KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSI pdf

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS HUKUM PENULISAN HUKUM ANALISIS KOMPARATIF HUKUM WARIS PERDATA BARAT DAN HUKUM WARIS ISLAM DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA

  Penulisan Hukum ini disusun untuk melengkapi persyaratan dalam

  memperoleh gelar Sarjana Hukum

  Oleh

  Nama

  : Annisa Rahmah

  : Hukum Perdata

YOGYAKARTA 2011

HALAMAN PERSETUJUAN

  Penulisan hukum ini telah disetujui oleh Dosen Pembimbing

  Pada hari Selasa 4 April 2011

Penyusun

Annisa Rahmah

  No. Mahasiswa: 07251907HK17469

Menyetujui Dosen Pembimbing

  Prof. Dr. Siti Ismijati Jenie, S.H., C.N

  NIP.194602011974122001

HALAMAN PENGESAHAN

  Penulisan Hukum ini telah dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, pada hari Rabu, tanggal 13 April 2011.

  Dewan Penguji Ketua

  Sularto, S.H., C.N., M.Hum NIP. 195808011986031005

  Anggota I Anggota II

  Prof. Dr. Siti Ismijati Jenie, S.H.,C.N

  R.A. Antari Innaka Turingsih, S.H., M.Hum NIP . 194602011974122001 NIP. 196705141994032002

  Mengetahui Ketua Bagian Hukum Perdata

  Ninik Darmini, S.H., M.Hum NIP.197003131995122001

  Mengesahkan Dekan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada

  Prof. Dr. Marsudi Triatmodjo, S.H., LL.M NIP. 195905291986021002

PERNYATAAN

  Dengan ini saya menyatakan bahwa penulisan hukum ini tidak pernah diajukan untuk memperoleh gelar keserjanaan di Fakultas Hukum atau Perguruan Tinggi lain, dan sepanjang pengetahuan saya di dalamnya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka

  Yogyakarta, 13 April 2011

  Penulis

  Annisa Rahmah

KATA PENGANTAR

  Alhamdulillahirabil’alamin, kalimat pertama yang Penulis rangkai dan persembahkan untuk Dia yang tak pernah bosan melimpahkan karunia dan nikmat serta ruang waktu bagi Penulis untuk merampungkan penulisan hukum ini. Juga untuk junjungan dan sumber suritauladan Penulis, Nabi Muhammad SAW yang menuntun Penulis untuk selalu berprasangka baik atas semua proses yang dilalui Penulis dalam penyelesaian penulisan hukum yang berjudul Analisis Komparatif Hukum Waris Perdata Barat dan Hukum Waris Islam Dalam Sistem Hukum Indonesia.

  Banyak orang bahkan mahasiswa hukum yang enggan mempelajari hukum waris lebih dalam karena pendoktrinan diri sendiri bahwa mempelajari hukum waris adalah sulit. Pembentukan pemikiran negatif atas pelajaran hukum waris menjadi semakin rawan ketika kondisi sistem hukum perdata Indonesia yang pluralistis menciptakan cabang pemahaman akan pelaksanaan hukum waris yang berbeda untuk subjek hukum yang telah ditentukan. Tidak jarang Hukum Waris Perdata Barat (BW) dan Hukum Waris Islam (KHI) dipahami secara tumpang tindih. Ini menjadi masalah karena di sisi praktek, perkara waris adalah perkara yang akan selalu hadir di tengah masyarakat.

  Untuk sebuah pembuktian sekaligus harapan menghapus doktrin tersebut, Penulis memilih untuk mengangkat tema kewarisan untuk penulisan hukum kali ini yang sekaligus sebagai prasyarat Penulis untuk merampungkan tahap belajar dalam program S-1 ini.

  Layaknya manusia yang tidak pernah sampai pada titik sempurna, Penulis menyadari akan segala kekurangan dan keterbatasan pengalaman maupun ilmu pengetahuan yang Penulis miliki. Penulisan hukum ini mustahil rampung tanpa bantuan orang-orang dan pihak-pihak yang dengan ikhlas memberikan bantuan, dorongan serta dukungan bagi Penulis untuk terus berusaha meyelesaikan penulisan hukum ini. Pada akhirnya, Layaknya manusia yang tidak pernah sampai pada titik sempurna, Penulis menyadari akan segala kekurangan dan keterbatasan pengalaman maupun ilmu pengetahuan yang Penulis miliki. Penulisan hukum ini mustahil rampung tanpa bantuan orang-orang dan pihak-pihak yang dengan ikhlas memberikan bantuan, dorongan serta dukungan bagi Penulis untuk terus berusaha meyelesaikan penulisan hukum ini. Pada akhirnya,

  1. Prof. Dr. Marsudi Triatmodjo, S.H., LL.M., selaku dekan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, serta seluruh staf pengajar (terutama Bagian Hukum Perdata) maupun staf akademik bagian administrasi, serta seluruh sosok guru yang pernah menjadi teladan dan inspirasi Penulis sampai saat ini.

  2. Prof. Dr. Siti Ismijati Jenie, S.H., C.N., satu sosok yang sulit dijabarkan oleh Penulis. Tidak ada kata yang lebih pantas selain: Terimakasih banyak ya Prof. Jenie…

  3. Prof. Soedikno Mertokusumo, S.H., Prof. Soehino, S.H., Bapak Jeremias Lemek, S.H. terimakasih atas nasihat yang luar biasa berharga kepada Penulis untuk jangan takut dan jangan pernah berhenti menulis.

  4. Terimakasih kepada para narasumber dan lembaga Pengadilan Tinggi Agama: Gorontalo, Samarinda, Palembang dan Mahkamah Syariah Nangroe Aceh Darisallam.

  5. Keluarga kecil yang menjadi anugrah terbesar Penulis: kedua orang tua luar biasa: Papah (H. Sutardjo, S.H., M.Hum.), Ibu (Hj. Yeyet Sariyati), Mba Arum (Arum Wahyuningtyas, S.Psi), Derip (Arief Budiman, S.E); You are the spirit to all my sentences of every word in this paper.

  6. Alm. Nenek (W. Tati) yang semasa hidupnya tak pernah lupa mendoakan anak dan cucunya satu persatu dalam tahajudnya, Alm Kakek (Suparman) yang belum sempat Penulis memanggilnya “Kakek”, Alm. Mbah Kakung (Martodimedjo) dan Alm. Mbah Putri, terimakasih sudah melahirkan dua orang hebat yang sekarang menjadi kedua orang tua Penulis

  7. Tiga orang saudara, sahabat, motivator, partner in crime Penulis: Puspaningtyas Panglipurjati, S.H. (Pus), Nuki Hapsari, S.H. (Noe), Tiara Gucciana, S.H. (Tir), terimakasih untuk tiga setengah tahun 7. Tiga orang saudara, sahabat, motivator, partner in crime Penulis: Puspaningtyas Panglipurjati, S.H. (Pus), Nuki Hapsari, S.H. (Noe), Tiara Gucciana, S.H. (Tir), terimakasih untuk tiga setengah tahun

  8. Bibik dan Mbak Niah yang selalu nyiapin makanan, nyuci baju, nyetrika, ngepel, sampai berbagi gossip komplek. Semoga selalu diberi kesehatan oleh Allah SWT. Amin.

