Pembentukan Keputusan Gubernur Jambi Ber

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JAMBI FAKULTAS HUKUM PEMBENTUKAN KEPUTUSAN GUBERNUR JAMBI BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN SKRIPSI

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

JUAN STEVA DEWANGGA B10012263

JAMBI 2016

Pembentukan Keputusan Gubernur Jambi Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan

Oleh:

Penulis

: Juan Steva Dewangga Pembimbing : 1. Dr. Helmi, S.H., M.H.

2. Rahayu Repindowaty H, S.H., LL.M. ABSTRAK

Dasar pembentukan produk hukum daerah terdapat pada Pasal 18 ayat (6) Amandemen ke 2 (dua) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “pemerintah daerah

berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi daerah”. Ada 3 (tiga) macam produk hukum daerah, yaitu:

Peraturan Daerah (PERDA); dan Peraturan Kepala Daerah (PERKADA)/Keputusan Kepala Daerah. keputusan kepala daerah adalah suatu peraturan perundang-undangan di tingkat daerah yang bersifat penetapan (beschikking). Namun, ada beberapa problematika masalah yang terjadi di dalam pembentukan produk hukum daerah khususnya Keputusan Gubernur Jambi, sehingga Keputusan Gubernur Jambi tidak dapat diselesaikan tepat waktu sesuai dengan yang diharapkan. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui siapakah yang berwenang dalam penyusunan Keputusan Gubernur Jambi dan bagaimana prosedur penyusunan Keputusan Gubernur Jambi. Penelitian ini dilakukan melalui metode yuridis empiris dengan pendekatan analisis kualitatif yang mengkaji Penyusunan Keputusan Gubernur Jambi berdasarkan Peraturan perundang- undangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem koordinasi dalam pembentukan keputusan Gubernur Jambi yang diterapkan pada saat ini tidah efektif, dikarenakan banyaknya jenjang pengkoreksian keputusan tersebut yang mengakibatkan lambatnya sistem birokrasi yang ada di pemerintahan provinsi Jambi. Selanjutnya, yang menjadi kendala dalam penyusunan keputusan Gubernur Jambi ialah Kurangnya pemahaman dari SKPD pengusul tengtang hukum, teknik perundang-undangan dan ilmu perundang-undangan.

Kata kunci: Produk Hukum Daerah, Keputusan Gubernur Jambi, SKPD.

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JAMBI FAKULTAS HUKUM PERSETUJUAN SKRIPSI

Nama

: Juan Steva Dewangga

Nomor Induk Mahasiswa

: B10012263

Program Kekhususan : Hukum Administrasi Negara Judul Skripsi

: Pembentukan Keputusan Gubernur Jambi Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan

Telah disetujui oleh Pembimbing pada tanggal seperti tertera di bawah ini untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Fakultas Hukum Universitas Jambi

Jambi, 26 Januari 2016 Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Helmi, S.H., M.H Rahayu Repindowaty H, S.H., LL.M. NIP. 19710606 199803 1 001

NIP. 19810817 200604 2 003

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JAMBI FAKULTAS HUKUM PENGESAHAN SKRIPSI

Nama

: Juan Steva Dewangga

Nomor Induk Mahasiswa

: B10012263

Program Kekhususan : Hukum Administrasi Negara Judul Skripsi

: Pembentukan Keputusan Gubernur Jambi Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Fakultas Hukum Universitas Jambi, pada Tanggal 22 Februari 2016 dan dinyatakan LULUS TIM PENGUJI

NAMA

JABATAN

TANDA TANGAN

Afif Syarif, S.H., M.H.

Ketua Tim Penguji

Ivan Fauzani Raharja, S.H., M.H.

Sekretaris

Nopyandri, S.H., LL.M

Penguji Utama

Dr. Helmi, S.H., M.H.

Anggota

Rahayu Repindowaty, S.H., LL.M.

Anggota

Mengetahui Dekan Fakultas Hukum Universitas Jambi

Taufik Yahya, S.H., M.H. NIP. 19650107 199003 1 002

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan sepengetahuan saya belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik sarjana, baik Universitas Jambi maupun di perguruan tinggi lainnya.

2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan pembimbing skripsi.

3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain kecuali secara tertulis telah dirujuk dalam skripsi ini dan juga telah disebutkan dalam footnote dan daftar pustaka.

4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidak benaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah saya peroleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku di perguruan tinggi ini.

Jambi, 26 Januari 2016 yang membuat pernyataan,

Juan Steva Dewangga B10012263

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis tujukan kehadirat Allah SWT. Atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“PENYUSUNAN KEPUTUSAN GUBERNUR JAMBI BERDASARKAN

PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Jambi.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Helmi, S.H.,M.H. dan Ibu Rahayu Repindowaty H, S.H.,LL.M. Sebagai pembimbing skripsi ini yang telah berkenan meluangkan waktu memberikan masukan dan pemikiran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari terdapat bantuan dari berbagai pihak, baik bantuan moril maupun materil, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Johni Najwan,S.H., M.H., Ph.D. selaku Rektor Universitas Jambi, yang telah banyak memberikan berbagai pelayanan dan kemudahan kepada penulis selama masa pendidikan di Universitas Jambi.

2. Bapak Taufik Yahya, S.H., M.H. Selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Jambi yang telah memberikan kemudahan dalam pengurusan izin penelitian guna kelancaran penulisan skripsi ini dan telah memberikan kenyaman kepada mahasiswa dalam masa studi.

3. Ibu Latifah Amir, S.H., M.H. Selaku Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Jambi yang telah membantu penulis salah satunya dalam memberikan rekomendasi.

4. Ibu Fitria, S.H., M.H. Selaku Sekretaris Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Jambi yang telah membantu penulis salah satunya dalam urusan administrasi.

5. Ibu Elly Sudarti, S.H., M.H. Pembimbing akademik penulis selama studi di Fakultas Hukum Universitas Jambi dari pertama kuliah sampai selesai.

6. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Jambi khususnya Bapak/Ibu Dosen bagian Hukum Administrasi Negara yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat kepada penulis dalam masa perkuliahan.

7. Kedua Orang Tua Ibunda Intan Suri. S.Sos. dan Ayahnda Tafsil yang telah memberikan kasih sayang tiada tara, doa, dan semangat kepada penulis sehingga termotivasi dalam menyelesaikan skripsi.

