PENGARUH PEMERIKSAAN PAJAK, PENAGIHAN PAJAK, NORMA MORAL DAN KEBIJAKAN SUNSET POLICY TERHADAP PENINGKATAN PENERIMAAN PAJAK (Studi Empiris Pada Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Sleman)

(1)

MORAL DAN KEBIJAKAN SUNSET POLICY TERHADAP PENINGKATAN PENERIMAAN PAJAK

(Studi Empiris Pada Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Sleman)

THE INFLUENCE OF TAX AUDIT, TAX COLLECTION, MORAL NORMS AND SUNSET POLICY TO THE TAX REVENUE

(Empirical Study of Individual Taxpayers in KPP Pratama Sleman)

Oleh

BUNGA FITRIANA KUSUMA WATI 20130420391

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

i

THE INFLUENCE OF TAX AUDIT, TAX COLLECTION, MORAL NORMS AND SUNSET POLICY TO THE TAX REVENUE

(Empirical Study of Individual Taxpayers in KPP Pratama Sleman)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh

Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh

BUNGA FITRIANA KUSUMA WATI 20130420391

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

(4)

v

Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja

keras (untuk urusan yang lain). Dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap.

(QS. Al-Insyirah,6-8)

Banyak kegagalan hidup terjadi karena orang-orang tidak menyadari Betapa dekatnya kesuksesan ketika mereka menyerah

(Thomas Alfa Edison)

Man jadda wajada


(5)

vi

Ku persembahkan karya skripsi ini teruntuk: Mamah dan Bapak tercinta sebagai semangatku Kakaku yang selalu menyayangiku Almamater tercinta...


(6)

vii

sehingga saya bisa menyelesaikan skripsi ini dengan lancar.

 Mamahku, Ade Kesri terimakasih untuk segalanya selama ini mah,

terutama untuk do’a dan dukungan yang tiada hentinya mamah berikan kepadaku.

 Bapakku, Dawud terimaksih untuk segala dukungan, nasehat, dan

perhatian yang selalu bapak berikan selama ini.

 Kakakku, mas Andri Kiswanto yang selalu memberi semangat

dukungan serta inspirasinya terimakasih.

 Bapak Drs. Afrizal Tahar, S.H., M.Acc., AK., CA. yang sudah banyak

membantu saya dari pembuatan proposal hingga skripsi. Maaf ya pak kalau selama ini saya sering merepotkan bapak.

 Teman terbaikku Ulfah Fauziyah terimakasih untuk bantuan,

semangat dan perjuangannya selama kurang lebih 4 tahun ini. Alhamdulillah akhirnya bisa wisuda bareng mbak.

 Artitiastuti teman satu perjuangan magang dan penelitian,

terimaksih untuk dukungannya. Semangat terus ya....

 Atun yang sudah mau sabar bantuin dan nganterin kemana-mana

selama di Jogja ini.

 Teman-teman satu DPS Vina, Lady, Indah, Harum dan Tya sukses

selalu buat kalian.

 Pak Tri, Pak Joko dan Pak Lukman serta seluruh pegawai DJPB

Provinsi DIY terimaksih untuk arahan, nasehat serta pengalaman magangnya. Semoga saya bisa kembali lagi ke kantor tersebut untuk bekerja disana. Aamiin...


(7)

viii

 Rani, Lutfi dan teman-teman satu tempat magang di DJPB Prov

DIY. Kangen banget sama kalian, semoga kita bisa bertemu lagi.

 Keluarga kos Hafsyah, Dwi, Iis, Mbak Ela, Mbak Uyun terimakasih

selalu ada selama ini. Sayang banget sama kalian...

 Mbak Lusi, Ela, Yeny, Dante, Ines, dan Dewi, terimakasih sudah

mau membantu saya selama ini.

 Adek Mega dan Nurul makasih udah mau ngertiin kaka

tingkatnya.

 Teman-teman akuntansi kelas J yang tidak bisa saya sebutkan satu

persatu terimaksih untuk cerita dan kebahagian selama 4 tahun ini.

 Teman-teman KKN team 36 Ima, Nisa, Yanda, Intan, Ivan, Fauzan,

Endrawan, Novela, Harum, Putri, Aam, Thalib, dan Afit. Banyak sekali pembelajaran yang saya dapatkan dari kalian. Team 36 terbaek.

 Akuntansi 2013 yang banyak memberikan cerita, kenangan dan

segalanya yang saya dapatkan dari kalian tidak akan saya lupakan.

 Semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu


(8)

xiii

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

INTISARI ... ix

ABSTRAK ... x

KATA PENGANTAR ... xi

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Batasan Masalah ... 8

C. Rumusan Masalah ... 9

D. Tujuan Penelitian ... 9

E. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

A. Landasan Teori ... 11

1. Theory of Planned Behavior ... 11

2. Teori Pembelajaran Sosial ... 17

3. Pengertian Pajak ... 19

4. Pengertian Pemeriksaan Pajak ... 21

5. Pengertian Penagihan Pajak ... 26

6. Pengertian Norma Moral ... 30

7. Pengertian Kebijakan Sunset Policy ... 32

8. Pengertian Penerimaan Pajak ... 36

B. Hipotesis ... 38


(9)

xiv

A. Subyek Penelitian ... 45

B. Teknik Pengambilan Sampel ... 45

C. Jenis Data ... 45

D. Teknik Pengumpulan Data ... 46

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 47

F. Uji Kualitas Instrumen ... 51

G. Uji Hipotesis dan Analisis Data ... 54

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 57

A. Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 57

B. Statistik Deskriptif ... 59

C. Uji Kualitas Data ... 61

D. Hasil Pengujian Asumsi Klasik ... 62

E. Analisis Data Hasil Pengujian Hipotesis ... 65

F. Pembahasan ... 68

BAB V SIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN ... 76

A. Simpulan ... 76

B. Saran ... 76

C. Keterbatasan Penelitian ... 77 DAFTAR PUSTAKA


(10)

xv

3.1. Skor Jawaban Kuesioner Berdasarkan Skala Likert ... 46

3.2. Operasional Variabel Independen ... 47

3.3. Operasional Variabel Dependen ... 50

4.1. Analisis Pengembalian Kuesioner ... 57

4.2. Deskriptif Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 58

4.3. Deskriptif Responden Berdasarkan Usia ... 58

4.4. Deskriptif Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 59

4.5. Hasil Uji Statistik Deskriptif ... 60

4.6. Hasil Uji Reliabilitas ... 62

4.7. Hasil Uji Normalitas ... 63

4.8. Hasil Uji Multikolinieritas ... 63

4.9. Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 64

4.10. Hasil Uji regresi Berganda ... 65


(11)

(12)

(13)

ix

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Pengaruh Pemeriksaan Pajak, Penagihan Pajak, Norma Moral dan Kebijakan Sunset Policy Terhadap Peningkatan Penerimaan Pajak studi empiris pada Wajib Pajak Orang Pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sleman. Subjek dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang berada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sleman yang terletak di Jl. Ringroad utara No. 10, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta. Dalam penelitian ini sampel berjumlah 100 responden yang dipilih dengan menggunakan metode non probability sampling, yaitu dengan teknik convenience sampling. Alat analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda.

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa pemeriksaan pajak berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan penerimaan pajak, pemeriksaan pajak berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan penerimaan pajak, norma moral tidak berpengaruh terhadap peningkatan penerimaan pajak, dan kebijakan sunset policy berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan penerimaan pajak.

Kata kunci: Pemeriksaan Pajak, Penagihan Pajak, Norma Moral, Kebijakan Sunset Policy, dan Peningkatan Penerimaan Pajak


(14)

x

moral norms and sunset policy to the tax revenue empirical study of individual taxpayers in Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sleman. The subject in this study was individual taxpayers who had at Kantor Pelayanan Pajak Pratama sleman located on Jl. Ringroad utara No. 10, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta. In this study, sample of 100 respondents were selected using non probability sampling and convenience sampling. Analysis tool used in this study is the multiple regression analysis.

Based on the analysis that have been made the result are tax audit significantly influence tax revenue, tax collection significantly influnce tax revenue, moral norms not influence tax revenue, and sunset policy significantly influence tax revenue.

Keywords: Tax Audit, Tax Collection, Moral Norms, Sunset Policy and Tax Revenue


(15)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pajak memegang peranan terpenting dalam perekonomian negara. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah dan pembangunan (Sutrisno dkk, 2016). Pajak menjadi salah satu sumber pendapatan nasional, sekitar 70% dari seluruh penerimaan negara berasal dari sektor pajak (Wulandari dkk, 2014). Pajak merupakan suatu kewajiban masyarakat sebagai warga negara hal ini tertuang dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang menyatakan bahwa pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh pribadi dan atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Permadi dkk, 2013).

Islam telah menjelaskan dalil-dalil baik secara umum atau khusus maengenai pajak itu sendiri, adapun dalil secara umum, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat At-taubah ayat 29:

ي ا ني َلا او ت ق

َ ح نو ّ حي او خآا ْويْل ب او ََ ب نون ْؤ

اوطْعي ىَتح تكْلا اوتوأ ني َلا ن ّقحْلا نيد نونيدي او هلوس و ََ

نو غ ص ْ هو دي ْنع ةيْزجْلا


(16)

Artinya: "Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar, (yakni orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah (pajak) dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk” (QS.At-taubah: 29).

Sistem pemungutan pajak yang digunakan di Indonesia adalah self assessment system dimana Wajib Pajak diberi kepercayaan dan tanggung jawab sepenuhnya untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya yaitu Wajib Pajak harus aktif menghitung, menyetor, dan melaporkan besarnya pajak yang terutang kepada Kantor Pelayanan Pajak sesuai peraturan perpajakan yang berlaku (Mardiasmo, 2011). Kondisi ini memungkinkan masyarakat memiliki kecenderungan untuk tidak membayar pajak karena mungkin disebabkan sistem dan perhitungan pajak yang terlalu sulit dipahami (Tahar, 2011). Tujuan dari diterapkannya self assessment system adalah untuk meningkatkan tingkat penerimaan pajak, meminimalkan biaya pemungutan pajak dan mendorong kepatuhan yang bersifat sukarela (Noor dan Jeyapalan, 2008). Penerapan self assessment system yang menuntut keikutsertaan aktif Wajib Pajak dalam menyelenggarakan perpajakannya membutuhkan kepatuhan Wajib Pajak yang tinggi. Jika semua Wajib Pajak memiliki kepatuhan yang tinggi, maka penerimaan pajak akan optimal dan efeknya pada penerimaan negara juga akan semakin besar (Trisnayanti dan Jati, 2015).


