SURFAKTAN MES DARI JARAK PAGAR

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. SURFAKTAN MES DARI JARAK PAGAR

Surfaktan surface active agent merupakan bahan kimia yang berpengaruh pada aktivitas permukaan. Surfaktan memiliki kemampuan untuk larut dalam air dan minyak. Molekul surfaktan terdiri dari dua bagian yaitu gugus yang larut dalam minyak hidrofob dan gugus yang larut dalam air hidrofil. Surfaktan yang memiliki kecenderungan untuk larut dalam minyak dikelompokkan dalam surfaktan oil soluble sedangkan yang memiliki kecenderungan untuk larut dalam air dikelompokkan dalam surfaktan water soluble Allen dan Robert, 1993. Kehadiran gugus hidrofobik dan hidrofilik yang berada pada satu molekul akan menyebabkan surfaktan berada pada antarmuka antara fasa yanag berbeda derajat polaritas dan ikatan hidrogen seperti minyak dan air Geourgiou et. al., 1992. Menurut Hui 1996 dan Hasenhuettl 1997, peranan surfaktan yang berbeda dan beragam disebabkan oleh struktur molekul surfaktan yang tidak seimbang. Molekul surfaktan dapat divisualisasikan seperti berudu atau bola raket mini yang terdiri atas bagian kepala dan ekor. Bagian kepala bersifat hidrofilik suka air merupakan bagian yang sangat polar sedangkan bagian ekor bersifat hidrofobik tidak suka air suka minyak merupakan bagian nonpolar. Kepala dapat berupa anion, kation atau nonion sedangkan ekor dapat berupa rantai linier atau cabang hidrokarbon. Struktur molekul surfaktan dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Molekul surfaktan Gevarsio, 1996 Surfaktan berdasarkan gugus hidrofilnya dibagi menjadi empat kelompok penting yaitu surfaktan anionik, surfaktan kationik, surfaktan nonionik dan surfaktan amfoterik Rosen, 2004. Menurut Matheson 1996, surfaktan anionik adalah molekul yang bermuatan negatif pada bagian hidrofilik atau aktif permukaan surface-active. Sifat hidrofilik disebabkan oleh keberadaan gugus ionik yang sangat besar seperti gugus sulfat atau sulfonat. Surfaktan kationik adalah senyawa yang bermuatan positif pada gugus hidrofilnya atau bagian aktif permukaan surface-active. Sifat hidrofilik umumnya disebabkan oleh keberadaan garam amonium seperti quaternary ammonium salt QUAT. Surfaktan non ionik adalah surfaktan yang tidak bermuatan atau tidak terjadi ionisasi molekul. Sifat hidrofilik disebabkan oleh keberadaan gugus oksigen eter atau hidroksil. Surfaktan amfoterik adalah surfaktan yang bermuatan positif dan negatif pada molekulnya dimana muatannya bergantung kepada pH, pada pH rendah akan bermuatan negatif dan pada pH tinggi bermuatan positif. Kelompok surfaktan yang penggunaannya terbesar dalam jumlah adalah surfaktan anionik. Karakteristiknya yang hidrofilik disebabkan karena adanya gugus ionik yang cukup besar, yang biasanya berupa grup sulfat atau sulfonat. Beberapa contoh surfaktan anionik yaitu linear alkilbenzen sulfonat LAS, alkohol sulfat AS, alkohol eter sulfat AES, alfa olefin sulfonat AOS, paraffin secondary alkane sulfonate, SAS dan metil ester sulfonat MES Matheson, 1996. 