8. Kedua Saudara penulis, Adik Kevin Dwiva Shangra dan Adik Keysa Triva Maharani yang telah memberikan semangat, doa, dan motivasi kepada penulis.

9. Seluruh Staf Tata Usaha pada Fakultas Hukum Universitas Jambi yang telah banyak memberikan kemudahan kepada penulis dibidang administrasi dan literature mahasiswa selama perkuliahan.

10. Bapak M. Jaelani, S.H., M.H. Selaku Kepala Biro Hukum Setda Provinsi Jambi dan Seluruh Staf Biro Hukum Setda Provinsi Jambi yang telah menerima saya untuk melaksanakan penelitian di Kantor Biro Hukum Setda Provinsi Jambi.

11. Semua pihak terutama sahabat-sahabat yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan banyak waktu, dorongan semangat serta doa selama kuliah.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, semoga memdapat imbalan dan pahala dari Allah SWT. Dalam penulisan skripsi ini sangat jauh dari kesempurnaan, penulis menghargai kritik dan saran yang bertujuan untuk membangun.

Jambi, Januari 2016 penulis

Juan Steva Dewangga

DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ilmu perundang-undangan akhir-akhir ini sangat populer terutama untuk membentuk suatu perundang-undangan yang baru. Ilmu pengetahuan perundang- undangan dikembangkan di Eropa Barat di negara-negara yang berbahasa Jerman dan Belanda. 1 Di Indonesia istilah negara hukum berasal dari bahasa Jerman,

staatslehre dan masuk kedalam kepustakaan Indonesia melalui bahasa Belanda, rechtsstaat. 2 Untuk lebih memahami pengertian dari Rechtsstaat, Burkens, et al

mengemukakan pendapat yaitu: “Negara yang menempatkan hukum sebagai dasar kekuasaan negara dan

penyelenggaraan kekuasaan tersebut dalam segala bentuknya dilakukan dibawah kekuasaan hukum. Dalam Rechtsstaat, menurutnya adalah ikatan antara negara dan hukum tidak lah berlansung dalam kaitan yang

lepas atau pun bersifat kebetulan, melalinkan hakikat yang hakiki”. 3

Dari kutipan tersebut diatas, artinya bahwa kekuasaan pemerintah dalam suatu negara bersumber pada hukum dan sebaliknya untuk melaksanakan hukum dalam penyelenggaraan pemerintah disuatu negara harus berdasarkan kekuasaan. Hal ini lah yang mungkin dimaksud ikatan yang hakiki oleh Burkens, et al. Kesimpulannya, kekuasaan pemerintah dengan hukum tidak dapat dipisahkan satu

1 Maria Farida Indrati S. Ilmu perundang-undangan: Dasar-Dasar dan Pembentukan, Kanisius, Yogyakarta, 2005, hal. 1.

2 Hotman P. Sibue, Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan dan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2010, hal. 47.

3 Abdul Latief, Hukum dan Peraturan Kebijaksanaan (Beleidsregel) pada Pemerintah Daerah, UUI Press, Jogjakarta, 2006, hal. 15 3 Abdul Latief, Hukum dan Peraturan Kebijaksanaan (Beleidsregel) pada Pemerintah Daerah, UUI Press, Jogjakarta, 2006, hal. 15

Sebagai telaah sejarah perundang-undangan (wetshistorie), dapat dikemukakan bahwa sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 Republik Indonesia telah melewati 4 (empat) kali berlakunya Undang-Undang Dasar, yaitu: (1) Undang- Undang Dasar 1945; (2) Konstitusi Republik Indonesia Serikat; (3) Undang- Undang Dasar Sementara Republik Indonesia dan; (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang diubah (amendemen) dengan 4 empat kali perubahan.

Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan dengan jelas bahwa “Negara Indonesia adalah Negara kesatuan yang berbentuk R epublik”. Dalam perubahan kedua UUD 1945 tersebut di Pasal

18 dirumuskan secara keseluruhan sebagai berikut:

1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi dan daerah Provinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota, yang tiap-tiap Provinsi, Kabupaten, dan Kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang.

2) Pemerintah daerah Provinsi, daerah Kabupaten, dan Kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantu.

3) Pemeritah daerah Provinsi, daerah Kabupaten, dan Kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.

4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala daerah pemerintah daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota dipilih secara demokrasi.

5) Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintah yang oleh undang-undang ditetapkan sebagai urusan pemerintah pusat.

6) Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan lain untuk melaksanakan otonomi daerah dan tugas pembantu.

7) Susunan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.

Dari penjelasan diatas menunjukan bahwa, Pemerintah daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan, dan berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan lainnya dalam rangka melaksanakan otonomi dan tugas pembantu.

Selanjutnya, terkait dengan penjelasan diatas Rozali Abdullah berpendapat bahwa “penyelenggaraan otonomi daerah harus pula didasarkan pada prinsip- prinsip demokrasi, peran serta, musyawarah, pemerataan dan keadilan, serta

memperhatikan potensi dan keaneka ragaman daerah”. 4

Pemerintah daerah memiliki hak otonom untuk mengatur setiap urusan pemerintah daerah yang dituangkan didalam bentuk peraturan perundang- undangan atau produk hukum daerah.Tertuang di dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi bahwa “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. Dikatakan oleh Rangkuti dan Siti Sundari bahwa, “undang-undang merupakan landasan hukum yang menjadi dasar pelaksana dari seluruh kebijakan yang akan dibuat

oleh pemerintah”. 5

Dari kutipan di atas, tentunya pelaksanaan dari kebijakan yang akan dibentuk oleh pemerintah harus berlandasan hukum yang baik dan tepat. Selama landasan hukum dibentuk dengan baik, tepat dan yang berkeadilan sosial yang

4 Rozali Abdullah, Pelaksanaan Otonomi Luas dan Isu Federalisme Suatu Alternatif, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, hal. 18

5 Yuliandri, Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Yang Baik, Gagasan Undang-Undang Berkelanjutan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, hal. 1.

