7. System kardiovaskuler
Volume plasma pada pre-eklamsia menurun dengan penyebab yang tidak diketahui. Timbulnya hipertensi karena pelepasan vasokontriktor yang
dihasilkan sebagai kompensasi terhadap hipoperfusi darah pada uterus. Pada pre-eklamsia terjadi kenaikan cardiac output dengan peningkatan tahanan
perifer yang tidak sesuai. Terjadinya hipertensi disebabkan vasokontriksi pembuluh darah yang menyebabkan resisitensi vaskuler perifer meningkat.
Vasokontriksi terjadi karena hiperesponsif dari pembuluh darah terhadap vasokontiktor terutama terhadap angiotensin II. Endotel menghasilkan sitokin
yang menurunkan aktivitas antioksidan. 8.
Aktivasi trombosit Trombosit memegang peranan penting dalam menjaga integritas pembuluh
darah dengan menutup luka dimana terjadi kerusakan endotel. Jika ada kerusakan endotel, sistem koagulasi dan trombosit akan diaktivasi. Trombosit
akan melekat adhesi dengan membran basalis yang terpapar, kemudian akan terjadi agregasi trombosit selanjutnya akan terbentuk plak trombosit - fibrin
thrombus disekitar luka dan restraksi bekuan sehingga luka benar – benar tertutup. Pada pre-eklamsia terjadi aktivasi trombosit yang ekstensif
dibandigkan dengan HN. Pada kehamilan dibutuhkan jumlah trombosit yang lebih besar. Pada pre-eklamsia jumlah kebutuhan ini lebih besar lagi karena
adanya kerusakan endotel. Kerusakan endotel menyebabkan aktivasi trombosit dilanjutkan dengan agregasi dan pembentukan trombus. Jika kebutuhan ini
tidak dipenuhi maka jumlah trombosit akan menurun dan menimbulkan sindrom HELLP Hemolysis, Elevated, Liver enzym, Low platelet.
Meningkatnya ekspresi CD63 pada trimester I merupakan faktor resiko akan terjadinya pre eklamsia terutama bila disertai dengan peningkatan tekanan
darah diastolik Konijinenberg dkk,1997
2.3.5. Diagnosis
Diagnosis awal harus diutamakan bila diinginkan angka morbiditas dan mortalitas rendah bagi ibu dan anaknya. Pada umumnya diagnosis pre-eklamsia
Universitas Sumatera Utara
didasarkan atas adanya 2 dari trias tanda utama, yaitu hipertensi, edema dan proteinuria. Dan pada eklamsia ditandai dengan adanya hipertensi dan kejang.
Hal in berguna untuk kepentingan statistik, tetapi dapat merugikan penderita karena tiap tanda dapat merupakan kendatipun ditemukan tersendiri. Untuk
menegakkan diagnosis perlu dilakukan uji diagnositik pada pre-eklamsia Wibowo dan Rachimhadi, 2006.
1. Uji diagnostik dasar
a. Pengukuran tekanan darah
b. Analisis protein dalam urin
c. Pemeriksaan edema
d. Pengukuran tinggi fundus uteri
e. Pemeriksaan funduskopik
2. Uji laboratorium dasar
a. Evaluasi hematologik hematokrit, jumlah trombosit, morfologi
eritrosit pada sediaan apus darah tepi b.
Pemeriksaan fungsi hati bilirubin, protein serum, aspartat aminotransferase, dan sebagainya.
c. Pemeriksaaan fungsi ginjal ureum dan kreatinin.
