Pengaruh Dana Alokasi Khusus Bidang Pendidikan Dan Kesehatan Terhadap Kemiskinan Di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara
SKRIPSI
PENGARUH DANA ALOKASI KHUSUS BIDANG PENDIDIKAN DAN KESEHATAN TERHADAP KEMISKINAN
DI KABUPATEN/KOTA PROVINSI SUMATERA UTARA
OLEH
SATRIA BINTORO BARUS 080503139
PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
ABSTRAK
PENGARUH DANA ALOKASI KHUSUS BIDANG PENDIDIKAN DAN KESEHATAN TERHADAP KEMISKINAN
DI KABUPATEN/KOTA PROVINSI SUMATERA UTARA
Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui dan menganalisa apakah Dana Alokasi Khusus (DAK) yang dikhususkan pada bidang pendidikan dan kesehatan berpengaruh terhadap kemiskinan di kabupaten/kota provinsi Sumatera Utara.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif, dengan pengujian regresi berganda dengan melakukan uji asumsi klasik sebelum mendapatkan model penelitian yang terbaik. Variabel dalam penelitian ini adalah DAK bidang pendidikan dan DAK bidang kesehatan sebagai variabel independen dan Kemiskinan sebagai variabel dependen. Jumlah populasi penelitian ini sebanyak 33 kabupaten dan kota dan dengan menggunakan
purposive sampling diperoleh 24 kabupaten/kota sebagai sampel dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2010.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa secara simultan DAK bidang pendidikan dan DAK bidang kesehatan berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan di kabupaten/kota di provinsi Sumatera Utara hal ini dapat dijelaskan dalam Adjusted R2 sebesar 60,8% variabel Kemiskinan dapat dijelaskan oleh variabel independen yang ada yaitu DAK bidang pendidikan dan DAK bidang kesehatan berpengaruh terhadap kemiskinan. Sisanya sebesar 39,2% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dijelaskan oleh model penelitian ini, tetapi peningkatan penerimaan DAK bidang pendidikan dan DAK bidang kesehatan belum mampu untuk menurunkan kemiskinan, hal ini terbukti dengan adanya hubungan positif antara DAK bidang pendidikan dan DAK bidang kesehatan dengan kemiskinan. Secara parsial variabel DAK bidang pendidikan berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan di kabupaten/kota di provinsi Sumatera Utara, sedangkan DAK bidang kesehatan, tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kemiskinan.
Kata Kunci: DAK bidang pendidikan, DAK bidang kesehatan dan Kemiskinan.
(3)
ABSTRACT
THE INFLUENCE OF SPECIFIC ALOCATION FUND EDUCATION AND HEALTH SECTOR TO
THE POVERTY IN REGENCY/CITY NORTH SUMATERA PROVINCE
The purpose of this research is to find out and to analyze whether Special Alocation Fund which concentrate to education sector and health sector influence to the poverty in North Sumatera province.
The analyze method that is used in this research is quantitative method with multiple linear regression with classical assumption test before finding out the best linear model. The variable used in this research are Special Alocation Fund education sector, Special Alocation Fund health sector and the Poverty as dependent variable. The population is 33 regencies/cities in North Sumatera province, and by using purposive sampling technique, 24 regencies/cities in North Sumatera province the year 2008 up to year 2010 are chosen as sampels.
The result proof that Special Alocation Fund education sector and Special Alocation health sector influence significantly and simultaneously to the overty of regencies/cities in North Sumatera province. Adjusted R2 expressed that 60,8% influence given by independent variables. The rest 39,2% influence given by other variables is not mentioned in this research model, but the increasing in Special Alocation Fund education sector and Special Alocation Fund health sector still can not reduce the poverty, it’s expressed by the positive linearity between Special Alocation Fund education sector and Special Alocation Fund health sector to the poverty. Partially Special Alocation Fund education sector variable has significant influence to the poverty. Special Alocation health sector variable has no significant influence to the poverty.
Keywords: Special Alocation Fund education sector, Special Alocation health sector and Poverty.
(4)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Pengasih, dimana pada akhirnya atas karunia-nya, penulis mampu menyelesaikan pembuatan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Pengaruh Dana Alokasi Khusus Bidang Pendidikan Dan Kesehatan Terhadap Kemiskinan Di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara”. Adapun dalam hal proses penyelesaian skripsi ini, penulis telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi dan doa dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingannya, yaitu kepada:
1. Bapak Drs. H. Arifin Lubis, MM, Ak. selaku Plt Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, MAFIS., Ak. selaku Ketua Departemen Akuntansi dan Bapak Drs. Hotmal Ja’far, MM, Ak. selaku Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si., Ak. selaku Ketua Program Studi S-1 Akuntansi dan Ibu Dra. Mutia Ismail, MM, Ak. selaku Sekretaris Program Studi S-1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Rasdianto, S.E., M.Si., Ak. selaku Dosen Pembimbing yang sangat banyak membantu dalam membimbing penulis serta pengertian beliau yang begitu besar terhadap penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
(5)
dan Bapak Drs. Arifin Hamzah, MM, Ak. selaku Dosen Pembaca Penilai yang telah banyak memberi masukan kepada skripsi penulis.
5. Bapak dan Ibu penulis yang tercinta yaitu Ramlan Barus dan Norida br Tarigan yang telah mendidik dan membesarkan penulis, kepada adikku Serda James Barus yang terus memotivasi, serta sanak keluarga lain yang ikut memotivasi dan mendoakan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Teman-teman Akuntansi Stambuk 2008 yang sama-sama berjuang dari
awal kuliah sampai sama-sama berjuang menulis skripsi, terkhusus saya sampaikan terima kasih yang tulus kepada Sanusi Ritonga, David Chanjaya Manullang, dan Budi Herman Silalahi, dan kepada semua pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis dengan segala ketulusan dan kerendahan hati mengharapkan kritik dan saran untuk skripsi yang lebih baik.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi nusa dan bangsa Indonesia yang tercinta. Maju terus Indonesiaku!
Medan, 5 April 2013 Penulis,
Satria Bintoro Barus 080503139
(6)
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
BAB I ... 1
PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 6
1.3 Tujuan Penelitian ... 7
1.4 Manfaat Penelitian ... 7
BAB II ... 8
TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1 Tinjauan Umum Dana Alokasi Khusus ... 8
2.2 Pengeluaran Pemerintah di Sektor Pendidikan dan Kesehatan ... 14
2.3 Kemiskinan ... 18
2.4 Penelitian Terdahulu ... 20
2.5 Hipotesis Penelitian ... 24
BAB III ... 25
METODE PENELITIAN ... 25
3.1 Jenis Penelitian ... 25
3.2 Populasi dan Sampel ... 25
3.3 Jenis dan Sumber Data ... 27
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 27
3.5 Definisi Operasional dan Pengukuran Varibel ... 27
3.5.1 Dana Alokasi Khusus Bidang Pendidikan ... 28
3.5.2 Dana Alokasi Khusus Bidang Kesehatan ... 28
3.5.3 Kemiskinan ... 29
3.6 Metode dan Teknik Analisis Data ... 29
(7)
3.6.2 Pengujian Hipotesis Penelitian ... 32
3.6.3 Koefisien Determinasi ( R2) ... 33
3.6.4 Uji Statistik F (uji secara simultan) ... 34
3.6.5 Uji Statistik t (uji secara parsial) ... 34
BAB IV ... 35
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35
4.1 Deskriptif Sampel Penelitian ... 35
4.2 Statistik Deskriptif ... 35
4.3 Uji Asumsi Klasik ... 37
4.3.1 Uji Normalitas ... 37
4.3.2 Uji Multikolinearitas ... 40
4.3.3 Uji Autokorelasi ... 42
4.3.4 Uji Heteroskedastisitas ... 43
4.4 Hasil Pengujian Hipotesis ... 44
4.4.1 Koefisien Determinasi (R2) ... 44
4.4.2 Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) ... 45
4.4.3 Uji Signifikansi Parsial (Uji statistik t) ... 46
4.5 Pembahasan Hasil Penelitian ... 48
BAB V ... 50
KESIMPULAN ... 50
5.1 Kesimpulan ... 50
5.2 Keterbatasan Penelitian ... 51
5.3 Saran ... 51
DAFTAR PUSTAKA ... 53
(8)
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Halaman
1.1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Provinsi Sumatera Utara………
6 1.2 Alokasi Anggaran DAK Bidang Pendidikan dan
Kesehatan di Provinsi Sumatera Utara………
6
2.1 Penelitian Terdahulu……… 24
3.1 Daftar Sampel Penelitian………. 28
3.2 Defenisi Operasional Variabel dan Skala Pengukuran 31 4.1 Statistik Deskrptif……… 38
4.2 Uji One Sample Kolmogorov Sumirnov………. 42
4.3 Colinearity Statistic………. 43
4.4 Covariance Matrix……… 44
4.5 Uji Statistik Durbin Watson……… 45
4.7 Nilai Koefisien Determinasi ……….. 47
4.8 Uji Statistik F ……….……… 49
(9)
DAFTAR GAMBAR
No Gambar Judul Halaman
2.1 Kerangka Konseptual……… 25
4.1 Histogram Regresi………. 40
4.2 Normal P-Plot……… 41
(10)
ABSTRAK
PENGARUH DANA ALOKASI KHUSUS BIDANG PENDIDIKAN DAN KESEHATAN TERHADAP KEMISKINAN
DI KABUPATEN/KOTA PROVINSI SUMATERA UTARA
Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui dan menganalisa apakah Dana Alokasi Khusus (DAK) yang dikhususkan pada bidang pendidikan dan kesehatan berpengaruh terhadap kemiskinan di kabupaten/kota provinsi Sumatera Utara.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif, dengan pengujian regresi berganda dengan melakukan uji asumsi klasik sebelum mendapatkan model penelitian yang terbaik. Variabel dalam penelitian ini adalah DAK bidang pendidikan dan DAK bidang kesehatan sebagai variabel independen dan Kemiskinan sebagai variabel dependen. Jumlah populasi penelitian ini sebanyak 33 kabupaten dan kota dan dengan menggunakan
purposive sampling diperoleh 24 kabupaten/kota sebagai sampel dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2010.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa secara simultan DAK bidang pendidikan dan DAK bidang kesehatan berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan di kabupaten/kota di provinsi Sumatera Utara hal ini dapat dijelaskan dalam Adjusted R2 sebesar 60,8% variabel Kemiskinan dapat dijelaskan oleh variabel independen yang ada yaitu DAK bidang pendidikan dan DAK bidang kesehatan berpengaruh terhadap kemiskinan. Sisanya sebesar 39,2% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dijelaskan oleh model penelitian ini, tetapi peningkatan penerimaan DAK bidang pendidikan dan DAK bidang kesehatan belum mampu untuk menurunkan kemiskinan, hal ini terbukti dengan adanya hubungan positif antara DAK bidang pendidikan dan DAK bidang kesehatan dengan kemiskinan. Secara parsial variabel DAK bidang pendidikan berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan di kabupaten/kota di provinsi Sumatera Utara, sedangkan DAK bidang kesehatan, tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kemiskinan.
