Hielarki Produk Hukum Daerah
B. Hielarki Produk Hukum Daerah
Berkaitan dengan heilarki norma hukum, Hank Kelsen mengemukakan teori jenjang norma (stufenrheorie). Teori jenjang norma mangatakan bahwa norma-norma itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hielarki tata susunan, dimana norma yang lebih rendah berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tingg, demikian seterusnya sampai pada suatu norma tertinggi yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut, dan bersifat hipotesis, serta fiktif, yaitu
norma dasar (grundnorm/besic norm/fundemental norm). 67
Hans Nawiasky (1945) mengembangkan teori jenjang norma hukum dengan
negara. Newiasky mengelompokkan norma-norma hukum dalam suatu negara menjadi empat kelompok besar, yaitu:
Kelompok I : norma fundamental negara (staatsfundamentalnorm);
kelompok II : Aturan dasar/pokok negara (staatsgrundgetz kelompok III : Undang-un dang ‘formal” (formell gesetz); dan kelompok IV : Aturan pelaksana dan aturan otonom (verodnung and
autonom satzung).
Terkait penjelasan di atas, dalam ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 ditetapkan jenis dan hielarki peraturan perundang-undangan di indonesia, sebagai berikut:
67 Aziz Syamsuddin, Op.Cit., hal. 21.
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
4. Peraturan Pemerintah;
5. Peraturan Presiden;
6. Peraturan Daerah Provinsi; dan
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Dari ketentuan di atas, dapat diartikan bahwa adanya suatu tingkatan
peraturan perundang-undangan yang dimana setiap peraturan perundang-undangn memiliki suatu keterkaitan sistem pengaturan dengan acuan undang-undang yang lebih tinggi secara hielarki. Dengan adanya suatu hielarki perundang-undangan, maka dapat dilihat dengan jelas bahwa peraturan daerah provinsi dan peraturan daerah kabupaten/kota dengan kata lain disebut produk hukum daerah terdapat pada jenjang peraturan perundang-undang terendah sesuai dengan hielarki perundang-undangan di Indonesia.
Apabila kita merujuk pada teori jenjang norma dari Hans Kelsen dan teori jengjang norma hukum dari Hans Nowiasky maka kita bisa melihat addanya pencerminan dari dua sistem norma tersebut dalam sistem norma hukum (jenis/hierarki perundang-undangan) Indonesia.
Norma hukum yang satu selalu berlaku, bersumber, dan berdasarkan pada norma hukum yang lebih tinggi di atasnya, dan norma hukum yang lebih tinggi juga selalu merujuk pada norma hukum yang lebih tinggi lagi. Demikian Norma hukum yang satu selalu berlaku, bersumber, dan berdasarkan pada norma hukum yang lebih tinggi di atasnya, dan norma hukum yang lebih tinggi juga selalu merujuk pada norma hukum yang lebih tinggi lagi. Demikian
fundemental negara (staatsfundamentalnorm) Republik Indonesia, yaitu Pancasila. 68
Selanjutnya, asas yang sangat harus dipahami adalah peraturan perundang- undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Sistem norma hukum indonesia menggaris bawahi Pancasila merupakan norma hukum tertinggi atau sumber dari segala sumber hukum negara. Jenjang di bawah Pancasila sekaligus menempati puncak hielarki peraturan perundang-undangan di Indonesia adalah UUD 1945 sebagai
aturan dasar negara/aturan pokok negara (staatsgrundgesetz). 69
Produk hukum daerah adalah suatu peraturan pelaksana dan peraturan otonom di daerah. menurut Nawiasky, peraturan pelaksana dan peraturan otonom merupakan peraturan perundang-undangan yang berda di bawah undang-undang, yang memiliki fungsi yang sama, yaitu menyelenggarakan ketentuan-ketentuan
yang tercantum di dalam undang-undang. 70
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa Peraturan Kepala Daerah/Keputusan Kepala Daerah dibuat untuk melaksanakan peraturan daerah yang bersangkutan, peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya atau dalam rangka menjalankan tugas wewenang dan tanggung jawabnya sebagai
penyelenggara pemerintahan daerah (pimpinan eksekutif daerah). 71 Dari pemaparan tersebut dapat disimpulkan dalam pembentukan peraturan kepala
68 Ibid., hal. 30. 69 Ibid. 70 Ibid., hal. 26. 71 Abdul Latief, Loc.Cit.
daerah/keputusan kepala daerah tidak boleh bertentangan dengan peraturan daerah, dengan kata lain PERKADA/Keputusan Kepala Daerah harus dibentuk berdasarkan delegasi dan atribusi yang diamanatkan di dalam peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau PERDA.
Dikarenan PERKADA/Keputusan kepala daerah adalah suatu peraturan perundang-undangan yang dibentuk untuk melaksanakan suatu PERDA. Hal ini artinya dapat diambil kesimpulan hielarki Produk Hukum Daerah yaitu:
1. Peraturan Daerah (PERDA)
2. Peraturan Kepala Daerah (PERKADA)/Keputusan Kepala Daerah.