PEDOMAN KURIKULUM LPTK_Dikti_11 April_12.05_GABUNG

(1)

PEDOMAN

PENGEMBANGAN

KURIKULUM LPTK

DRAF

DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

2013


(2)

(3)

PEDOMAN

PENGEMBANGAN URIKULUM LPTK

DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


(4)

TIM PENYUSUN

Prof. Dr. Supriadi Rustad

(Direktur Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ditjen Dikti) Prof. Dr. Ahman, M.Pd

(Universitas Pendidikan Indonesia) Prof. Dr. A. Suhaenah Soeparno

(Universitas Negeri Jakarta) Dr. Totok Bintoro, M.Pd (Universitas Negeri Jakarta)

Dr. Dinn Wahyudin, MA (Universitas Pendidikan Indonesia)

Kontributor

Anggota Asosiasi LPTK Indonesia Drs. Martadi, S.Sn (Univesitas Negeri Surabaya) Drs. Suyud, M.Pd (Universitas Negeri Yogyakarta) Drs. Agus Susilohadi, M.Si (Dit. Diktendik – Ditjen Dikti)


(5)

Kata Pengantar

Direktur Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Buku ini merupakan draf dari kumpulan pemikiran teman-teman yang tergabung di dalam Asosiasi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Indonesia (ALPTKI) tentang kurikulum LPTK yang dikoordinasikan oleh Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Ditjen Dikti. Dokumen ini telah diserahkan kepada Ditjen Dikti pada tanggal 27 Desember 2012 yang kemudian diteruskan kepada Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan sebagai pemegang tugas dan fungsi yang berkaitan dengan pengembangan kurikulum pendidikan tinggi. Diharapkan bahan ini menjadi masukan dan pemicu agar dalam waktu yang tidak terlalu lama LPTK memiliki rujukan dan payung hukum pengembangan kurikulum untuk pendidikan calon guru.

Sesuai dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas, kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh satuan pendidikan tingggi, oleh karena itu Ditjen Pendidikan Tinggi perlu menyediakan pedoman yang memberikan rambu-rambu pengembangan kurikulum di LPTK untuk memastikan agar ukuran-ukuran nasional tentang profil lulusan pendidikan calon guru dapat dipenuhi. Pada saat draf ini disusun, ukuran nasional tersebut mengacu kepada empat kompetensi guru sebagaimana diatur di dalam UU RI Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen dan Perpres Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), serta perkembangan terkini tentang kompetensi guru untuk menyelesaikan persoalan nasional seperti distribusi, ketidakselarasan, optimalisasi peran guru termasuk kebutuhan guru di daerah terdepan, terluar dan teringgal (3T). Berbagai model kurikulum ditawarkan untuk membekali calon guru memiliki kewenangan tambahan ( major-minor), keterampilan pedagogi yang lentur seperti pembelajaran kelas rangkap (multi-grade), pembelajaran aktif dll., keterampilan dalam teknologi dan informasi dan memiliki karakter yang kuat.


(6)

Draf pedoman kurikulum ini disusun dengan penuh kesadaran akan dijadikan rujukan guna membangun sistem pendidikan calon guru di Indonesia yang merupakan negara demikian besar dan komplek baik secara geografis maupun demografis. Perdebatan tentang sistem tertutup dan terbuka atau antara model concurrent dan consecutive tidak relevan dibahas berkepanjangan. Segala macam model harus mampu menjamin terjadinya pelumatan penguasaan bidang keahlian dan aspek pedagogiknya.

Selain merujuk kepada perkembangan terkini dalam bidang pendidikan, pedoman ini akhirnya disepakati dalam wujudnya sekarang berdasarkan beberapa rintisan dan terobosan dalam tiga tahun terakhir. Rintisan tersebut terangkum di dalam program Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia meliputi PPG PGSD (terintegrasi), PPG Basic Sciences (berlapis), PPGT untuk daerah 3T, PPG melalui SM3T (Sarjana Mendidik di Daerah 3T), dan PPG Kolaboratif (hybrid). Tiga yang disebutkan terakhir merupakan terobosan baru yang orisinil digagas oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Jakarta, 15 Desember 2012

Direktur Pendidik dan Tenaga Kependidikan,

Supriadi Rustad


(7)

Kata Pengantar

KetuaAsosiasi LPTK Indonesia

Sistem pendidikan guru di Indonesia telah mengalami perjalanan sejarah yang panjang. Hal ini antara lain ditandai dengan tuntutan kualifikasi guru yang terus meningkat, sehingga berdampak pada lamanya seseorang menempuh pendidikan persiapan menjadi guru. Dinamika ini menuntut semua LPTK untuk terus menata sistem pendidikan guru yang dilaksanakan.

Asosisasi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Indonesia (ALPTKI) sangat mengapresiasi dan menyambut baik diterbitkannya Panduan Kurikulum LPTK oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Ada sejumlah alasan mengapa Panduan Kurikulum LPTK ini sangat penting dan ditunggu-tunggu oleh semua LPTK penyelenggara. Pertama, berpijak pada sejumlah regulasi, baik berupa undang-undang, keputusan Presiden, peraturan pemerintah, dan peraturan Mendikna yang menegaskan perlunya re-design pendidikan profesional guru termasuk didalamnya rekonstruksi sistem pendidikan guru dan rekonstruksi pengembangan kurikulum LPTK secara lebih komprehensif, dan tidak bersifat parsial. Kedua, sejalan dengan hasil rekomendasi Teacher Education Summit yang dilaksanakan bulan Desember 2011 yang lalu di Jakarta, pemerintah melalui Ditjen Dikti Kemdikbud perlu mengembangkan model kurikulum LPTK yang sesuai dengan tuntutan kekinian seperti urgensi untuk menggalakkan kembali pendidikan karakter dan memaksimalkan pemanfaatan TIK dalam pembelajaran, mengacu pada KKNI, dan masa depan untuk menjamin mutu calon pendidik profesional. Ketiga, dengan diterbitkannya panduan kurikulum LPTK ini, memberikan penguatan kepada semua LPTK penyelenggara dalam menterjemahkankeutuhan (coherency) tentang pendidikan akademik dan pendidikan profesi, yaitu penyelenggaraan pendidikan akademik guru hingga diteruskan ke pendidikan profesi guru sebagai suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dari Pendidikan Profesional Guru. Keseluruhan proses penyiapan guru yang mencakup


(8)

pendidikan akademik dan pendidikan profesi tersebut harus merupakan suatu keutuhan sejak rektrutmen, pelaksanaan, hingga penetapan kelulusan. Termasuk memenuhi tuntutan tentang perlunya peningkatan kualitas guru melalui pengokohan content knowledge yang dilakukan secara seimbang dengan penguatan pedagogical knowledge

serta pemberian pengalaman praktik mengajar dalam settingotentik. Oleh sebab itu, hadirnya Pedoman Peengembangan Kurikulum LPTK ini, secara nyata dapat dijadikan acuan bagi LPTK dalam mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan tuntutan kekinian dan masa depan untuk menjamin mutu calon pendidik profesional. Dengan tidak mengurangi otonomi LPTK dalam penyusunan kurikulum, panduan ini akan dapat menjadi rujukan dalam menyiapkan layanan pengalaman belajar bagi calon guru untuk menjamin dihasilkannya mutu calon guru profesional. Di sisi lain, Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK dapat menjadi landasan dalam merekonstruksi program dan penyelenggaraan pendidikan guru secara komprehensif pada semua LPTK penyelenggara.

Akhirnya, kami ingin menyampaikan penghargaan yang setinggi tingginya kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah memfasilitasi, membimbing, dan memberi kepercayaan kepada semua LPTK penyelenggara di Tanah Air untuk terus melakukan ihktiar akademik dan terobosan manajerial dalam menyelenggarakan sistem pendidikan guru sesuai dengan tuntutan kekinian dan kebutuhan masa depan bangsa.

Bandung, 15 Desember 2012 Ketua ALPTKI,

Prof. Dr. H. Sunaryo Kartadinata, M.Pd


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Tim Penyusun iv

Kata Pengantar Direktur Pendidik dan Tenaga Kependidikan v Kata Pengantar Ketua Asosiasi LPTK Indonesia vii

Daftar Isi ix

Daftar Gambar x

Daftar Tabel xi

BAB I PENDAHULUAN ………. 1

A. Latar Belakang ……….. B. Landasan Yuridis ………. C. Tujuan ………...

1 9 10 BAB II KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KURIKULUM 11

A. Pengembangan Kurikulum LPTK dan Kaitannya dengan KKNI ………... B. Pengembangan Kurikulum LPTK dan Persoalan

Nasional Bidang Pendidikan ……… C. Profil Guru Indonesia ……….. D. Kerangka Model Kurikulum LPTK ………

11 14 18 23 BAB III ELEMEN KURIKULUM LPTK DAN

PENGELOMPOKKAN MATA KULIAH …………. 37 A. Elemen Kurikulum LPTK ………...

B. Pengelompokkan Mata Kuliah ...

37 42 BAB IV PROSEDUR PENGEMBANGAN KURIKULUM 47

A. Proses Pengembangan Kurikulum ……….. B. Sistem Pembelajaran ……… C. Sistem Evaluasi ……….

47 59 63

BAB V PENUTUP ……… 69


(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 Persoalan Guru dan Arah Baru Kurikulum LPTK 14 Gambar 2 Model Kurikulum Terintegrasi Antara

Pendidikan Akademik dengan Pendidikan

Profesi 1 Semester 26

Gambar 3 Model Kurikulum Terintegrasi Pendidikan Akademik dengan Kewenangan Tambahan dan

Pendidikan Profesi 1 Semester 27

Gambar 4 Model Kurikulum Terintegrasi Pendidikan Akademik dengan Pendidikan Profesi 2

Semester 28

Gambar 5 Model Kurikulum Terintegrasi Pendidikan Akademik dengan Kewenangan Tambahan

dengan Pendidikan Profesi 2 Semester 29

Gambar 6 Model Berlapis antara Pendidikan Akademik

dengan Pendidikan Profesi 2 Semester 31

Gambar 7 Model Kurikulum Berlapis antara Pendidikan Akademik dengan Pendidikan Profesi 2

Semester yang Disela dengan Program SM-3T 33

Gambar 8 Proses Pengembangan Kurikulum 47


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Matriks untuk Menganalisis Kandungan Elemen

Kurikulum (Contoh untuk Program Studi PGSD Model Terintegrasi dengan Kewenangan

Tambahan) 51

Tabel 2 Matriks untuk Analisis Pembentukan Sebuah

Mata Kuliah 53

Tabel 3 Menghitung Beban Belajar Mahasiswa dan sks 56 Tabel 4 Pengelompokan Mata Kuliah (Kewenangan


(12)

(13)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pendidikan guru di Indonesia telah mengalami sejarah yang panjang. Tuntutan kualifikasi terus meningkat, sehingga berdampak pada lamanya seseorang menempuh pendidikan persiapan menjadi guru. Misalnya, pada akhir masa penjajahan Belanda, untuk menjadi guru Sekolah Desa 3 tahun adalah lulusan CVO (Cursus voor Volk Onderwijser, 2 tahun sesudah SD), untuk

menjadi guru SD Nomor Dua (5 tahun) adalah lulusan Normal

School (4 tahun sesudah SD), untuk menjadi guruHolland Irlanders

School(HIS/Sekolah Dasar Belanda untuk orang Indonesia dengan

bahasa pengantar Bahasa Belanda lamanya 7 tahun) adalah lulusan HIK (6 tahun setelah HIS); dan lulusan Hoofdt Acte untuk menjadi guru MULO (SMP).

