BAB II KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
A.
Pengembangan Kurikulum LPTK dan Kaitannya dengan KKNI
Dalam pengembangan kurikulum pendidikan tinggi, dalam hal ini LPTK, institusi pendidikan harus melakukan penetapan konsep
lulusan yang akan termuat dalam visi dan misi institusi. Konsep lulusan tersebut selanjutnya akan terwujud sebagai profil lulusan.
Profil lulusan harus ditetapkan dengan mengacu pada rumusan mutu lulusan dan relevansi. Kesemuanya itu akan dicapai melalui
suatu rangkaian proses pendidikan yang bermutu, baik untuk pendidikan akademik maupun pendidikan profesi.
Di samping itu, sosok lulusan harus merujuk kepada standar nasional yang disesuaikan dengan karakteristik pendidikan tinggi
yang wajib menyelenggarakan Tri Dharma Perguruan Tinggi meliputi pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada
masyarakat. Cakupan standar pendidikan tinggi lebih luas dari delapan standar yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah RI
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Dengan telah terbitnya Peraturan Presiden RI Nomor 8 Tahun
2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia KKNI, kurikulum LPTK juga sudah harus merujuk kepada cakupan
capaian pembelajaran yang ditunjukkan oleh seorang lulusan pada tahap awal sebagai dasar pengembangan keahlian sesuai dengan
strata keahlian profesi, yaitu Guru Pertama, Guru Muda, Guru Madya, dan Guru Utama.
Untuk pendidikan calon guru penyusunan kurikulum merujuk kepada cakupan deskripsi umum dan deskripsi jenjang kualifikasi
6 dan 7 pada lampiran Peraturan Presiden RI Nomor 8 Tahun 2012 yang disesuaikan dengan keunikan karakteristik profesi
guru yaitu: • subyek layanan adalah manusia;
Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK
11
• individu yang unik yang berkembang; • secara hakiki tidak berbeda dari pendidik;
• subyek layanan yang memiliki berbagai potensi; • keputusan-keputusan profesional dilakukan dalam situasi
transaksional yang dinamis. Karena pengembangan ilmu pendidikan juga merupakan tugas
program akademik dan profesi, dan karena sifat profesi guru yang unik seperti di atas, maka calon lulusan harus dibekali dengan
teori dan praktik, serta kemampuan meneliti.
Terdapat dua kata kunci untuk mengkaitkan antara kurikulum dengan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, yaitu capaian
pembelajaran learning outcomes dan kualifikasi. Pengemasan capaian pembelajaran ke dalam jenjang kualifikasi KKNI sangat
penting untuk keperluan penyandingan maupun penyetaraan kualifikasi dan atau rekognisi antara tingkat pendidikan dan atau
tingkat pekerjaan. Di samping itu, pengemasan capaian pembelajaran ke dalam KKNI juga penting untuk keperluan
harmonisasi dan kerjasama saling pengakuan kualifikasi dengan negara lain, baik secara bilateral maupun secara multilateral.
Untuk mengembangkan kurikulum yang mengacu pada deskriptor jenjang kualifikasi diperlukan tingkatan capaian pembelajaran
dimulai dari tingkat universitas university learning outcomes hingga tingkat program studi program learning outcomes dan
capaian pembelajaran perkuliahan course learning outcomes yang disandingkan dengan jenjang kualifikasi. Oleh karena itu,
panduan pengembangan kurikulum ini akan memberikan petunjuk bagaimana merumuskan capaian pembelajaran untuk
tingkat program studi yang disebut juga standar kompetensi lulusan dan tingkat perkuliahan. Hal ini dimaksud agar terjadi
kekonsistenan dalam capai visi dan misi pengembangan dan layanan pendidikan di LPTK. Deskriptor KKNI di setiap jenjang
mengandung tiga capaian yang diharapkan. Pertama adalah keterampilan kognitif dan psikomotorik yang dimiliki peserta
Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK
12
didik setelah menyelesaikan program perkuliahannya. Kedua, pengetahuan content knowledge yang melandasai keterampilan
yang dimiliki agar mampu beradaptasi dengan perubahan di masa datang. Ketiga, kemampuan manajerial bagi keterampilan dan
pengetahuan yang dikuasai agar dapat berkembang sesuai dengan tuntutan profesionalnya.
Pengertian kualifikasi menurut Perpres Nomor 8 Tahun 2012 adalah penguasaan capaian pembelajaran learning outcomes
yang menyatakan kedudukannya dalam KKNI. Sedangkan jenjang kualifikasi adalah tingkat capaian pembelajaran yang disepakati
secara nasional, disusun berdasarkan ukuran hasil pendidikan danatau pelatihan yang diperoleh melalui pendidikan formal,
nonformal, informal atau pengalaman kerja. Kualifikasi adalah sebuah istilah yang secara internasional disepakai sebagai
pencapaian penguasaan seseorang atas badan pengetahaun body of knowledge dengan keluasan dan kedalamannya yang telah
didefinisikan terlebih dahulu. Dengan adanya KKNI ini akan merubah cara melihat kompetensi seseorang, tidak lagi semata
pada ijazah tetapi didasarkan pada pengakuan terhadap hasil pendidikan seseorang secara luas yang akuntabel dan transparan.
Implementasi KKNI dalam kurikulum LPTK adalah, bahwa dalam penyiapan guru profesional dapat dilaksanakan 1 dengan pola
yang terintegrasi antara pendidikan akademik dan pendidikan profesi, artinya level 6 dan 7 dilaksanakan secara bersamaan, atau
2 dengan pola yang berlapis, yaitu pendidikan akademik terlebih dahulu baru dilanjutkan pendidikan profesi, artinya level 6
terlebih dahulu, baru dilanjutkan pada level 7.
