COREFLOODING TEST HASIL DAN PEMBAHASAN

41 20 40 60 80 100 0.1 0.2 0.3 Recovery minyak Porevolume PV Recovery minyak setelah injeksi dan soaking surfaktan Recovery minyak setelah waterflood Penginjeksian fluida pertama berupa Minyak Tx dimana mendorong Air Formasi Tx yang telah tersaturasi pada core. Minyak menggantikan tempat air formasi yang keluar sehingga minyak yang masuk setara dengan air formasi yang keluar. Air Formasi Tx yang keluar diukur untuk mengetahui porevolume yang dimiliki oleh core. Penginjeksian fluida kedua berupa Air Injeksi T dimana mendorong Minyak Tx yang terkandung pada core. Penginjeksian kedua ini merupakan simulasi tahap sekunder dalam recovery minyak berupa waterflooding. Penginjeksian ini berhenti jika tidak ada lagi minyak yang keluar. Selanjutnya, penginjeksian fluida ketiga berupa formula surfaktan dimana surfaktan telah dilarutkan dalam air injeksi. Penginjeksian ini merupakan tahap lanjut atau EOR berupa enhanced waterflooding. Formula surfaktan yang diinjeksikan sebesar 0,1 PV, 0,2 PV dan 0,3 PV bertujuan untuk mendapatkan tambahan recovery minyak 10–20. Pada penelitian ini digunakan analisis statistik berupa Rancangan Acak Lengkap dengan satu faktor. Analisis statistik bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor terhadap respon. Faktor yang dimaksud adalah porevolume formula surfaktan dan respon yang dimaksud adalah recovery minyak. Pada penelitian ini, total recovery minyak yang diperoleh 46,88 sampai 61,07. Hasil analisis statistik menunjukkan adanya pengaruh porevolume formula surfaktan terhadap recovery minyak yang diperoleh. Pada tingkat kepercayaan 95 α = 0,05, porevolume formula surfaktan berpengaruh secara signifikan terhadap recovery minyak yang diperoleh. Hasil analisis statistik dapat dilihat pada Lampiran 19. Selanjutnya dilakukan uji Duncan untuk mengetahui porevolume formula surfaktan mana yang berpengaruh secara signifikan terhadap recovery minyak yang diperoleh. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95 formula surfaktan 0,2 PV memberikan pengaruh berbeda terhadap recovery minyak yang dihasilkan dimana 13,34. Pada tingkat kepercayaan yang sama, formula surfaktan 0,1 PV dan 0,3 PV tidak memberikan pengaruh berbeda terhadap recovery minyak yang dihasilkan yaitu berturut-turut 1,79 dan 6,46. Data hasil uji Duncan dapat dilihat pada Lampiran 19. Berikut ini adalah total recovery minyak yang diperoleh pada tiap perlakuan yang dapat dilihat pada Tabel 13 dan Gambar 32. Tabel 13. Recovery minyak pada tiap perlakuan Perlakuan Recovery minyak setelah waterflood Recovery minyak setelah injeksi dan soaking surfaktan Total recovery minyak 0.1PV 45.09 1.79 46.88 0.2 PV 47.73 13.34 61.07 0.3 PV 46.77 6.46 53.32 Gambar 32. Grafik hubungan antara PV dengan recovery minyak 42 Berdasarkan Gambar 32 dapat dilihat bahwa recovery minyak tertinggi diproduksi dengan 0,2 PV formula surfaktan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mwangi 2008, kondisi optimal recovery minyak dihasilkan oleh 0,2 PV dengan lama perendaman 12 jam. Besar recovery minyak ditentukan pula oleh karakteristik core sintetik yang digunakan. Karakteristik tersebut adalah porositas dan permeabilitas. Core yang digunakan pada 0,1 PV dan 0,3 PV memiliki porositas yang hampir sama yaitu 32,5–33,4 sedangkan core yang digunakan pada 0,2 PV memiliki porositas lebih besar dari core pada 0,1 PV dan 0,3 PV yaitu 34,4 dan 35,5. Porositas menunjukkan seberapa