sesuatu sebagai misteri. Kesemuanya itu merupakan mitologi yang dapat ditemukan pada orang, tempat, waktu, dan peristiwa. Hal tersebut terlihat menonjol dalam nama,
kelahiran, waktu, keberuntungan, angka, dan huruf. Dengan demikian, realitas mitos Jawa diwujudkan manusia melalui bentuk
upacara ritual. Pengulangan kembali mitos dalam upacara-upacara ritual berarti menghidupkan kembali dimensi kudus pada waktu permulaan. Sehingga bagi
masyarakat Jawa, mengetahui mitos adalah sesuatu yang penting karena mitos tidak hanya mengandung tafsiran tentang dunia dengan segala isinya dan contoh model
tentang keberadaannya di dunia, tetapi mereka harus menjalankan dan mengulangi kembali apa yang telah Tuhan dan alam supranatural kerjakan pada waktu permulaan.
Jadi, jelaslah bahwa mitos bagi masyarakat Jawa bukan merupakan pemikiran intelektual dan bukan pula hasil logika, melainkan lebih merupakan orientasi spiritual
dan mental untuk berhubungan dengan yang Illahi.
2.2.4 Kosmologi
Secara etimologi kosmologi berasal dari istilah Yunani, yaitu kosmos yang berarti susunan, atau ketersusunan yang baik. Menurut Bakker 1995:27 kosmologi
adalah ilmu pengetahuan tentang alam ataupun dunia. Titik tolak konkret kosmologi adalah kesatuan manusia dan dunia. Pemahaman antara manusia dan dunia dalam
antropologi ini selanjutnya dikatakan kosmologi yang bersifat metafisik. Hal itu sebenarnya merupakan kelanjutan dan perluasan dari Antropologi
karena setiap struktur metafisik dalam substansi-substansi duniawi, pertama-tama
Universitas Sumatera Utara
direalisasikan dalam manusia dengan cara paling jelas dan sadar sejauh substansi lainnya dalam rangka dunia merupakan bayangan dan pemikiran manusia yang
berkurang. Namun, kosmologi juga berbeda karena secara implisit terkandung kesimpulan-kesimpulan tentang substansi-substansi dunia lainnya, tetapi dalam
kosmologi substansi-substansi dunia lain itu termasuk obyek penyelidikan secara langsung Bakker, 1995:38.
Kosmologi selalu berhubungan dengan lingkungan, salah satunya adalah ekologi. Ekologi yang diartikan sebagai ilmu tentang lingkungan hidup, merupakan
ilmu majemuk atau disiplin lintas semu an inter diciplinary study. Ekologi memiliki keistimewaan di antara ilmu-ilmu spesifik, terutama yang eksakta, sebab dengan jelas
berciri normatif. Ekologi bukan hanya mempelajari struktur alam dunia, tetapi juga menentukan norma-norma untuk memelihara dan mengembangkan.
Pemahaman antara kosmologi dan ekologi menambah pengertian bahwa gagasan pengalaman-pengalaman hidup manusia merupakan fungsi dari kualitas alam
lingkungan yang terlihat dari perjuangan antara manusia dengan alam. Melalui sudut ini akan terlihat bahwa sekalipun kosmologi bukan ilmu praktis yang dapat
menyajikan pemecahan untuk persoalan ekologi, tetapi kosmologi dapat menyediakan dasar tempat suatu filsafat lingkungan dapat dibangun. Kosmologi menjadi ruang
dialog ekologi dan keduanya bersama-sama memberi pengertian skala besar dan skala kecil tentang oikos.
Berdasarkan uraian di atas, kerjasama antara kosmologi dengan ekologi, maupun antropologi ternyata mampu memahami keberadaan alam semesta konkret,
Universitas Sumatera Utara
baik itu asal mula, gejala-gejala, substansi-substansi, serta sebab-akibat yang ditimbulkannya, maka sangat relevan sekali apabila kosmologi ini sebagai bagian dari
ilmu pengetahuan alam yang berusaha tampil untuk menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan tetap mengacu pada manusia makhluk dengan kecerdasan dan kesadaran
diri. Sehubungan dengan itu, masyarakat Jawa pada umumnya tidak dapat
dilepaskan dari lingkungan tempat tinggalnya. Baik secara langsung ataupun tidak, dan disadari ataupun tidak ia akan selalu bergantung dan berinteraksi dengan
lingkungan hidupnya melalui serangkaian pengalaman dan pengamatannya. Dari pengalaman hidup ini kemudian diperoleh cita lingkungan hidupnya yang
memberikan petunjuk mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan demi kebaikan hidupnya. Keberadaan kosmos dengan keteraturannya mengantarkan pada
pemahaman yang lebih realistis, bahkan alam dengan gejala-gejala yang muncul pasti ada yang mengatur dan mengendalikan.
2.2.5 Filsafat Jawa