  9. Terimakasih untuk sekumpulan mahkluk yang bersarang di ruang kecil bertulisan MAHKAMAH. Terimakasih atas ide liar yang berserakan di lantai, terimakasih atas perintah “Dilarang Diam di MAHKAMAH” (larangan yang penuh retorika—karena kita memang tidak pernah diam di MAHKAMAH), terimakasih atas cerita yang terekam dalam lembar hitam-putih bulletin kita. Terimakasih atas kebodohan yang kita akui bersama sebagai dasar kebersamaan ini. Terimakasih untuk seluruh semangat, dukungan serta doa kalian awak MAHKAMAH mulai dari angkatan 2003 sampai dengan 2011 serta seluruh manusia yang pernah bercengkrama dan bertarung argumen maupun pemikiran di ruang sempit yang mengumpulkan kita dalam sebuah keluarga yang tak-terdefinisi-kan ini. Sebuah proses belajar yang tidak mungkin saya lupakan semur hidup saya.

  10. Tim Penulis Buku 65 Tahun Kilas Sejarah Fakultas Hukum UGM, khususnya Ijan; terimakasih sudah memberikan kesempatan Penulis untuk merasakan memiliki adik laki-laki yang benar-benar ada ketika Penulis membutuhkan pertolongan, terimakasih adek syekeresykereke. Eel; mimpi menjadi Ketua Perserikatan Buruh Bantul itu sangat mungkin untuk menjadi kenyataan, semoga keamanahan terus melekat pada Eel. Lia; tidak ada yang salah dengan Pengusaha Cupang, cukup percaya dengan mimpi yang kamu punya. Tuhan Maha Mendengar, kamu punya keluarga yang hebat dek!. Cula; sebuah keberuntungan mengenal sosok yang selalu mengenyangkan hidup saya dengan tawa dan senyuman bahkan terkadang firman Tuhan, terimakasih Cul!.

  Romi; terimakasih atas segala pengertian seorang PU kepada Pemrednya yang rada ngeyel. Kirun; nanti kalau elo udah jadi Duta Besar jangan lupa pulang ke Indonesia bawa coklat yang banyak buat gue!, Puspa (lo lagi, lo lagi!!), terakhir untuk Bu Eka (Ibu Merdekawati, S.H.) yang sudah memberi kesempatan yang penuh petualangan dan pengalaman ini. Terimakasih atas waktu-waktu dan lelah yang sangat berharga ini.

  11. Dua sahabat gorilla penghapus kesedihan Penulis, (Samgar Kingkong KW 2 dan Samwela si Anak Tuhan yang bercita-cita jadi mafia di Las Vegas) yang pernah membawa Gebbo, Gebo dan Bumbum dalam kehidupan Penulis. Terus saling mengisi satu sama lain ya…

  12. Ka Gitra, Ka Ayu Atun, Ka Dila, Mba Inda, dan para senior yang tidak mungkin penulis sebutkan satu per satu. Terimakasih atas nasihat, pencerahan dan ilmu yang kalian bagikan. Terimakasih telah menjadi role model bagi saya. Kalian guru yang tidak pernah menggurui dalam proses pendewasaan saya.

  13. Gitacong, Ayunita, Wekiwek, Ayu Bauel, Yurista, Farah ganteng, Haripuurr dan teman-teman yang saya temui lewat KMFH. Saya belajar untuk terus berprasangka baik, belajar menggila dengan baik dari kalian. Untuk adik-adikku; Ahlul dan Chandra, terimakasih atas semangat dan keceriaan dari kalian.

  14. Buat Ira temen seperjuangan seper-DPS-an yang selalu menyemangatkan Penulis. Penulis mohon maaf gara-gara Penulis mengerjakan Buku Lustrum FH UGM, kamu jadi harus nunggu 2 bulan untuk pendadaran. Teti (kebawelan lo mengalihkan kejenuhan Penulis ketika menunggu 4 jam di depan ruang litbang), Westi, Sita makasih enggak bosen-bosennya ngingetin Penulis untuk menyelesaikan skripsi.

  15. Saudara, sahabat, guru sekaligus “penjahat” dalam kehidupan saya: Audi, Eka, Cita, Maya, Tatang, Asta, Uci, Tutut, Bowo, Ciro, Ai,

  Vermes, Beib’s, Kremz ++, Timi Tio. Hidup saya lebih berwarna dengan segala hitam-putih-merah-kuning-ungu-biru milik kalian.

  16. Bum-bum yang dengan ekspresi wajah dan cara tidur yang membuktikan bahwa Bum-bum memang bukan kucing biasa, selalu bisa membuat Penulis tertawa bahkan disaat Penulis tidak ingin tersenyum.

  Atas segala keterbatasan dan kekurangan yang masih berceceran dalam penulisan hukum ini, maka kritik membangun, saran dan masukan sangat Penulis harapkan untuk perbaikan kedepannya.

  Serta harapan yang melatarbelakangi penyusunan penulisan hukum ini, semoga penulisan hukum ini bermanfaat bagi masyarakat banyak.

  Yogyakarta, 04 April 2011 Penulis

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

  Menilik sejarah Indonesia dan menelaah dinamika penciptaan hukumnya adalah suatu rangkaian yang perlu dipahami dan dimengerti oleh bangsa Indonesia. Bahwasanya embrio hukum kolonial barat yang hidup di Nusantara sampai saat ini tidak lepas dari kepentingan pragmatis politik bangsa Eropa khususnya Belanda 1 . Dinamika penerapan hukum

  yang bersifat kolonial pun tumbuh dalam fase-fase yang bervariasi guna transplantasi kultur Eropa ke Indonesia dalam memperkuat hegemoninya ketika itu.

  Kenyataannya, kultur Indonesia yang berbeda dengan Eropa mendorong pihak Belanda untuk menyelenggarakan hukum yang berbeda- beda. Belanda menyegmentasi penduduk Indonesia menjadi tiga golongan yaitu golongan Bumi Putra, Timur Asing dan Eropa. Pembagian golongan hukum ini diatur dalam Peraturan ketatanegaraan Hindia Belanda atau Indische Staatsregeling (I.S) tahun 1927. Menurut Pasal 163 ayat (1) I.S penduduk Indonesia dibagi menjadi 3 golongan penduduk yaitu:

  1 LPM Justisia Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo, 2007, Maret 27, Dinamika Hukum Colonial. Dipetik September 26, 2010, dari Justisia: http:justisia.comjurnalriset‐redaksi“dinamika‐

  hokum‐colonial”

  1. Pertama Golongan Eropa dan mereka yang dipersamakan.

  Terdiri dari bangsa Belanda dan bukan bangsa Belanda namun masih berasal dari Eropa. Negara lain yang hukum keluarganya sama dengan hukum keluarga Belanda (Amerika, Australia, Rusia, Afrika Selatan), selanjutnya maksud yang dipersamakan di sini adalah bangsa Jepang dan Thailand. Bagi golongan ini berlaku Hukum Waris KUHPerdata atau BW

  2. Kedua Golongan Timur Asing terdiri dari:

  a. Golongan Timur Asing Tionghoa, untuk golongan ini berlaku Hukum Waris KUHPerdata atau BW

  b. Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa (orang Arab, India, Pakistan, Mesir), terkait masalah waris, golongan ini hanya diberlakukan sebagian Hukum Waris KUHPerdataBW yaitu

  Hukum Waris Testamenter berdasarkan Staatsblad 2 Tahun 1855-79

  3. Ketiga Golongan Pribumi Inlanders (Indonesia), orang-orang Indonesia asli serta keturunannya yang tidak memasuki golongan rakyat lain. Bagi golongan ini diberlakukan hukum waris adat, sedangkan untuk yang beragama Islam pewarisan dilakukan dengan hukum Islam.