(17)

Upaya untuk mengoptimalkan penerimaan disektor pajak terus dilakukan oleh pemerintah diantaranya melalui kebijakan yang dikeluarkan dari pengubahan sistem perpajakan sampai sistem administrasi perpajakan yang modern (Suryarini dan Anwar, 2010), disamping upaya pemerintah terdapat beberapa kasus korupsi yang terus terungkap hingga kini dan meresahkan masyarakat. Munculnya kasus korupsi di kalangan pegawai pajak hingga pejabat pemerintah, menimbulkan persepsi buruk dan mengubah pandangan Wajib Pajak akan manfaat sebenarnya terkait membayar pajak (Budiarti dan Sukartha, 2015).

Kontribusi penerimaan pajak yang belum optimal terhadap penerimaan negara dapat tercermin dari nilai rasio pajak (tax ratio) pertahun Indonesia yang masih rendah (Mustikasari, 2007). Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia tahun 2015 rasio pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang berada pada kisaran 11% hingga 12% selama tahun 2010-2015 masih tergolong rendah diantara negara tetangga seperti Filipina (14,4%), Malaysia (15,5%) dan Vietnam (13,8%) (Ngadiman dan Huslin, 2015). Rendahnya tax ratio atau tingkat kesadaran Wajib Pajak terjadi karena tingkat kepatuhan pajak rendah, kualitas basis data yang dimiliki oleh otoritas pajak sangat terbatas, serta penerapan sanksi atau hukuman yang kurang tegas (Mahendra dan Sukartha, 2014).

Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak melakukan tindakan hukum untuk meningkatkan penerimaan pajak yaitu berupa pemeriksaan dan penagihan (Mandagi dkk, 2014). Pemeriksaan pajak dilakukan sebagai


(18)

alat untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak, selain itu pemeriksaan pajak menjalankan tiga fungsi yaitu sebagai alat edukasi, alat pendeteksian pelanggaran pajak dan alat untuk pencegahan terhadap Wajib Pajak lain yang bermaksud untuk melanggar (Kastlunger et al, 2009). Sebagaimana telah dijelaskan dalam pasal 29 ayat (1) (UU KUP) bahwa Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Suryarini dan Anwar, 2010). Menurut pemeriksa pajak di beberapa Kantor Pelayanan Pajak mereka menemukan kendala dalam pelaksanaan pemeriksaan yaitu kesulitan dalam peminjaman dokumen milik Wajib Pajak yang akan diperiksa, Wajib Pajak yang susah ditemukan karena tempat tinggal Wajib Pajak yang sudah pindah tetapi Wajib Pajak tidak melapor kepada petugas pajak, Wajib Pajak sulit untuk membayar tunggakan pajak setelah proses pemeriksaan serta pengisian dan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) yang kurang baik (www.pajak.go.id).

Penagihan pajak merupakan salah satu upaya lain yang di lakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk meningkatkan penerimaan di sektor pajak (Gisijanto dan Syahab, 2008). Penagihan pajak dilakukan khusus bagi Wajib Pajak yang memiliki tunggakan dalam pembayaran pajaknya (Sutrisno dkk, 2016). Tunggakan pajak timbul karena banyak Wajib Pajak terdaftar yang tidak melunasi utang pajaknya sehingga harus dilakukannya penagihan pajak secara lebih aktif kepada setiap Wajib Pajak (Mahendra


(19)

dan Sukartha, 2014). Pemerintah mengeluarkan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang penagihan pajak dengan surat paksa, dengan dikeluarkannya Undang-undang tentang penagihan pajak tersebut diharapkan kegiatan penagihan pajak dapat dilaksanakan sesuai dengan landasan hukumnya, sehingga Wajib Pajak akan termotivasi untuk membayar pajak yang selanjutnya diharapkan dapat meningkatkan penerimaan pajak (Sutrisno dkk, 2016).

Tingginya angka tunggakan pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak dibeberapa Kantor Pelayanan Pajak menyebabkan Direktorat Jenderal Pajak harus melakukan tindakan yang memilki kekuatan hukum bersifat mengikat dan memaksa seperti kasus yang terjadi pada KPP Pratama Jakarta Duren Sawit bulan Juli 2016 yang harus melakukan penyanderaan terhadap Wajib Pajak berinisial S, Direktur PT DTK yang bergerak di bidang kontruksi. Penyanderaan dilakukan karena penunggak pajak tidak memiliki niat baik untuk melunasi tunggakan pajaknya sebesar lebih dari Rp 200 juta sedangkan yang bersangkutan dianggap memiliki kemampuan untuk melunasi utang pajaknya tersebut (www.pajak.go.id).

Sebagai upaya pemerintah untuk melakukan penggalian potensi di sektor perpajakan dan meningkatkan penerimaan pajak, pada tahun 2008 Direktorat Jenderal Pajak telah mengeluarkan kebijakan berupa fasilitas penghapusan sanksi pajak penghasilan orang pribadi atau badan yang dapat dinikmati oleh masyarakat baik yang belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) maupun yang telah memiliki NPWP yang biasanya disebut


(20)

sunset policy (Hasan, 2009). Sunset policy diatur berdasarkan Pasal 37A Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2008 (Supadmi, 2009). Kebijakan sunset policy bertujuan untuk mendorong Wajib Pajak agar lebih jujur, konsisten, dan sukarela melaksanakan kewajiban perpajakannya sehingga pada akhirnya penerimaan negara dari sektor pajak akan semakin meningkat pula (Murtin, 2010).

Wajib Pajak yang memiliki moral yang tinggi akan cenderung berperilaku jujur dan taat terhadap aturan yang telah diberikan sehingga berdampak pada kepatuhan Wajib Pajak dalam pembayaran pajaknya, sebaliknya Wajib Pajak yang memiliki moral yang rendah memandang pajak sebagai suatu hal yang tidak penting serta menghindari kewajiban perpajaknnya (Benk et al, 2011). Norma moral merupakan suatu perasaan bersalah yang dimiliki seseorang namun belum tentu dimiliki oleh orang lain (Bobek dan Hatfield, 2003). Aspek moral dalam bidang perpajakan berkaitan dengan kewajiban moral yang harus dilaksanakan oleh setiap Wajib Pajak, dan kesadaran moral terkait dengan alokasi atau distribusi dari penerimaan pajak (Troutman, 1993). Semakin tinggi norma moral yang dimiliki Wajib Pajak, maka semakin tinggi motivasi Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajaknnya yang berdampak pada meningkatnya penerimaan pajak (Melinda, 2014).


(21)

Penelitian yang dilakukan oleh Sutrisno dkk (2016) pengaruh pemeriksaan pajak dan penagihan pajak terhadap peningkatan penerimaan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak di Kota Semarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemeriksaan pajak berpengaruh positif terhadap peningkatan penerimaan pajak, dan penagihan pajak berpengaruh positif terhadap peningkatan penerimaan pajak.

Penelitian yang dilakukan oleh Budiarti dan Sukartha (2015) pengaruh norma moral terhadap kepatuhan Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Selatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa norma moral berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak.

Penelitian yang dilakukan oleh Suryarini dan Anwar (2010) pengaruh kebijakan sunset policy terhadap peningkatan penerimaan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Semarang Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan sunset policy berpengaruh positif terhadap peningkatan penerimaan pajak.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang perpajakan yang berjudul “PENGARUH PEMERIKSAAN PAJAK, PENAGIHAN PAJAK,

NORMA MORAL DAN KEBIJAKAN SUNSET POLICY TERHADAP

PENINGKATAN PENERIMAAN PAJAK (STUDI EMPIRIS PADA


(22)

Penelitian ini merupakan kompilasi dari penelitian yang dilakukan oleh Sutrisno dkk (2016) pengaruh pemeriksaan pajak dan penagihan pajak terhadap peningkatan penerimaan pajak. Penelitian ini dilakukan dengan menambah 2 (dua) variabel independen yaitu norma moral dan kebijakan sunset policy berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Budiarti dan Sukartha (2015) serta Suryarini dan Anwar (2010).

Perbedaan dengan penelitian Sutrisno dkk (2016) adalah sampel yang digunakan adalah Wajib Pajak Orang Pribadi. Perbedaan penelitian Budiarti dan Sukartha (2015) adalah dalam penelitian ini adanya variabel independen yaitu norma moral yang dikaitkan dengan peningkatan penerimaan pajak yang belum banyak diteliti, sedangkan perbedaan dengan Suryarini dan Anwar (2010) adalah peneliti ini menguji kembali ketidakonsistenan pengaruh kebijakan sunset policy terhadap peningkatan penerimaan pajak.

B. Batasan Masalah

1. Ruang lingkup penelitian hanya pada Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sleman.

2. Penelitian ini membatasi pengujian faktor yang mempengaruhi peningkatan penerimaan pajak pada pemeriksaan pajak, penagihan pajak, norma moral dan kebijakan sunset policy.


(23)

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah pemeriksaan pajak berpengaruh positif terhadap peningkatan penerimaan pajak?

2. Apakah penagihan pajak berpengaruh positif terhadap peningkatan penerimaan pajak?

3. Apakah norma moral berpengaruh positif terhadap peningkatan penerimaan pajak?

4. Apakah kebijakan sunset policy berpengaruh positif terhadap peningkatan penerimaan pajak?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menguji secara empiris apakah pemeriksaan pajak berpengaruh positif terhadap peningkatan penerimaan pajak.

2. Untuk menguji secara empiris apakah penagihan pajak berpengaruh positif terhadap peningkatan penerimaan pajak.

3. Untuk menguji secara empiris apakah norma moral berpengaruh positif terhadap peningkatan penerimaan pajak.

4. Untuk menguji secara empiris apakah kebijakan sunset policy berpengaruh positif terhadap peningkatan penerimaan pajak.


(24)

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diaharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut: 1. Secara Teoritis

a. Bagi pihak akademis dan peneliti yang tertarik untuk melakukan kajian di bidang yang sama, diharapkan penelitian ini dapat memberikan bukti empiris dan memberikan sumbangan dalam pengembangan teori perpajakan.

b. Bagi penulis, hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan memperoleh gambaran yang nyata mengenai bagaimana penerapan teori-teori yang telah dipelajari terutama dalam meningkatkan pemahaman wawasan keilmuan di bidang perpajakan.

