11 Tabel 3. Komposisi kimia tempurung kelapa
Komposisi kimia Tempurung kelapa
berat kering Pektin
Hemiselulosa Lignin
Selulosa Mineral
Komponen tidak larut air Komponen yang larut air
15.07 8.8
35.02 19.24
7.1 20.1
6.4
Sumber: Hanendyo, 2005
2.2. Kayu dan Pengawetan Kayu
2.2.1. Kayu karet Kayu karet Hevea brasiliensis Muell termasuk famili Euphorbiaceae sering
disebut juga balam perak dan kayu karet termasuk kayu daun lebar yang dapat tumbuh pada ketinggian 1-2000 meter dari permukaan laut. Kayu ini banyak
ditemukan pada perkebunan-perkebunan besar dan perkebunan rakyat Sumatra, Jawa, dan Kalimantan untuk diambil getahnya. Kayu karet mulai disadap pada umur
5-6 tahun diameter batang ± 30 cm tergantung kesuburan lahan. Penyadapan dilakukan dengan menyayat atau mengiris kulit batang. Setelah berumur 25-30 tahun
pohon karet tidak disadap lagi Setyahamidjaja, 1993. Komposisi kayu karet adalah selulosa 48.6, lignin 30.6, pentosan 17.8,
abu 1.3 dan silika 0.5. Kayu karet termasuk kelas awet V dengan klasifikasi sangat tidak awet dengan umur pakai kurang dari 1.5 tahun Martawijaya et al. 1989.
Kayu karet ini banyak digunakan untuk perabot rumah tangga, selain itu digunakan untuk kayu bentukan, misalnya panel dinding, bingkai gambar, lantai parket, palet,
peti jenasah, tangga, kerangka pintu dan jendela Mandang dan Pandit, 1997. Kondisi kayu yang paling aman untuk dipergunakan adalah kondisi kayu
kering udara, karena pada kondisi ini dimensi kayu sudah stabil dan tahan terhadap perusak biologis. Di Indonesia kadar air kayu kondisi kering udara antara 10-18
12 Kadir, 1973. Kayu karet penanganannya mudah dikerjakan terutama dibelah, dapat
digergaji tanpa menimbulkan kesulitan dan mudah diserut sampai licin tetapi mempunyai kecenderungan untuk pecah jika dipaku Burgess, 1966 dalam
Martawijaya, 1971. Sifat-sifat kayu karet sebagai berikut Martawijaya et al. 1989. a.
Kayu teras yang masih segar berwarna keputihan dan lama kelamaan berubah menjadi coklat muda, sedangkan kayu gubal berwarna putih, batas kayu gubal dan
kayu teras tidak terlihat jelas. b.
Serat Lurus, tekstur agak kasar dan rata. c.
Lingkaran tumbuh jelas, kayu awal lebih terang warnanya dari kayu akhir. d.
Pori-pori kayu terlihat jelas dengan mata biasa dalam bentuk soliter atau berkelompok dalam deret radial 2-4 dan tersebar merata.
e. Jari-jari halus atau lebar.
Kayu karet
Penampang transversal 27x Sumber: Martawijaya et al. 1989
Gambar 1. Struktur anatomi kayu karet Kayu berasal dari hutan rakyat umumnya berdiameter kecil antara 30-40 cm,
dan mempunyai sifat kurang menguntungkan karena keawetannya rendah dibandingkan kayu hutan alam Martawijaya et al. 1989. Salah satu sifat pengawetan
kayu adalah suatu proses memasukkan bahan pengawet dengan metode tertentu sampai mencapai retensi dan penetrasi masing-masing kayu. Umur pakai kayu yang
diawetkan umumnya dapat berumur lebih dari 15 tahun, sedangkan yang tidak diawetkan kurang dari 5 tahun.
13 2.2.2. Sifat-sifat kayu
Kayu berasal dari berbagai jenis pohon memiliki sifat yang berbeda-beda. Sifat yang dimaksud antara lain sifat-sifat anatomi kayu, sifat-sifat fisik ataupun
sifat-sifat kimianya. Dari sekian banyak sifat-sifat kayu, ada beberapa sifat umum yang terdapat pada semua kayu yaitu:
a. Kayu tersusun dari sel-sel yang terdiri dari senyawa-senyawa kimia seperti
selulosa, hemiselulosa unsur karbohidrat serta lignin non-karbohidrat. b.