  2 Staatblad adalah tempat pengundangan di zaman kolonial waktu itu, yang saat ini dikenal dengan Lembaran Negara (LN).

  Pada dasarnya, diberlakukan hukum yang berbeda-beda untuk tiap-tiap golongan ini adalah langkah yang tidak hanya untuk mengakomodisasi persoalan yang muncul dalam masyarakat, namun juga sebagai instrumen penghambat pergerakan rakyat Indonesia.

  Dalam rangka memperkuat pengaruhnya Belanda pun secara berangsur-angsur membentuk badan-badan peradilan, namun pada kenyataanya, meskipun badan-badan peradilan sudah dibentuk, tentunya tidak dapat berfungsi secara efektif, sebab hukum yang dibawa tidak sesuai dengan hukum yang hidup dan diikuti masyarakat Indonesia kebanyakan. Dalam hal ini terkait dengan kondisi golongan pribumi yang dominan memeluk dan menjalankan syariat Islam.

  Hukum Islam memang sudah tertanam kuat dalam masyarakat Indonesia. Lodewijk Willem Christiaan van den Berg (1845-1927) memperkuat pernyataan ini dengan menengahkan teori Receptio in Complexu yang di dalamnya menjelaskan bahwa hukum Islamlah yang berlakun di Indonesia, van den Berg mengusahakan agar masyarakat Indonesia bisa menyelesaikan perkara perkawinan dan pewarisan dengan menggunakan hukum Islam yang kemudian dijalankan oleh hakim-hakim

  Belanda dengan bantuan khadi Islam 3 . Dari keinginannya itu, tersusunlah

  Kompendium yang memuat hukum perkawinan dan hukum kewarisan

  3 Sajuti Thalib, 1980, Receptio a Contrario. Jakarta : Academika, hlm. 6

  Islam yang kemudian dikenal dengan Compendium Freijer 4 dan digunakan oleh lembaga-lembaga peradilan yang dibentuk oleh VOC itu sendiri 5 .

  Seiring berkembangnya waktu dan berhasilnya Indonesia memproklamasikan kemerdekaanya, penggolongan masyarakat Indonesia menjadi tiga golongan dihapus sudah. Saat ini, melalui Intruksi Presidium Kabinet Nomor. 31IVU121956, Indonesia hanya mengenal pengelompokan menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA). Hal ini semakin diperkuat dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 Jo. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006, Pasal 9 huruf f dan Pasal 23 huruf a.

  Di sisi lain dalam pelaksanaannya tetap harus diingat bahwasanya pasal II aturan peralihan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 menyatakan: “Segala badan negara dan peraturan yang ada masih berlaku, selama belum diadakannya yang baru menurut Undang-Undang ini”. Hal inilah yang menjadi pijakan masih diberlakunya hukum waris KUHPerdata bagi warga negara Indonesia keturunan Eropa dan keturunan Timur Asing Tiong Hoa dan warga negara Indonesia keturunan Timur Asing bukan Tiong Hoa (sebatas hukum waris testamenter). Oleh karenanya, sedikit dinamika perkembangan hukum ini memberi penjelasan mengapa hukum waris Indonesia hingga saat ini masih bersifat pluralistis.

  4 H. Arso Sastroatmodjo, 1975, Wasit Aulawi M.A. Dalam Hukum Perkawinan di Indonesia,

  Jakarta: Bulan Bintang, hlm. 11 dikutip dalam Ibid. 5

  dheeme18985. 2010. Kedudukan Hukum Waris Islam Dalam Tata Hukum Indonesia . Scribd. [Online] 19 April 2010. [Dikutip: 12 Desember 2010.] http:www.scribd.comdoc30171716Kedudukan‐Hukum‐Waris‐Islam‐Dalam‐Tata‐Hukum‐ Indonesia.

  Dalam pembagian warisan, masalah yang sering timbul adalah ketika adanya rasa tidak puas ahli waris atas warisan yang ia terima. Dalam mencapai rasa kepuasan atas keadilan hak waris yang seharusnya ia terima, banyak jalan dan cara yang dilakukan. Masalah kemudian timbul dari kondisi pluralistis hukum waris Indonesia dan hadirnya hak atas pilihan hukum ini, ketika orang-orang yang kemudian menjadikan pilihan hukum sebagai celah untuk mendapatkan hak waris sebesar mungkin.

  Dikarenakan adanya perbedaan pengturan akan bagian waris antara Hukum Waris Perdata Barat dan Hukum Waris Islam, menimbulkan kecendrungan dimana ahli waris perempuan lebih memilih penggunaan Hukum Waris Perdata Barat dalam pembagian waris. Di sisi lain ahli waris laki-laki lebih menginginkan pembagian waris menggunakan Hukum Waris Islam. Dari kondisi inilah yang kemudian ditemukan ekses dari sebuah hak atas pilihan hukum antara Hukum Waris Perdata Barat dan Hukum Waris Islam.

  Selanjutnya atas kondisi tersebut muncullah sebuah pemikiran- pemikiran ahli hukum guna meminimalisasi ekses tersebut. Keberadaan hak atas pilihan hukum dalam lingkup masalah waris kembali dikaji. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang dalam penjelasan angka 2 paragrap 5 dan 6 yang berbunyi:

  Bidang kewarisan adalah mengenai penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris, penentuan harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan pelaksanaan pembagian harta peninggalan tersebut, bilamana pewarisan tersebut dilakukan berdasarkan hukum Islam.

  Sehubungan dengan hal tersebut, para pihak sebelum berperkara dapat mempertimbangkan untuk memilih hukum apa yang akan dipergunakan dalam pembagian warisan.[dimiringkan oleh pengutip]

  Hal ini yang menjadi central of attention pengajian mengenai hak atas pilihan hukum dalam perkara waris yang menyangkut keislaman. Kemudian muncullah pendapat bahwa kewarisan Islam adalah bagian dari syariat Islam yang sudah seharusnya dipatuhi umat Islam, maka menurut ahli hukum yang membenarkan pendapat ini memilih untuk dihapuskannya hak pilihan atas hukum untuk perkara yang menyangkut keislaman maupun yang pihak-pihaknya beragama Islam. Maka lahirlah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 merevisi undang-undang sebelumnya yang dalam penjelasan umum paragraf 2 menyatakan:

  “…kalimat yang terdapat dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang menyatakan: "Para Pihak sebelum berperkara dapat mempertimbangkan untuk memilih hukum apa yang dipergunakan dalam pembagian warisan", dinyatakan dihapus.” [dimiringkan oleh Pengutip]

  Hal menarik yang kemudian muncul adalah ketika dalam tataran praktik pemaknaan akan perubahan ini diinterpretasikan berbeda yang menjadikan eksistensi akan hak atas pilihan hukum dalam hukum waris menjadi samar. Di samping itu, terlepas dari kondisi hukum Indonesia, dalam sebuah hadist nabi Ibnu Mas'ud r.a. berkata bahwa Nabi saw. Bersabda:

  "Pelajarilah ilmu faraid serta ajarkanlah kepada orang-orang, karena aku adalah orang yang akan direnggut (wafat), sedang ilmu itu akan diangkat dan fitnah akan tampak, sehingga dua orang yang bertengkar tentang pembagian warisan, mereka berdua tidak "Pelajarilah ilmu faraid serta ajarkanlah kepada orang-orang, karena aku adalah orang yang akan direnggut (wafat), sedang ilmu itu akan diangkat dan fitnah akan tampak, sehingga dua orang yang bertengkar tentang pembagian warisan, mereka berdua tidak

  Ha-hal di ataslah yang menjadi latar belakang dilakukannya penelitian dan penulisan hukum ini. Hukum terus berkembang seiring berkembangnya zaman dan masyarakat. Pasti di luar sana telah lahir permasalahan-permasalahan baru dengan kompleksitas yang lebih tinggi mengenai masalah waris. Sehingga dari sebuah harapan yang sederhana, untuk mempertajam pemahaman atas khasanah hukum waris perdata Indonesia, Penulis mengangkat judul Analisis Komparatif Hukum Waris Perdata Barat dan Hukum Waris Islam Dalam Sistem Hukum Indonesia sebagai sebuah judul penulisan hukum kali ini.