2. Secara Praktis

a. Bagi Direktorat Jenderal Pajak, diharapkan penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak.

b. Bagi KPP secara umum, diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan mengenai tindakan yang dapat diambil KPP guna meningkatkan penerimaan pajak.

c. Bagi Wajib Pajak, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan motivasi untuk memahami tentang peraturan perpajakan, pemeriksaan pajak, penagihan pajak serta meningkatkan norma moral Wajib Pajak, sehingga meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.


(25)

11

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Theory of Planned Behavior

Theory of planned behavior menjelaskan bahwa perilaku yang ditimbulkan oleh individu muncul karena adanya niat untuk berperilaku. Theory of planned behavior menunjukkan bahwa tindakan manusia terdiri dari tiga jenis keyakinan, yaitu behavioral beliefs (keyakinan perilaku), normatif belief (keyakinan normatif) dan control belief (keyakinan kontrol) (Ajzen, 1991). Pertama adalah keyakinan perilaku, yaitu keyakinan akan hasil dari suatu perilaku (outcome belief) dan evaluasi terhadap hasil perilaku tersebut. Kedua adalah keyakinan normatif, yaitu keyakinan individu terhadap harapan normatif orang lain yang menjadi rujukannya, seperti keluarga, teman, dan konsultan pajak, dan motivasi untuk mencapai harapan tersebut. Ketiga adalah keyakinan kontrol, yaitu keyakinan individu tentang keberadaan hal-hal yang mendukung atau menghambat perilakunya dan persepsinya tentang seberapa kuat hal-hal tersebut mempengaruhi perilakunya.

Menurut Taylor dan Todd (1995) theory of planned behavior didasarkan pada asumsi bahwa manusia adalah makhluk yang selalu melakukan pertimbangan membuat keputusan dan menggunakan informasi secara sistematis. Manusia memikirkan implikasi dari tindakan sebelum memutuskan untuk melakukan atau tidak melakukan


(26)

perilaku tertentu. Tindakan yang dilakukan berdasarkan niat dalam diri Wajib Pajak tentang pelaksanaan kewajiban perpajakan dapat meningkatkan tingkat kepatuhan Wajib pajak yang akan berdampak semakin meningkatnya penerimaan di sektor pajak.

Menurut Ajzen (2005) faktor sentral dari perilaku individu adalah bahwa perilaku itu dipengaruhi oleh niat indivudu (behavioral intention) terhadap perilaku tertentu tersebut. Sedangkan niat untuk berperilaku dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu sikap (attitude), norma subjektif (subjective norm), dan kontrol perilaku yang dipersepsikan (perceived behavioral control). Individu dapat memiliki berbagai macam keyakinan terhadap suatu perilaku, namun ketika dihadapkan pada suatu kejadian tertentu, hanya sedikit keyakinan tersebut yang timbul untuk mempengaruhi perilaku. Sedikit keyakinan inilah yang menjadi faktor dalam mempengaruhi perilaku individu.

a. Sikap (attitude) merupakan sebuah evaluasi kepercayaan (belief) atas perasaan positif maupun negatif dari seseorang jika harus melakukan perilaku yang akan ditentukan. Fishbein dan Ajzen (1975) dalam mendefinisikan sikap sebagai jumlah dari afeksi (perasaan) yang dirasakan seseorang untuk menerima atau menolak suatu obyek atau perilaku dan diukur dengan menempatkan individu pada skala evaluatif dua kutub, misalnya baik atau buruk, setuju atau menolak, dan lain sebagainya. Menurut Mutikasari (2007), sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak


(27)

maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak pada objek yang bersangkutan. Di dalam theory planned of behavior, sikap terhadap perilaku (attitude toward behavior) dipengaruhi oleh kepercayaan-kepercayaan perilaku (behavior beliefs) dimana kepercayaan ini merupakan kepercayaan yang dimiliki oleh individu akan hasil dari suatu dari perilaku dan evaluasi atas hasil yang dilakukan (Jogiyanto, 2007).

b. Norma subyektif (subjective norms) adalah persepsi yang dimiliki oleh individu mengenai pengaruh sosial dalam membentuk suatu perilaku tertentu. Norma subyektif merupakan pembentuk perilaku individu dimana pandangan yang dimiliki oleh orang lain berupa menyetujui atau menolak perilaku yang dilakukan oleh individu yang bersangkutan. Apabila orang lain setuju pada perilaku yang ditunjukkan individu, maka perilaku ini akan dilakukan terus menerus karena individu merasa bahwa perilaku yang dilakukan dapat diterima oleh masyarakat. Namun apabila perilaku yang ditunjukkan tidak diterima oleh orang lain, maka hal tersebut tidak akan diulangi lagi oleh individu. Norma subyektif merupakan fungsi dari harapan yang dipersepsikan individu dimana satu atau lebih orang di sekitarnya (misalnya keluarga dan teman) untuk menyetujui atau tidak menyetujui suatu perilaku tertentu dan memotivasi individu tersebut untuk memenuhi mereka (Mustikasari, 2007). Seseorang dapat terpengaruh atau tidak terpengaruh, sangat


(28)

bergantung dari kekuatan kepribadian setiap individu yang bersangkutan dalam menghadapi orang lain.

c. Kontrol keperilakuan yang dipersepsikan (perceived behavioral control) dapat mempengaruhi niat. Hal ini berdasarkan atas asumsi bahwa kontrol keperilakuan yang dipersepsikan oleh individu akan memberikan implikasi berupa motivasi terhadap orang tersebut. Maksudnya adalah niat akan terbentuk dengan sendirinya apabila individu merasa mampu untuk menampilkan perilaku. Menurut Ajzen (2005) kontrol perilaku yang dipersepsikan sebagai perasaan self efficiency atau kesanggupan seseorang untuk menunjukkan tingkah laku yang diinginkan. Sehingga kontrol perilaku yang dipersepsikan merupakan persepsi setiap individu tentang kemampuannya untuk melakukan perilaku tertentu. Dalam theory of planned behavior, kontrol perilaku yang dipersepsikan mengacu kepada persepsi seseorang terhadap sulit tidaknya melaksanakan perilaku yang diinginkan, terkait dengan keyakinan akan tersedia atau tidaknya sumber dan kesempatan untuk mewujudkan perilaku tertentu (Mustikasari, 2007). Keyakinan tersebut dapat dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu, tetapi juga dapat dipengaruhi oleh informasi yang tidak langsung diperoleh dengan mengobservasi pengalaman orang lain yang dikenal. Kontrol perilaku yang dipersepsikan ini dapat mempengaruhi niat untuk berperilaku dan perilaku Wajib Pajak.


(29)

Kontrol keperilakuan yang dipersepsikan (perceived behavioral control) dalam konteks perpajakan adalah ukuran tingkatan kendali yang dimiliki oleh seseorang yang tergolong sebagai Wajib Pajak dalam menunjukkan perilaku tertentu, seperti melaporkan jumlah penghasilan yang sesungguhnya, melakukan kecurangan dengan mengurangkan beban yang seharusnya tidak boleh dilakukan pengurangan dalam penghasilan, serta perilaku lainnya yang menampilkan adanya ketidakpatuhan pajak (Bobek dan Hatfield, 2003).

Theory of planned Behavior relevan untuk menjelaskan perilaku Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Individu sebelum melakukan sesuatu maka memiliki keyakinan mengenai hasil yang akan diperoleh dari perilakunya tersebut kemudian akan memutuskan akan melakukannya atau tidak melakukannya. Norma moral Wajib Pajak berhubungan dengan pengambilan keputusan perilaku Wajib Pajak. Wajib Pajak yang memahami pajak memiliki keyakinan pentingnya membayar pajak untuk membantu menyelenggarakan pembagunan negara (behavioral belief).

Ketika akan melakukan sesuatu, individu akan memiliki keyakinan tentang harapan normatif dari orang lain dan motivasi untuk memenuhi harapan tersebut (normative beliefs). Hal tersebut dapat dikaitkan dengan pemeriksaan pajak dan penagihan pajak, dimana dengan adanya pemeriksaan pajak dan penagihan pajak yang efektif, akan membuat Wajib


(30)

Pajak memiliki keyakinan atau memilih perilaku taat pajak yang akhirnya akan berdampak pada semakin meningkatnya penerimaan disektor pajak.

Kebijakan sunset policy terkait dengan control beliefs. Kebijakan sunset policy dibuat dengan tujuan untuk medorong agar Wajib Pajak mau untuk membayarkan pajaknya yaitu melalui manfaat yang dapat diperoleh Wajib Pajak seperti penghapusan sanksi administrasi berupa bunga serta Wajib Pajak yang belum memiliki NPWP dapat memperolehnya. Peningkatan penerimaan pajak akan ditentukan berdasarkan kemauan Wajib Pajak mau mengikuti kebijakan sunset policy.

Behavioral beliefs, normative beliefs, dan control beliefs sebagai tiga faktor yang menentukan seseorang untuk berperilaku. Setelah terdapat tiga faktor tersebut, maka seseorang akan memasuki tahap intention, kemudian tahap terakhir adalah behavior. Tahap intention merupakan tahap dimana seseorang memiliki maksud atau niat untuk berperilaku, sedangkan behavior adalah tahap seseorang berperilaku (Mustikasari, 2007). Pemeriksaan pajak, penagihan pajak, dan kebijakan sunset policy dapat menjadi faktor yang menentukan perilaku patuh pajak. Setelah Wajib Pajak memiliki norma moral yaitu kesadaran untuk membayar pajak, maka Wajib Pajak akan memiliki niat untuk membayar pajak dan kemudian merealisasikan niat tersebut.


(31)

2. Teori Pembelajaran Sosial

Teori pembelajaran sosial dikemukakan oleh Albert Bandura (1977). Teori pembelajaran sosial didasarkan pada gagasan bahwa kita belajar dari interaksi kita dengan orang lain dalam konteks sosial (Bandura, 1977). Secara terpisah, dengan mengamati perilaku orang lain, orang mengembangkan sejenis perilaku. Menurut Bandura (1977) proses dalam pembelajaran sosial meliputi yaitu:

a. Proses perhatian (attentional), merupakan proses dimana orang hanya akan belajar dari seseorang atau model, jika mereka telah mengenal dan menaruh perhatian pada orang atau model tersebut. b. Proses penahanan (retention) merupakan proses mengingat tindakan

suatu model setelah model tidak lagi mudah tersedia.

c. Proses reproduksi motorik (reproduction motoric) merupakan proses mengubah pengamatan menjadi perbuatan.

d. Proses penguatan (reinforcement) merupakan proses yang mana individu-individu disediakan rangsangan positif atau ganjaran supaya berperilaku sesuai dengan model.

