Jumlah provinsi dengan eliminasi kusta sebesar 23 provinsi

4. Jumlah provinsi dengan eliminasi kusta sebesar 23 provinsi

a. Penjelasan Indikator

Eliminasi merupakan upaya pengurangan terhadap penyakit secara berkesinambungan di wilayah tertentu sehingga angka kesakitan penyakit tersebut dapat ditekan serendah mungkin agar tidak menjadi masalah kesehatan di wilayah yang bersangkutan. Eliminasi kusta berarti angka prevalensi < 1/ 10.000 penduduk. Secara nasional, Indonesia telah mencapai eliminasi sejak tahun 2000, sedangkan eliminasi tingkat provinsi ditargetkan dapat dicapai pada tahun 2019.

b. Definisi operasional

Jumlah provinsi yang mempunyai angka prevalensi kusta kurang dari 1/10.000 penduduk pada tahun tertentu.

c. Rumus/cara perhitungan

Jumlah kumulatif provinsi yang telah mencapai eliminasi kusta (angka prevalensi <1/10.000 penduduk) pada tahun tertentu.

Sedangkan rumus menghitung prevalensi sebagai berikut : Jumlah kasus kusta yang ada

X 10.000

Jumlah seluruh penduduk Pembilang (nominator) adalah jumlah kasus / penderita kusta yang terdaftar di

suatu provinsi. Sedangkan Penyebut (denominator) adalah jumlah seluruh penduduk yang ada di provinsi tersebut. Jika hasilnya di bawah angka 1, maka provinsi tersebut telah berhasil mencapai eliminasi kusta.

d. Capaian indikator

Target indikator yang ingin dicapai di tahun 2016, yakni 23 provinsi dengan realisasi pencapaian sebesar 23 provinsi sehingga pencapaian indikator ini sebesar 100%. Apabila dibandingkan dengan pencapaian tahun 2015 (21 provinsi), jumlah provinsi yang mencapai eliminasi di tahun 2016 meningkat dengan penambahan pencapaian status eliminasi pada Provinsi Aceh dan

Provinsi Kalimantan Utara. Adapun 11 provinsi yang belum mencapai eliminasi adalah Provinsi Jawa Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Maluku, Maluku Utara, Papua, serta Papua Barat.

Grafik 3.9

Dari hasil analisis lokal spesifik daerah, didapatkan beberapa temuan yang mendorong teracapainya target tersebut. Di Provinsi Aceh, berbagai upaya advokasi dan pendekatan terhadap pemegang kebijakan dilakukan. Hasilnya program kusta berhasil masuk dalam program prioritas dan mendapat alokasi Dana Otonomi Khusus. Melalui dukungan dana pusat dan daerah, diselenggarakan beberapa kegiatan promosi dan penemuan kasus aktif berupa penyebaran informasi kusta kepada masyarakat dan Rapid Village Survei (RVS) secara intensif. Melalui kegiatan tersebut, banyak kasus-kasus tersembunyi yang ditemukan terutama berasal dari daerah-daerah terpencil yang selama ini belum pernah terjangkau oleh kegiatan penemuan kasus. Semakin banyak kasus yang ditemukan, maka akan semakin banyak kasus yang mendapat pengobatan dan tidak menjadi sumber penularan bagi masyarakat sekitar.

Selain kegiatan penemuan kasus, anggaran otonomi khusus juga dimanfaatkan untuk menyelenggarakan berbagai pelatihan bagi bidan, dokter, hingga eselon 3 dan 4 di tingkat kabupaten/kota. Strategi lain yang dijalankan adalah dengan melakukan pendekatan kepada tokoh agama untuk memberikan pemahaman yang benar akan penyakit kusta sehingga dapat menurunkan stigma di masyarakat, serta memperluas jangkauan cakupan penemuan kasus hingga ke madrasah dan pesantren.