B. Rumusan Masalah

  Rumusan masalah yang akan menjadi bahasan dalam penilitian ini antara lain:

  1. Hal-hal apa saja yang diatur berbeda dalam Hukum Waris Perdata Barat dan Hukum Waris Islam?

  2. Adakah hak pilih bagi seseorang Warga Negara Indonesia untuk memilih Hukum Waris apa yang akan ia pakai untuk membagi harta warisannya?

C. Tujuan Penelitian

  1. Tujuan Subjektif

  Tujuan subjektif dari penulisan hukum yang mengangkat judul Analisis Komparatif Hukum Waris Perdata Barat dan Hukum Waris Islam Dalam Sistem Hukum Indonesia adalah untuk melengkapi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.

  2. Tujuan Objektif Tujuan objektif dari penyusunan penulisan hukum ini adalah:

  a. Untuk memperjelas perbedaan pengaturan permasalahan waris

  antara Hukum Waris Perdata Barat dengan Hukum Waris Islam.

  b. Untuk mengetahui kemungkinan adanya hak pilih seorang Warga

  Negara Indonesia (WNI) untuk menentukan hukum waris yang akan digunakan dalam pewarisannya.

D. Keaslian Penelitian

  Pada dasarnya telah ditemukan penulisan hukum terkait tema masalah yang peneliti angkat kali ini, namun sejauh peneliti melakukan tinjauan pustaka baik dalam tataran refrensi berupa buku, tulisan hukum, maupun data yang tersedia di internet, pembahasan akan tema ini dapat dikatakan masih dalam tahap kulit luar. Sehingga masih dibutuhkan suatu produk penulisan hukum yang mengupas lebih dalam, mengingat perkara waris tergolong masalah yang timbul dalam kehidupan masyarakat.

  Berdasarkan pencarian yang telah peneliti lakukan di perpustakaan Universitas Gadjah Mada, khususnya di perpustakaan Fakultas Hukum, peneliti menemukan penulisan hukum dengan tema yang sama. Diantaranya sebagai berikut:

  Farida Apriyani, NIM. 13869PSMK04, mahasiswa Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, dalam tesis yang berjudul, Pelaksanaan Pembagian Warisan Di Kecamatan Mlati Sleman. Masalah yang diangkat dalam penulisan tesis tersebut adalah mengenai pembagian warisan di kecamatan Mlati, Sleman serta peran notaris dalam proses pembagian warisan.

  Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan, diperoleh kesimpulan yakni: Pertama, Pelaksanaan pembagian warisan sesuai dengan hukum adat Jawa, dapat terjadi ketika pewaris masih hidup dengan cara sepikul segendongan sudah jarang dilaksanakan karena masyarakat kecamatan Mlati yaitu di desakelurahan Tirtoadi, Sedangadi dan Sinduadi lebih memilih bagian yang sama antara anak laki-laki dan anak perempuan, oleh karena itu masyarakat di kecamatan Mlati tersebut lebih memilih melakukan pembagian warisan dengan cara dum-dum kupat.

  Kedua, Masyarakat di kecamatan Mlati khususnya kelurahan Tirtoadi, Sendangadi dan Sinduadi melakukan pembagian warisan dengan jalan musyawarah, oleh karena itu pada umumnya setelah menerima harta Kedua, Masyarakat di kecamatan Mlati khususnya kelurahan Tirtoadi, Sendangadi dan Sinduadi melakukan pembagian warisan dengan jalan musyawarah, oleh karena itu pada umumnya setelah menerima harta

  

  A. Nuzul, NIM. 0609-11989PS, dalam disertasi yang berjudul,

  Pembentukan Hukum Kewarisan Nasional Berdasarkan Sistem Bilateral (Relevansi Beberapa Azas Hukum Kewarisan Menurut KUHPerdata, Menurut Hukum Islam, dan Menurut Hukum Adat) Rumusan masalah yang dikemukakan dalam disertasi tersebut antara lain:

  1. Apakah upaya pembentukan hukum kewarisan nasional berdasarkan sistem bilateral sebagaimana tertuang dalam rancangan perundang- undangan hukum kewarisan sesuai dengan kesadaran hukum masyarakat mengingat sistem kekerabatan masyarakat Indonesia serta keadaan sistem hukum kewarisannya bercorak pluralistis?

  2. Azas-azas hukum manakah dari ketiga sistem hukum kewarisan tersebut yang dapat dijadikan sebagai azas hukum dalam upaya pembentukan hukum kewarisan nasional berdasarkan sistem bilateral?

  Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan tersebut diperoleh hasil kesimpulan sebagai berikut:

  1. Baik substansi hukumnya, struktur hukumnya dan maupun pada budaya hukumnya menguatkan kedudukan pewaris dan garis kerabat ibu sama kuatnya dengan garis kerabat ayah dalam menghubungkan ahli waris dengan pewaris, dengan perkataan lain kedudukan yang sama antara bapak dan ibu sebagai pewaris terhadap anak-anak dan keturunannya, baik laki-laki maupun perempuan.

  Azas-azas hukum tersebut di atas sejalan dengan hak azasi manusia (HAM); kesetaraan gender, dan nilai-nilai demokrasi, serta tidak bertentangan dengan kepercayaan agama yang dianut masyarakat. Dari azas-azas hukum tersebut di atas melahirkan norma hukum kewarisan nasional dengan sistem bilateral secara terbuka. Dikatakan bersifat terbuka, karena dimungkinkan pengambilan dan pemberlakuan norma-norma hukum pewarisan yang bersifat satu arah (unilateral) baik dalam masyarakat patrilinela dan matrilineal. Sebagai pengecualian dari sistem pewarisan secara bilateral-individual sepanjang masih menjadi kesadaran hukum bagi penganutnya.

  2. Beberapa azas hukum kewarisan menurut KUHPerdata; hukum kewarisan Islam; dan menurut hukum kewarisan adat relevan dijadikan azas hukum dalam upaya pembentukan hukum kewarisan nasional dengan sistem bilateral melalui kodifikasi dan unifikasi secara differensiasi [diferensiasi], sebagai berikut:

  a. Azas Hubungan Darah dan Hubungan Perkawinan;

  b. Azas Penderajatan;

  c. Azas Individual;

  d. Azas Bilateral;

  e. Azas Pergantian Tempat;

  f. Azas Ijbari;

  g. Azas Keadilan Berimbang;

  h. Azas Ketuhanan dan Pengendalian Diri; h. Azas Ketuhanan dan Pengendalian Diri;

  Dari hasil penguraian kesimpulan atas dua penulisan hukum di atas didapatkan objek kajian yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Begitupun dengan penulisan hukum kali ini yang lebih pada kajian perbandingan normatif antara Hukum Waris Perdata Barat dan Hukum Waris Islam serta eksistensi Hak Atas Pilihan Hukum dalam perkara waris.