Setelah kemerdekaan, pemerintah mendirikan Sekolah Guru B (4 tahun sesudah SD) untuk mendidik calon guru SD, selanjutnya mulai tahun 1957 persyaratan tersebut meningkat menjadi minimal lulusan SGA (3 tahun setelah SMP). Pada pertengahan tahun 1960an SGB dilikuidasi dan SGA berubah menjadi Sekolah Pendidikan Guru (SPG) yang mendidik calon guru SD. Bagi guru yang belum memenuhi syarat diwajibkan mengikuti pendidikan yang sederajat, yakni Kursus Pendidikan Guru (KPG). Tahun 1989 persyaratan untuk menjadi guru SD ditingkatkan lagi menjadi minimal lulusan program Diploma II (2 tahun setelah SMA/SPG), sedangkan SPG dilikuidasi dan perangkat sumber dayanya diintegrasikan ke Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan atau LPTK (IKIP/FKIP Universitas/STKIP)1.

1

Setelah pendidikan guru di tingkat sekolah lanjutan atas dilikuidasi, dari 273 buah (terdiri dari 213 SPG, 54 SGO, dan 6 SGPLB) yang dialihkan menjadi program D-II di LPTK adalah 64 (35 SPG, 29 SGO), dan 6 SGPLB langsung menjadi S-1. Selebihnya dialihfungsikan menjadi 197 SMA dan 6 buah Balai Pendidikan Guru (BPG).


(14)

Sebelum tahun 1954 SGA dimaksudkan untuk mendidik calon guru SLP dan kursus B1 (1 tahun sesudah SMA) dan B2 (2 tahun sesudah SMA) untuk mendidik calon guru SLTA. Guna memenuhi kebutuhan guru SMA juga diangkat lulusan Candidat 1 (C1) dan

Candidat 2 (C2) universitas dalam bidang studi yang relevan.

Tahun 1954 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan melalui Surat Keputusan Nomor 382/Kab, menetapkan pendirian Pendidikan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) yang didirikan di empat kota, yaitu Batusangkar, Bandung, Malang, dan Tondano untuk mendidik calon guru SLTA. Karena pergolakan politik nasional pada tahun 1957 -1959, PTPG Batusangkar tidak beroperasi lagi, dan banyak mahasiswa yang pindah ke PTPG Bandung. Jauh sebelumnya pendidikan guru MIPA telah dilaksanakan tahun 1947

di Fakulteit van Exacte Wetenschap (sekarang FMIPA ITB) di

Bandung.2 Pada tahun 1957 PTPG bergabung ke universitas

menjadi FKIP. Selanjutnya pada tahun 1963 FKIP tersebut berdiri sendiri menjadi Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) dan kursus B1 dan B2 diintegrasikandengan IKIP. Jumlah IKIP kemudian bertambah menjadi 10. Di luar itu di setiap propinsi yang tidak ada IKIP berkembang FKIP di dalam lingkungan universitas negeri. IKIP/FKIP yang semula dimaksudkan mendidik guru SLTA kemudian juga mendidik guru SLTP dengan

menyelenggarakan crash-program PGSLP dengan beasiswa pada

tahun 1970-an di samping juga menyelenggarakan PGSLA. Pada tahun 1989 SPG dilebur ke dalam IKIP/FKIP.

Tahun 1989 LPTK ditugasi pula mendidik calon guru TK dan SD melalui program Diploma II PGTK dan PGSD. Pada tahun 2006, PGTK berkembang menjadi progam S-1 PG PAUD yang memiliki konsentrasi studi dengan kompetensi lulusan sebagai pendidik pada Kelompok Bermain atau menjadi guru pada Taman Kanak-kanak.

2

FMIPA ITB, 1997

Pedoman Pengembangan Kurikulum LPTK 2


(15)

Menjelang akhir abad XX pada tahun 1999 dalam perkembangan berikutnya IKIP diberikan perluasan mandat untuk tidak saja mengembangkan ilmu pendidikan tetapi juga ilmu-ilmu non kependidikan dalam wadah Universitas. Selanjutnya pada 4 Agustus 1999 berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 93 Tahun 1999, beberapa IKIP diubah menjadi universitas.

Pada kurun waktu 1958 – 1963, ada tiga lembaga yang menyiapkan guru, yaitu Kursus B-I dan B-II, Fakultas Paedagogik Universitet Gadjah Mada dan 3 PTPG yaitu PTPG Bandung, Malang, dan Tondano. Dalam perkembangannya, kursus B-I dan B-II pada awal tahun 1960 diintegrasikan ke dalam FKIP Universitas. Pada tahun 1963 FKIP universitas berubah menjadi Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP). Selanjutnya pada tahun 1963, oleh Kementerian Pendidikan Dasar didirikan Institut Pendidikan Guru (IPG) untuk menghasilkan guru sekolah menengah. Sementara itu berdasarkan Keputusan Menteri P dan K Nomor 6 dan 7 tanggal 8 Februari 1961 Kursus B-I dan B-II diintegrasikan ke dalam FKIP di bawah Kementerian Pendidikan Tinggi yang juga menghasilkan guru sekolah menengah. Dualisme ini dirasakan kurang efektif dan mengganggu manajemen pendidikan guru. Untuk mengatasi masalah ini maka kursus B-I dan B-II diintegrasikan ke dalam FKIP pada Universitas.

Melalui Keputusan Presiden RI Nomor 1 Tahun 1963 tanggal 3 Januari 1963, ditetapkan integrasi sistem kelembagaan pendidikan guru. Salah satu butir pernyataan Keppres tersebut adalah bahwa surat keputusan ini berlaku sejak 16 Mei 1964, FKIP dan IPG diubah menjadi Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP). Dalam perjalanannya, beberapa universitas masih tetap mengembangkan pendidikan guru dalam wadah FKIP.

Perubahan dan atau perkembangan dari FKIP ke IKIP, hingga menjadi Universitas, hakikatnya bukan karena inisiatif dan dinamika internal sivitas akademika, melainkan merupakan bagian dari kebijaksanaan nasional dalam mengembangkan


(16)

Sistem Pendidikan Nasional. Karena itu seperti lazimnya universitas/perguruan tinggi negeri lainnya, tidak boleh lupa bahwa kelahirannya bukan atas inisiatif sivitas akademika melainkan karena kebijakan Pemerintah Republik Indonesia.

Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Pasal 35 ayat (1) kurikulum pendidikan tinggi merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan ajar serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan Pendidikan Tinggi.

Sepanjang perjalanan sejarah pendidikan guru di Indonesia, sistem pendidikan guru ini menggunakan kurikulum dengan dua komponen pokok, yaitu (i) komponen kurikulum untuk memberikan bekal kompetensi kependidikan dan (ii) komponen kurikulum untuk memberikan bekal kompetensi substansi materi yang akan diajarkan. Secara singkat perjalanan Kurikulum LPTK di Indonesia dapat dipaparkan sebagai berikut.

1. Kurikulum Era sebelum 1970an

Kurikulum pendidikan guru pada era sebelum 1970an, pada dasarnya dilaksanakan dengan sistem terintegrasi yaitu pola penyiapan guru yang memadukan elemen pendidikan yang bercirikan nasionalisme, pedagogik, ilmu jiwa, bidang studi yang diajarkan, dan praktik mengajar sebagai bagian yang terintegrasi dalam pembinaan akademik dan profesi. LPTK menghasilkan calon guru dengan kualifikasi lulusan sarjana muda (bachelor degree) dan lulusan sarjana (doctorandus dan

doctoranda). Kurikulum pendidikan guru sebelum tahun

1970-an ini terdiri dari atas6 elemen utama: (i) nasionalisme; (ii) pedagogik; (iii) ilmu jiwa umum dan ilmu jiwa pendidik; (iv) didaktik metodik; (v) bidang studi yang diajarkan, dan (vi) Praktik Mengajar.


(17)

2. Kurikulum Era 1970 – 1990

Kurikulum lembaga pendidikan tenaga kependidikan saat itu dikembangkan untuk menghasilkan calon guru profesional. Pendidikan guru waktu itu dilaksanakan dengan sistem

concurrent atau terintegrasi, yaitu pola penyiapan guru yang

terintegrasi antara pendidikan akademik dan pendidikan profesi, yang ditandai dengan pemberian Ijazah dan Akta Mengajar bagi setiap lulusannya. Kurikulum ini terdiri dari pengembangan kompetensi akademik kependidikan dan kompetensi akademik bidang studi yang diperkuat dengan pengembangan jati diri bangsa Indonesia melalui Mata Kuliah Dasar Umum yang dimaksudkan untuk menyiapkan pendidik yang religius, nasionalis, patriotik, dan berkepribadian luhur. Pengelompokkan kurikulum waktu itu adalah: Kelompok Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU), Mata Kuliah Dasar Kependidikan (MKDK), Matakuliah Penguasaan Bidang Studi (MKPBS), Mata Kuliah Proses Belajar mengajar (MKPBM). MKDK dan MKPBM adalah mata kuliah untuk menyiapkan calon pendidik yang menguasai kompetensi akademik kependidikan, dan MKPBS adalah mata kuliah untuk menyiapkan calon pendidik menguasai kompetensi akademik bidang studi, yang dilandasi dengan MKDU.

3. Dari Kurikulum 1994 ke Kurikulum 2000

Kurikulum 1994 pendekatannya adalah topik inti (content

based curriculum), yang menekankan hasil belajar pada

keutuhan penguasaan substansi bidang ilmu, dan dikelompokkan ke dalam Matakuliah Umum (MKU), Matakuliah Dasar Kependidikan (MKDK), Matakuliah Keahlian I (MKK I), dan Matakuliah Keahlian II (MKK II). MKK I adalah kelompok matakuliah untuk pengembangan kompetensi akademik kependidikan, dan MKK II adalah kelompok matakuliah untuk pengembangan kompetensi akademik bidang studi. Pada implementasi kurikulum tersebut, LPTK waktu itu pernah menerapkan kebijakan untuk menyiapkan


(18)

lulusannya tidak hanya menguasai kemampuan utama sesuai program studinya, tetapi juga kewenangan tambahan yang dikenal dengan program Post Secondary Subject Matter (PSSM) dengan beban belajar kurang lebih 20 sks, sebagai contoh mahasiswa Program Studi Pendidikan Luar Biasa dapat mengambil PSSM Pendidikan Bahasa. Program tersebut kurang sempurna dalam implementasinya, terutama dalam koordinasi pelaksanaan pembelajaran lintas program studi, dan lintas fakutas.

4. Kurikulum LPTK setelah Tahun 2000

Pada tahun 2000, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi mengeluarkan kebijakan tentang pengembangan kurikulum pendidikan tinggi yang dilandasai dengan Keputusan Menteri

Pendidikan Nasional Nomor 232/U/2000. Pendekatan

Kurikulum ini berbasis kompetensi atau populer dengan

sebutan Kurikulum berbasis Kompetensi (competence based

curriculum). Hal ini diperjelas pada Pasal 1 Kepmendiknas

045/U/2002, dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggungjawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu. Penekanan hasil belajar pada keutuhan kompetensi berkarya (a method of inquiry), dan dikelompokkan ke dalam Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MPK), Matakuliah Keilmuan dan Keterampilan (MKK), Matakuliah Perilaku Berkarya (MPB), Matakuliah Keahlian berkarya (MKB), dan Matakuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB).

Di dalam Pasal 2 ayat (1) dijelaskan mengenai Kompetensi hasil didik suatu program studi terdiri atas:

a. Kompetensi utama;

b. Kompetensi pendukung; dan


(19)

c. Kompetensi lain yang bersifat khusus dan gayut dengan kompetensi utama.

