QASHASH AL-QUR’ÂN

BAB II QASHASH AL-QUR’ÂN

A. PENGERTIAN QASHASH AL-QUR’ÂN Menurut bahasa, kata qashash merupakan bentuk jama’ dari qishshah yang

berarti mengikuti jejak atau menelusuri bekas, atau cerita/kisah. 1 Kata al-Qashsh (kisah) adalah bentuk mashdar (gerund) dari kata kerja qashsha, yaqushshu.

Kisah menurut istilah ialah suatu media untuk menyalurkan tentang kehidupan atau suatu kebahagiaan tertentu dari kehidupan yang mengungkapkan suatu peristiwa atau sejumlah peristiwa yang satu dengan yang lain saling

berkaitan, dan kisah harus memiliki pendahuluan dan bagian akhir. Secara semantik kisah berarti cerita, kisah atau hikayat. Dapat pula berarti mencari jejak, Al-Kahfi [Q.S. 18: 64], menceritakan kebenaran, Al-An’am [Q.S. 6: 57], menceritakan ulang hal yang tidak mesti terjadi Yusuf [Q.S. 12: 5] dan berarti berita berurutan, Ali Imran [Q.S. 3:62).

Pengertian qashash al-qur’ân menurut istilah adalah kisah-kisah dalam Alquran yang menceritakan ihwal umat-umat terdahulu, para Nabi, dan peristiwa- peristiwa yang terjadi pada masa lampau, masa kini dan masa yang akan datang. Di dalam Alquran banyak diceritakan tentang umat-umat terdahulu dan sejarah

para Nabi dan Rasul serta ihwal bangsa-bangsa dan perilaku mereka. 2

Al-Qaththân mendefinisikan Qashash al-Qur’ân dalam kerangka kesejarahan sehingga kisah dikelompokkan dalam tiga macam, yaitu:

1. Qashash al-anbiyâ’, (kisah para nabi) Dalam Alquran diceritakan tentang dakwah para nabi dan mukjizat-mukjizat para Rasul serta sikap umat-umat yang menentang. Tahapan dakwah dan perkembangannya yang dilakukan para nabi disertai akibat-akibat yang dihadapi orang yang beriman dan azab yang ditimpakan kepada orang-orang

1 Mannâ’ al-Qaththân, Mabâhits fî ‘Ulûm al-Qur’ân, tanpa penerbit, 1990, h. 305 2 Abdul Djalal, ‘Ulûm al-Qur’ân, Surabaya: Dunia Ilmu, 1998, h. 294 1 Mannâ’ al-Qaththân, Mabâhits fî ‘Ulûm al-Qur’ân, tanpa penerbit, 1990, h. 305 2 Abdul Djalal, ‘Ulûm al-Qur’ân, Surabaya: Dunia Ilmu, 1998, h. 294

2. Qashash al-qur’ân yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa yang telah telah terjadi pada masa lampau yang tidak dapat dipastikan kenabian mereka, seperti kisah ribuan orang yang pergi dari kampung halaman mereka karena takut mati. Contoh lainnya adalah kisah Thâlût dan Jâlût, Ahl al-Kahfi, Qârûn, dan lainnya.

3. Qashash al-qur’ân yang berkaitan dengan peristiwa yang terjadi pada masa Rasulullah saw., seperti kisah perang Badr dan perang Uhud serta peristiwa

Isra’. 3 Khalafullah, dengan kerangka terminologi cerita sastra, mendefinisikan

qashash sebagai “Sebuah karya sastra dalam kapasitasnya sebagai hasil imajinasi seorang pengisah atas suatu kejadian tertentu yang dialami oleh seorang tokoh tak dikenal, ataupun sebaliknya, tokohnya dikenal tapi kejadiannya sama sekali belum terjadi. Atau keduanya dikenal tapi dibungkus dalam sebuah kisah sastra, sehingga tidak semua fenomena yang terjadi diceritakan, artinya hanya diambil beberapa hal yang dianggap penting saja. Bahkan bisa jadi dalam kisah itu diceritakan sebuah kejadian nyata akan tetapi ditambah sendiri oleh pengisahnya dengan kejadian dan tokoh khayalan, sehingga terkesan menjadi sebuah kisah fiktif saja.” 4

Pendefinisian qashash menurut Khalafullah yang mengambil teori sastra pada umumnya memunculkan sebuah pertanyaan “Adakah aspek sastra dalam Alquran? Agaknya pertanyaan tersebut akan selalu dipertanyakan mengingat Alquran bagi umat Islam adalah kalâmullah yang tidak mungkin terdapat satu kesalahan sekecil apapun. Alquran adalah kalam Allah yang tidak ada keraguan lagi untuk meyakininya sebagai suatu kebenaran yang akan membimbing manusia

3 Mannâ’ al-Qaththân, Mabâhits fî ‘Ulûm al-Qur’ân, h. 306 4 Muhammad A.Khalafullah, , al-Fann al-Qashash fî al Quran al-Karîm, (Kairo: Sina’ li al-Nasyr

wa al-Intisyâr al-‘Arabi, 1999 h. 127 wa al-Intisyâr al-‘Arabi, 1999 h. 127

Benih-benih penafsiran Alquran yang mengandung nilai sastra sebenarnya telah dimulai pada masa nabi Muhammad saw. Dalam riwayat-riwayat dari Nabi sendiri menunjukkan bahwa beliau dalam beberapa kesempatan memberikan interpretasi yang sejajar dengan pengertian istilah majâz atau perluasan makna dalam terminologi sastra Arab. Istilah majâz baru muncul belakangan tetapi inti dari istilah majâz ataupun elemen-elemen penopangnya secara jelas dapat diketahui dalam interpretasi Nabi.

Contoh dari penjelasan nabi yang mengandung unsur majâz adalah dalam menjelaskan makna dari Surah Al-Baqarah [Q.S. 2: 187]

3 £ ` g ß 9 © ¨$ Ó 6 t 9 Ï ö N çF R r & r u N ö 3 ä 9 © Ó ¨$ 6 t 9 Ï ` £ d è 4 ö N ä 3 Í ¬ ! $ ¡ | S Î ’ 4 n < Î) ] ß ù s §• 9 # $ Ï Q $ Š u _Á Å 9 $ # s ' s #ø ‹ s 9 N ö 6 à 9 s ¨ @ Ïmé&

`» t « ø 9 $ $ s ù ( ö N 3Y ä ã t $ x ÿ t ã u r N ö 3 ä ø ‹ = n t æ >$ z G t s ù ö N 6 à ¡ | àÿ R & r c š q R ç $ F t ƒ ø B r O ó çG Y . ä ö N 6 à R ¯ & r ! ª # $ z N Î = t æ äÝ ø ‹ ƒ s : ø $ # ã N 3 ä 9 s t û ü ¨ t 7 o K t ƒ Ó 4 L ® m y ( # q ç/ Ž u õ° $ # u r ( # q è = ä . u r 4 N ö 3 ä 9 s ! ª $ # = | F t 2 Ÿ $ B t ( # q äó F t ö/ $ # u r £ ` è dr çŽÅ ³ » t /

w r u 4 È @ ø Š 9 © # $ ’ n < Î) t P $ ‹ u _Á Å 9 # $ ( # q J ‘ Ï? r & O ¢ èO ( Ì•ôf ÿ x ø 9 # $ z ` B Ï ÏŠ q u ó™ { F $ # Å Ý ø ‹ s ƒ : ø $ # z ` B Ï âÙ u ‹ ö/ { F # $

7 9º Ï ‹ x . x 3 $ y dq ç/ • t ) ø s ? x Ÿ ù s ! « $ # Š ß r ß ‰ ãn y 7 ù = Ï? 3 Ï‰É f » | ¡ y J ø 9 # $ ’ Îû bq t àÿÅ 3» t ã O ó çF R & r r u Æ dr è çŽÅ ³ » t 7 è? ÇÊÑÐÈ š c q à ) -G ƒ t ó O g ß = ¯ y è s 9 Ä ¨$ Y= ¨ Ï 9 ¾ m Ï ÏG » ƒ t # u ä ! ª # $ Ú ú ü Îi 6 t ã ƒ

Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri- isteri kamu; mereka adalah Pakaian bagimu, dan kamupun adalah Pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, Karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang Telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.

Nabi menjawab petanyaan Uday Ibn Hatim bahwa yang dimaksud dengan benang hitam dan putih adalah gelapnya malam dan terangnya siang. Dari kasus ini terdapat perubahan makna dari makna leksikal kepada makna majâzi. Jawaban

Nabi dalam kasus ini merupakan embrio dari penafsiran susastra Alquran. 5

Selain perbedaan penafsiran yang memunculkan pebedaan makna suatu teks, perbedaan penafsiran juga berpengaruh terhadap munculnya aliran ilmu nahwu dan balaghah. Sejarah menunjukkan bahwa aliran nahwu antara Kufah, Basrah, maupun Baghdad muncul karena perbedaan interpretasi dalam membaca lafadz atau susunan kata dalam Alquran.

Dapat dipahami bahwa Alquran secara empiris merupakan suatu naskah teks, sebagai suatu kitab yang menggunakan sarana komunikasi berupa bahasa.

Namun, harus dipahami pula bahwa Alquran tetap memiliki perbedaan dengan teks sastra ataupun teks-teks lainnya. Kekhususan ini karena sifat hakikat bahasa yang terkandung dalam Alquran yang memiliki fungsi yang berbeda dengan fungsi bahasa lainnya dalam komunikasi antar manusia. Yang membedakan kedua fungsi bahasa tersebut adalah fungsi bahasa Alquran yang khas, universal, dan mengatasi ruang dan waktu.

Hakikat bahasa sebagaimana dikembangkan para pemikir bahasa dan pemikir filsafat adalah suatu struktur dan makna. Struktur berkaitan dengan bentuk kata, kaidah kata, struktur kalimat, makna kalimat, dan bagaimana cara pengucapannya.

Teks dalam bahasa Alquran memiliki hakikat yang khusus karena hakikat Alquran itu sendiri. Bahasa Alquran bukan hanya mengacu pada dunia melainkan mengatasi ruang dan waktu. Hal ini ditunjukkan misalnya yang berkaitan dengan kisah para nabi, dunia ghaib, alam ruh, dan lain sebagainya. Bahasa Alquran mengacu pada :

5 M. Nur Kholis Setiawan, Al-Qur’an Kitab Sastra Terbesar, Yogyakarta:eLSAQ Press, 2005, h. 130

1. Dunia, yang meliputi dua hal. Kesatu, dunia human, yang meliputi dunia kemanusiaan. Kedua, dunia infra human, yang berkaitan dengan dunia binatang, tumbuhan, dan dunia fisik lainnya dengan segala hukum serta sifat masing-masing.

