Kinerja Pegawai Bagian Pelayanan Publik Dalam Pembuatan KTP di Kecamatan Karangpandan Kabupaten Karanganyar.

2. Kinerja Pegawai Bagian Pelayanan Publik Dalam Pembuatan KTP di Kecamatan Karangpandan Kabupaten Karanganyar.

Dengan penerapan sistem informasi berbasis komputer dalam proses pembuatan KTP di Kecamatan Karangpandan secara normatif akan menjadikan suatu proses pembuatan KTP menjadi semakin cepat dan praktis. Standar pelayanan pun jelas sudah tertera pada Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara No. 63 Tahun 2003 tentang pedoman unum Dengan penerapan sistem informasi berbasis komputer dalam proses pembuatan KTP di Kecamatan Karangpandan secara normatif akan menjadikan suatu proses pembuatan KTP menjadi semakin cepat dan praktis. Standar pelayanan pun jelas sudah tertera pada Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara No. 63 Tahun 2003 tentang pedoman unum

a. Prosedur Pelayanan Prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan termasuk pengaduan

b. Waktu Penyelesaian Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian termasuk pengaduan.

c. Biaya Pelayanan Biaya/ tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan pada proses pemberian layanan.

d. Produk Layanan Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

e. Sarana dan Prasarana Penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggaraan pelayanan publik.

f. Kompetensi Petugas Pemberi Pelayanan Publik Kompetensi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepat sesuai berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan sikap dan perilaku yang dibutuhkan.

Dalam pelayanan publik, petugas birokrasi wajib menerapkan aturan tersebut dalam setiap melakukan pelayanan kepada masyarakat. Begitu juga di Kecamatan Karangpandan, pegawai kecamatan dalam melakukan pelayanan termasuk dalam pelayanan pembuatan KTP harus selalu berpegang pada Peraturan Pemerintah tersebut. Namun kenyataan dilapangan berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti, pegawai bagian pelayanan publik khusus pembuatan KTP di Kecamatan Karangpandan belum sepenuhnya berpegang pada Peraturan Pemerintah tersebut dalam melakukan pelayanan. Masalah utama yang menjadi penyelewengan utama dalam pelaksanaan pelayanan publik khususnya dalam hal pelayanan pembuatan

biaya. Masalah pertama yang ditemukan peneliti yaitu masalah waktu. Dari hasil penelitian, waktu penyelesaian pembuatan KTP di Kecamatan Karangpandan sudah diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil yaitu waktu penyelesaian pembuatan KTP adalah 1 hari kerja. Namun temuan lapangan menunjukan, rata- rata penyelesaian pembautan KTP di Kecamatan Karangpandan memerlukan waktu 3 hari dan bahkan bias lebih. Dari temuan peneliti, hal tersebut merupakan murni maslah kinerja pegawai yang belum maksimal dalam melakukan pelayanan. Masalah kedua yang ditemukan peneliti yaitu masalah biaya. Biaya permohonan pembuatan KTP di Kecamatan Karangpandan sudah tertera pada Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 11 Tahun 2011 tentang Retribusi Pelayanan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil di Kabupaten Karanganyar yaitu sebesar Rp.

0. Namun temuan lapangan didapatkan bahwa dalam proses pembuatan KTP di Kecamatan Karangpandan pemohon ditarik biaya retribusi sebesar Rp. 20.000 jika menginginkan KTP tersebut selesai dalam waktu 1 hari dan jika tanpa biaya maka KTP tersebut akan selesai maksimal 6 hari kerja.

Dari observasi yang dilakukan peneliti, biaya tambahan sebesar Rp. 20.000 yang dibebankan oleh masyarakat yang menginginkan proses pembuatan KTP menjadi lebih cepat tersebut bisa dikatakan murni sebuah praktek pungutan liar yang dialkuakan oleh pihak Kecamatan Karangpandan. Hal tersebut sangat bertolak belakang dengan slogan – slogan yang dikemukakan yang akan mengutamakan pelayanan masyarakat di atas segalanya dan pelayanan prima menjadi kewajiban yang harus dilakukan pemerintah, tetapi kenyataannya kondisi yang terjadi sebagaimana yang dijelaskan di atas ternyata tidak mampu menggugah kreatifitas dan inisiatif birokrasi untuk mencari jalan keluar terhadap permasalahan yang ada. Birokrasi hanya terpaku pada aturan- aturan yang telah ditetapkan, mereka enggan mengambil inisiatif dalam rangka memecahkan permasalahan yang Dari observasi yang dilakukan peneliti, biaya tambahan sebesar Rp. 20.000 yang dibebankan oleh masyarakat yang menginginkan proses pembuatan KTP menjadi lebih cepat tersebut bisa dikatakan murni sebuah praktek pungutan liar yang dialkuakan oleh pihak Kecamatan Karangpandan. Hal tersebut sangat bertolak belakang dengan slogan – slogan yang dikemukakan yang akan mengutamakan pelayanan masyarakat di atas segalanya dan pelayanan prima menjadi kewajiban yang harus dilakukan pemerintah, tetapi kenyataannya kondisi yang terjadi sebagaimana yang dijelaskan di atas ternyata tidak mampu menggugah kreatifitas dan inisiatif birokrasi untuk mencari jalan keluar terhadap permasalahan yang ada. Birokrasi hanya terpaku pada aturan- aturan yang telah ditetapkan, mereka enggan mengambil inisiatif dalam rangka memecahkan permasalahan yang

Dari fenomena klasik ini bisa dikatakan bahwa perilaku korupsi itu bisa di pengaruhi setidaknya oleh tiga hal;

1) Petugas yang memberi sinyal, kalau mau cepat harus ada biaya tambahan. Petugas menjadi posisi yang menerima suap dan memberikan peluang masyarakat untuk melakukan hal itu. Petugas nampaknya sengaja memberi kabar bahwa proses pembuatan lama, padahal tidak lama. Atau dengan bentuk yang lain hingga muncul uang pelicin.

