Perkembangan Kerajaan Islam di Indonesia

B. Perkembangan Kerajaan Islam di Indonesia

Pengaruh Islam di Indonesia tidak hanya ditunjukan dengan adanya perkembangan agama dan budaya Islam, tetapi juga dapat dilihat dari adanya perkembangan pemerintahan kerajaan yang bercorak Islam. Pemerintahan kerajaan Islam ini banyak menggantikan kerajaan-kerajaan yang bercorak

190 Wawasan Sosial 1 untuk Kelas VII

Hindu-Budha. Adapun ciri-ciri khusus dari kerajaan Islam ini, antara lain:

1. pemerintahan berasaskan hukum Islam (Hukum Syara’);

2. rajanya bergelar Sultan;

3. raja berfungsi sebagai pemimpin agama di samping sebagai kepala pemerintahan;

4. agama Islam dijadikan sebagai agama kerajaan. Kerajaan-kerajaan tersebut antara lain kerajaan Samudera Pasai, Malaka, Aceh, Demak, Pajang, Mataram, Banten, Cirebon, Makasar, Banjar, dan Ternate dan Tidore.

a. Kerajaan Samudera Pasai

Kerajaan Samudera Pasai terletak di sebelah utara Perlak di daerah Lhok Seumawe (sekarang pantai timur Aceh), berbatasan langsung dengan Selat Malaka. Kerajaan ini menjadi pusat penyebaran agama Islam di sekitar Sumatera dan Malaka. Kerajaan Samudera Pasai yang mendapat julukan “Daerah Serambi Mekkah“ini merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia. Pendiri sekaligus raja pertama kerajaan ini adalah Sultan Malik Al-Saleh (1290-1297).

Setelah Sultan Malik Al-Saleh wafat tahun 1297 M, kerajaan Samudera Pasai dipegang oleh putranya yang bernama Sultan Malik al-Tahir (1297-1326). Selanjutnya setelah Sultan Malik al-Tahir wafat, Sultan Malik al- Zahir menjadi raja yang menggantikan. Menurut Ibnu Batutah (pengembara dari Maroko) yang pernah singgah di Samudera Pasai tahun 1345 dan 1346, Sultan Malik a- Zahir ini adalah seorang sultan yang taat kepada agama dan menganut mazhab Syafi’i.

Gambar 9.2

Wilayah kekuasaan Kerajaan Samudera Pasai.

Sumber: Lukisan Sejarah, 1995

Perkembangan Islam di Indonesia 191

Sewaktu tahta kerajaan dipegang oleh Zainal Abidin tahun 1348, Majapahit berhasil menguasai Samudera Pasai. Dengan demikian, Samudera Pasai berada di bawah kekuasaan Majapahit. Setelah Majapahit mengalami kehancuran, Samudera Pasai tegak kembali. Tetapi setelah Zainal Abidin, kerajaan ini tidak terdengar lagi karena telah tergeser oleh Kerajaan Malaka.

Seperti halnya kerajaan Sriwijaya, perekonomian masyarakat Samudera Pasai banyak menggantungkan pada perdagangan. Posisinya yang berada di jalur perdagangan internasional dimanfaatkan oleh kerajaan ini untuk kemajuan ekonomi rakyatnya. Banyak pedagang dari berbagai negara berlabuh di Pelabuhan Pasai. Untuk itu kerajaan ini berusaha menyiapkan bandar- bandar yang dapat digunakan untuk menambah bahan perbekalan, mengurus perkapalan, mengumpulkan dan menyimpan barang dagangan yang akan dikirim ke dalam dan luar negeri.

b. Kerajaan Malaka

Seperti halnya kerajaan Samudera Pasai, pertumbuhan Kerajaan Malaka dipengaruhi oleh ramainya perdagangan internasional yang menghubungkan Asia Barat, Asia Selatan, dan Asia Timur. Pelabuhan Malaka menjadi tempat persinggahan para pedagang dari berbagai bangsa terutama para pedagang Islam.