2. Aspek metafisik, yaitu suatu hakikat makna di balik hal-hal yang bersifat fisik. Aspek metafisik ini tidak terjangkau oleh indera manusia, sehingga hanya dapat dipahami, dipikirkan, dan dihayati.

3. Adikodrati, yaitu suatu wilayah di balik dunia manusia yang hanya diinformasikan oleh Allah swt. melalui wahyu, misalnya tentang surga, neraka, ruh, hari kiamat, dan sebagainya.

4. Ilahiyah, yaitu aspek yang berkaitan dengan hakikat Allah, bahwa Allah itu memiliki al-Asma' al-Husna, seperti al-Aziz, al-Hakim, al-Alim, dan lain

sebagainya. 6 Khalafullah, dengan kerangka sastra tersebut, membagi Qashash al-qur’ân

menjadi tiga corak. Kesatu, corak sejarah (al-laun al-târikhy), yaitu suatu cerita yang menceritakan tokoh-tokoh sejarah tertentu seperti para nabi dan rasul dan beberapa cerita yang diyakini orang-orang terdahulu sebagai sebuah realitas sejarah. Kedua, corak perumpamaan (al-laun at-tamtsîly), yaitu cerita-cerita yang menurut orang-orang terdahulu, kejadiannya dimaksudkan untuk menerangkan dan menjelaskan suatu hal atau nilai-nilai. Corak cerita seperti ini tidak mengharuskan cerita yang diangkat dari sebuah realitas sejarah dan boleh berupa cerita fiktif dalam batasan orangorang terdahulu. Ketiga, bercorak legenda atau mitos (al-laun al-usthûry), yaitu cerita yang diambil dari mitos-mitos yang dikenal dan berlaku dalam sebuah komunitas sosial. Tujuan dari cerita mitos ini adalah untuk memperkuat satu tujuan pemikiran atau untuk menafsirkan suatu problem pemikiran. Unsur mitos dalam kisah bukan sebagai tujuan cerita, tapi

6 Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika Alquran, Yogyakarta:Islamika, 2003, h. 71 6 Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika Alquran, Yogyakarta:Islamika, 2003, h. 71

Menurut Quthb, kisah-kisah Alquran dalam penyampaian ataupun dalam alur kejadiannya tunduk pada maksud tujuan dakwah keagamaan. Namun, pengaruh ketertundukan terhadap tujuan tersebut tidak menghalangi keserasian seni dalam cara pengungkapan sehingga keserasian seni pengungkapan itu dapat mempengaruhi perasaan. 8

Quthb mengklasifikasikan kisah Alquran didasarkan kepada urutan episode-episode ceritanya menjadi tiga, yaitu; (1) Cerita disajikan dari episode kelahiran sang tokoh, seperti, cerita Âdam, ’Îsâ, Ismâ’îl, Ishâq, dan Mûsâ. (2)

Cerita disajikan dari episode yang relatif akhir ketika sang tokoh menghadapi konflik atau mengalami peristiwa yang dapat dijadikan pelajaran. Contoh, cerita

Yusuf, Ibrahim, Daud, dan Sulaim n. (3) Cerita yang disajikankan pada episode paling terakhir. Contoh cerita Nuh Hud, Shalih, dan juga Syu‘aib. 9

Lebih jauh, Djalal mengklasifikan kisah Alquran dalam dua tinjauan yaitu

1) Segi waktu, yang terbagi menjadi tiga macam: Kesatu, kisah tentang hal-hal ghaib pada masa lalu (al-qashash al-ghuyûb al-mâdliyah) yang sudah tidak dapat lagi ditangkap oleh panca indra manusia karena waktu kejadiannya sudah lampau. Contohnya adalah kisah para nabi, kisah Maryam, dan lainnya. Kedua , kisah hal-hal ghaib yang terjadi pada masa kini (al-qashash al-ghuyûb al-hâdlirah ). Meskipun sudah ada sejak zaman dulu akan tetapi tetap masih ada sampai masa yang akan datang. Contohnya adalah kisah yang menerangkan tentang segala sifat-sifat Allah swt., para malaikat, jin, setan, kenikmatan surga dan juga siksaan neraka.Ketiga, kisah hal-hal ghaib yang akan datang (al-qashash al-ghuyûb al-mustaqbalah). Yaitu kisah-kisah yang menceritakan peristiwa-peristiwa yang belum pernah terjadi pada saat Alquran diturunkan, kemudian peristiwa tersebut benar-benar terjadi. Contohnya

7 Muhammad Ahmad Khalafullah, al-Fann al- Qashashî fî al-Qur’ân al-Karîm, h. 127 8 Sayyid Quthb, Al-Tashwîr al-Fannî fî al-Qur’ân, Kairo: Dâr al-Ma’ârif, 1975, h. 143 9 Sayyid Quthb, Al-Tashwîr al-Fannî fî al-Qur’ân, h. 162-165 7 Muhammad Ahmad Khalafullah, al-Fann al- Qashashî fî al-Qur’ân al-Karîm, h. 127 8 Sayyid Quthb, Al-Tashwîr al-Fannî fî al-Qur’ân, Kairo: Dâr al-Ma’ârif, 1975, h. 143 9 Sayyid Quthb, Al-Tashwîr al-Fannî fî al-Qur’ân, h. 162-165

2) Segi materi yang terbagi menjadi tiga macam, yaitu: Kesatu, kisah para nabi. Kedua , kisah orang-orang yang belum tentu nabi atau kelompok manusia tertentu. Ketiga, kisah tentang peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian pada masa nabi Muhammad saw. 10

B. UNSUR-UNSUR QASHASH AL-QUR’ÂN Unsur-unsur kisah dalam Alquran metode pengalokasiannya sama dengan pengalokasian yang berlaku dalam karya sastra pada umumnya seperti pada

cerpen, prosa, dan novel. Yang membedakan antara unsur kisah pada karya sastra umum dengan karya sastra Alquran diantaranya adalah dalam kisah-kisah

Alquran kita tidak akan dapat menemukan seluruh unsur kisah terkumpul pada satu kisah melainkan akan tersebar pada berbagai surah. Kisah yang ditampilkan secara utuh hanyalah kisah Yusuf a.s. sedangkan kisah-kisah lainnya banyak tersebar dan mayoritas kisahnya bukanlah merupakan satu kisah yang panjang. Hal tersebut kiranya berkaitan dengan tahapan dakwah Islam yang terjadi pada saat ayat diturunkan.

Sebagai contoh dapat dilihat bahwa unsur peristiwa atau kejadian banyak ditonjolkan apabila pesan yang disampaikan adalah berupa peringatan atau ancaman. Jika unsur tokoh yang ditonjolkan maka maksud diturunkannya ayat tersebut adalah untuk memberikan sugesti dan menyebarkan semangat dan pada saat tertentu untuk meneguhkan hati nabi Muhammad saw. dan para pengikutnya. Namun, apabila unsur dialog yang menjadi fokus maka akan tampak tujuannya adalah sebagai pembelaan atas dakwah Islam terhadap orang-orang yang menentang ajaran Allah.

10 Abdul Djalal, ‘Ulûm al-Qur’ân, h. 296-300

Khalafullah menyatakan bahwa dalam kaidah kisah sastra 11 disebutkan bahwa sebuah kisah harus terfokuskan pada satu unsur saja, adapun unsur kisah-

kisah lainnya harus disembunyikan. Artinya agar unsur-unsur kisah tidak terkumpul dalam satu bingkai kisah dengan porsi tempat dan kepentingan yang sama di mana jika salah satu unsur kisah tenggelam akan mengakibatkan kisah tersebut kehilangan keseimbangan seninya. Kisah-kisah Alquran notabene adalah kisah-kisah pendek kecuali kisah Yusuf a.s.

Beberapa perbedaan model kisah Alquran ditinjau dari perspektif tata cara pengalokasian unsur-unsurnya:

1. Kisah yang dimaksudkan untuk menakut-nakuti dan mengancam. Dalam hal ini unsur peristiwa atau kejadian lebih dominan.

2. Kisah yang dimaksudkan untuk memberikan sugesti atau menumbuhkan semangat baru serta meneguhkan hati Nabi Muhammad saw. dan para pengikut setianya. Dalam hal ini unsur tokoh atau penokohan lebih dominan.

3. Kisah yang dirancang khusus untuk mengadakan pembelaan terhadap ajaran dan dakwah Islam, unsur dialog lebih dominan. 12

Khalafullah berpendapat bahwa unsur-unsur dalam kisah Alquran dapat dibagi menjadi empat unsur yaitu:

1. Tokoh Dalam Alquran penggambaran tokoh dalam wacana kisah tidak hanya tokoh yang berwujud manusia saja melainkan lebih luas dan bersifat umum. Artinya bahwa tokoh adalah pemeran utama dari seluruh rangkaian peristiwa yang terjadi, dialog yang muncul, serta pemikiran berputar pada diri tokoh tersebut. Sebagai contoh kisah dalam Alquran memuat tokoh-tokoh berupa malaikat, manusia baik laki-laki maupun perempuan, dan juga mengangkat tokoh jin dan hewan.

11 Muhammad Ahmad Khalafullah, al-Fann al- Qashashî fî al-Qur’ân al-Karîm, h. 292 12 Muhammad Ahmad Khalafullah, Al-Fann al- Qashashî fî al-Qur’ân al-Karîm, h. 292

Dalam menggambarkan tokoh-tokoh dalam suatu kisah, terdapat beberapa model, diantaranya: - Bersifat global tidak hanya yang berwujud manusia tetapi semua makhluk

hidup yang menjadi pemeran termasuk binatang. Dalam penyebutan tokoh manusia disebutkan ada tokoh laki-laki dan perempuan. Mereka disebutkan dengan tingkatannya misalnya raja, menteri, atau manusia biasa. Tetapi tak pernah disebutkan sisi fisik dari seseorang tokoh melainkan disebutkan tanda-tanda yang menunjuk pada sifat tertentu. Nama tokoh kadang disebut untuk memudahkan pembaca atau pendengar untuk memahami pesan-pesan yang terdapat dalam kisah tersebut. Contoh

kisah yang dikedepankan dari kalangan rasul zaman awal adalah Musa a.s. dan Ibrahim a.s. sementara dari zaman akhir adalah Ayyub a.s. dan Yunus

a.s. 13 Selain tokoh-tokoh manusia yang memang seorang Nabi atau utusan Allah

disebutkan pula tokoh-tokoh lainnya seorang laki-laki biasa atau seorang raja, misalnya Raja Fir'aun, Azar, Lukman, Putra Nuh, dan saudara- saudara Nabi Yusuf a.s. Selain tokoh laki-laki, dalam beberapa kisah Alquran juga disebutkan tokoh wanita. Karakteristik penggambaran tokoh wanita tidaklah berbeda dengan penggambaran tokoh laki-laki, walaupun kadang-kadang juga ada yang berbeda. Karakteristik wanita kadang-kadang lebih menonjol dibandingkan karakteristik tokoh laki-laki. Titik persamaan pertama antara tokoh laki-laki dengan tokoh wanita adalah keduanya sering tidak digambarkan secara sempurna dari bentuk fisiknya, maupun dari watak perilakunya. Yang kedua adalah nama-nama tokoh yang disembunyikan dan membuat tokoh-tokoh tersebut bersifat umum. Dalam sebuah kisah, walaupun seorang wanita menjadi tokoh utama, Alquran seolah-olah tidak memberikan porsi yang yang berlebihan