5 Sifat-sifat surfaktan adalah mampu menurunkan tegangan permukaan, tegangan antarmuka, meningkatkan kestabilan partikel yang terdispersi dan mengontrol sistem emulsi misalnya oil in water ow atau water in oil wo. Di samping itu, surfaktan akan terserap ke dalam permukaan partikel minyak atau air sebagai penghalang yang akan mengarungi atau menghambat penggabungan coalescence dari partikel yang terdispersi Rieger, 1985. Kemampuan surfaktan untuk meningkatkan kestabilan emulsi tergantung dari kontribusi gugus polar hidrofilik dan gugus non polar lipofilik Swern, 1979. Menurut Piispanen 2002, bagian polar surfaktan dipengaruhi oleh gaya elektrostatik ikatan hidrogen, ikatan ionik, interaksi dipolar sehingga dapat berikatan dengan molekul seperti air dan senyawa ion. Gugus non polar surfaktan berikatan dengan dukungan gaya van der walls. Pada konsentrasi yang memadai, surfaktan yang awalnya merupakan elektrolit biasa, mulai membentuk asosiasi antar molekulmicelles. Keadaan ini terjadi pada konsentrasi yang disebut dengan Critical Micelle Concentration CMC. Pada kondisi ini terjadi proses pembentukan emulsi yang menghasilkan analogi kelarutansolubilization non equilibrium dan memberikan IFT yang rendah. Kondisi ini tidak akan terjadi jika konsentrasi di bawah kondisi CMC sedangkan jika konsentrasi surfaktan ditingkatkan setelah terjadi titik CMC maka akan terbentuk agregat dan tidak menurunkan nilai IFT lebih rendah lagi Mitsui, 1997. Surfaktan metil ester sulfonat MES termasuk golongan surfaktan anionik yaitu surfaktan yang bermuatan negatif pada gugus hidrofiliknya atau bagian aktif permukaan surface-active. Struktur kimia metil ester sulfonat MES dapat dilihat pada Gambar 2. Watkins, 2001 : Gambar 2. Struktur kimia MES Menurut Swern 1979, panjang molekul sangat kritis untuk keseimbangan kebutuhan gugus hidrofilik dan lipofilik. Apabila rantai hidrofobik terlalu panjang, akan terjadi ketidakseimbangan, terlalu besarnya afinitas untuk gugus minyak atau lemak atau terlalu kecilnya afinitas untuk gugus air. Hal ini akan ditunjukkan oleh keterbatasan kelarutan di dalam air. Demikian juga sebaliknya, apabila rantai hidrofobiknya terlalu pendek, komponen tidak akan terlalu bersifat aktif permukaan surface- active karena ketidakcukupan gugus hidrofobik dan akan memiliki keterbatasan kelarutan dalam minyak. Pada umumnya panjang rantai terbaik untuk surfaktan adalah asam lemak dengan 10–18 atom karbon. Kemampuan surfaktan dalam hubungannya untuk meningkatkan emulsi tergantung dari kontribusi gugus polar hidrofilik dan gugus non polar lipofilik, yang dapat dilihat dari ukuran HLB Hydrophile Lypophile Balance. Semakin rendah nilai HLB maka surfaktan semakin larut dalam minyak. Sebaliknya, semakin tinggi nilai HLB maka surfaktan semakin cenderung larut dalam air. Kisaran HLB dan aplikasi penggunaannya dapat dilihat pada Tabel 1. 6 Tabel 1. Kisaran HLB dan aplikasi penggunaannya Kisaran Aplikasi Penggunaan 3-6 Emulsifier water in oil wo 7-9 Bahan pembasah 8-15 Emulsifier oil in water ow 13-15 Deterjen 15-18 Bahan pelarut Sumber : Swern 1979 Menurut Matheson 1996, metil ester sulfonat MES telah mulai dimanfaatkan sebagai bahan aktif pada produk-produk pembersih washing and cleaning products. Pemanfaatan surfaktan jenis ini pada beberapa produk adalah karena metil ester sulfonat memperlihatkan karakteristik dispersi yang baik, sifat deterjensi yang baik terutama pada air dengan tingkat kesadahan yang tinggi hard water dan tidak adanya fosfat, ester asam lemak C 14 , C 16 , dan C 18 memberikan tingkat deterjensi terbaik serta bersifat mudah didegradasi good biodegradability. Dibandingkan petroleum sulfonat, surfaktan MES menunjukkan beberapa