Strategi pengembangan kurikulum LPTK selanjutnya mengacu kepada deskripsi generik dalam KKNI yang dikembangkan
menjadi deskripsi spesifik sesuai dengan bidang ilmu dan atau program studi, hingga dapat ditetapkan profil lulusan, yang
selanjutnya akan digunakan untuk menetapkan capaian pembelajaran program studi Program Learning outcomes.
Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK
13
B.
Pengembangan Kurikulum LPTK dan Persoalan Nasional Bidang Pendidikan
Pengembangan kurikulum LPTK, disamping harus memperhatikan perjalanan sejarah LPTK dan kurikulumya, juga landasan filosofis,
empiris, dan yuridis, serta kajian akademik, nampaknya perlu mempertimbangkan persoalan nasional di bidang pendidikan,
utamanya persoalan guru. Beberapa persoalan guru yang dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam menyusun kurikulum
LPTK, khususnya di dalam menetapkan model-model kurikulum LPTK, adalah sebagai berikut.
Gambar 1. Persoalan Guru dan Arah Baru Kurikulum LPTK
1. Kekurangan dan Distribusi Guru yang Tidak Merata
Walaupun belum dapat disajikan data yang pasti, Indonesia di dalam melaksanakan tugas pembangunan pendidikan nasional,
khususnya dalam memberikan layanan pendidikan bagi seluruh warga masyarakat masih menghadapi persoalan
kekurangan jumlah tenaga guru, terutama untuk sejumlah bidang pada daerah tertentu. Kekurangan jumlah ini harus
diimbangi dengan sistem penyiapan guru profesional
Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK
14
yanglentur dan seimbang, antara kebutuhan dan jumlah lulusan yang dihasilkan oleh LPTK.
Persoalan distribusi guru merupakan persoalan nyata yang dialami oleh daerah di seluruh Indonesia. Pada daerah atau
sekolah tertentu, guru harus mengajar beberapa mata pelajaran dan harus mengajar lebih dari satu kelas. Sebaliknya,
pada daerah lainnya, pemberlakuan jumlah jam mengajar 24 jam tatap muka per minggu bagi guru bersertifikat pendidik
tidak dapat terpenuhi. Jumlah guru yang telah lulus sertifikasi sampai dengan tahun 2010 sebanyak 753.155 orang PMPTK,
2010. Ternyata bagi guru yang sudah disertifikasi pun muncul masalah karena kesulitan memenuhi jumlah jam mengajar
yang merupakan kewajibannya sebanyak 24 jam mengajar per minggu.
2. Ketidaksesuaian mismatched
Persoalan lain yang masih harus diselesaikan dalam upaya mencapai mutu pelayanan pendidikan adalah adanya sejumlah
guru yang terkategori mismatched, yaitu ketidaksesuaian antara bidang ilmu latar belakang pendidikan dengan tugas
mengajar. Menurut data yang dikeluarkan PMPTK 2007 terdapat 16,22 guru-guru yang mismatched. Dari lima
bidang studi yang diteliti saat itu terdapat mismatched pada PKN 15,22; Pendidikan Agama sebesar 20,80; Tata Niaga
sebesar 27,88; Fisika sebesar 15,53; dan Seni sebesar 52,93. Secara nasional prosentase guru mismatcheduntuk
semua jenjang pendidikan sebesar 36,43. Dampak tidak terpenuhinya kewajiban mengajar minimal 24 jam tatap muka
per minggu produktivitas guru menjadi rendah dan di sisi lain terjadi ketidakefisienan anggaran. Selain itu,
mismatchedberdampak pada rendahnya kualitas pembelajaran yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kualitas pendidikan
secara nasional.
Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK
15
3. Kualifikasi Guru
Saat ini guru yang telah menempuh pendidikan sarjana S-1 atau D-IV masih relatif kecil, untuk guru SD 24,64, guru
SMP 22,64 dan guru SMA 78,96. Kondisi ini merupakan salah satu tantangan tersendiri bagi program pendidikan
profesional guru. Dengan kata lain, masih terdapat sejumlah besar guru yang belum berkualifikasi sarjana atau D-IV.
Padahal Sebagaimana ditegaskan oleh UU RI N0. 14 Th. 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 8 dan pasal 10, bahwa guru
wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi
sosial, dan kompetensi profesional tersebut diperoleh melalui pendidikan profesi. Kualifikasi akademik yang dipersyaratkan
untuk mengikuti program pendidikan profesi guru adalah Sarjana S-1 atau D-IV. Saat ini guru yang telah menempuh
pendidikan sarjana S-1 atau D-IV masih relatif kecil, baik untuk guru SD, SMP maupun SMA.
4. Pendidikan Guru untuk Daerah Terdepan, Terluar, dan
Tertinggal 3T Tidak dapat dipungkiri, Indonesia sebagai ‘Archipelago’, negara
besar dengan banyak pulau-pulau, memiliki wilayah yang terkategori terdepan, yaitu wilayah yang secara langsung
berhadapan dengan negara lain, terluar, yaitu wilayah yang secara langsung berhadapan dengan samudera, dan tertinggal,
yaitu wilayah yang secara sosial, ekonomi, teknologi, bahkan pendidikan, menjadi tertinggal dibandingkan dengan wilayah
lain di Indonesia. Kondisi tersebut tentu saja memerlukan suatu cara penyelesaian masalah yang bijak dan strategis.