Gambar 9.6

Lukisan kota Malaka sebelum jatuh ke tangan Portugis.

Sumber: Lukisan Sejarah, 1995

Kerajaan Samudera Pasai didirikan oleh Parameswara (seorang pangeran dari Palembang yang lari ke Malaka ketika terjadi serangan Majapahit). Ia mendirikan kerajaan Malaka ini sekitar tahun 1400. Setelah memeluk Islam, ia mengganti namanya dengan nama Muhammad Syah. Muhammad Syah memerintah di kerajaan Samudera Pasai dari tahun 1400-1414. Setelah wafat, ia kemudian digantikan oleh

192 Wawasan Sosial 1 untuk Kelas VII

Sultan Iskandar Syah (1414-1424). Selanjutnya raja- raja yang berkuasa di Malaka adalah sebagai berikut, Sultan Muzaffar Syah (1424-1444), Sultan Mansur syah (1444-1477), Sultan Mahmud Syah (1477-1511).

Kerajaan Malaka pada masa Mahmud Syah mengalami keruntuhan setelah pada tahun 1511 Malaka dikuasai oleh Portugis di bawah pimpinan Alfonso d’Albuquerque.

c. Kerajaan Aceh

Setelah jatuhnya Malaka ke tangan Portugis tahun 1511, para pedagang Islam tidak mengakui kekuasaan Portugis di Malaka. Mereka segera memindahkan jalur perniagaan ke bandar-bandar lainnya di seluruh Nusantara. Peran Malaka sebagai pusat perdagangan internasional digantikan oleh Aceh selama beberapa abad.

Kerajaan Aceh ini didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah pada 1513. Ia berkuasa dari tahun 1513 sampai 1528. Pengganti Ali Mughayat Syah adalah Sultan Alaudin Riayat Syah yang mengadakan tiga kali penyerangan kepada Portugis di Malaka pada tahun 1528, 1560, dan 1568. Namun, penyerangan- penyerangan tersebut mengalami kegagalan. Sultan Aceh yang pernah membawa Aceh pada puncak kejayaan adalah Sultan Iskandar Muda yang memerintah pada tahun (1607-1636). Berikut ini beberapa tindakan yang dilakukan Iskandar Muda untuk memperkuat kerajaan Aceh.

1. Memperluas daerah kekuasaan ke Semenanjung Malaka dengan dikuasainya kerajaan Kedah, Perak, Johor, dan Pahang. Daerah pantai barat dan timur Sumatera dikuasainya sampai ke Pariaman yang merupakan jalur masuk Islam ke Minaangkabau.

2. Untuk memperlemah kekuasaan Portugis, Iskan- dar Muda membuka kerja sama dengan Belanda dan Inggris dengan mengijinkan kongsi dagang mereka, yaitu VOC dan EIC untuk membuka kantor cabangnya di Aceh.

3. Menyerang Portugis di Malaka dan sempat mengalahkan Portugis di Pulau Bintan pada tahun 1614.

4. Mendirikan Masjid Baiturrahman di pusat ibu-

Sumber: Lukisan Sejarah, 1995

kota kerajaan Aceh.

Gambar 9.7

Pengganti Iskandar Muda adalah Iskandar Mesjid Baiturahman termasuk Thani (1636-1641). Pada masa pemerintahannya ia salah satu peninggalan lebih memperhatikan penataan dalam negeri, seperti

Kerajaan Aceh.

Perkembangan Islam di Indonesia 193 Perkembangan Islam di Indonesia 193

Sumber: Lukisan Sejarah, 1995

Aceh didirikan sebuah perguruan tinggi negeri yang

Gambar 9.8

berna Syiah Kuala, yaitu Universitas Syiah Kuala.

Suluk karya Hamzah Pansuri.