Selanjutnya disebutkan pula bahwa kompetensi tersebut dikembangkan ke dalam elemen-elemen kompetensi pada ayat (2) elemen-elemen kompetensi terdiri atas:

a. Landasan kepribadian;

b. Penguasaan ilmu dan keterampilan;

c. Kemampuan berkarya;

d. Sikap dan perilaku dalam berkarya menurut tingkat

keahlian berdasarkan ilmu dan keterampilan yang dikuasai;

e. Pemahaman kaidah berkehidupan bermasyarakat sesuai

dengan pilihan keahlian dalam berkarya.

Elemen-elemen kompetensi tersebut dikembangkan atas dasar kategorisasi dari the four pilars of education UNESCO (1997) yaitu

Learning to know, learning to do, learning to live together, dan

learning to be.

Dalam implementasinya, elemen elemen yang ditetapkan dalam Permendiknas Nomor 045/U/2002 yang semestinya dijadikan dasar dalam mengembangkan kurikulum agar dalam mengembangkan mata kuliah mengandung kelima elemen tersebut, seperti diperkuat oleh PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan pasal 97 ayat 3, cenderung digunakan untuk mengelompokkan matakuliah. Selanjutnya, “kekeliruan” pengelompokan mata kuliah tersebut menjadi kelompok Mata kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK), Mata kuliah Keilmuan dan Keterampilan (MKK), Mata kuliah Perilaku Berkarya (MPB), Mata kuliah Keahlian berkarya (MKB), dan Mata kuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB), menggantikan pengelompokkan mata kuliah pada kurikulum 1994 yaitu MKU, MKK I, dan MKK II.


(20)

Kepmendiknas 232/U/2000 dan 045/U/2002 sesungguhnya dapat disebut kadaluwarsa, mengingat pada tahun 2003 muncul Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab X Pasal 38 (4) menyebutkan bahwa kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan. Bagi LPTK, kurikulum yang dikembangkan selain mengacu pada UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003, juga harus mengacu pada PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, serta Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang di dalamnya terkandung beberapa hal terkait dengan kompetensi guru. Kompetensi guru yang dirumuskan dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 yaitu (1) kompetensi pedagogis, (2) kompetensi profesional, (3) kompetensi sosial, dan (4) kompetensi kepribadian. Rumusan kompetensi inipun masih dirasakan bersifat fragmentaris dan tidak bisa digunakan langsung sebagai landasan penyusunan kurikulum program pendidikan pendidik/guru. Oleh karena itu, dalam upaya standardisasi pengembangan kurikulum LPTK masih diperlukan reformulasi dan penegasan keutuhan kompetensi guruyang mengandung empat kompetensi yang disebutkan.

Dengan lahirnya berbagai produk hukum setelah Kepmendiknas tersebut, sesungguhnya Kepmendiknas tentang kurikulum tersebut menjadi tidak relevan lagi untuk digunakan sebagai landasan pengembangan kurikulum LPTK. Dalam perkembangan terakhir untuk menghasilkan lulusan pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan, telah ditetapkan Peraturan Presiden RI Nomor 8 Tahun 2012 tanggal 17 Januari 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI).

Atas dasar analisis perjalanan kurikulum LPTK, dan

mempertimbangkan rekomendasi Teacher Education Summit yang

dilaksanakan tanggal 14 – 16 Desember 2011 di Jakarta, pemerintah melalui Ditjen Dikti Kemdikbud mengembangkan


(21)

model kurikulum LPTK yang sesuai dengan tuntutan kekinian seperti urgensi untuk menggalakkan kembali pendidikan karakter dan memaksimalkan pemanfaatan TIK dalam pembelajaran, mengacu pada KKNI, dan masa depan untuk menjamin mutu calon pendidik profesional.

Hasil pengembangan model kurikulum LPTK ini selanjutnya akan digunakan sebagai panduan LPTK dalam menyusun kurikulum LPTK.

B. Landasan Yuridis

1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem

Pendidikan Nasional.

2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan

Dosen.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar

Nasional Pendidikan.

4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan

Tinggi

5. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru.

6. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang

Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.

7. Peraturan Presiden RI Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI).

8. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007

tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.

9. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 27 Tahun 2008

tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor.

10.Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara

dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.


(22)

C. Tujuan

Panduan Pengembangan Kurikulum LPTK ini bertujuan sebagai:

1. Acuan bagi LPTK dalam mengembangkan kurikulum yang

sesuai dengan tuntutan kekinian, mengacu pada KKNI dan masa depan untuk menjamin mutu calon pendidik profesional;

2. Rujukan bagi pengembangan kurikulum LPTK yang mampu

menyelesaikan pesoalan nasional di bidang pendidikan.

3. Landasan dalam merekonstruksi program dan

penyelenggaraan pendidikan calon pendidik profesional secara komprehensif di LPTK.


(23)

BAB II

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KURIKULUM

A. Pengembangan Kurikulum LPTK dan Kaitannya dengan KKNI

Dalam pengembangan kurikulum pendidikan tinggi, dalam hal ini LPTK, institusi pendidikan harus melakukan penetapan konsep lulusan yang akan termuat dalam visi dan misi institusi. Konsep lulusan tersebut selanjutnya akan terwujud sebagai profil lulusan. Profil lulusan harus ditetapkan dengan mengacu pada rumusan mutu lulusan dan relevansi. Kesemuanya itu akan dicapai melalui suatu rangkaian proses pendidikan yang bermutu, baik untuk pendidikan akademik maupun pendidikan profesi.

Di samping itu, sosok lulusan harus merujuk kepada standar nasional yang disesuaikan dengan karakteristik pendidikan tinggi yang wajib menyelenggarakan Tri Dharma Perguruan Tinggi meliputi pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Cakupan standar pendidikan tinggi lebih luas dari delapan standar yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Dengan telah terbitnya Peraturan Presiden RI Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), kurikulum LPTK juga sudah harus merujuk kepada cakupan capaian pembelajaran yang ditunjukkan oleh seorang lulusan pada tahap awal sebagai dasar pengembangan keahlian sesuai dengan strata keahlian profesi, yaitu Guru Pertama, Guru Muda, Guru Madya, dan Guru Utama.

Untuk pendidikan calon guru penyusunan kurikulum merujuk kepada cakupan deskripsi umum dan deskripsi jenjang kualifikasi 6 dan 7 pada lampiran Peraturan Presiden RI Nomor 8 Tahun 2012 yang disesuaikan dengan keunikan karakteristik profesi guru yaitu:


(24)

• individu yang unik yang berkembang;

• secara hakiki tidak berbeda dari pendidik;

• subyek layanan yang memiliki berbagai potensi;

• keputusan-keputusan profesional dilakukan dalam situasi

transaksional yang dinamis.

Karena pengembangan ilmu pendidikan juga merupakan tugas program akademik dan profesi, dan karena sifat profesi guru yang unik seperti di atas, maka calon lulusan harus dibekali dengan teori dan praktik, serta kemampuan meneliti.

Terdapat dua kata kunci untuk mengkaitkan antara kurikulum dengan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, yaitu capaian pembelajaran (learning outcomes) dan kualifikasi. Pengemasan capaian pembelajaran ke dalam jenjang kualifikasi KKNI sangat penting untuk keperluan penyandingan maupun penyetaraan kualifikasi dan atau rekognisi antara tingkat pendidikan dan atau tingkat pekerjaan. Di samping itu, pengemasan capaian pembelajaran ke dalam KKNI juga penting untuk keperluan harmonisasi dan kerjasama saling pengakuan kualifikasi dengan negara lain, baik secara bilateral maupun secara multilateral. Untuk mengembangkan kurikulum yang mengacu pada deskriptor jenjang kualifikasi diperlukan tingkatan capaian pembelajaran dimulai dari tingkat universitas (university learning outcomes) hingga tingkat program studi (program learning outcomes) dan capaian pembelajaran perkuliahan (course learning outcomes) yang disandingkan dengan jenjang kualifikasi. Oleh karena itu, panduan pengembangan kurikulum ini akan memberikan petunjuk bagaimana merumuskan capaian pembelajaran untuk tingkat program studi (yang disebut juga standar kompetensi lulusan) dan tingkat perkuliahan. Hal ini dimaksud agar terjadi kekonsistenan dalam capai visi dan misi pengembangan dan layanan pendidikan di LPTK. Deskriptor KKNI di setiap jenjang mengandung tiga capaian yang diharapkan. Pertama adalah keterampilan (kognitif dan psikomotorik) yang dimiliki peserta


(25)

didik setelah menyelesaikan program perkuliahannya. Kedua, pengetahuan (content knowledge) yang melandasai keterampilan yang dimiliki agar mampu beradaptasi dengan perubahan di masa datang. Ketiga, kemampuan manajerial bagi keterampilan dan pengetahuan yang dikuasai agar dapat berkembang sesuai dengan tuntutan profesionalnya.

Pengertian kualifikasi menurut Perpres Nomor 8 Tahun 2012

adalah penguasaan capaian pembelajaran (learning outcomes)

yang menyatakan kedudukannya dalam KKNI. Sedangkan jenjang kualifikasi adalah tingkat capaian pembelajaran yang disepakati secara nasional, disusun berdasarkan ukuran hasil pendidikan dan/atau pelatihan yang diperoleh melalui pendidikan formal, nonformal, informal atau pengalaman kerja. Kualifikasi adalah sebuah istilah yang secara internasional disepakai sebagai pencapaian penguasaan seseorang atas badan pengetahaun (body

of knowledge) dengan keluasan dan kedalamannya yang telah

didefinisikan terlebih dahulu. Dengan adanya KKNI ini akan merubah cara melihat kompetensi seseorang, tidak lagi semata pada ijazah tetapi didasarkan pada pengakuan terhadap hasil pendidikan seseorang secara luas yang akuntabel dan transparan. Implementasi KKNI dalam kurikulum LPTK adalah, bahwa dalam penyiapan guru profesional dapat dilaksanakan (1) dengan pola yang terintegrasi antara pendidikan akademik dan pendidikan profesi, artinya level 6 dan 7 dilaksanakan secara bersamaan, atau (2) dengan pola yang berlapis, yaitu pendidikan akademik terlebih dahulu baru dilanjutkan pendidikan profesi, artinya level 6 terlebih dahulu, baru dilanjutkan pada level 7.

Strategi pengembangan kurikulum LPTK selanjutnya mengacu kepada deskripsi generik dalam KKNI yang dikembangkan menjadi deskripsi spesifik sesuai dengan bidang ilmu dan atau program studi, hingga dapat ditetapkan profil lulusan, yang selanjutnya akan digunakan untuk menetapkan capaian pembelajaran program studi (Program Learning outcomes).


(26)

B. Pengembangan Kurikulum LPTK dan Persoalan Nasional

Bidang Pendidikan

Pengembangan kurikulum LPTK, disamping harus memperhatikan perjalanan sejarah LPTK dan kurikulumya, juga landasan filosofis, empiris, dan yuridis, serta kajian akademik, nampaknya perlu mempertimbangkan persoalan nasional di bidang pendidikan, utamanya persoalan guru. Beberapa persoalan guru yang dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam menyusun kurikulum LPTK, khususnya di dalam menetapkan model-model kurikulum LPTK, adalah sebagai berikut.

Gambar 1. Persoalan Guru dan Arah Baru Kurikulum LPTK

1. Kekurangan dan Distribusi Guru yang Tidak Merata

Walaupun belum dapat disajikan data yang pasti, Indonesia di dalam melaksanakan tugas pembangunan pendidikan nasional, khususnya dalam memberikan layanan pendidikan bagi seluruh warga masyarakat masih menghadapi persoalan kekurangan jumlah tenaga guru, terutama untuk sejumlah bidang pada daerah tertentu. Kekurangan jumlah ini harus diimbangi dengan sistem penyiapan guru profesional


(27)

yanglentur dan seimbang, antara kebutuhan dan jumlah lulusan yang dihasilkan oleh LPTK.