Kata Kunci: DAK bidang pendidikan, DAK bidang kesehatan dan Kemiskinan.
(11)
ABSTRACT
THE INFLUENCE OF SPECIFIC ALOCATION FUND EDUCATION AND HEALTH SECTOR TO
THE POVERTY IN REGENCY/CITY NORTH SUMATERA PROVINCE
The purpose of this research is to find out and to analyze whether Special Alocation Fund which concentrate to education sector and health sector influence to the poverty in North Sumatera province.
The analyze method that is used in this research is quantitative method with multiple linear regression with classical assumption test before finding out the best linear model. The variable used in this research are Special Alocation Fund education sector, Special Alocation Fund health sector and the Poverty as dependent variable. The population is 33 regencies/cities in North Sumatera province, and by using purposive sampling technique, 24 regencies/cities in North Sumatera province the year 2008 up to year 2010 are chosen as sampels.
The result proof that Special Alocation Fund education sector and Special Alocation health sector influence significantly and simultaneously to the overty of regencies/cities in North Sumatera province. Adjusted R2 expressed that 60,8% influence given by independent variables. The rest 39,2% influence given by other variables is not mentioned in this research model, but the increasing in Special Alocation Fund education sector and Special Alocation Fund health sector still can not reduce the poverty, it’s expressed by the positive linearity between Special Alocation Fund education sector and Special Alocation Fund health sector to the poverty. Partially Special Alocation Fund education sector variable has significant influence to the poverty. Special Alocation health sector variable has no significant influence to the poverty.
Keywords: Special Alocation Fund education sector, Special Alocation health sector and Poverty.
(12)
BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dialami oleh hampir atau keseluruhan negara di dunia. Indonesia, salah satu dari sekian negara di dunia, juga tidak terlepas dari polemik kemiskinan yang setiap saat melanda. Untuk itu, solusi untuk meminimalisasi tingkat kemiskinan menjadi tantangan bagi seluruh elemen masyarakat. Pembelajaran dari negara maju sebagai salah satu dari solusi pengentasan kemiskinan ialah adanya kesadaran akan pentingnya pendidikan dan kesehatan. Dari sudut pandang politik, ini terlihat bagaimana peran pemerintah dalam menjamin adanya pendidikan yang layak serta pelayanan kesehatan yang memadai untuk seluruh masyarakat.
Pada saat era reformasi bergulir, terjadi perubahan yang sangat mendasar dalam sistem pemerintahan Indonesia, yaitu perubahan sistem pemerintahan yang bersifat sentralisasi menjadi desentralisasi. Sistem desentralisasi tersebut diatur dalam Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah yang kemudian diperbaharui dengan Undang No. 32 tahun 2004 dan Undang-Undang No. 25 tahun 1999 dan diperbaharui Undang-Undang-Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Implementasi Undang-Undang dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2005 tentang dana perimbangan. Kedua Undang-Undang tersebut telah memberikan otonomi bagi pemerintah daerah dan dukungan sistem keuangan pada pelaksanaan otonomi tersebut. Dana perimbangan merupakan dukungan
(13)
dana dari pemerintah pusat dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH).
Pengeluaran pemerintah dapat dijadikan cerminan kebijakan yang diambil oleh pemerintah melaksanakan suatu program mencerminkan besarnya biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah tersebut. Pengeluaran pemerintah digunakan untuk membiayai sektor-sektor yang dianggap penting atau yang menjadi prioritas utama dalam suatu wilayah. Di antara kesemua sektor publik saat ini, yang menjadi prioritas pemerintah dalam mencapai kualitas sumber daya manusia dalam kaitannya yang tercermin dari indeks pembangunan manusia adalah sektor pendidikan dan kesehatan. Peningkatan kualitas pada sektor pendidikan dan kesehatan diharapkan akan mempengaruhi kualitas sumber daya manusia yang pada akhirnya akan mengurangi kemiskinan.
Pembangunan pendidikan dan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia, yang antara lain diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Dalam pengukuran IPM, kesehatan dan pendidikan adalah salah satu komponen utama selain pendapatan. Kesehatan dan pendidikan juga merupakan suatu investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi serta memiliki peranan yang penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan.
Pemerintah sebagai pelaksana pembangunan membutuhkan manusia yang berkualitas sebagai modal dasar dari pembangunan. Manusia dalam peranannya merupakan subjek dan objek pembangunan yang berarti manusia selain sebagai pelaku pembangunan juga sebagai sasaran pembangunan. Dalam hal ini
(14)
dibutuhkan berbagai macam sarana dan prasarana untuk mendorong peran manusia dalam pembangunan. Oleh karena itu, dibutuhkan investasi untuk dapat menciptakan pembentukan sumber daya manusia yang produktif.
Investasi pada modal manusia diharapkan akan berpengaruh positif terhadap kinerja perkonomian yang salah satunya dapat diamati dari aspek tingkat pendidikan, kesehatan dan tingkat kemiskinan. Investasi modal manusia ini yang mencakup pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) membutuhkan kebijakan pemerintah yang tepat sasaran dalam peningkatan kualitas SDM. Menurut Mankiw (2008) dalam Usmaliadanti (2011), pengembangan sumber daya manusia dapat dilakukan dengan perbaikan kualitas modal manusia.
Dalam hal ini, modal manusia dapat mengacu pada pendidikan dan juga kesehatan. Pendidikan dan kesehatan merupakan tujuan pembangunan yang mendasar dalam suatu wilayah. Menurut Meier dan Rauch dalam Brata (2005), pendidikan, atau lebih luas lagi adalah modal manusia, dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan. Hal ini karena pendidikan pada dasarnya adalah bentuk tabungan, menyebabkan akumulasi modal manusia dan pertumbuhan output agregat jika modal manusia merupakan input dalam fungsi produksi agregat. Kesehatan merupakan inti dari kesejahteraan, dan pendidikan merupakan hal yang pokok untuk mencapai kehidupan yang layak. Pendidikan memiliki peran yang penting dalam membentuk kemampuan sebuah negara berkembang untuk menyerap teknologi modern dan untuk mengembangkan kapasitas agar tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan (Todaro, 2006). Selain itu rumah tangga masyarakat memegang peranan penting dalam
(15)
pembangunan manusia, di mana pengeluaran rumah tangga memiliki kontribusi langsung terhadap pembangunan manusia, seperti : makanan, pendidikan dan kesehatan. Pengeluaran rumah tangga ditentukan oleh pendapatan. Penduduk miskin akan lebih banyak menghabiskan pendapatannya untuk kebutuhan makanan dibandingkan penduduk yang kaya. Akibatnya penduduk miskin tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan dan pelayanan kesehatan yang layak jika hanya mengandalkan pendapatannya. Disinilah perlunya campur tangan pemerintah untuk membantu penduduk yang kurang mampu atau miskin (Ginting, 2008).
Menurut Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005, Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah “ Dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah sesuai dengan prioritas nasional”. Tujuan DAK adalah membantu daerah-daerah tertentu untuk mendanai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan masyarakat, dan untuk mendorong percepatan pembangunan daerah dan pencapaian sasaran prioritas nasional. Dua dari 19 bidang yang menjadi target bantuan DAK ialah pendidikan dan kesehatan. Dalam hal ini, penulis membatasi konteks pengeluaran pemerintah di bidang pendidikan dan kesehatan ke dalam DAK bidang pendidikan dan kesehatan.
DAK bidang pendidikan bertujuan untuk mewujudkan pengelolaan pendidikan yang transparan, profesional, dan bertanggung gugat; melibatkan masyarakat secara aktif; mendorong masyarakat untuk ikut mengawasi kegiatan pendidikan secara langsung; dan menggerakkan perekonomian masyarakat bawah.
(16)
Sedangkan DAK bidang kesehatan dialokasikan untuk usaha peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan. Kegiatannya diarahkan untuk peningkatan, rehabilitasi, perluasan, pengadaan, dan pembangunan berbagai jenis unit pelayanan kesehatan serta pengadaan peralatan kesehatan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dasar.
DAK ini apabila dikelola dengan baik, dapat memperbaiki mutu pendidikan, meningkatkan pelayanan kesehatan, dan paling tidak mengurangi kerusakan infrastruktur. Hal ini sangat penting untuk menanggulangi kemiskinan dan membangun perekonomian nasional yang lebih berdaya saing.
Sumatera Utara sebagai salah satu provinsi dengan jumlah penduduk yang besar serta memiliki potensial yang besar memiliki data kemiskinan yang cenderung menurun dalam kurun waktu tahun 2008 sampai dengan tahun 2010. Pada tahun 2008, jumlah penduduk miskin adalah 1.613.800. jiwa ( 12,55 % dari keseluruhan penduduk di Sumatera Utara). Pada tahun 2009, jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara menjadi 1.499.700. jiwa ( 11,51% dari keseluruhan penduduk di Sumatera Utara). Pada tahun 2010, jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara menjadi 1.490.900. jiwa ( 11,31% dari keseluruhan penduduk di Sumatera Utara). Rangkumannya sebagaimana terlihat dalam tabel berikut ini.
Tabel 1.1
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Provinsi Sumatera Utara
Tahun Jlh Penduduk Miskin (000)
% Penduduk Miskin
2008 1.613,8 12,55%
2009 1.499,7 11,51%
2010 1.490,9 11,31%
(17)
Sedangkan pengeluaran pemerintah bidang pendidikan dan kesehatan yang dialokasikan ke dalam bentuk DAK bidang pendidikan dan kesehatan seperti terlihat pada tabel berikut ini:
Tabel 1.2
Alokasi Anggaran DAK Bidang Pendidikan dan Kesehatan Di Provinsi Sumatera Utara
Tahun DAK(dalam ribuan)
Pendidikan Kesehatan
2008 452.898 228.656
2009 635.113 216.616
2010 703.993 173.601
Sumber: BPS, diolah oleh penulis (2012)
Dari data di atas dapat diketahui bahwa DAK bidang pendidikan mengalami kenaikan dari tahun ke tahun, sedangkan, DAK bidang kesehatan mengalami penurunan pada tahun 2010.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, penulis ingin meneliti pengaruh DAK bidang pendidikan dan kesehatan yang merupakan salah satu bentuk transfer dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah terhadap kemiskinan di provinsi Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Pengaruh Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan dan Kesehatan Terhadap Kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka rumusan masalah penelitian adalah: “Apakah DAK bidang pendidikan dan kesehatan berpengaruh terhadap kemiskinan di kabupaten/kota provinsi Sumatera Utara”.