13 Muhammad Ahmad Khalafullah, Al-Fann al- Qashashî fî al-Qur’ân al-Karîm, h. 296 13 Muhammad Ahmad Khalafullah, Al-Fann al- Qashashî fî al-Qur’ân al-Karîm, h. 296

sekedar menjadi simbol bagi berbagai pesan yang akan disampaikan. Term bahasa yang digunakan dalam menggambarkan seorang wanita juga

terdapat perbedaan yang berkaitan dengan latar belakan maupun sifat dari tokoh wanita tersebut. Misalnya kata

(wanita secara umum) baik yang sudah bersuami maupun yang tidak. Bila tokoh ini telah bersuami maka dalam Alquran sebutan ini disandarkan pada nama suaminya seperti:

, , Bagi yang tidak bersuami, tokoh-tokoh wanita ini dilepaskan dari ikatan-

ikatan nama laki-laki atau disebut dengan sebutan lain, misalnya sebutan untuk Ratu Saba' adalah

yang artinya perempuan yang memerintah mereka. Satu-satunya tokoh wanita yang disebutkan namanya dalam Alquran adalah Maryam. Hal ini dilakukan karena orang-orang pada waktu itu menganggap Isa adalah anak Allah swt., maka Alquran

berusaha mengindari anggapan yang salah tersebut. Alquran juga memberikan penegasan bahwa Isa bukanlah anak Allah melainkan anak Maryam yang dilahirkan tanpa ayah seperti juga Adam yang ada tanpa ada orang tuanya. Dalam Alquran disebutkan secara berulang-ulang bahwa Isa adalah putra Maryam bukan anak Allah.

- Tokoh yang tergolong makhluk ghaib seperti malaikat, jin, iblis, dan setan. Tokoh malaikat pernah menjumpai Nabi Ibrahim a.s. Tokoh malaikat menjelma menjadi manusia dan mendatangi Ibrahim layaknya seorang tamu. Ibrahim pun digambarkan memperlakukan tamunya layaknya ketika menerima tamu pada umumnya dengan memberikan sambutan dan suguhan. Penggambaran malaikat dalam kisah-kisah Alquran tidak melebihi batas akal manusia. Hal ini menjadi penting karena konsepsi yang berkembang dalam pemikiran manusia, khususnya di Jazirah Arab pada masa itu, malaikat adalah makhluk halus yang memiliki kelebihan luar biasa.

Selain malaikat tokoh yang ghaib lainnya adalah jin dan iblis. Tokoh jin tidaklah digambarkan sebagai tokoh yang menjelma menjadi manusia laki-

laki. Kisah tentang tokoh jin ini terpolarisasi seperti orang-orang Arab yang terbagi dua golongan yaitu yang beriman dan yang ingkar. Mereka juga berseteru mengenai kebenaran ajaran Islam. [Q.S. 72: 14-17] Tokoh jin juga muncul dengan penggambaran yang berbeda dalam kisah nabi Sulaiman a.s. Deskripsi dalam kisah ini berseberangan dengan kisah yang sering muncul dalam syi'r al-Jâhili sebelum turunnya para nabi. Dalam kisah ini sosok jin dimunculkan dalam bentuk yang tidak jelas. Sosok jin di sini lebih dekat dengan konsepsi atau khayalan bangsa arab tentang jin. [Q.S. 38: 36-38] dan [Q.S. 34: 12-14] Selain malaikat dan jin, tokoh makhluk ghaib juga digambarkan dengan adanya iblis. Tokoh ini terdapat dalam kisah penciptaan Adam dan perilaku iblis dalam kisah keluarnya Adam dari surga. Iblis berjanji akan menggoda manusia untuk berbuat kejahatan. Alquran juga mengkisahkan usaha para iblis untuk lari ketika pengikutnya meminta pertanggungjawaban di hari akhir.

- Tokoh yang termasuk kategori hewan. Dalam Alquran terdapat kisah yang tokohnya diperankan oleh hewan. Misalnya dalam kisah Sulaiman a.s.

ada tokoh semut [Q.S. 17: 18-19] dan tokoh burung hud-hud yang berperan sebagai pembisik Sulaiman karena ia tahu kabar tentang kerajaan-kerajaan lain yang belum diketahui Sulaiman. Burung hud-hud juga uang memberitahukan Sulaiman tentang keberadaan Ratu Bulqis dan rakyatnya [Q.S.: 27: 20-29]. Dalam penamaan surah Alquran, terdapat beberapa surah yang menggunakan nama hewan, misalnya al-Baqarah, al-Fîl, al-Naml, al- Ankabût , dan al-Nahl. Ketiga surah yang terakhir disebut, merupakan binatang yang secara fisik sangat kecil bentuknya. Namun, sikap hidup manusia di dunia dapat diibaratkan dengan berbagai binatang kecil

tersebut. Misalnya semut, semut adalah binatang yang suka menumpuk dan menimbun disamping juga semut sangat pandai memanfaatkan

kesempatan sehingga muncul peribahasa “ada gula ada semut” sedangkan laba-laba adalah binatang yang hanya menunggu mangsa untuk dapat disantapnya dengan memasang jaring disekitar tubuhnya. Atau seekor lebah yang dapat memberi manfaat tanpa merusak. Tidak makan kecuali yang baik, tidak menghasilkan kecuali yang memberikan manfaat, dan jika menimpa sesuatu tudak merusak dan tidak menghancurkan. 14

Seni penciptaan tokoh dengan menggunakan peran seekor hewan tidak hanya ditemukan dalam kesusastraan modern yang dikenal dengan nama fabel, akan tetapi dalam khazanah sastra klasik cerita yang tokohnya diperankan oleh hewan juga sudah ada.

Keseluruhan tokoh-tokoh tersebut memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi serta peristiwa-peristiwa yang dialami nabi Muhammad saw. dan para pengikutnya. Salah satu contohnya adalah peristiwa pembakaran Ibrahim a.s. yang tidak membuat Ibrahim terbakar dan tetap selamat melahirkan semangat dan tekad bagi Nabi Muhammad saw. untuk tetap menyampaikan dakwah. Fenomena penyembahan Allah swt. selain Allah (kemusyrikan) yang

14 Quraish Shihab, Lentera Alquran, Edisi Baru, Bandung: Mizan, 2008, h. 190 14 Quraish Shihab, Lentera Alquran, Edisi Baru, Bandung: Mizan, 2008, h. 190

penyembahan bintang-bintang dan penghancuran berhala. 15

2. Peristiwa Keterkaitan antara berbagai peristiwa dengan para tokoh dalam satu kisah adalah faktor penting untuk menarik perhatian pembaca atau pendengar kisah. Bahkan kadang-kadang unsur peristiwa lebih menonjol dibandingkan dengan keberadaan unsur tokoh yang dikaburkan atau dibuat umum.

Karekteristik unsur peristiwa dalam Alquran sangat beragam. Diantaranya adalah peristiwa yang terjadi karena adanya pengaruh qadla dan

qadar. Sebagai contohnya dalah ketika Nabi didustakan oleh umatnya sehingga mereka memaksa nabi untuk memberikan bukti-bukti tentang kebenaran kerasulannya. Ketika Allah menurunkan bukti-bukti yang menunjukkan kebenaran itu, mereka tetap ingkar sehingga datanglah azab atau siksa Allah yang membinasakan mereka. [Q.S.: 26:141-159]

Peristiwa berikutnya adalah yang digambarkan sebagai suatu mukjizat yang luar biasa yang dikehendaki dan dijalankan oleh Allah melalui tangan- tangan Rasul-Nya. Dengan pengkisahan suatu peristiwa seperti ini, Alquran memiliki tujuan untuk kehidupan akal dan pemikiran manusia pada masa itu dan masa selanjutnya. Peristiwa lainnya dalah peristiwa terkenal atau kejadian biasa dan dikenal luas yang dialami oleh tokoh kisah. Para tokoh di sini bersifat umum dan tidak terikat pada tokoh nabi atau rasul saja tetapi seluruh manusia yang melakukan aktivitas seperti makan dan minum, tidur, dan berjalan. Salah satu contoh peristiwa yang menggambarkan peristiwa model

ini adalah kish Yusuf a.s. 16

15 Muhammad Ahmad Khalafullah, Al-Fann al- Qashashî fî al-Qur’ân al-Karîm, h. 297-323 16 Muhammad Ahmad Khalafullah, Al-Fann al- Qashashî fî al-Qur’ân al-Karîm, h. 323-326

3. Dialog Unsur dialog memang tidak harus ada dalam setiap kisah. Dalam kisah-kisah cerita pendek atau kisah-kisah sastra lainnya ada kisah yang mengabaikan unsur dialog dalam bangunan ceritanya. Namun, kisah tersebut lebih intens menonjolkan unsur lainnya misalnya unsur peristiwa.

Tidak demikian dengan kisah Alquran yang justru lebih menekankan pada unsur dialog kritis yang dijadikan sebagai sarana untuk melukiskan gejolak-gejolak kejiwaan dari tokoh-tokoh kisahnya yang memindahkan satu adegan ke adegan lainnya. Unsur dialog menjadi mediator dalam menyampaikan doktrin-doktrin keagamaan atau sebaliknya untuk

mematahkan doktrin lain yang bertolak belakang dengan dakwah Islam. Contohnya dalah dialog Ibrahim dengan ayahnya Azar mengenai sikap Azar

dan kaum pada masanya yang menjadikan berhala sebagai Allah swt. atau sembahan. [Q.S. 6: 74-79]

74. 17 Dan (Ingatlah) di waktu Ibrahim Berkata kepada bapaknya, Âzar , "Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai Tuhan?

Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata."

75. Dan demikianlah kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi dan (Kami memperlihatkannya) agar dia termasuk orang yang yakin.

76. Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: "Inilah Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam."

77. Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku". tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang yang sesat."

78. Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah Tuhanku, Ini yang lebih besar". Maka tatkala matahari itu terbenam, dia

17 di antara Mufassirin ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan Abîhi (bapaknya) ialah pamannya.

berkata: "Hai kaumku, Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.

79. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan Aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah swt.