Berdasarkan teori pembelajaran sosial, perilaku manusia muncul sebagai hasil dari pengamatan dan pengalaman (Bandura, 1977). Wajib Pajak akan memenuhi kewajiban perpajakannya apabila melalui pengamatan Wajib Pajak merasa tidak sulit untuk memenuhi kewajibannya dalam membayar pajak. dilayani oleh petugas pajak yang berkualitas dan memperlakukan Wajib Pajak dengan baik, dan memiliki


(32)

acuan terhadap Wajib Pajak lain yang membayar pajak serta memperoleh manfaat dari tindakannya tersebut (attentional). Hasil pengamatan ini akan disimpan dalam memorinya (retention), dan kemudian diwujudkan dalam perilaku kepatuhan pajak (reproduction motoric). Sebagai ganjaran agar Wajib Pajak mau untuk memenuhi kewajiban perpajakannya Direktorat Jenderal Pajak mengeluarkan kebijakan sunset policy dimana kebijakan ini akan memberikan penghapusan sanksi administrasi terhadap Wajib Pajak yang belum memiliki NPWP, penyampaian dan pembetulan SPT yang salah, dan penghapusan sanksi administrasi atas kurang bayar pajak (reinforcement).

Jatmiko (2006) menjelaskan bahwa teori pembelajaran sosial ini relevan untuk menjelaskan perilaku Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya dalam membayar pajak. Seseorang akan taat membayar pajak tepat pada waktunya, jika lewat pengamatan dan pengalaman langsungnya, hasil pungutan pajak itu telah memberikan kontribusi nyata pada pembangunan di wilayahnya. Seseorang juga akan taat pajak apabila telah menaruh perhatian terhadap pelayanan pajak, baik fiskus maupun sistem pelayanan pajaknya. Terkait dengan proses penguatan, dimana individu-individu disediakan rangsangan positif atau ganjaran supaya berperilaku sesuai dengan model.


(33)

3. Pengertian Pajak

Membahas mengenai perpajakan tidak terlepas dari pengertian pajak itu sendiri, menurut Mardiasmo (2011) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Menurut Waluyo (2009) pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dipaksakan yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (Undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk membayar pengeluaran-pengeluaran umum yang berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

Pajak mempunyai beberapa karakteristik, yaitu peralihan kekayaan dari orang atau badan ke pemerintah, pajak dipungut dan dilaksanakan berdasarkan Undang-undang, pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya timbal balik secara langsung secara individual yang diberikan oleh pemerintah, pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, pajak bertujuan untuk pengeluaran pemerintah dan membiayai investasi publik, pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dari pemerintah, dan pajak dapat dipungut secara langsung atau tidak langsung (Suandy, 2011).


(34)

Menurut Mardiasmo (2011) unsur-unsur dalam pengertian pajak, yaitu:

a. Pajak dipungut berdasarkan Undang-undang

Pajak bersifat mengikat dan memaksa, maka pajak yang dipungut harus berdasarkan Undang-undang. Unsur tersebut menunjukkan bahwa walaupun pajak dipungut oleh negara, pemerintah tidak boleh menyalahgunakan wewenang memungut pajak dari rakyat, tetapi pemungutan dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

b. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi

Unsur tanpa jasa timbal atau kontraprestasi menunjukkan bahwa pajak yang dibayarkan rakyat tidak mendapatkan timbal jasa ataupun kontraprestasi dari negara secara langsung.

c. Iuran atau pungutan dari rakyat untuk negara

Dalam unsur ini, pajak dapat diartikan sebagai peralihan kekayaan dari sektor pemerintah ke sektor publik dan bahwa tidak ada pajak selain yang dipungut oleh negara, iuran tersebut berupa uang (bukan barang)

d. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara

Pajak yang dibayarkan rakyat kepada pemerintah digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah, mendukung pembangunan, dan meningkat kesejahteraaan masyarakat.


(35)

4. Pengertian Pemeriksaan Pajak

Pengertian pemeriksaan menurut Mardiasmo (2011) adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengelola data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Menurut Pardiat (2008) pemeriksaan pajak bukan untuk mencari kesalahan Wajib Pajak, tetapi untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Pemeriksaan pajak dilakukan untuk menjamin adanya kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan oleh Wajib Pajak. Terhadap Wajib Pajak yang terdapat indikasi bahwa tidak melaksanakan kewajiban perpajakan dengan benar, dan atau untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak, maka dilakukan pemeriksaan sebagai perwujudan dari penegakan hukum tersebut. Dengan demikian pemeriksaan pajak tidak lain merupakan pagar penjaga agar Wajib Pajak tetap berada pada koridor peraturan perpajakan (Budileksmana, 2001).

Tujuan pemeriksaan ditegaskan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 625/KMK.04/1994 mengenai tata cara pemeriksaan di bidang pajak, yang menyatakan bahwa tujuan pemeriksaan adalah untuk:


(36)

a. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, yang dapat dilakukan dalam hal:

(1) Surat Pemberitahuan Tahunan menunjukkan kelebihan pembayaran pajak dan atau rugi.

(2) Surat Pemberitahuan tidak disampaikan atau disampaikan tidak pada waktu yang ditetapkan.

(3) Surat Pemberitahuan memenuhi kriteria yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak, seperti yang telah disebutkan pada kriteria pemeriksaan di atas.

(4) Ada indikasi kewajiban perpajakan yang tidak dipenuhi.

b. Tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dapat dilakukan pemeriksaan dalam hal:

(1) Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau pencabutan NPWP.

(2) Pemberian Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) dan pengukuhan atau pencabutan NPPKP.

(3) Penentuan besarnya jumlah angsuran pajak dalam suatu Masa Pajak bagi Wajib Pajak baru.

(4) Wajib Pajak mengajukan keberatan atau banding.

(5) Pengumpulan bahan guna penyusunan norma penghitungan untuk menghitung penghasilan netto.


(37)

(7) Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil.

(8) Penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan atau Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21.

(9) Pelaksanaan ketentuan perundang-undangan perpajakan untuk tujuan lain selain yang telah disebutkan diatas.

Berdasarkan dasar hukum tersebut, tujuan utama pemeriksaan tidak lain adalah upaya untuk menguji dan mendorong Wajib Pajak agar memenuhi kewajiban perpajakannya. Tujuan ini dilakukan berdasarkan prinsip bahwa tidak terdapat perbedaan pemeriksaan pada Wajib Pajak, karena secara yuridis Direktorat Jenderal Pajak harus memperlakukan hal yang sama terhadap semua Wajib Pajak (Sutrisno dkk, 2016). Artinya tidak terdapat perbedaan antara pemeriksaan pada Wajib Pajak yang bergerak dalam suatu bidang usaha tertentu, misalnya antara perusahaan yang bergerak di bidang jasa maupun yang bergerak di bidang perdagangan.

Petugas pajak dalam menjalankan sebuah pemeriksaan harus mengetahui terlebih dahulu tahap-tahap yang harus dilakukannya. Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010), tahapan pmeriksaan pajak terdiri dari:

a. Persiapan pemeriksaan

Persiapan pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemeriksa sebelum melaksanakan tindakan pemeriksaan dan meliputi kegiatan sebagai berikut:


(38)

(1) Mempelajari berkas Wajib Pajak atau berkas data

(2) Menganalisis Surat Pemberitahuan dan laporan keuangan Wajib Pajak

(3) Mengidentifikasi masalah

(4) Melakukan pengenalan lokasi Wajib Pajak (5) Menentukan ruang lingkup pemeriksaan (6) Menyusun program pemeriksaan

(7) Menentukan buku-buku dan dokumen yang akan dipinjam (8) Menyediakan sarana pemeriksaan

Tujuan persiapan pemeriksaan adalah agar pemeriksa dapat memperoleh gambaran umum mengenai Wajib Pajak yang akan diperiksa, sehingga program pemeriksaan yang disusun sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai.

b. Pelaksanaan pemeriksaan

Pelaksanaan pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan pemeriksa meliputi:

(1) Memeriksa di tempat Wajib Pajak

(2) Melakukan penilaian atas sistem pengendalian intern (3) Memutahirkan ruang lingkup dan program pemeriksaan

(4) Melakukan pemeriksaan atas buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen

(5) Melakukan konfirmasi kepada pihak ketiga


(39)

(7) Melakukan sidang penutup c. Laporan hasil pemeriksaan

(1) Kertas kerja pemeriksaan (2) Laporan hasil pemeriksaan

(3) Kesimpulan dan usul pemeriksaan

Hak Wajib Pajak yang diperiksa pada saat dilakukan pemeriksaan pajak meliputi:

a. Meminta kepada pemeriksa untuk menunjukkan tanda pengenal pemeriksa dan surat perintah pemeriksaan.

b. Meminta penjelasan mengenai maksud dan tujuan dilakukannya pemeriksaan.

c. Meminta kepada pemeriksa mengenai rincian perbedaan hal-hal berdasarkan hasil pemeriksaan dengan yang dilaporkan Wajib Pajak di SPT-nya.

Adapun mengenai kewajiban Wajib Pajak yang berkenaan dengan pemeriksaan adalah sebagai berikut:

a. Memperlihatkan dan meminjamkan buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, yang diperlukan untuk kelancaran pemeriksaan.

b. Memberi kesempatan kepada pemeriksa untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang perlu.


(40)

c. Dalam hal pemeriksaan kantor, Wajib Pajak wajib memenuhi panggilan untuk datang menghadiri pemeriksaan.

d. Memberi keterangan yang diperlukan baik secara tertulis maupun lisan.

e. Menandatangani surat pernyataan persetujuan apabila seluruh hasil pemeriksaan disetujui oleh Wajib Pajak.

f. Menandatangani berita acara hasil pemeriksaan apabila hasil pemeriksaan tidak atau tidak seluruhnya disetujui oleh Wajib Pajak. g. Menandatangani surat pernyataan penolakan pemeriksaan apabila

Wajib Pajak menolak membantu kelancaran pemeriksaan

Perlu ditegaskan bahwa dalam memandang hak dan kewajiban hendaknya memperhatikan pula wewenang dan kewajiban pihak lain. Pengertian hak atau wewenang dan kewajiban baik bagi Wajib Pajak maupun pemeriksa akan membantu kelancaran pelaksanaan pemeriksaan.

