Nilai Intake (Asupan SO 2 )

6.8 Nilai Intake (Asupan SO 2 )

Nilai intake /asupan menunjukkan dosis aktual risk agent yang diterima oleh responden setiap hari per kilogram berat badannya. Perhitungan intake dilakukan dengan menggunakan durasi pajanan realtime (perhitungan berdasarkan durasi pajanan yang sebenarnya). Besarnya nilai intake berbanding lurus dengan nilai konsentrasi bahan kimia, laju asupan, frekuensi pajanan, waktu pajanan dan durasi pajanan. Sedangkan asupan berbanding terbalik dengan nilai berat badan dan periode waktu rata-rata, yaitu semakin besar berat badan maka semakin kecil risiko kesehatannya.

Secara umum nilai asupan SO 2 pada responden yang didapatkan dari pehitungan menggunakan rumus perhitungan intake/ asupan adalah 0,053 mg/kg/hari. Nilai intake /asupan pada penelitian ini berdistribusi tidak normal sehingga digunakan nilai median sebagai acuannya. Pada cluster

1 nilai asupan pajanannya adalah 0,05 mg/kg/hari, pada cluster

2 adalah 0,058 mg/kg/hari, sedangkan pada cluster

3 adalah 0,058 mg/kg/hari. Bila dilihat perbandingan setiap cluster penelitian, tidak ada perbedaan yang terlalu signifikan nilai asupan baik pada cluster 1, cluster

2 maupun cluster 3 akan tetapi jika dilihat nilai asupan yang terbesar berada pada

cluster 3.

Penelitian yang dilakukan oleh Anastasia (2012) risiko kesehatan pada sepanjang jalan Chairil Anwar hingga perempatan Bulak Kapal Bekasi menghasilkan nilai asupan pajanan SO 2 sebesar 0,0031 mg/kg/hari, sedangkan lain halnya pada penelitian yang dilakukan oleh Sukadi (2014) dan Junaidi (2007) nilai asupan pajanan

SO 2 masing-masing sebesar 0,011 mg/kg/hari dan 0,019 mg/kg/hari. Nilai asupan ketiga penelitian tersebut berbeda cukup jauh dibandingkan penelitian ini disebabkan perbedaan lokasi penelitian

dan sumber utama polutan SO 2 berasal yaitu dari kendaraan bermotor dan dari gas hasil buangan kotor ( impiurities ) pabrik. Pada dasarnya semakin besar nilai asupan pajanan SO 2 maka semakin besar pula responden memiliki risiko tidak aman terhadap pajanan SO 2 tersebut, namun hal tersebut juga sangat bergantung pada nilai referensi (R f C) polutan seperti pada penelitian ini adalah SO 2 dengan nilai R f C-nya adalah 0,21 mg/m 3 . Jika nilai asupan pajanan SO 2 masih dibawah nilai referensi maka responden masih aman dalam menghirup udara ambien yang terkontaminasi gas SO 2 yang dikeluarkan oleh cerobong asap PT.Pusri Palembang, begitupun sebaliknya jika nilai asupan pajanan SO 2 lebih tinggi atau sama dengan nilai referensi maka responden tidak aman dalam menghirup

udara ambien yang mengandung SO 2 .

Jika intake dari risk agent terjadi maka pengaruh dari risk agent pun akan berpegaruh. Untuk partikel yang berhubungan erat dengan SO 2 berasal dari pembakaran fosil yang satu sama lain saling bereaksi secara sinergis dalam memberikan dampak terhadap kesehatan manusia. Masuknya debu serta gas polutan lainmislanya

asap rokok dan SO 2 masuk ke dalam alveolus, sehingga terjadilah peningkatan jumlah makrofag alveolus, dimana makrofag ini melepaskan zat kimia yang nantinya akan menyebabkan kesulitan bernafas (Rusdi, 1996).

6.9 Karakteristik Risiko Studi ARKL ini mengkaji Risk Quetient (RQ) menurut

konsentrasi risk agent di 10 titik sampling di permukiman sekitar PT. Pusri Palembang yang dilakukan pada populasi berisiko yang bermukim di sekitar area pabrik. Responden yang diambil berdasarkan wilayah pengambilan sampling yaitu masyarakat yang bermukim di dalam radius 1.300 meter dari pusat emisi gas buang pabrik.