Penyiapan calon pendidik untuk daerah tersebut tidak dapat disiapkan secara reguler atau sama seperti penyiapan guru
untuk daerah-daerah pada umumnya di Indonesia. Perlu disiapkan calon guru yang siap untuk mendidik anak-anak
Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK
16
bangsa di daerah 3T, yaitu melalui suatu sistem pendidikan guru yang mampu menghasilkan guru-guru disamping
memiliki jiwa patriotik, juga harus tangguh, memiliki jiwa ketahanmalangan, serta mampu melaksanakan tugas
pembelajaran pada kondisi-kondisi khusus, seperti kelas rangkap, atau memiliki kewenangan tambahan agar dapat
mengatasi permasalahan kekurangan tenaga pendidik pada bidang-bidang studi tertentu.
5. Kurikulum 2013 dan Kurikulum LPTK
Tahun 2013 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan segera menerapkan kurikulum baru untuk semua satuan
pendidikan formal. Kurikulum LPTK disusun agar lulusannya memiliki kompetensi mengembangkan potensi peserta didik
sebagaimana tujuan pendidikan nasional yang ditandai dengan tumbuhnya sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara
terpadu sesuai kompetensi lulusan tiap jenjang pendidikan berdasarkan kurikulum baru ini. Tujuan, isi, proses, dan sistem
evaluasi pada Kurikulum 2013 harus dijadikan acuan di dalam mengembangkan kurukulum LPTK.
Berikut ini beberapa isu terkait dengan pelaksanaan kurikulum 2013 yang perlu dipertimbangkan secara serius pada
pengembangan kurikulum LPTK:
a. Perumusan kompetensi lulusan LPTK secara terintegrasi
dengan kompetensi lulusan jenjang pendidikan sebelumnya.
b. Penataan isi kurikulum LPTK yang adaptif terhadap
kebutuhan pendidikan pada jenjang sebelumnya, terutama integrasi dan reformulasi isi pada jenjang pendidikan
dasar untuk memastikan tercapainya efisiensi dan efektivitas pembelajaran termasuk tingkat kompetitifnya.
c. Perumusan strategi mengimplementasikan pembelajaran
aktif atau Active Learning in School ALIS dan Active Learning in Higher Education ALIHE
untuk
Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK
17
menumbuhkan kreativitas dan kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik.
d. Perumusan strategi mengimplementasikan penilaian
otentik pada sistem evaluasi pembelajaran mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga tingkat perguruan tinggi
LPTK.
C.
Profil Guru Indonesia
Pasal 1 ayat 1 PP Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan
tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Sejalan dengan pernyataan tersebut, agar dapat melaksanakan peran, tugas, dan fungsinya sebagai guru profesional, guru wajib
memiliki kompetensi yang diharapkan, yakni keutuhan kompetensi akademik kependidikan dan kinerja profesional yang
harus mencakup kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial. Dengan demikian,
untuk menghasilkan guru profesional sebagai upaya meningkatkan mutu pendidikan dan memenuhi tuntutan
peraturan perundang-undangan Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi
Guru, maka profil lulusan dari lembaga pendidikan tinggi tenaga pendidik dan kependidikan adalah sebagai pendidik dan tenaga
kependidikan.
Guru masa depan adalah guru-guru yang menginspirasi, menggairahkan, dan mencerdaskan peserta didik, yang harus
disiapkan melalui suatu sistem pendidikan di LPTK yang modern dan bermutu dengan menggunakan kurikulum yang adaptif
terhadap tuntutan masa depan. Untuk itu kurikulum LPTK harus
Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK
18
secara nyata dirancang dan diterapkan dengan prinsip pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan.
Bertolak dari rumusan kompetensi guru sebagaimana arahan UU Nomor 14 Tahun 2005, yang mencakup kompetensi pedagogik,
kepribadian, sosial, dan profesional, arahan KKNI, dan konsep keutuhan kompetensi gurupendidik sebagai profesi, dengan
mengacu kepada kelaziman universal profesi, maka pada dasarnya keutuhan kompetensi gurupendidik mencakup kompetensi
akademik kependidikan dan kompetensi profesional. Kompetensi akademik kependidikan dibangun melalui pendidikan akademik
yang bermuara pada penganugerahan S-1 Kependidikan dan kompetensi profesional dibangun melalui Pendidikan Profesi
Guru. Dalam perspektif keutuhan kompetensi yang disebutkan dan kompetensi guru berdasarkan arahan UU Nomor 14 Tahun
2005, maka guru sebagai pendidik harus dapat menampilkan kinerja dalam keunggulan-keunggulan profesional dalam hal-hal
berikut ini.
1. Keunggulan Penguasaan Pedagogik
Keunggulan pedagogik merupakan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran untuk memberikan bekal
pengetahuan dan keterampilan kepada peserta didik sesuai dengan tujuan pembelajaran. Untuk itu diperlukan
penguasaan konten atau bidang studi yang sesuai dengan tingkat kebutuhan pedagogiknya alinea dua KKNI.
Kemampuan pengelolaan pembelajaran seorang guru dicerminkan dengan memahami landasan kependidikan,
memahami perkembangan peserta didik, mengembangkan kurikulum atau silabus, merancang
pembelajaran, melaksanakan pembelajaran yang mendidik dan dialogis,
memanfaatkan teknologi pembelajaran, melakukan evaluasi hasil belajar, mendorong peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya, dan memiliki kemampuan belajar sepanjang hayat alinea 3 KKNI.
Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK
19
Pada intinya, guru harus kreatif mengimplementasikan pembelajaran aktif termasuk menciptakan alat bantu
pembelajaran, terutama memanfaatkan sumber-sumber lingkungan termasuk bahan-bahan bekas pakai yang terdapat
di lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakatnya alinea 1 KKNI.
Di samping keunggulan di atas, tidak kalah pentingnya adalah kompetensi pedagogi yang lentur, seperti kemampuan
melaksanakan pembelajaran kelas rangkap multi-grade jika sewaktu-waktu harus menghadapi situasi yang menuntut
demikian.
2. Keunggulan Kepribadian
Guru memiliki sifat religius, taat beragama dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya dengan sungguh-sungguh dalam
bersikap dan berperilaku sehari-hari, sehingga dapat menjadi teladan dan panutan bagi peserta didik dan masyarakat di
lingkungannya deskripsi umum dalam KKNI. Guru yang unggul dalam kompetensi kepribadian dapat menunjukkan
sosok utuh guru yang mencerminkan ciri-ciri dan sifat-sifat berakhlak mulia, arif dan bijaksana, demokratis, mantap,
berwibawa, stabil, dewasa, jujur, sportif, secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri, dan mengembangkan diri
secara mandiri dan berkelanjutan. Guru memiliki penampilan yang mantap, meyakinkan dalam
setiap langkah, sikap, dan tutur kata sehingga memberi kesan baik dan mendalam bagi peserta didik. Selain itu, guru
memiliki sifat kepemimpinan yang tegas, disiplin, taat aturan, dan teguh dalam pendiriannya yang digunakan sebagai bekal
untuk membina, mengarahkan, membimbing, dan menuntun peserta didik menjadi manusia yang cerdas, bermanfaat, dan
bertanggungjawab.
Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK
20
Guru memiliki karakter yang kuat sebagai hasil dari olah hati, olah pikir, olahraga, dan olah rasakarsa. Karakter yang kuat
tercermin pada nilai utama karakter: jujur, cerdas, tangguh, dan peduli.
a. Jujur adalah lurus hati, tulus, ikhlas, menyatakan apa
adanya; terbuka; konsisten antara yang dikatakan dan yang dilakukan; berani berkata benar; dapat dipercaya; tidak
curang. b.
Cerdas adalah berfikir secara cermat dan tepat, bertindak dengan penuh perhitungan; rasa ingin tahu yang tinggi;
berkomunikasi efektif dan empatik; bergaul secara santun; menjunjung kebenaran dan kebajikan; mencintai Tuhan
dan lingkungan
c. Tangguh adalah pantang menyerah; andal; kuat
berpendirian; disiplin; tabah; memiliki sikap ketahanmalangan yang tinggi.
d. Peduli adalah memperlakukan orang lain dengan sopan;
bertindak santun; toleran terhadap perbedaan; tidak suka menyakiti orang lain; mau mendengar orang lain; mau
berbagi; tidak merendahkan orang lain; tidak mengambil keuntungan dari orang lain; mampu bekerjasama; mau
terlibat dalam kegiatan masyarakat; menyayangi manusia dan makhluk lain; setia; cinta damai dalam menghadapi
persoalan.
3. Keunggulan Sosial
Keunggulan sosial merupakan pengejawantahan dari
akuntabilitas profesional seorang lulusan. Pada alinea 4 jenjang 6 dalam KKNI dinyatakan bahwa lulusan suatu
program yang memiliki tanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi tanggung jawab atas pencapaian hasil kerja
organisasi.
Sebagai anggota masyarakat, guru dapat berkomunikasi melalui lisan, tulisan, atau isyarat secara santun, menggunakan
Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK
21
teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional. Guru juga dapat bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama
pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua atau wali peserta didik, dan bergaul secara santun
dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma dan sistem nilai yang berlaku, serta menerapkan prinsip
persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.
Komunikasi merupakan unsur penting dalam proses pembelajaran. Guru harus memiliki kemampuan komunikasi
yang baik dan dapat memberikan kejelasan pesan yang disampaikan, sehingga tidak menimbulkan kesalahan
informasi yang diterima. Kemampuan komunikasi guru yang hebat dicirikan dengan penyampaian pesan yang sistematis
dan runtut, menggunakan bahasa baku, intonasi suara yang tepat, dan penggunaan bahasa tubuh yang sesuai.
4. Keunggulan Penguasaan Bidang Keahlian
Kompetensi ini
merupakan kemampuan guru
dalam menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, danatau seni dan
budaya yang diajarkan content knowledge,
serta mengimplementasikannya dalam proses pembelajaran, sesuai
dengan alinea 2 pada deskriptor jenjang 6 dan 7 KKNI. Guru sekurang-kurangnya memiliki a penguasaan terhadap
materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran,
danatau kelompok mata pelajaran yang diampu, dan b penguasaan terhadap konsep dan metode disiplin keilmuan,
teknologi, atau seni yang relevan, yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan,
mata pelajaran, danatau kelompok mata pelajaran yang diampu, sehingga mampu memformulasikan penyelesaian
masalah prosedural pada bidangnya. Penguasaan terhadap kelompokrumpun mata pelajaran sangat penting untuk
membekali calon guru memiliki kewenangan yang lebih luwes.
Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK
22
Di samping keunggulan-keunggulan tersebut. Kurikulum LPTK dirancang untuk dapat menghasilkan lulusan yang mampu lebih
adaptif terhadap kebutuhan pendidikan pada jenjang sebelumnya vertikal ke bawah, pendidikan di masyarakat lateral dan
pendidikan pada jenjang lebih tinggi vertikal ke atas.
D.