kelebihan diantaranya yaitu pada konsentrasi MES yang lebih rendah daya deterjensinya sama dengan petroleum sulfonat, dapat mempertahankan aktivitas enzim yang lebih baik serta toleransi yang lebih baik terhadap keberadaan kalsium dan kandungan garam disalt. Namun demikian surfaktan MES memiliki kelemahan diantaranya warnanya yang gelap Rosen, 2004. Proses produksi pembuatan surfaktan MES dimulai melalui proses esterifikasi ataudan transesterifikasi menjadi metil ester biodiesel dengan metanol. Esterifikasi adalah reaksi asam karboksilat asam lemak dengan alkohol untuk menghasilkan ester sedangkan transesterifikasi adalah reaksi ester untuk menghasilkan ester baru yang mengalami penukaran posisi asam lemak Swern, 1982. Reaksi tersebut bersifat reversibel dan menghasilkan alkil ester dan gliserol. Setelah dilakukan reaksi esterifikasi dan transesterifikasi ini, metil ester harus dimurnikan terlebih dahulu untuk menghilangkan gliserol, air, sisa metanol, katalis, dan bahan pengotor lainnya. Proses pemurnian dapat dilakukan dengan water washing dan dry washing. Metil ester yang telah terbentuk selanjutnya dilakukan konversi menjadi metil ester sulfonat. Metil ester sulfonat MES adalah zat yang disintesis dari bahan metil ester dan agen sulfonasi melalui proses sulfonasi. Proses sulfonasi dapat dilakukan dengan mereaksikan asam sulfat, sulfit, NaHSO 3 atau gas SO 3 dengan ester asam lemak Watkins, 2001. Menurut Foster 1996, untuk menghasilkan kualitas produk terbaik, beberapa perlakuan penting yang harus dipertimbangkan adalah rasio mol, suhu reaksi, konsentrasi grup sulfat yang ditambahkan, waktu netralisasi, jenis dan konsentrasi katalis, pH dan suhu netralisasi. Proses produksi metil ester sulfonat dapat dilakukan dengan mereaksikan metil ester dan gas SO 3 dalam falling film reactor pada suhu 80–90 o C Watkins, 2001. Proses sulfonasi yang dilakukan oleh pihak SBRC Surfactant and Bioenergy Research Centre menggunakan reaktor STFR Single Tube Film Sulfonation Reactor memiliki tinggi 6 meter dan diameter tube 25 mm. Prinsip kerja reaktor ini adalah gas SO 3 dialirkan ke dalam tabung dimana pada dinding bagian dalam tabung dialirkan secara co-current metil ester dalam bentuk film lapisan tipis sehingga terbentuk tabung yang menyelimuti gas yang mengalir di bagian tengah tabung. Proses sulfonasi membentuk produk antara berupa MESA methyl ester sulfonate acid. Suhu umpan feed berupa metil ester pada proses sulfonasi diatur konstan pada suhu 80–100 o C. Pada proses sulfonasi dilakukan penambahan udara kering. Perbandingan metil ester, gas SO 3 dan udara kering adalah 1 : 1 : 2. Feed dipompa naik ke reaktor masuk ke liquid chamber lalu mengalir turun membentuk film lapisan tipis dengan ketebalan tertentu. Ketebalan yang dihasilkan sesuai dengan bentuk corong head pada reaktor. Proses sulfonasi 7 berlangsung selama 3–6 jam. Selanjutnya, MESA yang telah dihasilkan mengalami proses aging. Proses aging berlangsung dalam reaktor aging pada suhu 70–80 o C selama 75 menit dengan kecepatan putaran pengaduk 150 rpm. Kemudian MESA mengalami proses netralisasi dengan penambahan NaOH 50. Proses netralisasi pada suhu 30–40 o C selama 40 menit. Setelah proses netralisasi, diperoleh surfaktan MES metil ester sulfonat. Mekanisme reaksi yang terjadi selama reaksi sulfonasi dengan urutan proses adalah metil ester I