Bentuk Perlindungan Hukum Secara Preventif.

3.1. Bentuk Perlindungan Hukum Secara Preventif.

  Perlindungan hukum terhadap kepentingan Bank Garansi menjadi penting untuk diperhatikan apabila pihak yang dijamin (applicant) yaitu kontraktor pada pelaksanaan pekerjaannya melakukan wanprestasi atau cidera janji, berdasarkan perjanjian penjaminan yang dipersyaratkan sebelumnya pemilik pekerjaan (beneficiary) berhak untuk mencairkan jaminan pelaksanaan tersebut. Sebagaimana disampaikan sebelumnya tujuan jaminan pelaksanaan selain untuk memberikan keamanaan kepada pemilik pekerjaan sehingga apabila kontraktor wanprestasi, maka kewajibannya akan ditutupi oleh penjamin bank penerbit bank garansi. Pemilik pekerjaan berharap bahwa kontraktor benar - benar akan melaksanakan pekerjaan yang diberikan.

  Khususnya pada penerbitan jaminan pelaksanaan berupa bank garansi, dimana diperlukan penilaian terhadap jaminankontra jaminan. Kontraktor akan berusaha sekuat tenaga untuk menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan ketentuan pada perjanjian untuk menghindari kerugian atas modal yang telah ditanam dalam proyek dan agunan yang telah diserahkan kepada bank.

  Langkah preventif dalam penyelesaian pengklaiman jaminan yang terjadi setelah adanya sengketa dapat berupa tindakan pencegahan sebelum bank garansi diserahkan kepada pihak penerima jaminan (beneficiary), hal ini dilakukan agar penjamin sebagai bank penerbit bank garansi dapat Langkah preventif dalam penyelesaian pengklaiman jaminan yang terjadi setelah adanya sengketa dapat berupa tindakan pencegahan sebelum bank garansi diserahkan kepada pihak penerima jaminan (beneficiary), hal ini dilakukan agar penjamin sebagai bank penerbit bank garansi dapat

  Perlindungan preventif ini dibagi menjadi 2 (dua), tentang pencegahan yang digunakan bank sebelum menerbitkan bank garansi, yang pertama adalah tentang penerapan prinsip 5C dalam penerbitan bank garansi kepada pihak yang dijamin (applicant) dan yang kedua adalah penahanan kontra garansi dalam perjanjian bank garansi (counter guarantee).

3.1.1. Penerapan Prinsip 5C Dalam Penerbitan Bank Garansi.

  Mengingat bahwa setiap pemberian bank garansi dapat menimbulkan kewajiban yang mengandung resiko, maka sesuai dengan Pasal 6 Surat Keputusan Direksi BI No.2388KEPDIR tanggal 18 Maret 1991,

  “Bank dalam memberikan garansi harus mengadakan penilaian atas bonafiditas dan reputasi pihak yang dijamin.”

  Sebelum bank garansi diberikan kepada pihak konraktor, bank harus terlebih dahulu melakukan penelitian dan penelaahan yang pada hakekatnya sama dengan penelaahan yang dilakukan dalam pemberian kredit. Bagi pihak pemilik tender (beneficiary), tindakan kehati-hatian yang dilakukan oleh Bank dapat menguntungkan karena jaminan yang diberikan bank menandakan bahwa kontraktor yang ditunjuk tersebut cukup bonafid untuk melaksanakan pekerjaan yang akan diserahkan oleh pemilik pekerjaan selaku (beneficiary).