Persoalan distribusi guru merupakan persoalan nyata yang dialami oleh daerah di seluruh Indonesia. Pada daerah atau sekolah tertentu, guru harus mengajar beberapa mata pelajaran dan harus mengajar lebih dari satu kelas. Sebaliknya, pada daerah lainnya, pemberlakuan jumlah jam mengajar 24 jam tatap muka per minggu bagi guru bersertifikat pendidik tidak dapat terpenuhi. Jumlah guru yang telah lulus sertifikasi sampai dengan tahun 2010 sebanyak 753.155 orang (PMPTK, 2010). Ternyata bagi guru yang sudah disertifikasi pun muncul masalah karena kesulitan memenuhi jumlah jam mengajar yang merupakan kewajibannya sebanyak 24 jam mengajar per minggu.

2. Ketidaksesuaian (mismatched)

Persoalan lain yang masih harus diselesaikan dalam upaya mencapai mutu pelayanan pendidikan adalah adanya sejumlah

guru yang terkategori mismatched, yaitu ketidaksesuaian

antara bidang ilmu (latar belakang pendidikan) dengan tugas mengajar. Menurut data yang dikeluarkan PMPTK (2007)

terdapat 16,22% guru-guru yang mismatched. Dari lima

bidang studi yang diteliti saat itu terdapat mismatched pada PKN 15,22%; Pendidikan Agama sebesar 20,80%; Tata Niaga sebesar 27,88%; Fisika sebesar 15,53%; dan Seni sebesar 52,93%. Secara nasional prosentase guru mismatcheduntuk semua jenjang pendidikan sebesar 36,43%. Dampak tidak terpenuhinya kewajiban mengajar minimal 24 jam tatap muka per minggu produktivitas guru menjadi rendah dan di sisi lain terjadi ketidakefisienan anggaran. Selain itu,

mismatchedberdampak pada rendahnya kualitas pembelajaran

yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kualitas pendidikan secara nasional.


(28)

3. Kualifikasi Guru

Saat ini guru yang telah menempuh pendidikan sarjana (S-1 atau D-IV ) masih relatif kecil, untuk guru SD (24,64%), guru SMP (22,64%) dan guru SMA (78,96%). Kondisi ini merupakan salah satu tantangan tersendiri bagi program pendidikan profesional guru. Dengan kata lain, masih terdapat sejumlah besar guru yang belum berkualifikasi sarjana atau D-IV. Padahal Sebagaimana ditegaskan oleh UU RI N0. 14 Th. 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 8 dan pasal 10, bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional tersebut diperoleh melalui pendidikan profesi. Kualifikasi akademik yang dipersyaratkan untuk mengikuti program pendidikan profesi guru adalah Sarjana (S-1) atau D-IV. Saat ini guru yang telah menempuh pendidikan sarjana (S-1 atau D-IV ) masih relatif kecil, baik untuk guru SD, SMP maupun SMA.

4. Pendidikan Guru untuk Daerah Terdepan, Terluar, dan

Tertinggal (3T)

Tidak dapat dipungkiri, Indonesia sebagai ‘Archipelago’, negara besar dengan banyak pulau-pulau, memiliki wilayah yang terkategori terdepan, yaitu wilayah yang secara langsung berhadapan dengan negara lain, terluar, yaitu wilayah yang secara langsung berhadapan dengan samudera, dan tertinggal, yaitu wilayah yang secara sosial, ekonomi, teknologi, bahkan pendidikan, menjadi tertinggal dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia. Kondisi tersebut tentu saja memerlukan suatu cara penyelesaian masalah yang bijak dan strategis. Penyiapan calon pendidik untuk daerah tersebut tidak dapat disiapkan secara reguler atau sama seperti penyiapan guru untuk daerah-daerah pada umumnya di Indonesia. Perlu disiapkan calon guru yang siap untuk mendidik anak-anak


(29)

bangsa di daerah 3T, yaitu melalui suatu sistem pendidikan guru yang mampu menghasilkan guru-guru disamping memiliki jiwa patriotik, juga harus tangguh, memiliki jiwa ketahanmalangan, serta mampu melaksanakan tugas pembelajaran pada kondisi-kondisi khusus, seperti kelas rangkap, atau memiliki kewenangan tambahan agar dapat mengatasi permasalahan kekurangan tenaga pendidik pada bidang-bidang studi tertentu.

5. Kurikulum 2013 dan Kurikulum LPTK

Tahun 2013 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan segera menerapkan kurikulum baru untuk semua satuan pendidikan formal. Kurikulum LPTK disusun agar lulusannya memiliki kompetensi mengembangkan potensi peserta didik sebagaimana tujuan pendidikan nasional yang ditandai dengan tumbuhnya sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu sesuai kompetensi lulusan tiap jenjang pendidikan berdasarkan kurikulum baru ini. Tujuan, isi, proses, dan sistem evaluasi pada Kurikulum 2013 harus dijadikan acuan di dalam mengembangkan kurukulum LPTK.

Berikut ini beberapa isu terkait dengan pelaksanaan kurikulum 2013 yang perlu dipertimbangkan secara serius pada pengembangan kurikulum LPTK:

a. Perumusan kompetensi lulusan LPTK secara terintegrasi

dengan kompetensi lulusan jenjang pendidikan sebelumnya.

b. Penataan isi kurikulum LPTK yang adaptif terhadap

kebutuhan pendidikan pada jenjang sebelumnya, terutama integrasi dan reformulasi isi pada jenjang pendidikan dasar untuk memastikan tercapainya efisiensi dan efektivitas pembelajaran termasuk tingkat kompetitifnya.

c. Perumusan strategi mengimplementasikan pembelajaran

aktif atau Active Learning in School (ALIS) dan Active


(30)

menumbuhkan kreativitas dan kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik.

d. Perumusan strategi mengimplementasikan penilaian

otentik pada sistem evaluasi pembelajaran mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga tingkat perguruan tinggi LPTK.

C. Profil Guru Indonesia

Pasal 1 ayat (1) PP Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Sejalan dengan pernyataan tersebut, agar dapat melaksanakan peran, tugas, dan fungsinya sebagai guru profesional, guru wajib memiliki kompetensi yang diharapkan, yakni keutuhan kompetensi akademik kependidikan dan kinerja profesional yang harus mencakup kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial. Dengan demikian, untuk menghasilkan guru profesional sebagai upaya meningkatkan mutu pendidikan dan memenuhi tuntutan peraturan perundang-undangan (Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru), maka profil lulusan dari lembaga pendidikan tinggi tenaga pendidik dan kependidikan adalah sebagai pendidik dan tenaga kependidikan.

Guru masa depan adalah guru-guru yang menginspirasi, menggairahkan, dan mencerdaskan peserta didik, yang harus disiapkan melalui suatu sistem pendidikan di LPTK yang modern dan bermutu dengan menggunakan kurikulum yang adaptif terhadap tuntutan masa depan. Untuk itu kurikulum LPTK harus


(31)

secara nyata dirancang dan diterapkan dengan prinsip pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Bertolak dari rumusan kompetensi guru sebagaimana arahan UU Nomor 14 Tahun 2005, yang mencakup kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional, arahan KKNI, dan konsep keutuhan kompetensi guru/pendidik sebagai profesi, dengan mengacu kepada kelaziman universal profesi, maka pada dasarnya keutuhan kompetensi guru/pendidik mencakup kompetensi akademik kependidikan dan kompetensi profesional. Kompetensi akademik kependidikan dibangun melalui pendidikan akademik yang bermuara pada penganugerahan S-1 (Kependidikan) dan kompetensi profesional dibangun melalui Pendidikan Profesi (Guru). Dalam perspektif keutuhan kompetensi yang disebutkan dan kompetensi guru berdasarkan arahan UU Nomor 14 Tahun 2005, maka guru sebagai pendidik harus dapat menampilkan kinerja dalam keunggulan-keunggulan profesional dalam hal-hal berikut ini.

1. Keunggulan Penguasaan Pedagogik

Keunggulan pedagogik merupakan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran untuk memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan kepada peserta didik sesuai dengan tujuan pembelajaran. Untuk itu diperlukan penguasaan konten atau bidang studi yang sesuai dengan tingkat kebutuhan pedagogiknya (alinea dua KKNI). Kemampuan pengelolaan pembelajaran seorang guru dicerminkan dengan memahami landasan kependidikan, memahami perkembangan peserta didik, mengembangkan

kurikulum atau silabus, merancang pembelajaran,

melaksanakan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, memanfaatkan teknologi pembelajaran, melakukan evaluasi hasil belajar, mendorong peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya, dan memiliki kemampuan belajar sepanjang hayat (alinea 3 KKNI).


(32)

Pada intinya, guru harus kreatif mengimplementasikan pembelajaran aktif termasuk menciptakan alat bantu pembelajaran, terutama memanfaatkan sumber-sumber lingkungan termasuk bahan-bahan bekas pakai yang terdapat di lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakatnya (alinea 1 KKNI).

Di samping keunggulan di atas, tidak kalah pentingnya adalah kompetensi pedagogi yang lentur, seperti kemampuan melaksanakan pembelajaran kelas rangkap (multi-grade) jika sewaktu-waktu harus menghadapi situasi yang menuntut demikian.

2. Keunggulan Kepribadian

Guru memiliki sifat religius, taat beragama dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya dengan sungguh-sungguh dalam bersikap dan berperilaku sehari-hari, sehingga dapat menjadi teladan dan panutan bagi peserta didik dan masyarakat di lingkungannya (deskripsi umum dalam KKNI). Guru yang unggul dalam kompetensi kepribadian dapat menunjukkan sosok utuh guru yang mencerminkan ciri-ciri dan sifat-sifat berakhlak mulia, arif dan bijaksana, demokratis, mantap, berwibawa, stabil, dewasa, jujur, sportif, secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri, dan mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.

Guru memiliki penampilan yang mantap, meyakinkan dalam setiap langkah, sikap, dan tutur kata sehingga memberi kesan baik dan mendalam bagi peserta didik. Selain itu, guru memiliki sifat kepemimpinan yang tegas, disiplin, taat aturan, dan teguh dalam pendiriannya yang digunakan sebagai bekal untuk membina, mengarahkan, membimbing, dan menuntun peserta didik menjadi manusia yang cerdas, bermanfaat, dan bertanggungjawab.


(33)

Guru memiliki karakter yang kuat sebagai hasil dari olah hati, olah pikir, olahraga, dan olah rasa/karsa. Karakter yang kuat tercermin pada nilai utama karakter: jujur, cerdas, tangguh, dan peduli.

a. Jujur adalah lurus hati, tulus, ikhlas, menyatakan apa

adanya; terbuka; konsisten antara yang dikatakan dan yang dilakukan; berani berkata benar; dapat dipercaya; tidak curang.

b. Cerdas adalah berfikir secara cermat dan tepat, bertindak dengan penuh perhitungan; rasa ingin tahu yang tinggi; berkomunikasi efektif dan empatik; bergaul secara santun; menjunjung kebenaran dan kebajikan; mencintai Tuhan dan lingkungan

c. Tangguh adalah pantang menyerah; andal; kuat

berpendirian; disiplin; tabah; memiliki sikap ketahanmalangan yang tinggi.

d. Peduli adalah memperlakukan orang lain dengan sopan;

bertindak santun; toleran terhadap perbedaan; tidak suka menyakiti orang lain; mau mendengar orang lain; mau berbagi; tidak merendahkan orang lain; tidak mengambil keuntungan dari orang lain; mampu bekerjasama; mau terlibat dalam kegiatan masyarakat; menyayangi manusia dan makhluk lain; setia; cinta damai dalam menghadapi persoalan.

