Analisis Perubahan Pasal 49 dan Pasal 50 Dalam Undang- undang Peradilan Agama

c. Analisis Perubahan Pasal 49 dan Pasal 50 Dalam Undang- undang Peradilan Agama

  Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 hadir tidak semata- mata membawa perubahan terkait eksistensi hak atas pilihan hukum bagi umat Islam dalam perkara keperdataan yang diatur dalam undang-undang ini, akan tetapi beberapa perubahan pasal mengenai waris pun ditemukan yaitu dalam Pasal 49 dan Pasal 50. Agar tujuan dari perubahan undang-undang ini benar-benar tercapai maka harus ada pemahaman dan pemaknaan yang tepat dari setiap pasalnya agar dijalankan sesuai dengan yang diharapkan pembentuk undang-undang. Maka terkait dengan permasalahan yang ditemukan dalam lapangan atas ketidakseragaman pemahaman dan pemaknaan Pasal 49 dan 50, berikut analisis yang dilakukan Penulis: Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989

  Pasal 49

  Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:

  a. perkawinan;

  b. kewarisan, wasiat, dan hibah, yang dilakukan berdasarkan hukum Islam;

  c. wakaf dan shadaqah.

  Penjelasan Umum:

  (1) Bidang perkawinan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat

  (1) huruf a ialah hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku.

  (2) Bidang kewarisan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat

  (1) huruf b ialah penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut.

  Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 Jo. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006:

  Pasal 49 Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:

  a. perkawinan;

  b. waris;

  c. wasiat;

  d. hibah;

  e. wakaf;

  f. zakat;

  g. infaq;

  h. shadaqah; dan

  i. ekonomi syari'ah.

  Dalam Angka 37 mengenai penjelasan Pasal 49 Undang- Undang Nomor 50 Tahun 2009 Jo. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 mengatakan:

  “… yang dimaksud dengan ‘antara orang-orang yang beragama Islam’ adalah termasuk orang dan badan hukum yang dengan sendirinya menundukan diri dengan sukarela kepada hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan Peradilan Agama dengan ketentuan Pasal ini.

  ….

  Huruf b Yang dimaksud dengan "waris" adalah penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut, serta penetapan pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan bagian masing-masing ahli waris

  …”

  Pasal 50 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989:

  Dalam hal terjadi sengketa mengenai hak milik atau keperdataan lain dalam perkara-perkara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 49, maka khusus mengenai objek yang menjadi sengketa tersebut harus diputus lebih dahulu oleh Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum.

  Penjelasan Umum:

  Penyelesaian terhadap objek yang menjadi sengketa dimaksud tidak berarti menghentikan proses peradilan di Pengadilan Agama atas objek yang tidak menjadi sengketa itu.

  Pasal 50 Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 Jo. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 Pasal 50 menjadi 2 Ayat:

  (1) Dalam hal terjadi sengketa hak milik atau sengketa lain

  dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, khusus mengenai objek sengketa tersebut harus diputus lebih dahulu oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum.

  (2) Apabila terjadi sengketa hak milik sebagaimana

  dimaksud pada ayat (1) yang subjek hukumnya antara orang-orang yang beragama Islam, objek sengketa tersebut diputus oleh pengadilan agama bersama-sama perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49.

  Dalam Penjelasan Umum Angka 38 Pasal 50 Ayat (1) dipandang cukup jelas, sedangkan untuk Ayat (2) dijelaskan sebagai berikut:

  Ketentuan ini memberi wewenang kepada pengadilan agama untuk sekaligus memutuskan sengketa milik atau keperdataan lain yang terkait dengan objek sengketa yang diatur dalam Pasal 49 apabila subjek sengketa antara orang-orang yang beragama Islam. Hal ini menghindari upaya memperlambat atau mengulur waktu penyelesaian sengketa karena alasan adanya sengketa milik atau keperdataan lainnya tersebut sering dibuat oleh pihak yang merasa dirugikan dengan adanya gugatan di pengadilan agama. Sebaliknya apabila subjek yang mengajukan sengketa hak milik atau keperdataan lain tersebut bukan yang menjadi subjek bersengketa di pengadilan agama, sengketa di pengadilan agama ditunda untuk menunggu putusan gugatan yang diajukan ke pengadilan di lingkungan Peradilan Umum. [dimiringkan oleh Pengutip] Penangguhan dimaksud hanya dilakukan jika pihak yang berkeberatan telah mengajukan bukti ke pengadilan agama bahwa telah didaftarkan gugatan di pengadilan negeri terhadap objek sengketa yang sama dengan sengketa di pengadilan agama. Dalam hal objek sengketa lebih dari satu objek dan yang tidak terkait dengan objek sengketa yang diajukan keberatannya, pengadilan agama tidak perlu menangguhkan putusannya, terhadap objek sengketa yang tidak terkait dimaksud.