2.3.6. Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan untuk setiap kehamilan dengan penyulit pre- eklamsia adalah Cunningham, 2005:
1. Terminasi kehamilan dengan trauma sekecil mungkin bagi ibu dan janinnya.
2. Lahirnya bayi yang kemudian dapat berkembang.
3. Pemulihan sempurna kesehatan ibu.
Penanganan menurut berdasarkan klasifikasinya Mochtar, 1998: 1. Pre-eklamsia Ringan
Pengobatan hanya bersifat simtomatis selain rawat inap, maka penderita dapat dirawat jalan dengan skema periksa ulang yang lebih sering, misalnya 2 kali
seminggu. Penanganan pada penderita rawat jalan atau rawat inap adalah dengan istirahat di tempat tidur, diit rendah garam. Diuretika dan obat anti hipertensi
Universitas Sumatera Utara
tidak dianjurkan, karena obat ini tidak begitu bermanfaat, bahkan bisa menutupi tanda dan gejala pre-eklamsia berat. Dengan cara tersebut pre-eklamsia ringan
jadi tenang dan hilang, ibu hamil dapat dipulangkan dan diperiksa ulang sering dari biasa.
Pre-eklamsia Berat - Eklamsia a.
Kehamilan kurang dari 37 minggu 1
Berikan suntikan sulfas magnetikus dengan dosis 8 gr intramuskular, kemudian disusul dengan injeksi tambahan 4 gr intramuskular setiap 4
jam. 2
Jika ada perbaikan jalannya penyakit, pemberian sulfas megnestikus dapat diteruskan lagi selama 24 jam sampai kriteria pre-eklamsia
ringan 3
Selanjutnya ibu dirawat, diperiksa, dan keadaan janin dimonitor, serta berat badan ditimbang seperti pada pre-eklamsia ringan, sambil
mengawasi timbulnya lagi gejala. 4
Jika dengan terapi di atas tidak ada perbaikan, dilakukan terminasi kehamilan dengan induksi partus atau tindakan lain tergantung
keadaan b.
Kehamilan lebih dari 37 minggu 1
Penderita dirawat inap a.
Istirahat mutlak dan ditempatkan dalam kamar isolasi b.
Berikan diit rendah garam dan tinggi protein c.
Berikan suntikan sulfus magnesikus 8 gr intramuskular d.
Suntikan dapat diulang dengan dosis 4 gr setiap 4 jam e.
Infus dektrosa 5 dan Ringer laktat 2
Berikan obat anti hipertensi 3
Diuretika tidak diberikan kecuali bila terdapat edema 4
Segera pemberian sulfas magnestikus kedua, dilakukan induksi partus dengan atau tanpa amniotomi. Untuk induksi dipakai oksitosin 10
satuan dalam infus tetes.
Universitas Sumatera Utara
5 Jangan berikan methrgin postpartum, kecuali bila terjadi perdarahan
yang disebabkan atonia uteri 6
Kala II dipersingkat dengan ekstraksi vakum atau forsep, jadi ibu dilarang untuk mengedan
7 Bila ada indikasi obsetrik dilakukan seksio sesarea
Menurut Wibowo dan Rachimhadi 2006 penanganan pre-eklamsia berat harus ditangani dengan aktif. Pada penderita yang masuk ke rumah sakit sudah dengan
tanda dan gejala pre-eklamsia berat segera harus diberi sedativa yang kuat untuk mencegah timbulnya kejang-kejang. Apabila sesudah 12-24 jam bahaya akut
sudah diatasi, dapat dipikirkan cara yang terbaik untuk menghentikan kehamilan. Tindakan ini perlu untuk mencegah terjadinya bahaya eklamsia.
Sebagai pengobatan untuk mencegah timbulnya kejang-kejang dapat diberikan: 1.
Larutan sulfas magnesikus 40 sebanyak 10 ml 4 gram disuntikan secara intramuskular.
2. Klorpromazin 50 mg intramuskular
3. Dizepam 20 mg intramuskular.
Penggunaan obat hipotensif pada pre-eklamsia berat perlu dilakukan karena dengan menurunkasn tekanan darah kemungkinan kejang dan apopleksia serebri
menjadi lebih kecil. Apabila terdapat oliguria, sebaiknya penderita diberi glukosa 20 secara intravena.
2.3.7 Komplikasi