Evaluasi Kesehatan Pohon Ornamental di Kota Bogor Menggunakan Metode Visual dan Gelombang Ultrasonik

(1)

METODE VISUAL DAN GELOMBANG ULTRASONIK

IVANA LISDIANA MARIYANTI

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

Bogor Menggunakan Metode Visual dan Gelombang Ultrasonik. Dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Dodi Nandika, MS. dan Dr. Lina Karlinasari, S.Hut, M.Sc.F.Trop.

Pohon ornamental dalam ekosistem perkotaan (urban trees) tidak saja memiliki fungsi ekologis, tetapi juga memiliki fungsi sosial dan ekonomis yang sangat penting. Oleh karena itu keberadaan dan kondisi kesehatannya selayaknya mendapat perhatian yang memadai. Cara paling sederhana untuk mengetahui kesehatan pohon adalah dengan pengamatan visual terhadap kondisi fisik pohon tersebut. Akan tetapi dengan metode ini tidak dimungkinkan mengetahui kondisi bagian dalam batang pohon, seperti adanya busuk hati dan kerusakan dalam batang lainnya. Sementara itu sejak beberapa tahun yang lalu telah berkembang teknik evaluasi kesehatan pohon dengan menggunakan gelombang suara, khususnya gelombang ultrasonik. Teknik ini termasuk ke dalam kategori tanpa merusak (non destructive testing/evaluation).

Suatu penelitian telah dilakukan untuk mengetahui kesehatan pohon ornamental di sepanjang Jalan Raya Pajajaran Kota Bogor, Jawa Barat, baik secara visual maupun dengan memanfaatkan rambatan gelombang ultrasonik yang dihasilkan dari alat Sylvatest Duo® (frekuensi 22 KHz). Pengamatan secara visual dilakukan terhadap ada tidaknya gejala deteriorasi pada pohon sasaran, dari pangkal batang hingga tajuk pohon. Sedangkan penilaian kesehatan pohon dengan alat Sylvatest Duo® didasarkan atas kecepatan rambatan gelombang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya 35,94% pohon ornamental di Jalan Raya Pajajaran, Kota Bogor yang secara visual tergolong sehat (tidak menunjukkan gejala deteriorasi), sedangkan sisanya (64,06%) menunjukkan adanya gejala deteriorasi seperti kanker (3,13%); lapuk hati atau konk (6,25%); gerowong (9,38%); luka terbuka (5,47%); dieback (7,81%); mata kayu (5,47%); keropos (14,84%); hilangnya dominasi ujung atau mati ujung (1,56%); kerusakan kuncup, daun atau tunas (2,34%); serta terserang tumbuhan penggangu (7,03%). Hal ini sejalan dengan hasil evaluasi berbasis gelombang ultrasonik, dimana sebanyak 30% pohon sasaran termasuk kedalam kategori kecepatan I (kondisi pohon sehat). Sejumlah pohon lainnya termasuk kedalam kategori II (24%); III (8%); dan IV (11%), sedangkan untuk pohon yang masuk kategori V (sakit) mencapai 27%. Pada pohon sakit, gelombang ultrasonik mengalami hambatan internal dalam batang pohon akibat adanya gerowong, lapuk atau bentuk deteriorasi lainnya. Adanya deteriorasi batang pohon sasaran tersebut mempengaruhi sifat fisis kayu, khususnya kerapatan dan kadar air.

Kata Kunci: Kesehatan pohon, Pohon ornamental kota, Pengamatan visual pohon, Pengujian non destruktif, Gelombang ultrasonik.


(3)

INTRODUCTION : The existance of ornamental trees in down town of Bogor (urban trees) needs to maintain due to its important functions. On the other hand, ten percent of 700 old urban trees in the city tends to fall or crash. Therefor monitoring and evaluation of tree health is became important as a part of ornamental tree management. A study was conducted to evaluated urban tree health condition in Bogor City using visual observation as well as ultrasonic wave based technique.

MATERIAL AND METHODS : Visual observation of tree health was conducted on 100 ornamental trees along Pajajaran Street, Bogor. Any deterioration symptom on each targeted trees was recorded Meanwhile a non destructive testing evaluation using Sylvatest Duo® (based on ultrasonic wave propagation) was also applied on the stem of targeted trees to detect internal defects.

RESULT AND DISCUSSION: The result of this research showed that only 35.94% of ornamental trees along Jalan Raya Pajajaran, Bogor rated healthy visually, and the rest (64.06%) showed of deterioration symptom such as cancer; internal decay; open wound; dieback; knot; rotten; etc. This visual observation result was in line with ultrasonic evaluation result in which 30% of targeted trees implied in category I of ultrasonic wave speed propagation (healthy tree). Meanwhile the other trees include in category II (24%), III (8%), IV (11%),and V (27%). The speed of ultrasonic wave in unhealthy trees stem tends to descrease due to decay, rotten, and other deterioration symptom in the stem. In addition, the evidence of deterioration in stem of targeted trees was influence physical property of wood, in particular density and moisture content.

KEYWORDS: Tree Health, ornamental tree, visual observation, non destructive test, ultrasonic wave.

1)

Student of Forest Products Department, Faculty of Forestry, IPB

2)

Lecturer of Forest Products Department, Faculty of Forestry, IPB By :

1)

Ivana Lisdiana Mariyanti, 2) Dodi Nandika,

2)


(4)

METODE VISUAL DAN GELOMBANG ULTRASONIK

IVANA LISDIANA MARIYANTI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(5)

Judul Penelitian : Evaluasi Kesehatan Pohon Ornamental di Kota Bogor Menggunakan Metode Visual dan Gelombang Ultrasonik

Nama Mahasiswa : Ivana Lisdiana Mariyanti

NRP : E24070061

Menyetujui,

Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2

Prof. Dr. Ir. Dodi Nandika, MS. Dr. Lina Karlinasari, S.Hut, M.Sc.F.Trop NIP : 19511207 198203 1 001 NIP : 19731126 199802 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc NIP: 1966 0212 199103 1 002


(6)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Kesehatan Pohon Ornamental di Kota Bogor Menggunakan Metode Visual dan Gelombang Ultrasonik adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2011

Ivana Lisdiana Mariyanti NRP E24070061


(7)

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 17 Februari 1990 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Iwan Kuswadi dan Asih Diana.

Penulis menempuh jalur pendidikan sejak tahun 1995 di SDN Bubulak I Bogor, kemudian melanjutkan pendidikan pada tahun 2001 di SLTPN 14 Bogor. Setelah itu pada tahun 2007 penulis telah menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMA KORNITA Bogor dan pada tahun yang sama, penulis lulus seleksi penerimaan mahasiswa baru di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk (USMI). Penulis selanjutnya memilih Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor sebagai major dan pada tahun 2010 penulis memilih Teknologi Peningkatan Mutu Kayu (TPMK) sebagai bidang keahlian.

Selama mengikuti pendidikan di Fakultas Kehutanan IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni sebagai staf produksi di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Century tahun 2008-2009. Disamping itu, pada tahun yang sama penulis juga menjabat sebagai staf biro personalia Resimen Mahasiswa (MENWA). Kemudian penulis menjadi staf divisi Kesekretariatan dan anggota laboratorium TPMK Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (Himasiltan) periode 2009-2010. Pada tahun 2009 penulis mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Kawasan Cagar Alam Leuweung Sancang-Papandayan, Garut. Pada tahun 2010, penulis melaksanakan Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Sukabumi. Selain itu, penulis juga melakukan Praktek Kerja Lapang di PT. Injakayu Terpadu pada tahun 2011.

Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kehutanan IPB, penulis menyusun karya ilmiah yang berjudul “Evaluasi Kesehatan Pohon Ornamental di Kota Bogor Menggunakan Metode Visual dan Gelombang Ultrasonik”. Selama penyelesaian skripsi penulis dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Dodi Nandika, MS. dan Dr. Lina Karlinasari, S.Hut, M.Sc.F.Trop.


(8)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Evaluasi Kesehatan Pohon Ornamental di Kota Bogor Menggunakan Metode Visual dan Gelombang Ultrasonik”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini dapat diselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua yang telah memberikan doa yang tidak pernah putus dipanjatkan.