(18)
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris mengenai pengaruh DAK bidang pendidikan dan kesehatan baik secara parsial maupun simultan terhadap kemiskinan di kabupaten/kota provinsi Sumatera Utara.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat diharapkan memberikan manfaat kepada berbagai pihak, yaitu:
1. Bagi Penulis
Penelitian ini kiranya dapat diharapkan menambah wawasan maupun pengertian terhadap pengaruh DAK bidang pendidikan dan kesehatan terhadap kemiskinan di provinsi Sumatera Utara.
2. Bagi Pemerintah Daerah
Penelitian ini dapat menjadi masukan dalam pengelolaan DAK pada umumnya dan terkhusus pada bidang pendidikan dan kesehatan.
3. Bagi Pemerintah Pusat
Penelitian ini dapat menjadi masukan dalam pengelolaan dan pengalokasian DAK secara umum dan DAK bidang pendidikan dan kesehatan secara khusus dalam upaya pemerintah pusat menekan angka kemiskinan di provinsi Sumatera Utara.
4. Bagi Calon Peneliti berikutnya
Penelitian ini dapat menjadi rujukan dalam pengembangan penelitian sejenis di masa depan.
(19)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Dana Alokasi Khusus
Pembahasan mengenai DAK tidak dapat dipisahkan dari sistem desentralisasi, yang bermakna adanya pendelegasian dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. DAK merupakan salah satu mekanisme transfer keuangan pemerintah pusat ke daerah yang bertujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan merupakan prioritas nasional. Sesuai dengan peruntukannya DAK hanya untuk kegiatan fisik. Walaupun kontribusi DAK sangat kecil (hanya sekitar 7%) dari total dana perimbangan, DAK memainkan peranan strategis dalam dinamika pembangunan sarana dan prasarana pelayanan dasar di daerah seperti misalnya pembangunan gedung sekolah, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, serta peningkatan pelayanan kesehatan, karena sesuai dengan prinsip desentralisasi dan akuntabilitas bagi penyediaan pelayanan dasar masyarakat. Di sisi lain, kemampuan keuangan daerah sangat terbatas dan kualitas belanja daerah juga sangat rendah.
Pendelegasian wewenang memiliki konsekuensi pendelegasian fiskal sehubungan dengan pembiayaan tugas-tugas yang akan dijalankan daerah. Hal ini sesuai dengan prinsip desentralisasi fiskal yakni “ money follows function.”
Pendelegasian fiskal ini sendiri memiliki 2 aspek dasar, yakni keadilan dan efisiensi (Scheineider, 2002) dalam DAK Whitepaper, 2011). Aspek keadilan memiliki dua konsep, yaitu persamaan keadaan horizontal dan persamaan kapasitas fiskal. Keadilan horizontal menempatkan keadilan individual ke dalam
(20)
daerah-daerah (misalnya penghasilan minimum, standar kualitas pelayanan publik, standar kesejahteraan, standar upah, dan lain sebagainya). Sementara konsep kapasitas fiskal berdasarkan keadilan antar daerah, umumnya berupa penentuan standar pajak yang diperlukan untuk membiayai standar pelayanan publik.
Terdapat empat alasan menurut Oates (1999) dalam DAK Whitepaper (2011) untuk dilaksanakannya kebijakan desentralisasi, yaitu efisiensi ekonomi, efisiensi biaya, akuntabilitas, dan mobilisasi sumber dana. Efisiensi ekonomi dalam hal ini adalah efisiensi alokasi sumber daya, yaitu keputusan yang dilakukan oleh lingkup pemerintahan yang lebih kecil menghasilkan jenis dan tingkat pelayanan publik yang lebih sesuai preferensi lokal terutama jika kebutuhan antar daerah relatif berbeda (Oates, 1999). Desentralisasi diterapkan di berbagai negara umumnya karena potensinya dalam memperbaiki kinerja sektor publik. Tekanan untuk dilaksanakannya kebijakan desentralisasi pada dasarnya dimotivasi oleh alasan dukungan terhadap pembangunan ekonomi (Brodjonegoro, 2006) dan kebutuhan untuk memperbaiki pelayanan publik (Dilinger, 1994) seperti misalnya, pelayanan pendidikan dan kesehatan. Sementara itu, efisiensi biaya dari kebijakan desentralisasi dapat diwujudkan dalam bentuk internalisasi dari biaya pelayanan publik atau penilaian kapasitas basis pajak yang lebih optimal jika dilakukan dalam lingkup pemerintahan yang lebih kecil (Bahl dan Linn (1994) dalam DAK
Whitepaper, 2011). Peningkatan akuntabilitas dari kebijakan desentralisasi terkait dengan visibilitas pelayanan publik dan kedekatan stakeholder pada tingkat
(21)
pemerintahan yang lebih rendah sehingga memudahkan proses pengawasan dari kegiatan pemerintah.
Menurut Bird dan Villaincourt (1998) dalam DAK Whitepaper (2011), alasan bahwa desentralisasi dapat membantu menyelesaikan masalah perekonomian nasional seperti upaya pengurangan kemiskinan dimulai dari prinsip dasar bahwa pemerintahan daerah dapat menyelenggarakan layanan publik bagi masyarakatnya dengan biaya yang lebih rendah atau lebih efisien dibandingkan pemerintah pusat, dikarenakan: (a) Pemerintah daerah lebih mengetahui kebutuhan masyarakatnya sekaligus bagaimana cara memenuhi kebutuhan tersebut dengan cara yang paling efisien dan (b) Pemerintah daerah lebih dekat terhadap masyarakatnya, sehingga akan bereaksi lebih cepat apabila kebutuhan tersebut muncul, dan pada akhirnya masyarakat akan merasa puas atas pelayanan pemerintah daerahnya. Apabila hubungan antara masyarakat dan pemerintah dapat berjalan dengan baik, maka kepuasan tersebut akan mendorong produktivitas masyarakat setempat yang pada akhirnya akan memicu pertumbuhan ekonomi daerah yang lebih tinggi dan mencapai tingkat kesejahteraan yang maksimal.
Transfer dana pusat ke daerah diperlukan untuk: (1) mengatasi persoalan ketimpangan fiskal vertikal; (2) mengatasi ketimpangan fiskal horizontal; (3) adanya kewajiban untuk menjaga tercapainya standar pelayanan minimum di setiap daerah; (4) mengatasi persoalan yang timbul dari menyebar atau melimpahnya dampak pelayanan publik (interjurisdictional spillover effects); dan (5) rehabilitasi, yaitu untuk mencapai tujuan stabilisasi pemerintah pusat. Jadi, pada prinsipnya, tujuan umum transfer dana pemerintah pusat adalah untuk
(22)
meminimumkan ketimpangan fiskal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebagai konsekuensi dari sentralisasi administrasi pajak (vertical fiskal disparity), meminimumkan ketimpangan fiskal antara pemerintah daerah pada tingkat pemerintahan yang sama yang bertujuan untuk meningkatkan asset dan penyamarataan kualitas pelayanan publik (horizontal disparity), dan menginternalisasikan sebagian atau seluruh limpahan manfaat (biaya) kepada daerah yang menerima limpahan manfaat (yang menimbulkan biaya) tersebut (internalized spillovers). Selain itu, kerap pula dikemukakan bahwa pertimbangan pemberian transfer pusat adalah dalam rangka menjamin koordinasi kinerja fiskal dari pemerintah.
Devas (2003) dan Simanjuntak (2003) dalam DAK Whitepaper (2011) memberikan sintesa kriteria dalam merancang suatu kebijakan yang berhubungan dengan transfer antar pemerintah pusat-daerah. Pertama, kecukupan, elastisitas, dan stabilitas penerimaan. Transfer dari pemerintah pusat seharusnya sesuai dengan tanggung jawab dan beban yang diberikan kepada pemerintah daerah. Selain beban, transfer juga mesti fleksibel dan dapat menyesuaikan diri sesuai kondisi masing-masing daerah, seperti tingkat pertumbuhan, inflasi, jumlah penduduk, tingkat pendidikan, dan sebagainya. Untuk itu diperlukan indeks transfer yang mengacu pada indikator-indikator tersebut. Transfer harus stabil dan memiliki konsep dan konsistensi yang jelas dalam penyalurannya. Ini diperlukan pemerintah daerah dalam merancang anggaran belanja sesuai transfer yang akan diterima. Agar stabilitas transfer dapat dilakukan maka mekanisme transfer haruslah bersifat transparan dan sederhana.
(23)
Kedua, keadilan antar wilayah daerah. Bagi hasil pendapatan pajak umumnya memperparah kesenjangan antar daerah. Dan biasanya hal ini diisi dengan adanya bantuan dari pemerintah pusat. Agar bantuan tersebut mencapai sasarannya perlu mempertimbangkan kapasitas fiskal dan kebutuhan fiskal daerah sehingga transfer dapat membayar selisihnya (fiskal gap). Meskipun demikian, dalam prakteknya, menurut Bird dan Villaincourt (1992) dalam DAK Whitepaper (2011) rancangan bantuan dapat diduga dari deviasi kebutuhan daerah dan stabilitas politik.
Ketiga, efisiensi dan insentif ekonomi. Transfer haruslah mampu memberikan insentif bagi pemerintah daerah untuk mengejar efisiensi melalui penggunaan sumber daya. Devas berargumen bahwa transfer haruslah menargetkan output, bukan input. Misalnya, alih-alih memberikan subsidi kepada pemerintah daerah, pemerintah pusat dapat memberikan bantuan yang berhubungan dengan pelayanan publik.
Keempat, sederhana. Dasar perhitungan pemberian insentif haruslah sederhana, sehingga pemerintah daerah atau rekanan lain dapat dengan mudah melakukan perhitungan jumlah transfer mereka. Simplisitas di sini maksudnya pola penghitungan menggunakan data dasar obyektif yang tidak dapat diatur atau dipengaruhi.
Kelima, otonomi daerah. Otonomi adalah motif utama desentralisasi. Oleh karenanya setiap transfer harus sesuai dengan otonomi suatu daerah. Untuk itu, pemberian besaran transfer berdasar penerimaan nasional atau “piggy back” digunakan untuk menetapkan tarif yang ditentukan dari pemerintah pusat (Davey, 1983: 136). ”Piggy back” dalam bagi hasil pajak/penerimaan dan block grants
(24)
merupakan tujuan otonomi paling tepat. Meski demikian, dalam setiap transfer mesti ada keseimbangan antara tujuan otonomi dan nasional. Dan keseimbangan ini bukan hal mudah untuk diinterpretasikan sehingga menjadi kebijakan yang berbeda-beda bagi tiap negara.
