PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Udara sebagai salah satu komponen lingkungan merupakan kebutuhan yang paling utama untuk mempertahankan kehidupan. Metabolisme dalam tubuh
makhluk hidup tidak mungkin dapat berlangsung tanpa oksigen yang berasal dari udara. Selain oksigen terdapat zat-zat lain yang terkandung di udara, yaitu karbon
monoksida, karbon dioksida, formaldehid, jamur, virus, bakteri, dan sebagainya. Zat-zat tersebut jika masih berada dalam batas-batas tertentu masih dapat
dinetralisir, tetapi jika sudah melampaui ambang batas maka proses netralisir akan terganggu. Peningkatan konsentrasi zat-zat di dalam udara tersebut dapat
disebabkan oleh aktivitas manusia. Fenomena pencemaran udara di daerah perkotaan merupakan konsekuensi
dari revolusi industri. Sejak polusi udara menghancurkan lingkungan, banyak negara telah melakukan penelitian untuk masalah ini dan telah mengembangkan
sejumlah besar program untuk pengendalian pencemaran udara. Saat ini polusi udara merupakan masalah universal dan ribuan orang menderita dari masalah ini
setiap saat Nadaffi et al. 2006. Pencemaran lingkungan sangat merugikan manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Melalui kegiatan industri
dan teknologi diharapkan kualitas kehidupan manusia dapat lebih ditingkatkan. Dampak positif dari kegiatan industri dan teknologi yaitu meningkatnya taraf
hidup manusia. Namun demikian, kegiatan industri dan teknologi dapat memberikan dampak negatif jika terjadi pencemaran lingkungan akibat kegiatan
tersebut. Dampak negatif inilah yang perlu dikurangi dan bila mungkin ditiadakan sama sekali. Oleh karena itu semua orang yang ingin memperoleh dan
meningkatkan kualitas hidupnya perlu terlibat dalam usaha mengatasi dampak pencemaran lingkungan.
Sudah menjadi keharusan bagi manusia untuk menyadari dan memahami bahwa pola kehidupan antroprocentris perlu diubah menjadi pola kehidupan yang
mempunyai hubungan timbal balik dengan lingkungannya, yaitu satu kehidupan manusia yang seimbang dan harmonis dengan sistem alam. Hubungan yang
seimbang dan harmonis hanya dapat terjadi apabila manusia menyadari dan
memahami bahwa lingkungan hidup mempunyai keterbatasan dalam memurnikan kembali kondisi lingkungan untuk kembali pada keadaan normal. Dengan
demikian, setiap kegiatan yang dilakukan manusia tidak melampaui ambang batas lingkungan.
Polutan udara primer dibedakan menjadi 5 kelompok besar yaitu : karbon monoksida CO, nitrogen oksida NO
x
, hidrokarbon HC, sulfur dioksida SO
x
dan partikel. Sumber polusi yang utama berasal dari kegiatan transportasi, dimana hampir 60 dari polutan yang dihasilkan terdiri dari karbon monoksida dan
sekitar 15 terdiri dari hidrokarbon. Sumber-sumber polusi lainnya misalnya pembakaran, proses industri, pembuangan limbah, dan lain-lain. Polutan yang
utama adalah karbon monoksida yang mencapai hampir setengahnya dari seluruh polutan udara yang ada Suratmi 2010.
Toksisitas kelima kelompok polutan tersebut berbeda-beda. Tabel 1 menyajikan toksisitas relatif masing–masing kelompok polutan tersebut. Ternyata
polutan yang paling berbahaya bagi kesehatan adalah partikulat, diikuti berturut- turut dengan NO
2
, SO
2
, Hidrokarbon, dan yang paling rendah toksisitasnya adalah Karbon Monoksida.