mengutamakan kepentingan umum, tentunya setiap kebijakan yang dibentuk dan dijalankan oleh pemerintah dapat dirasakan secara positif oleh masyarakat. Hal ini berkolerasi dengan yang diamanatkan di dalam idiologi negara Indonesia yaitu sila ke-5 (lima) yang berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Selanjutnya Daud Busro dan Abu Bakar Busro juga berpendapat, “negara hukum adalah negara yang berdasarkan hukum yang menjamin keadilan bagi warganya”. 6

Negara hukum adalah negara yang berlandasan hukum dalam berbangsa dan bernegara untuk menjamin semua hak-hak rakyat yang bersifat sosial, adil, bermartabat, dan menjamin hak asasi manusia. Dengan kata lain, negara hukum sangat identik dengan sebutan negara hukum berdimensi kepastian hukum atau negara hukum formal. Menurut Julius stahl, ada 4 (empat) unsur negara hukum formal, yaitu: “1. Perlindungan terhadap hak asasi manusia (HAM); 2. Pemisahan kekuasaan; 3. Setiap tindakan pemerintah harus berdasarkan peraturan undang-

undang; 4. Adanya peradilan administrasi yang berdiri sendiri”. 7 Dari unsur-unsur negara hukum formal yang tertulis diatas, maka sangat

lah menjadi tugas mutlak untuk suatu pemegang kekuasaan negara membentuk suatu peraturan perundang-undangan yang baik. Dijelaskan oleh Bagir Manan, bahwa “yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan adalah setiap putusan tertulis yang dibuat dan ditetapkan serta dikeluarkan oleh lembaga

6 Hotman P. Sibue, Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan dan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2010, hal. 48.

7 Ibid., hal. 29.

dan/atau pejabat negara yang mempunyai (menjalankan) fungsi legislatif sesuai dengan tata cara yang berlaku”. 8

Pengertian yang dikemukakan oleh Bagir Manan yang tertulis diatas, Yuliandri mengambil suatu kesimpulan secara lebih luas bahwa: “peraturan perundang-undangan adalah suatu keputusan dari suatu

lembaga negara atau lembaga pemerintah yang dibentuk berdasarkan atribusi dan delegasi. Dalam rumusan lain dapat juga diartikan, bahwa peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara

umum”. 9

Dari kutipan yang tertulis diatas, hal ini sesuai dengan pandangan Van Der Tak yang mendefinisikan peraturan perundangan-undangan secara umum yaitu “peraturan perundang-undangan sebagi kaidah hukum tertulis yang dibuat oleh pejabat yang berwenang, berisi aturan-aturan tingkah laku yang bersifat abstrak

dan mengikat umum”. 10

Memenuhi amanat Pasal 22A amandemen kedua UUD 1945, DPR bersama dengan Presiden telah membentuk Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Selanjutnya, dengan dibentuknya Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

8 Yuliandri, Op.Cit., hal. 38 9 Ibid., hal. 41. 10 Aziz Syamsudin, Proses dan Teknik Penyusunan Undang-undang, Sinar Grafika, Jakarta,2013, hal. 19.

Dari latar belakang pembentukan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, Yuliandri merangkum 2 (dua) alasan yang bisa menggambarkan pentingnya undang-undang ini:

1. Pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan salah satu syarat dalam rangka pembangunan hukum nasional yang hanya dapat terwujud apabila didukung oleh cara dan metode yang pasti , baku, dan standar yang semua mengikat semua lembaga yang berwenang membuat peraturan perundang-undangan;

2. Untuk lebih meningkatkan koordinasi dan kelancaran proses pembentukan peraturan perundang-undangan , maka negara republik indonesia sebagai negara yang berdasarkan atas hukum perlu memiliki peraturan mengenai peraturan pembentukan perundang-

undangan. 11

Pasal 18 UUD 1945 merupakan dasar hukum penyelenggaraan otonomi daerah dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, maka setiap pemerintah daerah diwajibkan mengatur wilayahnya sendiri dan hanya sedikit urusan daerah yang kewenangannya masih ditangani oleh pemerintah pusat. Untuk itu setiap daerah memerlukan adanya suatu produk hukum daerah yang mengatur perkembangan pembangunan dan setiap aktifitas masyarakat yang ada didaerahnya.

Produk hukum daerah adalah peraturan daerah yang diterbitkan oleh kepala daerah dalam rangka pengaturan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Tujuan dibentuknya produk hukum daerah yaitu agar lebih tercapai koordinasi antara Satuan Kerja Perangkat Daerah atau disingkat dengan SKPD dalam

11 Yuliandri, Op.Cit., hal. 2.

penyiapan rancangan Produk hukum daerah dan efektifitas proses pengharmonisasian dalam rancangan yang baik dan berkualitas.

Ada 2 (dua) sifat dari produk hukum daerah yang disebutkan dalam Pasal

2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah menyeb utkan bahwa “Produk hukum daerah bersifat: a. Pengaturan b. Penetapan”.

Terkait dengan keterangan di atas, ada dua sifat dari produk hukum daerah yakni bersifat pengaturan dan bersifat penetapan. Dijelaskan di dalam Pasal 51 Permendagri No. 1 Tahun 2014 bahwa “penyusunan produk hukum daerah yang bersifat penetapan sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 huruf b meliputi: a. Keputusan Kepala daerah; b. Keputusan DPRD; c. Keputusan pimpinan DPRD; dan d. Keputusan Badan Kehormatan DPRD”.

Mengiat Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 bahwa “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala daerah pemerintah daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota dipilih seca ra demokrasi”. Dapat kita simpulkan bahawa keputusan kepala daerah yang dimaksud pada Pasal 51 Permendagri No. 1 Tahun 2014 adalah keputusan kepala daerah sesuai dengan masing-masing daerah yang telah diamanatkan UUD 1945. Keputusan Gubernur untuk tingkat Provinsi, dan Keputusan Bupati/Walikota untuk tingkat Kabupaten/Kota.