Semua kayu bersifat anisotropik, yaitu memperlihatkan sifat belainan menurut tiga arah utamanya longitudinal, tangensial dan radial. Hal ini disebabkan oleh
struktur selulosa dalam dinding sel, bentuk memanjang sel-sel kayu dan pengaturan sel terhadap sumbu vertikal dan horisontal pada batang pohon.
c. Kayu merupakan bahan yang bersifat higroskopik, yaitu dapat kehilangan atau
bertambah kelembabanya akibat perubahan suhu udara di sekitarnya. d.
Kayu dapat diserang mahluk hidup perusak kayu, dapat terbakar, terutama jika kayu dalam keadaan kering.
Beberapa hal yang tergolong dalam sifat-sifat fisik kayu adalah: berat jenis, keawetan alami kayu, higroskopik, dan berat kayu.
a. Berat jenis Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda, berkisar antara 0.20 sampai
dengan 1.28. Berat jenis merupakan petunjuk penting bagi bermacam-macam sifat kayu. Semakin tinggi berat jenis kayu umumnya semakin kuat pula kayunya
sebaliknya jika semakin rendah berat jenis kayu maka akan berkurang kekuatannya. Berat jenis ditentukan antara lain oleh tebalnya dinding sel dan kecilnya rongga sel
yang membentuk pori-pori. Berat jenis diperoleh dari perbandingan antara berat volume kayu dengan volume air yang sama pada suhu standar. Umumnya berat jenis
kayu ditentukan berdasarkan berat kayu kering tanur atau kering udara dan volume kayu pada posisi kadar air tersebut.
b. Keawetan alami kayu Keawetan alami kayu adalah ketahanan kayu terhadap serangan dari unsur-
unsur perusak kayu dari faktor biologis yang diukur dengan jangka waktu tahunan.
14 Keawetan kayu disebabkan oleh adanya suatu zat di dalam kayu zat estraktif yang
merupakan sebagian unsur racun bagi perusak kayu sehingga perusak tersebut tidak sampai masuk dan tinggal di dalamnya. Zat estraktif pada kayu terbentuk disaat kayu
gubal berubah menjadi kayu teras. Oleh karena itu kayu teras pada semua jenis kayu umumnya lebih awet dibandingkan kayu gubalnya. Selain itu kayu gubal sel-selnya
masih hidup dan sebagai tempat cadangan bahan makanan serta kayunya lunak, sehingga perusak kayu lebih mudah menembus dan merusak kayu tersebut.
c. Higroskopik Kayu memiliki sifat higroskopik, yaitu mampu menyerap atau melepaskan
uap air. Kadar air kayu sangat dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban udara pada saat tertentu. Semakin lembab udara semakin tinggi pula kadar air kayu sampai
tercapai kesetimbangan dengan lingkungannya, kandungan air pada kayu tersebut dinamakan kadar air kesetimbangan Equilibrium Moisture Content. Masuknya air
ke dalam kayu maka berat kayu akan bertambah yang menyebabkan kayu itu basah atau kering, akibatnya kayu tersebut akan mengembang atau menyusut.
d. Berat kayu Berat suatu jenis kayu tergantung dari jumlah zat kayu yang tersusun,
rongga-rongga sel atau jumlah pori-pori, kadar air yang dikandung dan zat estraktif di dalamnya. Berat jenis kayu ditujukkan dengan besarnya berat jenis kayu yang
bersangkutan, dan dipakai sebagai patokan berat kayu. Berdasarkan berat jenisnya,
kelas berat kayu digolongkan kedalam kelas-kelas tersaji pada Tabel 4.
Tabel 4. Kelas berat kayu berdasarkan berat jenis Kelas
Kelas berat Berat jenis
I II
III IV
V Sangat berat
Berat Agak berat
Ringan Sangat ringan
0.90 0.60-0.90
0.40-0.59 0.30-0.39
0.30
Sumber: Martawijaya et al. 1989
15 2.2.3. Keawetan kayu
Menurut Martawijaya 1996, yang dimaksud dengan keawetan kayu adalah daya tahan suatu jenis kayu terhadap berbagai faktor perusak kayu, tetapi umumnya
yang dimaksud adalah daya tahan terhadap faktor perusak biologis yang disebabkan oleh makhluk hidup perusak kayu seperti jamur, serangga dan binatang laut.