Secara umum, terdapat dua jenis transfer pusat ke daerah, yaitu non-matching transfers dan matching transfers. Non-matching transfers diberikan kepada Pemerintah Daerah tanpa adanya dana pendamping dari daerah, dan matching transfers dilakukan jika daerah mampu menyediakan dana pendamping. Umumnya, semua jenis matching transfers masuk ke dalam specific transfers,
karena adanya transfer tersebut hanya untuk membiayai jasa dan pelayanan publik tertentu, misalnya Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk bidang pendidikan dan kesehatan. Matching transfers dapat dirinci lagi dalam Open ended matching transfers (apabila dana yang disediakan tidak ada batasan) dan close ended matching transfers (apabila dana yang disediakan dibatasi dalam tingkat tertentu). Masing-masing jenis transfer tersebut memiliki dampak yang berbeda-beda dalam penyediaan jasa dan pelayanan publik, dan lebih lanjut kesejahteraan sosial.
Dari penentuan program apakah turut melibatkan penerima transfer dalam penentuan penggunaan transfer, suatu alokasi dana (transfer) antar pemerintah disebut sebagai general (un-conditional) atau block grants transfers jika transfer yang dilakukan pemerintah pusat ke pemerintah daerah dilakukan tanpa ada ketentuan penggunaan dari alokasi dana oleh pemberi transfer. Sementara itu, apabila penggunaan dari transfer dilakukan setelah adanya penentuan program
(25)
spesifik oleh pemerintah sebelum disalurkannya dana transfer oleh pemerintah pusat, maka jenis transfer ini disebut specific transfers.
Pengalaman di negara-negara maju memperlihatkan bahwa suksesnya desentralisasi tidak terlepas dari adanya program transfer fiskal yang baik. Rancangan formula transfer ini haruslah bersifat sederhana, transparan, dan yang paling penting, konsisten dengan sasaran utamanya. Transfer yang terstruktur rapi akan merangsang persaingan daerah dalam melayani masyarakat dan meningkatkan akuntabilitas sistem keuangan daerah. Sedangkan sistem desentralisasi fiskal yang hanya bersifat “bagi-bagi uang negara” justru akan menutup potensi tersebut (Shah (1997) dalam DAK Whitepaper, 2011). Sebagai contoh transfer untuk bidang kesehatan dan pendidikan dapat diberikan baik untuk sektor publik atau swasta non profit dalam kesempatan dan kriteria yang sama pula untuk memicu persaingan dan inovasi dalam pendanaan, sehingga, prioritas nasional maupun daerah, dalam hal ini pengurangan kemiskinan dapat menurun seiring dengan pengelolaan yang efektif dan efisien.
2.2 Pengeluaran Pemerintah di Sektor Pendidikan dan Kesehatan
Menurut Agus Salim (2007), pengeluaran pemerintah di sektor pendidikan dan kesehatan, baik secara langsung maupun tidak langsung merupakan suatu kebijakan yang pro poor yang mempunyai dampak negatif terhadap kemiskinan melalui dampaknya terhadap pertumbuhan dan pemerataan. Di samping itu, kebijakan pengeluaran tersebut mempunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan melaui dampaknya terhadap pembentukan modal manusia (human capital). Kebijakan inilah yang berdampak ganda (win-win policies).
(26)
Menurut Mahmudi (2007), pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang diselenggarakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan publik dalam melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan peyelenggara pelayanan publik ialah instansi pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pelayanan publik diklasifikasikan ke dalam dua kategori utama, yaitu:
Pelayanan Kebutuhan Dasar
Pelayanan kebutuhan dasar yang harus diberikan pemerintah meliputi kesehatan, pendidikan dasar dan bahan kebutuhan pokok masyarakat dengan uraian sebagai berikut:
Kesehatan
Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar masyarakat, oleh karena itu kesehatan merupakan hak bagi setiap warga masyarakat yang dilindungi Undang-Undang Dasar. Perbaikan pelayanan kesehatan pada dasarnya merupakan suatu investasi sumber daya manusia untuk mencapai masyarakat yang sejahtera (welfare society). Tingkat kesehatan masyarakat akan sangat berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat, karena tingkat kesehatan memiliki keterkaitan yang erat dengan kemiskinan. Sementara itu, tingkat kemiskinan akan terkait dengan tingkat kesejahteraan. Oleh karena itu, kesehatan merupakan faktor utama kesejahteraan masyarakat yang hendak diwujudkan oleh pemerintah, maka kesehatan harus menjadi perhatian utama pemerintah sebagai
(27)
penyelenggara pelayanan publik. Pemerintah harus dapat menjamin hak masyarakat untuk hidup sehat (right for health) dengan memberikan pelayanan kesehatan secara adil dan merata, memadai, terjangkau dan berkualitas.
Pendidikan Dasar
Sama halnya dengan kesehatan, pendidikan merupakan suatu bentuk investasi sumber daya manusia. Tingkat pendidikan juga berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan karena pendidikan merupakan salah satu komponen utama dalam lingkaran setan kemiskinan. Salah satu cara mengatasinya adalah melalui perbaikan pelayanan pendidikan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Pelayanan pendidikan yang paling mendasar adalah pendidikan dasar, yang diterjemahkan oleh pemerintah dalam program Wajib Belajar Sembilan Tahun. Pemerintah hendaknya menjamin bahwa semua anak dapat bersekolah, sehingga diperlukan alokasi anggaran pendidikan yang besar. Wujud alokasi ini terlihat dalam DAK bidang pendidikan yang ditransfer pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Dalam pemenuhan anggaran tersebut amanat amandemen UUD 1945 mensyaratkan alokasi anggaran pendidikan minimal 20 persen dari total anggaran.
Bahan Kebutuhan Pokok Masyarakat.
Kebutuhan pokok masyarakat meliputi beras, minyak goreng, minyak tanah, gula pasir dan sebagainya. Dalam hal penyediaan bahan kebutuhan pokok, pemerintah perlu menjamin stabilitas harga kebutuhan pokok
(28)
masyarakat dalam menjaga ketersediaannya di pasar maupun gudang dalam bentuk cadangan maupun persediaan. Ketidakstabilan harga kebutuhan pokok yang tidak terkendali akan menyebabkan inflasi yang tinggi (hiferinflasi) dan dapat menimbulkan ketidakstabilan politik. Selain menjaga stabilitas harga-harga umum, pemerintah perlu menjamin bahwa cadangan persediaan di gudang pemerintah cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sampai jangka waktu tertentu untuk menghindari terjadinya kepanikan masyarakat terhadap kelangkaan bahan kebutuhan pokok tersebut.
Pelayanan Umum
Selain pelayanan kebutuhan dasar, pemerintah sebagai instansi penyelengaran pelayanan publik juga harus memberikan pelayanan umum kepada masyarakat meliputi pelayanan administratif, pelayanan barang, dan pelayanan jasa. Terbatasnya akses-akses bagi kaum miskin menyebabkan mereka tidak mampu untuk mengakumulasi capital/modal yang diperlukan untuk keluar dari jebakan kemiskinan (poverty trap). Akibat minimnya akumulasi kapital kaum miskin, konsekuensinya kaum miskin tak mampu berperan aktif dalam kegiatan ekonomi dan merasakan berkah dari adanya pembangunan. Hal tersebutlah yang mendasari betapa pentingnya pembangunan manusia, di mana dalam pembangunan manusia tersebut tidak hanya meliputi dimensi kesejahteraan saja melainkan terkait juga dengan peningkatan kapasitas dasar manusia melalui akses terhadap pendidikan dan kesehatan terutama bagi masyarakat miskin.
(29)
2.3 Kemiskinan
Pada perkembangan dewasa ini, konsep mengenai kemiskinan telah meliputi berbagai dimensi (multidimensi). Di mana cakupan kemiskinan tidak lagi sekedar mengarah kepada pendapatan ataupun masalah kurangnya pangan, sandang ataupun papan, namun sudah mengarah kepada pendidikan, kesehatan, politik, serta akses-akses terhadap pelayanan yang bersifat umum.
BPS (2008) mendefinisikan kemiskinan sebagai “ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan makanan maupun non makanan yang bersifat mendasar untuk makanan, pakaian, perumahan, pendidikan, kesehatan dan kebutuhan dasar lainnya”. Seseorang dikatakan miskin apabila kebutuhan makannya kurang dari 2100 kalori perkapita per hari atau setara dengan beras 320 kg/kapita/tahun di perdesaan dan 480 kg/kapita/tahun di perkotaan dan kebutuhan non makanan minimum yang dihitung dari besarnya rupiah yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan minimum perumahan, sandang, kesehatan, pendidikan, transportasi, dan lain-lain.
Menurut Bappenas (2004) kemiskinan merupakan “kondisi di mana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat”. Hak-hak dasar masyarakat desa antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial-politik, baik bagi perempuan maupun bagi laki-laki.
(30)
Menurut Wibowo (2003), esensi utama dari pada kemiskinan adalah terletak pada masalah aksesibilitas. Aksesibilitas dalam hal ini bermakna kemampuan seseorang atau sekelompok orang dalam masyarakat untuk dapat mencapai atau untuk mendapatkan sesuatu yang sebenarnya merupakan kebutuhan dasarnya atau merupakan yang seharusnya menjadi haknya sebagai makhluk individu/sosial dan sebagai warga negara yang dijamin dalam Undang-Undang.
Seseorang atau sekelompok orang miskin akan mempunyai aksesibilitas yang rendah dan terbatas terhadap berbagai macam kebutuhan dan layanan dibandingkan mereka yang termasuk golongan menengah ataupun golongan orang berada. Adapun akses-akses yang tidak bisa atau sulit diperoleh masyarakat miskin ialah:
Akses untuk mendapatkan makanan yang layak
Akses untuk mendapatkan sandang yang layak
Akses untuk mendapatkan rumah yang layak
Akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik dan layak
Akses untuk mendapatkan pelayanan pendidikan, sekurang-kurangnya pendidikan dasar Wajib 9 Tahun.
Akses kepada leisure dan entertainment.
Akses untuk mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik dengan terpenuhinya semua basic need dan supporting need.
