuan akademik kependidikan, bergelar S.Pd. Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK 31 bagi mereka yang berasal dari jalur kependidikan dan pembekalan kemampuan akademik kependidikan bagi mereka yang berlatar nonkependidikan. Model kurikulum berlapis ini juga memberi konsekuensi bahwa perlu adanya sistem seleksi rekruitmen bagi calon mahasiswa program PPG, baik yang lulusan S-1 kependidikan ataupun lulusan S-1 nonkependidikan. Dalam semangat kurikulum yang berlapis ini pula, perlu juga dipertimbanglkan “program antara” ataupun program matrikulasi bagi mahasiswa S-1 nonkependidikan, sebelum mengikuti program PPG selama 2 semester.

6. Model Berlapis dengan diawali Penugasan Pengabdian

Mendidik di Daerah 3T PPG SM-3T Model ini adalah model paling ideal, yaitu penyiapan calon guru profesional melalui pentahapan yang sistematika, yang diawali dengan pendidikan akademik. Selanjutnya melalui suatu sistem seleksi yang ketat akan dijaring calon-calon yang memenuhi persyaratan untuk melaksanakan tugas pengabdian di daerah 3T, yang diawali dengan Prakondisi, untuk menyiapkan mereka agar memiliki jiwa ketahanmalangan, mengenali daerah 3T yang akan dituju, dan memiliki kemampuan melaksanakan tugas pembelajaran. Selanjutnya mereka akan ditugaskan di daerah 3T selama 1 tahun. Setelah mereka berhasil melaksanakan tugas pengabdian mendidik di daerah 3T, maka mereka akan masuk pada tahap Program Pendidikan Profesi Guru. Model ini dapat digambarkan sebagai berikut. Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK 32 Gambar 7. Model Kurikulum Berlapis antara Pendidikan Akademik dengan Pendidikan Profesi 2 Semester yang Disela dengan Program SM-3T

7. Model Terintegrasi antara Pendidikan Akademik

Kolaboratif dengan Pendidikan Profesi 2 Semester Model ini merupakan model terintegrasi pendidikan akademik kolaboratif dengan pendidikan profesi. Pendidikan akademik kolaboratif yang dimaksudkan adalah program akademik bidang studi yang program studinya tidak diselenggarakan oleh LPTK. Program akademik dilaksanakan selama 8 semester pada perguruan tinggi non LPTK, dilanjutkan matrikulasi untuk penguatan kompetensi akademik kependidikan pada LPTK penyelenggara PPG. Model ini merupakan model terintegrasi pendidikan akademik kolaboratif dengan pendidikan profesi. Pendidikan akademik kolaboratif yang dimaksudkan adalah program akademik bidang studi yang program studinya tidak diselenggarakan oleh LPTK. Program akademik dilaksanakan selama 8 semester pada perguruan tinggi non LPTK, dilanjutkan matrikulasi untuk penguatan kompetensi akademik kependidikan pada LPTK penyelenggara PPG. Elemen Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK 33 kurikulum terdiri dari elemen karakter dan keindonesiaan, akademik bidang studi dan elemen KKN, penelitian tugas akhir skripsi, dan ujian tugas akhir, dilanjutkan dengan matrikulasi terdiri dari akademik kependidikan dan metodik khusus. Sedangkan Program PPG dilaksanakan selama 2 semester. Program Magang kependidikan dilaksanakan selama 3 semester sebagai program pengenalan lingkungan sekolah sejak awal early exposure on school setting. Skema penyelenggaraan Pendidikan Profesi Guru dapat dipilah menjadi dua paruh waktu. Paruh waktu pertama kurang lebih satu semester, peserta didik melakukan praktik merancang perangkat pembelajaran dalam konteks otentik di Sekolah Laboratorium atau Sekolah Mitra, mulai memahami peserta didik, menganalisis kondisi, membuat kalender pembelajaran, satuan acara pembelajaran, menyusun bahan ajar, menyiapkanmembuat media pembelajaran, menyiapkan membuat hand-out, dan mengembangkan instrumen pengukuran hasil belajar. Rancangan pembelajaran ini dikembangkan dalam moda nondigital maupun digital berupa rancangan e-Learning, sesuai dengan kebutuhan otentik Sekolah tempat latihan. Paruh waktu kedua kurang lebih satu semester, peserta didik melakukan praktik pemberlajaran menerapkan rancangan yang telah disiapkandibuat selama paruh waktu pertama. Semua kegiatan kurikuler tersebut disertai dengan mekanisme pembimbingansupervisi oleh dosen pembimbing dan guru pamong yang bersertifikat.