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia SNI 03-5010.1-1999 Revisi SNI 03-3528- 1994. Kelas awet kayu dibagi menjadi 5 tingkatan yaitu dari kelas I paling awet
sampai kelas V tidak awet. Penggolongan kelas awet kayu menurut umur pakai
kayu tersaji dalam Tabel 5.
Tabel 5. Penggolongan kelas awet kayu menurut umur pakai kayu Kelas awet
Umur pakai Tahun Keawetan
I II
III IV
V 8
5-8 3-5
1.5-3 1.5
Sangat awet Awet
Kurang awet Tidak awet
Sangat tidak Awet
Sumber: Martawijaya et al. 1989 Keterangan:
Penggolongan ini hanya berlaku untuk dataran rendah tropik, dan tidak termasuk ketahanan terhadap organisme penggerek laut.
Keawetan suatu jenis kayu dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, seperti kandungan zat ekstraktif di dalam kayu, berat jenis kayu, umur pohon, bagian kayu
dalam batang gubal dan teras, kecepatan tumbuh pohon, asal pohon hutan alam atau hutan tanaman, tempat dimana kayu itu dipakai. Kayu gubal adalah bagian kayu
antara kulit dan kayu teras, pada umumnya berwarna lebih terang dari kayu teras serta mudah terserang organisme perusak kayu. Sedangkan kayu teras adalah bagian kayu
yang terletak antara hati empulur umumnya lebih tahan terhadap serangan organisme perusak kayu dibanding dengan kayu gubal Martawijaya, 1996.
Klasifikasi ketahanan kayu terhadap serangan rayap tanah berdasarkan penurunan
berat tersaji pada Tabel 6.
16
Tabel 6. Klasifikasi ketahanan kayu terhadap serangan rayap tanah berdasarkan penurunan berat
Kelas Ketahanan Penurunan
berat mg
I II
III IV
V Sangat tahan
Tahan Sedang
Buruk Sangat buruk
0-25 26-50
51-75 76-100
100
Sumber: Martawijaya et al.1989
2.2.4. Pengawetan kayu Pengawetan kayu merupakan suatu usaha untuk menambah daya tahan kayu
terhadap faktor perusak dengan tujuan agar umur pemakaian kayu dapat bertambah menjadi beberapa kali lipat dan secara ekonomis menguntungkan. Oleh karena itu,
untuk meningkatkan ketahanan kayu tidak awet tindakan pengawetan kayu sangat diperlukan Supriana dan Martawijaya, 1996.
Menurut Hunt dan Garratt 1986 pengawetan kayu adalah proses kimia atau perlakuan fisik terhadap kayu untuk memperbesar masa pakai kayu, dengan
demikian mengurangi biaya akhir dari produk itu dan menghindari penggantian yang terlalu sering dalam konstruksi permanen dan semi permanen. Secara garis besar
tujuan pengawetan dapat dibedakan menjadi dua yaitu mempertahankan mutu kayu sebagai bahan baku dan untuk mempertinggi mutu hasil produksi, sehingga umur
pakai kayu lebih lama serta dapat memenuhi persyaratan untuk penggunaan tertentu yang lebih berarti Padlinurjaji, 1980
Supriana dan Martawijaya 1996 manfaat pengawetan adalah: a jenis kayu kurang awet atau kurang dipakai dapat digunakan dengan baik, berarti
memanfaatkan sumber daya alam secara efesien, b memperpanjang umur pakai kayu berarti penghematan, c kayu yang telah diawetkan dapat menggantikan jenis
kayu yang bernilai ekspor dan d dengan adanya industri pengawetan kayu memungkinkan kesempatan kerja, sehingga mencegah masalah pengangguran. Kayu
karet yang sangat tidak awet dengan umur rata-rata 0.8 tahun dapat mencapai umur
17 rata-rata lebih dari dua puluh kali lipat jika diawetkan, kenyataan kayu jati sendiri
rata-rata hanya berumur 7 tahun saja. Secara jelas bahwa dengan pengawetan yang baik, umur pakai kayu yang tidak awet dapat jauh melebihi umur kayu yang terkenal
awet. Pernyataan tersebut didukung oleh Martawijaya 1972 dalam Adelina 1987 mengemukakan bahwa dengan pengawetan yang baik, maka keawetan kayu karet
dapat diperpanjang hingga dapat melebihi keawetan kayu jati, bahkan dapat melebihi keawetan kayu kelas I. Metode pengawetan kayu dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Pengawetan kayu sederhana, meliputi: pelaburan dan penyemprotan, pencelupan,
rendaman panas, panas dingin, dan dingin atau difussi. b.
