Peta Lahan sebagai Pengembangan Bahan Bakar Nabati
                                                                                maupun  di  kawasan  timur  Indonesia.  Potensi  lahan  untuk  kelapa  sawit  umunya bervariasi,  yaitu  lahan  berpotensi  tinggi,    sedang  dan  rendah.  Lahan  yang
berpotensi  tinggi  adalah  lahan  yang  memiliki  Kelas  Kesesuaian  Lahan  KKL untuk kelapa sawit tergolong sesuai 75persen dan sesuai bersyarat 25persen.
Lahan  berpotensi  sedang  memiliki  KKLKelas  Kesesuaian  Lahan  tergolong sesuai  25-50persen  dan  sesuai  bersyarat  50-75persen.  Sementara  lahan
berpotensi  rendah  memiliki  KKL  tergolong  sesuai  bersyarat  50-75persen  dan tidak  sesuai  25-50persen.  Penyebaran  areal  yang  berpotensi  untuk
pengembangan  kelapa  sawit  tersebut  terdapat  di  Provinsi  Nanggroe  Aceh Darussalam 454.468 ha, Sumatera Utara 285 652 ha, Sumatera Barat 47 796
ha, Riau 1 557 863 ha, Jambi 511 433 ha, Sumatera Selatan 1 350 275 ha, Kalimantan Barat 1 252 371 ha, Kalimantan Tengah 1 401 236 ha, Kalimantan
Timur 2 830 015 ha, Kalimantan Selatan 965 544 ha, Irian Jaya 1 511 276 ha dan Sulawesi Tengah 215 728 ha.
Pada  saat  ini  areal  pengembangan  kelapa  sawit  yang  berpotensi  tinggi sudah terbatas ketersediaannya. Areal yang masih cukup tersedia dan berpeluang
untuk  dikembangkan  adalah  yang  berpotensi  rendah-sedang.  Areal  tersebut memiliki beberapa faktor pembatas, sebagai berikut :
1. Faktor iklim, yaitu jumlah bulan kering yang berkisar 2-3 bulan per tahun
yang menggambarkan penyebaran curah hujan yang tidak merata dalam setahun.
2. Topografi, areal yang berbukit-bergunung dengan kelerengan 25-40persen
areal  dengan  kemiringan  lereng  di  atas  40persen  tidak  disarankan  untuk pengembangan tanaman kelapa sawit.
3. Kedalaman efektif tanah yang dangkal, terutama pada daerah dengan jenis
tanah  yang  memiliki  kandungan  batuan  yang tinggi  dan  kondisi  drainase kurang baik.
4. Lahan gambut.
5. Drainase  yang  jelek  pada  dataran  pasang  surut,  dataran  alluvium,  dan
lahan gambut. 6.
Potensi tanah sulfat masam pada daerah dataran pasang surut. Di  luar  Peta  Kesesuaian  Lahan  jarak  pagar,  Badan  Penelitian  dan
Pengembangan Pertanian
Departemen Pertanian
tahun 2006
telah mengidentifikasi  kesesuai  lahan  untuk  jarak  pagar  di  berbagai  provinsi.  Dari
identifikasi tersebut didapatkan sebanyak 14 277 juta ha lahan yang sangat sesuai dan 5 534 juta ha lahan sesuai untuk jarak pagar. Apabila dibulatkan, ada sekitar
19.8  juta  ha  lahan  yang  cocok  untuk  ditanamin  tanaman  jarak  pagar.  Lahan tersebut  tersebar  hampir  di  semua  provinsi,  kecuali  dua  provinsi,  Provinsi
Bengkulu  dan  DKI  Jakarta.  Sebaran  yang  merata  ini  menunjukan  bahwa pengembangan  Bahan  Bakar  Nabati  berbahan  baku  jarak  pagar  berpotensi
menyentuh  banyak  pihak,  menyentuh  banyak  desa  dan  wilayah  yang  terisolir. Jumlah  lahan  terbesar  ada  tujuh  provinsi,  yaitu  Provinsi  Kalimantan  Timur,
Sulawesi  Tenggara,  Jawa  Timur,  Kalimantan  Selatan,  Lampung  dan  Papua  serta Irian  Jaya  Barat.  Jika  ditambah  jumlah  lahan  yang  kurang  sesuai,  potensi  lahan
jumlahnya mencapai 49.5 juta ha.