Alquran mendeskripsikan unsur dialog ini biasanya menggunakan metode pengkisahan atau menceritakan berbagai perkataaan sang tokoh dengan menggunakan kata pendahuluan seperti kata, " Ia berkata", " Mereka berkata", dan sebagainya. Selain itu model dialog yang dilatarbelakangi oleh masalah keagaman, sosial, dan perilaku universal, maka dalam dialog yang terbentuk, para pendengar atau pembaca akan mendapati pertentangan antara

dua pemikiran atau fenomena yang bertolak belakang yang mengarah pada suatu kesimpulan bahwa manusia diberi kebebasan untuk berpikir, berusaha,

dan berbuat, sedangkan yang memberi ketentuan adalah Allah swt. 18

4. Qadla dan Qadar Dalam konsep pemikiran kita istilah qadla dan qadar adalah identik dengan nasib. Khalafullah mengategorikan unsur qadla dan qadar sebagai salah satu unsur dalam kisah Alquran karena Khalafullah menganggap bahwa azab atau balasan dari perbuatan yang dilakukan orang-orang kepada para nabi tidak terlepas dari ketentuan takdir Allah swt. Demikian pula ketika para nabi tersebut selamat dari upaya-upaya pembunuhan dari orang-orang yang tidak mau mengimani keberadaan para nabi. Salah satu contoh yang menunjukkan peran qadla dan qadar dalam mengubah nasib segala sesuatu. Dalam kisah Ibrahim a.s. yang terdapat dalam Surah Al-Shâffat[Q.S. 37: 99- 108] dikisahkan adanya peran tangan Allah swt. yang menyelematkan Ismail a.s. ketika Ibrahim a.s. telah berserah diri untuk melaksanakan perintah Allah swt. dalam mimpinya. 19

18 Muhammad Ahmad. Khalafullah, Al-Fann al- Qashashî fî al-Qur’ân al-Karîm, h. 326-241 19 Muhammad Ahmad. Khalafullah, Al-Fann al- Qashashî fî al-Qur’ân al-Karîm, h. 341

5. Suara Hati Salah satu unsur kisah yang jarang dijumpai adalah unsur suara hati. Dalam kisah-kisah sastra pada umumnya, suara hati digambarkan sebagai ungkapan hati seorang tokoh untuk dirinya sendiri agar dapat didengar orang lain. Dalam kisah Alquran, suara hati ini digambarkan dengan sikap para nabi ketika menghadapkan jiwa dan raganya secara ikhlas, pasrah, dan tawakkal sekaligus berdoa dengan penuh harap memohon kepada Allah swt. Adanya pendiskripsian kisah seperti ini akan membuat pembaca atau pendengar turut terbawa dalam alur kisah karena suasana hati antara tokoh dalam kisah dengan orang di luar kisah tersebut seakan menyatu dalam satu kerangka suasana

yang diciptakan. Hal seperti ini dapat ditemukan dalam kisah Nuh a.s.[Q.S.

71: 26-28], kisah Ibrahim a.s. [Q.S. 34: 35-41] dan [Q.S. 12:101] 20

C. KESATUAN KISAH DAN PENGULANGAN KISAH Maksud dari kesatuan kisah adalah dikumpulkannya dasar-dasar dari beberapa kisah dalam satu kesatuan. Penyatuan yang umum terjadi adalah dengan menyatukan kisah orang-orang terdahulu baik itu nabi ataupun kelompok tertentu yang merupakan tokoh sejarah dan diberikan nama dengan nama para nabi tersebut ataupun karakter khusus dari kelompok-kelompok tertentu tersebut.

Penyatuan kisah yang seperti ini agaknya tidak disetujui oleh Khalafullah sehingga ia mengemukakan pendapatnya bahwa kesatuan kisah-kisah Alquran didasarkan pada substansi tujuan kisah, misalnya kisah untuk menakut-nakuti, peringatan, hikmah atau suri teladan, dan kisah untuk meneguhkan hati

Muhammad saw. 21 Dapat dikatakan bahwa penyebutan secara berulang dari nama tokoh

bukanlah menjadi fokus dari pendapat Khalafullah. Ia lebih cenderung

20 Muhammad Ahmad Khalafullah, Al-Fann al- Qashashî fî al-Qur’ân al-Karîm, h. 342 21 Muhammad Ahmad Khalafullah, Al-Fann al- Qashashî fî al-Qur’ân al-Karîm, h. 211 20 Muhammad Ahmad Khalafullah, Al-Fann al- Qashashî fî al-Qur’ân al-Karîm, h. 342 21 Muhammad Ahmad Khalafullah, Al-Fann al- Qashashî fî al-Qur’ân al-Karîm, h. 211

Selain penyatuan atau pengumpulan dasar-dasar dari beberapa kisah, di dalam Alquran juga terdapat pengulangan-pengulangan beberapa bagian kisah. Namun, pengulangan tersebut tidak dalam bentuk keseluruhan kisah secara lengkap. Ada pengulangan yang hanya sebagian-sebagian saja, ada pula pengulangan kisah yang sama tetapi menggunakan kalimat yang berbeda-beda.

Pengulangan kisah dalam Alquran secara umum dapat dikelompokkan dalam tiga bentuk, yaitu:

1. Pengulangan kisah dengan alur kisah dengan tokoh yang berbeda. Dantara tujuan kisah-kisah dalam Alquran adalah penetapan keesaan Allah

swt., kesatuan agama, kesatuan rasul, kesamaan metode dakwah, dan kesamaan cara yang ditempuh oleh orang-orang yang mendustakannya. Untuk mengungkapkan tujuan tersebut digunakan alur kisah yang sama dengan tokoh yang berbeda. Dalam kisah-kisah tentang dakwah yang disampaikan oleh nabi Nuh, Hud,

dan nabi Shâlih 22 digunakan alur kisah yang sama yaitu Allah swt. mengutus Nabi kepada kaumnya agar mengajak mereka untuk mengesakan Allah dan

beribadah kepada Allah, tetapi, mereka membantah dan menentang ajakan tesebut sehingga datang azab Allah. Meskipun digunakan alur kisah yang sama, akan tetapi pilihan kata yang digunakan berbeda sehingga menimbulkan nuansa yang berbeda pula. 23

2. Pengulangan kisah dengan kronologi yang berbeda. Kisah Alquran tidak disusun dengan kronologi kisah yang sebenarnya tetapi disesuaikan dengan tujuan kisah dan kondisi Nabi Muhammad saw. ketika menerima wahyu. Menurut Abduh, Alquran tidak bermaksud menerangkan materi sejarah atau menurunkan peristiwa-peristiwa secara kronologis.

22 [Q.S. 7: 59-64, 65-72, 73-79] 23 Sayyid Quthb, Al-Tashwîr al-Fannî fî al-Qur’ân, h. 141

Namun, pengurutan suatu kisah secara berulang-ulang dengan pemilihan kata yang berbeda membawa pengaruh kepada jiwa manuasia agar mau mengambil

suatu pelajaran dari kisah yang ditampilkan tersebut. 24

3. Pengulangan kisah dengan gaya bahasa yang berbeda. Alquran seringkali mengulang kisah dari tokoh yang sama dengan pilihan kata atau bahasa yang berbeda. Sebagai contoh adalah kisah Musa a.s. yang terdapat dalam [Q.S. 20:24-98], [Q.S. 26: 10-68], dan [Q.S. 28: 1-47]. Dalam ketiga kisah tersebut tampak berbeda padahal yang membedakan hanya gaya

bahasanya saja. 25 Pengulangan-pengulangan dengan membedakan gaya bahasa yang digunakan

tidak menimbulkan kejenuhan bagi pembaca atau pendengar. Selain itu, pengulangan-pengulangan yang terjadi bukanlah pengulangan secara

keseluruhan kisah akan tetapi hanya sebagian-sebagian saja yang disesuaikan dengan konteks dan dengan penggunaan gaya bahasa yang berlainan yang dapat menimbulkan nuansa yang berbeda antara satu kisah dengan kisah lainnya.

Dalam beberapa kitab ‘Ulûm al-Qur’ân disebutkan bahwa pengulangan kisah itu memiliki beberapa tujuan atau hikmah, diantaranya adalah:

1. Menjelaskan ketinggian mutu sastra atau ke-balaghahan Alquran. Kisah diungkapkan berkali-kali dengan menggunakan kalimat yang berbeda-beda sehingga tidak membosankan bagi pendengarnya.

2. Membuktikan ketinggian mukjizat Alquran, yakni menjelaskan satu makna

(satu kisah) dalam berbagai bentuk kalimat yang bermacam-macam.

3. Untuk lebih memperhatikan kepada pentingnya kisah-kisah Alquran sehingga perlu disebutkan dengan berulang-ulang agar lebih meresap ke dalam jiwa dan lebih memberi penekanan kepada sesuatu yang disampaikan.

24 Muhammad Rasyid Ridla, Tafsîr al-Manâr, Jilid I, Kairo: Muhammad ‘Âli Sabih wa Aulâduhu, 1375H, h. 327

25 Sayyid Quthb, Al-Tashwîr al-Fannî fî al-Qur’ân, h. 141

4. Menunjukkan perbedaan tujuan dari tiap-tiap pengulangan dari kisah Alquran karena penyebutan suatu kisah memiliki tujuan yang berbeda dengan

penyebutan kisah berikutnya. 26

5. Untuk pengembangan pola pikir, kisah-kisah Alquran juga bertujuan untuk mengajak berpikir dan merenung. Kisah-kisah Alquran tidak lepas dari dialog yang mengandung dan mengundang penalaran. Adapun tema pokoknya ialah bahwa yang haq menjadi pihak yang menang. Dalam dialog tersebut, yang menghasilkan kesimpulan, berupa pemantapan kebenaran dan keagungan Alquran. Hal ini akan dapat mempengaruhi dan memperkokoh jiwa masyarakat pada umumnya.

Selain tujuan-tujuan pengulangan kisah tersebut, mengingat bahwa salah satu tujuan kisah adalah untuk memberikan pelajaran bagi umat akan peristiwa

terdahulu yang pernah terjadi, maka proses pengulangan fakta yang sama lebih dari satu surah dalam Alquran menjadi sangat penting. Pengulangan dengan tidak menggunakan bahasa yang persis sama meskipun fakta yang dihadirkan sama akan memberikan pengaruh yang mendalam bagi pembacanya. Dengan demikian, pelajaran yang akan diambil dapat lebih terserap oleh pembacanya.

Kisah yang baik tentu digemari dan menembus relung jiwa manusia dengan mudah. Segenap perasaan mengikuti alur kisah tersebut tanpa merasa jenuh akibat pengulangan kalimat yang monoton dan penggunaan bahasa yang berulang. Dengan mengikuti alur kisah yang menarik, unsur-unsur kisah akan dapat dijelajahi akal sehingga dapat diambil ‘ibrah yang bermanfaat bagi kehidupan.

