diantaranya adalah citra The Advanced Spaceborne Thermal Emission and Reflection Radiometer ASTER yang memiliki resolusi spasial 15 m. Satelit ini
mampu mengindera tempat yang sama pada dua posisi yang berbeda searah jalur orbit, sehingga dapat dibentuk model stereoskopis dan dihasilkan data ketinggian.
Data ASTER untuk pemetaan topografi daerah pantai cukup potensial. Kemampuan data stereo ASTER untuk menghasilkan Digital Elevation
Mode DEM dengan resolusi spasial tinggi 15 m merupakan informasi sangat penting untuk pengelolaan wilayah pantai dalam beberapa hasil penelitian, seperti
Trisakti dan Carolita 2005, Goncalves and Oliveira 2004, Tsakiri-Strati et. al. 2004 Pantelis et. al. 2004 dan Ulrich et. al. 2003. Menunjukkan bahwa
ketelitian vertikal dari data DEM ASTER mendekati 25-27 meter untuk daerah pegunungan dengan tutupan lahan yang rapat Trisakti dan Carolita, 2005, tetapi
untuk daerah dengan sedikit tutupan vegetasi dapat
mencapai 9 – 11 meter Goncalves and Oliveira, 2004 dalam Trisakti, 2005.
1.2 Tujuan
Tujuan penelitian adalah menganalisis trend kenaikan paras laut dari data citra satelit dalam kurun waktu 16 tahun, dan mempelajari dampaknya terhadap
wilayah genangan pesisir pantai.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kondisi Umum Cirebon
Cirebon terletak di daerah Pantai Utara propinsi Jawa Barat bagian timur. Secara geografis, Kotamadya Cirebon terletak pada 108
40’-108 bujur timur dan
6 30’ – 7
00’ lintang selatan. Bentang alamnya merupakan dataran rendah daerah pantai, dengan luas wilayah administrasi ± 3.735,82 hektar dan dominasi
penggunaan lahan untuk perumahan 32 dan tanah pertanian 38. Cirebon merupakan dataran rendah dengan ketinggian bervariasi antara 0-150 meter di atas
permukaan laut. Berdasarkan persentase kemiringan, wilayah kota Cirebon dapat diklasifikasikan sebagai berikut : kemiringan 0-3 tersebar di sebagian wilayah
kota Cirebon kecuali sebagian Kecamatan Harjamukti, kemiringan 3-8 tersebar di sebagian besar wilayah Kelurahan Kalijaga, sebagian kecil Kelurahan
Harjamukti, Kecamatan Harjamukti, kemiringan 8-15 tersebar di sebagian wilayah Kelurahan Argasurya, kecamatan Harjamukti, kemiringan 15-25
tersebar di wilayah Kelurahan Argasurya, kecamatan Harjamukti. Kota Cirebon terletak pada lokasi yang strategis dan menjadi simpul
pergerakan transportasi antara Jawa Barat dan Jawa Tengah. Letaknya yang berada di wilayah pantai menjadikan Kota Cirebon memiliki wilayah dataran yang
lebih luas dibandingkan dengan wilayah perbukitannya. Suhu udara rata-rata di Cirebon adalah 28°C. Kelembaban udara berkisar
antara ± 48-93 dengan kelembaban udara tertinggi terjadi pada bulan Januari- Maret dan angka terendah terjadi pada bulan Juni-Agustus. Rata-rata curah hujan
tahunan di daerah Cirebon ± 2260 mmtahun dengan jumlah hari hujan ± 155 hari. www.cirebonkab.go.id [Diakses pada tanggal 5 Juli 2009].
3
2.2 Pasang surut
Pasang surut pasut adalah naik turunnya muka laut secara berkala akibat adanya gaya tarik benda-benda angkasa terutama matahari dan bulan terhadap
massa air di bumi Pariwono, 1989. Sepanjang sejarah bumi paras laut rata-rata
tidak pernah berada dalam keadaan konstan National Research Council, 1990. Perubahan tinggi paras laut merupakan hasil dari beberapa proses yang
saling mempengaruhi. Perubahan terjadi dalam skala waktu dan ruang, dari yang bersifat lokal sampai global, dan kurun waktu beberapa detik sampai beberapa
ribu tahun National Research Council, 1990. Proses-proses yang menyebabkan perubahan tinggi paras laut diantaranya Prihatini, 2004:
1. Penaikan daratan baik secara lokal maupun global. 2. Angin, arus laut dan perubahan tekanan atmosfir.
3. Perubahan jumlah massa air lautan disebabkan karena pencairan es di kutub atau penambahan massa air laut dari pelepasan sumber air daratan.
4. Perubahan volume air lautan tanpa mengeluh jumlah massa air laut yang merupakan respon dari perubahan suhu dan salinitas.
5. Perubahan volume lautan dunia yang disebakan gaya-gaya tektonik seperti seafloor spreading, plate convergence dan pengangkatan dasar lautan serta
proses sedimentasi dasar laut. Dampak naiknya air laut berekspansi ke daratan yang menyebabkan banjir
rob di beberapa wilayah di Semarang Wirasatriya et al., 2006. Dampak kenaikan paras laut terhadap pesisir terdapat dalam laporan BappedalKMNLH
tahun 1999 menyebutkan bahwa kenaikan paras air laut akibat pemanasan global diprediksi sebesar 5-10 mmtahun atau rata-rata 6 mmtahun. Kenaikan air laut
dapat menyebabkan abrasi pantai, intrusi air asin ke dalam estuaria dan akuifer, meningkatkan risiko banjir, hilangnya struktur pantai alami maupun buatan dan
terganggunya ekologi pantai. Kerusakan ekologi dapat meliputi kerusakan batu karang, berkurangnya keanekaragaman hayati, rusaknya hutan mangrove, serta
perubahan sifat biofisik dan biokimia zona pesisir Harmoni, 2005. Dampak dari kenaikan paras muka air laut di kawasan pantai semarang
yang paling terkena dampak adalah infrastruktur dan jumlah penduduk. Selain itu, daerah pemukiman dan jasa pelayanan juga terkena dampak yang cukup besar
Diposaptono et al., 2009. Dampak yang terjadi di Makasar dari meningkatnya paras air laut adalah berubahnya garis pantai yang semakin mengarah ke darat,
kawasan pantai yang semakin berkurang, hilangnya sebagian kawasan hutan bakau serta terjadinya abrasi dan sedimentasi Kurdi, 2010.
2.3 Gelombang