2. Prof. Dr. Ir.Dodi Nandika, MS dan Dr.Lina Karlinasari, S.Hut, M.Sc.F.Trop selaku Dosen Pembimbing I dan II atas segala bimbingan dan pengarahannya

3. Keluarga besar Genksi Special Funds (GSF) dari Ikatan Alumni Institut Pertanian Bogor Angkatan 14 atas nasihat dan bantuannya

4. Teman-teman SMA KORNITA Bogor yaitu Rieke, Intan „Inyut‟, Nia „Ane‟, Lita, Fenny yang selalu ada memberi semangat

5. Teman-teman yaitu Fetri Apriliana “Bundo”, Fransisca Diah Asih “Mbadi”, Ana Agustina, Ika Nur Aprilia Ningtias, Resti Puji Lestari, Harisfan Batubara”Baba”, Esi Fajriani, Mohammad Ferry Prihardiputra “Owe” dan Dina Ali yang telah banyak membantu berjalannya penelitian

6. Seluruh pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak-pihak yang membutuhkan.

Bogor, September 2011


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi yang berjudul “Evaluasi Kesehatan Pohon Ornamental di Kota Bogor Menggunakan Metode Visual dan Gelombang Ultrasonik”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran untuk penyempurnaannya sangat diharapkan. Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak-pihak yang membutuhkan.

Bogor, September 2011

Penulis


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujua ... 2

1.3 Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fungsi Pohon di Perkotaan ... 3

2.2 Pohon Ornamental Kota Bogor ... 5

2.3 Kesehatan Pohon Secara Visual ... 7

2.4 Teknik Non Destruktif Berbasis Gelombang Ultrasonik ... 9

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat ... 11

3.2 Alat dan Bahan ... 11

3.3 Prosedur Penelitian ... 11

3.3.1 Pemilihan Pohon Sasaran ... 11

3.3.2 Penentuan Posisi dan Pengukuran Dimensi Pohon ... 11

3.3.3 Evaluasi Kesehatan Pohon ... 12

3.3.4 Pengujian Sifat Fisis... 13

3.5 Analisis Data ... 15

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian ... 16

4.2 Identifikasi Pohon ... 17

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Evaluasi Secara Visual ... 19


(11)

5.3 Sifat Fisis Kayu ... 31

5.1.1 Kerapatan ... 31

5.1.2 Kadar Air... 33

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 35

6.2 Saran... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37


(12)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Intensitas penggunaan Jalan Raya Pajajaran, Kota Bogor ... 16 2. Klasifikasi kategori kecepatan rambatan gelombang ultrasonik ... 29 3. Sebaran jumlah pohon sasaran menurut jenis pohon dan kategori

rambatan kecepatan gelombang ultrasonik ... 30 4. Kerapatan kayu pohon sasaran ... 32 5. Kadar air kayu pohon sasaran ... 34


(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Evaluasi kesehatan pohon dengan alat Sylvatest Duo® (a) dan penampang

melintang batang pohon saat pengujian (b). ... 12

2. Pengujian non destruktif pada tegakan berdiri ... 13

3. Pengambilan contoh uji kayu dengan menggunakan bor riap ... 14

4. Contoh uji kayu pohon sasaran ... 14

5. Sketsa melintang Jalan Raya Pajajaran, Kota Bogor ... 17

6. Sketsa melintang (a); Jalur hijau tepi jalan (b) dan (d); median jalan (c) di sepanjang Jalan Raya Pajajaran, Kota Bogor ... 17

7. Persentase jenis pohon di Jalan Raya Pajajaran ... 18

8. Klasifikasi kelas diameter pohon sasaran ... 18

9. Kondisi kesehatan pohon sasaran berdasarkan gejala deteriorasi yang ditemukan ... 19

10. Kanker pada batang pohon mahoni (S. macrophylla) ... 20

11. Indikator lapuk lanjut berupa tubuh buah jamur pada batang pohon manoni (S. macrophylla) ... 21

12. Gerowong yang terdapat pada batang bagian pangkal batang pohon agatis (A. loranthifolia) ... 22

13. Gerowong yang terdapat pada batang pohon daun kupu-kupu (B. purpurea) ... 22

14. Luka terbuka pada batang bagian bawah pohon angsana (P. Indicus) ... 23

15. Dieback pada pohon angsana (P. Indicus) ... 23

16. Mata kayu lepas pada batang pohon daun kupu-kupu (B. purpurea) ... 24

17. Keropos pada batang pohon daun kupu-kupu (B. purpurea) ... 25

18. Serangan rayap pada batang pohon agatis (A. loranthifolia) ... 25

19. Hilangnya ujung dominasi pada pohon agatis (A. loranthifolia) ... 26

20. Daun rontok pada pohon angsana (P. Indicus) ... 26

21. Tumbuhan penggangu berupa benalu dan lumut ... 27

22. Kecepatan rambatan gelombang ultrasonik pohon sasaran ... 29

23. Kerapatan kayu pohon sasaran ... 32


(14)

DAFTAR L AMPI RAN

No Halaman

1. Peta Kota Bogor ... 41 2. Jenis dan jumlah pohon di sepanjang Jalan Raya Pajajaran, Kota Bogor . 42 3. Hasil evaluasi kesehatan pohon sasaran secara visual dan dengan alat

Sylvatest Duo®... 43 4. Peta sebaran kesehatan pohon Jalan Raya Pajajaran ... 48 5. Posisi geografis dan dimensi pohon sasaran ... 49


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keberadaan pohon ornamental di lingkungan perkotaan (urban trees) memiliki nilai dan manfaat yang sangat penting. Selain manfaat estetika yang dengan jelas dapat dinikmati, keberadaan pohon di lingkungan perkotaan dapat meningkatkan kualitas udara, melindungi air tanah, mengurangi silau matahari, menahan angin, memberikan keteduhan, meningkatkan keselamatan berlalu lintas, dan mendukung keberlanjutan ekonomi (Nowak 2004). Melihat banyaknya manfaat yang dapat diberikan, pohon di lingkungan perkotaan jelas merupakan aset yang perlu dipelihara dan dipertahankan keberadaannya. Sejalan dengan itu, kondisi kesehatan pohon ornamental di lingkungan perkotaan selayaknya dipantau secara berkala sebagai bagian dari sistem pemeliharaannya.

Cara paling sederhana untuk mengetahui kesehatan pohon adalah dengan pengamatan visual terhadap kondisi fisik pohon tersebut. Namun demikian melalui pengamatan visual tidak memungkinkan mengetahui kondisi bagian dalam batang pohon seperti adanya busuk hati yang gejalanya tidak terlihat dari luar. Sementara itu sejak beberapa tahun yang lalu telah berkembang teknologi untuk mengevaluasi kesehatan pohon dengan memanfaatkan gelombang ultrasonik. Evaluasi kesehatan pohon berbasis rambatan gelombang ultrasonik ini tergolong teknik evaluasi yang tidak merusak kondisi pohon (Non destructive Testing/Evaluation). Teknik NDT/E selain tergolong sederhana juga relatif lebih murah dibandingkan metode X-ray, computer tomography (CT) dan magnetic resonance (MR) yang bersifat imaging. Oleh karena itu teknik ini umum digunakan untuk menduga kualitas kayu pada pohon berdiri tanpa harus merusak pohon tersebut (Karlinasari 2007).

Kota Bogor (± 270 m di atas permukaan laut) merupakan salah satu wilayah penyangga ibukota negara yang memiliki jalur hijau dengan pepohonan ornamental kota yang rindang. Di kota ini juga terdapat kebun raya terluas dan paling bersejarah di Indonesia yaitu Kebun Raya Bogor (KRB). Menurut data yang dihimpun Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Bogor, Kota Bogor


(16)

memiliki sekitar 8000 pohon di sepanjang jalur hijaunya. Namun demikian sepuluh persen dari 700 pohon tua yang ada di Kota Bogor tergolong rawan tumbang (Kompas 17 Desember 2010). Hal ini tentu memerlukan perhatian dari pemerintah Kota Bogor, khususnya dalam evaluasi kesehatan pohon ornamental di kota tersebut.

Berdasarkan hal tersebut di atas, dirasa perlu melakukan evaluasi kesehatan pohon ornamental di Kota Bogor terutama pada ruas-ruas jalan utama kota dengan menggunakan teknologi berbasis kecepatan rambatan gelombang ultrasonik untuk mendukung pengamatan secara visual.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesehatan pohon ornamental di Jalan Raya Pajajaran, Kota Bogor berdasarkan pengamatan secara visual dan dengan teknik yang memanfaatkan kecepatan rambatan gelombang ultrasonik.

1.3 Manfaat

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi secara menyeluruh mengenai kesehatan pohon sebagai bahan pertimbangan dalam upaya pemeliharaan dan perlindungan pohon ornamental di Kota Bogor.


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fungsi Pohon di Perkotaan

Pohon sebagai urban trees merupakan elemen penting kawasan perkotaan. Pepohonan dapat ditata sedemikian rupa sehingga mampu berfungsi sebagai pembentuk ruang, pengendali suhu udara, memperbaiki kondisi tanah dan sebagainya (Irwan 1994).

