HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian

SD Islam Darul Hikam merupakan sekolah dasar swasta dibawah naungan yayasan Darul Hikam yang berkedudukan di jl. Ir. Djuanda no. 285 Bandung tepatnya didaerah Dago Atas. Rata-rata siswa yang bersekolah di SD tersebut mempunyai sosial ekonomi menengah keatas. SD Darul Hikam sudah menerapkan kurikulum 2013 dengan tambahan kurikulum sendiri yang melibatkan akhlak dan spiritual seperti pembiasaan shalat berjamaah, membaca Al-Quran, hafalan hadist dan doa-doa harian.

Dalam satu angkatan sekitar 80-100 murid yang dibagi menjadi 4 kelas, dimana satu kelas dua orang guru yaitu wali kelas dan guru pendamping. Jam belajar di SD tersebut untuk kelas 1 dan 2 mulai pukul

07.00 hingga pukul 13.45 WIB. Kelas 3 sampai kelas 6 yaitu mulai pukul

07.00 WIB hingga pukul 14.30 WIB. SD Darul Hikam menyediakan catering makan siang bagi para murid yang ingin makan siang disekolah. Sehingga tidak semua siswa makan siang dengan jasa catering tersebut. Menu makan siang yang dihidangkan yaitu nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur dan buah. Disamping itu terdapat kantin sekolah bagi para murid yang ingin membeli makanan ringan dan disekitar sekolah terdapat banyak pedagang jajanan dan banyak siswa yang jajan diluar pada waktu istirahat.

Fasilitas yang terdapat di sekolah ini yang menunjang proses pembelajaran seperti ruang kelas, masjid, ruang BP, ruang guru dan Kepala sekolah, ruang ekstrakulikuler, ruang UKS, lab komputer dan perpustakaan. SD Darul Hikam memiliki kegiatan ekstrakulikuler yang dapat diikuti oleh semua siswa sesuai dengan minat masing- Fasilitas yang terdapat di sekolah ini yang menunjang proses pembelajaran seperti ruang kelas, masjid, ruang BP, ruang guru dan Kepala sekolah, ruang ekstrakulikuler, ruang UKS, lab komputer dan perpustakaan. SD Darul Hikam memiliki kegiatan ekstrakulikuler yang dapat diikuti oleh semua siswa sesuai dengan minat masing-

5.2 Gambaran Karakteristik Sampel

Gambaran karakteristik sampel meliputi jenis kelamin, data konsumsi buah, data konsumsi sayur dan status kegemukan.

5.2.1 Jenis Kelamin

Jenis kelamin sampel siswa SD Islam Darul Hikam dapat dilihat pada tabel 5.1

TABEL 5.1 DISTRIBUSI SAMPEL BERDASARKAN JENIS KELAMIN PADA SISWA

KELAS 5 SD ISLAM DARUL HIKAM

Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa dari 45 sampel terdapat 23 orang (51,1%) berjenis kelamin laki-laki dan 22 orang (48,9%) berjenis kelamin perempuan. Dilihat sari data tersebut, jumlah sampel berjenis kelamin laki-laki dan perempuan seimbang. Dalam satu angkatan di SD Darul Hikam terdapat 4 kelas dimana terdiri dari 20-25 anak. Distirbusi jenis kelamin perkelas untuk anak laki-laki 15-20 orang dan untuk anak perempuan 15-25 orang.

5.2.2 Konsumsi Buah

Data distribusi frekuensi sampel berdasarkan konsumsi buah siswa SD Islam Darul Hikam dapat dilihat pada tabel 5.2

TABEL 5.2 DISTRIBUSI SAMPEL BERDASARKAN KONSUMSI BUAH SISWA KELAS 5 SD ISLAM DARUL HIKAM BANDUNG

Konsumsi Buah

Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa dari 45 sampel terdapat 11 orang (24,4%) orang sampel kurang mengonsumsi buah dan

34 orang (75,4%) sampel mengonsumsi cukup buah. Rata-rata konsumsi buah sampel yang cukup mengonsumsi buah yaitu 312,14 gram dan rata- rata konsumsi buah sampel yang kurang yaitu 65,22 gram. Untuk rata-rata konsumsi buah seluruh sampel yaitu 247,4 gram, jika dibandingkan dengan konsumsi buah yang dianjurkan menurut PGS 2014 yaitu 150 gram sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata konsumsi buah sampel sudah memenuhi anjuran (Kemenkes RI, 2014).