Pengawetan kayu khusus, meliputi: proses sel penuh full cell process, proses sel kosong empty cell process dan proses tekanan uap.
Sedangkan menurut Tobing 1977 menggolongkan cara pengawetan atas empat golongan besar, yaitu:
a. Metode pengawetan tanpa tekanan, dimana kayu-kayu diawetkan secara
pelaburan atau penyemprotan, pencelupan, rendaman panas, rendaman dingin dan rendaman panas dingin.
b. Metode pengawetan dengan tekanan, dimana kayu-kayu diawetkan dalam
silinder tertutup dan diberi tekanan. c.
Metode diffusi, dimana kayu-kayu basah atau kayu segar diawetkan dengan bahan-bahan pengawet yang berkonsentrasi tinggi.
d. Metode cairan pengganti sap replacement method, cara ini digunakan hanya
untuk balok yang baru ditebang. Metode pelaburan atau penyemprotan dilakukan dengan melaburkan atau
menyemprotkan bahan pengawet kepermukaan kayu yang telah dikeringkan dan didiamkan dalam beberapa waktu. Pelaburan bahan pengawet dapat dilakukan dalam
dua kali, akan tetapi pelaburan kedua dilakukan apabila pelaburan pertama telah mengering. Pelaburan atau penyemprotan akan lebih efektif apabila dilakukan pada
permukaan tegak lurus serat kayu karena bahan pengawet akan meresap jauh lebih cepat dalam arah serat longitudinal dari pada melintang serat radial atau
tangensial bahan pengawet yang digunakan umum digunakan adalah bahan pengawet larut minyak, kreosot dan ter-batubara.
18 Metode pencelupan dilakukan dengan mencelupkan kayu-kayu ke dalam
larutan bahan pengawet selama beberapa menit, agar hasil lebih baik sebaiknya kayu-kayu tersebut dikeringkan terlebih dahulu. Cara ini lebih menguntungkan dari
cara pelaburan karena penetrasinya lebih baik serta waktu kontak dengan bahan pengawet lebih lama. Berdasarkan syarat dari National Woodwork Manufactures
Association, waktu yang diperlukan dalam pencelupan tidak kurang dari 3 menit. Metode rendaman dilakukan dengan cara merendam kayu-kayu dalam tanki
yang berisi bahan pengawet selama beberapa hari atau beberapa minggu. Umumnya lama perendaman maksimum 2 minggu. Absorbsi yang cepat terjadi dalam 2-3 hari
pertama, setelah itu absorbsi berjalan sangat lambat. Karena absorbsi rendah maka konsentrasi bahan pengawet harus lebih tinggi dibanding untuk proses tekanan.
Metode rendaman dingin dilakukan dengan cara merendam kayu-kayu ke dalam larutan bahan pengawet selama beberapa hari atau beberapa minggu. Lebih
dari separuh absorbsi terjadi pada hari pertama 24 jam pertama. Hasil percobaan terdahulu menunjukkan bahwa keberhasilan pengawetan ditentukan oleh retensi dan
penetrasi bahan pengawet. Pada penelitian ini penembusan bahan pengawet penetrasi pada kayu karet diabaikan karena contoh uji kayu relatif kecil.
Tata cara pengujian retensi dan penetrasi diatur sesuai dengan SNI-03-3233-1992 tentang tata
cara pengawetan kayu dengan cara pemulasan, pencelupan dan rendaman. Retensi yang dipersyaratkan 8,4 kgm³ dibawah atap dengan tingkat penetrasi 5 mm yang
harus dipenuhi. Metode rendaman panas dan dingin dikenal dengan nama thermal process
dilakukan dengan cara kayu yang telah dikeringkan direndam dalam bahan pengawet panas, kemudian dilanjutkan ke dalam rendaman bahan pengawet dingin. Dalam
melaksanakan proses ini ada beberapa cara, yaitu:
a. Memindahkan kayu-kayu yang telah direndam ke dalam bahan pengawet yang telah dipanaskan dalam tangki, dimana bahan pengawet relatif dingin.
b. Membuang bahan pengawet panas dan mengganti dengan bahan pengawet dingin c. Dengan menghentikan pemanasan dan membiarkan kayu serta bahan pengawet
tadi menjadi dingin bersama-sama.