Keberadaan pepohonan yang dikelola dengan baik di perkotaan dapat bermanfaat menstabilkan kondisi lingkungan perkotaan dari polusi. Peranan pohon di lingkungan perkotaan menurut Nowak (2004), antara lain:

a. Meningkatkan kualitas udara

Pencemaran lingkungan hidup kota sangat tinggi, baik oleh kendaraan bermotor maupun aktivitas industri. Polusi yang tersuspensi pada lapisan biosfer bumi akan dapat dibersihkan oleh tajuk pohon melalui proses jerapan dan serapan. Partikel di udara sebagian akan terjerap (menempel) pada permukaan daun, khususnya daun yang berbulu dan yang mempunyai permukaan kasar dan sebagian lagi terserap masuk ke dalam ruang stomata misalnya pada pohon tanjung dan mahoni (Dahlan 1992). Selain itu, adanya pepohonan dapat juga membantu menciptakan iklim mikro yang sejuk dan nyaman bagi masyarakat sekitarnya.

b. Peredam kebisingan

Pohon dapat meredam suara dengan cara mengabsorpsi gelombang suara oleh daun, cabang dan ranting. Menurut Grey dan Deneke (1978) dalam Dahlan (1992) dedaunan dapat menyerap kebisingan sampai 95%. Jenis tumbuhan yang paling efektif untuk meredam suara ialah yang mempunyai tajuk yang tebal dengan daun yang rindang.

c. Menurunkan suhu kota

Keadaan di bawah tegakan pohon pada siang hari suhunya lebih rendah jika dibandingkan dengan di luar tegakan pohon, karena sinar matahari diabsorbsi oleh tajuk pohon, sebaliknya pada malam hari di dalam tegakan pohon lebih tinggi suhunya dibandingkan dengan di luar tegakan


(18)

pohon karena radiasi sinar matahari ditahan oleh tajuk pohon (Dahlan 1992).

d. Memperindah kota

Dengan penataan yang baik, desain vegetasi pohon dalam jajaran jalur hijau jalan dapat secara efektif mengatasi permasalahan lingkungan yang dihadapi dengan keindahan yang bersifat alami. Berkaitan dengan fungsi estetikanya, pohon ornamental akan menambah nilai kota dan menjadi obyek refreshing bagi masyarakat kota untuk menikmati keindahan kota. Pohon dapat memberikan nilai estetika tertentu yang terkesan alamiah dari garis, bentuk, warna, dan tekstur yang ada dari tajuk, daun, batang, cabang, kulit batang, akar, bunga, buah maupun aroma yang ditimbulkan dari daun, bunga maupun buahnya (Irwan 1994).

e. Pelestarian air tanah

Pada daerah hulu yang berfungsi sebagai daerah resapan air, hendaknya ditanami dengan pepohonan yang mempunyai daya evapotranspirasi tinggi. Di samping itu sistem perakaran dan serasahnya dapat memperbesar porositas tanah sehingga air hujan banyak yang masuk ke dalam tanah sebagai air infiltrasi dan hanya sedikit yang menjadi air limpasan, serta mengurangi erosi tanah lapisan atas (surface run-off). Di daerah perkotaan erosi air hujan hampir mencapai 100%. Hal ini dikarenakan sedikitnya area tanah yang terbuka antara pinggiran jalan dengan trotoar dimana tanaman pinggir jalan menyerap air dengan tidak optimal (Hartman et al. 2000).

f. Meningkatkan keselamatan berlalu lintas

Sebuah jalan tanpa pepohonan memberikan persepsi sebuah jalan yang luas, sehingga meningkatkan kecepatan pengemudi. Peningkatan kecepatan ini dapat menyebabkan kecelakaan lebih sering terjadi. Justru dengan hadirnya pepohonan di tepi jalan akan memberikan ketenangan dan kenyaman berkendara bagi para pengemudi.

g. Mendukung keberlanjutan ekonomi

Pohon mampu mendukung stabilitas perekonomian masyarakat sekitar dengan memanfaatkan biji, buah atau bagian lainnya dari pohon untuk


(19)

kerajinan tangan yang dijadikan souvenir bagi para wisatawan. Selain itu, perkantoran dan tempat hunian yang memiliki pepohonan disekitarnya memiliki nilai jual yang lebih tinggi.

Urban trees dari suatu lanskap perkotaan memiliki nilai arsitektural dan apabila pepohonan di lingkungan perkotaan mampu bertahan lama dapat dijadikan suatu identitas kota. Keberadaan pohon juga seringkali dijadikan sebagai bagian monumental sejarah yang memiliki nilai fungsi, umur dan sejarah itu sendiri (Karlinasari dan Surjokusumo 2010).

2.2 Pohon Ornamental Kota Bogor

Kota Bogor dibangun dengan konsep Kota Taman sejak awal tahun 1920an, yaitu pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Konsep tersebut diperkenalkan oleh seorang planner/arsitek kota yang mempunyai andil besar di Indonesia, khususnya di kota Bogor yaitu Ir. Thomas Hermana Karsten. Kota ini ditata sebagai tempat peristirahatan yang dikenal dengan Buitenzorg dalam pendekatan teoritis dengan desain perkotaan yang luas, jalan yang besar dan ruang terbuka sebagai penghijauan kota berikut pepohonan yang rindang sehingga nyaman untuk ditinggali. Hal tersebut merupakan sebuah konsep pembangunan tata ruang yang selaras dengan kota taman, maka Kota Bogor memiliki konsistensi hierarkhi jalan dan peruntukan lahan yang jelas serta didominasi ruang terbuka hijau (RTH) (Iskandar 2011).

Menurut Winarno (1990), pembangunan Kota Bogor dilakukan dengan Kebun Raya Bogor (KRB) sebagai titik konsentris, kemudian penanaman pohon dilakukan mengelilingi baik didalam maupun diluar areal KRB. KRB merupakan hutan buatan atau taman buatan yang didirikan sejak abad ke 14 oleh dinasti Kerajaan Pajajaran. Sejak berdirinya KRB maka pembangunan kota bogor terus berkembang sebagai kota taman yang tidak hanya menata lingkungan kota berupa halaman ataupun taman lingkungan saja tetapi juga ruang terbuka hijau terutama jalur hijau berikut pepohonan sebagai elemen penyusunnya yang dapat dijumpai di ruas-ruas jalan Kota Bogor.

Kehadiran pohon ornamental di ekosistem perkotaan seperti di tepi jalan sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang menyenangkan bagi pengguna


(20)

jalan, karena memiliki kemampuan untuk menyerap polusi dan menghasilkan oksigen. Pengelolaan pohon tepi jalan perlu dilakukan khususnya di ruas-ruas jalan protokol yang ada di kota Bogor, dalam upaya memelihara dan melindungi pohon ornamental di Kota Bogor.

Pohon ornamental kota merupakan elemen yang melengkapi ruang atau lanskap kota, baik dengan fungsi ekologisnya ataupun fungsi estetika sebagai

urban trees. Contoh dari pohon ornamental perkotaan antara lain Pohon Tanjung, Mahoni, Bungur, Daun kupu-kupu, Akasia, Ki hujan, Flamboyan, Kecrutan, Jati mas, Brownea, Cempaka, dan masih banyak lagi. Pohon tersebut biasanya memiliki fitur seperti bunga, daun yang unik, kulit, atau bentuk percabangan yang

eye-catching atau menarik (NHN 2010).

Kebanyakan pohon ornamental kota yang ditanam baik di taman-taman maupun di tepian jalan Kota Bogor merupakan tanaman yang menjadi ciri khas dari wilayah tersebut (identik dengan kota bersangkutan), monumental dan bersifat historikal, karena dinggap sebagai aset kawasan selain memang sebagai jenis lokal yang cocok dengan kondisi setempat. Di kota ini juga didapati jenis-jenis pohon yang telah “berumur“ warisan zaman Belanda. Disamping itu, pepohonan yang berada di ruas-ruas jalan Kota Bogor kadang juga menjadi thema dari dibangunnya RTH berupa jalur hijau. Jalur hijau merupakan salah satu bentuk dari RTH yang banyak dikembangkan dalam pembangunan wilayah perkotaan, sehingga terbentuk suatu kawasan perkotaan yang kondusif dan mampu menstabilkan kondisi lingkungan perkotaan dari polusi.