D. KARAKTERISTIK QASHASH AL-QUR’ÂN Dilihat dari sudut pandang seni penggambaran atau dapat disebut dengan keistimewan artistik, kisah Alquran memberikan beberapa keistimewaan. Keistimewan dalam keindahan susunan kebahasaan yang tetap tunduk pada tujuan

26 Mannâ’ al-Qaththân, Mabâhits fî ‘Ulûm al-Qur’ân, h., 308 26 Mannâ’ al-Qaththân, Mabâhits fî ‘Ulûm al-Qur’ân, h., 308

1. Keanekaragaman cara penyampaian. Terdiri dari bagaimana kisah disampaikan dengan menyebutkan sinopsis terlebih dahulu, baru kemudian diuraikan rincian-rinciannya dari awal hingga akhir. Dalam hal ini, Quth mengambil contoh pengkisahan tentang Ahl al-Kahfi [Q.S.. 18:9-12].

2. Menyebutkan simpulan kisah dan maksudnya kemudian diikuti kisah dari awal hingga akhir dengan pemaparan rincian-rincian episodenya. Contohnya adalah kisah Musa a.s. yang dimuat dalam al-Qashash [Q.S. 28:2-6].

3. Menyebutkan kisah secara langsung tanpa ada pendahuluan dan tanpa ada sinopsis, misalnya tentang kisah Maryam yang melahirkan Isa a.s.

4. Kisah digambarkan sebagai sebuah drama yang disusun berdasarkan adegan yang dilakukan oleh tokoh, seperti kisah Ibrahim a.s. bersama Ismail a.s. ketika membangun kakbah [Q.S. 2:127]. Dalam kisah tersebut hanya sedikit beberapa lafal yang memeberitahukan akan awal pemaparan kemudian membiarkan kisah itu bercerita tentang kisahnya dengan perantaraan para

pemainnya. 27

E. KISAH IBRAHIM DALAM ALQURAN

1. Nama dan Kelahirannya Nama Ibrahim a.s. mempunyai arti yang sangat penting kepada beliaulah merujuk agama-agama samawi terbesar selama ini yaitu Yahudi, Nasrani dan Islam. Islam menganggap Ibrahim as. sebagai “Bapak monotheisme”, juga “Bapak para Nabi”, bapak orang-orang mukmin. Beliau adalah contoh ideal dari seorang yang disebut mukmin. Ini ditunjukkannya dengan penyerahan diri yang sempurna kepada Allah swt., dengan kesediaannya untuk menyembelih anak kesayangan satu-satunya yaitu Ismail a.s.

27 Sayyid Quthb, Al-Tashwîr al-Fannî fî al-Qur’ân, h. 148-150

Kitab Kejadian berulang-ulang menyatakan bahwa nama asli Ibrahim a.s. adalah Abram (secara etimologis, nama ini berasal dari Abi’ram yang artinya “terpujilah bapak (saya). Menurut Kitab Kejadian, Abram belum diberi nama Abraham sampai beberapa waktu setelah kelahiran putra pertamanya, Ismail a.s.: “karena itu namamu bukan lagi Abram, melainkan Abraham karena engkau telah Kutetapkan menjadi bapak sejumlah besar

bangsa 28 ”. Perubahan nama sebagaimana dituturkan dalam Kitab Kejadian

berkaitan dengan tiga faktor. Pertama, perubahan nama tersebut jelas berhubungan dengan kelahiran Ismail as., sebab Ishak a.s. ketika itu belum

lahir. Kedua, etimologi yang digunakan dalam Kitab Kejadian tersebut di atas sangat tidak tepat. “Bapak sejumlah besar bangsa” atau “Nenek moyang

banyak orang ” adalah arti dari Abhamon, bukan Abraham. Ketiga, sejumlah penafsir Alkitab menyatakan bahwa terdapat upaya untuk menutupi fakta bahwa terdapat dua orang yang berbeda (Abram dan Abraham) dipadukan dalam tuturan versi Kitab Kejadian. 29

Dalam Ibnu Katsir, mengutip pendapat dalam nash ahl-al-kitab disebutkan bahwa nama lengkap Ibrahim adalah Ibrahim bin Tarikh (250 tahun) bin Nahur (148 tahun) bin Saraugh (230 tahun) bin Raghu (239 tahun) bin Faligh (439 tahun) bin Abir (464 tahun) bin Syalih (433 tahun) bin Arfakhsyadz (438 tahun) bin Saam (600 tahun) bin Nuh a.s. Tanah kelahirannya disebut dengan sebutan Kaldaniyyin yang merujuk kepada Babil. Ibunya bernama Amilah. Sedangkan al-Kalabi mengemukakan bahwa sejarah kelahiran ibu Ibrahim terdapat cerita yang cukup panjang yang disimpulkan oleh al-Kalabi bernama Buna binti Kartiba bin Kartsi, salah seorang dari Bani

Arfakhsyadz bin Saam bin Nuh a.s. 30

28 Jerald F. Dirk, Ibrahim Sang Sahabat Tuhan, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2004, h. 24 29 Jerald F. Dirk, Ibrahim Sang Sahabat Tuhan, h. 25

30 Ibnu Katsir, Qashash al-Anbiyâ’, Juz 1, Tahqîq Mushtofa Abdul Wahid, Kairo: Dâr al-Kutub al- Hadîtsah, tanpa tahun, h. 167

Menurut Solah Al-Khalidi nama Ibrahim a.s. berarti “bapa segala nabi” (ab al-anbiyâ’) dijuluki dengan Khalilullah (kekasih Allah swt.) 31

berdasarkan pada firman-Nya: Allah swt. Al-Nisâ’ [Q.S. 4: 125]

ÇÊËÎÈ xŠ W = Î z y OŠ z Ï dº • t ö/Î) ª ! # $ ‹ x ƒ s ªB $ # r u

“Dan Allah swt. menjadikan Ibrahim a.s. sebagai kesayangan-Nya”.

Ibrahim a.s. diutus oleh Allah swt. kepada penduduk negeri Iraq yang menyembah berhala dan bintang-bintang. Menurut pendapat ahli sejarah,

Nabi Ibrahim a.s. diutus kepada penduduk Harran di Damaskus (Turki) 32 yang menyembah bintang-bintang di langit dan berhala-berhala. Diceritakan bahwa

pada waktu itu, semua penduduk di muka bumi dalam keadaan kufur kepada Allah swt. swt kecuali Nabi Ibrahim as., isterinya Sarah dan anak saudaranya

yaitu Nabi Luth as. 33 Setelah beranjak dewasa, pemuda Ibrahim a.s. kembali ke tengah-

tengah warganya. Ia heran melihat kaumnya menyembah berhala. Ia jadi lebih sedih setelah mengetahui ayahnya Azar ternyata bekerja sebagai pembuat berhala. Ibrahim a.s. minta petunjuk dari Allah swt. dan karena itulah ia diangkat jadi Nabi. Alquran banyak menceritakan riwayat Ibrahim a.s. ini, bahkan namanya pun diabadikan sebagai nama salah satu surah di dalam Alquran, Surah Ibrahim. Salah satu kisah Ibrahim a.s. yang diceritakan di dalam Alquran adalah kisah tentang perjalanan spiritual Ibrahim a.s. dalam menemukan keesaaan Allah swt.

Wafatnya Ibrahim a.s. terdapat beberapa pendapat. Al-Kilabi menyebutkan bahwa usia Ibrahim mencapai 200 tahun. Pendapat lain yang

31 Solah Al-Khalidi, Al-Qashash al-Qur'âni: ‘ Ardhu Waqâi' Wa Tahlil al-Ahdats , Damaskus: Darul Qalam, 1997, h. 311

32 Jerald F. Dirk berpendapat bahwa Haran berada di wilayah Turki bagian Tenggara (lihat Jerald F. Dirk, Ibrahim Sang Sahabat Tuhan, h. 65), sementara Ibnu Katsir (dan jumhur ulama) berpendapat

bahwa Haran berada di Damaskus 33 Ibnu Katsir, Al-Bidâyah Wa al-Nihâyah, Beirut: Dârul Fikr, 1997, h. 213 bahwa Haran berada di Damaskus 33 Ibnu Katsir, Al-Bidâyah Wa al-Nihâyah, Beirut: Dârul Fikr, 1997, h. 213

2. Keluarga dan Kehidupannya Berkaitan dengan silsilah keturunan Ibrahim a.s., satu-satunya informasi genealogis yang diberikan Alquran adalah bahwa Ibrahim a.s. itu putera Azar 35 , sebuah hubungan yang diperkuat oleh Hadis Shahih Bukhari. Baik Alquran maupun hadis shahih tidak menceritakan secara kronologis yang pasti mengenai kehidupan Ibrahim a.s. Kapan Ibrahim a.s. hidup? Peristiwa-peristiwa apa yang mengiringinya? Namun Alquran

memberikan petunjuk kronologis dalam surah al-Baqarah [Q.S. 2: 258]

N¿ ã dº Ï • t ö/Î) t A $ % s Œ ø Î) š •ù = J ß 9 ø $ # ª ! # $ m ç 9 ?# s ä u ÷ b r & ¾ ÿ m Ï În/ u ‘ ’ Îû z N¿ Ï dº t • ö/Î) ¢l % ! n t “ Ï%© ! # $ ’ < n Î) • t ? s N ö s 9 r & ! © # $ c Î* ù s N¿ ã dº Ï • t ö/Î) A t $ % s ( àM ‹ B Ï é& r u ¾ Ó Ä ór é& $ O R t & r t A $ s % àM ‹ J Ï ƒ ã r u ¾ ‘ Ç ós ã ƒ ” Ï%© ! # $ ‘ } În/ ‘ u

w Ÿ ª ! # $ r u 3 t • x ÿ x . “ Ï%© ! $ # M | g Î ç6 ù s > É Ì•ø ó J y 9 ø $ # z ` B Ï $ k p Í5 ÏN ù' ù s É - ÎŽô³ y J ø 9 $ # ` z B Ï Ä § ô J ¤± 9 $ $ Î/ ’ ÎAù' ƒ t

ÇËÎÑÈ t ûü J Ï =» Î à © 9 $ # t P q ö ) s 9 ø $ # “ ωö k ‰ u

258. Apakah kamu tidak memperhatikan orang 36 yang mendebat Ibrahim a.s. tentang Allah swt.nya (Allah swt.) Karena Allah swt. telah

memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). ketika Ibrahim a.s. mengatakan: "Allah swt.ku ialah yang menghidupkan dan mematikan," orang itu berkata: "Saya dapat menghidupkan dan mematikan". Ibrahim a.s. berkata: "Sesungguhnya Allah swt. menerbitkan matahari dari timur, Maka terbitkanlah dia dari barat," lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah swt. tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.