banyak volume yang terdapat dalam core. Semakin besar porositas maka semakin besar volume yang terdapat dalam core. Sama halnya dengan porositas, permeabilitas core pada 0,1 PV dan 0,3 PV hampir sama yaitu 44,7010–45,6682 mDarcy sedangkan permeabilitas core pada 0,2 PV lebih kecil dari core pada 0,1 PV dan 0,3 PV yaitu 40,8308 mDarcy dan 41,0749 mDarcy. Permeabilitas menunjukkan kemampuan fluida untuk mengalir. Semakin besar permeabilitas maka semakin mudah fluida untuk mengalir. Core pada 0,2 PV memiliki porositas yang paling besar sehingga volume yang terdapat dalam core juga yang paling banyak tetapi permeabilitas yang dimilikinya paling kecil sehingga fluida lebih sulit untuk mengalir. Hasil data penelitian dapat dilihat pada Lampiran 18. Perbedaan porositas dan permeabilitas menghasilkan nilai ulangan 1 dan ulangan 2 yang tidak berbeda secara signifikan tetapi nilai rata-rata yang berbeda secara signifikan. Kondisi proses terbaik dicapai pada formula surfaktan 0,2 PV dengan lama perendaman 12 jam yang menghasilkan total incremental recovery minyak tertinggi sebesar 61,07 dimana recovery minyak setelah waterflood 47,73 dan recovery minyak setelah injeksi surfaktan 13,34. Berikut ini adalah hasil coreflooding test yang tersaji dalam Tabel 14. Tabel 14. Perbedaan porositas dan permeabilitas core terhadap recovery minyak Perlakuan Ulangan Porositas Permeabilitas Total Recovery core core Minyak mDarcy 0.1 PV 1 32.5419 44.7010 50.00 2 33.1273 44.6989 43.75 0.2 PV 1 35.4648 40.8308 61.54 2 34.4336 41.0749 60.61 0.3 PV 1 33.4326 45.6682 53.13 2 33.1034 44.8112 53.33 43

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa surfaktan MES jarak pagar dapat digunakan pada enhanced waterflooding. Formula surfaktan yang terpilih adalah MES jarak pagar 0,3 dengan NaCl 1000 ppm pada kondisi optimal salinitas dengan nilai densitas dan nilai IFT berturut-turut adalah 0,9850 gcm 3 dan 7,45 x 10 -3 dynecm. Formula tersebut memberikan kinerja yang baik pada sebagian besar uji kinerja. Formula surfaktan memberikan kinerja yang baik pada uji compatibility dan uji filtrasi. Formula surfaktan memberikan nilai positif terhadap uji compatibility ditandai dengan surfaktan larut dalam air injeksi secara sempurna. Pada uji filtrasi, formula surfaktan memberikan kinerja yang baik. Secara garis besar formula surfaktan memiliki nilai Fr yang lebih kecil dibandingkan dengan Air Injeksi T sebagai blanko serta nilai Fr yang ditetapkan yaitu 1,2. Semakin kecil nilai Fr maka semakin baik kinerja dari formula surfaktan. Padaa uji phase behavior, formula surfaktan juga menunjukkan kinerja yang baik ditandai dengan terbentuknya fasa bawah hingga hari ke-30 dengan excess water sebanyak 1 ml. Berdasarkan hasil analisis statistik dan uji Duncan dengan selang kepercayaan 95 α = 0,05 diketahui bahwa porevolume formula surfaktan memberikan pengaruh berbeda terhadap recovery minyak yang dihasilkan. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa formula surfaktan 0,2 PV memberikan pengaruh berbeda terhadap recovery minyak yang dihasilkan sedangkan formula surfaktan 0,1 PV dan 0,3 PV tidak memberikan pengaruh berbeda terhadap recovery minyak yang dihasilkan. Kondisi proses terbaik pada penelitian ini adalah injeksi surfaktan 0,2 PV dengan lama perendaman 12 jam yang menghasilkan total incremental recovery minyak 61,07 dimana recovery minyak setelah waterflood 47,73 dan recovery minyak setelah injeksi surfaktan 13,34.