Menimbang pada penulisan skripsi ini yang berkonsentrasi terhadap suatu produk hukum daerah yang bersifat penetapan atau Keputusan Gubernur Jambi. Penulis mengutip pendapat dari A.M Donner yang menyatakan bahwa:

“penetapan (beschikking) adalah tindakan pemerintah dalam jabatan, yang secara sepihak dan disengaja dalam suatu ikhwal tertentu, menetapkan suatu hubungan hukum atau keadaan hukum yang sedang berjalan atau yang menimbulkan hubungan hukum atau keadaan hukum baru, atau

menolak salah satu yang dimaksud”. 12

Keputusan tata usaha negara pertama kali diperkenalkan oleh seorang sarjana Jerman, Otto Mayer, dengan istilah verwaltungsakt. Istilah ini dipergunakan di negara Belanda dengan istilah beschikking oleh Van Vollenhoven dan C.W Van Der Pot, yang oleh beberapa penulis, seperti A.M. Donner, H.D. Van Wijk/Willem Kojnenbelt, dan lain-lain dianggap sebagai “de vader van het modern beschikkingsbegrip 13 ” (Bapak dari konsep bescikking yang modern).

Secara umum, beschikking dapat diartiakan sebagai keputusan yang berasal dari organ pemerintahan yang ditujukkan untuk menimbulkan akibat hukum atau berbuatan hukum publik bersegi satu yang dilakukan oleh alat-alat pemerintah berdasarkan kewenangan kekuasaan yang istimewa. Secara teoritis dalam hukum administrasi negara, dikenal ada beberapa macam bentuk keputusan, yaitu:

1. keputusan Deklaratoir dan Keputusan Konstitutif,

2. keputusan yang menguntungkan dan yang memberikian beban,

3. keputusan Eenmalig dan keputusan yang permanen,

4. keputusan yang bebas dan yang terikat,

5. keputusan positif dan negatif, dan yang terakhir keputusan perorangan dan kebendaan. 14

12 Amrah Muslimin, Beberapa Azas dan Pengertian-Pengertian pokok tentang Administrasi dan Hukum Administrasi, Penerbit Alumni, Bandung, 1982, hal. 109.

13 SF. Marbun, Hukum Administrasi Negara, PT Raja Grafindo, Jakarta, 2011, hal. 139. 14 Ibid., hal. 157

Menurut Rozali Abdullah, Keputusan Kepala Daerah dibuat untuk melaksanakan peraturan daerah dan atas kuasa peraturan perundang-undangan lain yang berlaku. Keputusan kepala daerah tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan daerah dan peraturan perundang-undangan yang

lebih tinggi. 15

Terkait produk hukum daerah khususnya yang bersifat penetapan salah satunya Keputusan Gubernur disebutkan dalam Pasal 1 angka 23 Peraturan Gubernur Jambi Nomor 28 Tahun 2011 tentang Tata Naskah Dinas di Lingkung Pemerintah Provinsi Jambi “Keputusan Gubernur adalah naskah dinas dalam

bentuk dan susunan produk hukum yang bersifat penetapan, individual, konkrit, dan final”.

Keputusan Gubernur memiliki sifat konkrit, individual dan final. Konkrit artinya objek yang diputuskan dalam keputusan tersebut tidak abstrak, tetapi berwujut, tertentu atau dapat ditentukan; Individual artinya keputusan itu tidak ditujukan untuk umum, tetapi tertentu baik alamat maupun hal yang dituju; Final artinya sudah definitif dan karenanya dapat menimbulkan akibat hukum. 16

Dari penjelasan yang tertulis di atas, artinya keputusan Gubernur merupakan salah satu dari produk hukum daerah yang di keluarkan oleh Gubernur sebagai kepala daerah untuk menjalankan otonomi daerah dan sebagai tugas pembantu. Namun saat pelaksanakan pembentukan Keputusan Gubernur Jambi,

15 Rozali Abdullah, Op.Cit., hal. 43 16 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011,

hal. 152.

ada beberapa

terjadi. sehingga pembentukanKeputusan Gubernur Jambi tidak dapat diselesaikan tepat waktu

sesuai dengan yang diharapkan. 17 Dengan memperhatikan amanat dari isi Pasal 2 huruf e PERGUB Jambi No. 28 Tahun 2011 yang menyebutkan bahwa:

Asas tata naskah dinas terdiri atas:

a. asas efisien dan efektif;

b. asas pembakuan;

c. asas akuntabilitas;

d. asas keterkaitan;

e. asas kecepatan dan ketepatan; dan

f. asas keamanan.

Selanjutnya dalam Pasal 3 ayat (5) PERGUB Jambi No. 28 Tahun 2011 yang menjelaskan bahwa “Asas kecepatan dan ketepatan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 2 huruf e, yaitu tata naskah dinas diselenggarakan tepat waktu dan tepat sasaran ”.

Selain dari pada itu, problematika penyusunan Keputusan Gubernur Jambi telah ditemukan secara langsung dan nyata oleh penulis pada saat melaksanakan program Praktek Kerja Lapangan atau disingkat PKL yang diselenggarakan dikantor Biro Hukum Setda Provinsi Jambi pada tanggal 3 Agustur 2015 sampai dengan 18 September 2015. Pada saat itu penulis ditempatkan pada bagian Perundang-undangan untuk fokus dalam hal pengkoreksian Keputusan Gubernur Jambi.

17 Wawancara dengan Jaelani, Kepala Biro Hukum Setda Provinsi Jambi, Jambi, tanggal 4 September 2015.

Dari pengalaman penulis pada saat mengikuti PKL sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, penulis banyak menemukan Keputusan Gubernur Jambi yang di ajukan oleh setiap SKPD yang pada teknik penulisannya tidak sesuai dengan apa yang diamanat di dalam peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti permasalahan tersebut yang dianalisis dengan UU No. 12 Tahun 2011, Permendagri No. 1 Tahun 2014, dan Pergub Jambi No.

28 Tahun 2011 dengan judul “PEMBENTUKAN KEPUTUSAN GUBERNUR JAMBI BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN ”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapat dirumuskan yang menjadi pokok permasalahan yang akan diteliti adalah sebagai berikut:

1. Siapa yang berwenang dalam pembentukan dan pengkoreksian Keputusan Gubernur Jambi?

2. Bagaimana prosedur pembentukan Keputusan Gubernur Jambi?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian yang akan dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah:

1. Untuk mengetahui siapakah yang berwenang dalam pembentukan dan pengkoreksian Keputusan Gubernur Jambi.

2. Untuk mengetahui prosedur pembentukanKeputusan Gubernur Jambi.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan harapan akan dapat memberikan manfaat, baik manfaat teoritis maupun mafaat praktis sebagai berikut:

1. Manfaat secara akademis atau teoritis yaitu bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya dapat mengetahui sekaligus memahami tentang kewenangan dalam pembentukan Keputusan Gubernur Jambi dan memahami dalam pembentukan Keputusan Gubernur Jambi.