34 Ibnu Katsir, Qashash al-Anbiyâ’, h. 169 35 Versi lain menyebutkan bahwa Azar adalah kakek Ibrahim dari jalur ibunya. Lihat Kamal as-

Sayyid, Kisah-kisah Terbaik Alquran, (Jakarta: Pustaka Zahra, 2004), cet i, h. 61 36 Yang dimaksud adalah Namrudz dari Babilonia. Lihat Alquran Terjemah, Departemen Agama

RI

Meski Alquran dan Hadis Shahih tidak menyediakan identifikasi langsung siapa tokoh yang mendebat Ibrahim a.s., namun beberapa sejarawan berspekulasi bahwa orang tersebut adalah Nimrod (Nimrud atau Namrud), raja Mesopotamia kuno, yang namanya dalam bahasa Ibrani berarti “kami akan

emberontak” 37 . Ibrahim a.s. hidup di kalangan orang Kaldea 38 yang menyembah benda-benda langit. Ibrahim as. biasa merenungi bintang-bintang, matahari

dan bulan, namun Allah swt. memilih untuk mengilhaminya bahwa benda- benda yang timbul tenggelam tidak pantas dipuja dan disembah.

Nabi Ibrahim a.s. memiliki istri bernama Sarah yang melahirkan Ishaq dan Hajar yang melahirkan Ismail a.s. (anak pertama). Sebagaimana yang

diterangkan oleh Allah swt. dalam Alquran Surah Hûd [Q.S. 11: 69 – 76].

b & r ] y Î7 s 9 $ J y ù s ( Ö N» n = y ™ A t $ s % ( $ J» V = n y ™ ( # q 9 ä $ % s 2 ” u Ž ô³ ç6ø 9 $ $ Î/ t Lì dº Ï t • ö/Î) $ ! Z u = è ™ ß â‘ ôN ä u % ! y ` ô‰ ) s 9 s r u

ö N k å ] ÷ Ï B } § y _ ÷ r r & u r ö N è d • t 6 Å t R m Ï ‹ ø 9 s Î) @ ã Å Á ? s Ÿ w ö N k å u ‰ ω÷ ƒ & r # ! ä u u ‘ $ H ¬ s > s ù ÇÏÒÈ 7‹ Š Y Ï m y @ @ ôf ÏèÎ/ u ä ! % y ` ôM 3 s s Å Ò Ÿ s ù p × J y ¬ Í ! $ s % ¼ m ç è? r & z • D ö # $ r u ÇÐÉÈ 7Þ q 9 ä Ï Q q ö % s ’ 4 < n Î) ! $ u Z = ù Å ™ ö‘é& $ ! ¯ R Î) ô # ‚ y s ? w Ÿ ( # q 9 ä $ s % 4 p Z ÿ x ‹ z Å $ O R t & r u r à$Î! & r ä u # Ó L t = n ƒ ÷ u q» t ƒ ôM s 9 $ s % ÇÐÊÈ z > q à ) ÷è t ƒ ,» t s y ó™Î) ä Ï # ! ‘ u u r ` Ï B u r ,» t s y ó™Î*Î/ $ g» y R t ö•¤± 6 t s ù ` ô B Ï ûü t Î7 f y ÷è s ? r & # ( q þ 9 ä $ % s ÇÐËÈ Ò = ‹ É f t ã í ä ó Ó y ´ s 9 # x ‹ » y d c ž Î) ( $ ¸‚ ø ‹ © x ’ ? Í ÷è t / # ‹ x » d y r u ×— q àf t ã $ J £ = n ù s ÇÐÌÈ Ó ‰ ‹ g Å C ¤ Ó ‰ Š H Ï x q ¼ m ç ¯ R Î) 4 ÏMø • t 7 9 ø $ # Ÿ @ ÷ d & r ö/ä 3 ‹ ø = n æ t ¼ m ç çF » . x • t / t r u ! « $ # àM H u ÷q ‘ u ( ! « $ # Ì•ø B & r

Lì t dº Ï • t ö/Î) ¨ b Î) ÇÐÍÈ >Þ q 9 ä Q Ï q ö % s ’ Îû $ u Z ä 9 ω » p g ä † 3 “ u Ž ô³ ç6ø 9 $ # ç m ? ø ä u ! % ` y u r äí÷ r §• 9 $ # Lì t dº Ï • t ö/Î) ` ô ã t = | d y Œ s

37 Jerald F. Dirk, Ibrahim Sang Sahabat Tuhan, h. 229 38 Faruq Sherif, Alquran Menurut Alquran: Menelusuri Kalam Tuhan dari Tema ke Tema, Jakarta:

Serambi, 2001, h. 104.

N ö k å X ¨ Î) r u ( y 7 În/ ‘ u â•ö D & r ä u % ! ` y ô‰ % s ¼ m ç R ¯ Î) ( ! # x ‹ » d y ` ô t ã óÚ Í•ôã r & ã Lì Ï dº • t ö/Î* ¯ » t ƒ ÇÐÎÈ = Ò Š Y Ï B • nº × r ¨ r & î Lì Î = y Û s 9 ÇÐÏÈ 7Š r Š ß ó• s D çŽö • î x ë> # x ‹ t ã N ö kŽ Í Ï?# ä u

69. Dan Sesungguhnya utusan-utusan kami (Malaikat-malaikat) Telah datang kepada lbrahim a.s. dengan membawa kabar gembira, mereka mengucapkan: "Selamat." Ibrahim a.s. menjawab: "Selamatlah," Maka tidak lama Kemudian Ibrahim a.s. menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang.

70. Maka tatkala dilihatnya tangan mereka tidak menjamahnya, Ibrahim a.s. memandang aneh perbuatan mereka, dan merasa takut kepada mereka. malaikat itu berkata: "Jangan kamu takut, Sesungguhnya kami adalah (malaikat-ma]aikat) yang diutus kepada kaum Luth." 71.Dan isterinya berdiri (dibalik tirai) lalu dia tersenyum, Maka kami

sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishak dan dari Ishak (akan lahir puteranya) Ya'qub.

72. Isterinya berkata: "Sungguh mengherankan, apakah Aku akan melahirkan anak padahal Aku adalah seorang perempuan tua, dan Ini suamikupun dalam keadaan yang sudah tua pula?. Sesungguhnya Ini benar-benar suatu yang sangat aneh."

73. Para malaikat itu berkata: "Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah swt.? (Itu adalah) rahmat Allah swt. dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, Hai ahlulbait! Sesungguhnya Allah swt. Maha Terpuji lagi Maha Pemurah."

74. Maka tatkala rasa takut hilang dari Ibrahim a.s. dan berita gembira Telah datang kepadanya, diapun bersoal jawab dengan (Malaikat-malaikat) kami tentang kaum Luth.

75. Sesungguhnya Ibrahim a.s. itu benar-benar seorang yang Penyantun lagi penghiba dan suka kembali kepada Allah swt..

76. Hai Ibrahim a.s., tinggalkanlah soal jawab ini, Sesungguhnya Telah datang ketetapan Allah swt.mu, dan Sesungguhnya mereka itu akan didatangi azab yang tidak dapat ditolak.

Sebagaimana Nabi Muhammad saw., tidak jelas bagaimana rupa dan fisik Ibrahim a.s. Imam Ahmad menjelaskan dari Ibnu Abbas Rasulullah saw.

bersabda 39 : “Aku melihat Isa putera Maryam, Musa, dan Ibrahim. Adapun Isa berwarna

merah, berambut keriting dan berdada lebar. Sedangkan Musa seorang yang

39 Ibnu Katsir, Qashash al-Anbiyâ’, h. 168 39 Ibnu Katsir, Qashash al-Anbiyâ’, h. 168

3. Misi Kerasulannya Dakwah Nabi Ibrahim a.s. pertama kali ditujukan kepada keluarga dan kerabatnya. Terutama ayahnya, Azar, yang bekerja sebagai pembuat berhala. Walau begitu Ibrahim a.s. sendiri tetap menghormati ayahnya sekalipun berlainan akidah. Dengan tutur kata yang halus ia tetap meghormati Azar sebagai ayahnya. Bahkan justru ayahnya yang memusuhi Ibrahim a.s. hingga akhirnya Ibrahim a.s. diusir dari keluarga dan kerabatnya. Ibrahim a.s. juga diutus kepada Raja Namrud. Ketika pejabat dan sejumlah rakyatnya berpesta pora di luar kota, beliau masuk tempat penyembahan berhala, lalu menghancurkannya, dan menyisakan berhala terbesar yang dikalungi kampaknya. Mengetahui hal itu Raja Namrud langsung murka dan Nabi Ibrahim a.s. ditangkap. Saat itulah Nabi Ibrahim a.s. mendakwahi mereka tapi hati dan telinga kaumnya telah tertutup untuk suara kebenaran. Bahkan Nabi Ibrahim a.s. dihukum bakar (dipercaya tempatnya ada di kota Sanliurfa). Allah swt. menyelamatkannya. Nabi Ibrahim a.s. tak hangus terbakar. Rakyat mulai berpikir tentang kebenaran ajarannya, tapi takut kepada raja.

Nabi Ibrahim a.s. dipercaya sebagai manusia pertama yang membangun Kakbah, bangunan suci untuk umat monoteism. Pembangunan Kakbah ini adalah perintah Allah swt. untuk meninggikan nama-Nya. Bangunan tertua dalam sejarah itu dibangun bersama anaknya, Ismail a.s. Sebagaimana di terangkan Alquran dalam surah Al-Baqarah [Q.S. 2: 127];

M | R & r y 7 R ¨ Î) ( ! $ Y ¨ B Ï ö @ ¬7 ) s ? s $ u Z -/ ‘ u ã @Š Ïè » J y ó™Î) r u ÏMø • t 7 ø 9 # $ ` z B Ï ‰ y Ïã# u q ) s 9 ø # $ Þ O¿ Ï dº t • ö/Î) ì ß ù s ö• ƒ t ø Œ Î) u r ÇÊËÐÈ OŠ Þ Î = y è 9 ø # $ ì ß Š J Ï ¡¡ 9 # $

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim a.s. meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail a.s. (seraya berdoa): "Ya Allah swt. kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui".

Beberapa syariat Ibrahim a.s. yang dilaksanakan ummat Islam diantaranya:

Khitan adalah salah satu syariat kepada Ibrahim a.s. dan orang-orang yang beriman. Untuk itu khitan ini diikuti oleh anak keturunan Ibrahim a.s.

termasuk Ismail a.s., Ishaq a.s., Musa a.s., Isa a.s. dan Muhammad saw., beserta pengikut-pengikutnya yang setia.

