Rachmansyah 2004, menyatakan daya dukung adalah batasan untuk banyaknya organisme hidup dalam jumlah atau massa yang dapat didukung oleh
suatu habitat. Jadi daya dukung adalah ultimate constraint yang diperhadapkan pada biota oleh adanya keterbatasan lingkungan seperti ketersediaan makanan,
ruang, predator, temperatur, cahaya matahari, atau salinitas Konsep daya dukung telah lama dikenal dan dikembangkan dalam
lingkungan budidaya perikanan, seiring dengan peningkatan pemahaman akan pentingnya pengelolaan lingkungan budidaya untuk menunjang kontinyuitas
produksi. Dalam perencanaan atau desain suatu sistem produksi budidaya baik ikan maupun rumput laut maka nilai daya dukung merupakan faktor penting
dalam menjamin siklus produksi dalam jangka waktu lama. Scones 1993 dalam Soselisa 2006 membagi daya dukung lingkungan
menjadi dua, yaitu: daya dukung ekologis ecologycal carrying capacity dan daya dukung ekonomis economic carrying capacity. Daya dukung ekologis
adalah jumlah maksimum hewan-hewan pada suatu lahan yang dapat didukung tanpa mengakibatkan kematian karena faktor kepadatan, serta terjadinya
kerusakan lingkungan secara permanen. Hal ini ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan. Daya dukung ekonomi adalah tingkat produksi skala usaha yang
memberikan keuntungan maksimum dan ditentukan oleh tujuan usaha secara ekonomi. Dalam hal ini digunakan parameter-paremater kelayakan usaha secara
ekonomi.
2.8. Analisis Kelayakan Usaha Pengembangan Budidaya Laut
Keberhasilan suatu usaha pemanfaatan sumberdaya akan dinilai dari besarnya pendapatan yang diperoleh keuntungan. Pendapatan merupakan
selisih antara penerimaan dan semua biaya yang dikeluarkan. Penerimaan merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi dengan harga jual produk,
sedangkan biaya merupakan semua pengeluaran yang digunakan dalam kegiatan usaha. Suatu usaha dapat diketahui menguntungkan atau tidak, dapat
diukur dengan menggunakan indikator perimbangan antara penerimaan dan biaya. Berdasarkan pengukuran tersebut, jenis usaha dikelompokkan menjadi
dua, yaitu: 1 jenis usaha yang bersifat musiman, dan 2 jenis usaha yang bersifat tahunan. Jenis usaha musiman biasanya memiliki karakteristik : 1
periode produksi lebih dari satu kali dalam setahun, 2 umumnya memerlukan
modal relatif kecil, 3 diusahakan dalam skala kecil dan teknologi yang sederhana. Jenis usaha musiman ini dianalisis dengan RC revenue cost ratio.
Kriteria pengambilan keputusan adalah usaha menguntungkan bila RC 1, usaha berada pada titik impas bila RC = 1, dan usaha merugi bila RC 1 .
Jenis usaha tahunan memiliki karakteristik antara lain: 1 memiliki periode produksi yang lebih lama, kurang lebih satu tahun atau lebih, 2 umumnya
memerlukan modal dan investasi cukup besar, 3 diusahakan dalam skala besarproyek. Menurut Kadariah et al 1999, dalam rangka mencari suatu
ukuran menyeluruh tentang baik tidaknya suatu usaha tahunan, di kembangkan melalui pendekatan analisis beberapa indeks investment criteria. Hakekat dari
semua kriteria tersebut adalah mengukur hubungan antara manfaat dan biaya dari proyek. Setiap kriteria mempunyai kelemahan dan kelebihan, sehingga
dalam menilai kelayakan proyek sering digunakan lebih dari satu kriteria. Dari beberapa kriteria yang ada, tiga diantaranya adalah 1 NPV, 2 Net BC, 3
IRR. Selanjutnya Kusumastanto 1998, mengemukakan kriteria yang digunakan dalam evaluasi kebijakan untuk usaha yang bersifat tahunan adalah sebagai
berikut : 1. Net Present Value NPV, adalah analisis yang memperhitungkan selisih
antara present value dari benefit dan present value dari biaya. Kriteria pengambilan keputusan adalah usaha dinyatakan layak bila NPV 0,
jika NPV =0 berarti usaha tersebut mengembalikan persis sebesar interest rate, dan jika NPV 0 berarti usaha tidak layak dilakukan.
