Teori Inflasi Strukturalis Teori Inflasi

2.1.8.2 Teori Inflasi Keynes

Keynes berpendapat bahwa inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup diluar garis kemampuan ekonominya. Inflasi terjadi karena pengeluaran agregat yang terlalu besar. Keadaan ini menyebabkan terjadinya permintaan masyarakat yang berlebih dalam mendapatkan barang-barang yang diinginkan daripada jumlah dari barang-barang tersedia, sehingga akan muncul inflanatory gap. Inflanatory gap terjadi karena masyarakat memiliki dana untuk mewujudkan pembelian barang-barang keinginannyat, sehingga keinginan tersebut menjadi permintaan yang efektif. Apabila permintaan efektif masyarakat melebihi dari jumlah barang yang tersedia, maka akan terjadi inflasi. Inflasi baru akan turun apabila masyarakat sudah tidak memiliki dana untuk mewujudkan pembelian pada harga yang berlaku, dan inflana tory gap juga akan menghilang Sutawijaya dan Zulfahmi, 2012.

2.1.8.3 Teori Inflasi Strukturalis

Teori ini melihat penyebab inflasi jangka panjang dari fleksibilitas struktur ekonomi negara-negara berkembang Sutawijaya dan Zulfahmi, 2012. Menurut teori ini, ada dua penyebab terjadinya inflasi struktural pada negara-negara berkembang, yaitu: 1. Penerimaan ekspor yang tidak elastis, yaitu nilai ekspor memiliki pertumbuhan yang lamban apabila dibandingkan dengan pertumbuhan pada sektor lain. Lambatnya pertumbuhan penerimaan ekspor mengakitbatkan perlambatan pertumbuhan impor barang yang dibutuhkan untuk konsumsi ataupun investasi, sehingga pemerintah menggalakan produksi dalam negeri sebagai pengganti barang impor substitusi impor. Biaya produksi dalam negeri yang tinggi menyebabkan terjadinya inflasi. 2. Supply bahan makanan dalam negeri yang tidak elastis, yaitu kenaikan harga bahan makanan di dalam negeri menyebabkan kenaikan upah karyawan. Hal itu mengakibatkan meningkatnya biaya produksi yang berujung pada kenaikan harga bahan makanan kembali, begitu seterusnya sampai harga bahan makanan tidak naik kembali. 2.2 Hubungan antar Variabel 2.2.1 Hubungan Nilai Tambah Pertanian dengan GNP per kapita Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Pertanian adalah sektor ekonomi yang meliputi kehutanan, perkebunan, peternakan dan perikanan Malale et al 2014. Sedangkan nilai tambah value added adalah pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, pengangkutan ataupun penyimpanan dalam suatu produksi. Dalam proses pengolahan, nilai tambah dapat diartikan sebagai selisih antara nilai produk dengan nilai biaya bahan baku dan input lainnya, kecuali tenaga kerja Hayami et al dalam Kemenkeu, 2012. Nilai tambah pertanian yang semakin besar dapat berperan bagi peningkatan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi kemenkeu, 2012. Artinya bahwa nilai tambah pertanian memiliki hubungan yang positif terhadap pendapatan per kapita. Hal itu juga dibuktikan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Anyanwu dalam Malale et al, 2014, yang menyimpulkan ada