Konsumsi buah di Indonesia menurut hasil riskesdas tahun 2010 hanya mencapai buah 62,1% dari anjuran sehari. Data riskesdas pada tahun 2013 menyatakan tidak ada perubahan yang signifikan untuk konsumsi buah. Dari hasil penelitian ini rata-rata konsumsi buah sampel sudah melebihi 100% dari anjuran. Persentasae tersebut lebih besar dari hasil Riskesdas. Hal ini kemungkinan karena status ekonomi sampel menengah keatas sehingga kemampuan untuk mengonsumsi buah lebih mudah (Kemenkes RI, 2013). Dari konsumsi buah sampel rata-rata asupan serat yaitu 13,6 gram, sedangkan kebutuhan serat sehari untuk Konsumsi buah di Indonesia menurut hasil riskesdas tahun 2010 hanya mencapai buah 62,1% dari anjuran sehari. Data riskesdas pada tahun 2013 menyatakan tidak ada perubahan yang signifikan untuk konsumsi buah. Dari hasil penelitian ini rata-rata konsumsi buah sampel sudah melebihi 100% dari anjuran. Persentasae tersebut lebih besar dari hasil Riskesdas. Hal ini kemungkinan karena status ekonomi sampel menengah keatas sehingga kemampuan untuk mengonsumsi buah lebih mudah (Kemenkes RI, 2013). Dari konsumsi buah sampel rata-rata asupan serat yaitu 13,6 gram, sedangkan kebutuhan serat sehari untuk

Data konsumsi buah tersebut didapatkan dari hasil wawancara dengan menggunakan metode SFFQ. Dari hasil wawancara tersebut sebagian besar sampel yang cukup mengonsumsi buah dengan frekuensi konsumsi 2-3x/hari. Mayoritas sampel mengonsumsi buah pisang (1-3 buah/ hari), jeruk (1-3 buah/ hari) dan apel (1x/hari). Dalam penyelenggaraan makan disekolah sampel diberi buah 3x/minggu dengan jenis buah jeruk dan semangka. Selain buah potong, sampel mengonsumsi buah dalam bentuk jus baik yang jus yang dijual disekitaran sekolah maupun jus yang buat dirumah. Jus yang sering dikonsumsi oleh siswa seperti jus strawberry, jus mangga, jus alpukat dan jus jambu biji.

Buah merupakan sumber serat dan zat gizi yang penting bagi kesehatan. Buah memiliki kandungan energi, lemak dan natrium yang rendah serta memiliki kandungan vitamin C, karotenoid, folat dan serat makanan yang tinggi. Dari kandungan antioksidan yang tinggi tersebut buah dapat mencegah dari berbagai penyakit degeneratif. Beberapa penelitian epidemiologi menunjukan bahwa orang yang mengonsumsi buah dengan jumlah diatas rata-rata mempunyai tingkat risiko penyakit jantung, stroke dan kanker dibawah rata-rata. Selain itu rendahnya kandungan energi dan lemak pada buah berfungsi sebagai pencegah kegemukan dan sebagai pengontrol berat badan (Stewart, 2014).

5.2.3 Konsumsi Sayur

Data distribusi frekuensi sampel berdasarkan Konsumsi sayur siswa SD Islam Darul Hikam dapat dilihat pada tabel 5.3

TABEL 5.3 DISTRIBUSI SAMPEL BERDASARKAN KONSUMSI SAYUR SISWA KELAS 5 SD ISLAM DARUL HIKAM BANDUNG

Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui bahwa dari 45 sampel terdapat 39 orang (86,7%) orang sampel kurang mengonsumsi sayur dan

6 orang (13,3%) sampel mengonsumsi cukup sayur. Rata-rata konsumsi sayur sampel yang cukup mengonsumsi sayur yaitu 309,65 gram dan rata-rata konsumsi sayur sampel yang kurang yaitu 68,21 gram. Untuk rata-rata konsumsi sayur seluruh sampel yaitu 100,4 gram, jika dibandingkan dengan anjuran menurut PGS 2014 sebanyak 250 gram konsumsi sayur sampel belum memenuhi anjuran (Kemenkes RI, 2014). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian dari FAO yang mengatakan bahwa konsumsi sayur di Indonesia hanya mencapai 101 gr/hari.