Dari Provinsi Kalimantan Utara terlihat bahwa adanya kegiatan peningkatan kapasitas bagi wasor provinsi dan kabupaten serta kegiatan on the job training bagi petugas puskesmas berpengaruh besar terhadap perbaikan program pengendalian kusta, terutama dalam peningkatan kemampuan pengelola untuk validasi kasus dan validasi data. Mengingat pengaruh kegiatan validasi data (cleaning register) yang cukup besar terhadap pencapaian status eliminasi kusta, Subdit PTML bersama Provinsi Aceh dan Kalimantan Utara melaksanakan validasi data secara terus menerus dan berkesinambungan, karena kurang optimalnya kegiatan validasi data dapat berakibat tetap tingginya kasus kusta yang terdaftar di suatu wilayah.

Peta 3.2

e. Upaya yang Dilaksanakan Mencapai Target Indikator

1. Menyelenggarakan peringatan Hari Kusta Sedunia bertempat di Kabupaten Sampang, Provinsi Jawa Timur. Dalam kesempatan tersebut, dilakukan pencanangan kegiatan pencarian kasus menggunakan metode Self screening dengan pendekatan keluarga yaitu mengikutsertakan masyarakat dalam program deteksi dini kusta dimana setiap keluarga akan melakukan skrining terhadap anggota keluarganya sendiri. Suspek yang ditemukan kemudian akan dikonfirmasi diagnosisnya oleh tenaga kesehatan terlatih.

2. Intensifikasi penemuan kasus kusta dan frambusia di wilayah endemis menggunakan metode Self screening dengan pendekatan keluarga yang dilakukan di 25 kabupaten/kota di beberapa provinsi, di antaranya Aceh, Sumatra Barat, Jawa Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi

Selatan, dan Maluku Utara. Kegiatan self screening dengan pendekatan keluarga dirasakan memiliki dampak positif dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengendalian kusta, mengurangi beban kerja petugas kesehatan dan memperluas cakupan program.

Gambar 3.1

Wasor Kabupaten bersama-sama dengan Wasor Provinsi sedang melakukan pemeriksaan bercak dalam kegiatan Intensifikasi Penemuan

Kasus Kusta dan Frambusia

3. Peningkatan kapasitas tenaga kesehatan (pengelola program puskesmas, kabupaten/kota, provinsi) dalam tata laksana kasus dan program yang diselenggarakan sebanyak 2 batch.

4. Menyelenggarakan Pertemuan Regional Monitoring dan Evaluasi Program Kusta dan Frambusia di Wilayah Sumatera; Wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara; serta Wilayah Kalimantan untuk memonitoring dan mengevaluasi program dan capaian program di provinsi yang berada di wilayah tersebut sekaligus mensosialisasi isu terkini dan kebijakan nasional baru P2 Kusta dan Frambusia.

5. Menyelenggarakan Pertemuan Koordinasi Pokja/Komli untuk penyusunan PNPK Kusta dengan mengundang organisasi profesi di antaranya Persatuan Dokter Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI), Perhimpunan Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik Indonesia (PERDOSRI), Perhimpunan Ahli Bedah Orthopedi Indonesia (PABOI), Perhimpunan Ahli Mikrobiologi Klinik Indonesia (PAMKI), Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI), Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI), Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). Dengan adanya PNPK ini diharapkan dapat tercipta pelayanan kusta yang komprehensif dan terstandar.

6. Melakukan upaya pembersihan data (data cleaning) dan validasi kasus di provinsi Aceh yang ditargetkan mencapai eliminasi dengan tujuan untuk mendapatkan data yang akurat tentang prevalensi kusta di provinsi tersebut.

7. Menyelenggarakan Pertemuan Koordinasi dan Evaluasi Studi Operasional Kemoprofilaksis di Indonesia untuk merevisi Petunjuk Teknis Kemoprofilaksis berdasarkan pengalaman yang dipakai pada saat studi operasional kemoprofilaksis yang sudah dilaksanakan di beberapa kabupaten/kota.

8. Melanjutkan kegiatan pengobatan pencegahan kusta/kemoprofilaksis di beberapa wilayah endemis di Indonesia, yaitu Kabupaten Sampang, Sumenep, Kota Bima, Kabupaten Bima, Kabupaten Maluku Tenggara Barat, dan Kabupaten Mumugu; serta rencana menambah daerah implementasi kemoprofilaksis di tahun 2017.