Tabel 1 Toksisitas relatif polutan udara No
Polutan Level Toleransi
Toksisitas Relatif
ppm µgm
3
1 Karbon Monoksida CO
32.0 40,000
1.0 2
Nitrogen Oksida NO
2
- 19,300
2.07 3
Hidrokarbon 0.5
1,430 28.0
4 Sulfur Dioksida SO
2
0.25 514
77.8 5
Partikulat -
375 106.7
Sumber : Suratmi 2010 Penurunan kualitas udara dirasakan pada tahun-tahun terakhir ini terutama
di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandung, dan Medan serta pada pusat-pusat pertumbuhan industri. Pemantauan terhadap parameter
kualitas udara ambien seperti debu, SO
2
sulfur dioksida, NO
2
nitrogen oksida, CO
karbon monoksida, dan HC hidrokarbon di kota-kota tersebut menunjukkan keadaan yang cukup memprihatinkan BPLHD Jabar 2007
Menurut BPLHD Jabar 2007 salah satu penyebab pencemaran udara yaitu partikel. Partikel-partikel ini muncul dalam banyak ukuran dan bentuk dan dapat
terdiri dari ratusan bahan kimia yang berbeda. Sebagian partikel, dikenal sebagai partikel primer yang dipancarkan secara langsung dari sumbernya, seperti lokasi
konstruksi, jalan beraspal, cerobong asap, kebakaran dan lain-lain. Bentuk lainnya berasal dari reaksi bahan kimia yang kompleks di atmosfer seperti oksida belerang
dan oksida nitrogen yang dipancarkan dari pembangkit listrik, industri dan mobil. Partikel-partikel ini, dikenal sebagai partikel sekunder, yang membuat sebagian
besar polusi partikel halus di negara Amerika Serikat. Istilah debu jatuh dustfall mengacu pada aerosol dengan diameter sama atau lebih besar dari 10 μ m dan
memiliki kemampuan untuk menetap setelah penghentian sementara di udara Sami et al. 2006. Debu jatuh merupakan salah satu bentuk pencemaran udara
primer. Debu jatuh ini terdiri dari material yang kompleks dengan komposisi yang konstan dan konsentrasi logam berat di dalamnya sangat bervariasi. Ukuran
partikel debu jatuh di daerah perkotaan diketahui menjadi penyebab utama penyakit asma Wieringa et al. 1997; USEPA 2003.
Salah satu kegiatan dalam pengendalian pencemaran udara adalah pemantauan kualitas udara. Pemantauan kualitas udara memiliki peran yang
sangat penting. Data kualitas udara merupakan bahan evaluasi untuk penentuan kebijakan pengelolaan lingkungan yang dipilih oleh pemerintah. Pemantauan
kualitas udara perlu direncanakan dengan baik karena memerlukan biaya yang besar, waktu yang cukup lama, keterampilan personel dan kehandalan paralatan
analisa. Perancangan alat pengukur debu jatuh dustfall dilakukan dengan melihat
dampak dari pencemaran udara khususnya pencemaran partikel yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Perancangan alat ini dimaksudkan agar
pemantauan kualitas udara khususnya debu jatuh dapat dilakukan lebih akurat dan lebih singkat. Data hasil pegukuran alat ini diharapkan dapat menjadi bahan
pertimbangan untuk penetapan kebijakan lingkungan di suatu daerah. Selain melihat dari sisi pencemaran udara, perancangan alat ukur debu jatuh
ini juga mempertimbangkan sisi upaya untuk menumbuhkan industri sederhana dalam negeri. Alat ukur debu jatuh sebelumnya telah ada di pasaran, namun untuk
memperoleh alat ini khususnya di Indonesia, perlu diimpor dari negara asalnya yaitu Amerika Serikat. Pengadaan instrumen tersebut membutuhkan biaya yang
sangat besar untuk memperolehnya dan juga membuat ketergantungan dalam hal perlehan suku cadang dari alat tersebut. Oleh karena itu penelitian ini dibuat alat
ukur debu jatuh dengan menggunakan material yang mudah didapatkan dalam negeri serta memiliki kualitas yang baik. Selain itu penggunaan alat ukur debu
jatuh ini dianalisis di laboratorium dan lebih menghemat waktu dalam pengukuran di lapangan.
1.2. Rumusan Masalah