Menurut hasil Riskesdas 2010 konsumsi sayur di Indonesia hanya mencapai 63,3% dari anjuran sehari. Pada 2013 Riskesdas menyatakan tidak ada perubahan yang signifikan untuk konsumsi sayur dari tahun sebelumnya. Pada penelitian ini rata-rata sampel mengonsumsi sayur hanya mencapai 40,1% dimana persentase tersebut dibawah angka konsumsi sayur dari data riskesdas. Kemungkinan hal ini disebabkan karena usia sampel yang diteliti tidak sama sehingga tingkat kesukaan terhadap sayur cenderung berbeda (Kemenkes RI, 2013). Dari konsumsi sayur sampel rata-rata asupan serat yaitu 5,8 gram, sedangkan kebutuhan serat sehari untuk anak usia 10-13 tahun adalah 28-30 gram.

Kebutuhan serat lainnya kemungkinan dipenuhi dari berbagai sumber serat seperti sayur, umbi-umbian dan kacang-kacangan.

Dari hasil wawancara SFFQ tersebut sebagian sampel dengan konsumsi sayuran kurang mengonsumsi sayuran terutama sayuran hijau. Rata-rata konsumsi sayur sampel 3-4x seminggu dengan konsumsi sayur hanya 50-100 gram. Sebagian besar sampel mengatakan kurang menyukai sayuran terutama pada sayuran hijau. Sayur yang biasanya dikonsumsi diantaranya wortel, buncis dan labu siam dengan olahan capcai dan sayur sup. Untuk kelompok konsumsi sayur yang cukup rata- rata mengonsumsi sayur 2-3x perhari dengan jumlah 50-100 gram. Rata- rata sayur yang sering dikonsumsi adalah bayam, kangkung, wortel, kacang panjang, ketimun dan labu siam. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh orangtua sampel dirumah tidak selalu menyediakan sayur dalam menu hidangan makan sehari. Hal ini dapat menjadi salah satu penyebab sampel kurang mengonsumsi sayur dan tidak biasa dalam mengonsumsi sayur.

Rendahnya konsumsi sayur pada sampel dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti faktor lingkungan baik di rumah maupun diluar rumah. Jika di lingkungan rumah faktor yang paling berperan adalah orang tua seperti pekerjaan, pengetahuan, pendapatan dan ketersedian pangan di rumah (Hardinsyah, 1989). Faktor ini sangat berpengaruh besar terhadap kurangnya konsumsi sayur pada anak, karena anak cenderung masih bergantung dengan makanan yang disediakan oleh orangtua dirumah. Faktor lain kurangnya konsumsi sayur pada sampel adalah ketidak sukaan anak terhadap sayur. Hal ini dapat disebabkan karena keterlambatan dalam mengenalkan sayur pada saat MP-ASI dan orangtua tidak membiasakan konsumsi sayur pada saat anak masih balita (Horne dalam Wisarani, 2009).

Konsumsi sayur setiap hari sangat diperlukan karena mengandung banyak zat gizi yang sangat bermanfaat untuk kesehatan seperti magnesium, kalium dan serat serta mempunyai kandungan lemak, energi, natrium yang rendah dan bebas kolestrol secara alami. Sayuran merupakan sumber serat yang baik karena terdapat serat yang larut air (pektin) dan serat yang tidak larut air seperti selulosa. Sayur dengan warna hijau mempunyai kandungan air yang sangat tinggi, kandungan energi yang rendah serta mikronutrien yang relatif tinggi. Dengan demikian sangat efektif digunakan dalam pengontrolan berat badan dan mencegah kegemukan (Yuliarti, 2008).

