Pengujian Daya Bakar
B. Pengujian Daya Bakar
Pada penelitian ini, penambahan lempung bentonit maupun montmorillonit diharapkan mampu meningkatkan kemampuan hambat bakar geobiokomposit yang terbentuk. Dilakukan pengujian daya bakar pada geobiokomposit dengan melihat time to ignition (TTI), burning rate (BR), dan heat release (HR)
commit to user
biokomposit adalah ASTM D 635 dengan menjepit sampel secara horizontal dan mengenakan nyala api ke salah satu ujungnya.
Sampel Saat Uji Nyala
Sampel setelah Uji bakar
Gambar 22. Uji Nyala Geobiokomposit Formula FII
1. Time To Ignition (TTI)
Time to ignition (TTI) adalah waktu yang diperlukan oleh geobiokomposit untuk menyala setelah dikenai sumber api. Oleh karena itu, data TTI diambil dengan mencatat waktu yang diperlukan hingga terbentuk nyala pada spesimen yang telah disiapkan. Semakin cepat waktu untuk membentuk nyala pada suatu bahan, menandakan bahan tersebut mudah terbakar. Diperoleh TTI untuk biokomposit standar (FI) adalah 2,25 sekon. Data TTI yang diperoleh
menunjukkan bahwa adanya bentonit dan montmorillonit pada biokomposit dapat
meningkatkan TTI, yang artinya pembentukan nyala menjadi semakin lama. Hal tersebut menunjukkan sistem hambat nyala geobiokomposit telah terbentuk. Berikut adalah grafik TTI untuk FII dan FIII.
commit to user
Gambar 23. Grafik Pengaruh % Clay Terhadap Time To Ignition (TTI)
FII (LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Bent) dan FIII (LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/MMt)
Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi clay yang ditambahkan maka semakin tinggi pula nilai TTI-nya. Pada penambahan 40% clay, FII (BC1d) terjadi peningkatan 188,89 % dibandingkan dengan FI, sedangkan pada FIII (BD1d) meningkat 263,56 %. Sebagaimana yang dilaporkan Morgan, et. al (2005) bahwa clay dapat dijadikan sebagai senyawa tahan api karena dapat menurunkan kemampuan bakar kompositnya. Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan Gilman (2000) yang menambahkan clay pada kompositnya sehingga meningkatkan kemampuan hambat nyalanya. Kemampuan hambat nyala ini disebabkan karena mineral clay merupakan mineral
aluminosilikat, dimana terdiri dari senyawa Al 2 O 3 dan SiO 2 (Supeno, Minto.
2009). Senyawa oksida tersebutlah yang mampu bertindak sebagai penyekat dan
pelindug lapisan polimer sehingga menghalangi interaksi dengan gas O 2 selama pembakaran (Sain, et al ; 2004). Jika dilihat dari jenis clay-nya, ternyata montmorillonit memiliki TTI lebih tinggi dibandingkan dengan bentonit. Hal ini dikarenakan tingkat kemurnian monmorillonit lebih tinggi bila dibandingkan dengan bentonit. Karena dalam
commit to user
senyawa lain seperti kuarsa, illit, kalsit, dan lain-lain (Supeno, Minto, 2009).
2. Burning Rate (BR)
Kemampuan hambat bakar biokomposit dapat diukur dengan menentukan kecepatan pembakaran atau burning rate (BR) dari biokomposit, dimana semakin kecil kecepatan pembakaran menunjukkan bahwa kemampuan hambat nyalanya semakin besar. Suharty, et al (2010) pernah melakukan penelitian dengan
menambahkan Al(OH) 3 +Mg(OH) 2 +H 3 BO 3 pada biokompositnya, diperoleh hasil
BR dari biokompositnya menurun sebesar 12%. Kecapatan pembakaran tersebut menurun dikarenakan logam hidroksida tersebut apabila terbakar maka akan dapat menjadi arang yang mampu melapisi biokomposit dari nyala api. Asam borat
(H 3 BO 3 ) juga memiliki peran yang tidak kalah penting, karena apabila dibakar, asam borat mampu menghasilkan B 2 O 3 yang bersifat lembab. Suharty, et al (2010) juga melaporkan bahwa dengan penambahan nanoCaCO 3 +NaPP pada
biokompositnya dapat menurunkan BR sebesar 49%, sedangkan dengan
penambahan nanoCaCO 3 +DAP dapat menurunkan BR sampai 54%. Diperoleh burning rate (BR) biokomposit standar FI (LPP/DVB/LPP-g- AA/STKS) pada penelitian ini adalah 2,20 mm/menit. Data hasil pengukuran BR geobiokomposit menunjukkan dengan adanya penambahan clay bentonit maupun
montmorillonit pada biokomposit dapat menurunkan kecepatan pembakaran, yang
berarti bahwa geobiokomposit memiliki kemampuan hambat bakar yang lebih baik dibanding biokomposit awalnya. Hal tersebut mengindikasikan sistem penghambat bakar geobiokomposit telah terbentuk.