Sepeninggal Iskandar Thani kerajaan Aceh mengalami kemunduran karena beberapa wilayah taklukannya berupaya memisahkan diri dari pemerintahan pusat serta tak mampu lagi berperan sebagai pusat perdagangan.

d. Kerajaan Demak

Kerajaan Demak yang terletak di Jawa Tengah merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Kerajaan Demak ini berdiri pada sekitar abad 15 M oleh Raden Patah (putra Raja Majapahit yang bernama Kertawijaya). Ketika kerajaan Majapahit mengalami kehancuran akibat perang saudara tahun 1478, Demak bangkit menjadi kerajaan Islam. Selanjutnya kerajaan Demak berkembang menjadi kerajaan besar, di bawah kepemimpinan Raden Patah (1481-1518). Negeri-negeri di pantai utara Jawa yang sudah menganut Islam mengakui kedaulatan Demak. Bahkan Kekuasaan Demak meluas ke Sukadana (Kalimantan Selatan), Palembang, dan Jambi.

Peta 9.3

Wilayah kekuasaan kerajaan Demak.

Sumber: Lukisan Sejarah, 1995

Demak di bawah pimpinan Adipati Yunus (putra Raden Fatah) pada tahun 1512 dan 1513 melakukan penyerangan ke Malaka untuk menggempur kekuasaan Portugis di sana. Karena pernah menyerang ke Malaka itu, Adipati Yunus diberi gelar Pangeran Sabrang Lor (Pangeran yang pernah menyebrang ke utara).

194 Wawasan Sosial 1 untuk Kelas VII

Pada masa Sultan Trenggana kerajaan Demak mencapai puncak kejayaannya. Beberapa tindakan penting yang dilakukannya, antara lain:

1. menjadikan Demak sebagai salah satu pusat penyebaran agama Islam di Nusantara.

2. melakukan penguasaan terhadap daerah-daerah pantai utara Jawa seperti Banten dan Cirebon yang dipimpin oleh Fatahillah, hal ini dimaksudkan supaya Demak menjadi pusat kekuasaan di

Jawa. Sumber: Lukisan Sejarah, 1995

3. melakukan penyebaran Islam ke Kalimantan Selatan

Gambar 9.9

dan membantu mendirikan Kerajaan Banjar. Mesjid Demak. Sepeninggal Pangeran Trenggana terjadi konflik

dalam keluarga, hal ini mengakibatkan kekacauan dan banyak wilayah taklukannya yang memerdekakan diri. Ketegangan ini dapat diredakan setelah Jaka Tingkir yang menjabat Adipati Pajang sekaligus menantu Sultan Trenggono meredam pemberontakan Aria Panangsang yang menginginkan tahta kerajaan. Jaka Tingkir kemudian memindahkan pusat pemerintahan Demak ke Pajang yang sekaligus awal berdiri kerajaan Pajang.

Peta 9.4

Peta kekuasaan Kerajaan pajang.

Sumber: Lukisan Sejarah, 1995

e. Kerajaan Pajang

Kerajaan Pajang didirikan Jaka tingkir yang setelah menjadi sultan mendapatkan gelar Adiwijaya. Masa pemerintahan kerajaan Pajang tidak lama, karena setelah wafatnya Adiwijaya terjadi perebutan kekuasaan antara Arya Pangiri (menantu Adiwijaya) dan Pangeran Benawa (putera Adiwijaya). Tahta Pajang direbut Aria Pangiri, Pangeran Benowo

Perkembangan Islam di Indonesia 195 Perkembangan Islam di Indonesia 195

f. Kerajaan Mataram

Kerajaan Mataram menjadi pusat pemerintahan di Jawa pada tahun 1575 setelah pusaka kerajaan dipindahkan dari Pajang ke Mataram oleh Sutawijaya. Setelah menjadi Sultan di Mataram, Sutawijaya mendapat gelar Panembahan Senopati, ia bercita-cita menguasai seluruh pulau Jawa. Daerah-daerah yang tidak mengakui kedaulatan Matarm ditundukannya seperti Demak, kediri, Madiun, Surabaya, Kedu dan Pasuruan. Setelah Sutawijaya wafat, cita-cita perjuangan dilanjutkan oleh puteranya yang bernama Mas Jolang. Pada masa pemerintahannya banyak terjadi pemberontakan yang dilakukan para bupati pesisir yang mengakibatkannya ia gugur di Desa Krapyak sehingga ia dikenal dengan nama Panembahan Seda Krapyak.