2. Manfaat secara praktis yaitu untuk bahan masukan ataupun saran kepada pihak yang berkesangkutan atau berperan penting dalam penyusunan Keputusan Gubernur Jambi terkait dengan problematika dalam pembentukan Keputusan Gubernur Jambi dalam upaya untuk memaksimalkannya.

E. Kerangka Konseptual

Adapun untuk memahami secara jelas inti subtansi atau maksud dan tujuan penelitian ini, maka penulis menguraikan arti kata dari judul skripsi ini sebagai berikut:

1. Pembentukan, disebutkan pada Pasal 1 angka 1 UU No. 12 Tahun 2011, “pembentukan peraturan perundang-undangan adalah pembuatan peraturan perundang-undangan yang mencakup tahap perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau pe netapan, dan pengundangan”.

2. Keputusan Gubernur, berdasarkan pada Pasal 1 PERGUBJambi No. 28 Tahun 2011, yang dimaksud Keputusan Gubernur adalah naskah dinas dalam bentuk dan susunan produk hukum yang bersifat penetapan, individual, konkrit dan final.

3. Peraturan Perundang-undangan,menurut Yuliandri: “peraturan perundang-undangan adalah suatu keputusan dari

suatu lembaga negara atau lembaga pemerintah yang dibentuk berdasarkan atribusi dan delegasi. Dalam rumusan lain dapat juga diartikan, bahwa peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang

berwenang dan mengikat secara umum”. 18

Berdasarkan dari pengertian yang tertulis di atas, maka yang dimaksud dengan judul skripsi ini yaitu, mengkaji prosedur pembentukan Keputusan Gubernur Jambikhususnya Keputusan Gubernur Jambi pada bulan Agustus- September tahun 2015berdasarkan peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan yang dimaksud meliputi:

a. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan;

b. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Produk Hukum Daerah;

c. Peraturan Gubernur Jambi Nomor 28 Tahun 2011 tentang Tata Naskah Dinas Di Lingkungan Pemerintahan Provinsi Jambi.

F. Landasan Teoritis

Menurut Abdul Latief, “ada 3 (tiga) dasar agar hukum mempunyai kekuatan berlaku secara baik yaitu mempunyai dasar yuridis, sosiologis, dan

filosofis”. 19 Ada tiga poin pokok landasan yang disebutkan oleh Abdul Latief didalam bukunya, yang pertama adalah Landasan Filosofis. Mengingat kata-kata

yang disampaikan oleh filsuf Romawi terkenal yaitu Marcus Tullius Cicerito yang

18 Yuliandri ,Op. Cit., hal. 41. 19 Abdul Latief, Op. Cit., hal. 54.

menyampaikan “Dimana ada masyarakat, disitu ada hukum (Ubi Societas Ibi Ius 20 )”. Pada saat masyarakat berada disuatu tempat, maka ketika itu juga hukum

dibutuhkan disana.

Fisafat atau pemahaman hidup masyarakat didalam suatu bangsa tidak luput dengan nilai-nilai moral dan etika dari bangsa tersebut. Menurut Supardan

Modeong yang diungkapkan didalam bukunya bahwa “moral dan etika pada dasarnya berisi nilai-nilai yang baik. Nilai yang baik adalah pandangan dan cita- cita yang dijujung tinggi. Didalamnya ada nilai kebenaran, keadilan, kesusilaan

dan berbagai nilai lainnya yang dianggap baik”. 21

Selanjutnya Supardan Modeong juga mengungkapkan pada bukunya bahwa: “landasan filosofis didalam peraturan secara visual dapat dibagi tiga, yaitu

landasan filosofis vertikal (transidental), landasan filosofis horisontal, dan landasan filosifis massive ”.

Dalam teori teknik pembentukan peraturan perundang-undangana, landasan filosofis adalah salah satu bagian yang tidak bisa ditinggalkan. Menurut

Abdul Latief yang diungkapkan didalam bukunya bahwa “mereka yang mengukur kebaikan hukum dari “rechtsidee” tentu akan menekankan aspek filosofis”. 22

Selain dari pendapat yang dikemukakan diatas, Menurut Rosidi Rangga Wijaya bahwa“penerapan hukum yang dibentuk tanpa memperhatikan tata nilai

20 Supardan Modeong, Teknik Perundang-Undangan di Indonesia, Perca, Jakarta, 2007. hal. 58.

21 Ibid. 22 Abdul Latief, Loc. Cit.

yang merupakan moral bangsa akan sia-sia, karena pasti tidak akan ditaati. Semua nilai yang menjadi acuan dalam masyarakat terakumulasi dalam Pancasila, karena Pancasila adalah pandangan hidup, cita-cita, dan falsafah atau jalan hidup (way of

life) bangsa, dan banyak lagi sebutan lainnya”. 23

Selanjutnya yang kedua adalah landasan sosiologis. Menurut Amiroedin Syarif “suatu peraturan perundang-undangan dikatakan mempunyai landasan

sosiologis apabila ketentuan-ketentuannya sesuai dengan kebutuhan, keyakinan, dan kesadaran hukum masyarakat” 24 dalam hal ini bermakna bahwa peraturan

perundang-undangan yang dibentuk harus dimengerti oleh masyarakat sesuai dengan gambaran hidup masyarakat yang berkaitan. Ini artinya, dari unsur sosiologis didalam suatu perundang-undangan sangat lah penting untuk dimaknai. Karena, didalam kajian hukum yang dilatar belakangi oleh keadaan sosial, pasti akan merujuk atau berimbas pada suatu pemahaman secara sosiologis. Hal ini

sesuai dengan padangan Abdul Latief yang menyebutkan bahwa “mereka yang melihat hukum sebagai gejala sosial akan melihat unsur sosiologis sangat

penting”. 25

Landasan yang terakhir atau yang ketiga adalah landasan yuridis. Landasan yuridis atau landasan hukum (yuridische gelding) yang menjadi landasan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan adalah peraturan

23 Supardan Modeong, Op.Cit., hal. 60. 24 Ibid. 25 Abdul Latief, Loc. Cit.

atau sederajat peraturan perundangan undangan yang lebih tinggi dan menjadi dasar kewengan (bevogheid competentie). 26

Mengutip pendapat dari Bagir Mana, mengemukakan bahwa “dasar yuridis sangat lah penting dalam pembuatan peraturan perundang-undangan karena akan menunjukkan:

1. Keharusan adanya kewenangan dari pembuat peraturan perundang- undangan. Setiap peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh badan atau pejabat yang berwenang.