Sementara itu, RTH dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan, didefinisikan sebagai area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

Beberapa jenis pohon yang ditanam di ruas-ruas jalan Kota Bogor sebagai pepohonan jalur hijau memiliki fungsi tertentu. Misalnya, pepohonan yang memiliki kemampuan meredam suara yang intensif yaitu jenis yang memiliki tajuk tebal dan berdaun rindang. Jenis pohon yang memiliki tajuk tebal dan berdaun rindang serta tahan terhadap hama dan penyakit yaitu pohon flamboyan.


(21)

Sedangkan untuk dapat mengurangi polusi dengan menahan buangan kendaraan bermotor, ditepi jalan bisa ditanami pohon angsana (Werdiningsih 2007).

Pemilihan jenis urban trees yang ditanam hendaknya dipilih dengan tepat agar ada kesesuaian jenis dengan lingkungan tumbuhnya. Menurut Ariyadi (2009), terdapat beberapa persyaratan umum tanaman untuk ditanam di wilayah perkotaan, yakni disenangi dan tidak berbahaya bagi warga kota; mampu tumbuh pada lingkungan yang marjinal (tanah tidak subur, udara dan air yang tercemar); cepat tumbuh dan mempunyai umur yang panjang; perakaran dalam sehingga tidak mudah tumbang; tidak mempunyai akar yang besar di permukaan tanah; dahan dan ranting tidak mudah patah; buah tidak terlalu besar; tidak gugur daun (serasah yang dihasilkan sedikit); cukup teduh, tetapi tidak terlalu gelap; tahan terhadap pencemaran dari kendaraan bermotor dan industrial; mempunyai bentuk yang indah dan dapat kompatibel dengan tanaman lain; serbuk sarinya tidak bersifat alergis; dan prioritas menggunakan vegetasi endemik/lokal yang selanjutnya akan dikembangkan guna mempertahankan keanekaragaman hayati wilayahnya dan juga nasional.

Meskipun tampak rindang, pohon-pohon yang ada di pinggir jalan menyimpan potensi yang dapat membahayakan pengguna jalan akibat kerusakan yang dialaminya. Kerusakan pohon mulai penting untuk diperhatikan karena dapat membahayakan dan mengancam warga apabila sudah menjadi lebih parah (Dewi & Rismayadi 2010). Sepanjang tahun 2010 saja dilaporkan sekitar 21 pohon telah tumbang dan sebanyak 14 pohon ditebang karena keropos dan membahayakan pengguna jalan di Kota Bogor, diantaranya jenis pohon mahoni, angsana, damar, tanjung, asam keranji, cempaka, akasia, felisium, damar, flamboyan, sawo kecik dan daun kupu-kupu (Kompas 17 Desember 2010).

2.3 Kesehatan Pohon Secara Visual

Pohon dikatakan sehat atau normal ketika pohon tersebut masih dapat menjalankan fungsi fisiologisnya. Sebaliknya, dikatakan tidak sehat apabila pohon tidak mampu lagi menjalankan fungsi fisiologisnya akibat kerusakan yang terjadi karena organisme hidup patogenik ataupun faktor lingkungan fisik (Karlinasari dan Surjokusumo 2010).


(22)

Penurunan kualitas pohon dapat diketahui dengan mengetahui tingkat kerusakan yang diderita pohon tersebut. Beberapa kerusakan yang biasa terjadi pada pohon menurut Mangold (1997), antara lain:

a. Kanker

Kanker merupakan tipe kerusakan pada pohon dimana kulit dan kambium mengalami kematian (disfunction), yang kemudian diikuti oleh matinya kayu dibawah kulit. Gejalanya ditunjukkan dengan permukaan kulit yang biasanya tertekan kebawah atau bagian kulitnya pecah sehingga terlihat bagian kayunya. Kanker disebabkan oleh berbagai agen, tetapi paling sering disebabkan oleh fungi. Kanker dapat menjangkit musiman atau pun menahun.

b. Lapuk hati atau konk

Kerusakan lapuk hati merupakan kerusakan dengan gejala yang ditunjukkan yaitu berupa pembusukan yang terjadi dalam batang sehingga sukar diamati dari luar, tetapi timbulnya tubuh buah atau konk menjadi indikator lapuk yang sudah lanjut yang disebabkan oleh fungi. Tipe kerusakan ini menyebabkan meningkatnya resiko penurunan penyerapan air dan unsur hara serta kerusakan sehingga pohon mudah roboh oleh angin. c. Luka terbuka

Luka yang ditunjukkan dengan mengelupasnya kulit atau kayu bagian dalam yang telah terbuka dan tidak ada tanda lapuk lanjut.

d. Dieback

Dieback merupakan merupakan kerusakan dimana terjadinya kematian ranting atau cabang dari bagian ujung dan meluas ke bagian kambium. Dieback bukan serta merta hasil dari satu faktor seperti akibat adanya organisme perusak atau musim kering berkepanjangan saja, melainkan karena akumulasi dari kurangnya nutrisi sehingga memicu organisme perusak.

e. Resinosis dan Gumosis

Resinosis merupakan keluarnya cairan yang berupa resin dari bagian tanaman yang sakit, dan disebut gumosis apabila berupa gum. Terjadi hanya jika batang atau cabang terluka atau dilukai hingga mengenai xylem dan


(23)

terserang patogen. Tipe kerusakan ini akan membuat pohon sakit karena kehilangan banyak getah dan mengundang serangan penyakit.

f. Akar patah atau mati

Akar patah atau mati baik karena galian atau apapun penyebabnya yang melukai, dapat mengundang penyebab penyakit lain untuk datang. g. Brum

Brum terjadi akibat adanya infeksi oleh benalu kerdil. Brum dapat terjadi pada akar atau batang, juga di dalam daerah tajuk hidup dimana membentuk suatu gerombolan ranting padat yang tumbuh di suatu tempat yang sama dengan di dalam daerah tajuk hidup, termasuk juga struktur vegetatif dan organ yang bergerombol tidak normal.

h. Hilangnya dominasi ujung atau mati ujung

Merupakan kematian dari ujung tajuk atau mati pucuk dapat disebabkan oleh faktor cuaca, serangga dan penyakit, ataupun sebab-sebab lainnya.

i. Kerusakan kuncup, daun atau tunas

Gejala yag terlihat yaitu daun yang termakan serangga, terkerat atau terkeliat ataupun terserang jamur termasuk kuncup atau tunas.

j. Perubahan warna daun

Gejala yang tampak yaitu daun tidak lagi berwarna hijau (khlorosis) atau daun menjadi layu. Penyebabnya kemungkinan karena kekurangan cahaya matahari, temperatur rendah, kekurangan Fe, virus, gangguan oleh cendawan, bakteri atau serangan penyakit, bahan beracun di udara atau tanah, kelembaban tanah yang berlebihan, surplus mineral tanah kekurangan atau ketidaktersediaan nutrisi (Hartman et al. 2000).

2.4 Teknik Non Destruktif Berbasis Gelombang Ultrasonik

Selain secara visual penilaian kesehatan pohon dapat dilakukan secara Non destructive Testing (NDT) dengan menggunakan alat berbasis gelombang suara. Gelombang suara berdasarkan frekuensinya dibagi menjadi empat jenis yaitu infrasonik (0 Hz – 20 Hz), audiosonik (20 Hz – 20 KHz), ultrasonik (20 KHz – 1 GHz), dan hipersonik (1 GHz – 10 THz).


(24)

Gelombang ultrasonik memerlukan medium untuk merambat seperti medium gas, cair dan padat. Gelombang ini memiliki sifat yang sama dengan gelombang audio, tetapi lebih terarah atau dapat difokuskan dari sumbernya apabila dibandingkan dengan gelombang audio dan memiliki panjang gelombang yang lebih pendek sehingga dapat di refleksikan oleh permukaan yang sempit. Karena sifatnya tersebut, gelombang ultrasonik dapat digunakan sebagai salah satu metode pengujian non destruktif dalam menduga kualitas kayu dengan mendeteksi kerusakan yang didasarkan pada pengukuran kecepatan rambatan gelombang ultrasonik pada suatu objek/ material (Gie 2010).

Dalam Non Destructive Testing (NDT), Pengukuran kecepatan gelombang ultrasonik pada kayu didasarkan pada sifat elastis dan viscoelastisnya. Pendugaan kualitas kayu yang dilakukan berdasarkan pada pengukuran kecepatan perambatan gelombang ultrasonik yang dibangkitkan melalui getaran. Parameter yang diukur adalah rambatan gelombang ultrasonik yang digunakan untuk menentukan kecepatan perambatannya (Bucur 1995).