  Demikian penelitian ini dapat dianggap asli dan layak untuk diteliti yang dpat dilihat secara utuh sebagai suatu buah pemikiran yang asli.

E. Kegunaan Penelitian

  1. Dalam sisi kegunaan akademis, penulisan hukum dengan tema kewarisan ini diharapkan dapat memberi kontribusi untuk mempertajam pemahaman akan pelaksanaan hukum waris dalam sistem hukum perdata Indonesia yang masih bersifat pluralistis, khususnya Hukum Waris Perdata BaratBW dan Hukum Waris Islam

  2. Dalam tataran praktis, penulisan hukum ini diharapkan dapat memberikan tuntunan mengenai cara pelaksanaan pembagian harta warisan baik pembagian waris dengan menggunakan Hukum Waris Perdata Barat maupun Hukum Waris Islam.

F. Metodelogi Penelitian

  Menurut Soerjono Soekanto, metode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan suatu masalah, sedangkan penelitian adalah pemeriksaan secara hati-hati, tekun dan tuntas terhadap suatu gejala untuk menambah pengetahuan manusia, maka metode penelitian dapat diartikan sebagai proses, prinsip-prinsip dan tata cara untuk memecahkan masalah

  yang dihadapi dalam melakukan penelitian 6 .

  Menurut Sutrisno Hadi, penelitian atau research adalah usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, usaha mana dilakukan dengan menggunakan metode-metode

  ilmiah 7 , sedangkan menurut Maria S.W. Sumardjono, penelitian merupakan proses penemuan kebenaran yang dijabarkan dalam bentuk

  kegiatan yang sistematis dan berencana dengan dilandasi oleh metode

  ilmiah 8 .

  1. Jenis Penelitian

  Terkait dengan tema serta masalah yang penulis angkat dalam penulisan hukum kali ini, maka metode pendekatan yang digunakan bersifat yuridis normatif. Pendekatan normatif dilakukan dengan mengumpulkan bahan hukum baik primer, sekunder maupun tersier dalam rangka mendapatkan jawaban serta penyelesaian atas masalah- masalah (isu hukum) yang telah dirumuskan.

  6 Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum Jakarta, Jakarta : UI Press, hlm. 6 7 Sutrisno Hadi, 2000, Metodologi Research Jilid I, Yogyakarta : ANDI, hlm. 4 8 Maria Sumardjono S.W. 1997, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian. Sebuah Panduan

  Dasar. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, hlm. 42

  Dalam penelitian yang bersifat yuridis normatif dapat digunakan empat model penyelesaian masalah yang antara lain: pendekatan peraturan perundang-undangan (statutory approach), pendekatan konsepsual (conceptual approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan historis (historical approach). Dalam upaya mencapai tujuan dari penelitian ini pelaksanaan penelitian lebih ditekankan pada sumber bahan sekunder, baik berupa peraturan perundang-undangan maupun teori-teori ilmu hukum.

  2. Jenis Data Dalam penelitian kali ini digunakan dua jenis data; data primer dan data skunder. Data primer adalah data yang didapatkan langsung dari masyarakat, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh darberbagai macam literature.

  a. Data Primer

  Data Primer Penulis peroleh dengan melakukan wawancara. Dalam pengertiannya, wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi dengan bertanya langsung pada yang diwawancarai. Wawancara merupakan suatu interaksi dan komunikasi 9 . Pelaksanaan penelitian yang berupa wawancara ini

  menggunakan alat berupa daftar pertanyaan yang merupakan bentuk konkret dari panduan wawancara. Selanjutnya untuk

  9 Syamsudin.Op.Cit. hlm.108 9 Syamsudin.Op.Cit. hlm.108

  Dalam penelitian kali ini, peneliti mengambil subjek narasumber dengan nama sebagai berikut:

  a. Aviantara (Hakim Ketua Pengadilan Negeri Pasuruan)

  b. Imam Suudi (Hakim Ketua Pengadilan Negeri Kupang)

  c. Siti Farida (Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara)

  d. Sohe (Hakim Pengadilan Negeri Purwokerto)

  e. Sumino (Hakim Ketua Pengadilan Negeri Berau) Selain narasumber di atas, informasi juga diperoleh dari beberapa Badan Peradilan Agama seperti di bawah ini:

  a. Mahkamah Syariah Nangroe Aceh Darusalam

  b. Pengadilan Tinggi Agama Palembang

  c. Pengadilan Tinggi Agama Samarinda

  d. Pengadilan Tinggi Agama Gorontalo

  b. Data Sekunder

  Data sekunder diperoleh melalui penelitian kepustakaan (Library Research). Penelitian kepustakaan dilakukan oleh penulis dengan cara membaca dan meneliti buku-buku maupun literatur yang berhubungan dengan topik permasalahan, yang kemudian dianalisis untuk memperoleh data sekunder.

  Kepustakaan dalam penelitian hukum bertujuan untuk menemukan bahan-bahan hukum baik yang bersifat primer maupun sekunder 10

  1) Bahan hukum primer Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mengikat, terdiri dari:

  a) Kitab Undang-undang Hukum Perdata

  b) Kompilasi Hukum Islam

  c) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

  d) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

  e) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Jo. Undang- undang Nomor 4 Tahun 2006 Tentang Kekuasaan Kehakiman

  f) Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 Jo. Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2006 Jo. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama

  g) Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1990 Tentang Pelaksanaan Undang- undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama

  10 M. Syamsudin, 2007, Operasionalisasi Penelitian Hukum, Yogyakarta: PT Rajagrafindo Persada, hlm. 102

  2) Bahan hukum sekunder

  Bahan hukum sekunder adalah bahan kajian yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, terdiri dari buku-buku, jurnal dan makalah maupun hasil penelitian hukum dalam bentuk apapun yang relevan dengan materi penulisan.

  3) Bahan hukum tersier

  Bahan hukum tersier adalah bahan kajian yang

  memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder. Dalam hal ini yang penulis gunakan sebagai hukum tersier adalah Kamus Hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia

  Banyak hasil penelitian kualitatif diragukan

  kebenarannya karena beberapa hal, salah satunya dikarenakan alat penelitian yang diandalkan berupa wawancara dan observasi mengandung banyak kelemahan ketika dilakukan secara terbuka dan apalagi tanpa kontrol,serta sumber data kualitatif yang

  kurang credible akan mempengaruhi hasil akurasi penelitian 11 .

  Oleh karena itu, Penulis melakukan beberapa langkah yaitu dengan mengadakan member check yaitu dengan menguji

  11 Iyan Afriani, 2009, Metode Penelitian Kualitatif. [Online] Lembaga Penelitian Mahasiswa Penalaran, 01 17, 2009. [dikutip: 01 01, 2011] http:www.penalaran‐unm‐orgindek.phpartikel‐

  nalarpenelitian116‐metode‐penelitian‐kualitatif.html.

  kemungkinan dugaan-dugaan yang berbeda dan mengembangkan pengujian-pengujian untuk mengecek analisis, dengan mengaplikasikannya pada data, serta dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang data. Selanjutnya dilakukan proses triangulasi atau pemeriksaan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan pengecekan. Tringulasi penulis lakukan untuk menyelaraskan makna dari kata “sengketa” yang terdapat dalam Pasal 50 Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009, hal ini penting karena pemaknaan pasal ini berkaitan erat dengan objek penelitian hukum kali ini.