Peta 9.5

Peta wilayah kekuasaan Kerajaan Mataram Islam.

Sumber: Lukisan Sejarah, 1995

Setelah Mas Jolang meninggal, tahta kerajaan dilanjutkan oleh anaknya yang bernama Raden Rangsang yang terkenal dengan gelar Sultan Agung Hanyokrokusumo (1613-1645). Dialah raja Mataram terbesar dalam sejarah. Seluruh Jawa Tengah dan Jawa Timur termasuk Madura mengakui kedaulatan Mataram. Surabaya yang sukar dikalahkan, pada masa Sultan Agung berhasil ditaklukan tahun 1625. Di Jawa Barat, kekuasaan Mataram tertanam di Cirebon, Sumedang, dan Ukur (Bandung sekarang). Banten sebagai daerah strategis tidak berhasil dikuasai. Bersamaan dengan upaya perluasaan kekuasaan yang dilakukan Mataram telah muncul kekuatan baru di Jayakarta (Batavia) yang merupakan jalur Mataram ke Banten. Kekuatan baru itu adalah VOC suatu kongsi dagang milik kerajaan Belanda. Selanjutnya

196 Wawasan Sosial 1 untuk Kelas VII

Sultan Agung mengadakan penyerangan ke VOC di Batavia. Serangan pertama dilakkukan pada tahun 1628 dan yang kedua pada tahun 1629, namun kedua penyerangan tersebut gagal.

Ada beberapa hal yang perlu dicatat sebagai kejayaan Mataram di bawah kepemimpinan Sultan Agung, antara lain dalam bidang perekonomian, kehidupan masyarakatnya yang agraris berkembang dengan pesat yang didukung oleh hasil bumi yang berupa beras (padi). Di bidang kebudayaan Sultan Agung berhasil membuat kalender Jawa yang merupakan perpaduan tahun saka dengan tahun hijriyah. Dalam bidang seni sastra, Sultan Agung mengarang kitab sastra gending yang berupa kitab

Sumber: Lukisan Sejarah, 1995

filsafat. Sultan Agung juga menciptakan tradisi

Gambar 9.10

Syahadatain (dua kalimah sahadat) atau Sekaten, yang

Sultan Agung.

sampai sekarang tetap diadakan di Yogyakarta dan Cirebon setiap tahun.

Pada tahun 1645, Sultan Agung wafat kemudian kerajaan Mataram dipimpin oleh Amangkurat I (putranya). Berbeda dengan para leluhurnya, ia melakukan kerja sama dengan pihak VOC yang mengijinkannya untuk mendirikan benteng di Mataram dan ikut campur dalam pemerintahan istana. Kebijaksanaan yang dilakukannya menimbulkan pemberontakan yang dilakukan oleh Trunojoyo karena VOC melakukan kesewenang-wenangan, namun pemberontakan ini dapat dipadamkan oleh VOC. Amangkurat I wafat karena terluka saat terjadi pemberontakan dan digantikan oleh Amangkurat II. Pada masa Amangkurat II ini terjadi pemindahan pusat pemerintahan dari Mataram ke Kertasura (Solo). Satu demi satu wilayah kekuasaan Mataram dikuasai oleh VOC dan dengan campur tangan VOC. Belanda berhasil memecah belah Mataram. Pada tahun 1755 dilakukan Perjanjian Giyanti, yang membagi kerajaan Mataram menjadi dua wilayah kerajaan, yaitu:

1. Kasunanan Surakarta, di perintah oleh Susuhunan Pakubuwono III.

2. Kesultanan Yogyakarta atau Ngayogyakarta Hadiningrat diperintah oleh Mangkubumi dengan gelar Sultan Hamengkubuwono I. Selain itu, pada tahun 1757 Belanda kembali ikut

campur dalam pembagian kerajaan Mataram. Melalui Perjanjian Salatiga, kerajaan Mataram pecah menjadi Kesultanan Yogyakarta, Kasunanan Surakarta, Kerajaan Paku Alam, dan kerajaan Mangkunegara.

Perkembangan Islam di Indonesia 197 Perkembangan Islam di Indonesia 197

Pada awalnya, Cirebon merupakan sebuah daerah kecil di bawah kekuasaan Pakuan Pajajaran. Menurut cerita di Banten, peletak dasar pemerintahan di Cirebon adalah Falatehan atau Fatahillah yang tidak lain adalah Sunan Gunung Jati. Tetapi menurut sumber-sumber sejarah di Cirebon, Sunan Gunung Jati dan Falatehan atau Fatahillah adalah dua orang yang berbeda. Menurut sumber tersebut Falatehan adalah menantu Sunan Gunung Jati yang menikahi anaknya Nyai Ratu Ayu. Falatehan kemudian menjadi Raja Cirebon setelah mertuanya wafat tahun 1570. Di masa pemerintahan Fatahillah, Kesultanan Cirebon berkembang sebagai pusat perdagangan dan pusat penyebaran agama Islam di Jawa Barat.

Untuk memperluas pengaruhnya, Sunan Gunung Jati mengembangkan Islam ke daerah-daerah lain di Jawa Barat seperti ke Kawali, Kuningan, Majalengka, Sunda Kelapa dan Banten. Pada saat menduduki Banten ia sempat tinggal beberapa waktu dan meletakan dasar-dasar bagi pengembangan agama Islam dan perdagangan di sana. Perkembangan Banten selanjutnya dilanjutkan oleh anaknya Sultan Hasanuddin yang dikemudian hari banyak menurunkan raja-raja Banten. Setelah Sunan Gunung Jati wafat, kerajaan dipimpin oleh Panembahan Ratu dan yang terakhir dilanjutkan oleh Panembahan Giri Laya. Ia adalah penguasa Kesultanan Cirebon yang terakhir sampai tahun 1705 setelah Cirebon mengakui kekuasaan Mataram dan akhirnya diserahkan kepada VOC oleh susuhunan. Perkembangan berikutnya Kesultanan Cirebon terbagi menjadi dua, yaitu Kesultanan Kasepuhan dan Kanoman.

f. Kerajaan Makasar (Goa dan Tallo)

Makasar tumbuh menjadi pusat perdagangan di Indonesia bagian Timur. Hal ini disebabkan letak Makasar yang strategis yang menghubungkan jalur Malaka, Jawa, dan Maluku. Kerajaan Makasar mengembangkan kebudayaan yang didasarkan atas nilai-nilai Islam. Islam masuk ke Makasar lewat pengaruh Kesultanan Ternate yang giat memperkenal Islam di sana. Raja Gowa (Makasar) yang bernama

Sumber: Lukisan Sejarah, 1995

Karaeng Tunigallo menerima dakwah dari Dato Ri

Gambar 9.11

Bandang. Selanjutnya ia masuk Islam dengan memakai

Sultan Hasanuddin.

gelar Sultan Alaudin Awwalul-Islam (1605-1638).