2. Keharusan ada kesesuaian bentuk atau jenis peraturan perundang- undangan tingkat lebih tinggi atau sederajat.

3. Keharusan harus mengikuti tata cara tertentu. Apa bila tata cara tersebut tidak diikuti, peraturan perundang-undangan mungkin batal demi hukum atau tidak/belum mempunyai kekuatan hukum mengikat.

4. Keharusan tidak bertentangan dengan peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi tingkatannya. Suatu undang-undang tidak boleh mengandung kaidah yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Demikian pula seterusnya sampai pada peraturan perundang-

undangan tingkat lebih bawah.” 27

Beranjak dari landasan-landasan pembentukan peratura perundang- undangan, Profesor Maria Farida Indrati (1998) mengemukakan dua pendapat ahli yang selama ini berkecimpung dalam bidang pembentukan peraturan perundang- undangan, yaitu pendapat I.C. Van Der Vlies dan pendapat A. Hamid S.

Attamimi. 28

26 Supardan Modeong, Op.Cit., hal. 64. 27 Ibid., hal. 67.

28 Aziz Syamsuddin, Proses dan Teknik Penyusunan Undang-Undang. Sinar Grafika, Jakarta, 2013. hal. 34.

I.C. Van Der Vlis membagi asas-asas dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang patut kedalam asas formal dan asas material. Asas formal yang dimaksud Van Der Vlies meliputi:

1. Asas tujuan yang jelas (beginsel van duidelijke doelstelling);

2. Asas organ/lembaga yang tepat (beginsel van het juiste organ);

3. Asas perlunya pengaturan (het noodzakelijkheids beginsel);

4. Asas dapat dilaksanakan (het beginsel van uitvoerbaarheid);

5. Asas konsensus (het beginsel van consesus). Sedangkan asas material, menurut Vlies meliputi:

1. Asas terminologi dan sistematika yang benar (het beginsel van duidelijke systematiek);

2. Asas dapat dikenali (het beginsel van de kenbaarheid);

dalam hukum(het rechtsgelijkheidsbeginsel);

4. Asas kepastian hukum (het rechtzekerheidsbeginsel); dan

5. Asas pelaksanaan hukum sesuai keadaan individual (het beginsel van

de individuele rechtbedeling). 29

Pada dasarnya, pendapat I.C. Van Der Vlies dan pendapat A. Hamid S. Attamimi mempunyai kesamaan dalam kontek azas formal. Namun Hamid

Attamimi medambahkan dua azas yang berbeda yaitu “azasnya dapat dikenali dan azas materi muatan yang tepat.” 30 Akan tetapi, asas-asas material pembentukan

undang- undang, “Attamimi menggaris bawahi, sepatutnya memenuhi beberapa penyesuaian antara lain:

1. Asas harus sesuai dengan cita hukum dan fundamental negara;

2. Asas harus sesuai dengan hukum dasar negara;

3. Asas harus sesuai dengan prinsip-prinsip negara berdasarkan atas hukum; dan

4. Asas harus sesuai dengan prinsip-prinsip pemerintahan berdasarkan

sistem konstitusi. 31

29 Ibid. 30 Ibid., hal. 35. 31 Ibid., hal. 35.

Merujuk dari azas-azas yang dikemukakan oleh I.C. Van Der Vlies dan pendapat A. Hamid S. Attamimi. Aziz Syamsuddin menambahkan satu azas yang tidak boleh ditinggalkan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Ia menyebutkan bahwa“Peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berkedudukan

lebih tinggi”. 32

G. Metode Penelitian

Dalam penelitian agar terlaksana dengan maksimal, maka peneliti mempergunakan beberapa metode sebagi berikut:

1. Tipe Penelitian Tipe dari penelitian ini adalah yuridis empiris. Tipe penelitian ini mengkaji Pembentukan Keputusan Gubernur Jambi berdasarkan Peraturan perundang-undangan.

2. Spesifikasi Penelitian Berdasarkan aspek metodologi penelitian, penulis menggunakan tipe penelitian kualitatif. Melalui pendekatan kualitatif ini diharapkan dapat menggambarkan mengenai kualitas, realitas sosial dan persepsi nara sumber dari sarana penelitian. Sedangkan berdasarkan spesifikasinya, penelitian yang penulis lakukan bersifat Deskriptif Analisis yakni memahami makna interaksi objek penelitian yang ingin penulis teliti

32 Ibid., hal. 30 32 Ibid., hal. 30

3. Populasi dan Sampel Penelitian

a. Populasi Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Keputusan Gubernur Jambi pada bulan Agustus – September tahun 2015. Alasan penulis memilih meneliti Keputusan Gubernur Jambi pada bulan Agustus-September tahun 2015, dikarenakan setiap tahunya pada bulan Agustus dan bulan September jumlah Keputusan Gubernur yang diajukan oleh setiap SKPD pada bulan tersebut lebih banyak dibandingkan dengan bulan lainnya. 33

b. Sampel Penelitian dan Teknik Penarikaan Sampel Adapun sampel dalam penelitian ini diambil dari jumlah populasi dengan menggunakan teknik penarikan sampel Purposive Sample. Bahder Johan Nasution menjelaskan bahwa, Purposive Sample artinya memilih sampel berdasarkan penelitian tertentu karena unsur-unsur atau unit-unit yang dikaji dianggap mewakili populasi. Pemilihan terhadap unsur-unsur atau unit-unit yang dijadikan sampel harus berdasarkan pada alasan yang logis, artinya dalam pengambilan sampel diambil unit-unit sampel sedemikian rupa sehingga sampel

33 Wawancara dengan Affandi, Kasubag Rancangan Hukum Biro Hukum Setda Provinsi Jambi, Jambi, tanggal 11 Januari 2016.

tersebut benar-benar mencerminkan ciri-ciri dari populasi yang ditentukan. 34

Berdasarkan penjelasan di atas, sampel dalam penelitian ini adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah Keputusan Gubernur Jambi pada bulan Agustus-September tahun 2015. Jumlah Keputusan Gubernur Jambi pada bulan Agustus-September tahun 2015 terhitung sejumlah

26 (dua puluh enam) Keputusan Gubernur Jambi. 10% (sepuluh persen) dari 26 (dua puluh enam) adalah 2,6 (dua koma enam) dan dibulatkan menjadi 3 (tiga). Maka sampel dalam penelitian ini adalah

3 (tiga) Keputusan Gubernur Jambi pada bulan Agustus-September tahun 2015.