NDT merupakan metode pengujian yang telah dikembangkan sejak 1920. Metode ini digunakan untuk memeriksa suatu objek, bahan atau sistem tanpa merusak atau mempengaruhi kegunaan lebih lanjut dari objek tersebut (ASNT 2011). Teknologi NDT dapat juga digunakan untuk menemukan adanya ketidakteraturan di dalam kayu, dimana ketidakteraturan ini terjadi secara alami dan mungkin lebih lanjut disebabkan oleh agen perusak yang berasal dari lingkungan yang dapat mempengaruhi sifat fisis dan mekanis kayu sehingga NDT dapat digunakan untuk mendeteksi kondisi kayu (Ross and Pellerin 2002).

Menurut Wang et al. (2002) metode NDT efektif digunakan pada tegakan berdiri untuk mendeteksi adanya decay yang akan membantu pengelola hutan dalam memperbaiki tegakan, memilih tebangan, membuat harga jual kayu lebih tinggi, menduga besarnya kehilangan volume kayu, mengidentifikasi pohon yang penuh resiko dan mencegah melebarnya decay. Untuk mengetahui kondisi tersebut, dapat dilakukan pendekatan dengan menggunakan nilai kecepatan rambatan gelombang ultrasonik pada arah radial, karena menurut Sandoz (1994) viabilitas kayu pada arah radial sangat kecil atau dapat diabaikan.


(25)

BAB III

BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Juli 2011 di sepanjang Jalan Raya Pajajaran Kota Bogor, Jawa Barat. Pengujian laboratorium dilakukan di Laboratorium Anatomi dan Fisika Kayu, Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (IPB).

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu alat uji non destruktif merk

Sylvatest Duo® (frekuensi 22 KHz), kompas brunton, kamera digital, haga hypsometer, GPS Garmin 12XL, bor riap, phiband, oven, desikator, timbangan elektrik, dan kaliper. Bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu jenis pohon yang berada di sepanjang jalur hijau jalan yang menjadi sasaran.

3.3. Prosedur Penelitian 3.3.1 Pemilihan Pohon Sasaran

Pohon sasaran yang dipilih sebagai objek penelitian adalah jenis pohon yang tumbuh dominan di sepanjang Jalan Raya Pajajaran, Kota Bogor yaitu Angsana (Pterocarpus indicus), Mahoni (Swietenia macrophylla), Daun kupu-kupu (Bauhinia purpurea), Agatis (Agathis loranthifolia), Flamboyan (Delonix regia) dan Tanjung (Mimusops elengi) dengan diameter batang lebih dari 30 cm sebanyak 100 pohon.

3.3.2 Penentuan Posisi dan Pengukuran Dimensi Pohon Sasaran

Masing-masing pohon sasaran ditentukan posisi geografisnya dengan menggunakan Global Position System (GPS) Garmin 12XL. Global Position System (GPS) merupakan sistem koordinat global yang dapat menentukan koordinat global suatu objek di permukaan bumi, baik koordinat posisi lintang (Latitude) dan bujur (Longitude) yang didukung oleh informasi dari 24 satelit


(26)

pada ketinggian orbit sekitar 11.000 mil di atas bumi. Setiap satelit GPS memancarkan sinyal-sinyal gelombang mikro. Dengan mengunci minumum tiga sinyal dari satelit yang berbeda, maka GPS receiver dapat menghitung posisi tetap sebuah titik (Anonim 2010).

Setiap pohon sasaran kemudian diukur tingginya menggunakan haga hypsometer. Setelah itu diameter batang pohon setinggi dada (DBH, Diameter at The Breast Height) diukur dengan menggunakan phiband.

3.3.3 Evaluasi Kesehatan Pohon 3.3.3.1 Evaluasi Secara Visual

Evaluasi secara visual dilakukan dengan mengamati ada tidaknya gejala deteriorasi pada pohon sasaran mulai dari daerah pangkal batang sampai tajuk. Selanjutnya setiap gejala deteriorasi yang terjadi pada pohon dicatat.

3.3.3.2 Evaluasi Berbasis Gelombang Ultrasonik

Untuk mendukung evaluasi secara visual dilakukan juga evaluasi menggunakan alat Sylvatest Duo®. Alat ini menggunakan parameter waktu rambatan gelombang bunyi (time of flight, TOF) serta kecepatan gelombang ultrasonik. Evaluasi dilakukan pada ketinggian batang pohon setinggi dada (DBH; Diameter at The Breast Heigh) dengan empat titik pengujian yaitu pada arah melintang Utara (U) – Selatan (S) dan Barat (B) – Timur (T) (Gambar 1).

(a) (b) Keterangan : Dint : Selisih jarak yang diukur (cm)

SD : Sylvatest Duo®

Gambar 1 Evaluasi kesehatan pohon dengan alat Sylvatest Duo® (a) dan penampang melintang batang pohon saat pengujian (b).

Dint


(27)

Gelombang ultrasonik (frekuensi 22 KHz) dirambatkan melalui sensor

piezoelectric yang terdiri dari dua buah transduser. Satu sebagai tranduser pengirim dan yang lainnya sebagai transduser penerima gelombang yang dimasukkan pada titik pengujian yang telah dibuat sebelumnya (diameter lubang 0,5 cm, kedalaman lubang ± 2 cm) (Gambar 2).

Gambar 2 Pengujian non destruktif pada tegakan berdiri.

Kedua transduser tersebut ditempatkan pada ketinggian 1.4 m disisi yang saling berhadapan dan saling tegak lurus. Nilai selisih jarak antar transduser adalah sesuai dengan diameter pohon (D) yang diperoleh dengan cara;

dimana: D = Selisih jarak yang dimasukkan pada alat (cm) Dint = Selisih jarak yang diukur (cm)

Nilai rambatan gelombang ultrasonik yang ditunjukan oleh alat

Sylvatest Duo® berupa nilai waktu dalam ukuran micro second (µs) dan kecepatan dalam meter per second (m/s) serta nilai energi dalam milivolt (mv).

3.3.4 Pengujian Sifat Fisis Kayu

Sifat fisis kayu diketahui berdasarkan hasil pengujian kadar air dan kerapatan kayu pohon sasaran. Contoh kayu dari masing-masing batang pohon sasaran diambil pada ketinggian 1,3 m dari permukaan tanah dengan menggunakan bor riap yang memiliki diameter selongsong 0,6 cm dan panjang selongsong 30 cm (Gambar 3).


(28)

Gambar 3 Pengambilan contoh uji kayu dengan menggunakan bor riap.

3.3.4.1 Pengujian Kerapatan Kayu

Contoh kayu yang diambil dari selongsong bor riap (Gambar 4) ditimbang berat dan diukur panjangnya pada kondisi basah kemudian dihitung volumenya. Kerapatan dihitung dengan menggunakan persamaan:

dimana: ρ = Kerapatan (g/cm3) BB = Berat awal (g) Vol = Volume (cm³)

Gambar 4 Contoh uji kayu pohon sasaran.

�= ��

��� selongsong


(29)

3.3.4.2 Pengujian Kadar Air Kayu

Contoh kayu yang digunakan pada pengujian kadar air sama seperti pada pengujian kerapatan kayu. Contoh kayu tersebut ditimbang untuk memperoleh berat basahnya, lalu dioven dengan suhu 103±2ºC selama 24 jam untuk memperoleh berat kering tanur (sampai beratnya konstan). Nilai kadar air diperhitungkan dengan persamaan:

dimana: BB = Berat awal (g)

BKT = Berat Kering Tanur (g)

3.4. Analisis Data

Analisis data dilakukan secara statistik sederhana menggunakan Microsoft office excel 2007. Hasil yang diperoleh kemudian disajikan dalam tabel dan gambar juga secara deskriptif.

Kadar Air % = BB−BKT


(30)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Lokasi Penelitian

Kota Bogor memiliki luas wilayah 11.850 ha, dimana seluas 6.088,58 ha (51,38 %) diantaranya digunakan sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH). Seluas 138,02 ha (1,16 %) dari total RTH Kota Bogor tersebut merupakan jalur hijau jalan yang ditanami dengan berbagai jenis pohon. Salah satu jalur hijau jalan yang paling panjang di Kota Bogor tedapat di sepanjang kiri kanan dan median Jalan Raya Pajajaran.

Jalan Raya Pajajaran yang terletak pada 6°34'9"LS - 106°49'3"BT dan merupakan salah satu jalan protokol utama Kota Bogor dengan panjang 6,4 km (6400 m), membentang dari utara ke selatan melalui tiga wilayah administratif yaitu Kecamatan Bogor Utara, Bogor Tengah dan Bogor Timur. Intensitas pemakaian jalan tersebut mencapai 2280 kendaraan/jam/hari (setara dengan 38 kendaraan/menit/hari) (Tabel 1).