198 Wawasan Sosial 1 untuk Kelas VII

Kerajaan Makasar mencapai puncak kejayaannya pada masa Sultan Hasanuddin (1654-1660). Ia berhasil membangun Makasar menjadi kerajaan yang menguasai jalur perdagangan di wilayah Indonesia Bagian Timur. Hasanuddin berani melawan Belanda yang menghalang-halangi pelaut Makasar membeli rempah-rempah dari Maluku dan mencoba ingin memonopoli perdagangan. Keberaniannya melawan Belanda, ia dijuluki “Ayam Jantan dari Timur” oleh orang-orang Belanda sendiri. Dalam perang ini, Hasanuddin tidak berhasil mematahkan ambisi Belanda untuk menguasai Makasar. Makasar terpaksa menandatangi Perjanjian Bongaya (1667) yang isinya sesuai dengan keinginan Belanda. Dengan perjanjian tersebut,

1. Belanda memperoleh monopoli dagang rempah- rempah di Makasar;

2. Belanda mendirikan benteng pertahanan di Makasar;

3. Makasar harus melepaskan daerah kekuasaannya berupa daerah di luar Makasar;

4. Aru Palaka diakui sebagai Raja Bone.

Peta 9.6

Peta kekuasaan Kerajaan Goa-Tallo.

Sumber: Atlas Sejarah dan Dunia, 2003

g. Kerajaan Banjar

kerajaan Demak berhasil membantu mengembalikan Pangeran Tumenggung Samudra sebagai Raja Banjar. Oleh sebab itulah, Raja Banjar tersebut masuk Islam dan mendapat gelar Sultan Suryanullah. Perkembangan agama Islam meluas hampir ke seluruh Kalimantan setelah Raja Banjar masuk Islam.

Pengislaman di Kalimantan ini tidak lepas dari peranan Sultan Suryanullah dan para mubalig lainnya, seperti Datok Ri Bandang, Tuan Tunggang Parangan, dan Aji di Langgar berhasil mengembangkan Islam di

Perkembangan Islam di Indonesia 199

Kalimantan Timur. Mubalig dari Jawa juga memiliki peranan dalam proses perkembangan Islam di daerah Sukadana, Kalimantan Barat. Selain mubalig dari Makasar dan Jawa, para pedagang Arab juga berperan dalam perkembangan Islam di Kalimantan.

h. Kerajaan Ternate dan Tidore

Islam masuk ke Maluku berkaitan erat kdengan kegiatan perdagangan. Para pedagang dan ulama dari Malaka dan Jawa menyebarkan Islam ke sana pada abad ke-15. Kemudian, muncul empat kerajaan Islam di Maluku yang disebut Maluku Kie Raha (Maluku Empat Raja) yaitu Kesultanan Ternate (dipimpin Sultan Zainal Abidin,1486-1500), Kesultanan Tidore (dipimpin oleh Sultan Mansur), Kesultanan Jailolo (dipimpin oleh Sultan Sarajati), dan Kesultanan Bacan (dipimpin oleh Sultan Kaicil Buko). Berkat dakwah dari empat kerajaan tersebut, masyarakat muslimin di Maluku sudah menyebar sampai ke Banda, Hitu, Haruku, Makyan, dan Halmahera.

Kerajaan Ternate dan Tidore yang terletak di sebelah Pulau Halmahera (Maluku Utara) adalah dua kerajaan yang memiliki peran yang menonjol dalam menghadapi kekuatan-kekuatan asing yang mencoba menguasai Maluku. Dalam perkembangan selanjutnya kedua kerajaan ini bersaing memperebutkan hegemoni politik di kawasan Maluku. Wilayah Maluku bagian timur dan pantai-pantai Irian, dikuasai oleh Kesultanan Tidore. Sementara itu, wilayah Maluku, Gorontalo, dan Banggai di Sulawesi sampai ke Flores dan Mindanao, dikuasai oleh Kesultanan Ternate. Kerajaan Ternate mencapai puncak kejayaannya pada masa Sultan Baabullah. Sedangkan kerajaan Tidore mencapai puncak kejayaannya pada masa Sultan Nuku.