HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah

16 Total bakteri diperoleh dengan jumlah yang hampir sama di semua perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun tanpa pemberian probiotik, terdapat indigenous bakteri dalam usus ikan uji. Berdasarkan hasil yang diperoleh, terlihat bahwa pada perlakuan probiotik dan sinbiotik, bakteri yang dominan ditemukan adalah dari jenis Lactobacillus sp. yang diduga merupakan L brevis . Pemanfaatan berbagai jenis prebiotik oleh probiotik bersifat spesifik, tergantung dari kemampuan probiotik menghasilkan enzim yang dapat memetabolisma prebiotik Manning et al., 2004. Probiotik dan prebiotik harus dapat bertahan sampai di usus untuk dapat meningkatkan sistem imun inang, FOS dan GOS memiliki derajat polimerisasi DP antara 2-7. Derajat polimerisasi DP adalah jumlah unit monomer pada makromolekul atau molekul oligomer dalam suatu blok atau rantai. Kemampuan bakteri asam laktat BAL dalam memfermentasi oligosakarida dengan DP10 hanya setengah dari kecepatan fermentasi oligosakarida dengan DP10 Gibson dan Angus, 2000. GOS dapat difermentasi oleh BAL yang memiliki enzim β-galaktosidase seperti Lactobacillus sp., sedangkan FOS dapat difermentasi oleh probiotik yang memiliki enzim β-fruktosidase. Enzim ini merupakan enzim ekstraseluler yang bersifat induktif. Enzim induktif adalah enzim yang ada dalam sel dalam jumlah yang tidak tetap, tergantung ada atau tidaknya pemicu, dalam hal ini adalah FOS serta GOS. Jumlah bakteri Lactobacillus sp. di usus pada perlakuan sinbiotik menunjukkan nilai yang lebih besar dari perlakuan probiotik, hal ini diduga adanya asupan nutrisi bagi probiotik berupa FOS dan GOS sehingga meningkatkan daya hidup bagi probiotik. Delgado et al., 2011 menjelaskan proses kerja penggabungan probiotik dan sinbiotik sinbiotik dalam Gambar 5. Dari Gambar 5 terlihat bahwa terlebih dahulu prebiotik dimetabolisma oleh probiotik dan menghasilkan asam lemak rantai pendek SCFA yang terdiri acetik C2:0, propionic C3:0 serta butyric C4:0. Keberadaan SCFA akan menurunkan pH pada kolon usus, sehingga menimbulkan kondisi yang tidak sesuai untuk kebutuhan patogen. Selain hal tersebut, SCFA merupakan nutrisi yang dapat diserap oleh sistem pencernaan inang. Nayak 2010 menyatakan bahwa usus merupakan organ tempat probiotik tumbuh, untuk kemudian berasosiasi dengan jaringan lymphoid mengaktivasi sistem imun atau gut associated lymphoid tissue GALT. Pada usus ikan tidak ditemukan Peyers’s patches, sekresi Ig-A, antigen-sel M transport. Namun demikian, dalam usus ikan banyak ditemukan sel limphoid, macrophaga, granulocyte serta sekresi Ig-B. 17 Gambar 5. Mekanisme kerja sinbiotik Delgado et al., 2011 Pada ikan teleostei ginjal merupakan organ limfoid penting. Secara umum ginjal ikan terdiri dari tiga bagian yaitu ginjal anterior, bagian tengah, dan posterior. Ginjal anterior merupakan situs yang memiliki kapasitas hematopoietik tertinggi tetapi memiliki fungsi renal yang terbatas. Pada ginjal ditemukan adanya limfosit mirip sel B dan sel T yang menunjukkan peran jaringan limfoid ginjal dalam mekanisme pertahanan tubuh. Organ limfoid sekunder meliputi limpa dan jaringan limfoid yang berasosiasi dengan intestinum gut-associated lymphoid tissue, GALT Irianto 2005. Parameter darah Total Eritrosit Eritrosit merupakan salah satu parameter gambaran darah yang diamati dalam penelitian ini dan hasil pengukurannya ditampilkan pada Gambar 6 dan Lampiran 9. Berdasarkan Gambar 6 terlihat bahwa pada minggu pertama jumlah eritrosit ikan masih sama pada setiap perlakuan sebesar 1,14±0,00 x10 6 selml, kemudian terjadi peningkatan pada hari ke-30 setelah 30 hari pemberian probiotik, prebiotik, sinbiotik. Kenaikan ini berlanjut sampai hari ke-31, dan mengalami penurunan pada hari ke 34 tiga hari setelah uji tantang dengan menggunakan bakteri A.hydrophila, kemudian mengalami kenaikan kembali pada hari ke 36 dan 38 kecuali pada K+. 