Interpretasi Model Analisis dan Pembahasan Penelitian

panel di atas telah terbebas dari gejala multikolinearitas, seperti tertera pada tabel berikut ini: Tabel 4.10. Uji Multikolinearitas Koefisien Determinan Nilai R 2 0.9553 R 2 1 0.9447 R 2 2 0.5038 R 2 3 0.9181 R 2 4 0.0692 Sumber: Data diolah Lampiran 9 dan 11 Dari Tabel 4.10 diperoleh nilai Durbin-Watson DW-stat sebesar 1,5756. Menurut Gujarati, 2006 jika nilai DW-stat berada di antara nilai kritis bawah d L dan nilai kritis atas d U yang tergantung dengan jumlah observasi n dan variabel penjelas k maka tidak ada bukti yang kuat terjadinya korelasi positif maupun negatif. Berdasarkan tabel Durbin Watson pada tingkat signifikansi sebesar 0,01 dengan n=152 dan k=4 diperoleh nilai d L =1,571 dan nilai d U =1,679, maka nilai DW- stat berada di antara nilai d L dan d U atau 1,571 ≤1,575≤1,679, sehingga dapat dikatakan bahwa model estimasi terbebas dari gejala autokorelasi.

4.3.4. Interpretasi Model

a Variabel Pendapatan Domestik Regional Bruto PDRB Koefisien regresi untuk PDRB adalah sebesar 0,1860. Koefisien bertanda positif yang berarti telah sesuai dengan hipotesis penelitian dan signifikan pada tingkat α sebesar 1. Hal ini juga berarti jika PDRB pada 19 kabupatenkota se Sumatera Utara mengalami peningkatan maka akan dibarengi dengan peningkatan pengeluaran konsumsi masyarakat di masing-masing kabupatenkota tersebut. Dengan kata lain, jika PDRB mengalami peningkatan sebesar 1 milyar rupiah, ceteris paribus, akan menyebabkan pengeluaran konsumsi masyarakat meningkat sebesar 0,1860 milyar rupiah. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa hubungan antara PDRB dan pengeluaran konsumsi masyarakat adalah positif atau searah. Semakin besar PDRB kabupatenkota semakin tinggi pula pengeluaran konsumsi masyarakat. b Variabel Jumlah Penduduk P Koefisien regresi untuk jumlah penduduk adalah sebesar 0,0007. Koefisien bertanda positif yang berarti telah sesuai dengan hipotesis penelitian dan signifikan pada tingkat α sebesar 1. Hal ini juga berarti jika jumlah penduduk pada 19 kabupatenkota se Sumatera Utara mengalami peningkatan maka akan dibarengi dengan peningkatan konsumsi masyarakat di masing-masing kabupatenkota tersebut. Dengan kata lain, jika jumlah penduduk mengalami peningkatan sebesar 1.000 jiwa, ceteris paribus, akan menyebabkan pengeluaran konsumsi masyarakat meningkat sebesar 0,7 milyar rupiah. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa hubungan antara jumlah penduduk dan pengeluaran konsumsi masyarakat adalah positif atau searah. Semakin besar jumlah penduduk kabupatenkota semakin tinggi pula konsumsi masyarakat. c Variabel Kredit Konsumsi KK Koefisien regresi untuk kredit konsumsi adalah sebesar 0,3431. Koefisien bertanda positif yang berarti telah sesuai dengan hipotesis penelitian dan signifikan pada tingkat α sebesar 10. Hal ini juga berarti jika kredit konsumsi pada 19 kabupatenkota se Sumatera Utara mengalami peningkatan maka akan dibarengi dengan peningkatan pengeluaran konsumsi masyarakat di masing-masing kabupatenkota tersebut. Dengan kata lain, jika kredit konsumsi mengalami peningkatan sebesar 1 milyar rupiah, ceteris paribus, akan menyebabkan konsumsi masyarakat meningkat sebesar 0,3431 milyar rupiah. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa hubungan antara kredit konsumsi dan pengeluaran konsumsi masyarakat adalah positif atau searah. Semakin besar kredit konsumsi kabupatenkota semakin tinggi pula konsumsi masyarakat. d Variabel Tingkat Bunga Kredit Konsumsi i Koefisien regresi untuk tingkat bunga kredit konsumsi adalah sebesar -183,3115. Koefisien bertanda negatif yang berarti telah sesuai dengan hipotesis penelitian dan signifikan pada tingkat α sebesar 1. Hal ini juga berarti jika tingkat bunga kredit konsumsi pada 19 kabupatenkota se Sumatera Utara mengalami peningkatan maka akan dibarengi dengan penurunan pengeluaran konsumsi masyarakat di masing-masing kabupatenkota tersebut. Dengan kata lain, jika tingkat bunga kredit konsumsi mengalami peningkatan sebesar 1, ceteris paribus, akan menyebabkan pengeluaran konsumsi masyarakat menurun sebesar 183,3115 milyar rupiah. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa hubungan antara tingkat bunga kredit konsumsi dan konsumsi masyarakat adalah negatif atau berlawanan. Semakin besar tingkat bunga kredit konsumsi kabupatenkota maka semakin rendah pula konsumsi masyarakat.

4.3.5. Pembahasan