5. Pengertian Penagihan Pajak

Pengertian penagihan pajak menurut Haula Rosdiana dan Edi Slamet (2011) adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, dan menjual barang yang telah disita. Pelaksanaan penagihan pajak diharapkan akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak dalam membayarkan utang pajaknya.


(41)

Hal ini merupakan posisi strategis dalam meningkatkan penerimaan Negara dari sektor pajak sehingga tindakan penagihan pajak tersebut dapat menyelamatkan penerimaan pajak yang tertunda.

Menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.04/2000 menguraikan hal-hal yang berkaitan dengan tata cara dan waktu penagihan pajak sebagai berikut:

a. Tindakan pelaksanaan penagihan pajak diawali dengan penerbitan Surat Teguran setelah 7 hari jatuh tempo pembayaran. Surat Teguran tidak diterbitkan terhadap penanggung pajak yang telah disetujui untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajaknya.

b. Apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh penanggung pajak setelah 21 hari sejak diterbitkannya Surat Teguran, maka akan diterbitkan Surat Paksa.

c. Apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar dilunasi oleh penanggung pajak setelah lewat waktu 2x24 jam sejak Surat Paksa diberitahukan, maka segera akan diterbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP).

d. Apabila utang pajak dan biaya penagihan pajak yang masih harus dilunasi oleh penanggung pajak setelah lewat dari jangka waktu 14 hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan, maka akan dilaksanakan pengumuman lelang.

e. Apabila utang pajak dan biaya penagihan pajak yang masih harus dilunasi oleh penanggung pajak setelah lewat dari jangka waktu 14


(42)

hari sejak tanggal pengumuman lelang, akan segera dilakukan penjualan barang sitaan penanggung pajak melalui kantor lelang.

Menurut Suandy (2011) penagihan pajak dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu:

a. Penagihan pajak pasif

Penagihan pajak pasif dilakukan dengan menggunakan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar. Jika dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari belum dilunasi maka 7 (tujuh) hari setelah jatuh tempo akan diikuti dengan penagihan pajak secara aktif yang dimulai dengan menerbitkan surat teguran.

Penagihan pajak pasif menurut Suandy (2011) terdiri dari indikator: (1) Surat Tagihan Pajak (STP) adalah surat yang dikeluarkan untuk

menagih pajak dengan mengenakan sanksi berupa bunga atau denda.

(2) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar.


(43)

(3) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan dalam Surat Ketetapan Pajak yang telah diterbitkan sebelumnya.

b. Penagihan pajak aktif

Penagihan pajak aktif merupakan kelanjutan dari penagihan pajak pasif, dimana dalam upaya penagihan ini fiskus lebih berperan aktif dalam arti tidak hanya mengirim surat tagihan pajak atau surat ketetapan pajak tetapi akan diikuti dengan tindakan sita dan dilanjutkan dengan pelaksanaan lelang. Pelaksanaan penagihan aktif dijadwalkan berlangsung selama 58 (lima puluh delapan) hari yang dimulai dengan penyampaian surat teguran, surat paksa, surat perintah melaksanakan penyitaan, dan pengumuman lelang.

Hak Wajib Pajak pada saat dilakukan penagihan pajak meliputi: a. Meminta juru sita pajak memperlihatkan kartu tanda pengenal juru

sita pajak.

b. Menerima salinan surat paksa dan salinan berita acara penyitaan c. Menentukan urutan barang yang akan dilelang

d. Meminta kesempatan terakhir untuk melunasi utang pajaknya, termasuk biaya penyitaan, iklan dan biaya pembatalan lelang, serta melaporkan pelunasan tersebut kepada kepala KPP yang bersangkutan sebelum pelaksanaan lelang.


(44)

e. Membatalkan lelang jika penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak sebelum pelaksanaan lelang.

Adapun mengenai kewajiban Wajib Pajak yang berkenaan dengan penagihan pajak adalah sebagai berikut:

a. Membantu juru sita pajak dalam melaksanakan tugasnya

(1) Memperbolehkan juru sita pajak memasuki ruangan, tempat usaha atau tempat tinggal Wajib Pajak.

(2) Memberikan keterangan lisan atau tertulis yang diperlukan. b. Barang yang disita dilarang dipindahtangankan atau disewakan 6. Pengertian Norma Moral

Norma moral merupakan norma individu yang dimiliki oleh seseorang, namun kemungkinan tidak dimiliki oleh orang lain (Mustikasari, 2007). Norma adalah aturan yang berlaku dimasyarakat. Sedangkan moral adalah perbuatan/ ucapan/ tindakan seseorang yang terkait dengan nilai-nilai baik dan buruk. Oleh karena itu norma moral adalah perbuatan atau tindakan yang harus dilaksanakan oleh seseorang sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat (Budiarti dan Sukartha, 2015).

Jika seorang Wajib Pajak memiliki moral yang tinggi, maka Wajib Pajak tersebut akan berfikir positif dan melakukan suatu hal yang dinilai baik dan perlu dilakukan, dan akan menghindari perbuatan yang dinilai buruk. Wajib Pajak yang memiliki moral yang tinggi akan memahami pentingnya pajak bagi kehidupan manusia dalam


(45)

meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian Wajib Pajak tersebut akan segera memenuhi kewajiban perpajakannya, dengan meninggalkan asumsi-asumsi negatif yang ada dimasyarakat tentang pajak. Sebaliknya, Wajib Pajak yang memiliki moral yang rendah memandang pajak sebagai suatu hal yang tidak penting serta menghindari kewajiban perpajakannya (Benk et al, 2011).

Wajib Pajak memiliki norma moral yang sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat, maka Wajib Pajak akan melakukan tindakan sesuai dengan peraturan yang ada seperti membayar pajak. Oleh karena itu jika masyarakat memiliki norma moral yang besar maka tingkat kepatuhan penyelesaian kewajiban perpajakannya juga besar sehingga keinginan membayar pajak juga besar (Budiarti dan Sukartha, 2015).

Norma moral merupakan salah satu sifat yang mempengaruhi kepatuhan dalam membayar pajak. Menurut Mustikasari (2007) indikator norma moral terdiri dari:

a. Melanggar etika

Dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya, Wajib Pajak merasa melanggar etika yang telah ada, jika tidak memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan perpajakan yang ada. Sehingga Wajib Pajak merasa bahwa memenuhi kewajiban perpajakannya merupakan sesuatu yang wajib dilakukan.


(46)

b. Perasaan bersalah

Dalam memenuhi kewajiban perpajaknnya Wajib Pajak diwajibkan untuk jujur dalam menghitung pajak terutangnya dengan benar dan melaporkan SPT secara tepat waktu serta memenuhi semua kewajiban pajaknya, sehingga Wajib Pajak tidak memenuhi hal tersebut akan memiliki perasaaan bersalah

c. Prinsip hidup

Setiap Wajib Pajak memiliki prinsip hidup yang berbeda-beda, ada Wajib Pajak yang memiliki prinsip hidup bahwa pajak merupakan hal yang penting bagi dirinya, ada pula Wajib Pajak yang memiliki prinsip hidup bahwa pajak merupakan hal yang tidak penting untuk dirinya.

7. Pengertian Kebijakan Sunset Policy

Kebijakan sunset policy dilatar belakangi oleh sistem pemungutan pajak di Indonesia yang menggunakan self assessment system. Pelaksanaan pemenuhan perpajakan oleh Wajib Pajak diserahkan seluruhnya pada Wajib Pajak yang bersangkutan sehingga kemungkinan untuk melakukan ketidak patuhan akan besar. Dengan adanya indikasi ketidak patuhan bagi Wajib Pajak, terdapat peraturan perpajakan yaitu UU KUP Pasal 35 yang memberikan kewenangan Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan penelusuran data pada Wajib Pajak. Sehingga bagi Wajib Pajak yang ditemukan ketidak benaran pelaporan perpajakannya akan dikenakan sanksi. Untuk


(47)

menghindari hal tersebut maka pada tahun 2008 diluncurkanlah bentuk pengampunan pajak berupa penghapusan sanksi pajak bagi Wajib Pajak yang melaporkan kekurangan pajak ditahun sebelumnya yang biasa di sebut sunset policy.

Pengertian sunset policy menurut Siti Kurnia Rahayu (2009) adalah pemberian fasilitas penghapusan sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana diatur dalam Pasal 37A Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007. Kebijakan ini memberi kesempatan kepada masyarakat untuk memulai kewajiban perpajakannya dengan benar. Kebijakan sunset policy adalah penghapusan sanksi administrasi terhadap Wajib Pajak yang belum memiliki NPWP, penyampaian dan pembetulan SPT yang salah, dan penghapusan sanksi administrasi atas kurang bayar pajak (Suryarini dan Anwar, 2010).

Berdasarkan uraian-uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penghapusan sanksi administrasi dalam sunset policy adalah:

a. Penghapusan sanksi administrasi terhadap Wajib Pajak yang belum memiliki NPWP.

b. Penyampaian dan pembetulan SPT yang salah.

c. Penghapusan sanksi administrasi atas kurang bayar pajak.

Kebijakan sunset policy diberlakukan dalam jangka waktu terbatas dan merupakan bagian dari program pengampunan pajak yang diterapkan dalam perpajakan Indonesia (Ngadiman dan Huslin, 2015). Kebijakan sunset policy telah dilakukan pada tahun 2008. Sejak


(48)

kebijakan sunset policy diterapkan sepanjang tahun 2008 telah berhasil menambah jumlah NPWP baru, bertambahnya SPT Tahunan, dan bertambahnya penerimaan PPh (www.pajak.go.id).

Menurut Hasan (2009), kebijakan sunset policy memiliki beberapa manfaat yaitu:

a. Bagi negara, pengampunan pajak dapat meningkatkan tax ratio (penerimaan pajak).

b. Bagi Wajib Pajak yang belum memiliki NPWP, pengampunan pajak dapat menghindarkan sanksi perpajakan.

c. Bagi aparat perpajakan, pengampunan pajak dapat meningkatkan jumlah Wajib Pajak dan menertibkan administrasi perpajakan sehingga upaya meningkatkan penerimaan pajak bisa lebih optimal.