4. Sumber Data

a. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh lansung dari penelitian lapangan di lingkungan pemerintahan Provinsi Jambi khususnya di kantor Biro Hukum Setda Provinsi Jambi.

Data primer dalam penelitian ini meliputi hasil wawancara. Wawancara dilakukan terhadap informan dengan alat pencatatan dan recorder. Informan penelitian ini adalah Kepala Biro Hukum Setda Provinsi Jambi, Kepala Bagian Perundang-Undangan Biro Hukum Setda Provinsi Jambi dan KASUBAG Rancangan Hukum Biro Hukum Setda Provinsi Jambi.

34 Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, CV. Mandar Maju, Bandung, 2008, hal. 159.

b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari penelitian

kepustakaan, seperti buku-buku dokumen terkait dengan isu hukum yang sedang dilakukan penelitian. Data sekunder terdiri dari:

1) Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer yang terkait dengan pembentukan Keputusan Gubernur Jambi berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan; Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 1 Tahun 2014 tentang Produk Hukum Daerah;Peraturan Gubernur Jambi Nomor 28 Tahun 2011 tentang Tata Naskah Dinas Di Lingkungan Pemerintahan Provinsi Jambi.

2) Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder adalah berupa semua publikasi tentang hukum. Publikasi tentang hukum meliputi buku- buku teks, kamus hukum, jurnal hukum, dan hasil dokumen-dokumen penelitian lainnya.

3) Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier ini diperoleh dari kamus besar bahasa indonesia dan penunjang lainya.

5. Teknik Analisis Data Analisis data merupakan kegiatan dalam penelitian yang berupa melakukan kajian atau telaah terhadap hasil pengelolaan data yang dibentuk dengan teori-teori yang didapat sebelumnya. Bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier yang dikumpulkan oleh penulis kemudian diinventarisasi dan diklasifikasikan berdasarkan studi dokumen atau penyesuaian dengan masalah yang dibahas. Bahan yang diperoleh kemudian dipaparkan, disistematisasi, kemudian dianalisis untuk menginterpretasikan hukum yang berlaku.

Bahder Johan Nasution menjelaskan di dalam bukunya bahwa, teknik analisis pada dasarnya adalah analisis deskriptif diawali dengan teknik analisis data dan informasi yang sama menurut sub aspek. Selanjutnya, melakukan interprestasi untuk memberi makna terhadap tiap sub aspek dan hubungan satu sama lain. Kemudian setelah itu dilakukan analisis atau interprestasi keseluruhan aspek untuk memahami makna hubungan antara aspek yang satu dengan yang lainnya dan dengan keseluruhan aspek yang menjadi pokok permasalahan penelitian yang dilakukan secara induktif sehingga memberikan gambaran hasil secara

utuh. 35

Oleh penjelasan di atas, maka dalam penelitian ini analisisi yang digunakan adalah analisis kualitatif, artinya bertitik tolak pada aturan hukum yang berlaku yang berkembang melalui pembahasan dalam bahan

35 Ibid., hal. 174.

hukum sekunder. Kemudian dengan logika berpikir deduktif, maka semua bahan diseleksi dan diolah serta dianalisis dengan memaparkan apa adanya (deskriptif), maka dengan mengungkapkan permasalahan, juga dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan wacana baru dalam rangka Pembentukan Keputusan Gubernur Jambi.

H. Sistematika Penulisan

Setelah penulis menjelaskan masalah yang telah disebutkan terdahulu, maka untuk lebih lengkap dan jelasnya penulisan skripsi ini, penulis juga menjelaskan sistematika penelitian.

Tulisan ini terdiri dari empat bab, tiap-tiap bab terdiri dari sub-sub bab dan masing-masing mempunyai keterkaitan satu sama lain. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai pembahasan skripsi ini, akan dikemukakan sistematikanya sebagai berikut:

Bab I, Bab ini merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, mafaat penelitian, Landasan konsepsional, landasan teoritis, metode penelitian, dan sistematika penelitian. Bab ini merupakan bab permasalahan yang akan dikaji pada bab pembahasan dengan menggunakan teori-teori yang tertulis didalam landasan teoritis. Bab II, Bab ini merupakan tinjauan umum sebagai landasan dalam melakukan analisis atas permasalahan yang terdiri dari makna produk hukum Daerah, Hielarki produk hukum Daerah, dan bentuk Keputusan Gubernur.

Bab III, Bab ini adalah bab pembahasan yang terdiri dari:

1. Kewenangan dalam tahap pembentukan dan pengkoreksian Keputusan Gubernur Jambi.

2. Prosedur pembentukan Surat Keputusan Gubernur Jambi. Bab IV, Bab ini merupakan bab penutup yang meberikan dan menggambarkan kesimpulan dari masalah yang telah penulis uraikan pada bab-bab sebelumnya dan disertai dengan beberapa saran.

BAB II TINJAUAN UMUM

A. Makna Produk Hukum Daerah

Produk hukum daerah atau disingkat dengan PHD adalah salah satu bagian perundang-undangan positif di negara Indonesia. Namun, produk hukum daerah hanya berlaku bagi di daerahnya dimana produk hukum tersebut di tetapkan. Untuk memahami makna produk hukum daerah, maka terlebih dahulu penulis akan memaparkan makna dari peraturan perundang-undangan.