bereaksi dengan gas SO 3 membentuk senyawa intermediet II, pada umumnya berupa senyawa anhidrad. Dalam kondisi reaksi yang setimbang, senyawa intermediet II tersebut akan mengaktifkan gugus alfa α pada rangkaian gugus karbon metil ester sehingga membentuk senyawa intermediet III. Selanjutnya, senyawa intermediet III tersebut mengalami restrukturisasi dengan melepaskan gugus SO 3 . Gugus SO 3 yang dilepaskan bukanlah gugus yang terikat pada ikatan alfa. Dengan terlepasnya gas SO 3 selama proses post digestion tersebut, maka terbentuklah MESA IV Mac Arthur et. al., 2001. Komoditas yang dapat diolah sebagai surfaktan MES adalah jarak pagar. Jarak pagar Jatropha curcas L. merupakan jenis tanaman yang berasal dari keluarga Euphorbiaceae yang banyak ditemukan di Afrika Tengah dan Selatan, Asia Tenggara dan India. Jarak pagar merupakan golongan pohon perdu dengan ketinggian mencapai 3 hingga 7 meter dan memiliki cabang yang tidak teratur. Jarak pagar dapat tumbuh dengan baik pada daerah dengan ketinggian 0–1.700 m dpl dan suhu 19–38 o C. Kisaran curah hujan daerah penyebarannya bervariasi antara 200–2.000 mmtahun, tetapi ada pula yang sampai lebih dari 4.000 mmtahun. Secara umum, jarak pagar dapat tumbuh pada daerah kurang subur Hambali et. al., 2006. Jarak pagar memiliki buah yang terbagi menjadi tiga ruang dimana masing-masing ruang berisi satu biji. Biji jarak pagar berbentuk bulat lonjong, berwarna coklat kehitaman dan mengandung banyak minyak Sinaga, 2006. Gambar buah dan biji jarak pagar dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. a Buah jarak pagar dan b Biji jarak pagar SBRC, 2010 Tanaman jarak pagar menghasilkan biji yang memiliki kandungan minyak cukup tinggi, sekitar 30–50 sehingga sangat prospektif untuk digunakan sebagai bahan baku produk oleokimia seperti surfaktan. Kelebihan minyak jarak pagar apabila dibuat menjadi metil ester antara lain adalah minyak jarak pagar tidak termasuk kategori minyak makan edible oil sehingga pemanfaatannya tidak menganggu penyediaan kebutuhan minyak makan. Minyak jarak pagar tidak dapat dikonsumsi manusia karena mengandung senyawa forbol ester dan cursin yang bersifat toksik Hambali et.al., 2006. Seperti halnya minyak yang lain, minyak jarak pagar juga tersusun dari beberapa asam lemak. Asam lemak dominan pada minyak jarak pagar adalah asam oleat, asam linoleat dan asam palmitat. a b 8 Sifat fisikokimia minyak jarak pagar dapat dilihat pada Tabel 2. dan komposisi asam lemak dalam minyak jarak pagar dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 2. Sifat fisiko-kimia minyak jarak pagar Analisis Satuan Nilai Kadar air c 0.07 Bilangan asam a mg KOHg lemak 3.21±0.21 Bilangan iod b mg iodg lemak 96.5 Bilangan penyabunan a mg KOHg lemak 198±0.5 Densitas a gcm 3 0.911 Sumber : Peace dan Aladesanmi 2008 a ; Hambali et. al. 2006 b ; Gubitz et. al. 1999 c Tabel 3. Komposisi asam lemak dalam minyak jarak pagar Kandungan asam lemak Sifat dan komponen Persentase Asam miristat Jenuh, C 14:0 0–0.1 Asam palmitat Jenuh, C 16:0 14.1–15.3 Asam stearat Jenuh, C 18:0 3.7–9.8 Asam arachidat Jenuh, C 20:0 0–0.3 Asam behenat Jenuh, C 22:0 0-0.2 Asam palmitoleat Tidak jenuh, C 16:1 0–1.3 Asam oleat Tidak jenuh, C 18:1 34.3–45.8 Asam linoleat Tidak jenuh, C 20:2 29.0–44.2 Asam linolenat Tidak jenuh, C 22:3 0–0.3 Sumber : Gubitz et. al. 1999

2.2. ENHANCED OIL RECOVERY