8. Model Terintegrasi antara Pendidikan Akademik

Kolaboratif dengan Pendidikan Profesi 2 Semester Model ini merupakan model terintegrasi pendidikan akademik kolaboratif dengan pendidikan profesi. Pendidikan akademik kolaboratif yang dimaksudkan adalah program akademik bidang studi yang program studinya tidak diselenggarakan oleh LPTK. Program akademik dilaksanakan selama 8 Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK 34 semester pada perguruan tinggi non LPTK, dilanjutkan matrikulasi untuk penguatan kompetensi akademik kependidikan pada LPTK penyelenggara PPG. Elemen kurikulum terdiri dari elemen karakter dan keindonesiaan, akademik bidang studi dan elemen KKN, penelitian tugas akhir skripsi, dan ujian tugas akhir, dilanjutkan dengan matrikulasi terdiri dari akademik kependidikan dan metodik khusus. Sedangkan Program PPG dilaksanakan selama 2 semester. Program Magang kependidikan dilaksanakan selama 3 semester sebagai program pengenalan lingkungan sekolah sejak awal early exposure on school setting. Program Pendidikan Profesi Guru, yang berupa praktik di lapangan yang otentik internship yang disupervisi dosen pembimbing berkualifikasi minimal S-2 berlatarbelakang kependidikan, diselenggarakan selama satu tahun. Dengan demikian, kegiatan kurikulernya bercirikan penggunaan pengetahuan secara bermakna bercirikan problem solving, decision making, investigation, dan invention. Hal ini merupakan pengejawantahan dari alinea 1 dan 4 pada deskriptor KKNI jenjang 6. Skema penyelenggaraan Pendidikan Profesi Guru dapat dipilah menjadi dua paruh waktu. Paruh waktu pertama kurang lebih satu semester, peserta didik melakukan praktik merancang perangkat pembelajaran dalam konteks otentik di Sekolah Laboratorium atau Sekolah Mitra, mulai memahami peserta didik, menganalisis kondisi, membuat kalender pembelajaran, satuan acara pembelajaran, menyusun bahan ajar, menyiapkanmembuat media pembelajaran, menyiapkan membuat hand-out, dan mengembangkan instrumen pengukuran hasil belajar. Rancangan pembelajaran ini dikembangkan dalam moda nondigital maupun digital berupa rancangan e-Learning, sesuai dengan kebutuhan otentik Sekolah tempat latihan. Paruh waktu kedua kurang lebih satu Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK 35 semester, peserta didik melakukan praktik pembelajaran menerapkan rancangan yang telah disiapkandibuat selama paruh waktu pertama. Semua kegiatan kurikuler tersebut disertai dengan mekanisme pembimbingansupervisi oleh dosen pembimbing dan guru pamong yang bersertifikat.

9. Model Kurikulum untuk Masukan yang Tidak Linier

Kurikulum program Pendidikan Profesi Guru PPG berisi program pengemasan materi bidang studi untuk pembelajaran yang mendidik subject specific pedagogy dan program pengalaman lapangan PPL kependidikan. Kecuali untuk program PPG anak usia dini lulusan S-1 PGPAUD dan untuk PPG SD lululusan PGSD yang hanya diprogramkan untuk mengambil kredit antara 18-20 sks, lulusan S-1 lainnya baik yang dari program kependidikan maupun yang dari program nonkependidikan diprogramkan untuk mengambil kredit sebanyak 36-40 sks. Ini dilakukan bila berdasarkan tes masuk PPG menunjukkan kekurangan dalam penguasaan bidang studi, maka mereka diharuskan mengambil program penguatan bidang studi yang ditawarkan di PPG. Sementara itu, apabila mereka menunjukkan kekurangan baik pada penguasaan bidang studi maupun pedagogi, mereka diharuskan mengikuti penguatan baik kelompok mata kuliah bidang studi maupun pedagogi dalam PPG semester pertama. Begitu pun lulusan S-1 Psikologi yang mengikuti PPG anak usia dini atau PPG SD juga diwajibkan mengambil kredit antara 36- 40 sks. Namun, lulusan S-1 nonkependidikan yang akan mengikuti program PPG diwajibkan untuk mengikuti program matrikulasi terlebih dahulu, untuk pembekalan pengetahuan dan keterampilan pedagogi sejalan dengan prinsip, teori, dan pendekatan yang mendasari berbagai desain pembelajaran dan implementasinya. Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK 36

BAB III ELEMEN KURIKULUM LPTK