3.2 Variabel Abiotik
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Sungai Bah Bolon didapatkan nilai faktor fisik kimia seperti pada Tabel 3.5 berikut:
Tabel 3.5 Rata-rata Nilai Faktor Fisik Kimia yang Diperoleh pada Setiap Lokasi Penelitian di Sungai Bah Bolon
No Variabel
Satuan Lokasi
1 2
3 4
1 Temperatur
o
C 26
27 27
28 2
Penetrasi Cahaya cm
43 35
40 30
3 pH air
- 7,8
7,7 7,6
7,4 4
DO Dissolved Oxygen mgl
7,3 6,8
6,4 6,1
5 BOD
5
Biochemical Oxygen Demand mgl
0,3 0,8
0,9 1,1
6 COD Chemical Oxygen Demand
mgl 3,136
4,704 5,488
6,272 7
Kandungan Substrat Organik 0,567
3,274 1,146
0,814 8
Kejenuhan Oksigen 92,40
87,17 82,05
79,22 9
Intensitas Cahaya Candela
760 552
482 283
10 Kecepatan Arus
ms 1,5
1,1 2
0,8 Keterangan
: Lokasi I
: Daerah bebas aktivitas Lokasi II
: Daerah pembuangan pabrik es Lokasi III
: Daerah pembuangan pabrik rokok Lokasi IV
: Daerah pertanian
3.2.1 Temperatur
Berdasarkan Tabel 3.5 diketahui bahwa nilai temperatur pada lokasi penelitian berkisar antara 26 – 28
o
C. Lokasi IV memiliki temperatur tertinggi sebesar 28
o
C yang merupakan daerah pertanian sedangkan lokasi I memiliki temperatur terendah
sebesar 26
o
C yang merupakan daerah bebas aktivitas. Temperatur pada setiap lokasi tidak jauh berbeda atau tidak mengalami fluktuasi relatif konstan karena tidak
mengalami perubahan yang tinggi.
Menurut Barus 2004, hlm: 46, fluktuasi temperatur di perairan tropis yang umumnya sepanjang tahun mempunyai fluktuasi temperatur udara yang tidak terlalu
tinggi sehingga mengakibatkan fluktuasi temperatur air tahunan juga tidak terlalu
besar. Brower et al., 1990, hlm : 594 mengatakan bahwa kondisi temperatur perairan dipengaruhi oleh kondisi atmosfir yang mengontrol iklim, musim, dan perubahan
cuaca serta keadaan intensitas cahaya matahari pada permukaan air serta faktor kanopi di sekitar perairan. Kisaran temperatur yang optimal untuk pertumbuhan bentos antara
20
o
C – 30
o
C.
3.2.2 Penetrasi Cahaya
Berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh data penetrasi cahaya pada setiap lokasi tidak jauh berbeda yakni berkisar antara 30 – 43 cm. Intensitas cahaya
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penetrasi cahaya pada suatu perairan. Sastrawijaya 1991, hlm: 99 menjelaskan bahwa cahaya matahari tidak
dapat menembus dasar perairan jika konsentrasi bahan tersuspensi atau terlarut tinggi, akibatnya akan mempengaruhi proses fotosintesis di dalam air dan demikian pula
sebaliknya.
Bahan organik seperti ganggang, fitoplankton, zooplankton, dan sampah organik lainnya makin tertimbun pada permukaan air. Akibatnya kejernihan air
menurun dan menjadi keruh, mula-mula perlahan kemudian relatif makin cepat. Hal ini berarti sinar matahari tidak dapat lagi menembus ke dalam air seperti semula,
sehingga proses fotosintetis dalam perairan itu makin lama makin terbatas di sekitar permukaan air saja. Dengan meningkatnya jumlah total kegaitan biologi dalam
perairan per unit waktu dan volume air tertentu, produksi sampah organik pun meningkat pula. Sampah ini mula-mula terapung tetapi kemudian tenggelam ke dasar
perairan. Ditambah dengan pemasukan bahan dari luar, lama-lama kelamaan danau semakin dangkal oleh penegndapan bahan. Apabila kecepatan aktivitas biologi begitu
tinggi dan konsentrasi organisme hidup begitu besar, produksi bahan organik menjadi cukup besar dan airnya pun menjadi sangat keruh. Akibatnya sinar matahari paling
dalam hanya dapat menembus air sedalam 1 – 3 meter saja Soeriaatmadja, 1989, hlm: 66.
3.2.3 pH