Kerangka Model Kurikulum LPTK
Keberadaan Pendidikan Profesi Guru menjadi tuntutan setelah UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mempersyaratkan
bahwa guru profesional harus memiliki sertifikat pendidik. Sertifikat pendidik harus menjadi jaminan bahwa seorang guru
memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sehat jasmani dan rohani, sehingga mampu mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Frase mampu mewujudkan tujuan pendidikan nasional perlu dimaknai dalam konteks arahan Pasal 1 1, Pasal 3, dan Pasal 4
khususnya ayat 3 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Arahan pasal dan ayat yang disebutkan
mengandung implikasi keterkaitan erat dengan keunikan karakteristik profesi pendidikguru, sebagaimana dijelaskan, dan
implikasi pedagogis untuk mewujudkan pembelajaran yang mendidik, yang harus didukung oleh keutuhan penguasaan
kompetensi akademik dan profesional kependidikan. Lazimnya seperti dilakukan pada bidang kedokteran, akuntasi, atau hukum,
Pendidikan Profesi Guru dilakukan secara internship setelah pendidikan akademik kependidikan dilalui. Pendidikan profesi
berisi kegiatan praktik menerapkan kemampuan akademik kependidikan dalam kegiatan profesional guru di sekolah disertai
mekanisme pembimbingan dan supervisi yang sistematis dan dalam waktu yang relatif memadai sekurang-kurangnya 1 tahun
atau 2 semester. Bertolak dari kelaziman yang dijelaskan maka Pendidikan Profesi Guru akan mempersyaratkan peserta
menguasai kemampuan akademik kependidikan, bergelar S.Pd Sarjana Pendidikan, bagi mereka yang berasal dari jalur
kependidikan dan pembekalan kemampuan akademik
Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK
23
kependidikan bagi mereka yang berlatar nonkependidikan. Pendidikan akademik dilakukan dalam basis kampus dan
berujung diperolehnya kualifikasi SarjanaD-IV, sedangkan pendidikan profesi dilakukan dalam bentuk internship di sekolah
dan berujung diperolehnya sertifikat pendidik. Kesatuan atau keutuhan proses pendidikan guru, mulai dari pendidikan
akademik guru hingga diteruskan ke pendidikan profesi guru disebut Pendidikan Profesional Guru.
Berdasarkan kerangka pikir peraturan dan perundang-udangan tersebut, penyelenggaraan program Pendidikan Profesional Guru
memerlukan dua tahapan, yakni 1 Pendidikan Akademik Guru berujung penganugerahan sarjana S-1 kependidikan, dan
2Pendidikan Profesi Guru program pendidikan setelah S-1 kependidikan, berujung penganugerahan sertifikat pendidik.
Berdasarkan deskripsi di atas, model pengembangan kurikulum LPTK dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip berikut.
Pertama, keutuhan pendidikan akademik dan pendidikan profesi, yaitu penyelenggaraan akademik guru hingga diteruskan ke
pendidikan profesi guru sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari pendidikan profesional guru. Keseluruhan proses
penyiapan guru yang mencakup pendidikan akademik dan pendidikan profesi tersebut harus merupakan suatu keutuhan
sejak perekrutan, pelaksanaan, hingga penetapan kelulusan. Prinsip keutuhan ini penting mengingat pendidikan profesi guru
yang ditegaskan dalam Permendiknas Nomor 8 Tahun 2009 tentang program Pendidikan Profesi guru Prajabatan tidak
mengatur pendidikan guru pada tingkat pendidikan akademik.
Kedua, Keterkaitan mengajar dan belajar. Prinsip ini menunjukkan bahwa bagaimana cara guru mengajar harus didasarkan pada
pemahaman tentang bagaimana peserta didik sebenarnya belajar dalam lingkungannya. Dengan demikian penguasaan teori,
metode, strategi pembelajaran yang mendidik dalam perkuliahan
Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK
24
di kelas harus dikaitkan dan dipadukan dengan bagaimana peserta didik belajar di sekolah dengan segenap latar belakang sosial-
kulturalnya. Cara guru mengenal dan merespon perilaku belajar peserta didik di kelas adalah penting karena akan membentuk
hakikat linkungan pembelajaran shaping the nature of the teaching and learning environment. Oleh karena itu, pada struktur
kurikulum pendidikan akademik untuk calon guru harus menempatkan pemajanan awal early exposure, yaitu pemberian
pengalaman sidini mungkin kepada calon guru dengan magang atau internship di sekolah secara berjenjang. Dalam konteks ini
pedagogi harus dipahami sebagai konsep yang merujuk pada dua aspek belajar. Pertama, pedagogi berkaitan dengan apa dan
bagaimana peserta didik belajar; kedua, pedagogi berkaitan dengan bagimana guru sebagai pembelajar belajar tentang
mengajar dan membentuk keahliannya sebagai seorang profesional.
Ketiga, adanya koherensi antar konten kurikulum. Koherensi mengandung arti keterpaduan unity, keterkaitan
connectedness, dan relevansi relevance. Koherensi dalam konten kurikulum pendidikan guru bermakna adanya keterkaitan
di antara kelompok matakuliah bidang studi content knowledge, kelompok matakuliah yang berkaitan dengan pengetahuan
tentang metode pembelajaran secara umum general pedagogical knowledge yang berlaku untuk semua bidang studi tertentu
content specific pedagogical knowledge, pengetahuan dan keterampilan dalam pengembangan kurikulum currucular
knowledge, pengetahuan dan keterampilan dalam pemilihan dan pengembangan alat penilaian assesment and evaluation,
pengetahuan tentang konteks pendidikan knowledge of educational context, serta didukung dengan pengetahuan dan
keterampilan dalam memanfaatkan teknologi informasi dalam proses pembelajaran information technology. Koherensi di
antara konten dalam struktur kurikulum ini dapat menghasilkan
Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK
25
hasil belajar yang sesuai dengan yang dirumuskan dalam capaian hasil belajar setiap program studi kependidikan.