Iklim  di  Indonesia  sangat  sesuai  untuk  tebu.  Indonesia  juga  merupakan negara  terkaya  sumberdaya  genetik  tebu  dan  di  yakini  sebagai  daerah  asal  tebu
dunia Papua. Dari identifikasi kesesuaian lahan yang pernah dilakukan, saat ini setidaknya tersedia sekitar 2 juta ha lahan yang sesuai untuk tanaman tebu. Lahan
tersebut  tersebar  di  Papua  mayoritas,  Kalimantan,  dan  Maluku.  Dengan perencanaan, kebijakan dan pengembangan yang tepat, sangat mungkin Indonesia
akan  dapat  kembali  menjadi  negara  eksportir  gula  sekaligus  menjadi  produsen bioetanol dari tebu, sama seperti Brazil.
Selain  itu  para  ahli  gula  dunia  berpendapat  bahwa  Indonesia  berpotensi untuk mengembangkan industri berbasis gula. Indonesia termasuk salah satu dari
33 negara yang dikenal sebagai IOR Indian Ocean Rim, yang berperan penting dalam  pergulaan  dunia.  Karena  Indonesia  mampu  menghasilkan  34persen
produksi gula dunia, mengonsumsi 29persen konsumsi gula dunia, dan menyuplai 33persen  ekspor  gula  dunia.  Ke-14  negara  di  antara  33  negara  IOR,  yang
dipandang sebagai eksportir gula dunia, yaitu India, Pakistan, Madagaskar, Afrika Selatan,  Zimbabwe,  Zambia,  Sudan,  Swaziland,  Vietnam,  Thailand,  Mauritius,
Autralia,  dan  Indonesia.  Memang  sekarang  Indonesia  masih  menjadi  negara importer  gula  yang  amat  besar,  tetapi  penilaian  para  ahli  gula  dunia  bahwa
Indonesia  berpotensi  besar  untuk  menjadi  negara  produsen  dan  ekspotir  gula
dunia bukanlah suatu penilaian yang mengada-ada dan tak berdasar. 2.6. Generasi Bahan Bakar Transportasi
Pada  Konferensi  Dunia  Biomassa  untuk  Energi  dan  Perubahan  Cuaca yang kedua, tahun 2003 di Roma, Italia, Volkswagen-Exxon Mobile menyebarkan
bahwa berdasarkan jebis bahan bakar dan otomotif yang akan mendominasi pasar, dunia kan dihadapkan pada empat generasi bahan bakar transportasi, yaitu :
1. Generasi  pertama,  merupakan  generasi  Bahan  Bakar  Minyak  BBM
berbasis  petroleum  minyak  bumi  yang  diperkirakan  akan  mendominasi pasar hingga tahun 2010.
2. Generasi  kedua,  merupakan  generasi  Bahan  Bakar    campuran  antara
Bahan  Bakar  Minyak    terbarukan  dan  Bahan  Bakar  Minyak    petroleum yang  saat  ini  telah  banyak  digunakan  dan  diperkirakan  akan  bertahan
hingga  tahun  2050.  Masa  ini  ditandai  dengan  komersialisasi  biodiesel pengganti  minyak  petro-diesel  dan  bioe  thanolpengganti  minyak
bensin. 3.
Generasi  ketiga,  merupakan  generasi  Bahan  Bakar  Minyak  terbarukan Advance  Synthetic  Fuel,  seperti  Flash  Pyrolysis  Oil  bio  Oil,  Fisher
Tropsh FT  Metahanol,  dan    Hydro-Thermal  Upgrading  Oil  HTU.
Teknologi  pembuatannya  lebih  sulit  dan  memakan  biaya  produksi  yang tinggi.  Produk  ini  diperkirakan  baru  akan  ekonomis  pada  kisaran  2050-
2100. 4.
Genersi keempat, merupakan generasi hidrogen,. Pada tahun 2010, setelah minyak  bumi  benar-benar  habis,  hidrogen  diprediksikan  akan  menjadi
andalan,  mengingat  bahan  ini  memilki  nilai  kalori    yang  tertinggi  143 MUkg  diantara  sumber  energi  lainnya.  Nilai  kalori  satu  liter  hydrogen
setara  dengan  empat  kali  nilai  kalori  lima  liter  bensin  atau  empat  liter
diesel.