3. Keunggulan Sosial

Keunggulan sosial merupakan pengejawantahan dari

akuntabilitas profesional seorang lulusan. Pada alinea 4 jenjang 6 dalam KKNI dinyatakan bahwa lulusan suatu program yang memiliki tanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi tanggung jawab atas pencapaian hasil kerja organisasi.

Sebagai anggota masyarakat, guru dapat berkomunikasi melalui lisan, tulisan, atau isyarat secara santun, menggunakan


(34)

teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional. Guru juga dapat bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua atau wali peserta didik, dan bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma dan sistem nilai yang berlaku, serta menerapkan prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.

Komunikasi merupakan unsur penting dalam proses pembelajaran. Guru harus memiliki kemampuan komunikasi yang baik dan dapat memberikan kejelasan pesan yang disampaikan, sehingga tidak menimbulkan kesalahan informasi yang diterima. Kemampuan komunikasi guru yang hebat dicirikan dengan penyampaian pesan yang sistematis dan runtut, menggunakan bahasa baku, intonasi suara yang tepat, dan penggunaan bahasa tubuh yang sesuai.

4. Keunggulan Penguasaan Bidang Keahlian

Kompetensi ini merupakan kemampuan guru dalam

menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan

budaya yang diajarkan (content knowledge), serta

mengimplementasikannya dalam proses pembelajaran, sesuai dengan alinea 2 pada deskriptor jenjang 6 dan 7 KKNI. Guru sekurang-kurangnya memiliki (a) penguasaan terhadap materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang diampu, dan (b) penguasaan terhadap konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan, yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang diampu, sehingga mampu memformulasikan penyelesaian masalah prosedural pada bidangnya. Penguasaan terhadap kelompok/rumpun mata pelajaran sangat penting untuk membekali calon guru memiliki kewenangan yang lebih luwes.


(35)

Di samping keunggulan-keunggulan tersebut. Kurikulum LPTK dirancang untuk dapat menghasilkan lulusan yang mampu lebih adaptif terhadap kebutuhan pendidikan pada jenjang sebelumnya (vertikal ke bawah), pendidikan di masyarakat (lateral) dan pendidikan pada jenjang lebih tinggi (vertikal ke atas).

D. Kerangka Model Kurikulum LPTK

Keberadaan Pendidikan Profesi Guru menjadi tuntutan setelah UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mempersyaratkan bahwa guru profesional harus memiliki sertifikat pendidik. Sertifikat pendidik harus menjadi jaminan bahwa seorang guru memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sehat jasmani dan rohani, sehingga mampu mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Frase mampu mewujudkan tujuan pendidikan nasional perlu

dimaknai dalam konteks arahan Pasal 1 (1), Pasal 3, dan Pasal 4 (khususnya ayat 3) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Arahan pasal dan ayat yang disebutkan mengandung implikasi keterkaitan erat dengan keunikan karakteristik profesi pendidik/guru, sebagaimana dijelaskan, dan implikasi pedagogis untuk mewujudkan pembelajaran yang mendidik, yang harus didukung oleh keutuhan penguasaan kompetensi akademik dan profesional kependidikan. Lazimnya seperti dilakukan pada bidang kedokteran, akuntasi, atau hukum, Pendidikan Profesi Guru dilakukan secara internship setelah pendidikan akademik kependidikan dilalui. Pendidikan profesi berisi kegiatan praktik menerapkan kemampuan akademik kependidikan dalam kegiatan profesional guru di sekolah disertai mekanisme pembimbingan dan supervisi yang sistematis dan dalam waktu yang relatif memadai (sekurang-kurangnya 1 tahun atau 2 semester). Bertolak dari kelaziman yang dijelaskan maka Pendidikan Profesi Guru akan mempersyaratkan peserta menguasai kemampuan akademik kependidikan, bergelar S.Pd (Sarjana Pendidikan), bagi mereka yang berasal dari jalur kependidikan dan pembekalan kemampuan akademik


(36)

kependidikan bagi mereka yang berlatar nonkependidikan. Pendidikan akademik dilakukan dalam basis kampus dan berujung diperolehnya kualifikasi Sarjana/D-IV, sedangkan pendidikan profesi dilakukan dalam bentuk internship di sekolah dan berujung diperolehnya sertifikat pendidik. Kesatuan atau keutuhan proses pendidikan guru, mulai dari pendidikan akademik guru hingga diteruskan ke pendidikan profesi guru disebut Pendidikan Profesional Guru.

Berdasarkan kerangka pikir peraturan dan perundang-udangan tersebut, penyelenggaraan program Pendidikan Profesional Guru memerlukan dua tahapan, yakni (1) Pendidikan Akademik Guru (berujung penganugerahan sarjana S-1 kependidikan), dan (2)Pendidikan Profesi Guru (program pendidikan setelah S-1 kependidikan, berujung penganugerahan sertifikat pendidik). Berdasarkan deskripsi di atas, model pengembangan kurikulum LPTK dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip berikut.

Pertama, keutuhan pendidikan akademik dan pendidikan profesi,

yaitu penyelenggaraan akademik guru hingga diteruskan ke pendidikan profesi guru sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari pendidikan profesional guru. Keseluruhan proses penyiapan guru yang mencakup pendidikan akademik dan pendidikan profesi tersebut harus merupakan suatu keutuhan sejak perekrutan, pelaksanaan, hingga penetapan kelulusan. Prinsip keutuhan ini penting mengingat pendidikan profesi guru yang ditegaskan dalam Permendiknas Nomor 8 Tahun 2009 tentang program Pendidikan Profesi guru Prajabatan tidak mengatur pendidikan guru pada tingkat pendidikan akademik.

Kedua, Keterkaitan mengajar dan belajar. Prinsip ini menunjukkan

bahwa bagaimana cara guru mengajar harus didasarkan pada pemahaman tentang bagaimana peserta didik sebenarnya belajar dalam lingkungannya. Dengan demikian penguasaan teori, metode, strategi pembelajaran yang mendidik dalam perkuliahan


(37)

di kelas harus dikaitkan dan dipadukan dengan bagaimana peserta didik belajar di sekolah dengan segenap latar belakang sosial-kulturalnya. Cara guru mengenal dan merespon perilaku belajar peserta didik di kelas adalah penting karena akan membentuk

hakikat linkungan pembelajaran (shaping the nature of the

teaching and learning environment). Oleh karena itu, pada struktur

kurikulum pendidikan akademik untuk calon guru harus menempatkan pemajanan awal (early exposure), yaitu pemberian pengalaman sidini mungkin kepada calon guru dengan magang atau internship di sekolah secara berjenjang. Dalam konteks ini pedagogi harus dipahami sebagai konsep yang merujuk pada dua aspek belajar. Pertama, pedagogi berkaitan dengan apa dan bagaimana peserta didik belajar; kedua, pedagogi berkaitan dengan bagimana guru sebagai pembelajar belajar tentang mengajar dan membentuk keahliannya sebagai seorang profesional.

Ketiga, adanya koherensi antar konten kurikulum. Koherensi

mengandung arti keterpaduan (unity), keterkaitan

(connectedness), dan relevansi (relevance). Koherensi dalam

konten kurikulum pendidikan guru bermakna adanya keterkaitan di antara kelompok matakuliah bidang studi (content knowledge), kelompok matakuliah yang berkaitan dengan pengetahuan tentang metode pembelajaran secara umum (general pedagogical

knowledge) yang berlaku untuk semua bidang studi tertentu

(content specific pedagogical knowledge), pengetahuan dan

keterampilan dalam pengembangan kurikulum (currucular

knowledge), pengetahuan dan keterampilan dalam pemilihan dan

pengembangan alat penilaian (assesment and evaluation),

pengetahuan tentang konteks pendidikan (knowledge of

educational context), serta didukung dengan pengetahuan dan

keterampilan dalam memanfaatkan teknologi informasi dalam

proses pembelajaran (information technology). Koherensi di


(38)

hasil belajar yang sesuai dengan yang dirumuskan dalam capaian hasil belajar setiap program studi kependidikan.

Selain koherensi internal, kurikulum untuk program studi kependidikan harus memperhatikan pula keterkaitan antar konten, baik pedagogi umum, pedagogi khusus maupun konten matakuliah keahlian dan keterampilan dengan realitas pembelajaran di kelas sehingga terbangun keterkaitan kurikulum program studi dengan kebutuhan akan pembelajaran di kelas atau sekolah (university-school curriculum linkage).

Berikut adalah empat model pengembangan kurikulum LPTK, yang secara potensial bisa dipertimbangkan untuk digunakan.

1. Model Terintegrasi antara Pendidikan Akademik dengan Pendidikan Profesi

Gambar 2. Model Kurikulum Terintegrasi Antara Pendidikan Akademik dengan Pendidikan Profesi 1 Semester

Pada model ini, kurikulum LPTK diselenggarakan secara terintegrasi antara program pendidikan akademik yang disebar dalam 8 semester dengan pendidikan profesi guru yang di dalamnya ada workshop pengembangan perangkat


(39)

pembelajaran dan micro serta macro teaching, yang dilanjutkan dengan PPL selama 1 semester bagi calon guru kelas atau Program PGSD dan PGPAUD. Pendidikan akademik terdiri dari atas elemen karakter dan keindonesiaan, akademik kependidikan, akademik bidang studi, metodik khusus, dan elemen KKN, penelitian tugas akhir (skripsi), dan ujian tugas akhir. Selama 3 semester mulai semester 2, semester 4, dan semester 6 dilaksanakan program magang kependidikan sebagai program pengenalan lingkungan sekolah sejak awal

(early exposure on school setting). Pada semester 9

dilaksanakan program PPG yang terdiri dari atas workshop

subject specific pedagogy (SSP) dan PPL bagi calon guru kelas,

pada semester 9.

2. Model Terintegrasi antara Pendidikan Akademik

Berkewenangan Tambahan dengan Pendidikan Profesi

Gambar 3. Model Kurikulum Terintegrasi Pendidikan Akademik dengan Kewenangan Tambahan dan Pendidikan Profesi 1 Semester

Pada model ini, kurikulum LPTK diselenggarakan secara terintegrasi antara program pendidikan akademik yang


(40)

disebar dalam 8 semester untuk kewenangan utama, dan kewenangan tambahan, dengan pendidikan profesi guru yang di dalamnya ada workshop SSP dan PPL selama 1 semester bagi calon guru kelas. Pendidikan akademik terdiri dari atas elemen karakter dan keindonesiaan, akademik kependidikan, akademik bidang studi, metodik khusus, dan elemen KKN, penelitian tugas akhir (skripsi), dan ujian tugas akhir. Program Magang kependidikan juga tetap dilaksanakan selama 3 semester sebagai program pengenalan lingkungan sekolah

sejak awal (early exposure on school setting). Program

kewenangan tambahan sebanyak 24 sks dilaksanakan pada semester 7. Program kewenangan tambahan ini hanya terbatas pada bidang studi yang serumpun. Pada semester 9 dilaksanakan program PPG yang terdiri dari atas workshop

subject specific pedagogy (SSP) dan PPL bagi calon guru kelas,

dan pada semester 9.