  3. Jalannya Penelitian

  a. Tahap persiapan

  Merumuskan permasalahan yang ada dan menyiapkan rancangan penelitian.

  b. Tahap pelaksanaan

  Diawali dengan penelitian kepustakaan untuk mendapatkan kerangka berpikir mengenai masalah yang terkait dengan judul yang diangkat, serta mendapatkan gambaran maupun kondisi pengaturan mengenai hukum waris Indonesia. Atas data sekunder tersebut, Penulis mencoba untuk mengklarifikasi data dengan mengirimkan hasil data Diawali dengan penelitian kepustakaan untuk mendapatkan kerangka berpikir mengenai masalah yang terkait dengan judul yang diangkat, serta mendapatkan gambaran maupun kondisi pengaturan mengenai hukum waris Indonesia. Atas data sekunder tersebut, Penulis mencoba untuk mengklarifikasi data dengan mengirimkan hasil data

  Adapun kesulitan yang dialami dalam melakukan penelitian khususnya dalam proses wawancara adalah di mana hari Penulis melakukan wawancara bertepatan dengan dilaksanakannya rapat kordinasi seluruh hakim tinggi dengan pemerintah daerah setempat, sehingga waktu Penulis sangat terbatas. Pada akhirnya Penulis mencoba untuk bertemu dengan panitera dan mencoba untuk meminta data pelaksanaan perkara waris yang diterima dalam rentang waktu 5(lima) tahun.

  Selanjutnya, atas kondisi kurangnya informasi yang didapatkan, Penulis mencoba untuk mencari narasumber baru dan melakukan wawancara via telepon maupun email. Selain itu, penelitian sempat terkendala karena bencana Meletusnya Gunung Merapi Yogyakarta.

  c. Tahap penyelesaian

  Penyusunan dan penyelarasan serta menganalisis data yang terkumpul. Kemudian menemukan korelasi masalah serta menemukan solusi atas masalah tersebut

  4. Teknik Analisis Data

  Berdasarkan pemaparan di atas, penelitian ini akan menggunakan teknik analisa:

  a) Analisis Kualitatif

  Di mana data yang diperoleh dari hasil penelitian akan terlebih dahulu dipilih bedasarkan mutu dan kualitas. Data yang mempunyai kaitan dengan permasalahan yang diangkat dalam penulisan hukum inilah yang akhirnya akan dibahas.

  b) Analisis Deskriptif

  Data yang diperoleh akan dicari hubungan kausulnya dengan teori yang didapat dari studi pustaka untuk kemudian disimpulkan sehingga akan didapat gambaran yang jelas mengenai permasalahan yang diangkat. Pada akhirnya hasil pengumpulan data akan dipaparkan secara naratif deskriptif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pewarisan

1. Pewarisan Menurut Hukum Perdata Barat

a. Pengertian Pewarisan

  Terminologi pewarisan diartikan sebagai perbuatan meneruskan harta kekayaan yang akan ditinggalkan pewaris atau

  perbuatan melakukan pembagian kepada para ahliwarisnya. 1 Pada dasarnya pewarisan adalah proses peralihan harta kekayaan yang

  ditinggalkan oleh seseorang yang telah meninggal dunia kepada orang lain yang masih hidup. Dapat dikatakan juga bahwa pewarisan adalah proses pengalihan hak milik yang disebabkan oleh kematian. Proses pewarisan dikatakan benar-benar terjadi ketika memenuhi seluruh unsur-unsur pewarisan.

b. Unsur-unsur Pewarisan

1) Pewaris

  Pewaris adalah orang yang karena kematiannya meninggalkan harta untuk diteruskan atau dioperkan kepada ahli warisnya, atau yang meninggalkan harta untuk diwariskan kepada ahli warisnya.

  1 Citra Umbara, 2008, KAMUS HUKUM, Bandung: Citra Umbara, hlm. 392

2) Ahli Waris

  Ahli waris dalam konteks Hukum Waris Perdata Barat hadir karena hubungan perkawinan, hubungan darah maupun penunjukan dengan wasiat. Ahli waris karena hubungan darah pun terbagi lagi menjadi dua yaitu hubungan darah yang sah dan hubungan darah yang tidak sah. Adapun syarat untuk menjadi ahli waris antara lain:

  a) Mempunyai hak atas harta peninggalan pewaris, dimana hak tersebut ia dapatkan atau timbul karena adanya

  hubungan darah ataupun perkawinan 2 maupun penunjukan melalui testamen;

  b) Ahli waris harus sudah ada saat pewarisan dilakukan 3 ;

  c) Tidak menolak warisan dan tidak dinyatakan sebagai orang yang tidak cakap untuk menerima warisan tersebut.

3) Harta Warisan

  Pengertian harta warisan dapat ditemukan dalam penjabaran Pasal 833 KUHPerdata dan 10 KUHPerdata yang menerangkan apa saja yang beralih dalam pewarisan.

  Pasal 833 menyatakan: Sekalian ahli waris dengan sendirinya karena hukum memperoleh hak milik atas segala barang, segala hak dan segala piutang sang meninggal.

  2 Kitab Undang‐undnag Hukum Perdata Pasal 832 kalimat pertama 3 Tetap memperhatikan Pasal 2 KUHPerdata: Anak yang ada dalam kandungan seorang

  perempuan dianggap telah lahir, setiap kali kepentingan si anak menghendakinya

  Pasal 10 KUHPerdata menyatakan: Para waris yang telah menerima suatu warisan diwajibkan dalam hal pembayaran hutang, hibah wasiat dan lain-lain beban, memikul bagian yang seimbang dengan apa yang diterima masing-masing dari warisan.

  Dari kedua pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa yang disebut dengan harta warisan mencakup aktiva maupun pasiva Pewaris.

c. Hukum Waris

  Pewarisan timbul dari akibat peristiwa hukum yaitu kematian, namun dalam pewarisan, yang menjadi perhatian pokok bukanlah kematian itu sendiri melainkan pengaturan tentang pembagian harta benda peninggalan si mati atau pewaris. Artinya, dalam hukum waris akan diatur tentang siapa yang berhak atas harta kekayaan yang ditinggalkan oleh almarhum maupun yang wajib menanggung dan membereskan hutang-hutang almarhum. Maka dengan demikian jelaslah bahwa hukum waris itu di satu sisi

  berakar pada keluarga 4 dan di sisi lain berakar pada harta

  kekayaan 5 . Beberapa ahli hukum merumuskan pengertian hukum waris seperti di bawah ini:

  1) A. Pitlo 6 Kumpulan peraturan yang mengatur hukum mengenai harta

  kekayaan, karena wafatnya seseorang, yaitu mengenai pemindahan kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati dan akibatnya, dari pemindahan ini bagi orang-orang yang

  Dalam ranah antropologi, hukum kewarisan itu adalah kelanjutan dari hukum perkawinan, danhukum perkawinan tidak boleh berbeda dengan hukum kewarisan.

  5 M. Abdulkadir, 2000, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, hlm.267

  6 A. Pitlo, 1979, Hukum Waris menurut Kitab Undang‐undang Hukum Perdata. (M. I. Arief,

  Penerj.) Jakarta: Intermasa, hlm. 1 Penerj.) Jakarta: Intermasa, hlm. 1

  2) Soebekti dan Tjitrosudibio 7 Hukum yang mengatur tentang apa yang harus terjadi

  dengan harta kekayaan seseorang yang meninggal dunia.