18 Gambar 6. Total eritrosit x10 6 selml darah ikan uji pada berbagai perlakuan Pada hari ke-30 terjadi peningkatan eritrosit pada semua perlakuan, dengan nilai tertinggi terjadi pada perlakuan sinbiotik sebesar 2,33±0,10 x10 6 selml disusul oleh perlakuan probiotik, prebiotik, K+ dan K- dengan masing – masing nilai eritrosit sebesar 2,14±0,12 x10 6 selml ; 2,11±0,03 x10 6 selml; 1,95±0,04x10 6 selm dan 1,91±0,06 x10 6 selml. Berdasarkan uji lanjut Duncan diketahui bahwa pada hari ke-30 terdapat beda nyata antara sinbiotik, prebiotik dan probiotik dengan K+ dan K-. Tingginya nilai eritrosit pada perlakuan sinbiotik diduga disebabkan oleh adanya asupan oligosakarida FOS dan GOS yang dirombak oleh probiotik menjadi asam lemak rantai pendek sebagai tambahan nutrisi bagi ikan. Delgado et al., 2011 menyatakan bahwa probiotik dan prebiotik merupakan bagian dari imunonutrition disamping asam lemak omega 3, asam amino arginine, tourine, glutamine, cysteine, serta mikronutrien selenium, zinc. Berdasarkan hal tersebut diduga terjadi peningkatan kualitas nutrisi sehingga mempengaruhi jumlah eritrosit pada ikan yang memperoleh perlakuan sinbiotik. Kumar et al., 2013 menyatakan bahwa eritrosit sebagai bagian terbesar dari sel darah memiliki jumlah bervariasi, berkisar antara 1.05-3.0x10 6 selml. Rata-rata eritrosit pada berbagai perlakuan memiliki nilai bervariasi namun berada pada kisaran normal untuk ikan. Eritrosit terus menurun pada hari ke-34 pada empat perlakuan kecuali pada K- sebesar 2,17±0,06 x10 6 selml, hal ini terjadi karena pada K- tidak dilakukan penyuntikan dengan A.hydrophila. Nilai eritrosit pada perlakuan sinbiotik, probiotik, prebiotik serta K+ masing-masing adalah sebesar 2,20±0,01 x10 6 selml; 1,94±0,02 x10 6 selml, 1,94±0,02 x10 6 selml serta 1,79±0,07 x10 6 selml. Penurunan nilai eritrosit diduga disebabkan produk ekstraseluler yang dihasilkan oleh A.hydrophila, seperti aerolysin, α- dan β-haemolysin, enterotoksin, protease, haemaglutinin serta adhesin Rey et al., 2009. Produk ini berkaitan dengan tingkat virulensi dari bakteri tersebut. 19 Hemoglobin Hemoglobin Hb merupakan bagian dari eritrosit yang memiliki kemampuan mengangkut oksigen untuk diedarkan ke seluruh tubuh. Kadar hemoglobin selama penelitian ditampilkan dalam Gambar 7 dan Lampiran 10. Gambar 7. Nilai hemoglobin ikan uji pada berbagai perlakuan. Nilai hemoglobin pada awal perlakuan menunjukkan nilai yang sama untuk semua perlakuan yaitu sebesar 6,80±0,00. Peningkatan nilai hemoglobin pada semua perlakuan terjadi pada hari ke-30. Puncak kenaikan nilai hemoglobin terjadi pada hari ke-31, hasil uji Duncan menunjukkan terdapat beda nyata antara perlakuan sinbiotik, prebiotik, perobiotik dengan K- dan K+. Nilai masing- masing perlakuan adalah sebesar 11.92±0,76; 11,87±0,64; 11,27±12; 10,04±0,12; serta 9,87±0,12. Hemoglobin mengalami peurunan nilai mulai hari ke-34. Hasil perhitungan nilai hemoglobin pada hari ke-36 menunjukkan bahwa perlakuan Sin memberikan nilai yang berbeda nyata dengan Pre, Pro serta kontrol +. Hal ini diduga bahwa ikan uji dengan perlakuan Sin tingkat pemulihannya lebih cepat dibandingkan perlakuan lainnya. Perlakuan Sin, memberikan nilai hemoglobin yang tinggi dibandingkan kontrol, hal ini merupakan suatu indikasi bahwa lemak rantai pendek SCFA yang merupakan hasil metabolisma probiotik terhadap prebiotik memberikan kontribusi dalam menentukan jumlah hemoglobin dalam eritrosit mengingat hemoglobin adalah bentuk protein yang didalamnya terdapat ikatan Fe yang disebut dengan heme. Penurunan hemoglobin mulai hari ke-34 diduga disebabkan oleh infeksi A.hydrophila, hal ini sesuai dengan pernyataan Harikrisnan et al., 2012 bahwa salah satu penyebab penurunan hemoglobin adalah inklusi virus, kista hemoglobin dan hemoparasit. Rey et al., 2009 menyatakan bahwa produk ekstraseluler aerolysin, α- dan β-haemolysins yang dihasilkan oleh A.hydrophila strain KJ 99, mampu menurunkan kadar protein terlarut dalam darah, menyebabkan terjadinya perubahan pada hemodinamika darah ikan mulai dari dinding abdominal, peritoneum sampai dengan gastointestinal. 20 Hematokrit Hematokrit merupakan nilai perbandingan antara jumlah eritrosit dengan plasma darah. Hasil perhitungan hematokrit ditampilkan pada Gambar 8 dan Lampiran 11. Gambar 8. Nilai hematokrit ikan uji pada berbagai perlakuan Jumlah hematokrit pada awal pengambilan sampel memberikan nilai yang sama pada semua perlakuan yaitu sebesar 16,00±0,00. Peningkatan hematokrit terjadi pada hari ke-30 dan ke-31, dan hasil uji lanjut Duncan menunjukkan terjadi beda nyata antara perlakuan sinbiotik, prebiotik, probiotik dengan K+ serta K-. Penurunan nilai hematokrit terjadi pada hari ke-34. Nilai hematokrit pada hari ke- 38 menunjukkan bahwa perlakuan Sin lebih baik dari Pre, Pro serta K+. Hal ini menunjukan bahwa kondisi hematokrit pada ikan uji perlakuan Sin, mencapai tingkat recovery yang lebih cepat dibandingkan perlakuan lainnya. Peningkatan nilai hematokrit sejalan dengan peningkatan hemoglobin serta eritrosit, diduga hal ini terjadi karena adanya peningkatan kualitas asupan nutrisi berupa SCFA selama 30 hari pada perlakuan sinbiotik dan prebiotik, yang secara langsung akan meningkatkan jumlah eritrosit, dan kemudian akan berdampak pada peningkatan hematokrit. Hasil yang sama diperoleh pada penelitian Tanbiyaskur 2011 pada ikan nila dengan perlakuan pemberian probiotik berupa NP5 serta prebiotik dari golongan oligosakarida, menunjukkan adanya korelasi peningkatan hematokrit dengan eritrosit serta hemoglobin. Penurunan nilai hematokrit pada hari ke-34 terjadi pada empat perlakuan yang diberikan infeksi A.hydrophila. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Ziskowski et al., 2008 bahwa infeksi bakteri dapat menurunkan jumlah hematokrit pada ikan winter flounder Pseudopleuronectes americanus. Pola penurunan kadar hematokrit perlakuan K+ ternyata didukung pula oleh menurunnya kandungan eritrosit perlakuan K+ pada waktu pengamatan yang sama, yaitu mulai hari ke-34, diduga hal ini terjadi akibat stress oleh infeksi A.hydrophila . Eric et al., 2012 menyatakan bahwa stress menyebabkan penurunan nilai hematokrit pada ikan carcharhinid shark Rhizoprionodon 21 terraenovae . Perlakuan K- yang merupakan kontrol negatif memiliki pola nilai hematokrit yang stabil dibandingkan perlakuan lainnya, hal ini karena pada kontrol negatif tidak dilakukan penyuntikan A.hydrophila sehingga tidak terjadi respon tubuh akibat infeksi. Total leukosit Ikan-ikan teleostei memiliki respon imun bawaan dan respon imun adaptif. Sel darah putih atau leukosit merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh ikan yang bersifat non-spesifik termasuk di dalamnya monosit, granulosit dan sel-sel cytotoxic non-spesifik Fraser et al., 2012. Hasil pengukuran nilai total leukosit dapat dilihat pada Gambar 9 dan lampiran 12. Gambar 9 . Total leukosit x10 6 selml darah ikan uji pada berbagai perlakuan Leukosit total darah ikan uji pada awal pengukuran menunjukkan nilai yang sama yaitu 0,93±0,00. Peningkatan leukosit terjadi mulai hari ke-30 disemua perlakuan, dan hasil uji Duncan menunjukkan bahwa terdapat beda nyata antara sinbiotik dan prebiotik dengan kontrol. Hari ke-34 memberikan nilai leukosit tertinggi disemua perlakuan, dengan masing-masing nilai untuk sinbiotik, prebiotik, probiotik, K- serta K+ adalah 2,05±0,04 x10 6 selml; 2,00±0,03x10 6 selml ; 1,87±0,01 x10 6 selml; 1,86±0,02 x10 6 selml serta 1,51±0,04 x10 6 selml. Hasil uji Duncan menunjukkan beda nyata antara sinbiotik serta prebiotik dengan K+. Nilai leukosit pada hari ke-36 menunjukkan bahwa perlakuan Sin berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, hal ini menunjukkan bahwa leukosit ikan uji pada perlakuan Sin lebih cepat kembali pada kondisi pemulihan dibandingkan perlakuan lainnya. Peningkatan nilai leukosit pada perlakuan sinbiotik dan prebiotik di hari ke-34 menunjukkan adanya upaya ikan untuk mengatasi infeksi A.hydrophila yang ditandai dengan peningkatan jumlah sistem pertahanan tubuh non- spesifiknya yakni leukosit. Hal ini sesuai dengan Rawling et al., 2012 yang menyatakan bahwa leukosit memegang peranan penting dalam sistem imun bawaan ikan dan tingkat keberadaannya dapat dijadikan sebagai bio-indiakator status kesehatan ikan. 22 Nilai leukosit mengalami penurunan mulai hari ke-36, namun dari hasil uji Duncan terlihat bahwa nilai perlakuan sinbiotik sebesar 1,78 ±0,02 x10 6 selml berbeda nyata dengan perlakuan prebiotik, probiotik, K- dan K+ yang masing- masing memiliki nilai leukosit sebesar 1,66±0,04 x10 6 selml; 1,55±0,03 x10 6 selml; 1,52±0,06 x10 6 selmlserta 1,51±0,05 x10 6 selml. Perlakuan sinbiotik dan prebiotik menunjukkan nilai yang tinggi dibandingkan tiga perlakuan lainnya, hal ini diduga karena asupan FOS dan GOS mampu mendukung proses imunomodulatory pada tubuh inang, sehingga pengembalian kondisi tubuh atau recovery ke keadaan homeostatis dapat berlangsung lebih baik Gambar 10. Gambar 10. Konsep immunomodulatory dengan homeostatis Viswanath, 2012 Berdasarkan Gambar 10 terlihat bahwa nutrisi dan bahan aditif yang termasuk pada jenis imuunonutrien akan mendukung proses aktifasi dari sistem imun non spesifik humoral yang diantaranya adalah cytokines, acute phase protein , serta sistem imun non spesifik selular. Proses lainnya yang turut dipengaruhi adalah pelepasan nutrien yang mempengaruhi respon metabolisma. Hasil akhir yang diharapkan adalah berlangsungnya proses homeostatis dalam tubuh ikan. Diferensial Leukosit Parameter diferensial leukosit yang diamati pada penelitian ini meliputi monosit, limfosit, serta neutrofil. Nilai yang diperoleh reltif bervariasi pada setiap perlakuan. Monosit Monosit merupakan parameter mononuklear disamping makrofag yang berhubungan dengan sistem imun non-spesifik pada proses fagositik dan bekerja sama dengan komponen imun lainnya seperti neutrofil, mast sel, makrofag, B lymposit, T lymposit, interleukin Lv-yun, 2013. Hasil dari perhitungan monosit ditampilkan pada Gambar 11 dan Lampiran 13. 