3. Model Terintegrasi antara Pendidikan Akademik dengan Pendidikan Profesi 2 Semester

Gambar 4. Model Kurikulum Terintegrasi Pendidikan Akademik dengan Pendidikan Profesi 2 Semester


(41)

Pada model ini, kurikulum LPTK diselenggarakan secara terintegrasi antara program pendidikan akademik yang disebar dalam 8 semester dengan pendidikan profesi guru yang di dalamnya ada workshop SSP dan PPL selama 2 semester bagi calon guru bidang studi. Pendidikan akademik terdiri dari elemen karakter dan keindonesiaan, akademik kependidikan, akademik bidang studi, metodik khusus, dan elemen KKN, penelitian tugas akhir (skripsi), dan ujian tugas akhir. Selama 3 semester mulai semester 2, semester 4, dan semester 6 dilaksanakan program magang kependidikan sebagai program pengenalan lingkungan sekolah sejak awal

(early exposure on school setting). Pada semester 9

dilaksanakan program PPG yang terdiri dari atas workshop

subject specific pedagogy (SSP), dan PPL pada semester 10 bagi

calon guru bidang studi.

4. Model Terintegrasi antara Pendidikan Akademik

Berkewenangan Tambahan dengan Pendidikan Profesi 2 Semester

Gambar 5. Model Kurikulum Terintegrasi Pendidikan Akademik dengan Kewenangan Tambahan dengan Pendidikan Profesi 2


(42)

Pada model ini, kurikulum LPTK diselenggarakan secara terintegrasi antara program pendidikan akademik yang disebar dalam 8 semester untuk kewenangan utama, dan kewenangan tambahan, dengan pendidikan profesi guru yang di dalamnya ada workshop SSP dan PPL selama 2 semester bagi calon guru bidang studi. Pendidikan akademik terdiri dari elemen karakter dan keindonesiaan, akademik kependidikan, akademik bidang studi, metodik khusus, dan elemen KKN, penelitian tugas akhir (skripsi), dan ujian tugas akhir. Program Magang kependidikan juga tetap dilaksanakan selama 3 semester sebagai program pengenalan lingkungan sekolah

sejak awal (early exposure on school setting). Program

kewenangan tambahan sebanyak 24 sks dilaksanakan pada semester 7. Program kewenangan tambahan ini hanya terbatas pada bidang studi yang serumpun. Pada semester 9 dilaksanakan program PPG yang terdiri dari workshop subject

specific pedagogy (SSP) pada semester 9 dan PPL pada

semester 10 bagi calon guru bidang studi. Perlu diperhatikan bahwa SSP harus dilandasi oleh penguasaan subject specific

knowledge (SSK) yang kuat, yaitu penguasaan materi, struktur,

konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu (Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007), agar terpenuhi alinea 2 deskriptor KKNI untuk memenuhi alinea 1 dan 3 KKNI melalui kegiatan workshop.


(43)

5. Model Berlapis antara Pendidikan Akademik dengan Pendidikan Profesi 2 Semester

Gambar 6. Model Berlapis antara Pendidikan Akademik dengan Pendidikan Profesi 2 Semester

Kurikulum model ini merupakan model kurikulum LPTK yang berlapis. Artinya, program akademik (S-1) diselenggarakan terpisah dengan program PPG. Program akademik dilaksanakan selama 8 semester, dengan mencakup elemen karakter dan keindonesiaan, akademik kependidikan, akademik bidang studi, metodik khusus, dan elemen KKN, penelitian tugas akhir (skripsi), dan ujian tugas akhir. sedangkan program PPG selama 2 semester, total 10 semester. Model Kurikulum ini, diajukan dengan mempertimbangkan bahwa profesi guru juga terbuka bagi generasi muda lulusan S-1 nonkependidikan yang berminat untuk menjadi guru dengan persyaratan tertentu. Dengan demikian, program pendidikan profesi guru harus mempersyaratkan peserta menguasai kemampuan akademik kependidikan, bergelar S.Pd.


(44)

bagi mereka yang berasal dari jalur kependidikan dan pembekalan kemampuan akademik kependidikan bagi mereka yang berlatar nonkependidikan.

Model kurikulum berlapis ini juga memberi konsekuensi bahwa perlu adanya sistem seleksi (rekruitmen) bagi calon mahasiswa program PPG, baik yang lulusan S-1 kependidikan ataupun lulusan S-1 nonkependidikan. Dalam semangat kurikulum yang berlapis ini pula, perlu juga dipertimbanglkan “program antara” ataupun program matrikulasi bagi mahasiswa S-1 nonkependidikan, sebelum mengikuti program PPG selama 2 semester.

6. Model Berlapis dengan diawali Penugasan Pengabdian

Mendidik di Daerah 3T (PPG SM-3T)

Model ini adalah model paling ideal, yaitu penyiapan calon guru profesional melalui pentahapan yang sistematika, yang diawali dengan pendidikan akademik. Selanjutnya melalui suatu sistem seleksi yang ketat akan dijaring calon-calon yang memenuhi persyaratan untuk melaksanakan tugas pengabdian di daerah 3T, yang diawali dengan Prakondisi, untuk menyiapkan mereka agar memiliki jiwa ketahanmalangan, mengenali daerah 3T yang akan dituju, dan memiliki kemampuan melaksanakan tugas pembelajaran. Selanjutnya mereka akan ditugaskan di daerah 3T selama 1 tahun.

Setelah mereka berhasil melaksanakan tugas pengabdian mendidik di daerah 3T, maka mereka akan masuk pada tahap Program Pendidikan Profesi Guru. Model ini dapat digambarkan sebagai berikut.


(45)

Gambar 7. Model Kurikulum Berlapis antara Pendidikan Akademik dengan Pendidikan Profesi 2 Semester yang Disela dengan Program

SM-3T

7. Model Terintegrasi antara Pendidikan Akademik

Kolaboratif dengan Pendidikan Profesi 2 Semester

Model ini merupakan model terintegrasi pendidikan akademik kolaboratif dengan pendidikan profesi. Pendidikan akademik kolaboratif yang dimaksudkan adalah program akademik bidang studi yang program studinya tidak diselenggarakan oleh LPTK. Program akademik dilaksanakan selama 8 semester pada perguruan tinggi non LPTK, dilanjutkan matrikulasi untuk penguatan kompetensi akademik kependidikan pada LPTK penyelenggara PPG. Model ini merupakan model terintegrasi pendidikan akademik kolaboratif dengan pendidikan profesi. Pendidikan akademik kolaboratif yang dimaksudkan adalah program akademik bidang studi yang program studinya tidak diselenggarakan oleh LPTK. Program akademik dilaksanakan selama 8 semester pada perguruan tinggi non LPTK, dilanjutkan matrikulasi untuk penguatan kompetensi akademik kependidikan pada LPTK penyelenggara PPG. Elemen


(46)

kurikulum terdiri dari elemen karakter dan keindonesiaan, akademik bidang studi dan elemen KKN, penelitian tugas akhir (skripsi), dan ujian tugas akhir, dilanjutkan dengan matrikulasi terdiri dari akademik kependidikan dan metodik khusus. Sedangkan Program PPG dilaksanakan selama 2 semester. Program Magang kependidikan dilaksanakan selama 3 semester sebagai program pengenalan lingkungan sekolah sejak awal (early exposure on school setting).

Skema penyelenggaraan Pendidikan Profesi Guru dapat dipilah menjadi dua paruh waktu. Paruh waktu pertama (kurang lebih satu semester), peserta didik melakukan praktik merancang perangkat pembelajaran dalam konteks otentik di Sekolah Laboratorium atau Sekolah Mitra, mulai memahami peserta didik, menganalisis kondisi, membuat kalender pembelajaran, satuan acara pembelajaran, menyusun bahan ajar, menyiapkan/membuat media pembelajaran, menyiapkan/

membuat hand-out, dan mengembangkan instrumen

pengukuran hasil belajar. Rancangan pembelajaran ini dikembangkan dalam moda nondigital maupun digital (berupa

rancangan e-Learning), sesuai dengan kebutuhan otentik

Sekolah tempat latihan. Paruh waktu kedua (kurang lebih satu semester), peserta didik melakukan praktik pemberlajaran (menerapkan rancangan yang telah disiapkan/dibuat selama paruh waktu pertama). Semua kegiatan kurikuler tersebut disertai dengan mekanisme pembimbingan/supervisi oleh dosen pembimbing dan guru pamong yang bersertifikat.

8. Model Terintegrasi antara Pendidikan Akademik

Kolaboratif dengan Pendidikan Profesi 2 Semester

Model ini merupakan model terintegrasi pendidikan akademik kolaboratif dengan pendidikan profesi. Pendidikan akademik kolaboratif yang dimaksudkan adalah program akademik bidang studi yang program studinya tidak diselenggarakan oleh LPTK. Program akademik dilaksanakan selama 8


(47)

semester pada perguruan tinggi non LPTK, dilanjutkan matrikulasi untuk penguatan kompetensi akademik kependidikan pada LPTK penyelenggara PPG. Elemen kurikulum terdiri dari elemen karakter dan keindonesiaan, akademik bidang studi dan elemen KKN, penelitian tugas akhir (skripsi), dan ujian tugas akhir, dilanjutkan dengan matrikulasi terdiri dari akademik kependidikan dan metodik khusus. Sedangkan Program PPG dilaksanakan selama 2 semester. Program Magang kependidikan dilaksanakan selama 3 semester sebagai program pengenalan lingkungan sekolah sejak awal (early exposure on school setting).

Program Pendidikan Profesi Guru, yang berupa praktik di lapangan yang otentik (internship) yang disupervisi dosen pembimbing berkualifikasi minimal S-2 berlatarbelakang kependidikan, diselenggarakan selama satu tahun. Dengan demikian, kegiatan kurikulernya bercirikan penggunaan pengetahuan secara bermakna (bercirikan problem solving,

decision making, investigation, dan invention). Hal ini

merupakan pengejawantahan dari alinea 1 dan 4 pada deskriptor KKNI jenjang 6.

Skema penyelenggaraan Pendidikan Profesi Guru dapat dipilah menjadi dua paruh waktu. Paruh waktu pertama (kurang lebih satu semester), peserta didik melakukan praktik merancang perangkat pembelajaran dalam konteks otentik di Sekolah Laboratorium atau Sekolah Mitra, mulai memahami peserta didik, menganalisis kondisi, membuat kalender pembelajaran, satuan acara pembelajaran, menyusun bahan ajar, menyiapkan/membuat media pembelajaran, menyiapkan/

membuat hand-out, dan mengembangkan instrumen

pengukuran hasil belajar. Rancangan pembelajaran ini dikembangkan dalam moda nondigital maupun digital (berupa

rancangan e-Learning), sesuai dengan kebutuhan otentik


(48)

semester), peserta didik melakukan praktik pembelajaran (menerapkan rancangan yang telah disiapkan/dibuat selama paruh waktu pertama). Semua kegiatan kurikuler tersebut disertai dengan mekanisme pembimbingan/supervisi oleh dosen pembimbing dan guru pamong yang bersertifikat.