2) Masyarakat itu sendiri. Masyarakat yang menginginkan agar KTP itu jadi, maka rela untuk memberikan biaya tambahan. Padahal sejatinya dia tahu biaya retribusi yang sebenarnya. Tapi seolah tak berdaya, hingga memberi biaya tambahan. Posisi ini sebagai penyogok atau penyuap.

3) Pengawasan yang lemah. Ini berkait dengan peraturan yang ada yang masih memungkinkan celah terjadinya suap menyuap (biaya tambahan) dalam proses pembuatan KTP.

Dari data yang didapat peneliti, praktek- praktek tersebut sebanarnya bukannya tidak diketahui oleh pimpinan misalnya camat atupun kasi di bagian pembuatan KTP. Dari data yang didapat oleh peneliti, pimpinan sebenarnya tidak membantah adanya praktek tersebut dan sebenarnya juga mengetahui bahwa adanya praktek pungli tersebut yang dilakukan oleh pegawainya, namun disini pimpinan terkesan lepas tangan dan cenderung menutup mata. Dari wawancara yang dilakukan peneliti dengan kasi bagian pelayanan pembuatan KTP diketahui bahwa atasan sebenarnya mengetahui

pegawai tetap ada juga yang melakukan praktek tersebut. Dari data tersebut, peneliti berkesimpulan bahwa terdapat indikasi sikap pembiaran oleh atasan kepada bawahannya yang melakukan praktek pungutan tersebut. Dari sikap pimpinan yang terkesan membiarkan mengenai praktek pungli tersebut, peneliti mengasumsikan terdapat dua kemungkinan. Pertama, pimpinan terkesan memniarkan adanya praktek pungli tersebut dikarenakan praktek pungli tersebut memang sudah menjadi kegiatan terstruktur di lingkungan kecamatan, dengan kata lain pelakunya bukan hanya oknum pegawai yang bersangkutan melainkan sudah terorganisisir sampai pada pimpinan. Mengingat biaya yang ditarik lumayan besar yaitu sebesar Rp. 20.000 dan apabila besaran tersebut dikalkulasikan selama satu tahun sudah terlihat, jumlah yang cukup besar akan diperoleh hanya dari pungli tersebut. Indikasi kedua yaitu memang pimpinan mengetahui adanya praktek tersebut namun pimpinan memang bersikap lepas tangan terhadap apa yang dilakukan pegawainya.

Dokumen yang terkait

PROGRAM PEM BI NAAN PELAYANAN KESEHATAN DI REKTORATJ EN DERAL PELAYANAN KESEHATAN

0 2 63

PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DI REKTORATJ EN DERAL KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

0 6 60

AN SOSIAL TERP TERPADU ADU

0 2 359

PENGEMBANGAN APLIKASI E-COMMERCE DEKORASI DENGAN BERBASIS WEB PADA STARTUP BALON PARTNER THE DESIGN OF AN E-COMMERCE APPLICATION WITH A WEB BASED ON STARTUP BALON PARTNER

0 2 10

ANALISIS DAN PERANCANGAN MANAGEMENT AND OPERTIONAL INFORMATION DALAM RANCANGAN DATA CENTER DI DISKOMINFO PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG MENGGUNAKAN STANDAR EN 50600-3-1 DAN METODE PPDIOO LIFE-CYCLE APPROACH ANALYSIS AND DESIGN OF MANAGEMENT AND OPERTIONAL I

0 0 7

ANALISIS DAN PERANCANGAN TELECOMMUNICATION CABLING INFRASTRUCTURE DALAM RANCANGAN SUB DATA CENTER DI DISKOMINFO PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG MENGGUNAKAN STANDAR EN 50600 DAN METODE PPDIOO LIFE-CYCLE APPROACH ANALYSIS AND DESIGN OF TELECOMMUNICATION CABLIN

0 0 8

ANALISIS DAN PERANCANGAN POWER DISTRIBUTION DALAM RANCANGAN SUB DATA CENTER DI DISKOMINFOKABUPATEN BANDUNG DENGAN MENGGUNAKAN STANDAR EN 50600 DAN METODOLOGI PPDIOO LIFE-CYCLE APPROACH

1 1 10

ANALISIS DAN PERANCANGAN KONSTRUKSI BANGUNAN DATA CENTER DI PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG MENGGUNAKAN STANDAR EN 50600-2-1 DENGAN METODE PPDIOO LIFE-CYCLE APPROACH ANALYSIS AND DESIGN OF CONSTRUCTION OF DATA CENTER BUILDING IN BANDUNG REGENCY GOVERNMENT US

0 0 9

ANALISIS DAN PERANCANGAN ENVIRONMENTAL CONTROL DATA CENTER DALAM RANCANGAN SUB DATA CENTER DI DISKOMINFO KABUPATEN BANDUNG DENGAN MENGGUNAKAN STANDAR EN 50600 DAN METODOLOGI PPDIOO LIFE-CYCLE APPROACH ENVIRONMENTAL CONTROL DATA CENTER ANALYSIS AND DESIGN

0 0 9

AN ANALYSIS ON SWEARING WORDS USED BY THE MAIN CHARACTERS IN THE FILM ENTITLED “THE PENTHOUSE” (Sociolinguistics Approach)

0 0 125