5.2. SARAN

1 Sebaiknya formula surfaktan mendapatkan perlakuan filtrasi hingga menggunakan filter 500 mesh untuk memisahkan bagian molekul pengotor yang terdapat pada air injeksi. 2 Pada coreflooding test, sebaiknya digunakan native core sandstone agar dihasilkan gambaran recovery minyak yang lebih tepat. 44 DAFTAR PUSTAKA Allen, T. O. dan A. P. Robert. 1993. Production Operation 2 : Well Completions, Workover and Stimulation . Oil Gas Consultants International OGCI Inc., Tulsa, Oklohoma, USA. Ashayer, R., C. A. Grattoni dan P. F. Luckman. 2000. Wettability Changes During Surfactant Flooding . Imperial College. London, UK. Ashrawi, S. S. 1984. A Study of The Relationship Between SurfactantOilBrine System Phase Behavior and Chemical Flood Recovery in Short Core . SPEDOE. 1271 : 311–320. Ayirala S. 2002. Surfactant-Induced Relative Permeability Modifications for Oil Recovery Enhancement . [tesis] . Lousiana State University and Agricultural and Mechanical College. Departemen Pertanian. 2008. http:database.deptan.go.id. [02 Februari 2011] Economides, M. J. dan K. G. Nolte. 1989. Reservoir Stimulation. Schlumberger Education Services. Di dalam : Gomaa, E. E. 2003. Enhanced Oil Recovery. Paper for Kinanti Training and Conference Organizer KTCO, Yogyakarta, Tanggal 19–22 Agustus 2003. Fessenden, R. J. dan Fessenden J. S. 1995. Kimia Organik 2. Penerbit Erlangga, Jakarta. Foster, N. C. 1996. Sulfonation and Sulfation Process. In : Soap and Detergents : A Theoretical and Practical Review. Spitz, L. Ed. AOCS Press, Champaign, Illinois. Georgeiou, G., S. C. Lin dan M. M. Sharma. 1992. Surface Active Compounds from Microorganism. Biotech 10 : 60-65. Gerpen, J. H. V., B. Shanks, R. Pruzko, D. Clements dan G. Knothe. 2004. Biodiesel Production Technology . 106 p. National Renewable Energy Laboratory, Colorado. Gevarsio, G. C. 1996. Detergency. In : Bailey’s Industrial Oils and Fats Product, Wiley Interscience Publisher, New York–USA. Gomaa, E. E. 1997. Enhanced Oil Recovery : Modern Management Approach. Paper for IATMI- IWPLMIGAS Conference. Surakarta, 28 Juli–1 Agustus 1997. Gubitz, G. M., M. Mittelbach., dan M. Trabi. 1999. Exploitation of The Tropical Seed Plant Jatropha curcas L. Bioresource Technology 67 1999 : 73-82, Austria. Gulick, K. dan D. William. 1998. Waterflooding Heterogenous Reservoirs : An Overview of Industry Experiences and Practices . SPE 4004–MS Presented at The International Petroleum Conference and Exhibition of Mexico. Villahermosa, Mexico, Maret 1998. Hambali, E., A. Suryani, Dadang, Hariyadi, H. Hanafie, I. K. Rekwaedjojo, M. Rivai, M. Ihsanur, P. Suryadarma, S. Tjitrosenito, T. H. Soerawidjaja, T. Prawitasari, T. Prakosa dan W. Purnama. 2006. Jarak Pagar : Tanaman Penghasil Biodiesel. Penebar Swadaya, Jakarta. Hamilton, R. J. 1983. The Chemistry of Rancidity in Foods. Applied Science Publisher, London. Hasenhuettl, G. L. 1997. Overview of Food Emulsifier. In : Food Emulsifier and Their Applications. G. L Hasensuettl and R. W. Hartel Eds.. Chapman Hall, New York. Haynes, H. J., L. W. Thrasher, M. L. Katzand dan T. R. Eck. 1976. Enhanced Oil Recovery. National Petroleum Council.