Tabe 1 Intensitas penggunaan Jalan Raya Pajajaran, Kota Bogor Jenis Kendaraan Jumlah (kendaraan/jam/hari) Jumlah (kendaraan/menit/hari) Persentase (%)

Sepeda Motor 1249 20,82 54,78

Sedan, Minibus, Jeep,

Pick Up

637 10,62 27,94

Angkot 252 4,20 11,05

Truk Sedang 63 1,05 2,76

Truk Besar 9 0,15 0,39

Bus Sedang 63 1,05 2,76

Bus Besar 7 0,12 0,31

Total 2280 38 100

Sumber: DLLAJ 2010

Lingkungan sepanjang jalan pajajaran merupakan area pemukiman, perkantoran pemerintahan/swasta, perdagangan/jasa, pendidikan, serta fasilitas sosial seperti rumah ibadah, rumah sakit, dan terminal.

Kondisi Jalan Raya Pajajaran tampak lebih baik jika dibandingkan dengan jalan utama lainnya di Kota Bogor. Jalan ini dilengkapi jalur hijau median dan


(31)

jalur hijau tepi jalan yang cukup terpelihara dengan sketsa jalan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5. Jalur hijau median hanya terdapat pada beberapa ruas jalan, sedangkan jalur hijau tepi jalan terdapat di sepanjang Jalan Raya Pajajaran baik kanan maupun kiri tepi jalan (Gambar 6).

Gambar 5 Sketsa melintang Jalan Raya Pajajaran, Kota Bogor

(a) (b) (c)

Gambar 6 Jalur hijau tepi jalan (a) dan (c); median jalan (b) di sepanjang Jalan Raya Pajajaran, Kota Bogor

4.2 Identifikasi Pohon

Di sepanjang Jalan Raya Pajajaran terdapat 813 batang pohon yang terdiri atas 20 jenis (Lampiran 2). Pohon mahoni merupakan jenis yang paling banyak ditanam di sepanjang jalur hijau jalan yaitu sekitar 72,82%, kemudian diikuti oleh angsana (14,76%). Sejumlah jenis pohon lain yang ditemukan di Jalan Raya Pajajaran adalah flamboyan, tanjung, daun kupu-kupu, dan agatis dengan persentase masing-masing 2,21%; 1,97% ;1,48%; dan 1,11%. Sementara jenis lainnya memiliki persentase kurang dari 1% (Gambar 7).


(32)

Gambar 7 Persentase jenis pohon di Jalan Raya Pajajaran.

Diantara pohon yang mendominasi Jalan Raya Pajajaran, sebanyak 52% berdiameter lebih dari 60 cm yang lebih banyak didapati pada jenis P. indicus

dengan rata-rata diameter 86,21 cm. Sedangkan sisanya (48%) berdiameter antara 30 cm-60 cm, dimana paling banyak didapati pada jenis S. macrophylla dengan rata-rata diameter 52,37 cm. Komposisi jumlah pohon untuk setiap jenisnya dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Klasifikasi kelas diameter pohon sasaran.

Ketinggian rata-rata pohon sasaran yaitu 10,4±3,2 m. Pada pohon yang memiliki diameter lebih dari 60 cm, tinggi pohon terendah adalah 6,5 m (jenis pohon S. macrophylla) dan tertinggi mencapai 24 m (jenis pohon A. loranthifolia). Sementara untuk pohon yang memiliki diameter antara 30 cm-60 cm, tinggi pohon terendah yaitu 6 m (jenis pohon B. Purpurea dan S. macrophylla), sedangkan pohon tertinggi adalah D. regia (16 m).

1,11 % 0,74 % 14,76 % 0,25 % 0,98 % 0,12 % 0,25 % 2,21 % 0,37 % 0,49 % 0,37 % 0,12 %

1,48 % 72,82 %

0,49 % 0,12 % 0,25 % 0,37 % 0,74 % 1,97 %

Agatis Akasia Angsana Belimbing Beringin

Cemara Dadap Flamboyan Glodogan Tiang Jambu

Karet Kerbau Kenari Kupu-kupu Mahoni Mangga

Nangka Pacira Randu Saga Tanjung

0 5 10 15 20 25 30 35

A. loranthifolia P. indicus B. purpurea S. macrophylla M. elengi D. regia

Ju m lah P o h o n (N)


(33)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Evaluasi secara Visual

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (64,09%) pohon ornamental di sepanjang Jalan Raya Pajajaran, Kota Bogor menunjukkan gejala deteriorasi atau kerusakan dan hanya 35,94% yang menunjukkan tidak adanya kerusakan fisik pohon. Gejala deteriorasi yang ditemukan adalah kanker (3,13%); konk (6,25%); gerowong (9,38%); luka terbuka (5,47%); dieback (7,81%); mata kayu (5,47%); keropos (14,84%) dan lain-lain (10,93%). Secara lengkap kondisi pohon sasaran disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9 Kondisi kesehatan pohon sasaran berdasarkan gejala deteriorasi yang ditemukan.

Pada pohon sasaran ditemukan beberapa tipe kerusakan yang tidak dapat diabaikan. Hal ini berkaitan dengan kondisi ketahanan masing-masing pohon yang berbeda, sehingga dapat menurunkan kualitas pohon yang mengindikasikan menurunnya kesehatan pohon. Kerusakan pohon timbul diakibatkan karena terganggunya proses fisiologis pohon baik oleh penyakit, serangga dan penyebab abiotik lainnya. Pada setiap pohon yang diamati bisa terdapat lebih dari satu tipe

3,13% 6,25% 9,38% 5,47% 7,81% 5,47% 14,84% 1,56% 2,34% 7,03% 0,78% 35,94% Kanker Konk Gerowong Luka terbuka Dieback. Mata kayu

Keropos dan Terdapat Rayap Hilangnya dominasi ujung, mati ujung Kerusakan kuncup, daun atau tunas Tumbuhan pengganggu

Perubahan warna daun Tidak ada kerusakan fisik


(34)

kerusakan, oleh karena itu tipe kerusakan yang terparahlah yang harus mendapat prioritas utama untuk ditangani. Gejala deteriorasi pada pohon sasaran yang ditemukan adalah sebagai berikut;

1. Kanker

Kanker pada batang pohon ditunjukkan oleh adanya lapisan kulit dan kambium yang mengalami kematian (disfunction), yang kemudian diikuti oleh matinya kayu dibawah kulit. Gejalanya ditunjukkan dengan permukaan kulit yang biasanya tertekan kebawah atau bagian kulitnya pecah sehingga terlihat bagian kayunya (Gambar 10).

Gambar 10 Kanker pada batang pohon mahoni (S. macrophylla).

Tipe deteriorasi ini seluruhnya ditemukan pada jenis mahoni (S. macrophylla)yang merupakan pohon tua (berdiameter batang pohon lebih dari

60 cm). Kanker banyak menyerang bagian kambium yang akan mematikan fungsi pengangkutan hara dan nutrisi di dalam batang. Kanker juga dapat menurunkan nilai manfaat pohon karena adanya degradasi yang dialami pohon sehingga volume batang berkurang, pertumbuhan pohon terbatas dan kurang optimal (Koch P 1972). Disamping itu, hasil pengujian non destruktif yang juga digunakan dalam mengevaluasi kesehatan pohon ornamental Kota Bogor, menunjukkan nilai kecepatan gelombang ultrasonik yang rendah pada pohon yang mengalami kerusakan ini. Selain itu pohon yang mengalami tingkat kerusakan berupa kanker yang cukup parah dapat dengan mudah tumbang oleh adanya angin dengan intensitas tinggi.


(35)

2. Lapuk hati atau konk

Gejala lapuk hati ditunjukkan oleh adanya pembusukan dalam batang sehingga sukar diamati dari luar, tetapi kadang-kadang timbul tubuh buah jamur yang dapat menjadi indikator pelapukan yang sudah lanjut (Gambar 11). Tipe kerusakan ini menyebabkan meningkatnya resiko penurunan penyerapan air dan unsur hara serta kerusakan dari dalam sehingga pohon mudah roboh oleh angin.

Gambar 11 Indikator lapuk lanjut berupa tubuh buah jamur pada batang pohon mahoni (S. macrophylla).

Sebagian besar lapuk hati terjadi pada jenis P. indicus, S. macrophylla dan sejumlah kecil pada D. regia. Dengan adanya tubuh buah jamur maka pohon yang mengalami lapuk hati dapat lebih mudah diidentifikasi. Hal ini diperkuat dengan hasil pengujian non destruktif yang menunjukkan bahwa nilai kecepatan rambatan gelombang yang dirambatkan pada pohon tersebut menjadi lebih lambat, dikarenakan adanya hambatan internal dalam batang.