19 Pemanasan berfungsi mengeluarkan udara dan air dari permukaan kayu
sedang pendinginan menyebabkan udara dan uap air pada lapisan luar kayu menjadi mengkerut dengan sendirinya semacam vakum. Hal ini disebabkan karena tekanan
udara cenderung menekan bahan pengawet masuk ke dalam kayu. Cara ini sebaiknya digunakan bahan pengawet larut minyak, karena suhu sangat berpengaruh terhadap
penetrasi dan absorbsi. Metode pengawetan dengan tekanan umumnya dilakukan dalam sebuah
tabung silinder tertutup. Keuntungan dibandingkan dengan metode lain adalah: a. Proses pengawetan dapat diatur dan dikontrol sehingga penetrasi dapat diatur
sesuai keinginan sehingga penggunaan bahan pengawet lebih efesien. b. Proses pengawetan relatif lebih cepat.
c. Retensi lebih besar serta penetrasi lebih dalam dan merata. Kelemahan dari metode ini adalah memerlukan alat khusus, harganya relatif mahal
sehingga investasinyapun relatif tinggi. 2.2.5. Bahan pengawet
Menurut Hunt dan Garratt 1986, bahan pengawet kayu adalah bahan-bahan dari persenyawaan kimia yang mempunyai daya racun terhadap jasad perusak kayu
yang disebabkan faktor biologis. Sifat bahan pengawet adalah mudah tidaknya kayu dimasuki zat cair dan menjadikan kayu beracun terhadap organisme yang
menyerangnya. Bahan-bahan pengawet ini dapat berupa senyawa kimia murni atau campuran dari senyawa-senyawa lain yang dapat dibagi dalam tiga golongan yaitu:
a. Bahan pengawet berupa minyak seperti kreosot, karbilineum.
b. Bahan pengawet larut minyak seperti pentachlorophenol, coppernathenate.
c. Bahan pengawet larut air seperti asam borat dan garam-garam wolmanit.
Tobing 1977 menyatakan bahwa bahan pengawet dapat berupa senyawa tunggal ataupun ganda yang bersifat racun dan mempunyai sifat sebagai berikut:
b. Bersifat racun terhadap organisme perusak kayu dan tidak bersifat korosif.
c. Permanen dan tersedia dalam jumlah banyak.
d. Mempunyai daya penetrasi tinggi dan mudah dikontrol.
e. Aman dalam pengangkutan dan penggunaan.
20 Oetomo
1980 dalam Sudharto 1983 menyatakan bahwa berdasarkan
prinsip kerjanya, insektisida dapat digolongkan atas: a.
Racun perut stomach poison, merusak bagian dalam tubuh serangga setelah masuk melalui mulut dan saluran makanannya, menembus dinding alat
pencernaan. Misalnya senyawa arsenicum dan senyawa flour. b.
Racun kontak contact poison, dapat membunuh serangga secara kontak langsung atau bersentuhan pada bagian luar dari salah satu bagian badan
serangga. Bahan kimia yang termasuk golongan ini umumnya bekerja sebagai racun perut, kebanyakan berasal dari bahan organik, misalnya pyretrum organik
alami dari tumbuhan, DDT organik sintetis dan diazinon. c.
Racun nafas fumigant, berupa gas atau uap yang bertindak sebagai racun yang masuk melalui lubang-lubang pernapasan, kemudian dinding-dindingnya
menembus ke dalam jaringan badan. Misalnya gas asam cyanida HCN, metil bromida, karbon sulfida, naphtalena kapur barus dan grammexane.
d. Bahan penolak repellent, berupa bahan yang dapat mencegah atau menahan
serangan terhadap tanaman, baunya menolak serangga. Misalnya bordoeux, minyak citrollena dan indalone.
e. Bahan pembujuk attractant, merupakan bahan kimia yang dapat
membangkitkan tanggapan positif sehingga serangga berusaha mendekati perangkap. Misalnya minyak esensial dan asam amino.