Selain koherensi internal, kurikulum untuk program studi kependidikan harus memperhatikan pula keterkaitan antar
konten, baik pedagogi umum, pedagogi khusus maupun konten matakuliah keahlian dan keterampilan dengan realitas
pembelajaran di kelas sehingga terbangun keterkaitan kurikulum program studi dengan kebutuhan akan pembelajaran di kelas atau
sekolah university-school curriculum linkage.
Berikut adalah empat model pengembangan kurikulum LPTK, yang secara potensial bisa dipertimbangkan untuk digunakan.
1. Model Terintegrasi antara Pendidikan Akademik dengan
Pendidikan Profesi
Gambar 2. Model Kurikulum Terintegrasi Antara Pendidikan Akademik dengan Pendidikan Profesi 1 Semester
Pada model ini, kurikulum LPTK diselenggarakan secara terintegrasi antara program pendidikan akademik yang
disebar dalam 8 semester dengan pendidikan profesi guru yang di dalamnya ada workshop pengembangan perangkat
Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK
26
pembelajaran dan micro serta macro teaching, yang dilanjutkan dengan PPL selama 1 semester bagi calon guru
kelas atau Program PGSD dan PGPAUD. Pendidikan akademik terdiri dari atas elemen karakter dan keindonesiaan, akademik
kependidikan, akademik bidang studi, metodik khusus, dan elemen KKN, penelitian tugas akhir skripsi, dan ujian tugas
akhir. Selama 3 semester mulai semester 2, semester 4, dan semester 6 dilaksanakan program magang kependidikan
sebagai program pengenalan lingkungan sekolah sejak awal early exposure on school setting. Pada semester 9
dilaksanakan program PPG yang terdiri dari atas workshop subject specific pedagogy SSP dan PPL bagi calon guru kelas,
pada semester 9.
2. Model Terintegrasi antara Pendidikan Akademik
Berkewenangan Tambahan dengan Pendidikan Profesi
Gambar 3. Model Kurikulum Terintegrasi Pendidikan Akademik dengan Kewenangan Tambahan dan Pendidikan Profesi 1 Semester
Pada model ini, kurikulum LPTK diselenggarakan secara terintegrasi antara program pendidikan akademik yang
Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK
27
disebar dalam 8 semester untuk kewenangan utama, dan kewenangan tambahan, dengan pendidikan profesi guru yang
di dalamnya ada workshop SSP dan PPL selama 1 semester bagi calon guru kelas. Pendidikan akademik terdiri dari atas
elemen karakter dan keindonesiaan, akademik kependidikan, akademik bidang studi, metodik khusus, dan elemen KKN,
penelitian tugas akhir skripsi, dan ujian tugas akhir. Program Magang kependidikan juga tetap dilaksanakan selama 3
semester sebagai program pengenalan lingkungan sekolah sejak awal early exposure on school setting. Program
kewenangan tambahan sebanyak 24 sks dilaksanakan pada semester 7. Program kewenangan tambahan ini hanya terbatas
pada bidang studi yang serumpun. Pada semester 9 dilaksanakan program PPG yang terdiri dari atas workshop
subject specific pedagogy SSP dan PPL bagi calon guru kelas, dan pada semester 9.
3. Model Terintegrasi antara Pendidikan Akademik dengan
Pendidikan Profesi 2 Semester
Gambar 4. Model Kurikulum Terintegrasi Pendidikan Akademik dengan Pendidikan Profesi 2 Semester
Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK
28
Pada model ini, kurikulum LPTK diselenggarakan secara terintegrasi antara program pendidikan akademik yang
disebar dalam 8 semester dengan pendidikan profesi guru yang di dalamnya ada workshop SSP dan PPL selama 2
semester bagi calon guru bidang studi. Pendidikan akademik terdiri dari elemen karakter dan keindonesiaan, akademik
kependidikan, akademik bidang studi, metodik khusus, dan elemen KKN, penelitian tugas akhir skripsi, dan ujian tugas
akhir. Selama 3 semester mulai semester 2, semester 4, dan semester 6 dilaksanakan program magang kependidikan
sebagai program pengenalan lingkungan sekolah sejak awal early exposure on school setting. Pada semester 9
dilaksanakan program PPG yang terdiri dari atas workshop subject specific pedagogy SSP, dan PPL pada semester 10 bagi
calon guru bidang studi.