23 Gambar 11. Nilai monosit darah ikan uji pada berbagai perlakuan Monosit pada pengambilan sampel awal menunjukkan nilai yang sama pada semua perlakuan yaitu 3,00±0,00 kemudian mengalami peningkatan pada hari ke-30, dan mencapai nilai tertinggi pada hari ke-34. Berdasarkan hasil uji Duncan, terdapat beda nyata antara perlakuan sinbiotik, probiotik, dengan K- dan K+ pada hari ke-34 dengan masing-masing nilai sebesar 6,87±0,58; 6,33±0,58; 5,07±0,55; dan 5,01±0,58. Penurunan monosit terjadi mulai hari ke- 36, hasil uji Duncan menunjukkan pada hari ke-36 tidak menunjukan perbedaan yang nyata antara sinbiotik dengan K+. Peningkatan nilai monosit pada hari ke 34 menunjukkan sudah adanya pengaruh dari infeksi A.hydrophila pada K+, probiotik, prebiotik serta sinbiotik, sehingga terjadi penambahan jumlah monosit dalam darah ikan, hal ini terkait dengan peran monosit sebagai makrofag yaitu sel fagosit utama untuk menghancurkan partikel asing dan jaringan mati. Penurunan monosit mulai hari ke-36 diduga terjadi karena sel monosit mulai keluar dari sirkulasi darah, selanjutnya masuk ke jaringan yang terinfeksi dengan berdiferensiasi menjadi makrofag yang berperan dalam memfagosit dan menyajikan antigen kepada sel limfosit. Limfosit Limfosit merupakan sel yang berfungsi mengenali berbagai antigen, baik intraselular maupun ekstraselular. Sel ini berperan utama dalam sistem imun spesifik Hasil perhitungan limfosit ditampilkan pada Gambar 12 dan Lampiran 14. 24 Gambar 12. Nilai limfosit ikan uji pada berbagai perlakuan Nilai limfosit pada pengamatan awal menunjukkan nilai yang sama pada semua perlakuan yaitu sebesar 65,00±0,00. Peningkatan mulai terjadi setelah tiga puluh hari pemberian pakan perlakuan, hasil uji Duncan menunjukkan beda nyata antara perlakuan sinbiotik, prebiotik, probiotik dengan K- dan K+, masing- masing sebesar 70,67±2,08; 69,67±1,53; 68,67±1,15; 65,00±1,73 serta 64,33±0,58. Penurunan limfosit terjadi pada hari ke 31, namun hasil uji lanjut menunjukkan terdapat beda nyata antara perlakuan dengan kontrol, dengan nilai sebesar 66,67±0,58; 67,33±1,15; 65,57±1,15; 64,67±0,58; serta 64,33±0,58. Penurunan limfosit diduga tubuh ikan memberi respon tanggap kebal terhadap adanya infeksi A.hydrophila yang masuk ke dalam tubuh. Limfosit, terdiri dari sel T pada imunitas selular, dan sel B pada imunitas humoral. Sel CD4+ dan T helper pada imunitas humoral akan bereaksi dengan sel B merangsang proliferasi dan diferensiasi sel. Sel CD4+ pada imunitas seluler berfungsi mengaktifkan makrofag untuk menghancurkan mikroba intraseluler Iwama, 1996. Perkembangan sel B dan Sel T berawal dari sel induk sumsum tulang, jalur sel B akan masuk ke sumsum tulang selanjutnya sel B akan matang dan masuk ke darah, sedangkan jalur sel T akan masuk ke thimus, sel T matang dan masuk ke darah dan limfa, Sel T dan sel B akan mengenali benda asing antigen serta membedakannya dengan jaringan sendiri berkat adanya T cel reseptor TCR. Pengolahan antigen merupakan proses yang penting untuk merangsang limfosit selanjutnya, karena reseptor pada sel limfosit akan mengenali antigen berdasarkan susunan asam amino dalam rantai peptide. Antigen hasil pengolahan akan dipresentasikan bersama-sama dengan molekul protein MHC major histicompatibility complex tertentu membentuk struktur yang unik pada permukaan sel makrofag dan dapat dikenali oleh reseptor sel T TcR. Castro et al ., 2011 menyatakan bahwa pengenalan struktur ini oleh sel limfosit T termasuk beberapa komplemen seperti CD4, CD8, CD3, CD28, CTLA4 , mengakibatkan sel-sel imun berproliferasi dan berdiferensiasi, menjadi sel yang memiliki kompetensi imunologik dan mampu bereaksi dengan antigen tersebut. 25 Fraser et al., 2012 menyatakan bahwa pada ikan salmon sel –B umumnya banyak ditemukan di ginjal, darah dan limpa; yang berperan dalam produksi antibodi dan fagositik. Pohlenz et al., 2012 menyatakan bahwa perbanyakan limfosit ditentukan oleh keberadaan asam amino, dan limfosit berperan dalam diferensiasi plasma sel dan sintetis imunoglobulin. Berbeda dengan monosit, limfosit tidak bersifat fagositik tetapi berperan penting dalam pembentukan antibodi Bratawidjaja, 2006. Pernyataan ini merupakan penjelasan dari data pada berbagai perlakuan, bahwa nilai terendah terjadi pada waktu setelah uji tantang. Diduga pada kondisi ini yang bekerja secara dominan adalah monosit sehingga differensiasi leukosit yang terjadi didominasi oleh monosit sehingga jumlah limfosit relatif berkurang. Pada hari ke- 36 dan ke-38, dianggap merupakan kondisi pemulihan