Aplikasi SIG dan Penginderaan Jauh di Bidang Kehutanan
D.5 Aplikasi SIG dan Penginderaan Jauh di Bidang Kehutanan
Untuk Indonesia, SIG sedikit banyak telah digunakan umumnya untuk bidang lingkungan khususnya bidang kehutanan. Pada awalnya perkembangannya di Indonesia SIG hanya digunakan untuk tujuan pembuatan peta yaitu pembuatan peta-peta digital tapi saat ini telah jauh berkembang dimana SIG telah digunakan untuk analisis perubahan penggunaan lahan, deforestrasi, analisis daerah-daerah rawan kebakaran hutan, analisis habitat suatu satwa dan banyak lagi. Penggunaan data penginderaan jauh mempunyai beberapa kelebihan. Pertama, liputan (coverage), citra penginderaan jauh biasanya mencakup areal cukup luas (misalnya : 1 scene citra Landsat meliput areal seluas 185 x 185 km = 3,50 juta ha, dibandingkan dengan selembar potret udara 23 cm x 23 cm skala 1 : 50 000 ha). Kedua, data digital: citra penginderaan jauh dapat diperoleh dalam bentuk digital sehingga data tersebut dapat diolah secara digital dengan menggunakan komputer. Hal ini akan memberikan hasil yang lebih konsisten dan proses yang lebih efisien. Ketiga, periode tersedianya data, data citra dapat diperoleh secara periodik (misalnya : setiap 16 hari untuk Landsat TM) dengan teratur, sehingga tersedianya data pada setiap periode dapat terjamin. Disamping itu, dengan tersedianya data secara periodik tersebut, gejala perubahan alam (pola perubahan hutan, terjadinya kerusakan hutan, pertumbuhan hutan, dan sebagainya) dapat dipelajari. Keempat, murah (cost effective), dengan cakupan wilayah yang luas, maka biaya pengadaan citra per satuan luas menjadi lebih murah. Hutan yang mempunyai peranan penting secara ekologi, ekonomi dan sosial perlu diketahui kondisinya secara periodik, agar hutan dapat dikelola dengan tetap memelihara dan mempertahankan manfaatnya secara lestari dan berkelanjutan.
Cakupan hutan yang luas dengan kondisi lapangan yang umumnya berat, dan lokasi yang tidak selalu mudah untuk dijangkau menjadikan teknik penginderaan jauh sebagai perangkat tepat untuk mendapatkan data sumber daya hutan. Beberapa contoh penggunaan SIG dibidang Kehutanan adalah:
• Perencanaan pengangkutan hasil tebangan : Untuk mengidentifikasi jumlah kayu yang bisa ditebang dari suatu wilayah hutan di daerah pegunungan dan diangkut ke industri pengolahan dengan biaya yang optimum, perlu menetapkan lokasi dan desainn sistim pembalakan (logging) dengan sistim kabel, serta merencanakan jaringan jalan angkutan. Masalah seperti ini dapat dipecahkan dengan menggunakan SIG, yaitu dengan mengintegrasikan beberapa peta (a.l. peta potensi tegakan, peta kelerengan, peta topografi) dengan model tehnis (a.l. parameter desain jalan dan kabel), dan model finansial (a.l. biaya penebangan dan biaya pengangkutan kayu).
• Tata Guna Hutan: Untuk menetapkan apakah suatu kawasan hutan perlu ditetapkan sebagai hutan lindung atau tidak, perlu dilakukan evaluasi berdasarkan kriteria dan skor yang ada (nilai curah hujan, kelerengan, jenis tanah dan ketinggian). Untuk itu, dengan SIG, peta curah hujan, peta kelerengan, peta jenis tanah dan peta topografi diintegrasikan untuk mengetahui wilayah- wilayah mana (beserta luasnya) yang mempunyai skor-gabungan sama besar/lebih besar dari batas (yang perlu ditetapkan sebagai Hutan Lindung), dan wilayah mana yang mempunyai skor gabungan kurang dari batas yang dipersyaratkan untuk suatu Hutan Lindung.
• Monitorng dan pengawasan: Dengan mengkombinasika peta areal HPH, peta RKT dan citra satelit terbaru, maka dengan menggunakan SIG dapat diketahui apakah pemegang HPH telah melakukan penebangan liar diluar blok tebangan yang diijinkan. Mengingat bahwa tebangan di areal HPH dilakukan secara tebang pilih, maka adanya jalan angkutan yang baru dibuat merupakan indikasi kuat adanya penyimpangan tersebut.
• Deforestrasi Dengan mengkombinasikan peta batas kawasan hutan dan citra satelit dengan bantuan SIG dapat diketahui besarnya perubahan kawasan hutan menjadi non hutan dan dengan menggunakan perhitungan didapatkan data laju deforestrasi dari kawasan hutan baik tingkat nasioanl maupun tingkat provinsi.
• Kebakaran Hutan SIG telah digunakan untuk mengidentifikasi kawasan-kawasan yang rawan akan kebakaran dengan menoverlay dan menganalisis beberapa data biofisik seperti curah hujan, temperatur, RH. dari hasil analisis tersebut biasanya dibuat skoring dari setiap faktor yang mempengaruhi kebakaran hutan dan dengan cara menjumlah skor masing-masing dan mengoverlay peta setiap factor akan didapat kawasan yang rawan terhadap kebakaran dari yang tinggi sampai rendah. Dari sini dapat diambil keputusan untuk melakukan tindakan preventif kebakaran seperti pemantauan yang lebih intensif terhadap kawasan yang sangat rawan dan penyediaan peralatan dan fasilitas pemadam kebakaran pada titik-titik terdekat dari daerah tersebut.
• Rehabilitasi Lahan Gerakan rehabilitasi lahan dapat dilakukan dengan berhasilguna apabila didapatkan informasi yang akurat baik spasial maupun non spasial dari kawasan-kawasan kritis yang perlu direhabilitasi. Informasi tersebut dapat disediakan dengan cepat dan akurat dengan menggunakan teknologi SIG dan penginderaan jauh. Melalui kombinasi SIG dan penginderaan jauh, kawasan-kawasan kritis seperti tanah kosong, padang alang-alang dan • Rehabilitasi Lahan Gerakan rehabilitasi lahan dapat dilakukan dengan berhasilguna apabila didapatkan informasi yang akurat baik spasial maupun non spasial dari kawasan-kawasan kritis yang perlu direhabilitasi. Informasi tersebut dapat disediakan dengan cepat dan akurat dengan menggunakan teknologi SIG dan penginderaan jauh. Melalui kombinasi SIG dan penginderaan jauh, kawasan-kawasan kritis seperti tanah kosong, padang alang-alang dan
Sementara ini, untuk pemetaan atau pembuatan peta-peta kehutanan yang penggambarannya dilaksanakan secara digital, dapat berpedoman pada :
a. Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor : 251/Kpts-VII/1999 tanggal 28 April 1999 tentang Pedoman Pengolahan dan Penyajian Data Digital SIG Untuk Keperluan Pembangunan Kehutanan dan Perkebunan,
b. Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor :730/Kpts-II/1999 tanggal 21 September 1999 tentang Standarisasi Peta Dasar Digital, dan