Kurban adalah salah satu ajaran Islam yang diambil dari nabi Ibrahim a.s., yang diceritakan dalam Alquran bahwa nabi Ibrahim a.s. di usia tuanya belum juga dikaruniai seorang anak maka ia pun berdoa kepada Allah swt. Surah Al-Shaffât [Q.S. 37: 100-107]

Ó z ÷ë¡¡ 9 $ # m ç y è t B x ÷ = n t / $ H ¬ > s ù s ÇÊÉÊÈ OŠ 5 = Î y m O» A n = äóÎ/ m» ç R t ö•¤± 6 t s ù ÇÊÉÉÈ ûü t s Å =» Î ¢Á 9 # $ ` z Ï B ’ < Í ó= d y b> É ‘ u

@ ö è y ù ø # $ ÏM / t ' r » ¯ ƒ t t A $ s % 4 ” 2 • t ? s # s Œ$ B t ö•Ý à R $ $ ù s 7 y çt 2 r ø Œ r & ’ þ T Îo & r Ï Q $ Z u J y 9 ø # $ ’ Îû “ 3 ‘ u r & ’ þ T Îo Î) ¢ Ó o _ ç6 » t ƒ A t $ % s

È ûü Î7 f y = ù Ï 9 ¼ ã&© # ? s r u $ J y n = ó™ r & $ ! J £ = n ù s ÇÊÉËÈ t ûï ÎŽÉ 9 » ¢Á 9 $ # ` z Ï B ! ª # $ ä u $ ! x © b Î) þ ’ Î T ß ‰ f É t F y ™ ( ã• B t s ÷ è? $ B t

“ Ì“ø g U w 7 y 9º Ï ‹ x . x $ R ¯ Î) 4 $ ! ƒ t ä ö ”• 9 # $ | M % ø £‰ | ¹ ô‰ % s ÇÊÉÍÈ Þ OŠ Ï dº • t ö/Î* » ¯ ƒ t b r & ç m» Y o ƒ ÷ ‰ y » R t u r ÇÊÉÌÈ ÇÊÉÐÈ OŠ 5 Ïà ã t ?x ö/É ‹ Î/ ç m» o Y ƒ ÷ ‰ y s ù u r ÇÊÉÏÈ ûü ß Î7ß J 9 ø # $ ( # s à ¯ » n = t 7 ø 9 $ # q u l ç ; m # x ‹ » y d c ž Î) ÇÊÉÎÈ t ûü Ï Z Å ¡ ós ß J ø 9 $ #

100. Ya Allah swt.ku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang

termasuk orang-orang yang saleh.

101. Maka kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak yang

amat sabar 40 . 102. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha

bersama-sama Ibrahim a.s., Ibrahim a.s. berkata: "Hai anakku Sesungguhnya Aku melihat dalam mimpi bahwa Aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah swt. kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".

103. Tatkala keduanya Telah berserah diri dan Ibrahim a.s.

membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ).

104. Dan kami panggillah dia: "Hai Ibrahim a.s., 105. Sesungguhnya kamu Telah membenarkan mimpi itu 41

Sesungguhnya Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.

106. Sesungguhnya Ini benar-benar suatu ujian yang nyata. 107. Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.

Haji . Ibadah Haji yang dilaksanakan ummat Islam juga bersumber dari nabi Ibrahim a.s. Sebagaimana yang diterangkan dalam Alquran Surah Al- Baqarah [Q.S.2:125 dan 128]

( ’ ? ~ | Á B ã z O¿ dº Ï • t ö/Î) Ï Q $ ) s B ¨ ` Ï B # ( r ä‹ÏƒªB # $ r u $ Z Y B ø r & u r ¨$ Ä Z= ¨ Ïj 9 Z p t /$ s W t B M | Š ø 7 t ø 9 # $ $ u Z = ù è y _ y Œ ø Î) r u

ú š ü ÏÿÅ 3» y è ø 9 $ # u r ûü t ÏÿÍ ¬ $ ! © Ü = Ï 9 Ó z É L ø ‹ / t # • t g Îd Û s b & r @‹ Ÿ Ïè » J y ó™Î) r u O¿ z dº Ï t • ö/Î) ’ # n < Î) * ! $ t R ô‰Î g ã t u r ÏŠ q àf •¡ 9 $ # ì Æ ž 2 ”• 9 # $ r u

125. Dan (ingatlah), ketika kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim as. tempat shalat. dan Telah kami perintahkan kepada Ibrahim a.s. dan Ismail a.s.: "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i'tikaf, yang ruku' dan yang sujud".

40 Menurut Alquran terjemah terbitan Departemen Agama RI, anak yang dimaksud ialah nabi Ismail a.s.

41 Menurut Alquran terjemah terbitan Departemen Agama RI, yang dimaksud dengan membenarkan mimpi ialah mempercayai bahwa mimpi itu benar dari Allah swt. dan wajib

melaksanakannya.

ó= è? r u $ Y o s 3 Å ™$ Z u t B $ t R Í‘ & r u r 7 y 9 © p Z J y = Î ó¡ • B Z p B ¨ é& ! $ u Z ÏF- ƒ Íh‘èŒ ` Ï B r u 7 y s 9 û È ÷ ü J y = Î ó¡ ã B $ u Z = ù y è ô_ $ # u r $ Z u -/ ‘ u * ÇÊËÑÈ OŠ Þ Ïm§• 9 # $ Ü ># § q -G 9 $ # M | R r & 7 y R ¨ Î) ( ! $ o Y ø ‹ n = t ã

128. Ya Allah swt. kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) diantara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat- tempat ibadat haji kami, dan terimalah Taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.

Alquran banyak menyebut nama Ibrahim a.s. dan terdapat dalam dua puluh empat (24) surah dan enam puluh enam (66) ayat, baik ketika disebut secara khusus ataupun secara umum bersama dengan nama-nama nabi yang lain.

Sekalipun terdapat banyak surah yang menceritakan Nabi Ibrahim a.s. akan tetapi masing-masing surah memiliki kisah-kisah sendiri yang berlainan. Ayat-ayat yang menceritakan Nabi Ibrahim a.s. berjumlah 194 ayat yang menceritakan secara khusus serta 8 ayat yang menceritakan secara umum bersamaan dengan para nabi lainnya. Jumlah tersebut lebih banyak daripada jumlah ayat pada kisah Nabi Yusuf a.s. yang berjumlah 111 ayat.

Jika mengacu pada tafsir (terjemah) Alquran yang diterbitkan Departemen Agama RI, dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Surah Al-Baqarah: terdapat pada ayat 124 – 141 (18 ayat), ayat-ayat ini menceritakan: - Pengukuhan Nabi Ibrahim a.s. dan keturunannya sebagai

pemimpin bangsa-bangsa. - Perintah supaya dijadikan sebagian daripada maqam Ibrahim a.s. sebagai tempat beribadah. - Doa Nabi Ibrahim a.s. dan anaknya Nabi Ismail a.s. setelah membangun Kakbah. - Penegasan Allah swt. bahwa agama Nabi Ibrahim a.s. adalah agama Islam.

- Wasiat Nabi Ibrahim a.s. kepada keturunannya supaya menjadi muslim dan melarang mereka mati di dalam selain agama Islam. - Golongan Yahudi dan Nasrani yang mengaku bahwa mereka mengikuti agama Nabi Ibrahim a.s. - Menegaskan keimanan kaum muslimin kepada Nabi Ibrahim a.s. dan juga kepada nabi-nabi lain setelah Nabi Ibrahim a.s.. - Menolak pengakuan orang-orang Yahudi dan Nasrani bahwa Nabi Ibrahim a.s. dan rasul-rasul setelahnya adalah beragama Yahudi ataupun Nasrani dan diikuti dengan penegasan bahwa Nabi Ibrahim a.s. dan rasul-rasul setelahnya merupakan orang muslim.

Terdapat pula pada ayat 258 – 260 (3 ayat) yang menceritakan tentang perdebatan Nabi Ibrahim a.s. dengan Namrud yang mengaku

sebagai Allah swt. Menarik untuk diketahui bahwa beliau satu-satunya Nabi yang disebut Alquran meminta pada Allah swt. untuk diperlihatkan bagaimana caranya menghidupkan yang mati, dan permintaan beliau itu dikabulkan Allah swt. (ayat 260)

2. Surah Ali-‘Imran: surah ini lebih menekankan pada kelebihan dan kemuliaan Nabi Ibrahim a.s. di sisi Allah swt. dan hakikat agama yang dianutnya. Di dalam ayat 33, ditegaskan bahwa Allah swt. memilih keluarga Nabi Ibrahim a.s. dan keluarga Imran dengan diberikan kelebihan dan kemuliaan di atas umat-umat yang lain di dunia. Sedangkan di dalam ayat 65 – 68 (4 ayat), Allah swt. menolak pengakuan orang-orang Yahudi dan Nasrani bahwa Nabi Ibrahim a.s. menganut agama mereka, melainkan Nabi Ibrahim a.s. seorang yang bergama hanif. Hanif berarti lurus. Ibnu Katsir menyebut bahwa istilah ini sebagai satu pernyataan bahwa Nabi Ibrahim a.s. suci bersih dari amalan syirik dan beriman dengan keimanan yang sebenarnya. 42

42 Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur'ân al-‘Azîm, Beirut: Dâr al-Fikr, 1994, h. 457.

Di dalam ayat 95 – 97 (3 ayat) disebut pula tentang perintah Allah swt. kepada golongan ahli kitab supaya mengikuti agama Nabi Ibrahim a.s. dan memeluk agama Islam. Kemudian diceritakan secara umum pembangunan Kakbah oleh Nabi Ibrahim a.s. sebagai bangunan yang pertama untuk beribadah kepada Allah swt. Untuk meneladani Nabi Ibrahim a.s. ini, diperintahkan kepada umat Islam agar melaksanakan ibadah haji ke Baitul Haram di Mekah.

3. Surah Al-Nisâ’: Di dalam ayat 125 mengandungi pujian kepada mereka yang mengikuti Nabi Ibrahim a.s. yang lurus, serta Allah swt. menjadikan Nabi Ibrahim a.s. sebagai kekasih-Nya.

4. Surah Al-An’am: Di dalam ayat 74 – 86 (13 ayat), diceritakan awal dakwah Nabi Ibrahim a.s. kepada ayahnya dan juga kepada kaumnya. Ringkasnya, ayat-ayat ini menceritakan dialog Nabi Ibrahim a.s. dengan ayahnya Âzar sebagai penyembah berhala. Diikuti dengan dakwah Nabi Ibrahim a.s. terhadap kaumnya yang menjadikan bintang sebagai Allah swt. Disebutkan di dalam ayat-ayat ini tentang kebijaksanaan Nabi Ibrahim a.s. yang menggunakan argumentasi yang kuat dan logis dengan mendatangkan bukti-bukti tentang kebatilan ibadah kaumnya. Dengan argumentasinya ini, maka jelaslah bahwa ibadah kaumnya selama ini adalah salah sama sekali. Ayat berikutnya menyebut secara umum nama-nama nabi yang lahir dari keturunan Nabi Ibrahim a.s. Dan di penghujung surah ini (161), ditegaskan bahwa agama Nabi Ibrahim a.s. ialah agama hanif.