yang sebelumnya telah dijelaskan dan hal ini terlihat dari nilai limfosit yang meningkat, karena pada kondisi tersebut sel mulai membentuk antibodi agar ikan lebih tahan dari infeksi A. hydrophila berikutnya. Neutrofil Granulosit merupakan bagian dari leukosit dan diketahui terdiri dari 3 tipe, yakni neutrofil, eosinofil dan basofil. Neutrofil dan eonisofil adalah yang umum ditemui dalam banyak spesies ikan sedangan basofil jarang ditemui. Neutrofil adalah sel fagositik pertama yang tiba di lokasi infeksi dan beperan dalam pembunuhan serta degradasi mikroorganisme sebagaimana yang dilakukan dalam penyembuhan luka Fraser et al., 2012. Hasil pengukuran neutrofil ditampilkan pada Gambar 13 dan Lampiran 15. Gambar 13. Nilai neutrofil ikan uji pada berbagai perlakuan Nilai neutrofil pada awal pengambilan sampel menunjukkan nilai yang sama yaitu 4,00±0,00. Peningkatan neutrofil terjadi mulai hari ke-31 dan mencapai puncaknya pada hari ke-34 dan hasil uji lanjut memberikan beda nyata antara perlakuan sinbiotik, prebiotik, probiotik dengan K+. Neutrofil pada hari ke-30 tidak menunjukkan beda nyata, diduga hal ini terjadi karena pada hari ke-30 26 belum terjadi infeksi sehingga populasi neutrofil disimpan untuk keadaan darurat di dalam jaringan limfoid dari ginjal. Neutrofil berperan dalam masalah fagositik sel patogen sebagaimana yang dilakukan oleh monosit Giri et al., 2012 namun demikian sel neutrofil bergerak lebih cepat dari monosit, dan sampai di daerah infeksi dalam 2-4 jam. Pada saat inilah sel pertahanan fagositik didominasi oleh neutrofil, tetapi beberapa jam kemudian 7-8 jam sel yang mendominasi adalah monosit Iwama, 1996. Lebih lanjut Baratawidjaja 2006 menyatakan bahwa sel neutrofil hanya berada dalam sirkulasi darah kurang dari 48 jam sebelum bermigrasi dan berpindah sangat cepat ke daerah infeksi. Ketika terjadi rangsangan akibat terjadinya peradangan atau inflamasi, sel akan bermigrasi ke aliran darah dan kemudian masuk ke dalam luka inflamasi. Bakteri patogen selanjutnya akan difagosit oleh sel tersebut untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam fagosom yang di dalamnya terdapat enzim hydrolase, mieloperoksidase dan lisozim yang akan melisis dan mencerna bakteri patogen tersebut. Neutrofil merupakan jenis leukosit yang pertama meninggalkan pembuluh darah karena mengandung vakuola yang berisi enzim dan digunakan untuk menghancurkan organisma yang dimakannya. Dušan et al., 2006 menyatakan bahwa pemberian immunomodulator berupa β-Glucan pada ikan fathead minnows Pimephales promelas Rafinesque, 1820 meningkatkan fungsi neutrofil. Aktivitas fagositik Aktivitas fagositik merupakan kegiatan sel-sel fagosit melakukan fagositosis dalam sistem imun non spesifik seluler yang melibatkan sel mononuklear monosit, makrofag dan polimorfonuklear. Pada proses ini terjadi mekanisma pengenalan, penangkapan serta degradasi patogen Iwama, 1996. Makrofag berperan penting dalam sistem pertahanan sel non-spesifik Liu et al., 2012, dan pada kondisi tertentu sel monosit dapat berubah menjadi bentuk makrofag. Proses fagositik diikuti oleh tingginya molekul oksigen reaktif dari aktivitas mikroorganisme seperti superoksida anion -O 2 , hidrogen peroksida H 2 O 2 , dan hidroksil radikal OH Giri et al., 2012. Hasil perhitungan aktivitas fagositik ditampilkan dalam Gambar 14 dan lampiran 16. 27 Gambar 14. Nilai aktivitas fagositik darah ikan uji pada berbagai perlakuan Aktivitas fagositik pada awal pengamatan menunjukkan nilai yang sama disemua perlakuan yaitu sebesar 70,00±0,00. Nilai ini mengalami peningkatan pada hari ke-30, dan dari hasil uji Duncan diketahui bahwa terdapat beda nyata antara perlakuan sinbiotik serta prebiotik dengan kontrol, yaitu masing-masing sebesar 83,33±2,31; 82,00±6,93 serta 72,33±3,79. Nilai ini terus naik sampai hari ke-34 untuk empat perlakuan kcuali K-. Hal ini disebabkan pada perlakuan K- tidak terjadi aktivitas fagosistik terhadap A.hydrophila, karena pada saat uji tantang dilakukan penyuntikan dengan phospat buffer saline PBS. Tingginya nilai aktivitas fagositik pada hari ke-34 sejalan dengan kenaikan pada nilai leukosit pada hari pengamatan yang sama juga memiliki nilai yang tertinggi. Aktivitas fagositik secara umum mengalami penurunan mulai hari ke-36 sampai ke 38 pada semua perlakuan. Perlakuan sinbiotik pada hari ke-30 dan ke-31 menunjukkan adanya perbedaan nilai dengan perlakuan lainnya. Hal ini diduga karena pada saat proses degradasi patogen dalam aktivitas fagositik berlangsung, terjadi tambahan H 2 O 2 produksi L.brevis, yang merupakan salah satu komponen dari mekanisma penghancuran bakteri melalui ketersediaan oksigen dan menghasilkan reaktif oksigen. L.brevis memiliki kemampuan untuk menghasilkan NADH oksidase Findrik et al., 2008 yang merupakan enzim pembentuk H 2 O 2. Skema pembentukan NADH oksidase ditampilkan pada Gambar 15. 