Dari Peredebatan hingga Kesejahteraan

4. Dari Peredebatan hingga Kesejahteraan

Pemetaan tentang seni dan disabilitas di Jakarta menggambarkan bahwa penyandang disabilitas yang beraktivitas di wilayah kesenian sangat luas dan bermacam- macam. Seniman-seniman penyandang disabilitas di Jakarta ada yang pelukis, seniman art brut, pemusik, ballet, dan tari. Selain itu, ada pula seniman nondifabel yang juga memasukkan isu disabilitas dalam salah satu karya mereka. Dari keberagaman itu, ada difabel seniman yang tergabung ke dalam organisasi seni dan ada pula yang tidak. Selama ini, hampir semua dari mereka tidak tersentuh baik oleh Pemetaan tentang seni dan disabilitas di Jakarta menggambarkan bahwa penyandang disabilitas yang beraktivitas di wilayah kesenian sangat luas dan bermacam- macam. Seniman-seniman penyandang disabilitas di Jakarta ada yang pelukis, seniman art brut, pemusik, ballet, dan tari. Selain itu, ada pula seniman nondifabel yang juga memasukkan isu disabilitas dalam salah satu karya mereka. Dari keberagaman itu, ada difabel seniman yang tergabung ke dalam organisasi seni dan ada pula yang tidak. Selama ini, hampir semua dari mereka tidak tersentuh baik oleh

Sentuhan pemerintah terhadap penyandang disabilitas yang berprofesi sebagai seniman, atau seni dan disabilitas secara umum, sejauh ini masih berupa kegiatan yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI dan apresiasi karya difabel seniman di hari yang sama dengan pengesahan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Padahal dalam Pasal 87 undang-undang tersebut memuat kewajiban yang menyatakan bahwa pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi dan mengembangkan kemampuan penyandang disabilitas yang beraktivitas di bidang seni budaya, serta memberikan penghargaan terhadap difabel seniman terbaik.

Mengacu pada undang-undang tersebut dan pemetaan seni dan disabilitas, ada empat hal yang perlu dijembatani terlebih dahulu. Pertama, stigma terhadap penyandang disabilitas pada kenyataannya belum teratasi dengan baik. Perkembangan diskursus normal dan tidak normal selama ini masih berpretensi memisahkan difabel Mengacu pada undang-undang tersebut dan pemetaan seni dan disabilitas, ada empat hal yang perlu dijembatani terlebih dahulu. Pertama, stigma terhadap penyandang disabilitas pada kenyataannya belum teratasi dengan baik. Perkembangan diskursus normal dan tidak normal selama ini masih berpretensi memisahkan difabel

Kedua , seni dan disabilitas membutuhkan jembatan yang dapat menghubungkan aktivitas kesenian penyandang disabilitas dengan seniman lain non-difabel, pelatih, kurator, dan kelembagaan baik lembaga penyandang disabilitas atau lembaga seni. Kolaborasi ini akan menentukan kesenian yang memuat isu disabilitas menjadi lebih terarah; apakah ia harus dinilai dari perspektif kesenian secara umum atau melalui pendekatan yang berbeda dan adaptif terhadap kesenian penyandang disabilitas. Hal ini tentunya perlu menghindari penilaian estetis yang bias normal, karena pada dasarnya sejarah kesenian dan kebudayaan pun tidak lepas dari bias tersebut.

Ketiga , selain memasukkan isu disabilitas dalam karya seni, jalinan antara organisasi seni dan organisasi penyandang disabilitas perlu dipertegas dengan misi yang selaras. Beberapa difabel seniman selama ini ada yang beraktivitas tanpa sentuhan lembaga kesenian dan bahkan tidak saling mengenal satu sama lain untuk sekedar berbagi informasi pameran. Keempat, permasalahan kesejahteraan yang dialami secara umum di Indonesia memasukkan difabel seniman pada eksklusi dan hambatan berlapis-lapis. Difabel yang bekerja sebagai pegait seni dan bergantung secara ekonomi pada produktivitas karyanya selama ini terhitung paling tidak diuntungkan. Tak jarang, beberapa dari mereka, seperti Totok, berhenti dari profesinya sebagai seniman, beralih ke pekerjaan lain yang lebih menyejahterakan.