9. Model Kurikulum untuk Masukan yang Tidak Linier

Kurikulum program Pendidikan Profesi Guru (PPG) berisi program pengemasan materi bidang studi untuk pembelajaran

yang mendidik (subject specific pedagogy) dan program

pengalaman lapangan (PPL) kependidikan. Kecuali untuk program PPG anak usia dini lulusan S-1 PGPAUD dan untuk PPG SD lululusan PGSD yang hanya diprogramkan untuk mengambil kredit antara 18-20 sks, lulusan S-1 lainnya (baik yang dari program kependidikan maupun yang dari program nonkependidikan) diprogramkan untuk mengambil kredit sebanyak 36-40 sks. Ini dilakukan bila berdasarkan tes masuk PPG menunjukkan kekurangan dalam penguasaan bidang studi, maka mereka diharuskan mengambil program penguatan bidang studi yang ditawarkan di PPG. Sementara itu, apabila mereka menunjukkan kekurangan baik pada penguasaan bidang studi maupun pedagogi, mereka diharuskan mengikuti penguatan baik kelompok mata kuliah bidang studi maupun pedagogi dalam PPG semester pertama. Begitu pun lulusan S-1 Psikologi yang mengikuti PPG anak usia dini atau PPG SD juga diwajibkan mengambil kredit antara 36-40 sks. Namun, lulusan S-1 nonkependidikan yang akan mengikuti program PPG diwajibkan untuk mengikuti program matrikulasi terlebih dahulu, untuk pembekalan pengetahuan dan keterampilan pedagogi sejalan dengan prinsip, teori, dan pendekatan yang mendasari berbagai desain pembelajaran dan implementasinya.


(49)

BAB III

ELEMEN KURIKULUM LPTK DAN PENGELOMPOKKAN MATA KULIAH

A. Elemen Kurikulum LPTK

Tugas mendidik berbeda dari tugas menjadi operator yang cukup bekerja dengan daftar log kegiatan. Untuk menjadi pendidik, para pendidik harus sadar atas kemengapaan dari setiap tindakan, dengan merujuk kepada: tujuan yang merupakan capaian hasil belajar yang mencakup wilayah cipta, rasa, karsa, karya (Ki Hajar Dewantara) atau kognitif, afektif, psikomotor (Bloom Taxonomy, 1956), dan learning to know, learning to do, learning to live

together, dan learning to be (Delors, 1996). Atau ditelaah dari

kategori dimensi kecerdasan yang makin berkembang, kecerdasan numerik, spasial, intra personal, inter personal, kinestetik dan lingkungan.

Keutuhan sosok pendidik tidak sepenuhnya dapat diwadahi oleh satu atau dua bidang kajian tetapi menyusup ke dalam keseluruhan proses. Seperti Joyce dan Weil (1986) memberi label instructional effect dan nurturant effect. Konsep learning to live

together dapat melalui pemaparan informasi maupun proses

bagaimana pembiasaan perilaku dalam kehidupan di lembaga penyiapan guru dilakukan. Berbeda dari konsep elemen di dunia keilmuan lain (misal Ilmu Kimia) pengorganisasian elemen kurikulum mengandung ruh sosial, pskilogis yang insani.

Secara cerdas Howard Gardner (2006) melengkapi pemikiran untuk menghadapi masa depan dengan membuat kategorisasi pengembangan sebagai berikut.

Diciplined mind, melalui proses inkuiri yang intensif untuk

mengembangkan ilmu dan teknologi.

Synthesizing mind, yang tidak hanya pandai mengumpulkan

informasi tetapi menyeleksi dan mengolahnya untuk memecahkan berbagai masalah.


(50)

Creating mind, mengembangkan gagasan yang kaya, melihat dengan jeli solusi berbagai permasalahan secara kreatif.

Respectful mind, kecakapan menghargai keragaman budaya.

Ethical mind, dikembangkan agar dapat memperlakukan

manusia dan lingkungan secara etis.

Agar setiap pengalaman belajar dan isi mata kuliah benar-benar berada dalam konteks pekerjaan yang ditekuni, dalam konteks ini profesi guru, dengan meminjam pemikiran Gardner (2006), maka dalam mata kuliah seyogyanya dikembangkan kemampuan yang terkait dengan kecerdasan: (a) keilmuan, (b) mensintesis, (c) berkreasi, (d) menghargai, dan (e) etik. Kemampuan tersebut secara akumulatif akan membangun keutuhan kepribadian, jelasnya kepribadian peserta didik calon guru dengan segala perangkat hard skills dan soft skill-nya. Dengan demikian Kurikulum Pendidikan Guru di dalam membentuk sosok utuh kompetensi guru benar-benar harus menyiapkan perangkat pengalaman belajar yang relevan dan terukur dengan kompetensi utuh. Kurikulum yang disusun bukan semata-mata penyiapan mata kuliah/kelompok mata kuliah, yang dikembangkan melalui pendidikan akademik maupun profesi, baik dalam program pendidikan guru terintegrasi maupun konsekutif. Demikian pula kurikulum harus secara konsisten menerapkan competency-based

instruction yang bertumpu pada spesifikasi pengalaman belajar

yang harus dialami para calon guru, tidak cukup hanya dengan penyediaan materi pembelajaran, yang dapat membangun secara serasi penguasaan hard skills dan soft skills oleh para calon guru. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Guru sebagai satu keutuhan, yang menjamin terbentuknya sosok utuh kompetensi Guru, sebagaimana tertuang dalam program pendidikan akademik dan pendidikan profesi guru. Kompetensi guru sebagai agen pembelajaran yang meliputi kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial tidak identik dengan dan tidak dapat langsung dijadikan sebagai struktur kurikulum, dan oleh karena


(51)

itu perlu dikerangkai ke dalam kerangka keutuhan kompetensi guru yang mengandung kompetensi akademik dan profesional. Dengan demikian kurikulum inti pendidikan guru terdiri atas (a) Mata Kuliah Umum dengan tujuan penguasaan kompetensi dasar umum, yang kandungannya meningkatkan keimanan dan ketakwaan, yang didampingi penumbuhan kemandirian berpikir, cerdas, terampil, menghormati keragaman budaya, menjunjung tinggi etika dan bertanggung jawab atas kesejahteraan bangsa dan tanah air, yang spesifikasinya bisa disusun oleh Tim Khusus di tingkat Ditjen Dikti, (b) Mata Kuliah Keahlian dengan tujuan penguasaan kompetensi akademik substansi kajian (subject

specific knowledge atau content knowledge), (c) Mata kuliah

Kependidikan dengan tujuan penguasaan kompetensi akademik kependidikan, dan (d) Profesi.

Keutuhan kurikulum LPTK terdiri dari elemen-elemen yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, dilengkapi dengan elemen spesifik yang menjadi karakteristik penyiapan calon guru profesional.

Elemen-elemen kurikulum LPTK sebagai berikut. a. Nasionalisme dan landasan kepribadian;

b. Penguasaan akademik kependidikan

c. Penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga;

d. Kemampuan dan keterampilan berkarya;

e. Sikap dan perilaku dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan ilmu dan keterampilan yang dikuasai;

f. Penguasaan kaidah berkehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam berkarya.

Penjelasan dari tiap-tiap elemen kompetensi tersebut adalah sebagai berikut:


(52)

1. Nasionalisme Landasan kepribadian, yaitu elemen kompetensi yang sepatutnya dimiliki para calon guru berkaitan dengan karakter dan kepribadian bangsa Indonesia yang antara lain ditandai dengan jiwa kebangsaan (nasionalisme), cinta tanah air dan berprilaku sesuai dengan prinsip dan nilai Pancasila.

2. Penguasaan Akademik Kependidikan, yaitu elemen

kompetensi yang harus dimiliki para calon guru dalam hal penguasaan kompetensi akademik kependidikan, antara lain penguasaan makna dan filsafat pendidikan, penguasaan dimensi perkembangan kepribadian peserta didik, kemampuan pendekatan perkembangan (psikologis) dalam pembelajaran peserta didik, kemampuan memahami dan mengembangkan dimensi belajar dan pembelajaran, penguasaan teknologi, informasi dan komunikasi dalam pembelajaran, serta penguasaan asesmen berbasis perkembangan perserta didik. Melalui penguasaan akademik kependidikan inilah akan dihasilkan profil pendidik yang unggul dalam kompetensi pedagogik.

3. Penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga. Elemen ini berkaitan dengan kemampuan pendidik dalam hal penguasaan substansi bidang keahlian sesuai dengan program studi masing-masing. Penguasaan tersebut disertai dengan kemampuan pendidik dalam memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, memiliki jiwa seni dan kesamaptaan jasmani.

4. Kemampuan dan keterampilan berkarya. Elemen ini

berkaitan dengan kemampuan unjuk kerja sebagai seorang pendidik yang kompeten, terampil, komunikatif, sadar mutu, yang ditandai dengan kemampuan melaksanakan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.


(53)

5. Sikap dan perilaku dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan ilmu dan keterampilan yang dikuasai. Elemen ini berkaitan dengan karakter pendidik yang kuat sebagai hasil dari olah hati, olah pikir, olah raga, dan olah rasa/karsa. Karakter yang kuat tercermin pada nilai utama karakter jujur, cerdas, tangguh dan peduli.

6. Penguasaan kaidah berkehidupan bermasyarakat sesuai

dengan pilihan keahlian dalam berkarya. Elemen ini berkaitan dengan kemampuan pendidik dalam berkomunikasi dengan masyarakat, baik melalui lisan, tulisan, atau isyarat secara santun, menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional.

Keenam elemen kurikulum tersebut berkaitan erat dan merupakan koherensi yang utuh untuk mengantarkan para calon guru ke arah sosok guru masa depan yang profesional dan sesuai dengan kebutuhan. Koherensi keenam elemen

kurikulum mengandung makna adanya Keterpaduan (unity),

keterkaitan (connectedness), dan relevansi (relevance) antar elemen kurikulum yang dikembangkan. Koherensi elemen kurikulum pendidikan guru juga mengandung makna adanya

keterkaitan di antara kelompok mata kuliah umum (general

science) dan ke-Indonesiaan, kelompok mata kuliah bidang

studi (content knowledge) atau subject specific knowledge, kelompok mata kuliah yang berkaitan dengan pengetahuan tentang kependidikan dan metode pembelajaran secara umum

(general pedagogical knowledge), pengetahuan dan

keterampilan dalam pengembangan kurikulum (curriculer

knowledge), pengetahuan dalam menganalisis karakter peserta

didik (knowledge about learner), pengetahuan dan

keterampilan dalam pemilihan dan pengembangan alat penilaian (asessment and evaluation), pengetahuan tentang konteks kependidikan (knowledege of educational context), disertai dengan pengetahuan dan keterampilan dalam


(54)

memanfaatkan teknologi informasi dalam proses pembelajaran (tehcnological pedagogical content knowledge). Koherensi antar elemen dalam struktur kurikulum ini diharapkan dapat menghasilkan hasil belajar yang sesuai dengan yang dirumuskan dalam capaian pembelajaran setiap program studi.

Keenam elemen kurikulum ini juga merupakan dasar bagi pengelompokan mata kuliah, baik mata kuliah yang termasuk kurikulum inti, maupun mata kuliah yang termasuk pilihan (elektif).

B.Pengelompokkan Mata Kuliah

Pengelompokkan rumpun mata kuliah berdasarkan tema kajian, dapat dikembangkan olehLPTK dan menjadi kewenangan LPTK masing-masing. Pengelompokan mata kuliah dapat didasarkan pada karakteristik yang sama dari capaian pembelajaran perkuliahan,

atau keterkaitan antar konsep esensial dari setiap content

knowledge yang ada dalam capaian pembelajaran

perkuliahan(course learning outcomes).Pengelompokan mata kuliah semata-mata hanya untuk kemudahan penatakelolaan matakuliah. Berikut contoh, dan setiap LPTK dapat mengembangakan yang lebih relevan, pengelompokan mata kuliah.