28 Gambar 15. Proses pembentukan NADH oleh L.brevis Findrik et al., 2008 Nilai aktivitas fagositik mulai menurun pada hari ke 36 sampai 38, dan kondisi ini sejalan dengan menurunnya nilai leukosit pada hari pengamatan yang sama. Hal ini diduga terjadi karena proses aktivitas fagositik sudah memberikan hasil berupa pemusnahan bakteri A.hydrophila, remodelling jaringan, inflamasi serta peningkatan sistem imun spesifik Iwama, 1996. Tingkat Kelangsungan hidup Pengamatan tingkat kelangsungan hidup dilakukan mulai awal penelitian sampai uji tantang dan mulai dari uji tantang sampai penelitian berakhir. Dari data tersebut diketahui bahwa sebelum dilakukan uji tantang tidak ada ikan uji yang mengalami kematian sehingga tingkat kelangsungan hidup seluruh perlakuan dan ulangan adalah 100. Setelah dilakukan uji tantang, data kelangsungan hidup ditampilkan pada Gambar 16 dan Lampiran 17. Gambar 16. Nilai tingkat kelangsungan hidup ikan uji pada berbagai perlakuan Hasil analisis keragaman p0.05 terhadap kelangsungan hidup menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perbedaan yang terjadi adalah antara perlakuan K+ dengan seluruh perlakuan yang lain K-, Pro, Pre dan Sin, sedangkan 29 antar perlakuan yang lain tidak berbeda satu sama lain mengingat tidak ada kematian yang terjadi pada perlakuan-perlakuan tersebut. Data kelangsungan hidup menunjukkan bahwa L.brevis mampu menghambat pertumbuhan dari A. hydrophila dengan cara menghasilkan H 2 O 2, dan hal ini sejalan dengan hasil yang diperoleh dari uji antagonistik Selain itu diduga probiotik berkompetisi nutrisi dengan bakteri patogen yang ada pada usus ikan sehingga pertumbuhan bakteri patogen tersebut terhambat. Pada perlakuan Pre diperkirakan tertekannya pertumbuhan A.hydrophila pada perlakuan ini adalah akibat adanya bakteri alami yang bersifat menguntungkan yang mampu memanfaatkan asupan FOS dan GOS yang diberikan. Oleh karena itu jumlah populasi bakteri menguntungkan yang ada dalam tubuh ikan uji diperkirakan meningkat sehingga mampu menekan pertumbuhan dari A. hydrophila. Akibatnya populasi A. hydrophila tersebut tidak sampai mengakibatkan kematian ikan. Narges et al., 2012 menyatakan bahwa penambahan FOS sebanyak 2- 3 pada pakan caspian roach Rutilus rutilus meningkatkan kelangsungan hidup ikan uji. Sejalan dengan hal tersebut, Barbara et al., 2008 mengemukakan pada penambahan mannanoligosaccharide MOS, fructooligosaccharide FOS dan galactooligosaccharide GOS dengan masing-masing dosis 1 pada pakan atlantic salmon Salmo salar memberikan tingkat kelangsungan hidup sebesar 100. Bücker et al., 2011 menyatakan bahwa serangan bakteri A.hydrophila menyebabkan infeksi dan nekrosis pada ikan, hal ini tampak dari ikan yang mati pada perlakuan K+. Seluruh ikan mati mengalami hemoragic dan nekrosis pada beberapa bagian tubuhnya Gambar 17. Nekrosis, peradangan dan tukak merupakan respon lanjutan dari infeksi bakteri setelah sebelumnya mengalami hiperemi sebagai sebagai respon atau gejala klinis awal. Hiperemi sendiri terjadi akibat adanya mobilisasi leukosit sebagai bentuk perlawanan akibat adanya serangan bakteri patogen. Gambar 17. Hemoragic pada ikan uji ditandai lingkaran Laju pertumbuhan harian Hasil pengamatan pertumbuhan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antar perlakuan Sin dengan perlakuan lain. Perlakuan Pre dan Pro tidak berbeda nyata dan antara perlakuan K+ dan K- tidak berbeda nyata. Data pertumbuhan harian ditampilkan pada Gambar 18 dan Lampiran 18. 30 Gambar 18. Nilai laju pertumbuhan harian ikan uji berdasarkan bobot Berdasarkan uji lanjut p0.05 dapat dilihat bahwa perlakuan Sin memiliki nilai pertumbuhan harian tertinggi sebesar 3,370±0,14. Perlakuan prebiotik, probiotik, K+ dan K- masing-masing sebesar 3,047±0,10; 3.001±0,20; 2,578±0,13 serta 2,505±0,07. Putra 2010 menyatakan bahwa pemberian sinbiotik oligosakarida dan bakteri NP5 melalui pakan pada ikan nila, memberikan nilai pertumbuhan tertinggi serta berbeda nyata dengan kontrol. Keberadaan bakteri probiotik dalam saluran pencernaan sangat menguntungkan bagi ikan karena bakteri tersebut akan menyumbangkan exogenous enzim seperti amilase, lipase dan protease pada sistem pencernaan ikan Narges et al., 2012. Diperkirakan akan ada dua hal yang terjadi dengan adanya sumbangan enzim ini, pertama sistem pencernaan ikan menjadi lebih efektif sehingga pembelanjaan energi