4. Model Terintegrasi antara Pendidikan Akademik
Berkewenangan Tambahan dengan Pendidikan Profesi 2 Semester
Gambar 5. Model Kurikulum Terintegrasi Pendidikan Akademik dengan Kewenangan Tambahan dengan Pendidikan Profesi 2
Semester
Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK
29
Pada model ini, kurikulum LPTK diselenggarakan secara terintegrasi antara program pendidikan akademik yang
disebar dalam 8 semester untuk kewenangan utama, dan kewenangan tambahan, dengan pendidikan profesi guru yang
di dalamnya ada workshop SSP dan PPL selama 2 semester bagi calon guru bidang studi. Pendidikan akademik terdiri dari
elemen karakter dan keindonesiaan, akademik kependidikan, akademik bidang studi, metodik khusus, dan elemen KKN,
penelitian tugas akhir skripsi, dan ujian tugas akhir. Program Magang kependidikan juga tetap dilaksanakan selama 3
semester sebagai program pengenalan lingkungan sekolah sejak awal early exposure on school setting. Program
kewenangan tambahan sebanyak 24 sks dilaksanakan pada semester 7. Program kewenangan tambahan ini hanya terbatas
pada bidang studi yang serumpun. Pada semester 9 dilaksanakan program PPG yang terdiri dari workshop subject
specific pedagogy SSP pada semester 9 dan PPL pada semester 10 bagi calon guru bidang studi. Perlu diperhatikan
bahwa SSP harus dilandasi oleh penguasaan subject specific knowledge SSK yang kuat, yaitu penguasaan materi, struktur,
konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu Permendiknas Nomor 16 Tahun
2007, agar terpenuhi alinea 2 deskriptor KKNI untuk memenuhi alinea 1 dan 3 KKNI melalui kegiatan workshop.
Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK
30
5. Model Berlapis antara Pendidikan Akademik dengan
Pendidikan Profesi 2 Semester
Gambar 6. Model Berlapis antara Pendidikan Akademik dengan Pendidikan Profesi 2 Semester
Kurikulum model ini merupakan model kurikulum LPTK yang berlapis. Artinya, program akademik S-1 diselenggarakan
terpisah dengan program PPG. Program akademik dilaksanakan selama 8 semester, dengan mencakup elemen
karakter dan keindonesiaan, akademik kependidikan, akademik bidang studi, metodik khusus, dan elemen KKN,
penelitian tugas akhir skripsi, dan ujian tugas akhir. sedangkan program PPG selama 2 semester, total 10 semester.
Model Kurikulum ini, diajukan dengan mempertimbangkan bahwa profesi guru juga terbuka bagi generasi muda lulusan
S-1 nonkependidikan yang berminat untuk menjadi guru dengan persyaratan tertentu. Dengan demikian, program
pendidikan profesi guru harus mempersyaratkan peserta menguasai kemampuan akademik kependidikan, bergelar S.Pd.
Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK
31
bagi mereka yang berasal dari jalur kependidikan dan pembekalan kemampuan akademik kependidikan bagi mereka
yang berlatar nonkependidikan.
Model kurikulum berlapis ini juga memberi konsekuensi bahwa perlu adanya sistem seleksi rekruitmen bagi calon
mahasiswa program PPG, baik yang lulusan S-1 kependidikan ataupun lulusan S-1 nonkependidikan. Dalam semangat
kurikulum yang berlapis ini pula, perlu juga dipertimbanglkan “program antara” ataupun program matrikulasi bagi
mahasiswa S-1 nonkependidikan, sebelum mengikuti program PPG selama 2 semester.
6. Model Berlapis dengan diawali Penugasan Pengabdian
Mendidik di Daerah 3T PPG SM-3T
Model ini adalah model paling ideal, yaitu penyiapan calon guru profesional melalui pentahapan yang sistematika, yang
diawali dengan pendidikan akademik. Selanjutnya melalui suatu sistem seleksi yang ketat akan dijaring calon-calon yang
memenuhi persyaratan untuk melaksanakan tugas pengabdian di daerah 3T, yang diawali dengan Prakondisi, untuk
menyiapkan mereka agar memiliki jiwa ketahanmalangan, mengenali daerah 3T yang akan dituju, dan memiliki
kemampuan melaksanakan tugas pembelajaran. Selanjutnya mereka akan ditugaskan di daerah 3T selama 1 tahun.
Setelah mereka berhasil melaksanakan tugas pengabdian mendidik di daerah 3T, maka mereka akan masuk pada tahap
Program Pendidikan Profesi Guru. Model ini dapat digambarkan sebagai berikut.
Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK
32
Gambar 7. Model Kurikulum Berlapis antara Pendidikan Akademik dengan Pendidikan Profesi 2 Semester yang Disela dengan Program
SM-3T
7. Model Terintegrasi antara Pendidikan Akademik
Kolaboratif dengan Pendidikan Profesi 2 Semester
Model ini merupakan model terintegrasi pendidikan akademik kolaboratif dengan pendidikan profesi. Pendidikan akademik
kolaboratif yang dimaksudkan adalah program akademik bidang studi yang program studinya tidak diselenggarakan
oleh LPTK. Program akademik dilaksanakan selama 8 semester pada perguruan tinggi non LPTK, dilanjutkan
matrikulasi untuk penguatan kompetensi akademik kependidikan pada LPTK penyelenggara PPG. Model ini
merupakan model terintegrasi pendidikan akademik kolaboratif dengan pendidikan profesi. Pendidikan akademik
kolaboratif yang dimaksudkan adalah program akademik bidang studi yang program studinya tidak diselenggarakan
oleh LPTK. Program akademik dilaksanakan selama 8 semester pada perguruan tinggi non LPTK, dilanjutkan
matrikulasi untuk penguatan kompetensi akademik kependidikan pada LPTK penyelenggara PPG. Elemen
Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK
33
kurikulum terdiri dari elemen karakter dan keindonesiaan, akademik bidang studi dan elemen KKN, penelitian tugas akhir
skripsi, dan ujian tugas akhir, dilanjutkan dengan matrikulasi terdiri dari akademik kependidikan dan metodik khusus.
Sedangkan Program PPG dilaksanakan selama 2 semester. Program Magang kependidikan dilaksanakan selama 3
semester sebagai program pengenalan lingkungan sekolah sejak awal early exposure on school setting.