5. Surah Al-Taubah: Di dalam ayat 114 berupa permintaan ampun dari Ibrahim a.s. (kepada Allah swt.) untuk bapaknya, karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Namun, jelas bagi Ibrahim a.s. bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah swt., Maka Ibrahim a.s. berlepas diri dari padanya. Dan Sesungguhnya Ibrahim a.s. adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.

6. Surah Hûd: Ayat 69 – 76 (8 ayat) yang terdapat di dalam surah ini mengkisahkan tentang kedatangan para malaikat kepada Nabi Ibrahim a.s. dengan menyamar sebagai manusia. Nabi Ibrahim a.s. yang tidak mengenali mereka telah menghidangkan makanan namun tidak dijamah oleh mereka karena sifat mereka sebagai malaikat yang tidak memungkinkan untuk makan. Diceritakan pula pemberitahuan berita gembira kepada Nabi Ibrahim a.s. dan isterinya Sarah akan kehadiran anak bernama Ishak. Kemudian diceritakan pula bahwa kedatangan para malaikat ini sebenarnya ialah untuk menemui Nabi Luth a.s yang merupakan anak saudara Nabi Ibrahim a.s.

7. Surah Ibrahim.: ayat 35 – 41 (7 ayat). Surah yang dinamakan dengan namanya sendiri ini mengandung secara terperinci doa Nabi Ibrahim

a.s. kepada Allah swt. Doa yang dilafazkan oleh Nabi Ibrahim a.s. mengandung: - Permohonan kepada Allah swt. agar menjadikan tanah Mekah

sebagai tempat yang aman. - Dijauhkan dari menjadi penyembah berhala bagi dirinya dan keturunannya. - Permohonan kepada Allah swt. agar hati manusia tertarik untuk datang ke Tanah Haram supaya mereka mendirikan shalat dan melaksanakan perintah Allah swt. Tanah Haram dikaruniakan rezeki yang melimpah ruah.

- Ungkapan syukur kepada Allah swt. atas nikmat yang telah diterima olehnya dan juga keturunannya.

8. Surah Al-Hijr: Ayat 51 – 60 (10 ayat) menceritakan tentang kedatangan malaikat kepada Nabi Ibrahim a.s. dalam bentuk rupa manusia, bertujuan untuk menyampaikan berita gembira kepada Nabi Ibrahim a.s. akan kelahiran seorang anak lelaki dan juga berita tentang 8. Surah Al-Hijr: Ayat 51 – 60 (10 ayat) menceritakan tentang kedatangan malaikat kepada Nabi Ibrahim a.s. dalam bentuk rupa manusia, bertujuan untuk menyampaikan berita gembira kepada Nabi Ibrahim a.s. akan kelahiran seorang anak lelaki dan juga berita tentang

9. Surah Al-Nahl: ayat 120 – 123 (4 ayat). Di dalam ayat 120 dikabarkan bahwa Nabi Ibrahim a.s. ialah seorang yang taat kepada Allah swt. (hânif) dan tidak sekali-kali termasuk golongan kaum musyrikin. Ayat 123 berupa anjuran dan perintah untuk mengikuti agama Nabi Ibrahim a.s.

10. Surah Maryam: di dalam ayat 41 – 50 (10 ayat), mengkisahkan dakwah Nabi Ibrahim a.s. kepada ayahnya supaya tidak kufur kepada Allah swt. dan masuk kepada agama Islam. Namun ayahnya menolak

dakwah Nabi Ibrahim a.s., dan Nabi Ibrahim a.s. mengasingkan diri dari bapanya dan dikaruniakan oleh Allah swt. dua orang anak yaitu

Nabi Ismail a.s. dan Nabi Ishak.

11. Surah Al-Anbiyâ’: ayat 51 – 73 (23 ayat). Surah ini menceritakan tentang penolakan terhadap ketuhanan berhala-berhala yang menjadi sembahan bapak dan kaumnya. Kemudian diikuti dengan kisah penting yaitu suatu peristiwa Ibrahim a.s. menghancurkan berhala-berhala kecuali berhala yang terbesar. Kemudian terjadi debat antara Ibrahim a.s. dan kaumnya, dan argumentasi Ibrahim a.s. tidak dapat dibantah. Walaupun demikian, Nabi Ibrahim a.s. tetap dihukum dengan dicampakkan ke dalam api namun diselamatkan oleh Allah swt. Tingkatan atau tahapan proses dakwah yang dilakukan Ibrahim a.s dapat dikelompokkan dalam tiga tahap. Kesatu, Ibrahim berdakwah kepada ayahnya. Kedua, Ibrahim berdakwah di hadapan kaumnya atau masyarakat yang berada di lingkungannya yang kala itu elakukan penyembahan terhadap berhala maupun benda-benda langit yang terbit dan tenggelam seperti bintang, buan, dan matahari. Sedangkan tahapan dakwah Ibrahim yang tertinggi adalah ketika dia berhadapan dengan penguasa atau raja yang berkuasa saat itu.

Seruan Ibrahim untuk meninggalkan sembahan mereka, ditolak tidak hanya oleh ayahnya tetapi juga oleh kaumnya. Ibrahim melihat sebab utama seruannya ditolak ialah kerana adanya berhala-berhala yang dianggap sebagai tuhan oleh kaumnya. Ibrahim kemudiannya mengambil langkah untuk menghancurkan berhala-berhala tersebut. Peristiwa ini dinyatakan beberapa kali di dalam Al-Quran. Pada bagian akhir, Nabi Ibrahim a.s. keluar dari negeri tersebut bersama anak saudaranya (Nabi Luth) ke “bumi yang diberkati” serta dikaruniakan dua orang anak (Ishak dan Ismail a.s.).

12. Surah Al-Hajj: Di dalam ayat 62 – 69 (8 ayat), diceritakan tentang satu episod yang berhubungan dengan nama surah ini sendiri,

yaitu permulaan ibadah haji yang didasarkan dengan perjalanan spiritual Nabi Ibrahim a.s. Di dalam ayat-ayat ini, diceritakan tentang pembangunan Masjidil Haram, perintah Allah swt. kepada Nabi Ibrahim a.s. supaya menyeru manusia untuk datang ke Masjidil Haram untuk menunaikan ibadah haji dan mengagungkan asma-Nya. Di dalam ayat 78, merupakan ayat terakhir dari surah ini, menyebutkan kaitan yang kuat antara umat Islam dengan Nabi Ibrahim a.s.

13. Surah Al-Syu’arâ’: Ayat 69 – 89 (21 ayat) mengandung kisah dakwah Nabi Ibrahim a.s. kepada ayah dan kaumnya, diikuti dengan ikrar Ibrahim a.s. yang berlepas diri dari apapun amalan syirik kaumnya.

14. Surah Al-‘Ankabût: Ayat 16 – 27 (12 ayat) di dalam surah ini menceritakan dakwah Nabi Ibrahim a.s. kepada kaumnya supaya menyembah kepada Allah swt. dan menolak perbuatan kaumnya yang menyekutukan-Nya. Berbeda dengan surah-surah yang lain, di sini diceritakan bagaimana Nabi Ibrahim a.s. memperkenalkan sifat-sifat Allah swt. kepada kaumnya. Namun penjelasan Ibrahim a.s. ditolak oleh kaumnya dan diancam untuk dibunuh atau dibakar. Namun, Nabi Ibrahim a.s. diselamatkan oleh Allah swt. dari segala tipu daya orang- 14. Surah Al-‘Ankabût: Ayat 16 – 27 (12 ayat) di dalam surah ini menceritakan dakwah Nabi Ibrahim a.s. kepada kaumnya supaya menyembah kepada Allah swt. dan menolak perbuatan kaumnya yang menyekutukan-Nya. Berbeda dengan surah-surah yang lain, di sini diceritakan bagaimana Nabi Ibrahim a.s. memperkenalkan sifat-sifat Allah swt. kepada kaumnya. Namun penjelasan Ibrahim a.s. ditolak oleh kaumnya dan diancam untuk dibunuh atau dibakar. Namun, Nabi Ibrahim a.s. diselamatkan oleh Allah swt. dari segala tipu daya orang-

15. Surah Al-Shaffât: Ayat 83 – 113 (31 ayat) dari surah ini menceritakan Nabi Ibrahim a.s. dianugerahi hati yang damai. Dan dikisahkan juga perihal dakwah Nabi Ibrahim a.s. yang menolak perbuatan kaumnya yang menyekutukan-Nya, diikuti dengan peristiwa penghancuran berhala dan Nabi Ibrahim a.s. dihukum dengan dibakar hidup-hidup. Selanjutnya ayat-ayat ini menceritakan peristiwa penyembelihan terhadap anaknya sendiri. Di sini, Nabi Ibrahim a.s. teguh

membuktikan ketaatannya kepada Allah swt. Diceritakan juga tentang anaknya yang lain yaitu Ishaq a.s. yang juga diangkat menjadi Nabi

dan dimuliakan Allah swt.

16. Surah Al-Zukhruf: Di dalam ayat 26 tentang penegasan Nabi Ibrahim a.s. yang tidak bertanggung jawab atas apa yang diperbuat kaumnya.

17. Surah Al-Dzâriyât: di dalam ayat 24 – 34, Nabi Ibrahim a.s. dimuliakan dengan kisah para malaikat yang datang kepadanya untuk menyampaikan berita gembira akan kelahiran puteranya, Ishak a.s. Dinukilkan di dalam ayat ini keheranan isteri Nabi Ibrahim a.s. mendengar berita tersebut. Kemudian para malaikat tersebut memberitahu Nabi Ibrahim a.s. tentang bencana yang akan menimpa umat Nabi Luth a.s.

18. Surah Al-Hadîd: ayat 26 mengandung isyarat kenabian Nabi Nuh a.s dan Ibrahim a.s. serta keturunan mereka yang mewarisi kenabian.

19. Surah Al-Mumtahanah: Di dalam ayat 4 – 6 diceritakan tentang kedudukan iman Nabi Ibrahim a.s. dan pengikut-pengikutnya yang beriman. Juga disebutkan kemurkaan Allah swt. kepada orang-orang kafir. Dinukilkan juga perintah kepada orang-orang mukmin supaya 19. Surah Al-Mumtahanah: Di dalam ayat 4 – 6 diceritakan tentang kedudukan iman Nabi Ibrahim a.s. dan pengikut-pengikutnya yang beriman. Juga disebutkan kemurkaan Allah swt. kepada orang-orang kafir. Dinukilkan juga perintah kepada orang-orang mukmin supaya

nama Nabi Ibrahim a.s. secara umum bersama dengan nama-nama nabi yang lain dan pujian terhadapnya. Antara lain surah Yusuf [Q.S. 12: 6 dan 38], Al-Ahzab [Q.S. 33: 7], Shâd [Q.S. 38: 45], As-Syurâ [Q.S. 42: 13], Al-Najm [Q.S. 53: 37], dan Al-A’lâ [Q.S. 76: 19].