  3) Wirjono Prodjodikoro 8 Hukum Waris adalah hukum yang mengatur hak dan

  kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup.

  Mengingat hukum waris dalam konsepsi BWKUHPerdata terhimpun dalam bagian hukum harta kekayaan kebendaan, maka kekayaan yang dimaksud dalam rumusan Pittlo maupun Soebekti dan Tjitrosudibio di atas adalah sejumlah harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal dunia berupa kumpulan aktiva dan pasiva dalam tataran hukum publik. Sedangkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang beralih pada ahli waris yang dimaksud dalam definisi Wirjono adalah hak dan kewajiban yang sepanjang termasuk dalam lapangan hukum harta kekayaan atau hanya hak dan kewajiban yang dapat dinilai

  7 Soebekti dan Tjitrosudibio, Kamus Hukum, hlm. 25 dalam Mulyadi, Hukum Waris Tanpa Wasiat, 2008, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang, hlm.2

  8 Ibid.

  dengan uang. Hak dan kewajiban yang timbul dari hubungan kesusilaan dan kesopanan tidak dapat diwariskan 9 .

  Dalam KUHPerdata sendiri hukum mengenai waris diatur dalam Buku II title XII sampai dengan XVI. Diletakan di Buku II yang mengatur tentang hukum benda dikarenakan hukum waris itu mengatur tentang hak waris yang mana adalah hak kebendaan. Selain itu, dikatakan bahwa hukum waris memenuhi unsur hukum kebendaan karena hukum waris mengatur mengenai cara peralihan hak milik harta dari pewaris kepada ahli warisnya. Pasal 584 KUHPerdata pada intinya menyebutkan bahwa salah satu

  cara memperoleh hak milik adalah melalui pewarisan 10 .

  Ali Affandi menyatakan bahwa hukum waris memiliki dua unsur yakni: unsur hukum harta kekayaan (hukum benda) dan unsur dari hukum keluarga 11 . Keberadaan

  hukum waris tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan hukum keluarga. Kedua sistem hukum ini layaknya dua sisi mata uang yang tidak bisa dilepaskan satu sama lain. Oleh sebab itu kedua hukum ini memiliki karakter, gaya dan azas

  Darusnal, Chandra. Hukum Waris Perdata. Insight. 2009. (accessed 03 02, 2011).

  10 A Nuzul, 2009, Pembentukan Hukum Kewarisan Nasional Berdasarkan Sistem Bilateral (Relevansi Beberapa Azas Hukum Kewarisan Menurut KUHPerdata, Menururt Hukum Islam,

  Menurut Hukum Adat). Disertasi, Faklutas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm. 66

  11 Dalam hukum waris mengatur mengenai kedudukan ahli waris dalam keluarga 11 Dalam hukum waris mengatur mengenai kedudukan ahli waris dalam keluarga

  Hukum waris adalah satu bagian dari sistem hukum barat yang terdapat pada KUHPerdata atau Burgerlijk Wetboek (BW). Indonesia yang merupakan bekas jajahan Belanda memberlakukan KUHPerdata sebagai sumber

  hukum atas dasar azas concordantie 13 . KUHPerdata oleh pemerintah Belanda dinyatakan berlaku di Indonesia

  (Hindia Belanda saat itu) sejak 1 Mei 1848 sesuai pengumuman tanggal 30 April 1848 yang dimuat dalam staatsblad (S) Nomor 23 14 . Dari sini dapat dipahami bahwa

  hukum waris yang diatur dalam KUHPerdata adalah hukum peninggalan Belanda yang memiliki dasar pijakan pemberlakuan seperti berikut:

  a) Pasal 131 IS (Indische Staatsregeling) 15

  Pada awalnya pemberlakuan hukum waris menurut BW diperuntukan untuk golongan Eropa yang bertempat tinggal di Indonesia melalui azas konkordansi

  Ali Affandi, 1986, Hukum Waris, Hukum Keluarga Dan Pembuktian, Jakarta: Bina Aksara 13 Cocordantie Beginbsel adalah azas di mana negara jajahan harus menerapkan hukum

  sesuai dengan apa yang diterapkan di negaranya (Belanda).

  14 Safioedin, 1990, Beberapa Hal Tentang Burgelijk Wetboek, Bandung: Asis, hlm. 5 15 Tiap‐tiap golongan berlaku hukumnya masing‐masing. Masing‐masing golongan punya

  staatsbladnya yaitu:

  a. Staatsblad No. 1849‐25, untuk golongan Eropa, b. Staatsblad No. 1917‐130, untuk golongan Timur Asing Tionghoa, c. Staatsblad No. 1920‐751, untuk golongan Indonesia beragama Islam, d. Staatsblad No. 133‐75, untuk golongan Indonesia beragama Kristen.

  (concordantie Beginbsel), yang dinyatakan dalam ketentuan pada Pasal 131 IS (Indische Staatsregeling) Ayat (2) huruf

  a: Terhadap orang Eropa diberlakukan hukum Perdata asalnya. 16

  b) Pasal I Aturan Peralihan UUD Tahun 1945

  Dalam ketentuan Pasal 1 Aturan Peralihan UUD Tahun 1945 menegaskan bahwa: “Segala Peraturan Perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.” Sebelum UUD Tahun 1945 diamandemen, ketentuan yang sama diatur secara bersama-sama dengan badan Negara berdasarkan pada Pasal 2 Aturan Peralihan yang bunyi ketentuan sebagai berikut:

  Segala Badan Negara dan Peraturan yang ada masih berlaku, selama belum diadakannya yang baru menurut Undang-undang dasar ini.

  dengan demikian pasal-pasal dalam Aturan Peralihan inilah yang menjadi pijakan masih diberlakukannya KUHPerdata (dalam bidang-bidang hukum tertentu) selama belum ada peraturan baru yang mencabutnya

  16 Safioedin, Op. Cit, hlm. 3 16 Safioedin, Op. Cit, hlm. 3

1) Azas Kematian

  Azas ini mengandung sebuah pengertian bahwa pewarisan hanya akan dapat berlangsung ketika terjadinya

  kematian si pewaris 17 , dengan demikian berarti, harta warisan baru terbuka (jatuh meluang) kalau pewaris meninggal dunia.

  Azas kematian dapat ditemukan dalam Pasal 830 Ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan: “pewarisan hanya berlangsung karena kematian”.

2) Azas Hubungan Darah dan Perkawinan

  Pada ahli waris ab intestato atau berdasarkan undang- undang, mengatur tentang orang yang mewaris berdasarkan hubungan darah, baik yang timbul sebagai akibat suatu perkawinan yang sah maupun yang timbul sebagai suatu akibat hubungan di luar perkawinan dengan pengakuan anak secara sah. Selain hubungan darah orang dapat mewaris berdasarkan hubungan perkawinan. Jadi hak atas harta peninggalan pewaris terjadi karena adanya hubungan darah dan perkawinan.

3) Azas Penderajatan Het naaste in het bloed ertf het goed

  Azas ini memiliki makna yang artinya keluarga yang lebih dekat dengan pewarislah yang mewaris. Dengan kata lain,

  17 Satrio, 1992, Hukum Waris, Bandung: Alumni, hlm. 19 17 Satrio, 1992, Hukum Waris, Bandung: Alumni, hlm. 19

4) Azas Pergantian Tempat

  Azas pergantian tempat dikenal juga dengan sebutan azas plaatsvervulling menunjuk kepada pemikiran dasar bahwa seseorang bertindak sebagai pengganti dalam derajat dan dalam segala hak orang yang diganti. Lembaga hukum waris penggantian tempat hadir untuk memberi perlindungan hukum kepada keturunan sah dari ahli waris yang telah meninggal lebih dulu, dengan cara menyerahkan hak ahli waris yang telah meninggal dunia kepada keturunan yang sah.