  Maka dari perbandingan dua pasal dalam kedua rumusan undang- undang tersebut yang kemudian dikomparasikan dengan hasil data Maka dari perbandingan dua pasal dalam kedua rumusan undang- undang tersebut yang kemudian dikomparasikan dengan hasil data

  1) Dilakukannya perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 menjadi Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 yang kemudian menjadi Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 menghapus hak umat muslim untuk memilih hukum atas perkara warisnya. Sehingga konsekuensi yuridisnya adalah: umat muslim warga negara Indonesia dalam menyelesaikan perkara warisnya, harus tunduk kepada hukum Islam melalui Badan Peradilan Agama.

  2) Terkait dengan poin di atas, hak atas memilih hukum dalam perkara waris masih berlaku bagi warga negara Indonesia yang non muslim dengan tetap merujuk pada Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 1990:

  a) Warga Negara Indonesia Asli yang beragama selain Islam menggunakan hukum waris adatnya;

  b) Warga Negara Indonesia keturunan Eropa maupun Timur Asing Tiong-Hoa yang beragama selain Islam menggunakan hukum waris KUHPerdata

  3) Kewenangan Pengadilan Agama adalah dalam perkara warisan yang meliputi: a) penentuan siapa yang menjadi ahli waris; b) penentuan mengenai harta peninggalan; c) penentuan mengenai 3) Kewenangan Pengadilan Agama adalah dalam perkara warisan yang meliputi: a) penentuan siapa yang menjadi ahli waris; b) penentuan mengenai harta peninggalan; c) penentuan mengenai

  4) Atas timbulnya sengketa hak milik dalam perkara waris yang subjek-subjeknya beragama Islam, maka kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memtuskan ada di kewenangan Peradilan Agama. Hal ini didasari bahwa personalitas

  keislaman 29 merupakan suatu kesatuan hubungan yang tidak terpisahkan dengan hukum Islam.

  5) Terkait dengan poin di atas dikuhsuskan dalam perkara waris, personalitas keislaman yang utama dilihat dari Pewaris. Ketika Pewaris bukan pemeluk agama Islam, walaupun para ahli waris beragama Islam maka atas perkara waris diajukan atau merupakan wewenang dari Peradilan Umum.

  29 Azas‐azas personalitas keislaman menjadi dasar kewenangan pengadilan agama. Dua azas yang menentukan kekuasaan absolute Pengadilan Agama adalah; suatu perkara menyangkut

Dokumen yang terkait

ANALISIS OVEREDUCATION TERHADAP PENGHASILAN TENAGA KERJA DI INDONESIA BERDASARKAN SURVEI ANGKATAN KERJA NASIONAL 2007

6 234 19

EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K) TERHADAP SIKAP MASYARAKAT DALAM PENANGANAN KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS (Studi Di Wilayah RT 05 RW 04 Kelurahan Sukun Kota Malang)

45 393 31

PENGEMBANGAN TARI SEMUT BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DI SD MUHAMMADIYAH 8 DAU MALANG

57 502 20

STRATEGI PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN MALANG KOTA LAYAK ANAK (MAKOLA) MELALUI PENYEDIAAN FASILITAS PENDIDIKAN

73 431 39

ANALISIS VALIDITAS BUTIR SOAL UJI PRESTASI BIDANG STUDI EKONOMI SMA TAHUN AJARAN 2011/2012 DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN JEMBE

1 50 16

ANTARA IDEALISME DAN KENYATAAN: KEBIJAKAN PENDIDIKAN TIONGHOA PERANAKAN DI SURABAYA PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG TAHUN 1942-1945 Between Idealism and Reality: Education Policy of Chinese in Surabaya in the Japanese Era at 1942-1945)

1 29 9

JAWABAN PREDIKSI UJIAN NASIONAL SMP 1

3 135 8

PENGARUH HASIL BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN TERHADAP TINGKAT APLIKASI NILAI KARAKTER SISWA KELAS XI DALAM LINGKUNGAN SEKOLAH DI SMA NEGERI 1 SEPUTIH BANYAK KABUPATEN LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013

23 233 82

JUDUL INDONESIA: IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA METRO\ JUDUL INGGRIS: IMPLEMENTATION OF INCLUSIVE EDUCATION IN METRO CITY

1 56 92

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TINGGI TANJUNG KARANG PERKARA NO. 03/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI DANA SERTIFIKASI PENDIDIKAN

6 67 59