Kebijakan sunset policy bukan jebakan apabila Wajib Pajak membetulkan SPT dengan benar, karena cepat atau lambat Direktur Jenderal Pajak pasti akan mendapatkan data, syarat tidak dilakukannya pemeriksaan apabila Wajib Pajak melaporkan SPT-nya dengan benar. Sesuai dengan sistem self assessment system, maka Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri pada Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) yang wilayahnya meliputi tempat tinggal atau kedudukan Wajib Pajak untuk diberikan NPWP (Mutin, 2010).


(49)

Wajib Pajak yang memanfaatkan kebijakan sunset policy memperoleh keuntungan antara lain:

a. Sanksi pajak berupa bunga atas keterlambatan pembayaran pajak masa lalu yang baru dibayar dalam periode sunset policy dihapuskan dengan cara tidak ditagih.

b. Data dan informasi yang diungkapkan Wajib Pajak dalam SPT atau pembetulan SPT Tahunan PPh sehubungan dengan pemanfaatan sunset policy, tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan pemeriksaan, kecuali apabila ditemukan data konkrit yang menyatakan bahwa SPT yang disampaikan tidak benar.

c. Apabila Wajib Pajak sedang diperiksa dan pemeriksa belum menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) kepada Wajib Pajak, pemeriksaan tersebut dihentikan.

d. Data dan/atau informasi yang tercantum dalam SPT atau pembetulan SPT Tahunan PPh sehubungan dengan pemanfaatan sunset policy, tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk menerbitkan surat ketetapan pajak atas jenis pajak lainnya.

Diharapkan adanya kebijakan sunset policy ini dapat meningkatkan kemauan membayar pajak dan meningkatkan kesadaran Wajib Pajak. Penghapusan sanksi diharapkan dapat menstimulus Wajib Pajak untuk membayar pajak, baik atas kekurangan pembayaran pajak di masa lalu maupun untuk pembayaran pajak selanjutnya, dengan kata lain sunset policy ini dapat digunakan sebagai titik awal untuk Wajib Pajak


(50)

melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan benar dan jujur demi tercapainya penerimaan negara dari sektor pajak (Suryarini dan Anwar, 2010).

8. Pengertian Penerimaan Pajak

Pengertian penerimaan pajak menurut Suryadi (2006) adalah sumber pembiayaan negara yang dominan baik untuk belanja rutin maupun pembangunan. Menurut Hutagaol (2007) penerimaan pajak merupakan sumber penerimaan yang dapat diperoleh secara terus-menerus dan dapat dikembangkan secara optimal sesuai kebutuhan pemerintahan serta kondisi masyarakat. Penerimaan perpajakan semakin signifikan dalam pendapatan negara, untuk itu upaya yang sudah dimulai di bidang ini perlu ditingkatkan. Upaya-upaya tersebut adalah salah satunya melalui upaya penegakan hukum yang terdiri atas pemeriksaan dan penagihan pajak. Pemeriksaan pajak merupakan instrumen untuk menentukan kepatuhan, baik formal maupun material, yang tujuan utamanya adalah untuk menguji dan meningkatkan tax compliance seorang Wajib Pajak (Herryanto dan Toly, 2013).

Peran penerimaan pajak sangat penting bagi kemandirian pembangunan, karena pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara dari dalam negeri yang paling utama selain dari minyak dan gas bumi untuk mendanai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Jika dilihat dari sisi ekonomi, penerimaan dari sektor pajak merupakan penerimaan negara yang potensial, karena melalui pajak


(51)

pemerintah dapat membiayai sarana dan prasarana publik diseluruh sektor kehidupan, seperti sarana transportasi, air, listrik, pendidikan, kesehatan, keamanan, komunikasi, sosial dan berbagai fasilitas lainnya yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan (Gisijanto dan Syahab, 2008).

Peningkatan penerimaan pajak memegang peranan strategis karena akan meningkatkan kemandirian pembiayaan pemerintah. Berbagai kebijakan pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak terus digulirkan. Salah satu langkah yang dilakukan dalam meningkatkan penerimaan pajak yaitu dengan diberlakukannya kebijakan sunset policy. Kebijakan sunset policy memberikan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi bagi Wajib Pajak yang telah memiliki NPWP ataupun yang belum memiliki NPWP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan berdasarkan sistem self assessment. Kerjasama fiskus dan Wajib Pajak diperlukan pula dalam meningkatkan penerimaan pajak dimasa depan (Supadmi, 2009).

Kepatuhan membayar pajak merupakan salah satu tanggung jawab bagi pemerintah dan rakyat kepada Tuhan, dimana memiliki hak serta kewajiban yang harus dimiliki pemerintah serta rakyat. Kewajiban dari pemerintah adalah melakukan pengaturan penerimaan dan pengeluaran sehingga berhak untuk melakukan pemungutan atas rakyat berdasar perundang-undangan yang berlaku. Rakyat sendiri memiliki kewajiban


(52)

dalam membayar pajak, lalu berhak untuk mengawasi penggunaan iuran yang telah dibayarkan kepada negara. Kedua pihak saling terkait, oleh karena itu diperlukan peran pemerintah dan rakyat dalam menciptakan kemandirian suatu negara terutama Negara Indonesia, dengan kepercayaan bahwa ada Tuhan yang selalu mengawasi tanggung jawab dimasing-masing pihak (Tahar, 2014).

B. Hipotesis

1. Hubungan antara Pemeriksaan Pajak terhadap Peningkat Penerimaan Pajak

Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak merupakan salah satu bentuk pengawasan self assessment system di Indonesia (Herryanto dan Toly, 2013). Pemeriksaan pajak merupakan serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Trisnayanti dan Jati, 2015). Pemeriksaan pajak perlu dilakukan untuk mendeteksi adanya kecurangan yang dilakukan oleh Wajib Pajak dan mendorong Wajib Pajak untuk membayar pajak dengan jujur sesuai ketentuan yang berlaku (Sutrisno dkk, 2016). Terhadap Wajib Pajak yang terdapat indikasi bahwa tidak melaksanakan kewajiban perpajakan dengan benar, dan atau untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak, maka dilakukan


(53)

pemeriksaan sebagai perwujudan dari penegakan hukum tersebut. Dengan demikian pemeriksaan pajak tidak lain merupakan pagar penjaga agar Wajib Pajak tetap berada pada koridor peraturan perpajakan (Budileksmana, 2001).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sutrisno dkk (2016) menyatakan bahwa pemeriksaan pajak berpengaruh positif terhadap peningkatan penerimaan pajak. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Trisnayanti dan Jati (2015) yang menyatakan bahwa pemeriksaan pajak berpengaruh positif terhadap peningkatan penerimaan pajak dan penelitian yang dilakukan oleh Mandagi dkk (2014) serta Herryanto dan Toly (2013) yang menyatakan bahwa pemeriksaan pajak berpengaruh positif terhadap peningkatan penerimaan pajak. Penelitian Wulandari dkk (2014) yang menyatakan bahwa pemeriksaan pajak berpengaruh negatif terhadap peningkatan penerimaan pajak.

Berdasarkan uraian dan hasil penelitian sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan adalah:

H1: Pemeriksaan pajak berpengaruh positif terhadap peningkatan penerimaan pajak.


(54)

2. Hubungan antara Penagihan Pajak terhadap Peningkatan Penerimaan Pajak

Penagihan pajak merupakan serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak, dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan dan penyanderaan, serta menjual barang yang telah disita (Trisnayanti dan Jati, 2015). Penagihan pajak diharapkan dapat dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga Wajib Pajak termotivasi untuk melakukan kewajiban perpajakannya yang selanjutnya diharapkan dapat meningkatkan penerimaan pajak (Sutrisno dkk, 2016). Wajib Pajak lebih banyak melunasi utang pajaknya setelah dilakukan penagihan dengan menerbitkan surat teguran dan melunasinya setelah menerbitkan surat paksa (Gisijanto dah Syahab, 2008).

Penelitian yang dilakukan oleh Sutrisno dkk (2016) menyatakan bahwa penagihan pajak berpengaruh positif terhadap peningkatan penerimaan pajak. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Trisnayanti dan Jati (2015) yang menyatakan bahwa penagihan pajak berpengaruh positif terhadap peningkatan penerimaan pajak dan penelitian yang dilakukan oleh Mahendra dan Sukartha (2014) yang menyatakan bahwa penagihan pajak berpengaruh positif terhadap peningkatan penerimaan pajak. Penelitian yang dilakukan oleh


(55)

Gisijanto dan Syahab (2008) menyatakan bahwa penagihan pajak berpengaruh positif terhadap peningkatan penerimaan pajak. Penelitian yang dilakukan oleh Nainggolan (2015) yang menyatakan bahwa penagihan pajak berpengaruh negatif terhadap peningkatan penerimaan pajak.

Berdasarkan uraian dan hasil penelitian sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan adalah:

H2: Penagihan pajak berpengaruh positif terhadap peningkatan penerimaan pajak.

3. Hubungan antara Norma Moral terhadap Peningkatan Penerimaan Pajak

Wajib Pajak mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diharapkan dapat diterapkan dan dilaksanakan berdasarkan keinginan yang berasal dari diri Wajib Pajak. Menurut Benk et al (2011) Wajib Pajak yang memiliki kewajiban moral yang baik maka Wajib Pajak akan cenderung berperilaku jujur dan taat terhadap aturan yang telah diberikan sehingga hal ini berdampak pada kepatuhan Wajib Pajak dalam pemenuhan pajaknya. Menurut Budiarti dan Sukartha (2015) Wajib Pajak yang memiliki tanggung jawab moral yang kuat maka akan berdampak pada tingginya pelaporan pajak dan tinggi rendahnya tingkat kepatuhan Wajib Pajak dipengaruhi oleh seberapa tinggi moral Wajib Pajak.


(56)

Penelitian yang dilakukan oleh Budiarti dan Sukartha (2015) menyatakan bahwa norma moral berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Permadi dkk (2013) yang menyatakan bahwa norma moral berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Benk et al (2011) berpendapat bahwa norma moral berpengaruh positif terhadap niat berperilaku tidak patuh. Penelitian yang dilakukan oleh Salman dan Farid (2009) serta Melinda (2014) menyatakan bahwa norma moral berpengaruh negatif terhadap pembayaran pajak.