5.2.4 Kegemukan

Data distribusi frekuensi sampel berdasarkan Kegemukan siswa SD Islam Darul Hikam dapat dilihat pada tabel 5.4

TABEL 5.4 DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN STATUS KEGEMUKAN SISWA KELAS 5 SD ISLAM DARUL HIKAM BANDUNG

Dari tabel 5.5 diketahui bahwa dari 45 sampel diataranya 21 orang (46,7%) mengalami kegemukan dan 24 orang (53,3%) tidak mengalami kegemukan. Parameter yang digunakan untuk menentukan status gizi tersebut adalah Indeks Massa Tubuh menurut umur. IMT/U tertinggi adalah 2,86 SD (kegemukan) dan terendah adalah -1,99 SD (normal) (Kemenkes RI, 2010).

Hasil tersebut sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wisarani (2009) pada siswa SD Islam Annajah Jakarta dengan hasil 44,8% siswa SD tersebut mengalami kegemukan dan 55,2% tidak mengalami kegemukan. Dari hasil penelitian tersebut dapat dilihat bahwa persentase siswa yang mengalami kegemukan lebih kecil dari siswa yang tidak mengalami kegemukan sama halnya dengan hasil penelitian ini.

Kegemukan disebabkan oleh banyak faktor antara lain pola makan yang berlebihan terutama asupan energi dan lemak, kurangnya asupan serat, faktor genetik, kurangnya aktifitas fisik dan faktor lingkungan. Kegemukan dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak biasanya terjadi menjelang anak memasuki usia remaja hal ini karena pertumbuhan dan perkembangan anak lebih cepat sehingga berat badan meningkat dengan pesat. Kegemukan yang mulai timbul pada anak kemudian berlanjut sampai dewasa, akan lebih susah diatasi hal ini karena faktor penyebab yang sudah menahun dan sel-sel lemak yang telah bertambah banyak. Kegemukan akan menjadi faktor risiko terjadinya penyakit degeneratif pada masa dewasa seperti diabetes melitus, penyakit jantung koroner, hipertensi dan berbagai jenis kanker (Cahyono, 2008).

Asupan makanan yang berlebihan terutama pada asupan energi dan lemak merupakan sumbangan utama terjadinya kegemukan. Asupan energi yang tinggi tanpa aktifitas fisik yang cukup menyebabkan penggunaan energi yang tidak sesuai dengan kebutuhannya hal inilah yang menyebabkan kelebihan berat badan pada anak. Tingginya asupan lemak kemungkinan karena tingginya konsumsi fast food, jajanan yang tinggi lemak seperti gorengan, bakso dan mie ayam. Pada sampel dengan kegemukan kemungkinan asupan energi dan lemak tinggi, hal ini terlihat dari kebiasaan sampel yang menyukai jajanan disekitar sekolah yang cenderung mengandung tinggi lemak.

5.3 Analisis Bivariat

5.3.1 Hubungan Konsumsi Buah dengan Kegemukan

Data distribusi frekuensi Hubungan Konsumsi buah dan Kegemukan siswa SD Islam Darul Hikam dapat dilihat pada tabel 5.5

TABEL 5.5 DISTRIBUSI FREKUENSI HUBUNGAN KONSUMSI BUAH DAN

KEGEMUKAN PADA SISWA KELAS 5 SD ISLAM DARUL HIKAM BANDUNG Kegemukan

p-Value Total Kategori

Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa dari 45 sampel tersebut diantaranya dari sampel dengan konsumsi buah kurang (11 orang) sebanyak 8 orang (72,7%) berstatus gizi gemuk dan 3 orang (27,3%) berstatus gizi normal. Sedangkan pada 34 orang sampel yang memiliki konsumsi buah yang cukup sebanyak 13 orang (38,2%) berstatus gizi gemuk dan 21 orang (61,8%) berstatus gizi normal. Hasil tersebut menunjukan kurangnya konsumsi buah dapat menyebabkan terjadinya kegemukan. Namun hasil uji statistik menggunakan Chi-Square menunjukan tidak adanya hubungan dengan kegemukan (p>0,05). Meskipun tidak ada hubungan dengan kegemukan, secara statistik konsumsi buah kurang berisiko mengalami kegemukan 2x lebih besar daripada konsumsi buah yang cukup (RP 1,92 CI 95%) .

Penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ratu Ayu (2011) dimana meneliti faktor risiko kegemukan pada anak 5-15 tahun di Indonesia dengan hasil tidak adanya hubungan antara konsumsi buah dengan kegemukan (p=0,092). Pada penelitian tersebut dikatakan bahwa anak yang mengonsumsi buah <3porsi/hari sebanyak 7,1% mengalami kegemukan dan 92,9% tidak mengalami kegemukan. Penelitian lain yang sejalan yaitu penelitian tentang Faktor Risiko Obesitas pada anak SD Insan Kamil Kota bogor oleh Pramuditha (2011) dengan hasil tidak adanya hubungan frekuensi konsumsi buah dengan Obesitas (p 0,736).

Konsumsi buah yang cukup seharusnya dapat mencegah dari kegemukan, namun ada beberapa sampel dengan konsumsi cukup buah namun mengalami kegemukan. hal ini dapat disebabkan karena konsumsi buah dalam bentuk lain seperti jus. Dari hasil wawancara SFFQ sampel mengatakan selain mengonsumsi buah potong juga mengonsumsi buah dalam bentuk jus. Sebagian besar jus buah diperoleh dari penjual jus diarea sekolah dengan rata-rata sampel mengonsumsi jus 2-4x seminggu. Ketidak ada hubungan antara konsumsi buah dengan kegemukan salah satunya dapat disebabkan oleh konsumsi buah dalam bentuk jus hal ini dikarenakan dalam jus diberi penambahan gula sekitar 1-2 penukar. Dengan demikian buah yang awalnya rendah energi menjadi tinggi energi dengan penambahan gula. Selain itu adanya faktor lain yang menyebabkan kegemukan yang tidak diteliti seperti adanya riwayat kegemukan di keluarga, faktor aktifitas fisik, asupan lemak dan asupan energi.

Buah merupakan salah satu sumber serat baik itu serta larut air berupa pektin maupun serta tidak larut air. Serat pada buah tidak sebanyak pada sayur yaitu hanya 0,9 gram per 100 gram buah sehingga perlu disuplai dengan sumber serat lainnya seperti sayur, kacang- kacangan dan umbi-umbian. Serat yang terdapat dibuah sebagian besar Buah merupakan salah satu sumber serat baik itu serta larut air berupa pektin maupun serta tidak larut air. Serat pada buah tidak sebanyak pada sayur yaitu hanya 0,9 gram per 100 gram buah sehingga perlu disuplai dengan sumber serat lainnya seperti sayur, kacang- kacangan dan umbi-umbian. Serat yang terdapat dibuah sebagian besar

Buah pun selain mengandung tinggi serat juga mengandung beberapa zat gizi yang penting bagi kesehatan. Buah merupakan sumber vitamin dan mineral seperti vitamin A (Beta-karoten), Vit. C, Vit. E, magnesium, zinc, fospor dan asam folat. Kandungan antioksidan pada buah dapat menetralisir radikal bebas dalam tubuh sehngga dapat mencegah dari bebrapa penyakit seperti penyakit jantung koroner dan kanker. Rendahnya kandungan kolesrtol dan lemak pada buah pun menjadi salah satu cara dalam mengurangi risiko penyakit degeneratif. Pigmen dalam buah sama halnya mempunyai berbagai manfaat bagi kesehatan seperti karotenoid pada buah berwarna orange dan kuning sangat berperan pada kesehatan mata dan merupakan sumber antioksidan yang tinggi (Juwaeriah, 2013).

Dengan demikian pentingnya konsumsi buah pada anak selain dapat mencegah dari kegemukan juga dapat menjaga kesehatan anak untuk masa yang akan datang.

5.3.2 Hubungan Konsumsi Sayur dengan Kegemukan

Data distribusi frekuensi Hubungan Konsumsi sayur dengan Kegemukan siswa SD Islam Darul Hikam dapat dilihat pada tabel 5.6

TABEL 5.6 DISTRIBUSI FREKUENSI HUBUNGAN KONSUMSI SAYUR DAN

KEGEMUKAN PADA SISWA KELAS 5 SD ISLAM DARUL HIKAM BANDUNG Kegemukan

Total p-value Kategori

Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui bahwa dari 45 sampel tersebut diantaranya dari 6 orang sampel yang memiliki konsumsi sayur yang cukup diantaranya tidak ada yang berstatus gizi gemuk dan 6 orang (13,3%) berstatus gizi normal. Sedangkan pada sampel dengan konsumsi sayur kurang (39 orang) sebanyak 21 orang (46,7%) berstatus gizi gemuk dan 18 orang (40%) berstatus gizi normal. Hasil uji statistik menggunakan Chi-Square ditemukan nilai harapan < 5 pada > 20% dari total sel maka menggunakan Fisher Exact Test dan menunjukan adanya hubungan dengan kegemukan (p=0,023).

Penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ratu ayu (2011) mengenai faktor risiko kegemukan pada anak 5-15 tahun Di Indonesia yang menunjukan hasil adanya hubungan yang signifikan antara konsumsi sayur dengan kegemukan (p<0,05). Hal ini menunjukan bahwa jika konsumsi sayur cukup maka tidak akan mengalami kegemukan sebaliknya jika kurang mengonsumsi sayur akan mengalami kegemukan. Begitupun dengan penelitian Wisarani (2009) pada anak SD Annajah Jakarta menunjukan adanya hubungan kebiasaan konsumsi sayur dengan kegemukan (p<0,05).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2013) terhadap perilaku konsumsi buah dan sayur pada anak kegemukan didapatkan hasil bahwa rata-rata dalam satu hari anak yang kegemukan hanya mengonsumsi satu porsi sayur (32,3%) dan 38,7% anak tidak mengonsumsi sayur. Dari penelitian tersebut pun diketahui bahwa 64,5% anak kegemukan menyukai daging dan 93,5% menyukai fast food.

Sayur merupakan sumber serat yang paling baik karena selain mengandung serat makanan dan juga serat kasar (Crude Fiber) yang tinggi. Bahan makanan dengan kandungan serat kasar yang tinggi memiliki kandungan energi, gula dan lemak yang lebih rendah dari sumber serat lain dengan demikian sayur lebih efektif dalam mengurangi risiko terjadinya kegemukan dan obesitas. Serat dalam sayur dapat menyerap air dalam kolon, sehingga volume feses menjadi lebih besar dan akan merangsang syaraf rektum untuk memudahkan defekasi. Serat larut air yang terdapat dalam buah dan sayur berguna untuk memperlambat pengosongan lambung dan memperlambat penyerapan usus terhadap glukosa hal ini memberikan rasa kenyang lebih lamasehingga dapat mencegah konsumsi makanan lainnya. Sebagian serat larut air memiliki sifat hipokolestrolemik yaitu dapat menghambat pencernaan lemak dan penghambatan sintesis kolestrol dalam hati (Hamida, 2015).

Sayur memiliki kandungan serat yang lebih tinggi dari pada buah yaitu 1,2 gram lebih tinggi daripada buah dan sumber serat lainnya. Tingginya kandungan serat sayur dibandingkan dengan buah menjadi sebab anjuran banyak menkonsumsi sayuran dibandingkan dengan buah yang dianjurkan cukup saja (Kemenkes RI, 2014). Selain itu anjuran konsumsi banyak sayur dibanding buah karena buah lebih banyak glukosa dan fruktosa karena rasa buah yang cenderung manis. Jika asupan glukosa dan fruktosa tinggi berisiko meningkatkan berat badan.

Selain serat, sayur kaya akan kadar mineral-mineral lain seperti zat besi, asam folat, mangan, magnesium dan kalium. Tingginya kandungan mineral pada sayur berfungsi sebagai zat pengatur, pertumbuhan, pemeliharaan, dan pengganti sel-sel tubuh manusia. Sama halnya dengan buah, sayuran merupakan sumber antioksidan yang berasal dari pigmen pada sayur yang baik bagi kesehatan.

Menurut penelitian Sriwahyuni (2013) mengenai hubungan konsumsi buah dan sayur dengan asupan serat didapatkan hasil dari 60 sampel 36 (54,5%) diantaranya kurang konsumsi buah dan sayur memiliki asupan serat yang kurang. Kurangnya konsumsi buah dan sayur menjadi salah satu etiologi terjadinya kegemukan khususnya pada anak disamping ada faktor penyebab lainnya.