Hasan 1986 menyatakan bahwa dalam penanggulangan dan pencegahan rayap diperlukan insektisida yang mempunyai daya bunuh tinggi serta daya residu
yang relatif lama, karena kekhususannya beberapa kalangan memberikan nama termitisida termiticides yang dipakai dalam pengendalian rayap. Selanjutnya
dikatakan bahwa termitisida yang ideal dalam penanggulangan dan pencegahan rayap adalah: a efektif terhadap rayap dalam segala bentuknya, b racunnya
bekerja sebagai racun kontak, racun lambung maupun racun pernapasan, c mempunyai daya residu tinggi, d tidak berbau dan harganya relatif murah.
2.2.6. Borax Borax merupakan senyawa boron yang dapat digunakan sebagai herbisida,
fungisida dan pengawet kayu, bentuk boron dalam air adalah asam borat. Sebagai
21 herbisida, asam borat akan mengganggu proses fotosintesis tumbuhan. Sebagai
insektisida, asam borat merupakan racun perut serangga yang terdaftar tahun 1983 sebagai anti serangga. Senyawa borat dan asam borat merupakan golongan pengawet
kayu yang dapat digunakan secara terpisah atau bersama-sama dengan unsur lain, bahan pengawet ini umumnya untuk pengawetan kayu dalam mengendalikan rayap
kayu kering, rayap tanah, bubuk kayu kering dan pelapuk kayu. Beberapa sifat menguntungkan dari bahan pengawet ini adalah: a berbentuk
kristal dan mudah larut dalam air, tidak berbau sehingga aman dalam penggunaannya b formulasi dapat diatur dan bersifat racun bagi hama perusak kayu c kayu yang
sudah diawetkan dapat difinishing dan kayu tetap bersih. Kelemahan dari senyawa borat dan asam borat sebagai bahan pengawet kayu adalah kurang tahan terhadap
pelunturan, sehingga harus disesuaikan dengan tujuan penggunaannya dan tidak dianjurkan terhadap kayu yang berhubungan langsung dengan tanah, kondisi lembab
atau basah Primanto, 1992. Sebelum digunakan bahan pengawet ini diformulasikan terlebih dahulu.
Selanjutnya melarutkan bahan pengawet ke dalam air pada suhu 20 °C. Pelarutan dengan air panas dapat mempercepat proses ini, tetapi suhu air diatur tidak melebihi
62 °C untuk menghindari degradasi bahan aktif. Penggunaan air sebagai pelarut sangat menguntungkan karena hasil akhir kayu tetap bersih, mudah dalam
penanganan, penggunaan dan pelaksanaan. Kayu yang sudah diawetkan masih dapat di finishing setelah kayu tersebut dikeringkan terlebih dahulu.
Jenis bahan pengawet yang dapat digunakan adalah bahan pengawet yang oleh Komisi Pestisida, Departemen Pertanian sudah diizinkan untuk diedarkan
berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 326KPTS.270494 tanggal 28 April 1994, perihal pencabutan pendaftaran dan izin pestisida yang berbahaya yang
mengandung kaftofol atau senyawa arsen. Pelarangan ini dilakukan karena adanya pembuangan sisa arsenic dari kayu yang diproses dengan pengawetan yang
berdampak pada gangguan kesehatan manusia. Contoh persyaratan bahan pengawet yang akan digunakan harus memenuhi salah satu komposisi bahan aktif yang
diizinkan, tersaji dalam Tabel 7 dan 8.
22 Tabel 7. Golongan bahan pengawet
Golongan bahan pengawet Nama
Sifat Keterangan
Tembaga-Chrom-Arsen Tembaga-Chrom-Boron
Boron-Flour-Crom-Arsen CCA
CCB BFCA
J, S, TL J, S, AL
J, S, AL Tidak boleh digunakan
Boleh digunakan Tidak boleh digunakan
Sumber: Barly dan Abdurrochim, 1996. Keterangan:
J = Dapat menahan jamur TL = Tahan pelunturan
S = Dapat mencegah serangga AL = Agak tahan pelunturan
Tabel 8. Golongan dan komposisi bahan pengawet yang diizinkan Golongan
Komposisi bahan aktif Bentukformulasi
CCB CuSO
4
.5H
2
O K
2
Cr
2
O
7
H
3
BO
3
33 37
25 Bubuk,
95 bahan aktif garam
Sumber: Barly dan Abdurrochim, 1996
2.3. Rayap