Berdasarkan uraian dan hasil penelitian sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan adalah:

H3: Norma moral berpengaruh positif terhadap peningkatan penerimaan pajak.

4. Hubungan antara Kebijakan Sunset Policy terhadap Peningkatan Penerimaan Pajak

Kebijakan sunset policy merupakan kebijakan penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pembayaran pajak atau bunga dari pajak yang tidak atau kurang dibayar terhadap Wajib Pajak penghasilan baik orang pribadi maupun badan yang telah berjalan pada tahun 2008 (Hasan, 2009). Pengaruh kebijakan sunset policy terhadap peningkatan penerimaan pajak dapat dikembangkan dengan melihat pengaruh masing-masing substansi kebijakan sunset policy terhadap beberapa indikator kesadaran membayar pajak. Substansi pertama


(57)

adalah penghapusan sanksi administrasi bagi Wajib Pajak yang belum memiliki NPWP. Substansi kedua adalah penyampaian dan pembetulan SPT yang salah. Substansi ketiga adalah penghapusan sanksi administrasi atas kurang bayar pajak. Ketiga substansi-substansi tersebut diharapkan dapat mengurangi penilaian negatif dan mendorong kesadaran Wajib Pajak dalam membayar pajak (Ngadiman dan Huslin, 2015).

Kebijakan sunset policy dapat dikatakan sebagai pengubah paradigma Wajib Pajak yang selama ini menganggap segala kebijakan perpajakan yang dikeluarkan sebagai jebakan di kemudian hari. Diharapkan adanya kebijakan sunset policy ini dapat meningkatkan kemauan membayar pajak dan meningkatkan kesadaran Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya (Suryarini dan Anwar, 2010).

Penelitian yang dilakukan oleh Suryarini dan Anwar (2010) menyatakan bahwa kebijakan sunset policy berpengaruh positif terhadap peningkatan penerimaan pajak. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hasan (2009) yang menyatakan bahwa kebijakan sunset policy berpengaruh positif terhadap peningkatan penerimaan pajak dan penelitian yang dilakukan oleh Supadmi (2009) yang menyatakan bahwa kebijakan sunset policy berpengaruh positif terhadap peningkatan penerimaan pajak. Penelitian yang dilakukan oleh


(58)

Ngadiman dan Huslin (2015) yang menyatakan bahwa kebijakan sunset policy berpengaruh negatif terhadap peningkatan penerimaan pajak.

Berdasarkan uraian dan hasil penelitian sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan adalah:

H4: Kebijakan sunset policy berpengaruh positif terhadap peningkatan penerimaan pajak.

C. Model Penelitian

Tahap pertama penelitian adalah menguji pemeriksaan pajak terhadap peningkatan penerimaan pajak. Tahap kedua adalah menguji penagihan pajak terhadap peningkatan penerimaan pajak. Tahap penelitian selanjutnya adalah menguji norma moral terhadap peningkatan penerimaan pajak. Tahap terakhir adalah menguji kebijakan sunset policy terhadap peningkatan penerimaan pajak

Tabel 2.1 Model Penelitian Pemeriksaan Pajak (X1)

Penagihan Pajak (X2)

Norma Moral (X3)

Kebijakan Sunset Policy(X4)

Peningkatan Penerimaan Pajak (Y)

H1(+)

H2 (+) H3 (+) H4 (+)


(59)

45

METODA PENELITIAN

A. Obyek dan Subyek Penelitian

Obyek penelitian yang digunakan adalah Kantor pelayanan Pajak Pratama Sleman. Dalam penelitian ini subyek yang digunakan adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar di KPP Pratama Sleman tahun 2015 sebanyak 151.257 dengan mengambil sampel sebanyak 100.

B. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan adalah data primer, data tersebut di dapat dari sumber yang dikumpulkan secara khusus dan berhubungan langsung dengan permasalahan yang diteliti yang diperoleh dengan angket (kuesioner). Dimana kuesioner tersebut disebar sebanyak 100 lembar kuesioner yang dibagikan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi yang berada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sleman.

C. Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode non probability sampling, yaitu dengan teknik convenience sampling merupakan teknik dalam memilih sampel, peneliti tidak mempunyai pertimbangan lain kecuali berdasarkan kemudahan. Karena jumlah populasi yang banyak, maka tidak semua anggota populasi dijadikan sampel penelitian. Oleh karena itu, agar ukuran sampel yang diambil dapat representative, maka dihitung dengan menggunakan rumus slovin (Umar, 2005) sebagai berikut:


(60)

Keterangan: n = jumlah sampel N = ukuran populasi e = tingkat kesalahan

Dengan ukuran populasi sebesar 151.257 Wajib Pajak Orang Pribadi dengan tingkat kelonggaran ketidaktelitian sebesar 10%, dimana ukuran sampel dalam penelitian ini adalah:

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode angket (kuesioner), yakni teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan kepada orang lain yang dijadikan responden dan kemudian responden diminta menjawab sesuai dengan pendapat mereka..

Pengukuran variabel menggunakan skala likert dengan jumlah 5 point yaitu dengan keterangan sebagai berikut:

Tabel 3.1

Skor Jawaban Kuesioner Berdasarkan Skala Liker

No Item Skor

1 Sangat Setuju (SS) 5

2 Setuju (S) 4

3 Netral (N) 3

4 Tidak Setuju (TS) 2


(61)

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang bertindak apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2007). Penelitian ini terdapat empat variabel independen, yaitu pemeriksaan pajak, penagihan pajak, norma moral, dan kebijakan sunset policy. Sedangkan variabel dependen terdiri dari satu variabel yaitu peningkatan penerimaan pajak. Pengukuran variabel penelitian dilakukan dengan menggunakan kuesioner berdasarkan penelitian sebelumnya. Berikut adalah definisi operasional dan indikator-indikator penelitian untuk masing-masing variabel:

1. Variabel Independen

Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi timbulnya variabel dependen (Sugiyono, 2007).Variabel independen dalam penelitian ini adalah pemeriksaan pajak (X1), penagihan pajak (X2), norma moral (X3) dan kebijakan sunset policy (X4).

Tabel 3.2

Operasional Variabel Independen

VARIABEL KONSEP VARIABEL INDIKATOR SKALA

Pemeriksaan Pajak (X1)

Serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan,

mengelola data dan atau keterangan lainnya untuk

1. Menguji

kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan


(62)

menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Mardiasmo, 2011)

2. Pemeriksaan rutin 3. Pemeriksaan

khusus

4. Pembinaan dan penyuluhan

5. Penyampaian SPT

Tahunan 6. Tujuan pemeriksaan 7. Keberatan pemeriksaan Penagihan Pajak (X2)

Serangkaian tindakan agar penanggung pajak

melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan,

melaksanakan penyitaan, melaksanakan

penyanderaan, dan

menjual barang yang telah disita (Haula Rosdiana dan Edi Slamet, 2001)

1. Tunggakan pajak 2. Surat Ketetapan

Pajak

3. Surat Tagihan Pajak

4. Surat Paksa 5. Surat Teguran 6. Penyitaan barang

miliki Wajib Pajak

7. Pelelangan barang milik Wajib Pajak

Likert


(63)

Norma Moral (X3)

Norma individu yang dipunyai oleh seseorang, namun kemungkinan tidak dimiliki oleh orang lain (Mustikasari, 2007).

1. Melanggar etika 2. Perasaan bersalah 3. Prinsip hidup

Likert

Kebijakan

Sunset Policy

(X4)

Fasilitas penghapusan sanksi administrasi pajak berupa bunga

sebagaimana diatur dalam Pasal 37A

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Siti Kurnia Rahayu, 2009)

1. Program pengampunan pajak 2. Penghapusan sanksi administrasi perpajakan 3. Manfaat sunset

policy

4. Wajib Pajak berharap adanya

sunset policy

kembali 5. Wajib Pajak

mendukung kebijakan sunset policy

6. Sunset policy

bukan sebuah


(64)

jebakan

7. Kebijakan sunset

policy menjadi

upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak

2. Variabel Dependen

Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel independen (Sugiyono, 2007). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah peningkatan penerimaan pajak (Y).

Tabel 3.3

Operasional Variabel Dependen

VARIABEL KONSEP VARIABEL INDIKATOR SKALA

Peningkatan Penerimaan pajak (Y)

Sumber penerimaan yang dapat diperoleh secara terus-menerus dan dapat dikembangkan secara optimal sesuai kebutuhan pemerintahan serta kondisi masyarakat (Hutagaol, 2007)

1. Peran penerimaan pajak

2. Sumber penerimaan negara 3. Upaya dalam

meningkatkan penerimaan pajak


(65)

F. Uji Kualitas Instrumen 1. Uji Statistik Deskriptif

a. Statistik Responden

Statistik deskriptif yang memberikan informasi atau penjelasan mengenai jenis kelamin, usia, dan pekerjaan dari sampel penelitian. Analisis ini berupa uraian penjelasan dengan membuat tabel, mengelompokkan, menganalisis dan berdasarkan pada hasil jawaban kuesioner yang diperoleh dari tanggapan responden (Ghozali, 2011).

b. Variabel Penelitian

Statistik deskriptif memberikan informasi mengenai kisaran teoritis, kisaran sesungguhnya, rata-rata, dan standar deviasi dari sampel penelitian (Ghozali, 2011). Analisis ini bersifat uraian penjelasan dengan membuat tabel-tabel, mengelompokkan, menganalisis data berdasarkan pada hasil jawaban kuesioner yang diperoleh dari tanggapan responden dengan menggunakan tabulasi data.

2. Uji Kualitas Data a. Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut (Ghozali, 2011). Pengujian


(66)

validitas ini menggunakan pendekatan pearson correlation. Jika korelasi antara skor masing-masing butir pertanyaan dengan total skor mempunyai tingkat signifikansi di bawah 0.05 maka butir pertanyaan tersebut dikatakan valid dan sebaliknya (Ghozali, 2011). b. Uji Reliabilitas

Menurut Ghozali (2011), uji reliabilitas adalah alat untuk suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Uji reliabilitas ini menghasilkan nilai cronbach alpha. Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai cronbach alpha lebih besar dari 0,60. Apabila cronbach alpha dari suatu variabel lebih besar 0,60 maka butir pertanyaan dalam instrumen penelitian tersebut adalah reliabel atau dapat diandalkan. Sebaliknya, jika nilai cronbach alpha kurang dari 0,60 maka butir pertanyaan tidak reliabel.