Menurut SF. Marbun dan Moh. Mahfud, peraturan adalah hukum yang in abstracto atau general norm yang sifatnya mengikat umum (berlaku umum) dan tugasnya adalah mengatur hal-hal yang bersifat umum (general). 36 Istilah

perundang-undangan (legislation atau gesetzgebung) mempunyai 2 (dua) pengertian yang berbeda, yaitu:

1. Perundang-undangan sebagai sebuah proses pembentukan atau proses membentuk peraturan-peraturan negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah; dan

2. Perundang-undangan sebagai segala peraturan negara, yang merupakan hasil proses pembentukan peraturan-peraturan, baik di tingkat pusat

maupun di tingkat daerah. 37

Senada dengan yang di sampaikan oleh SF. Marbun dan Moh. Mahfud. Satjipto Rahardjo menyebutkan peraturan perundang-undangan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

36 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011, hal. 129.

37 Aziz Syamsuddin, Op. Cit., hal. 19.

1. Bersifat umum dan komprehensif, yang dengan demikian merupakan kebalikan dari sifat-sifat yang khusus dan terbatas.

2. Bersivat universal. Ia diciptakan untuk menghadapi peristiwa-peristiwa yang akan datang yang belum jelas bentuk konkritnya. Oleh karena itu, ia tidak dapat dirumuskan untuk mengatasi peristiwa-peristiwa tertentu saja.

3. Ia memiliki kekuatan untuk mengkoreksi dan memperbaiki dirinya sendiri. Adalah lazim bagi suatu perundang-undangan mencantumkan klausul yang memuat kemungkinan dilakukannya peninjauan

kembali. 38

Pengertian peraturan perundang-undangan sebagaimana tercantum pada Pasal 1 angka 2 UU No. 12 Tahun 2011 bahwa “Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan didalam peraaturan perundang- undangan”.

Selanjutnya, dijelaskan oleh Bagir Manan bahwa yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan adalah setiap putusan tertulis yang dibuat dan ditetapkan serta dikeluarkan oleh lembaga dan/atau pejabat negara yang mempunyai (manajemen) fungsi legislatif sesuai dengan tata cara yang berlaku. 39

Dengan pengertian yang lebih luas dibandingkan Bagir Manan, Reed Dickerson mengemukakan peraturan perundang- undangan adalah: “... aturan- aturan tingkah laku yang mengikat secara umum dapat berisi ketentuan-ketentuan

mengenai hak, kewajiban, fungsi, status atau suatu tatanan”. 40

Dalam kontek pembentukan hukum nasional, A. Hamid Attamimi menggaris bawahi 3 (tiga) fungsi utama ilmu perundang-undangan, yaitu:

38 Ridwan HR, Op.Cit, hal. 130. 39 Yuliandri, Op.Cit., hal. 38. 40 Aziz Syamsuddin, Op.Cit., hal. 34.

1. Untuk memenuhi kebutuhan hukum dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang senantiasa berkembang;

2. Untuk menjembatani lingkup hukumm adat dengan hukum yang tidak tertulis lainnya; atau

3. Untuk memenuhi kebutuhan kepastian hukum tidak tertulis bagi masyarakat. 41

Profesor Maria Farida Indrati (1998) mengemukakan dua pendapat ahli yang selama ini berkecimpung dalam bidang pembentukan peraturan perundang- undangan, yaitu pendapat I.C. Van Der Vlies dan pendapat A. Hamid S.

Attamimi. 42

I.C. Van Der Vlis membagi asas-asas dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang patut kedalam asas formal dan asas material. Asas formal yang dimaksud Van Der Vlies meliputi:

1. Asas tujuan yang jelas (beginsel van duidelijke doelstelling);

2. Asas organ/lembaga yang tepat (beginsel van het juiste organ);

3. Asas perlunya pengaturan (het noodzakelijkheids beginsel);

4. Asas dapat dilaksanakan (het beginsel van uitvoerbaarheid);

5. Asas konsensus (het beginsel van consesus). Sedangkan asas material, menurut Vlies meliputi:

1. Asas terminologi dan sistematika yang benar (het beginsel van duidelijke systematiek);

2. Asas dapat dikenali (het beginsel van de kenbaarheid);

3. Asas

dalam hukum (het rechtsgelijkheidsbeginsel);

4. Asas kepastian hukum (het rechtzekerheidsbeginsel); dan

5. Asas pelaksanaan hukum sesuai keadaan individual (het beginsel van

de individuele rechtbedeling). 43

41 Ibid., hal. 19. 42 Ibid., hal. 34. 43 Ibid.

Pada dasarnya, pendapat I.C. Van Der Vlies dan pendapat A. Hamid S. Attamimi mempunyai kesamaan dalam kontek azas formal. Namun Hamid Attamimi medambahkan d ua azas yang berbeda yaitu “azasnya dapat dikenali dan azas materi muatan yang tepat.” 44 Akan tetapi, asas-asas material pembentuak undang- undang, “Attamimi menggaris bawahi, sepatutnya memenuhi beberapa penyesuaian antara lain:

1. Asas harus sesuai dengan cita hukum dan fundamental negara;

2. Asas harus sesuai dengan hukum dasar negara;

3. Asas harus sesuai dengan prinsip-prinsip negara berdasarkan atas hukum; dan

4. Asas harus sesuai dengan prinsip-prinsip pemerintahan berdasarkan sistem konstitusi. 45

Merujuk dari azas-azas yang dikemukakan oleh I.C. Van Der Vlies dan pendapat A. Hamid S. Attamimi. Aziz Syamsuddin menambahkan satu azas yang tidak boleh ditinggalkan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Ia menyebutkan bahwa“Peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berkedudukan

lebih tinggi”. 46

Dalam membentuk peraturan perundang-undangan legal drafter harus sunggguh-sungguh memperhatikan asas pembentukan peraturan perundang- undangan. Legal drafting adalah pengonsepan atau hukum perancangan yang

44 Ibid., hal.35. 45 Ibid. 46 Ibid., hal. 30 44 Ibid., hal.35. 45 Ibid. 46 Ibid., hal. 30

Dalam amanat di dalamBab II tentang asas pembentukan peraturan perundang-undangan Pasal 5 UU No. 12 Tahun 2011 dirumuskan bahwa pembentuakn peraturan perundang-undangan harus didasarkan pada asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, yang meliputi:

1. Kejelasan tujuan

2. Kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat

3. Kesuain antar jenis, hielarki, dan materi muatan.

4. Dapat dilaksanakan.