1. Kelompok Mata Kuliah Umum (MKU)

2. Kelompok Mata Kuliah Dasar Kependidikan (MKDK)

3. Kelompok Mata Kuliah Bidang Keahlian (MKBK)

4. Kelompok Mata Kuliah Keterampilan Proses Pembelajaran

(MKKPP)

5. Kelompok Mata Kuliah Pengembangan Pendidikan (MKPP)

Pertama, kelompok mata kuliah umum (general science) dan

keIndonesiaan, yaitu kelompok mata kuliah yang berhubungan dengan elemen kurikulum yang berhubungan dengan


(55)

pengembangan jiwa kebangsaan, cinta tanah air, sosial, kepribadian, dan karakter bangsa. Kelompok mata kuliah umum ini membekali para mahasiswa sebagai calon guru dengan kompetensi dasar umum, yang kandungannya antara lain meningkatkan keimanan dan ketakwaan, keIndonesiaan yang didampingi penumbuhan kemandirian berpikir, cerdas, terampil, menghormati keragaman budaya, menjunjung tinggi etika dan bertanggung jawab atas kesejahteraan bangsa dan tanah air. Termasuk dalam Kelompok Mata Kuliah Umum (MKU) adalah Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Pendidikan Sosial dan Budaya (PSB), Pendidikan Jasmani dan Olah Raga, Matematika atau Statistika atau Logika, dan Kuliah Kerja Nyata (KKN).

Kedua, Mata Kuliah Dasar Kependidikan (MKDK) yaitu kelompok

mata kuliah dasar akademik kependidikan yang membekali para calon pendidik dengan kompetensi dasar yang berkaitan dengan dasar keilmuan mendidik (scientific basis of the art of teaching). Beberapa mata kuliah dapat berupa Filsafat Pendidikan, Psikologi Pendidikan, Bimbingan dan Konseling, Kurikulum dan Pembelajaran, dan Pengelolaan Pendidikan.

Ketiga, Mata Kuliah Bidang Keahlian (MKBK) yaitu mata kuliah yang

berkaitan dengan kompetensi akademik substansi kajian utama

(content knowledge) yang sesuai dengan jurusan atau program studi

masing masing. Termasuk dalam kelompok ini adalah mata kuliah Program Pengenalan Lapangan,Magang, dan PPG. Dalam kelompok

ini juga termasuk mata kuliah pilihan (elective) yang

dikembangkan dalam bentuk paket pilihan mata kuliah guna memperkuat dan memperdalam kompetensi utama lulusan (yang relevan dengan rumpun bidang studinya) yang sejalan dengan visi dan misi program studi/jurusan. Mata kuliah pilihan juga dapat memberikan kemampuan tambahan yang memungkinkan lulusan memiliki kewenangan tambahan untuk menghadapi situasi lapangan yang beragam. Semua Mata kuliah pilihan dapat


(56)

diambil dalam program studi sendiri dan/atau di luar program studi serumpun dan dapat berubah (fleksibel) sesuai kebutuhan.

Keempat, Mata Kuliah Keterampilan Proses Pembelajaran (MKKPP)

yaitu kelompok mata kuliah ini yang merupakan elemen kompetensi khusus yang mencakup teori dan praktik pelaksaan proses pembelajaran untuk kelompok peserta didik dan bidang studi tertentu (content specific pedagogy). Kelompok mata kuliah ini diarahkan pada kecakapan yang berhubungan praktik pengembangan perangkat pembelajaran di sekolah (silabus, RPP, pengembangan materi ajar, pendekatan, metode dan teknik pembelajaran, media pembelajaran, alat penilaian). Kelompok mata kuliah ini juga mengaplikasikan prinsip, konsep, dan teori yang dibahas di perkuliahan; interaksi pembelajaran di kelas; dan kegiatan pembelajaran lainnya, seperti remedial. Termasuk ke dalam kelompok mata kuliah ini adalah Strategi Pembelajaran Bidang Studi, Media Pembelajaran dan TIK Bidang Studi; Penelitian Bidang Studi; Telaah Kurikulum dan Perencanaan Pembelajaran Bidang Studi; dan Belajar dan Pembelajaran Bidang Studi, dan Evaluasi Bidang Studi.

Kelima, Mata Kuliah Pengembangan Pendidikan (MKPP) yaitu mata

kuliah yang membekali para calon guru untuk dapat mengembangkan keilmuan dari bidang studi yang ditekuninya berdasarkan praksis praksis pendidikan yang dianalisis dengan bekal metodologi penelitian baik secara kualitatif dan dan kuantitatif, termasuk di dalamnya Inovasi Pendidikan. Contoh kelompk mata kuliah ini adalah: Metodologi Penelitian, Inovasi Pendidikan.

Sejalan dengan prinsip koherensi dalam pengembangan kurikulum LPTK dan keterkaitan kurikulum LPTK dengan sekolah (

university-school basedcurriculum), pengembangan kurikulumnya harus

menunjukkan keterkaitan antara mata kuliah pedagogi umum dan khusus dengan praktik pembelajaran di sekolah. Mata kuliah Magang yang disebar dalam 3 atau 4 semester, dapat dipandang


(57)

sebagai pemajanan awal (earlier exposure) para calon guru pada situasi pembelajaran di kelas/sekolah. Tahapan yang dilaksanakan adalah (1) tahapan observasi terhadap praktik pembelajaran di kelas dan aspek-aspek yang terkait dengan pengelolaan dan implementasi kurikulum sekolah; (2) tahapan mengkaji aspek praktis kurikulum sekolah dan penerapnanya di kelas yang dikaitkan dengan perkuliahan kedua kelompok mata kuliah tersebut; (3) tahap penyusunan rancangan pembelajaran dan implementasinya berdasarkan keterkaitan antara yang diperoleh diperkuliahan dengan yang dipelajari di sekolah; dan (4)

melaksanakan praktik pembelajaran di kelas (internship atau

practicum).

Seluruh beban studi untuk program pendidikan S-1 adalah antara 144 - 158 sks. Secara garis besar, struktur kurikulum S-1 terdiri

atasKurikulum Inti (core curriculum) yang dimaksudkan untuk

mengembangkan kompetensi utama lulusan (sekitar 85% dari keseluruhan sks yang harus diambil oleh mahasiswa) danKurikulum Pilihan (elective curriculum) yang dimaksudkan untuk memperkuat kompetensi utama/kompetensi penunjang (sekitar 15% dari keseluruhan sks yang harus diambil oleh mahasiswa). Kewenangan tambahan diluar mata kuliah utama dan mata kuliah pilihan sebanyak 24 sks.


(1)

pertimbangan ahli secara langsung (on-the-spot expert judgement). Ini berarti bahwa perlu dikembangkan sarana asesmen yang serupa di pendidikan profesi guru. Yang juga perlu dicatat sebagaimana telah diisyaratkan di atas, adalah bahwa asesmen kemampuan profesional guru itu tidak cukup jika hanya dilaksanakan melalui pemotretan sesaat (snapshot atau moment opname), melainkan harus melalui pengamatan berulang, karena sasaran asesmen penguasaan kompetensi profesional itu bukan hanya difokuskan kepada sisi tingkatan kemampuan (maximum behavior) melainkan pada kualitas keseharian (typical behavior) kinerja guru. Ini berarti bahwa, asesmen penguasaan kemampuan profesional itu perlu lebih mengedepankan rekam jejak (track record) dalam penyelenggaraan pengelolaan pelayanan pembelajaran yang memandirikan dalam rentang waktu tertentu. Evaluasi terdiri atas (a) Evaluasi Laporan Akhir Setiap Mata Kuliah dalam bentuk portofolio dan (b) Uji Kompetensi Guru yang dilakukan oleh LPTK bekerja sama dengan Asosiasi Profesi. Mahasiswa yang berhasil dengan baik menguasai kompetensi profesional guru melalui Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) yang berupa Progam Pengalaman Lapangan sebagaimana dipaparkan dalam bagian ini, dianugerahi Sertifikat Pendidik Profesional.

Penilaian dalam implementasi program LPTK ditujukan untuk menilai proses dan hasil belajar mahasiswa. Penilain yang pertama (formative assessment) informasi yang dikumpulkannya digunakan untuk perbaikan proses pembelajaran (program delivery). Sementara itu, penilaian yang kedua (summative assessment) ditujukan untuk menilai ketercapaian hasil belajar mahasiswa (learning outcomes). Untuk melihat efektivitas pembelajaran, penilaian terhadap capaian hasil pembelajaran pada setiap akhir program pembelajaran dibandingkan dengan penilaian sebelum mahasiswa menginguti program (perkuliahan) dalam bentuk memperbandingkan kemampuan awal masiswa (entry level-nya) dengan


(2)

kemampuan masiswa di akhir pembelajaran (exitlevel). Dengan membandingkan antara kemampuan awal dan akhir mahasiswa dalam mengikuti suatu perkuliahan, profil kemampuan mahasiswa dalam setiap mata kuliah dan kelompok mata kuliah dapat dipetakan dalam kaitannya dengan upaya pencapaian hasil pembelajaran yang tertuang dalam Kerangka Kualifikasi Lulusan tiap program studi/jurusan. Dengan terpetakannya profil kemampuan mahasiswa selama proses pembelajaran menuju pencapaian kualifikasi lulusan, program studi/jurusan dapat mengambil langkah dalam memberikan program pendampingan atau pemanduan bagi paramahasiswa yang belum mencapai kriteria ketuntasan belajar mereka sesuai standar yang dikembangkan (standar penilaian yang merujuk pada capaian hasil pembelajaran), antara lain, melalui program tutorial, dan remedial yang terstruktur dengan baik.


(3)

BAB V PENUTUP

Panduan Pengembangan Kurikulum LPTK ini dibuat berdasarkan analisis dokumen dari berbagai sumber: Perundang-undangan, Konsep Pendidikan Profesional Guru, Panduan Pengembangan Kurikulum dari DIKTI, Ketentuan Pokok Pengembangan Kurikulum LPTK yang berlaku yang ditetapkan melalui Keputusan Senat Akademik LPTK. Panduan ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam melakukan penyusunan dan perubahan kurikulum program studi atau jurusan secara sistematik agar kurikulum program studi/jurusan dilingkungan LPTK bersatandar pada ketentuan pokok pengembangan kurikulum LPTK untuk menghasilkan guru profesional. Khusus untuk program studi kependidikan, pengembangan kurikulum yang dilakukan pada tingkat universitas dan program studi atau jurusan sejalan dengan konsep Program Pendidikan Profesi Guru.


(4)

(5)

DAFTAR PUSTAKA

Brian Bowe and Marian Fitzemaurice. TT. Guide to Writing Learning Outcomes. Dublin: Learning and Teaching Centre

Darling-Hammond, L. dan J. Bransford, (Eds). 2005. Preparing Teachers for a Changing World. San Fransisco, CA.: Jossey-Bass.

Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. 2003. Higher Education Long-Term Strategy, 2003 - 2010. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. 2008. Buku Panduan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan

Tinggi, Sebuah Alternatif Penyusunan Kurikulum. Jakarta:

Direktorat Akademik, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Gage, N.L. 1978. The Scientific Basis of the Art of Teaching. New York:

Teachers College, Press.

John Biggs and Catherine Tang. 2007. Teaching for Quality Learning at University. New York: University Press McGraw-Hill Education Joyce, B. Dan M. Weil. 1972. Models of Teaching. Englewood Cliffs, New

Jersey: Prentice-Hall.

Kolb, D.A. 1984. Experiential Learning: Expriences as the Source of Learning and Development. Englewood Cliffs, N.J.: Prantice-Hall. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 232/U/2000 tentang

Pengembangan kurikulum evaluasi prestasi belajar mahasiswa. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.


(6)

Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 045/U/2002. tentang Kurikulum Inti Pendidikan tinggi. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar pendidik. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Peraturan Presiden RI Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka

Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI).

Permennegpan dan RB Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. UPI . 2010. Re-Desain Pendidikan Profesional Guru. Bandung: UPI Press.