3. Gerowong

Gerowong terbentuk karena timbulnya luka pada kulit pohon dan tidak langsung ditangani sehingga kulit pohon tersebut terserang oleh hama atau penyakit yang dapat menimbulkan rongga pada batang. Kerusakan ini terdapat pada hampir seluruh jenis yang diamati kecuali pada jenis pohon tanjung (M. elengi), dimana nilai kecepatan rambatan gelombang ultrasonik yang digunakan juga dalam mengevluasi kesehatan pohon, lebih lambat pada pohon yang mengalami kerusakan ini.

Pola kerusakan pohon dimulai dari bagian pangkal pohon seperti perakaran (Gambar 12) hingga batang, dijumpai juga beberapa pohon yang


(36)

mengalami gerowong memanjang pada batang. Pohon yang mengalami gerowong dapat membahayakan pengguna jalan, karena dapat roboh sewaktu-waktu.

Gambar 12 Gerowong yang terdapat pada batang bagian pangkal batang pohon agatis (A. loranthifolia).

Masyarakat sekitar yang peduli dengan kondisi pepohonan yang mengalami kerusakan berupa gerowong, biasanya ditambal dengan semen dan batu bata ataupun menutupnya dengan bebatuan seperti pada Gambar 13. Tetapi tidak jarang juga yang justru membuatnya menjadi tempat membakar sampah, sehingga memperparah kondisi kerusakan.

Gambar 13 Gerowong yang terdapat pada batang pohon daun kupu-kupu (B. purpurea).

4. Luka terbuka

Kerusakan ini sebagian besar dialami jenis pohon P. indicus dan sejumlah kecil pada S. macrophylla. Lokasi ditemukannya kerusakan yaitu pada daerah perakaran dan batang pohon bagian bawah.

Luka terbuka ditunjukkan dengan pengelupasan kulit atau kayu bagian dalam yang telah terbuka dan tidak ada tanda lapuk lanjut (Gambar 14). Luka terbuka disebabkan oleh aktivitas manusia yang kurang sadar akan pentingnya


(37)

nilai pohon sehingga seringkali melukai pohon dengan benda tajam. Apabila luka dibiarkan akan menimbulkan kanker, konk atau kerusakan lebih lanjut lainnya jika terserang patogen.

Gambar 14 Luka terbuka pada batang bagian bawah pohon angsana (P. indicus).

5. Dieback

Dieback ditunjukkan dengan terjadinya kematian ranting atau cabang dari ujung atas dan meluas bagian bawah yang mengalami kerusakan (Gambar 15). Kerusakan ini ditemukan sebagian besar pada S. macrophylla dan P. indicus.

Gambar 15 Dieback pada pohon angsana (P. Indicus).

Dieback bukan serta merta hasil dari satu faktor seperti akibat adanya organisme perusak atau musim kering berkepanjangan saja, melainkan karena akumulasi dari kurangnya nutrisi sehingga memicu organisme perusak. Selain itu, dieback disebabkan juga oleh serangan cendawan yang berasosiasi dapat menurunkan pertumbuhan dan membunuh jaringan sebelumnya (Shaw JB 1961).


(38)

6. Mata Kayu

Mata kayu adalah bagian dari cabang atau ranting yang dikelilingi oleh pertumbuhan kayu, penampang melintangnya berbentuk bulat atau lonjong. Mata kayu yang ditemukan pada pohon sasaran yaitu mata kayu sehat yang banyak dialami jenis pohon S. macrophylla dan mata kayu lepas seperti pada Gambar 16 yang dialami jenis pohon B. purpurea.

Gambar 16 Mata kayu lepas pada batang pohon daun kupu-kupu (B. purpurea).

Nilai kecepatan rambatan gelombang ultrasonik yang juga digunakan sebagai pendekatan dalam mendeteksi kondisi pohon akan menurun apabila melewati mata kayu dan serat miring di sekitar mata kayu, karena dengan adanya mata kayu orientasi serat akan menyimpang

7. Keropos dan Terdapat Rayap

Keropos yang terjadi merupakan kerusakan lebih lanjut dengan adanya tunnel sebagai indikator keberadaan rayap. Kerusakan ini sebagian besar ditemukan pada jenis pohon B. purpurea (Gambar 17), dan jenis lainnya yaitu

P. indicus, S. macrophylla, dan A. loranthifolia.


(39)

Gejala kerusakan biasanya dimulai dari bagian pohon yang berdekatan dengan tanah seperti daerah perakaran. Adapula serangan yang memanjang hingga batang bagian atas yang ditunjukkan dengan adanya tunnel. Bahkan pada jenis pohon A. loranthifolia ditemukan batang pohon yang saat kulitnya dikelupas terdapat serangan yang cukup parah dan terdapat rayap seperti ditunjukkan pada Gambar 18.

Gambar 18 Serangan rayap pada batang pohon agatis (A. Loranthifolia). Sebagian besar pohon dengan kerusakan ini memiliki kecepatan rambatan gelombang rata-rata yang lebih lambat. Hal ini menunjukan bahwa pohon perlu diwaspadai, penanganan terhadap pohon tersebut harus segera dilakukan baik dalam upaya perawatan maupun reklamasi mempertimbangkan kondisinya yang berpotensi menimbulkan bahaya bagi masyarakat sekitar yang beraktivitas di sepanjang Jalan Raya Pajajaran, Kota Bogor.

8. Hilangnya dominasi ujung, mati ujung

Hilangnya dominasi ujung seperti ditunjukkan pada Gambar 19, terjadi pada jenis pohon A. loranthifolia, dimana pohon tersebut merupakan pohon ornamental kota yang sudah berumur tua dengan diameter pohon cukup besar yaitu lebih dari 60 cm. Sebagian besar jenis pohon A. loranthifolia memiliki kondisi pohon dengan kerusakan yang cukup parah. Hal ini dikarenakan pohon mengalami kerusakan lebih dari satu tipe kerusakan yang akan semakin menurunkan kualitas pohon.


(40)

Gambar 19 Hilangnya ujung dominasi pada pohon agatis (A. loranthifolia).

Kerusakan ini merupakan gejala dari kematian ujung tajuk yang disebabkan oleh faktor cuaca, serangga dan penyakit, ataupun sebab-sebab lainnya. Mati ujung dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman terganggu, jaringan pucuk menjadi kering, rapuh dan busuk.

9. Kerusakan kuncup, daun atau tunas

Gejala yag terlihat yaitu daun yang termakan serangga, terkerat atau terkeliat ataupun terserang jamur termasuk kuncup atau tunas, akibatnya daun-daun rontok dan proses fotosintesis menjadi terganggu. Tipe Kerusakan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 20, sebagian besar dialami oleh jenis pohon

P. indicus dan juga pada beberapa pohonjenis D. regia.


(41)

10. Tumbuhan pengganggu

Tumbuhan pengganggu sebagian besar ditemukan pada jenis pohon

S. macrophylla, P. indicus, dan sejumlah kecil pada A. loranthifolia, dimana yaitu berupa benalu. Benalu merupakan tumbuhan semi parasit yang hidupnya menempel dan mengambil sari makanan yang ada pada inangnya.

Benalu (Gambar 21) memiliki tingkat hidup yang rendah dan bahkan lebih senang hidup di atas tumbuh tumbuhan lain daripada tumbuh sendiri. Tumbuhan pengganggu ini juga mudah berkembang biak dan membuat tanaman inangnya merana karena kekurangan makanan bahkan dapat menimbulkan kematian pada tanaman inanngnya (Najiyati dan Danarti 1999).

Gambar 21 Tumbuhan penggangu berupa benalu dan lumut. 11. Perubahan warna daun

Gejala yang tampak yaitu daun tidak lagi berwarna hijau atau khlorosis dan daun menjadi layu. Penyebabnya kemungkinan karena kekurangan cahaya matahari, temperatur rendah, kekurangan Fe, virus, gangguan oleh cendawan, bakteri atau patogen, bahan beracun di udara atau tanah, kelembaban tanah yang berlebihan, surplus mineral tanah, kekurangan atau ketidaktersediaan nutrisi.

Kerusakan ini sangat sedikit dijumpai pada pohon yang diamati, yaitu hanya terjadi pada jenis pohon M. elengi. Perubahan warna mulai terjadi dengan timbulnya bercak-bercak pada daun dan daun mulai berubah warna jadi menguning. Kerusakan daun dapat juga disebabkan oleh infeksi jamur yang dapat mematikan jaringan epidermis daun.