Berdasarkan Gambar 24, dapat diketahui bahwa pada konsentrasi tertinggi yakni 40% clay, nilai BR menunjukkan angka yang paling rendah. Seperti yang dilaporkan Sudhakara, et al (2011) bahwa semakin banyak clay yang ditambahkan maka semakin banyak char (arang) yang terbentuk selama pembakaran. Arang tersebut dapat membatasi gas pembakaran dan mengurangi konduktivitas termal sehingga kemampuan bakar menurun. Paul, D.R., et al (2008) juga menyatakan bahwa arang yang terbentuk pada permukaan luar dapat mengurangi konsentrasi
commit to user
nyala karena diminimalisasinya O 2 . Data kecepatan pembakaran geobiokomposit FII dan FIII disajikan pada Gambar 24 berikut.
Gambar 24. Pengaruh % Clay Terhadap Burning Rate (BR) Formula FII
(LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Bent) dan Formula FIII (LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/MMt)
Berdasarkan data kecepatan pembakaran geobiokomposit diatas, diketahui bahwa BR FIII lebih rendah dibanding BR FII pada kondisi optimumnya (penambahan 40% clay). Pada FII (BC1d) mengalami penurunan 61,82% dibandingkan dengan FI, sedangkan FIII (BD1d) mengalami penurunan 65,55%. Hal ini disebabkan tingkat kemurnian montmorillonit lebih tinggi dibandingkan dengan lempung bentonit. Karena dalam bentonit selain mengandung montmorillonit juga masih mengandung senyawa-senyawa lain seperti clinoptitolite, quartz, illite, analcime, dan dolomite (Fisli, A dkk., 2008).
3. Heat Release (HR)
Heat Release (HR) adalah kemampuan suatu material untuk melepaskan panas setelah material tersebut terbakar. Semakin besar presentase HR biokomposit, maka semakin cepat pula kemampuan biokomposit untuk melepaskan panas. Artinya suhu biokomposit setelah terbakar akan cepat turun.
commit to user
AA/STKS) pada penelitian ini adalah 85,84%. Berdasarkan hasil pengukuran persentase HR pada biokomposit dengan penambahan clay dengan berbagai
konsentrasi, menunjukkan bahwa penambahan clay dapat menaikkan persentase HR. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan geobiokomposit dalam melepaskan panas lebih baik daripada Formula I (LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS). Berikut adalah grafik pengaruh jenis clay terhadap HR dengan berbagai konsentrasi.
Gambar 25. Grafik Pengaruh % Clay Terhadap Heat Release (HR)
Formula II (LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/Bent) dan Formula III (LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/MMt)
Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa komposisi optimum penambahan clay berada pada saat penambahan konsentrasi 40% clay, baik pada bentonit maupun montmorillonit. Semakin banyak clay yang ditambahkan, maka semakin banyak pula arang yang terbentuk. Arang yang terbentuk dari clay tersebut merupakan insulator yang baik (Manias, 2002) sehingga arang akan menghambat proses pembakaran selanjutnya.
Bila dibandingkan dari jenis clay-nya, ternyata montmorillonit memberikan persentase HR lebih tinggi dibandingkan bentonit, dengan kenaikan presentase sebesar 4,42% sedangkan bentonit 4,2% dibandingkan dengan FI. Sehingga diperoleh kondisi optimum sifat hambat bakar yang baik dari
commit to user
Formula III (LPP/DVB/LPP-g-AA/STKS/MMt) pada konsentrasi MMt sebesar 40% wt (BD1d).