(31)
Permasalahan aksesibilitas ini akan menjadi penghambat dalam upaya pemerintah dalam pengentasan kemiskinan. Dalam hal ini, pemerintah selayaknya mengevaluasi serta meningkatkan pelayanan publik terutama kepada masyarakat yang lebih membutuhkan. Dalam teori lingkaran setan, menurut Mahmudi (2007), terdapat tiga poros utama yang menjadi penyebab seseorang menjadi miskin, yaitu: 1) rendahnya tingkat kesehatan, 2) rendahnya pendapatan, dan 3) rendahnya tingkat pendidikan. Rendahnya tingkat kesehatan merupakan salah satu pemicu utama terjadinya kemiskinan. Masyarakat yang kurang memiliki kesehatan yang baik akan kesulitan dalam melakukan pekerjaan guna memperoleh pendapatan. Hal ini akan bermakna tingkat produktivitas akan menurun atau rendah. Dengan demikian masyarakat yang memiliki pendapatan rendah akan menjadi miskin, dan masyarakat yang miskin akan susah menjangkau kualitas pendidikan yang memadai serta pelayanan kesehatan yang baik. Hal ini sejalan dengan konsep penelitian ini.
2.4 Penelitian Terdahulu
Penelitian Tentang DAK dan Kemiskinan pernah dilakukan oleh Ritonga (2012) tentang Pengaruh Dana Perimbangan Terhadap Kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif, dengan pengujian regresi berganda dengan melakukan uji asumsi klasik sebelum mendapatkan model penelitian yang terbaik. Variabel dalam penelitian ini adalah DAU, DAK dan DBH sebagai variabel independen dan kemiskinan sebagai variabel dependen. Jumlah populasi penelitian ini sebanyak 33 kabupaten dan kota dan dengan menggunakan
(32)
purposive sampling diperoleh 25 kabupaten/kota sebagai sampel dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2010.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa secara simultan DAU, DAK dan DBH berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan di kabupaten/kota di Sumatera Utara hal ini dapat dijelaskan dalam Adjusted R2 sebesar 70,8% variabel kemiskinan dapat dijelaskan oleh variabel independen yang ada yaitu DAU, DAK dan DBH berpengaruh terhadap kemiskinan. Sisanya sebesar 29,2% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dijelaskan oleh model penelitian ini, tetapi peningkatan penerimaan DAU, DAK, DBH belum mampu untuk menurunkan kemiskinan, hal ini terbukti dengan adanya hubungan positif antara DAU, DAK, DBH dengan kemiskinan. Secara parsial variabel DAU dan DAK berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan di kabupaten/kota di Sumatera Utara, sedangkan DBH, tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kemiskinan.
Penelitian tentang kemiskinan pernah dilakukan Alawi (2006), penelitian tentang Pengaruh Anggaran Belanja Pembangunan Daerah Terhadap Kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah. Variabel yang digunakan adalah pengeluaran untuk pertumbuhan ekonomi (PPE), pengeluaran untuk jaminan sosial (PJS) dan pengeluaran untuk pemberdayaan masyarakat (PPM) sebagai variabel independen dan kemiskinan sebagai variabel dependen.
Hasil penelitian ini menunjukkan ketiga jenis variabel berpengaruh kepada kemiskinan, pengeluaran untuk program pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran untuk program jaminan sosial berhasil memperbaiki tingkat kemiskinan hal ini terbukti dengan hubungan negatif antara tingkat kemiskinan dengan pengeluaran
(33)
dalam rangka pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran untuk jaminan sosial, tetapi pengeluran untuk pemberdayaan masyarakat belum mampu mengurangi tingkat kemiskinan. Hal ini terlihat pada hubungan positif antara tingkat kemiskinan dengan alokasi pengeluaran untuk pemberdayaan masyarakat.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini lebih melihat ke dalam rincian pengalokasian anggaran untuk DAK dengan mengambil dua sektor, yakni bidang pendidikan dan bidang kesehatan. Dengan dua sektor yang dikhususkan ini, penelitian ini mengkaji pengaruhnya terhadap kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Nama
Peneliti
Judul Penelitian Variabel Penelitian
Hasil Penelitian Ritonga
(2012)
Pengaruh Dana Perimbangan Terhadap Kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara
Dana
Perimbangan(DAU, DAK, DBH), dan Kemiskinan
DAU, DAK, dan DBH berpengaruh secara simultan terhadap Kemiskinan. Secara parsial, DAU
dan DAK berpengaruh
sementara DBH tidak berpengaruh terhdap Kemiskinan
Alawi (2006)
Pengaruh Anggaran Belanja
Pembangunan Daerah Terhadap Kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah
PPE, PJS, PPM dan Kemiskinan
Besarnya PPE, PJS, berpengaruh secara negatif terhadap Kemiskinan, sementara besarnya PPM berpengaruh secara positif terhadap Kemiskinan
(34)
2.5 Kerangka Konseptual
Desentralisasi fiskal di Indonesia dapat dimaknai sebagai pendelegasian wewenang dari pemerintah pusat terkait transfer yang diberikan guna mencapai hal-hal yang diprioritaskan secara kedaerahan maupun nasional. Dapat juga bermakna bahwa daerah lebih mengetahui apa yang dibutuhkan ketimbang apa yang diketahui oleh pusat. DAK yang merupakan salah satu bentuk transfer dari pemerintah pusat haruslah dikelola dengan baik oleh pemerintah daerah yang menerimanya. Pemerintah daerah harus berfokus terhadap sektor-sektor yang dianggap penting seperti pendidikan dan kesehatan. Pendidikan yang layak dan pelayanan kesehatan yang baik akan menjadi alat dalam pemberantasan kemiskinan, sehingga prioritas nasional akan tercapai. Pengentasan kemiskinan haruslah dianggap penting oleh pemerintah daerah guna mencapai masyarakat yang sejahtera dan berkualitas. Untuk itu, kebijakan pemerintah yang sifatnya prioritas akan sangat mempengaruhi hasil yang diharapkan, sebab, bukan besar-kecilnya alokasi anggaran yang mempengaruhi tetapi pengelolaan yang efektif dan efisien yang mempengaruhi tercapainya hasil yang baik. DAK bidang pendidikan dan kesehatan diharapkan akan mempengaruhi kemiskinan menuju masyarakat yang sejahtera. Kerangka konseptual penelitian ini digambarkan sebagai berikut:
(35)
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual 2.5 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dikembangkan dari telaah teoritis sebagai jawaban sementara dari masalah atau pertanyaan penelitian yang memerlukan pengujian secara empiris (Sugiyono, 2007:51) dalam Ritonga (2012). Hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah: DAK bidang pendidikan dan kesehatan berpengaruh baik secara simultan maupun parsial terhadap kemiskinan.
DAK Bidang Pendidikan (X1)
KEMISKINAN
(Y) DAK Bidang
(36)
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian yang bersifat asosiatif kausal. Jenis penelitian ini merupakan penelitian yang menganalisis hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya atau satu variabel mempengaruhi variabel lainnya. Dalam penelitian ini akan diuji pengaruh DAK bidang pendidikan dan DAK bidang kesehatan terhadap kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara.
3.2 Populasi dan Sampel
Menurut Sarwono dan Tutty Martadiredja (2008:124) dalam Ritonga (2012) “Populasi adalah kelompok entitas lengkap yang mempunyai kesamaan dalam karakteristik”. Populasi dalam penelitian ini adalah 33 kabupaten dan kota. Sampel adalah bagian populasi yang digunakan untuk memperkirakan karekteristik populasi (Erlina, 2008:75). Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan metode purposive sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan kriteria tertentu yaitu kelengkapan data yang tersedia. Berdasarkan kriteria tersebut, maka sampel yang diperoleh dalam penelitian ini berjumlah 24 kabupaten dan kota dengan tiga tahun pengamatan yang berarti 72 Sampel.
(37)
Tabel 3.1
Daftar Sampel Penelitian
NO KABUPATEN/KOTA POPULASI KELENGKAPAN
DATA SAMPEL
1 Kab. Nias √ √ Sampel 1
2 Kab. Mandailing Natal √ √ Sampel 2
3 Kab. Tapanuli Selatan √ X
4 Kab. Tapanuli Tengah √ √ Sampel 3
5 Kab. Tapanuli Utara √ √ Sampel 4
6 Kab. Toba Samosir √ √ Sampel 5
7 Kab. Labuhan Batu √ √ Sampel 6
8 Kab. Asahan √ √ Sampel 7
9 Kab. Simalungun √ √ Sampel 8
10 Kab. Dairi √ √ Sampel 9
11 Kab. Tanah Karo √ √ Sampel 10
12 Kab. Deli Serdang √ √ Sampel 11
13 Kab. Langkat √ √ Sampel 12
14 Kab. Nias Selatan √ √ Sampel 13
15 Kab. Humbang Hasundutan √ √ Sampel 14
16 Kab. Pakpak Bharat √ √ Sampel 15
17 Kab. Samosir √ √ Sampel 16
18 Kab. Serdang Bedagai √ √ Sampel 17
19 Kab. Batu Bara √ X
20 Kab. Padang Lawas Utara √ X
21 Kab. Padang Lawas √ X
22 Kab. Labuhan Batu Selatan √ X 23 Kab. Labuhan Batu Utara √ X
24 Kab. Nias Utara √ X
25 Kab. Nias Barat √ X
26 Kota Sibolga √ √ Sampel 18
27 Kota Tanjung Balai √ √ Sampel 19
28 Kota Pematang Siantar √ √ Sampel 20
29 Kota Tebing Tinggi √ √ Sampel 21
30 Kota Medan √ √ Sampel 22
31 Kota Binjai √ √ Sampel 23
32 Kota Padang Sidempuan √ √ Sampel 24
33 Kota Gunung Sitoli √ X
(38)
3.3 Jenis dan Sumber Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, data yang diukur dalam suatu skala numerik (angka) yaitu data kemiskinan tahun 2008-2010 dan data DAK bidang pendidikan dan kesehatan tahun 2008-2010, dan merupakan data sekunder yaitu data yang biasanya telah dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data yang diperoleh dari. Sumber data kemiskinan dan data alokasi dana perimbangan diperoleh dari situs BPS provinsi Sumatera Utara, situs Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
3.4 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dilakukan dengan yang digunakan studi dokumentasi, yaitu dengan mengumpulkan data sekunder berupa data perkembangan alokasi dana perimbangan provinsi Sumatera Utara dan data kemiskinan selama tahun amatan 2008-2010, serta buku, artikel yang menguatkan dan berkaitan dengan penelitian ini. Data diperoleh dari internet dengan cara mengunduh data-data yang diperlukan dengan mengakses dari situs DAK-Bappenas (www.tkp2e.org) dan BPS Sumatera Utara.