expenditure energy untuk proses pencernaan menjadi lebih sedikit sehingga selisih energi yang seharusnya dikeluarkan untuk pembelanjaan tersebut dapat digunakan untuk pertumbuhan. Hal kedua adalah tubuh ikan akan lebih sedikit menghabiskan energi untuk proses sintesis enzim sehingga energi tersebut dapat lebih dimanfaatkan untuk proses pertumbuhan. Narges et al., 2012 menyatakan bahwa penambahan FOS sebanyak 2-3 pada pakan larva caspian roach memberikan tingkat pertumbuhan yang tinggi, serta berbeda nyata dengan kontrol. Perhitungan pertumbuhan harian berdasarkan panjang dimaksudkan untuk melihat apakah pola pertumbuhan yang terjadi pada ikan uji hanya sampai kepada bobot ataukah sudah ke arah pertumbuhan panjang.Hasil perhitungan pertumbuhan harian berdasarkan panjang ditampilkan dalam Gambar 19 dan Lampiran 19. 31 Gambar 19. Nilai pertumbuhan ikan uji berdasarkan panjang Berdasarkan analisis keragaman yang telah dilakukan diketahui bahwa pertumbuhan harian panjang pun menunjukkan hasil beda nyata p0.05 antar perlakuan dan uji lanjut pun menunjukkan hasil yang sama dengan pertumbuhan harian bobot dimana perlakuan Sin menampilkan hasil tertinggi dengan nilai sebesar 3,80±0,35. Adapun nilai perlakuan lainnya Pre sebesar 3,13±0,50, Pro 3,03±0,25, K+ 2,10±0,44 serta K- 2,07±0,21. Diduga berbagai kemungkinan mengapa hal ini terjadi sama dengan apa yang terjadi pada pertumbuhan berat, baik pada penambahan exogenous enzim maupun penambahan nutrisi dari probiotik. Feed Conversion Ratio FCR Hasil pengamatan FCR menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata antara perlakuan Sin, Pre dan Pro dengan kontrol. Data FCR ditampilkan pada Gambar 20 dan Lampiran 20. Gambar 20. Nilai FCR ikan uji pada berbagai perlakuan 32 Probiotik, prebiotik dan sinbiotik mampu menurunkan nilai FCR dibandingkan perlakuan K+ dan K-. Hal ini diduga terjadi karena pada perlakuan pro, pre dan sin sinbiotik, populasi bakteri yang menguntungkan di dalam usus ikan uji mengalami peningkatan baik karena adanya asupan L.brevis, ataupun asupan FOS serta GOS yang dimanfaatkan oleh bakteri indigenous, sehingga enzim protease, amilase, lipase yang dihasilkan oleh bakteri tersebut akan bertambah dan akhirnya mampu mendukung sistem pencernaan Morelli et al ., 2003 dan Narges et al., 2012. Furné et al., 2005 menyatakan bahwa enzim protease, lipase dan amilase pada ikan adriatic sturgeon Acipenser naccarii dan Rainbow trout Oncorhynchus mykiss sangat mempengaruhi mekanisma pencernaan. Keberadaan enzim-enzim ini mengkatalis proses perombakan protein, lemak serta karbohidrat dalam tubuh ikan. Eksogeneous enzim akan mengkatalis makromolekul menjadi molekul yang lebih sederhana, seperti protein menjadi asam amino, polisakarida menjadi glukosa, serta lemak menjadi asam lemak. Molekul yang sudah sederhana ini diangkut ke sitoplasma sehingga dapat menjadi sumber energi atau senyawa pemula dalam sintesis komponen sel. Putra 2010 menyampaikan hasil yang sama pada pemberian probiotik dan prebiotik di ikan nila dapat meningkatkan aktivitas enzim amilase dan protease, sehingga nilai kecernaan ikan terhadap protein dan karbohidrat secara langsung akan meningkat. Nilai kecernaan menggambarkan banyaknya nutrisi yang dapat diserap ikan dari pakan NRC,1993, dan berkorelasi dengan tingkat efisiensi terhadap pakan dan pertumbuhan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian bahwa perlakuan sinbiotik memiliki nilai pertumbuhan tertinggi serta FCR yang terbaik. Kualitas air Parameter kualitas air yang diamati pada penelitian ini adalah oksigen terlarut, suhu, pH serta NH 3 . Pengukuran kualitas air dilakukan pada awal, tengah dan akhir penelitian. Data hasil pengamatan ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2. Kisaran parameter kualitas air selama pelaksanaan penelitian. Perlakuan Parameter Oksigen ppm Suhu o C pH NH 3 ppm K+ 5.0 - 5.2 28 6.9 -7.0 0.009 - 0.010 K- 4.9 - 5.2 28 6.9 -7.0 0.009 - 0.010 Pro 5.0 - 5.2 28 7.0 0.009 - 0.010 Pre 4.9 - 5.2 28 6.9 -7.0 0.009 - 0.010 Sin 4.8 - 5.2 28 7.0 0.009 - 0.010 Data kualitas air selama penelitian berada pada kisaran yang sesuai dengan kriteria SNI 01-6483.5-2002. Hal ini menunjukkan bahwa parameter kualitas air 33 yang diukur selama penelitian termasuk pada katagori layak sehingga tidak berdampak negatif pada ikan uji.

5. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Populasi Lactobacillus sp. di usus pada perlakuan probiotik dan sinbiotik berkisar antara 10 1 sampai 10 6 CFUgram. Tingkat kelangsungan hidup SR ikan uji mencapai 100 pada perlakuan Sin, Pre, Pro serta K-, sedangkan pada perlakuan K+ sebesar 43,33. Tingkat pertumbuhan harian terbaik dicapai pada perlakuan sinbiotik sebesar 3,370±0,14. Nilai FCR perlakuan probiotik, prebiotik dan sinbiotik masing-masing sebesar 1,414±0,13; 1,431±0,08 dan 1,305±0,08. Respon imun pada parameter total eritrosit, hemoglobin, hematokrit, serta total leukosit, menunjukkan bahwa perlakuan Sin lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya. Saran Berdasarkan hasil yang diperoleh, disarankan perlakuan sinbiotik yang digunakan, dan diperlukan penelitian lanjutan untuk penerapannya dalam skala lapangan, antara lain dengan menggunakan metoda mikroenkapsulasi. DAFTAR PUSTAKA Anderson DP and Siwicki AK. 1993. Basic hematology and serology for fish health programs. Paper presented in second symposium on diseases in Asean Aquaculture “Aquatic Animal Health and The Environment”. Phuket, Thailand. 25 – 29 th October 1993. 17hlm. Angka SL. 2004. Penyakit Motil Aeromonad Septicaemia pada ikan lele dumbo Clarias sp. Forum Pascasarjana, 27: 339-350. Antenor Aguiar Santos, Maria José T, Ranzani-Paiva, Marcelo Leite da Veiga, Lucas Faustino, Mizue I. Egami. 2012. Hematological parameters and phagocytic activity in fat snook Centropomus parallelus bred in captivity. Fish Shellfish Immunology 33:953-961. AOAC Assosiation of Official Agricultural Chemist. 1999. Official Methods of Analysis. 16 th ed Volume II. Maryland. USA. Barbara Grisdale, Helland HJ, Ståle J, and Gatlin DM. 2008. The effects of dietary supplementation with mannanoligosaccharide, fructooligosaccharide or galactooligosaccharide on the growth and feed utilization of Atlantic salmon Salmo salar. Aquaculture 283:163-167. Bauer AW, Kirby WMM, Sherris JC, and Turck M. 1966. Antibiotic susceptibility testing by a standardized single disk method. Am. J. Clin. Pathol 36:493-496. Bergljót Magnadóttir. 2006. Innate immunity of fish overview. Fish Shellfish Immunology 20:137 – 151. 34 Bernardeau M, Vernoux JP, Dubernet SH and Guéguen M. 2008. Safety assessment of dairy microorganisms: The Lactobacillus genus. Food Microbiology 126: 278-285. Blaxhall PC and Daisley KW. 1973. Routine haematologycal methods for use with fish blood. J. Fish Biology 5: 577 – 581. Bratawidjaja KG. 2006. Imunologi Dasar. Edisi keenam. Balai Penerbitan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Buentello JA, Neil WH and Galin III DM. 2010. Effects of dietary prebiotics on the growth, feed efficiency and non-specific immunity of juvenile red drum Sciaenops ocellatus fed soybean based diets. Aquaculture Research 41: 411 – 418. Bucio A, Hartemink R, Shciama JW, and Rombuts FM. 2004. Screening of Lactobacilli from fish intestines to select a probiotic for warm freshwater fish. Bioscience microflora 23:21-30. Bücker R, Krug SM, Rosenthal R, Günzel D, Fromm A, Zeitz M., Chakraborty T, Fromm M, Epple HJ, and Schulzke JD. 2011. Aerolysin from Aeromonas hydrophila perturbs tight junction integrity and cell lesion repair in intestinal epithelial HT-29B6 cells. The Journal of Infectious Diseases 204:1283 –92. Castro R, Bernard D, Lefranc MP, Six A, Benmansour A, and Boudinot P. T cell diversity and TcR repertoires in teleost fish. 2011. Fish Shellfish Immunology 31: 644-654. Chao Li, Benjamin Beck, Baofeng Su, Jeffery Terhune, Eric Peatman. 2013. Early mucosal responses in blue catfish Ictalurus furcatus skin to Aeromonas hydrophila infection. Fish Shellfish Immunology 34:920- 928. Charalampopoulos D and Rastall RA. 2012. Prebiotiks in foods. Current Opinion in Biotechnology 23:187 –191. Cobas AC, Corzo N, Olano A, Peláez C, Requena T and Ávila M. 2011. Galactooligosaccharides derived from lactose and lactulose: Influence of structure on Lactobacillus, Streptococcus and Bifidobacterium growth. International Journal of Food Microbiology 149: 81 –87. Cook MT, Tzortzis G, Charalampopoulos D and Khutoryanskiy VV. 2012. Review: Microencapsulation of probiotics for gastrointestinal delivery. Journal of Controlled Release 162: 56 –67. Davis LM, Martinez L, Walter J, Hutkins R. 2010. A close dependent impact of prebiotic galactooligosaccharides on the intestinal microbiota of healty adults. International Journal of Food Microbiology 144: 85 – 292. Delgado GTC, Tamashiro WMSC, Maróstica Junior MR, Moreno YMF and Pastore GM. 2011. The putative effects of prebiotiks as immunomodulatory agents. Food Research International 44: 3167 –3173. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2013. Statistik menakar target ikan air tawar tahun 2013. KKP. Jakarta. Douglas LC, Sanders ME. 2008. Perspectives in practice probiotics and prebiotics in dietetics practice. Am Siet Assoc 108 : 510-521.