Skema penyelenggaraan Pendidikan Profesi Guru dapat dipilah menjadi dua paruh waktu. Paruh waktu pertama kurang lebih
satu semester, peserta didik melakukan praktik merancang perangkat pembelajaran dalam konteks otentik di Sekolah
Laboratorium atau Sekolah Mitra, mulai memahami peserta didik, menganalisis kondisi, membuat kalender pembelajaran,
satuan acara pembelajaran, menyusun bahan ajar, menyiapkanmembuat media pembelajaran, menyiapkan
membuat
hand-out, dan mengembangkan instrumen pengukuran hasil belajar. Rancangan pembelajaran ini
dikembangkan dalam moda nondigital maupun digital berupa rancangan e-Learning, sesuai dengan kebutuhan otentik
Sekolah tempat latihan. Paruh waktu kedua kurang lebih satu semester, peserta didik melakukan praktik pemberlajaran
menerapkan rancangan yang telah disiapkandibuat selama paruh waktu pertama. Semua kegiatan kurikuler tersebut
disertai dengan mekanisme pembimbingansupervisi oleh dosen pembimbing dan guru pamong yang bersertifikat.
8. Model Terintegrasi antara Pendidikan Akademik
Kolaboratif dengan Pendidikan Profesi 2 Semester
Model ini merupakan model terintegrasi pendidikan akademik kolaboratif dengan pendidikan profesi. Pendidikan akademik
kolaboratif yang dimaksudkan adalah program akademik bidang studi yang program studinya tidak diselenggarakan
oleh LPTK. Program akademik dilaksanakan selama 8
Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK
34
semester pada perguruan tinggi non LPTK, dilanjutkan matrikulasi untuk penguatan kompetensi akademik
kependidikan pada LPTK penyelenggara PPG. Elemen kurikulum terdiri dari elemen karakter dan keindonesiaan,
akademik bidang studi dan elemen KKN, penelitian tugas akhir skripsi, dan ujian tugas akhir, dilanjutkan dengan matrikulasi
terdiri dari akademik kependidikan dan metodik khusus. Sedangkan Program PPG dilaksanakan selama 2 semester.
Program Magang kependidikan dilaksanakan selama 3 semester sebagai program pengenalan lingkungan sekolah
sejak awal early exposure on school setting.
Program Pendidikan Profesi Guru, yang berupa praktik di lapangan yang otentik internship yang disupervisi dosen
pembimbing berkualifikasi minimal S-2 berlatarbelakang kependidikan, diselenggarakan selama satu tahun. Dengan
demikian, kegiatan kurikulernya bercirikan penggunaan pengetahuan secara bermakna bercirikan problem solving,
decision making, investigation, dan invention. Hal ini merupakan pengejawantahan dari alinea 1 dan 4 pada
deskriptor KKNI jenjang 6.
Skema penyelenggaraan Pendidikan Profesi Guru dapat dipilah menjadi dua paruh waktu. Paruh waktu pertama kurang lebih
satu semester, peserta didik melakukan praktik merancang perangkat pembelajaran dalam konteks otentik di Sekolah
Laboratorium atau Sekolah Mitra, mulai memahami peserta didik, menganalisis kondisi, membuat kalender pembelajaran,
satuan acara pembelajaran, menyusun bahan ajar, menyiapkanmembuat media pembelajaran, menyiapkan
membuat
hand-out, dan mengembangkan instrumen pengukuran hasil belajar. Rancangan pembelajaran ini
dikembangkan dalam moda nondigital maupun digital berupa rancangan e-Learning, sesuai dengan kebutuhan otentik
Sekolah tempat latihan. Paruh waktu kedua kurang lebih satu
Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK
35
semester, peserta didik melakukan praktik pembelajaran menerapkan rancangan yang telah disiapkandibuat selama
paruh waktu pertama. Semua kegiatan kurikuler tersebut disertai dengan mekanisme pembimbingansupervisi oleh
dosen pembimbing dan guru pamong yang bersertifikat.
9. Model Kurikulum untuk Masukan yang Tidak Linier
Kurikulum program Pendidikan Profesi Guru PPG berisi program pengemasan materi bidang studi untuk pembelajaran
yang mendidik subject specific pedagogy dan program pengalaman lapangan PPL kependidikan. Kecuali untuk
program PPG anak usia dini lulusan S-1 PGPAUD dan untuk PPG SD lululusan PGSD yang hanya diprogramkan untuk
mengambil kredit antara 18-20 sks, lulusan S-1 lainnya baik yang dari program kependidikan maupun yang dari program
nonkependidikan diprogramkan untuk mengambil kredit sebanyak 36-40 sks. Ini dilakukan bila berdasarkan tes masuk
PPG menunjukkan kekurangan dalam penguasaan bidang studi, maka mereka diharuskan mengambil program
penguatan bidang studi yang ditawarkan di PPG. Sementara itu, apabila mereka menunjukkan kekurangan baik pada
penguasaan bidang studi maupun pedagogi, mereka diharuskan mengikuti penguatan baik kelompok mata kuliah
bidang studi maupun pedagogi dalam PPG semester pertama. Begitu pun lulusan S-1 Psikologi yang mengikuti PPG anak usia
dini atau PPG SD juga diwajibkan mengambil kredit antara 36- 40 sks. Namun, lulusan S-1 nonkependidikan yang akan
mengikuti program PPG diwajibkan untuk mengikuti program matrikulasi terlebih dahulu, untuk pembekalan pengetahuan
dan keterampilan pedagogi sejalan dengan prinsip, teori, dan pendekatan yang mendasari berbagai desain pembelajaran dan
implementasinya.
Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK
36
BAB III ELEMEN KURIKULUM LPTK