3.5 Definisi Operasional dan Pengukuran Varibel
Definisi operasional “ menjelaskan karakteristik dari objek dalam elemen elemen yang dapat diobservasi yang menyebabkan konsep dapat diukur dan dioperasionalisasikan dalam penelitian” (Erlina, 2008:57)
Untuk memberikan gambaran yang jelas dan memudahkan pelaksanaan penelitian ini, maka perlu diberikan definisi variabel operasional yang akan
(39)
bidang pendidikan dan kesehatan, sementara variabel dependen dari penelitian ini adalah jumlah penduduk miskin Sumatera Utara.
3.5.1 Dana Alokasi Khusus Bidang Pendidikan
DAK bidang pendidikan adalah dana yang yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk menunjang program Wajib Belajar (Wajar) Pendidikan Dasar 9 Tahun yang bermutu, yang diprioritaskan pada daerah tertinggal, daerah terpencil, daerah perbatasan, dan daerah pesisir dan pulau-pulau kecil guna mencapai prioritas nasional. Skala yang dipergunakan: rasio.
3.5.2 Dana Alokasi Khusus Bidang Kesehatan
DAK bidang kesehatan dialokasikan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan terutama dalam rangka mempercepat penurunan angka kematian ibu dan angka kematian bayi; meningkatkan pelayanan kesehatan bagi keluarga miskin serta masyarakat di daerah terpencil, tertinggal, perbatasan, dan kepulauan, melalui peningkatan jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan, khususnya untuk pengadaaan, peningkatan dan perbaikan sarana dan prasarana puskesmas, dan jaringannya termasuk poskesdes, dan rumah sakit provinsi/kabupaten/kota untuk pelayanan kesehatan rujukan, serta penyediaan sarana/prasarana penunjang pelayanan kesehatan di kabupaten/kota. Skala yang dipergunakan : rasio.
(40)
3.5.3 Kemiskinan
Kemiskinan dalam penelitian ini adalah jumlah penduduk miskin absolut dengan menggunakan kriteria dari BPS. Jumlah penduduk miskin merupakan total penduduk miskin absolut yang berada di setiap kabupaten/kota dalam satuan orang/jiwa. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan. Skala yang dipergunakan: rasio.
Tabel 3.2
Defenisi Operasional Variabel dan Skala Pengukuran
Variabel Defenisi Operasional Indikator Skala
DAK Bidang Pendidikan (X1)
Dana yang dialokasikan untuk menunjang program wajib belajar 9 tahun yang bermutu guna mencapai prioritas nasional
Realisasi penerimaan anggaran DAK bidang pendidikan Rasio DAK Bidang Kesehatan (X2)
Dana yang dialokasikan untuk pelayanan kesehatan terutama untuk masyarakat miskin serta peningkatan sarana/prasarana penunjang pelayanan kesehatan
Realisasi penerimaan anggaran DAK bidang kesehatan Rasio Jumlah Penduduk Miskin (Y)
Total penduduk miskin absolut yang berada di setiap kabupaten/kota dalam satuan orang/jiwa. Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan. Jumlah penduduk miskin menurut BPS Rasio
Sumber: diolah oleh penulis (2013) 3.6 Metode dan Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis statistik dengan menggunakan software SPSS 19 (Statistical Product and Services Solution). Metode dan teknik analisis dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
(41)
3.6.1 Uji Asumsi Klasik
Salah satu syarat yang menjadi dasar penggunaan model regresi berganda dengan metode Ordinary Least Square (OLS) adalah dipenuhinya semua asumsi klasik, agar hasil pengujian bersifat tidak bias dan efisien (Best Linear Unbiased Estimator/BLUE).
3.6.1.1Uji Normalitas
Uji ini bertujuan untuk “mengetahui apakah dalam model regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Pengujian ini perlu dilakukan karena untuk melakukan uji t dan uji F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Jika asumsi ini dilanggar atau tidak dipenuhi maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil” (Erlina, 2008:102). Untuk mendeteksi apakah residual terdistribusi normal atau tidak, yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik. Dalam analisis grafik, distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal dan plotting data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika garis yang menggambarkan data sesungguhnya mengikuti garis diagonalnya maka data residual terdistribusi secara normal . Untuk uji statistik, dapat dilakukan dengan melihat nilai Kolmogorov-Smirnov, jika nilai signifikansinya < 0,05 maka data terdistribusi secara normal. Sebaliknya, jika nilai signifikansinya > 0,05 maka data tersebut tidak terdistribusi secara normal.
(42)
3.6.1.2Uji Multikolonieritas
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan antara variabel yang satu dengan variabel lainnya. “Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel indepanden” (Ghozali, 2006: 95). Jika terjadi korelasi antara variabel independen maka variabel independen tersebut tidak ortogonal. Dalam hal ini variabel independen tersebut memiliki nilai korelasi antara sesamanya sama dengan nol. Untuk mengetahui adanya multikoliniearitas dapat dilihat melalui nilai Variance Inflation Factor (VIF) dan nilai toleransi (tolerance value). Untuk mengetahui adanya gejala multikoliniearitas biasanya digunakan nilai cutoff dengan nilai tolerance < 0,10 dan nilai VIF> 10.
3.6.1.3Uji Heteroskedastisitas
Menurut Ghozali (2006: 126) .Uji ini bertujuan untuk “menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya tetap, maka disebut homoskedastisitas, jika berbeda disebut heteroskedastisitas”. Untuk melihat ada atau tidaknya heteroskedastisitas dilakukan dengan mengamati grafik scatterplot antar nilai prediksi variabel terikat dengan residualnya. Deteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot
(43)
yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas; Jika tidak ada pola yang jelas, seperti titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
3.6.1.4Uji Autokorelasi
Uji ini bertujuan untuk “menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya)”, (Ghozali, 2006:99). Autokorelasi dapat terjadi pada observasi yang menggunakan runtut waktu (time series) dimana pengganggu dari data pada periode sebelumnya akan berpengaruh terhadap data pada periode berikutnya. Model regresi yang baik harus terbebas dari adanya autokorelasi. Salah satu cara untuk mengetahui ada atau tidaknya korelasi yaitu dengan melakukan uji Durbin-Watson (DW test) sebagai berikut:
• angka D-W dibawah -2, berarti ada autokorelasi positif.
• angka D-W diantara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi.
• angka D-W di atas +2, berarti ada autokorelasi negative. 3.6.2 Pengujian Hipotesis Penelitian
Pengujian hipotesis penelitian dilakukan dengan analisis regresi berganda (multiple regression analysis). Uji ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh beberapa variabel independen terhadap satu variabel dependen. Hasil dari analisis regresi berganda berupa koefisien untuk
(44)
setiap variabel independen. Persamaan regresi linier berganda yang digunakan adalah sebagai berikut:
Y = α + �1 X1 +�2 X2+ + �
Keterangan:
Y = kemiskinan
α = konstanta
β1, β2 = koefisian regresi dari variabel independen
X1 = DAK bidang pendidikan
X2 = DAK bidang kesehatan
ε = error
3.6.3 Koefisien Determinasi ( R2)
“Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model menerangkan variasi variabel independen” (Ghozali, 2006: 87). Nilai koefisien determinasi berkisar antara 0 sampai dengan 1. Jika koefisien determinasi semakin mendekati 1 maka semakin kuat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dan koefisien determinasi mendekati 0, maka dapat dikatakan semakin kecil pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Menurut Ghozali (2006: 87), “kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model”. Banyak peneliti menganjurkan untuk menggunakan nilai Adjusted R² pada saat mengevaluasi mana model regresi terbaik. Tidak seperti R², nilai Adjusted R²
(45)
dapat naik atau turun apabila satu variabel independen ditambahkan kedalam model.
3.6.4 Uji Statistik F (uji secara simultan)
“Uji F bertujuan untuk menguji variabel independen yang digunakan dalam model regresi berpengaruh secara simultan terhadap variabel dependen” (Ghozali, 2006: 88). Ketentuan yang digunakan dalam uji F adalah jika F hitung lebih besar dari F tabel atau probabilitas lebih kecil dari tingkat signifikansi (Sig. < 0,05) maka model penelitian dapat digunakan atau model tersebut sudah tepat. Sebaliknya jika F hitung lebih kecil dari F tabel atau probabilitas lebih besar dari tingkat signifikansi (Sig. > 0,05) maka model penelitian tidak dapat digunakan atau model tersebut tidak tepat. 3.6.5 Uji Statistik t (uji secara parsial)
“Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variabel dependen” (Ghozali, 2006:88). Suatu variabel independen dikatakan mempunyai pengaruh yang kuat dengan variabel dependen jika t-hitung lebih besar dari t-tabel atau probabilitas lebih kecil dari tingkat signifikansi (Sig. < 0,5). Dan sebaliknya, variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen apabila t-hitung lebih kecil dari t-tabel atau probabilitas lebih besar dari tingkat signifikansi (Sig. > 0,05).
(46)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskriptif Sampel Penelitian
Data kuantitatif yang dipergunakan pada penelitian ini adalah Laporan Perkembangan Realisasi Dana Alokasi Khusus Bidang Pendidikan dan Kesehatan dan Laporan Jumlah Penduduk Miskin Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara tahun 2008 s/d tahun 2010. Dari laporan tahunan tersebut yang menjadi objek penelitian adalah Realisasi Dana Alokasi khusus (DAK) Bidang Pendidikan dan Kesehatan, serta data Jumlah Penduduk Miskin tahun amatan 2008 s/d 2010. Data diperolah dari situs Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara, situs Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
4.2 Statistik Deskriptif
Menurut (Sugiyono, 2007:142) statistik deskriptif adalah proses pengumpulan dan peringkasan data, serta upaya untuk menggambarkan berbagai karakteristik data yang telah terorganisasi tersebut. Statistik deskriptif digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum atau generalisasi.
Peneliti menggunakan statistik deskriptif apabila hanya ingin mendeskripsikan data sampel, dan tidak ingin membuat kesimpulan yang berlaku untuk populasi di mana sampel diambil. Berdasarkan data cross section sebanyak
(47)
24 daerah kabupaten/kota dan time series sebanyak 3 tahun pengamatan, maka diperoleh deskriptif statistik data penelitian sebagai berikut:
Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Descriptive
Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
DAK_PEND 72 7637000000 56303000000 22005833333.33 10827622246.880
DAK_KES 72 1907000000 16410000000 7464375000.00 3157538368.339
KEMISKINAN 72 5600 217300 55224.17 47446.494
Valid N (listwise) 72
Sumber: Diolah oleh penulis (2013)
Berdasarkan tabel 4.1 di atas dapat diketahui: 1. Jumlah sampel (N) sebanyak 72.
2. Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang pendidikan memiliki nilai rata-rata sebesar 22.005.833.333,33 dengan standar deviasi 10.827.622.246,880 DAK bidang pendidikan terendah adalah 7.637.000.000 yaitu DAK bidang pendidikan kabupaten Pak-Pak Bharat pada tahun 2010, DAK bidang pendidikan tertinggi sebesar 56.303.000.000 yaitu DAK bidang pendidikan kabupaten Deli Serdang pada tahun 2009. Rata-rata DAK bidang pendidikan dari tahun 2008 sampai tahun 2010 mengalami peningkatan maupun penurunan. Nilai standar deviasi menunjukkan adanya kesenjangan DAK bidang pendidikan yang dialokasikan kepada daerah-daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan-kegiatan khusus daerah tersebut berdasarkan prioritas nasional dan tujuan nasional khusus.
3. Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang kesehatan memiliki nilai rata-rata sebesar 7.464.375.000,00 dengan standar deviasi 3.157.538.368,339 DAK
(48)
kota Medan pada tahun 2008, DAK bidang kesehatan tertinggi sebesar 16.410.000.000 yaitu DAK bidang kesehatan kota Medan pada tahun 2010. Rata-rata DAK bidang kesehatan dari tahun 2008 sampai tahun 2010 mengalami peningkatan maupun penurunan. Nilai standar deviasi menunjukkan adanya kesenjangan DAK bidang kesehatan yang dialokasikan kepada daerah-daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan-kegiatan khusus daerah tersebut berdasarkan prioritas nasional dan tujuan nasional khusus.
4. Kemiskinan terendah adalah 5.600 jiwa, di kabupaten Phakpak Barat pada tahun 2010, kemiskinan yang tertinggi adalah 217.300 jiwa di kota Medan pada tahun 2008, dengan rata-rata kemiskinan 55.224 jiwa serta standar deviasi 47.446,494. Rata-rata jumlah kemiskinan dari tahun 2008 sampai tahun 2010 mengalami penurunan secara berkala. Namun demikian nilai standar deviasi yang masih cukup besar mengindikasikan penduduk yang tersebar di provinsi Sumatera Utara belum begitu merata yang disebabkan tingginya urbanisasi.
4.3 Uji Asumsi Klasik 4.3.1 Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil.
(49)
Sumber: Diolah oleh penulis (2013) Gambar 4.1 Histogram Regresi
Data yang baik adalah data yang mempunyai pola seperti distribusi normal, yakni distribusi data tersebut tidak menceng ke kiri atau menceng ke kanan. Setelah melakukan uji normalitas dengan mengunakan software SPSS 19 diketahui bahwa model regresi penelitian ini berdistribusi secara normal hal ini dapat disimpilkan melalui tampilan grafik histogram (gambar 4.1), data distribusi nilai residual menunjukkan berdistribusi normal, hal ini dinyatakan pada gambar berbentuk bel yang hampir sempurna (simetris).
Demikian juga pada normal probability plot (gambar 4.2), data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonalnya. Hal
(50)
ini menunjukkan residual berdistribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
Sumber: Diolah oleh penulis (2013) Gambar 4.2 Normal P-Plot
Pengujian normalitas data dengan hanya melihat grafik dapat menyesatkan kalau tidak melihat secara seksama, sehingga kita perlu melakukan uji normalitas data dengan menggunakan statistik agar lebih meyakinkan. Untuk memastikan apakah data di sepanjang garis diagonal berdistribusi normal, maka dilakukan uji Kolmogorov-Smirnov (One-Sampel
K-S) dengan melihat data residualnya apakah berdistribusi normal atau tidak. Jika nilai signifikansinya lebih besar dari 0,05 maka data tersebut terdistribusi normal. Jika nilai signifikansinya lebih kecil dari 0,05 maka distribusi data adalah tidak normal. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov dapat dilihat pada tabel 4.2. Berdasarkan output SPSS di bawah ini terlihat bahwa nilai asymp sig
(51)
(2-tailed) adalah 0,471 dan di atas nilai signifikan 0,05 dengan kata lain variabel residual berdistribusi normal.
Tabel 4.2
Uji One-Sample Kolmogorov-Smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 72
Normal Parametersa,b Mean .0000000
Std. Deviation .66282239 Most Extreme
Differences
Absolute .100
Positive .100
Negative -.063
Kolmogorov-Smirnov Z .846
Asymp. Sig. (2-tailed) .471
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Sumber: Diolah oleh penulis (2013) 4.3.2 Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas dilakukan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Menurut Ghozali (2005:91) “adanya gejala multikolinearitas dapat dilihat dari nilai tolerance atau nilai Variance Inflation Factor (VIF). Batas nilai tolerance adalah 0,1 dan batas VIF adalah 10”. Apabila nilai tolerance < 0,1 atau VIF > 10 = terjadi multikolinearitas. Apabila nilai tolerance > 0,1 atau VIF < 10 = tidak terjadi multikolinearitas. Hasil pengujian terhadap multikolinearitas pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.3.
(52)
Tabel 4.3
Colinearity Statistic
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
T Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) -16.555
4.631 -3.575 .001
LN_DIK .945 .186 .547 5.093 .000 .792 1.263 LN_SEH .209 .198 .114 1.057 .294 .792 1.263 a. Dependent Variable: ln KEMISKINAN
Sumber: Diolah oleh penulis (2013)
Hasil uji statistik nilai Tolerance menunjukkan tidak ada variabel independen yang memiliki nilai Tolerance kurang dari 0.10, dan demikian juga hasil perhitungan Variance Inflation Factor (VIF) menunjukkan nilai VIF lebih kecil dari 10.
Tabel 4.4
Covariance Matrix
Model
1 Correlations LN_DIK -.456 1.000
LN_SEH 1.000 -.456
Covariances LN_DIK -.017 .034
LN_SEH .039 -.017
Berdasarkan tabel 4.4 maka kita dapat melihat hasil besaran korelasi antar variabel dependen tampak bahwa hanya variabel DAK bidang pendidikan yang mempunyai korelasi cukup rendah dengan variabel DAK bidang kesehatan dengan tingkat korelasi - 0,456 atau sekitar 45,6 %. Oleh karena korelasi ini masih dibawah 95 %, maka dapat disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas.
(53)
4.3.3 Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada masalah autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya.
Masalah ini timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Hal ini sering ditemukan pada runtut waktu (time series) karena “gangguan” pada seseorang individu/kelompok yang sama pada periode berikutnya. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Salah satu cara untuk mengetahui ada atau tidaknya korelasi yaitu dengan melakukan uji Durbin-Watson (DW test).
Berdasarkan output SPSS 19 pada tabel 4.5 diketahui bahwa nilai Dubrin-Watson sebesar 0,980 sehingga dapat dikatakan tidak terjadi auto korelasi hal ini bersarkan pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi menurut Ghozali (2006:218) dengan cara melihat besaran Dubrin-Watson (D-W) sebagai berikut:
• angka D-W dibawah -2, berarti ada autokorelasi positif.
• angka D-W diantara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi.
(54)
Tabel 4.5
Uji Statistik Durbin-Watson Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Durbin-Watson
1 .608a .369 .351 .67236 .980
a. Predictors: (Constant), lnDIK, lnKES b. Dependent Variabel: lnKEMISKINAN Sumber: Diolah oleh penulis (2013)
4.3.4 Uji Heteroskedastisitas
Uji heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variansi dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variansi dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas.
Sumber: Diolah oleh penulis (2013)
Gambar 4.3 Grafik Scatterplot
(55)
Grafik Plot pada gambar 4.3 menunjukkan bahwa tidak ada pola yang jelas, serta titik – titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka dapat dinyatakan tidak terjadi heteroskedastisitas.
4.4 Hasil Pengujian Hipotesis 4.4.1 Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi digunakan untuk “mengukur seberapa jauh kemampuan model menerangkan variasi variabel independen (Ghozali, 2006: 87). Nilai koefisien determinasi berkisar antara nol sampai dengan 1. Jika koefisien determinasi semakin mendekati 1 maka semakin kuat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dan koefisien determinasi mendekati 0, maka dapat dikatakan semakin kecil pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.
Tabel 4.6
Nilai Koefisien Determinasi Model Summaryb Mode
l R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Durbin-Watson
1 .608a .369 .351 .67236 .980
a. Predictors: (Constant), lnDIK, lnKES b. Dependent Variabel: lnKEMISKINAN Sumber: Diolah oleh penulis (2013)
Berdasarkan tabel 4.7 diatas diketahui bahwa R2 = 0,369 berarti hubungan antara DAK bidang pendidikan dan DAK bidang kesehatan terhadap kemiskinan sebesar 36,9%. Adjusted R Square sebesar 0,608 berarti 60,8% faktor-faktor kemiskinan dapat dijelaskan oleh DAK bidang
(56)
pendidikan dan DAK bidang kesehatan, sedangkan 39,2% dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
4.4.2 Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Secara simultan, pengujian hipotesis dilakukan dengan uji F-test. Uji F digunakan untuk menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Bentuk pengujiannya adalah Ho: βi = β2 = …= βk = 0, artinya semua variabel independen bukan merupakan penjelas yang signifikan atau tidak memiliki pengaruh terhadap variabel dependen dan Ha: β1 ≠ β2 ≠...≠ β3= 0, artinya semua variabel independen merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen atau dengan kata lain semua variabel independen tersebut memiliki pengaruh terhadap variabel dependen.
Uji ini dilakukan dengan membandingkan signifikansi F hitung dengan ketentuan jika signifikansi <0,05 maka Ha diterima, sedangkan jika signifikansi >0,05 maka Ha ditolak. Serta membandingkan nilai F hasil perhitingan dengan F menurut tabel. Bila nilai F hitung lebih besar daripada nilai F tabel, maka Ha diterima dan sebaliknya. Uji F ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel DAK bidang pendidikan (X1) dan variabel DAK bidang kesehatan (X2) berpengaruh secara simultan atau bersama-sama terhadap kemiskinan (Y).
(57)
Tabel 4.8 Uji Statistic F
ANOVAb
Model
Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 18.256 2 9.128 20.192 .000a
Residual 31.193 69 .452
Total 49.449 71
a. Predictors: (Constant), lnDIK, lnKES b. Dependent Variable: lnKEMISKINAN Sumber: Diolah oleh penulis (2013)
Tabel 4.8 di atas mengungkapkan bahwa nilai signifikan (0,00) lebih kecil dari 0,05 maka DAK bidang pendidikan dan DAK bidang kesehatan secara bersama-sama berpengaruh terhadap Kemiskinan. Jika membandingkan nilai F hitung dengan nilai F tabel diketahui bahwa nilai F hitung lebih besar dari nilai F tabel (20,192>2,699393). Sehingga dapat disimpulkan bahwa DAK bidang pendidikan dan DAK bidang kesehatan secara bersama-sama berpengaruh terhadap Kemiskinan.