2. Internal Rate of Return IRR adalah nilai discount rate i yang membuat NPV dari proyek sama dengan nol.
Jika ternyata IRR suatu usaha sama dengan nilai i discount rate, maka NPV dari proyek itu adalah sebesar 0, jika IRR discount rate, berarti NPV 0.
Oleh karena itu, nilai IRR suatu usaha yang lebih besarsama dengan nilai discount rate menyatakan usaha layak untuk dilaksanakan, sedangkan
IRR0 memberikan tanda bahwa usaha tidak layak dilakukan. 3. Net Benefit-Cost Ratio Net BC, merupakan perbandingan sedemikian rupa
sehingga pembilangnya terdiri atas present value total dari benefit bersi dalam tahun-tahun dimana benefit bersih bersifat positif, sedangkan
penyebutnya terdiri dari present value total dari biaya bersih dalam tahun- tahun dimana B
t
– C
t
bersifat negatif, yaitu biaya kotor lebih besar daripada benefit kotor.
Net BC akan terdapat apabila paling sedikit salah satu B
t
– C
t
bersifat negatif. Dengan perkataan lain NPV proyek= 0. Kalau rumus memberikan hasil lebih
besar dari 1, berarti NPV 0. NET BC 1 merupakan tanda usaha layak, sedangkan NET BC 1 merupakan tanda usaha tidak layak
Alternatif-alternatif kegiatan dari hasil langkah-langkah diatas, kemudian disusun berdasarkan rasio manfaat-biaya Benefit-Cost Ratio. Pada umumnya
para pengambil kebijakan hanya tertarik pada alternatif yang mempunyai rasio lebih dari satu. Dengan kata lain, agar secara ekonomi layak, sebuah alternatif
kegiatan diharapkan memberikan lebih banyak manfaat daripada biaya yang harus dikeluarkan. Dari semua alternatif yang rasionya lebih besar dari satu
BC1, biasanya alternatif dengan rasio tertinggi cenderung dipilih. Bagi para pengambil keputusan, yang penting adalah mengarahkan penggunaan sumber-
sumber yang langka kepada kegiatan usaha yang dapat memberikan hasil yang paling banyak untuk perekonomian sebagai keseluruhan, artinya yang
menghasilkan social returns atau economic returns yang paling tinggi.
III. METODOLOGI
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 5 lima bulan, yaitu pada bulan Desember Tahun 2006 sampai bulan April Tahun 2007. Bulan pertama
dialokasikan untuk tahap persiapan penelitian, bulan kedua dan ketiga dilakukan pengumpulan data, sedangkan pada bulan keempat dan kelima dilakukan
pengolahan data, analisis data, dan penulisan tesis. Lokasi penelitian adalah di perairan sekitar Pulau Lingayan, yang secara
administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Dampal Utara, Kabupaten Tolitoli, Propinsi Sulawesi Tengah. Pulau ini secara geografis berada pada
posisi 00
o
58 10 - 00
o
59 30 Lintang Utara dan 120
o
14 07” - 120
o
15 20” Bujur Timur Gambar 2.
ð
ð ð
ð ð
ð ð
ð
St 5
St 8 St 1
St 7 St 3
St 2 St 4
St 6
Peta Lokasi Penelitian Dan Stasiun Pengamatan
Parameter Lingkungan
Keterangan :
Di Perairan Pulau Lingayan
ð
Stasiun Pengamatan Sampling
Sumber : 1.Citra Satelit Quick Bird
Luaran November 2006 2.Peta Navigasi Skala 1: 50.000
DIHIDROS TNI-AL 3.Peta Lingkungan Laut Nusantara
Skala 1:25.000. BAKOSURTANAL 4.Survey Lapangan Tahun 2006
N
Km 1
0.5 0.5
Gambar 2 Peta lokasi penelitian dan stasiun pengukuran data parameter lingkungan di Pulau Lingayan