  Dalah hukum perbankan dikenal prinsip 5C yang merupakan salah satu dari prinsip kehati-hatian bank dalam pemberian kredit dan Dalah hukum perbankan dikenal prinsip 5C yang merupakan salah satu dari prinsip kehati-hatian bank dalam pemberian kredit dan

  Prinsip kehati-hatian (Prudential Principle), adalah suatu prinsip yang menegaskan bahwa bank dalam menjalankan kegiatan usaha baik dalam penghimpunan terutama daam penyaluran dana kepada masyarakat harus sangat berhati-hati. Tujuan dilakukan prinsip kehati- hatian ini agar bank selalu dalam keadaan sehat menjalankan usahanya dengan baik dan mematuhi ketentuan-ketentuan dan norma-norma hukum yang berlaku di dunia perbankan. Prinsip kehati-hatian tertera

  dalam Pasal 2 dan Pasal 29 ayat (2) UU No. 10 tahun 1998. 125

  Adapun yang disebut dengan prinsip 5C, yang berkaitan dengan pelaksanaan penerbitan bank garansi, yaitu:

  a) Character (Kepribadian). Yang dianalisa apakah debitur merupakan pihak yang jujur, melaksanakan seluruh kewajibannya, memiliki integritas tinggi dan lain sebagainya. Hal ini merupakan suatu hal pokok yang harus dimiliki oleh debitur. Hal ini berkaitan dengan sifat dan karakter nasabah. Untuk memperoleh informasi mengenai karakter nasabah pemohon ini, pihak marketing melakukan dengan cara mencari informasi antara lain melalui:

  1. Daftar riwayat hidup pemohon.

  2. Bank lain dimana pemohon pernah mengajukan permohonan jaminan pelaksanaan maupun jaminan yang lain.

  3. Nasabah bank yang memiliki bidang usaha yang sama dengan pemohon.

  4. Asosiasi dari perusahaan sejenis.

  125 Neni Sri Imaniyati, Loc.cit., 125 Neni Sri Imaniyati, Loc.cit.,

  1. Kemampuan pembayaran sangat tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhi volume penjualan, harga jual, biaya dan pengeluaran. Hal ini bertumpu pada kualitas produk dan layanan, efektifitas tenaga kerja, harga dan tersedianya bahan baku serta kualitas manajemen.

  2. Kemampuan membayar merupakan pendapatan dari hasil usaha, maka bank harus yakin bahwa nasabah mampu memenuhi kewajiban finansialnya.

  3. Integritas nasabah pemohon harus memuaskan dan dapat dibuktikan serta tidak ada perbedaan dari hasil bank black list checking Bank Indonesia dan juga pengalaman masa lalu yang bersangkutan.

  4. Nasabah pemohon harus memiliki rekening di Bank Penerbit Bank Garansi bersangkutan (giro, tabungan, atau deposito minimal enam bulan terakhir).

  c) Capital (Modal). Bank akan meneliti apakah kontraktor (applicant) memiliki cukup modal untuk membiayai pekerjaan yang diserahkan oleh Bank

  Penerbit. Modal yang dimiliki pemohon atau debitur untuk menjalankan dan memelihara kelangsungan usahanya. Besarnya modal sendiri ini menunjukkan tingkat resiko yang dipikul oleh debitur dalam pembiayaan suatu proyek. Hal tersebut dapat dilihat dari akte pendirian, neraca dan laporan laba rugi perusahaan pada waktu lampau dan analisa keadaan untuk waktu yang akan datang.

  d) Condition of Economy (Kondisi Ekonomi). Pada pemerikasanaan condition of economy akan diperiksa apakah dengan pemberian garansi ini akan memberikan dampak postif kepada prospek bisnis debitur, karena beberapa usaha erat kaitannya dengan kondisi ekonomi. Berkaitan dengan analisa terhadap kontrak antara pihak kontraktor (applicant) dengan pemilik pekerjaan (beneficiary) hal - hal yang dianalisa antara lain adalah :