Besarnya tingkat risiko diperoleh dari hasil perbandingan antara intake /asupan dengan nilai dosis referensi yang dikeluarkan oleh IRIS EPA, dengan hubungan semakin besar nilai intake dibandingkan nilai dosis referensi (RfC) maka akan semakin besar

pula risiko kesehatannya. Nilai dosis referensi (RfC) untuk SO 2 adalah

0,21 mg/kg/hari (NAAQS EPA, 2010). Nilai dosis referensi (RfC) yang dipakai pada penelitian ini berbeda dengan nilai yang digunakan pada penelitian 9 kota besar di Indonesia (Nukman, dkk, 2005), dan

penelitian di Kelapa Gading (Sukadi, 2014) yaitu RfC SO 2 0,026 mg/kg/hari (NAAQS EPA, 1990). Dari hasil perhitungan besar risiko diketahui pada saat ini ( realtime) tidak ada responden yang memiliki RQ≥1 dikarenakan nilai besaran risiko yang didapatkan hanya sebesar 0,252 yang berarti

bahwa tingkat risiko pajanan SO 2 di udara ambien pada masyarakat sekitar pemukiman PT. Pusri Palembang dengan nilai konsentrasi sebesar 0,246 mg/m 3 dikategorikan aman bagi masyarakat

pemukiman PT. Pusri Palembang atau bisa dikatakan pajanan SO 2

yang dikeluarkan oleh aktivitas industri PT. Pusri Palembang tidak berisiko menimbulkan efek kesehatan untuk masyarakat yang bermukim di sekitar daerah pabrik dengan laju asupan rata-rata 0,60

m 3 /jam, waktu pajanan 24 jam/hari, frekuensi pajanan 365 hari/tahun, durasi pajanan selama 31 tahun, dan berat badan 56,7 kg.

Walaupun perhitungan ARKL pada penelitian ini tidak berisiko mengganggu kesehatan masyarakat yang bermukim di sekitar wilayah PT. Pusri Palembang akan tetapi jika dibandingkan tingkat risiko pada penelitian lain seperti pada penelitian Batubara (2014) yang memiliki tingkat risiko sebesar 0,098 mg/kg/hari dan tingkat

risiko hasil penelitian Sukadi (2014) sebesar 0,125 mg/kg/hari tidak lebih besar dengan tingkat risiko pada penelitian ini yaitu sebesar 0,252 mg/kg/hari. Akan tetapi tingkat risiko penelitian ini tidak lebih besar dibandingkan dengan tingkat risiko hasil penelitian yang dilakukan oleh Fitriany (2011) yaitu sebesar 0,73 mg/kg/hari untuk pajanan realtime . Hal ini lagi-lagi disebabkan oleh perbedaan karakteristik wilayah, responden penelitian itu sendiri. Penelitian Sukadi (2014) dan Batubara (2014) tidak lebih tinggi tingkat risikonya dibanding dengan penelitian ini disebabkan karena berlokasi pada daerah perkantoran di wilayah Kelapa Gading dan Kuningan DKI

Jakarta. Tingkat risiko pajanan SO 2 pada penelitian yang dilakukan oleh Fitriany (2011) lebih tinggi dibandingkan penelitian ini disebabkan pada penelitian Fitriany (2011) berlokasi pada area kerja suatu industri manufaktur dimana terdapat perbedaan yang signifikan

antara konsentrasi SO 2 , pola aktivitas dan data antropometri antara kelompok responden pekerja dan masyarakat di suatu pemukiman penduduk.

Namun, pada perhitungan prakiraan ke depan dengan nilai konsentrasi, laju asupan, lama pajanan, frekuensi pajanan, dan berat badan yang sama menghasilkan untuk perhitungan 5 tahun ke depan terdapat 1 orang responden yang memiliki nilai besar risiko lebih dari angka 1 ( RQ≥1), pada prakiraan 10 tahun ke depan ada 3 orang yang Namun, pada perhitungan prakiraan ke depan dengan nilai konsentrasi, laju asupan, lama pajanan, frekuensi pajanan, dan berat badan yang sama menghasilkan untuk perhitungan 5 tahun ke depan terdapat 1 orang responden yang memiliki nilai besar risiko lebih dari angka 1 ( RQ≥1), pada prakiraan 10 tahun ke depan ada 3 orang yang

risiko tidak aman bagi kesehatan terhadap pajanan SO 2 di udara ambien. Hal ini sejalan dengan penelitian Fatonah (2010) yang menunjukkan semakin lama waktu prakiraan atau durasi pajanan (Dt) maka semakin banyak responden yang memiliki RQ≥1.