9. Menyelenggarakan Pertemuan Drug Resistance Surveilans untuk mengetahui situasi terkini

perkembangan kasus resisten serta

pengembangan dan penguatan sistem surveilans kasus resisten.

10. Membuat Iklan layanan masyarakat berupa jingle kusta “Ayo Temukan

B ercak” yang bertujuan menciptakan atmosfir yang ceria dan bersemangat dalam kegiatan deteksi dini kusta di masyarakat.

Gambar 3. 2. Iklan Layanan Masyarakat Jingle “Ayo Temukan Bercak”

11. Menyelenggarakan Mid-Term Evaluation for Leprosy Elimination and Yaws Eradication bekerjasama dengan WHO untuk melakukan monitoring dan evaluasi pencapaian program eliminasi kusta dan eradikasi frambusia.

f. Kendala/Masalah yang Dihadapi

1. Sebagian besar daerah kantung kusta berada di lokasi yang sulit dijangkau menyebabkan sulitnya pencarian kasus dan akses masyarakat menuju pelayanan kesehatan.

2. Sebagian besar wilayah kantong kusta tidak mendapat dukungan lintas program dan sektor dalam program pencegahan dan pengendalian kusta. Dukungan lintas program dan sektor sangat diperlukan dalam keberhasilan eliminasi kusta terutama dalam penentuan kebijakan pengalokasian sumber daya dan upaya menghilangkan stigma terhadap OYPMK.

3. Angka mutasi petugas kesehatan yg cukup tinggi. Hal tersebut menyebabkan program pencegahan dan pengendalian kusta di daerah berjalan kurang maksimal karena perlunya melakukan pelatihan kepada tenaga yang baru.

4. Beban kerja petugas kesehatan di daerah cukup tinggi di mana jumlah petugas terbatas berbanding terbalik dengan banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan, sehingga hasil yang dicapai kurang maksimal.

5. Masih adanya self stigma pada penderita kusta akibat kurangnya pengetahuan dan pemahaman penderita terhadap penyakit yang dideritanya. Hal tersebut dapat menghambat mereka untuk mendapatkan pengobatan sedini mungkin.

6. Masih tingginya stigma masyarakat terhadap penderita kusta. Masyarakat yang belum memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang kusta, cenderung memberikan stigma kepada penderita dan keluarganya.

7. Perlunya perbaikan dalam hal manajemen logistik dimulai dari sistem pelaporan kebutuhan MDT secara berjenjang dari kabupaten ke pusat, hingga distribusi MDT dari pusat ke provinsi, kabupaten/ kota.

8. Adanya efisiensi anggaran tahun 2016 menyebabkan tidak terlaksananya beberapa kegiatan sesuai peta jalan program yang telah ditentukan.

g. Pemecahan Masalah

1. Meningkatkan kegiatan advokasi dan sosialisasi program terhadap pemangku kepentingan terkait agar dapat meningkatkan komitmen dalam pencapaian eliminasi kusta. Dengan kegiatan tersebut diharapkan pemangku kepentingan terkait dapat merumuskan kebijakan strategis dan meningkatkan alokasi sumberdaya daerah dalam pelaksanaan program.

2. Menganggarkan dan melaksanakan peningkatan kapasitas tenaga kesehatan secara rutin untuk mengatasi masalah angka mutasi petugas yang tinggi, agar pelaksanaan program pencegahan dan pengendalian kusta dapat tetap berjalan lancar.

3. Melaksanakan intensifikasi penemuan kasus di khusus daerah remote area, untuk meningkatkan jangkauan penemuan dan pengobatan penderita kusta. Tujuan utama dari kegiatan ini adalah untuk memutus dan menghilangkan sumber penularan penyakit kusta.

4. Meningkatkan promosi dan sosialisasi kepada masyarakat untuk menghilangkan stigma kusta di masyarakat.

5. Memperkuat jejaring kemitraan dengan lintas program, lintas sektor, organisasi profesi, Rumah Sakit dan Dokter Swasta agar memperoleh dukungan dalam pelaksanaan program sesuai dengan tupoksi masing- masing.

6. Memperkuat sistem manajemen logistik MDT di semua level.