  1. Kontrak tersebut tidak melanggar ketentuan pengadaan barang dan jasa pemerintah.

  2. Melihat cara kerja dari pelaksanaan proyek tersebut.

  3. Melihat tingkat resiko yang dimiliki dari pelaksanaan proyek tersebut.

  e) Collateral (Agunan). Collateral adalah agunan yang mungkin dapat disita, dicairkan dan dikuasai oleh bank dalam hal debitur tersebut wanprestasi kepada kreditur dan terdapat pencairan jaminan pelaksanaan. Apabila agunan berupa setoran tunai, maka uang tersebut akan digunakan

  untuk membayar ganti rugi kepada kreditur. Namun apabila agunan berupa aktiva tetap, agunan tersebut akan menjadi agunan dalam perjanjian kredit efektif yang otomatis terjadi karena uang klaim segera dibayarkan oleh bank sehingga timbul perjanjian pinjaman antara debitur dan bank. Kontraktor yang melakukan proses permohonan penjaminan untuk kepentingan tender perlu dikaji karena kontraktor tersebut akan dijamin oleh Bank dan pada saat debitur tersebut wanprestasi kepada kreditur maka harus dipastikan bahwa debitur mampu membayar nilai penggantian atas ganti rugi yang dibayarkan bank tersebut. Dengan proses analisa kredit oleh account officer di Bank penerbit bank garansi, maka proses tersebut ikut melindungi kepentingan kreditur untuk mendapatkan kreditur yang bonafid.

3.1.2. Pembebanan Jaminan Lawan (Counter Guarantee).

  Pada dasarnya jaminan pelaksanaan yang dipersyaratkan dalam proses pengadaan barang dan jasa, tidak harus menggunakan bank garansi, namun karena dinilai lebih bonafid, penggunaan bank garansi malah lebih banyak dipersyaratkan oleh dokumen pengadaan yang disiapkan oleh panitia pengadaan. Sebagaimana telah diutarakan pada pembahasan sebelumnya, bahwa untuk jaminan dalam bentuk Bank Garansi, diperlukan jaminan lawan (counter guarantee) sebagai agunan dalam pemberian jaminan dari bank.

  Untuk mengatasi resiko atas pengeluaran Bank Garansi, bank meminta lebih dahulu kepada pihak yang dijamin untuk memberikan jaminan lawan (counter guarantee kontra garansi) yang nilai tunainya Untuk mengatasi resiko atas pengeluaran Bank Garansi, bank meminta lebih dahulu kepada pihak yang dijamin untuk memberikan jaminan lawan (counter guarantee kontra garansi) yang nilai tunainya

  Selain itu karena pihak kontraktor pada umumnya diwajibkan menempatkan Jaminan lawan yang biasanya berupa setoran tunai tersebut. Pihak bank tidak akan mengalami kerugian akibat pencairan tersebut karena yang dicairkan pada dasarnya adalah harta milik kontraktor yang wanprestasi dan proses pengalihannya relatif mudah.

  Namun sebenarnya bentuk jaminan lawan tidak hanya setoran tunai. Jaminan lawan itu selain dapat berupa uang tunai (100) dapat pula berbentuk pemblokiran deposito, giro, dan tabungan pemohon yang bersangkutan, selain itu bisa juga berwujud benda bergerak atau tidak bergerak asalkan benda itu memenuhi persyaratan, yaitu:

  a. benda itu harus berharga.

  b. benda itu harus mudah diperjual-belikan.

  c. benda itu dapat dipindah tangankan. 127 Kewajiban pemberian kontra garansi ini dikarenakan bisnis bank

  sangat konservatif. Dalam arti bank tidak boleh melakukan bisnis yang mengandung unsur spekulatifnya tinggi, sehingga dipenuhi prinsip

  kehati-hatian bank (prudential banking). 128

  Pembebanan jaminan lawan (counter guarantee) terhadap penerbitan bank garansi merupakan langkah preventif atas pencegahan

  Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan Di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung,

  2003, Hal. 223.

  127 Thomas Suyatno, Kelembagaan Perbankan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997, Hal.

  128 H.R. Daeng Naja, Op.cit., Hal. 158.

  jika pihak kontraktor tidak memenuhi prestasinya terhadap kontrak pengadaan barang dan jasa pemerintah.