3. Uji Asusmsi Klasik a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan uji One-Sample Kolmogorov Smirnov (K-S). Uji Kolmogorov Smirnov (K-S) dilakukan dengan menggunakan bantuan


(1)

18

perpajakan sebelumnya. Sehingga kebijakan sunset policy ini akan berdampak pada semakin meningkatnya penerimaan pajak.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan analisis pengaruh pemeriksaan pajak, penagihan pajak, norma moral, dan kebijakan sunset policy terhadap peningkatan penerimaan pajak, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Pengaruh pemeriksaan pajak berpengaruh positif signifikan terhadap peningkatan penerimaan pajak.

2. Pengaruh penagihan pajak berpengaruh positif signifikan terhadap terhadap peningkatan penerimaan pajak.

3. Pengaruh norma moral berpengaruh negatif terhadap peningkatan penerimaan pajak.

4. Pengaruh kebijakan sunset policy berpengaruh positif signifikan terhadap peningkatan penerimaan pajak.

Saran

Saran yang dapat penulis berikan sebagai berikut:

1. KPP Pratama Sleman hendaknya melakukan upaya untuk meningkatkan penerimaan disektor pajak, seperti melalui pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang memiliki tunggakan dalam pembayaran pajaknya.

2. Metode pengumpulan data selanjutnya dapat dilengkapi dengan metode lainnya seperti observasi dan wawancara yang mendukung hasil kuesioner


(2)

19

agar data yang dikumpulkan lebih akurat dan menghindari perbedaan persepsi responden.

Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan sebagai berikut:

1. Dalam penelitian subyek penelitian hanya Wajib Pajak Orang Pribadi yang membayar mauapun melaporkan perpajakannya di KPP Pratama Sleman, dimana cakupan wilayahnya masih sempit, sehingga penelitian masih bisa dilakukan di KPP lain di sekitar Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Penelitian ini hanya meneliti pemeriksaan pajak, penagihan pajak, norma moral, dan kebijakan sunset policy. Penelitian selanjutnya dapat menambahakan variabel sistem administrasi perpajakan modern.


(3)

20 Daftar Pustaka

Benk, S Cakmank AF., dan Budak, T., 2011, An Investigation of Tax Compliance intention: A Theory of Planned Behavior Approach, European Journal of Economics, Finance and Administrative Sciences: ISSN 1450-2275 Issue 28 180-188.

Budiarti, Mega Komang., dan Sukartha, Putu D’yan Yaniartha., 2015, Faktor Eksternal dan Internal Yang Memengaruhi Motivasi Dalam Memenuhi Kewajiban Perpajakan, ISSN: 2302-8556 E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 11.1 (2015): 29- 43.

Gisijanto dan Syahab., 2008, Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Terhadap Penerimaan Pajak, Jurnal Ekonomi Akuntansi Pajak.

Hasan Dahliana, 2009, Sunset Policy dan Implikasinya Terhadap Peningkatan Penerimaan Pajak Penghasilan di Daerah Istimewa Yogyakarta, Mimbar Hukum, Vol. 21, No. 2, Juni 2009, Hal. 203-408.

Mahendra, Putu Putra., dan Sukartha, I Made., 2014, “Pengaruh Kepatuhan, Pemeriksaan Dan Penagihan Pajak Pada Penerimaan Pajak Penghasilan Badan”, ISSN : 2302 – 8556 E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana 9.3 (2014) : 633-643.

Mandagi, Sabijono, dan Tirayoh., 2014, “Pengaruh Pemeriksaan Pajak Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan Dalam Memenuhi Kewajiban Perpajakannya Pada KPP Pratama Manado”, ISSN : 2303-1174 Jurnal EMBA, Vol.2 No.3 September 2014, Hal. 1665-1674.

Melindasari Novita, 2014, Pengaruh Norma Moral, Tingkat Pemahaman, Pemeriksaan dan Keadilan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Pada KPP Pratama Tanjungpinang, Skripsi, Universitas Maritim Raja Ali Haji.

Murtin Alek dan Amaliyah Mistaul, 2010, “Pengaruh Program Ekstensifikasi dan Intensifikasi Pajak, NPWP serta Sunset Policy Terhadap Pemenuhan Kewajiban Perpajakan”, Jurnal Akuntansi dan Investasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Vol. 11, No. 1, halaman 16-29, Januari 2010. Mustikasari, 2007, Kajian Empiris Tentang Kepatuhan Wajib Pajak Badan di Perusahaan Industri Pengolahan di Surabaya. Simposium Nasional Akuntansi X, Makasar.


(4)

21

Ngadiman dan Huslin Daniel, 2015, “Pengaruh Sunset Policy, Tax Amnesty, dan Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak”, Jurnal Akuntansi, Volume XIX, No. 2, Mei 2015: 225-241.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2008.

Permadi, T., Nasir, A., dan Anisma, Y., 2013, “Studi Kemauan Membayar Pajak Pada Wajib Pajak Orang Pribadi yang Melakukan Pekerjaan Bebas (Kasus Pada KPP Pratama Tampan Pekanbaru)”, Jurnal Ekonomi, Vol 21 No. 2 Juni 2013.

Salman, K. R. dan Farid, M., 2009, Pengaruh Sikap dan Moral Wajib Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak pada Industri Perbankan Surabaya, Skripsi, STIE Perbanas Surabaya.

Sugiyono, 2009, Metode Penelitian Bisnis, Alfabeta cv, Bandung.

Supadmi Ni Luh, 2009, “Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Melaui Kualitas Pelayanan”, Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Bisnis, Vol. 4 No. 2 Juli 2009. Suryarini, Tisni dan Anwar Syaiful., 2010, “Dampak Kebijakan Sunset Policy

Terhadap Kemauan Kembayar Pajak Pada KPP Semarang Barat”, Jurnal

Dinamika Akuntansi, Vol. 2, No. 2, September 2010, 135-146.

Sutrisno, Budi. Arifati, Rina dan Andini, Rita., 2016, “Pengaruh Kewajiban Kepemilikan NPWP, Pemeriksaan Pajak, Penagihan Pajak, Surat Paksa

Pajak dan Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Penerimaan Pajak”, Journal

Of Accounting, Volume 2 No.2 Maret 2016.

Tahar Afrizal, 2011, “Pengaruh Persepsi Wajib Pajak Atas Pelayanan KPP, Sanksi Perpajakan, dan Pengetahuan Atas Penghasilan Kena Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Penelitian pada Wajib Pajak Orang Pribadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bantul)”, Jurnal Akuntansi dan Investasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Vol. 12 No. 2 Juli 2011.

Tahar Afrizal, 2014, “Pengaruh Faktor Internal dan Faktor Eksternal Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak”, Jurnal Akuntansi dan Investasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Volume 15 No.1 Januari 2014.

Trisnayanti, I. A dan Jati, I Ketut., 2015, “Pengaruh Self Assessment System, Pemeriksaan Pajak, dan Penagihan Pajak Pada Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)”, E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana 13.1 (2015): 292-310.

Troutman, Coleen S., 1993, Moral Commitment to Tax Compliance as Measured by The Development of Moral Reasoning and Attitutes Towards The Fairness of The Tax Laws, Disertation, Oklahoma State University, USA.


(5)

22

Umar Husein, 2005, Riset Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi (Edisi Revisi dan Perluasan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.


(6)

23

BIODATA PENULIS

I. IDENTITAS PRIBADI

1. Nama : Bunga Fitriana Kusuma Wati

2. NIM : 20130420391

3. Jenis Kelamin : Perempuan

4. Tempat/tanggal lahir : Cirebon, 15 Februari 1994

5. Agama : Islam

6. Alamat : Jl. P. KianSantang RT/RW 002/009 Desa

7. Telepon : 085351372671

8. Email : bungafitriana4@gmail.com II. PENDIDIKAN FORMAL

1. SDN 1 Sukadana Tahun 2000-2006

2. SMPN 1 Ciledug Tahun 2006-2009

3. SMAN 1 Babakan Tahun 2009-2012

4. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Tahun 2013-2017 III. PENGALAMAN KERJA

1. Magang di Kanwil DJPB Prov DIY Tahun 2016 Sukadana Kec. Pabuaran Kab. Cirebon


Dokumen yang terkait

Analisis persepsi wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan terhadap sunset policy : studi kasus pada KPP pratama Jakarta Kebayoran Lama

0 9 94

Pengaruh Penagihan Pajak dan Pemeriksaan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sumedang)

0 3 1

PENGARUH KESADARAN PERPAJAKAN, SIKAP RASIONAL, SUNSET POLICY, SANKSI, PELAYANAN FISKUS, DAN LINGKUNGAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM MENINGKATKAN PENERIMAAN PAJAK (Studi Empiris Terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi di Wilayah KPP Pratama Sleman dan W

13 62 175

PENGARUH TINGKAT KEPATUHAN, PEMERIKSAAN PAJAK SERTA PERUBAHAN PENGHASILAN KENA PAJAK TERHADAP PENINGKATAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA KPP PRATAMA SURAKARTA

0 4 80

PENGARUH PEMERIKSAAN PAJAK DAN PENAGIHAN PAJAK TERHADAP EFEKTIVITAS PENERIMAAN PAJAK Pengaruh Pemeriksaan Pajak Dan Penagihan Pajak Terhadap Efektivitas Penerimaan Pajak(Studi Kasus Pada Kpp Pratama Surakarta).

0 3 18

PENGARUH PEMERIKSAAN PAJAK DAN PENAGIHAN PAJAK TERHADAP EFEKTIVITAS PENERIMAAN PAJAK Pengaruh Pemeriksaan Pajak Dan Penagihan Pajak Terhadap Efektivitas Penerimaan Pajak(Studi Kasus Pada Kpp Pratama Surakarta).

0 3 14

Pengaruh Jumlah Wajib Pajak dan Pemeriksaan Pajak terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi di KPP Pratama Tegallega Bandung.

0 0 21

Pengaruh Pemeriksaan Pajak dan Penagihan Pajak terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan (Studi Kasus pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees).

1 4 21

Peranan Sunset Policy terhadap Peningkatan Penerimaan Pajak dari Wajib Pajak Orang Pribadi (Studi Kasus pada KPP Pratama Bandung Bojonagara).

0 0 17

Pengaruh Sunset Policy terhadap Penerimaan Pajak Orang Pribadi (Studi Kasus pada KPP Pratama Bandung Cicadas).

0 0 18