4.4.3 Uji Signifikansi Parsial (Uji statistik t)
Uji t dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel-variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial (individu). Uji-t ini dilakukan dengan membandingkan nilai P-value dari t dengan α. Kesimpulan yang dapat diambil dari uji t ini adalah:
a. Bila nilai P value dari t masing-masing variabel independen > α = 5%, maka Ho : bi = 0 diterima dan Ha: bi ≠ 0 ditolak, artinya secara individual variabel independen Xi tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen
(58)
b. Bila nilai P value dari t masing-masing variabel independen < α = 5% maka Ho : bi = 0 ditolak dan Ha: bi ≠ 0 diterima, artinya secara individual masing-masing variabel independen Xi berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.
Tabel 4.9 Uji Statistik t
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) -16.555 4.631
-3.575
.001
LN_DIK .945 .186 .547 5.093 .000
LN_SEH .209 .198 .114 1.057 .294
a. Dependent Variabel: lnKEMISKINAN Sumber: Diolah oleh penulis (2013)
Dari hasil pengujian akan dijelaskan pengaruh variabel independen secara satu persatu (parsial) dengan membandingkan antara nilai signifikansi (t hitung) yang terdapat dalam tabel 4.9 dengan t tabel (1,984984), kemudian dari tabel 4.9 diatas dapat diperoleh model persamaan regresi berganda sebagai berikut:
lnY = -16,555 + 0,945lnDIK + 0,209lnKES + e Keterangan :
1. Konstanta (a) sebesar -16,555 menunjukkan bahwa apabila tidak ada variabel independen (X = 0) maka kemiskinan adalah sebesar -16,555. 2. DAK bidang pendidikan berpengaruh secara signifikan terhadap
kemiskinan, Hal ini terlihat dari nilai signifikansi (0,00) di bawah atau lebih kecil dari 0,05. Perbandingan nilai t-hitung dengan t-tabel juga
(1)
5.13KESIMPULAN
Penelitian ini menguji apakah Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan dan Kesehatan berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap Kemiskinan di kabupaten/kota provinsi Sumatera Utara. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 24 kabupaten/kota dengan tiga tahun amatan 2008-2010. Berdasarkan hasil penelitian pada bab sebelumnya, kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
5. Permasalahan utama dalam melihat pengaruh DAK Bidang Pendidikan dan
Kesehatan dalam mempengaruhi Kemiskinan
di provinsi Sumatera Utara ialah bukan dilihat dari besar-kecilnya anggaran yang dialokasikan tetapi efesiensi dan efektivitas dari penggelolaan anggaran tersebut.
6. Secara parsial variabel DAK
bidang pendidikan berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan di kabupaten/kota di provinsi Sumatera Utara. Secara parsial DAK bidang kesehatan tidak berpengaruh
signifikan terhadap kemiskinan di kabupaten/kota
provinsi Sumatera Utara. 7. Secara simultan DAK bidang
pendidikan dan kesehatan berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan di kabupaten/kota di provinsi Sumatera Utara.
8. Peningkatan DAK bidang pendidikan dan kesehatan belum mampu untuk mengurangi kemiskinan di provinsi Sumatera Utara. Hal ini terbukti dengan adanya hubungan positif antara
kemiskinan dengan peningkatan dalam penerimaan DAK bidang
pendidikan dan kesehatan.
5.14Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang memerlukan perbaikan dan pengembangan dalam penelitian-penelitian berikutnya. Keterbatasan-keterbatasan dalam penelitian ini adalah :
4. Sampel dalam penelitian ini dibatasi pada kabupaten/kota tertentu yang memiliki ketersediaan data, yaitu 24 kabupaten/kota di provinsi Sumatera Utara. Hal ini menyebabkan hasil penelitian hanya berlaku untuk kabupaten/kota yang menjadi sampel penelitian, sehingga belum dapat di generalisasi untuk seluruh kabupaten/kota di Indonesia,
5. Penelitian hanya mengambil dua variabel independen saja sehingga hasil penelitian ini belum dapat menjelaskan semua variabel yang mempengaruhi kemiskinan di provinsi Sumatera Utara.
6. Periode penelitian yang digunakan hanya tiga tahun yaitu tahun 2008 sampai tahun 2010 yang disebabkan
(2)
oleh keterbatasan akses perolehan data.
5.15Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti mencoba memberikan saran baik bagi pemerintah daerah, masyarakat serta peneliti selanjutnya.
4. Bagi Pemerintah Daerah
Efektivitas dan efesiensi pengelolaan anggaran DAK bidang pendidikan dan kesehatan dengan pengupayaan program tepat sasaran serta kontrol yang ketat akan memberikan hasil yang baik bagi masyarakat sehingga prioritas dapat dicapai.
5. Bagi Masyarakat
Masyarakat sebagai penerima hasil dapat melihat dan menilai kinerja pemerintah daerah dalam mengelola DAK bidang pendidikan dan kesehatan. Hal ini dapat dilihat, misalnya dalam hal pelaksanaan pembangunan sarana maupun prasarana publik yang tepat sasaran, atau peningkatan standar pelayanan publik. Selain itu dukungan masyarakat serta partisipasi terhadap upaya kinerja
pemerintah akan memaksimalkan hasil yang
akan dicapai.
6. Bagi peneliti selanjutnya
Peneliti selanjutnya disarankan agar mengambil sampel kabupaten dan kota di luar provinsi Sumatera Utara atau
hal-hal terkait penelitian di provinsi Sumatera Utara, semisalnya data tahun 2011 ke atas. Ini dimaksudkan agar dapat hasil penelitian ke depan dapat bersifat lebih up date
sehingga sesuai dengan kondisi terkini atau juga berlaku untuk kabupaten/kota di luar provinsi Sumatera Utara, dan disarankan juga agar
menambah variabel
independen dalam penelitian tentang kemiskinan ini.
(3)
DAFTAR PUSTAKA
Alawi, Nadhif. 2006. Pengaruh
Anggaran Belanja Pembangunan Daerah Terhadap Kemiskinan. [tesis].
Jakarta: Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.
Bahl, R. and Linn, J. (1992). Urban Public Finance in Developing Countries. New York: Oxford University Press.
Bahl, R. and Linn, J. (1994) “Fiscal
Decentralization and intergovernmental transfers in
less developed countries” Publius: The Journal of Federalism vol 24 winter. Bird, R.M. and Villaincourt, F.
(1998). Fiscal
Decentralization in Developing Countries.
Cambridge: Cambridge University Press.
Brata, Aloysius Gunadi. 2005.
Investasi Sektor Publik Lokal, Pembangunan Manusia, dan
Kemiskinan. Lembaga
Penelitian - Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Februari. Brodjonegoro, Bambang (2006),
Desentralisasi sebagai Kebijakan Fundamental untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan Mengurangi Kesenjangan Antar Daerah di
Indonesia, Pidato Pengukuhan Guru Besar
Tetap UI.
Davey, KJ. 1983, Financing
Regional Government, Jhon
Weley I Sons, Chicester, UK.
Dilinger, William (1994).
Decentralization and Its Implications For Urban
Service Delivery. Urban
Management Programme. Erlina. 2008. Metode Penelitian
Bisnis untuk Akuntansi dan
Manajemen, Cetakan
Pertama. Medan: USU Press. Ghozali, Imam H. 2006. Aplikasi
Multivariate dengan program
SPSS, Cetakan Keempat.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Ginting., Charisma Kuriata, 2008,
Analisis Pembangunan Manusia Di Indonesia,
Medan: Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Tesis.
Johanna. 2011. “Analisis Pengeluaran Pemerintah di Sektor Pendidikan dan Kesehatan Terhadap Pengentasan Kemiskinan Melalui Peningkatan Pembangunan Manusia di
Provinsi Jawa Tengah”,
Semarang: Universitas Diponegoro. Jurnal Dinamika
Ekonomi Pembangunan
Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. 2012. Buku
Pedoman Penulisan Skripsi
dan Ujian Komprehensif.
.
(4)
Medan: Universitas Sumatera Utara.
Oates, Wallece E. (1972), Fiscal Federalism. New York: Hardcourt Brace Jovanovich. Oates, W.E. (1999. ‘An Essay on
Fiscal federalism’, Journal of economisc literature, 37(3): 1120-49.
Mahmudi. 2007. Manajemen Kinerja
Sektor Publik. UPP STIM
YKPN. Yogyakarta.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 tentang
Dana Perimbangan
Ritonga, Sanusi. 2012. Pengaruh Dana Perimbangan Terhadap
Kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi
Sumatera Utara, Medan:
Universitas Sumatera Utara. Skripsi.
Salim, Agus. 2007. ‘Peran Anggaran
Pemerintah Terhadap Pengurangan Angka Kemiskinan di Indonesia’,
Ekonomi dan Bisnis. Volume 10 Nomor 1.
Scheneider, M. (2002), Local fiscal equalization based on fiscal capacity: the case of Austria. Fiscal Studies, 23: 105-133. doi: 10.1111/j. 1475-5890. 2002.tb00056.x.
Shah, Anwar (1997), Balance,
Acountability and Responsiveness, Lesson About Decentralization,
World Bank, Washington D.C.
Simanjuntak, Robert. 2003. “Enam Belas Bulan Perjalanan Desentralisasi Fiskal di Indonesia dalam 80 Tahun Mohammad Sadli”, Ekonomi Indonesia di Era Politik Baru, Jakarta, Kompas.
Sugiyono, (2007). Metode Penelitian Bisnis. Bandung. Alfabeta.
Todaro, Michael P., 2006.
Pembangunan Ekonomi: Di Dunia Ketiga Edisi 9, Jakarta: Penerbit Erlangga. Alih bahasa oleh Drs. Haris Munandar.
Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Usmaliadanti, Christina. 2011.
Analisis Pengaruh Tingkat kemiskinan, Pengeluaran Pemerintah Sektor Pendidikan Dan Kesehatan
Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Di
Provinsi Jawa Tengah,
Semarang: Universitas Diponegoro. Skripsi.
Whitepaper. 2011. Analisis
Perspektif, Permasalahan dan Dampak Dana Alokasi
(5)
Khusus (DAK): Bappenas. Jakarta.
Wibowo, Novianto Dwi. 2003. “Masalah Pengentasan Kemiskinan di Indonesia: Pendekatan Hipotesis Kuznet”, Buletin Pangsa.
Edisi 10/IX.
(6)