Otonomi Khusus dan Kondisi Hak Asasi Manusia

3. Otonomi Khusus dan Kondisi Hak Asasi Manusia

Sejak 1 Januari 2002 secara resmi diberlakukan otonomi khusus (Otsus) bagi Papua, sejak itu pula nama Irian Jaya diganti dengan Papua. Namun, pemberlakuan Otsus ini belum

90 Lihat: Laporan ICG Asia 90 Lihat: Laporan ICG Asia

Ketidaksiapan pemeritah daerah dan pro-kontra pemekaran Papua mengakibatkan kondisi hak asasi manusia memburuk di dua ranah sekaligus. Praktik-praktik korupsi, eksploitasi sumber daya alam untuk mengejar pendapatan daerah, kebijakan penataan kota, dan arus investasi yang dibuka lebar telah menambah persoalan bagi pemenuhan hak asasi manusia di Papua. Konflik horizontal yang berujung pada kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia serta kondisi Hak ekosob yang belum tertangani yang menyebabkan peristiwa- peristiwa kelaparan, serangan dan wabah penyakit, gagal panen kerap terjadi di tahun- tahun berikutnya. Konflik yang terjadi akibat pro-kontra pemekaran adalah Peristiwa Timika yang terjadi pada tanggal 23 Agustus 2003. Pasca pendeklarasian propinsi Irian Jaya Tengah, telah berakibat 8 orang meninggal dunia, 112 orang luka-luka, aksi pemerkosaan dan kekerasan seksual lainnya serta beberapa individu mendapat teror dan intimidasi.

Di Papua setidaknya terdapat tiga wabah penyakit yang belum tertangani dengan baik, di antaranya adalah HIV/AIDS, Muntaber, dan TBC. Dalam kasus penyebaran HIV/AIDS, Provinsi Papua yang berpenduduk 2,3 juta jiwa dikategorikan siaga satu plus. Sampai Desember 2002, terdapat 1.263 kasus dari 724 1.263, terdiri dari 724 HIV dan 539 AIDS. Kasus besar di Merauke, yakni 527 kasus terdiri 307 AIDS dan 220 HIV. Pada bulan

maret saja di Merauke terdapat lebih dari 600 kasus HIV/AIDS. 91 Laju penyebaran virus ini hampir 95% ditularkan melalui hubungan seksual. 92 Sementara itu, pada tahun 2003,

data yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Propinsi Papua sampai akhir Agustus 2003 terdapat 1018 kasus yang terdiri dari 382 AIDS dan 636 HIV. 93

Dalam kasus muntaber, di awal tahun 2004 diberitakan sebanyak 38 warga Distrik Borme, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, meninggal dunia akibat terserang diare. Kasus diare ini mewabah di 10 desa di Kecamatan Borme. Kesepuluh desa tersebut adalah Desa Sigipur, Arima, Orban, Taramlu, Nongge, Palur, Weime, Humharu, Werde, dan Desa Borme. Saat itu jumlah penderita diare sebanyak 1.857 orang, kasus terbesar terdapat di

Desa Taramlu, yakni sekitar 270 orang. 94 Sementara itu di tahun 2006 diberitakan pula sekitar 100 warga Kabupaten Jayawijaya dilaporkan meninggal dunia akibat muntah berak

yang melanda daerah itu sepanjang 13 Maret-24 April 2006. Wabah ini menyerang sekitar 630 orang. Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Jayawijaya, jumlah korban meninggal

91 Kompas, Selasa 27 May 2003, Papua Masuk Kategori Siaga Satu dalam Kasus HIV/AIDS 92 Kompas, Selasa 27 May 2003, Papua Masuk Kategori Siaga Satu dalam Kasus HIV/AIDS 93 Harian Papua Pos, 25 september 2003, “Berdasarkan data Dinkes di Papua 1.018 Kasus HIV/AIDS” 94 Kompas, Kamis, 29 Januari 2004, 38 Warga Papua Meninggal akibat Terserang Diare “.

akibat wabah muntah berak (muntaber) sejak 13 Maret-23 April 2006 mencapai 90 orang. Sementara korban meninggal di RSUD Wamena per 24 April 2006 sebanyak 10 orang sehingga total korban meninggal dunia sebanyak 100 orang. Kebanyakan para korban

berasal dari Kota Wamena dan distrik di sekitar Wamena. 95 Wabah muntaber ini terus menyebar ke beberapa wilayah di Kabupaten Jayawijaya, tercatat 9 distrik terserang, di

antaranya Kurulu, Hom-Hom, Musatfak, Wamena, Pugima, Assolokobal, Bolakme, Asologaima, dan Hubikosi. Korban terus meningkat hingga pada akhir April 2006 tercatat

total korban mencapai 2.090 orang dan 141 orang meninggal dunia. 96

Sementara itu, terdapat juga penyakit TBC yang belum tertangani di Papua. Tercatat setidaknya sebanyak 200 orang lebih di Pegunungan Bintang menderita. 97 Ancaman

lainnya adalah gizi buruk dan kelaparan. Pada tahun 2003 tercatat sekitar Sekitar 27,3 persen balita masih menderita kekurangan gizi.

Ancaman kelaparan terus menghantui Papua, pada tahun 2000 telah terjadi kelaparan di Bonggo, sebelah timur Jayapura, yang mengakibatkan 17 Transmigran mati kelaparan. Sebagian besar disebabkan kekurangan makan dan kondisi hidup yang sangat buruk. Pada tahun 2006 kelaparan terjadi di Yahukimo.

PENUTUP

Permasalahan di Papua yang terjadi selama ini telah berakibat serius terhadap kondisi hak asasi manusia di Papua. Situasi seperti ini tidak pernah disikapi oleh pemerintah Indonesia secara bijaksana, tetapi malah sebaliknya sebaliknya menerapkan kebijakan-kebijakan instan secara sepihak yang makin menambah persoalan di Papua.

Rangkaian peristiwa pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi, baik semasa orde baru maupun peristiwa yang terjadi semasa reformasi belum diselesaikan secara baik. Penyelesaian yang ada, misalnya kasus Pembunuhan Theys dan kasus Abepura Desember 2000 sangat mengecewakan masyarakat Papua. begitu pula dengan kasus-kasus lainnya, seperti kasus Wasior dan Wamena hingga kini belum kelihatan hasilnya. Ketidakseriusan pemerintah dalam menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia telah menambah rasa kekecewaan masyarakat Papua terhadap pemerintah Indonesia.

95 Kompas, Rabu 26 April 2006, “Muntaber Renggut Jiwa 100 Warga Jayawijaya”. 96 Suara Pembaruan, Sabtu 29 April 2006

Wabah Muntaber Serang Jayawijaya,153 Meninggal 97 Harian Papua Post, 10 September 2003, “Ratusan Warga Terserang TBC di Pegunungan Bintang:

Penyakit Framboesia Juga Diderita Warga”.