  Penerimaan harta warisan oleh keturunan yang sah dari ahli waris yang telah meninggal tersebut bukan dalam kedudukan sebagai ahli waris melainkan sebagai pengganti dari ahli waris yang telah meninggal tersebut. Kedudukan sebagai ahli waris tetap pada si yang meninggal, sedangkan keturunan

  sah berkedudukan sebagai ahli waris pengganti 19 .Azas ini dapat ditemukan dalam Pasal 841, 842, 844 dan 845 KUHPerdata.

  Dalam pasal-pasal tersebut secara garis besar dapat disimpulkan bahwa pergantian tempat yang mengacu pada KUHPerdata hanya dapat terjadi dalam garis lurus ke bawah.

  18 Pasal 832 Kitab Undang‐undnag Hukum Perdata

  19 A. Amanat, 2003, Membagi Warisan Berdasarkan Pasal‐pasal Hukum Perdata BW. Jakarta:

  Rajawali Pers, hlm.61

5) Azas Segala Hak dan Kewajiban Beralih Kepada Ahli Waris

  Mengutip adigium Perancis yang berbunyi, “Le mort saisine le vif”, yang berarti “seseorang yang meninggal digantikan kedudukannya oleh yang masih hidup dalam hal

  kepemilikan hartanya berupa hak dan kewajiban” 20 . Azas hukum ini dapat ditemui dalam Pasal 833 Ayat (1), dan Pasal

  10 KUHPerdata. Bahwasanya harta warisan yang beralih tidak hanya dalam bentuk aktiva, namun juga pasiva.

  Dalam penjabaran Pasal 833 juga akan dikenal hak seisine atau hak yang demi hukum ahli waris memperoleh kakayaan pewaris tanpa harus ada penuntutan. Implikasi dari Pasal 833 tadi, dalam Pasal 834 menjelaskan mengenai hak Hereditatis Petitio atau Hak untuk mengajukan gugatan kepada:

  a) Sesama ahli waris;

  b) Orang yang tanpa hak menguasai benda-benda warisan;

  c) Pihak-pihak yang secara licik menyebabkan hilangnya kekuasaan ahli waris terhadap benda- benda yang sebenarnya merupakan bagian dari harta peninggalan.

  20 A. Pitlo, Op. Cit, hlm. 18

  Terkait hal diatas, ada beberapa kondisi di mana hak Hereditatis Petitio tidak dapat diajukan, antara lain terhadap kurator (pengumpul harta) dan holder (pemegang hak waris).

6) Azas Individual Bilateral

  Pewarisan bersifat individual dimaknai dengan kondisi apabila warisan jatuh luang maka segera dapat dituntut pembagiannya untuk dimiliki perindividu tanpa melihat apakah warisan itu masih dibutuhkan secara utuh.

  Pewarisan bersifat bilateral yaitu ahli waris dapat mewaris baik dari garis ayah maupun garis ibu. Dalam KUHPerdata, azas ini tercermin dalam Pasal 852 KUHPerdata yang menyatakan: “Menurut undang-undang yang berhak untuk menjadi ahli waris ialah para keluarga sedarah, baik sah, maupun luar kawin dan suami istri yang hidup terlama.”

7) Azas Tidak Membedakan Anak Dari Asal Kelahiran dan Jenis Kelamin

  Di dalam hukum waris menurut KUHPerdata, jenis kelamin tidak menjadi faktor yang mempengaruhi bagian ahli waris terhadap harta warisan. Laki-laki maupun perempuan mempunyai bagian yang sama. Hal ini dapat dilihat dari Pasal 852 ayat (1) : “… dengan tiada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dan tiada perbedaan berdasarkan kelahiran terlebih dahulu.” Di dalam hukum waris menurut KUHPerdata, jenis kelamin tidak menjadi faktor yang mempengaruhi bagian ahli waris terhadap harta warisan. Laki-laki maupun perempuan mempunyai bagian yang sama. Hal ini dapat dilihat dari Pasal 852 ayat (1) : “… dengan tiada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dan tiada perbedaan berdasarkan kelahiran terlebih dahulu.”

  Apabila dihubungkan dengan sistem keturunan, maka KUHPerdata menganut sistem keturunan bilateral, dimana setiap orang itu menghubungkan dirinya ke dalam keturunan ibu ataupun ayah. Sedangkan untuk sistem waris KUHPerdata menganut sistem Individual. Sistem hukum waris KUHPerdata yang bersifat bilateral-individual ini dapat ditemukan dalam Pasal 852 KUHPerdata:

  Anak-anak atau sekalian keturunan mereka, biar dilahirkan lain-lain perkawinan sekalipun, mewaris dari ke dua orang tua, kakek, nenek, atau semua keluarga sedarah mereka selanjutnya dalam garis lurus ke atas. Dengan tiada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dan tiada perbedaan berdasarkan kelahiran lebih dulu. Mereka mewaris kepala demi kepala, jika dengan si meninggal mereka bertalian keluarga dalam derajat kesatu dan masing-masing mempunyai hak karena diri sendiri, mereka mewaris pancang demi pancang, jika sekalian mereka atau sekedar sebagian mereka bertindak sebagai pengganti.

Dokumen yang terkait

ANALISIS OVEREDUCATION TERHADAP PENGHASILAN TENAGA KERJA DI INDONESIA BERDASARKAN SURVEI ANGKATAN KERJA NASIONAL 2007

6 234 19

EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K) TERHADAP SIKAP MASYARAKAT DALAM PENANGANAN KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS (Studi Di Wilayah RT 05 RW 04 Kelurahan Sukun Kota Malang)

45 393 31

PENGEMBANGAN TARI SEMUT BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DI SD MUHAMMADIYAH 8 DAU MALANG

57 502 20

STRATEGI PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN MALANG KOTA LAYAK ANAK (MAKOLA) MELALUI PENYEDIAAN FASILITAS PENDIDIKAN

73 431 39

ANALISIS VALIDITAS BUTIR SOAL UJI PRESTASI BIDANG STUDI EKONOMI SMA TAHUN AJARAN 2011/2012 DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN JEMBE

1 50 16

ANTARA IDEALISME DAN KENYATAAN: KEBIJAKAN PENDIDIKAN TIONGHOA PERANAKAN DI SURABAYA PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG TAHUN 1942-1945 Between Idealism and Reality: Education Policy of Chinese in Surabaya in the Japanese Era at 1942-1945)

1 29 9

JAWABAN PREDIKSI UJIAN NASIONAL SMP 1

3 135 8

PENGARUH HASIL BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN TERHADAP TINGKAT APLIKASI NILAI KARAKTER SISWA KELAS XI DALAM LINGKUNGAN SEKOLAH DI SMA NEGERI 1 SEPUTIH BANYAK KABUPATEN LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013

23 233 82

JUDUL INDONESIA: IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA METRO\ JUDUL INGGRIS: IMPLEMENTATION OF INCLUSIVE EDUCATION IN METRO CITY

1 56 92

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TINGGI TANJUNG KARANG PERKARA NO. 03/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI DANA SERTIFIKASI PENDIDIKAN

6 67 59