(42)

5.2 Hasil Evaluasi Berbasis Rambatan Gelombang Ultrasonik

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya 30% pohon di sepanjang Jalan Raya Pajajaran, Kota Bogor memiliki penampakan sehat dengan kategori kecepatan I. Pohon tersebut sebagian besar adalah jenis pohon S. macrophylla. Sejumlah pohon lainnya termasuk kedalam kategori II (24%); III (8%); dan IV (11%). Sementara pohon yang memiliki kondisi tidak sehat (sakit) mencapai 27%, dimana merupakan jenis pohon S. macrophylla, P. indicus, dan seluruh pohon

A. loranthifolia yang menjadi sasaran. Kondisi pohon sakit mengindikasikan pohon tersebut mengalami kerusakan dalam batang pohon, selain kerusakan yang tampak dari luar.

Klasifikasi beberapa kategori kecepatan yang telah disebutkan sebelumnya dapat dilihat selengkapnya pada Tabel 2. Dalam penentuan kategori kecepatan, nilai kecepatan rambatan gelombang ultrasonik yang dihasilkan dari pengujian menggunakan alat Sylvatest Duo® (Lampiran 3), didukung dengan keadaan fisik masing-masing pohon sasaran.

Tabel 2 Klasifikasi kategori kecepatan rambatan gelombang ultrasonik

Vus* Persentase (%)

Nilai

(m/detik) Keadaan fisik pohon

I 30 > 1600 Penampakan sehat

II 24 1200-1600 Penampakan sehat, benjolan (sehat), dieback (tidak mematikan) III 8 800-1200 Dieback, jamur, luka terbuka IV 11 500-800 Batang keropos, ada benjolan (terlihat

parah), tunnel rayap

V 27 <500 Gerowong, kanker, konk, tumbuhan pengganggu

Keterangan: *) Kategori kecepatan rambatan gelombang ultrasonik

Posisi geografis pohon sasaran yang termasuk kedalam kategori kecepatan I dengan tidak adanya kerusakan yang dialami pohon, lebih tersebar merata keberadaannya di sepanjang Jalan Raya Pajajaran, Kota Bogor. Demikian juga untuk kategori II, III, dan IV dengan koordinat posisi geografis masing-masing pohon sasaran berada (Lampiran 5).

Sementara untuk pohon yang termasuk kedalam kategori V dengan kondisi pohon sakit, tumbuh dominan di sepanjang jalan kawasan Plasa Ekalokasari hingga Terminal Baranang Siang dan sejumlah kecil pohon lainnya di


(43)

sepanjang jalan kawasan Kampus Manajemen dan Bisnis Institut Pertanian Bogor (Kampus MB IPB) hingga Plasa Warung Jambu, bahkan seluruh pohon A. loranthifolia dengan kondisi pohon yang rusak parah berada di sepanjang jalan kawasan Kampus Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Posisi geografis pohon sasaran disajikan pada Lampiran 4.

Nilai kecepatan yang dihasilkan berdasarkan evaluasi kesehatan pohon dengan memanfaatkan rambatan gelombang ultrasonik, menunjukkan terjadinya penurunan dari kategori I hingga V (Gambar 22). Nilai tersebut dapat mengindikasikan bahwa pohon mengalami kerusakan dalam batang. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Wang et al. (2005), bahwa meskipun tidak ada nilai kecepatan rambatan gelombang yang dapat diandalkan menjadi standar dalam mendeteksi keadaan internal pohon, akan tetapi secara umum kecepatan rambatan gelombang ultrasonik lebih lambat pada pohon yang mengalami lapuk atau membusuk karena harus mengitari lintasan rambatan.

Gambar 22 Kecepatan rambatan gelombang ultrasonik pohon sasaran. Jenis pohon agatis (A. loranthifolia) yang berada di sepanjang Jalan Raya Pajajaran, seluruhnya memiliki kategori kecepatan V dengan kecepatan rambatan gelombang ultrasonik rata-rata 287 m/detik (Gambar 22). Jenis pohon tersebut memiliki kondisi gerowong, kanker, konk, dan tumbuhan pengganggu, dimana jumlah pohon yang masuk kedalam kategori ini yaitu sebanyak lima pohon seperti yang tertera pada Tabel 3.

0 500 1000 1500 2000 2500

A. loranthifolia P. indicus B. purpurea S. macrophylla M. elengi D. regia

K ece p at an ( m /d et ik ) I II III IV V


(44)

Tabel 3 Sebaran jumlah pohon sasaran menurut jenis pohon dan kategori rambatan kecepatan gelombang ultrasonik

Keterangan: *) Kategori kecepatan rambatan gelombang ultrasonik

Terdapat 8 batang pohon jenis P. indicus yang masuk kedalam kategori kecepatan V, dengan nilai kecepatan rambatan gelombang rata-rata 404 m/detik. Sedangkan sisanya termasuk kedalam kategori kecepatan I hingga IV, dimana masing-masing memiliki kecepatan rambatan gelombang rata-rata 2209 m/detik; 1366 m/detik; 1025 m/detik; dan 547 m/detik.

Jenis pohon B. purpurea yang termasuk kedalam kategori kecepatan I hingga III dan V memiliki nilai kecepatan rambatan gelombang masing-masing yaitu 1760 m/detik; 1438 m/detik; 973 m/detik dan 359 m/detik. Pohon-pohon tersebut tumbuh dominan di kawasan jalan Plasa Ekalokasari hingga Terminal Baranang Siang dan Kampus MB IPB hingga Plasa Jambu Dua.

Sebanyak 23 pohon S. macrophylla yang diuji masuk kedalam kategori kecepatan I dengan kecepatan rambatan gelombang rata-rata 1902 m/detik yang menunjukkan kondisi fisik sehat. Berikutnya untuk kategori kecepatan II hingga V yaitu masing-masing sebanyak 8 pohon; 3 pohon; 6 pohon; dan 10 pohon dengan kecepatan rambatan gelombang rata-rata 1381 m/detik; 1075 m/detik; 609 m/detik; dan 419 m/detik. Sementara untuk jenis pohon M. elengi, terdapat 3 pohon yang masuk kedalam kategori kecepatan I dan 2 pohon termasuk kategoi kecepatan II, dengan masing-masing kecepatan rambatan gelombang yaitu 1828 m/detik dan 1170 m/detik. Pohon sasaran M. elengi yang diuji ini berada pada kawasan jalan Terminal Baranang Siang hingga MB IPB.

Jenis pohon D. regia yang tumbuh dominan di sepanjang kawasan jalan Kampus MB IPB hingga Plasa Jambu Dua, dimana terdapat 6 pohon yang masuk kedalam kategoi kecepatan II dengan rata-rata kecepatan rambatan gelombang yang dihasilkan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 22, yaitu 1473 m/detik.

Vus*

Jenis Pohon

Jumlah

A. loranthifolia P. indicus B. purpurea S. macrophylla M. elengi D. regia

I - 2 2 23 3 - 30

II - 6 2 8 2 6 24

III - 4 1 3 - - 8

IV - 5 - 6 - - 11


(45)

Sisanya termasuk kedalam kategori kecepatan V dengan kecepatan rambatan gelombang 333 m/detik yang menunjukkan kerusakan berupa akar gerowong.

Nilai kecepatan rambatan gelombang ultrasonik semakin rendah dari kategori kecepatan I hingga V. Nilai tersebut dapat digunakan untuk mengevaluasi kesehatan pohon dengan mengetahui kondisi bagian dalam batang pohon. Hal ini dikarenakan saat gelombang ultrasonik dibangkitkan dalam pohon dengan alat Sylvatest Duo®, gelombang yang merambat mengalami hambatan internal dalam batang pohon akibat adanya gerowong, decay dan kerusakan lainnya yang menghalangi sehingga gelombang sampai lebih lambat pada receiver dan kerusakan tersebut akan mempengaruhi sifat mekanis kayu juga ketahannannya.

Kecepatan rambatan gelombang dipengaruhi oleh jenis kayu, kadar air, suhu dan arah rambatan gelombang (rambatan arah longitudinal, radial atau tangensial). Variabel spesifik kayu lainnya yang berpengaruh adalah miring serat, mata kayu dan pelapukan yang terjadi pada kayu. Pada pohon berdiri Hardwood dengan kondisi yang prima kecepatan gelombang radial memiliki nilai sebesar 1000 hingga 1600 m/detik yang cenderung lebih cepat dibandingkan pada softwood yaitu 900 hingga 1300 m/detik (Wang et al. 2005).

Pada pohon sasaran diketahui bahwa kondisi kesehatan pohon tidak bisa hanya diduga dari penampakan luar pohon, karena terkadang pohon yang penampakan fisiknya baik memiliki nilai kecepatan rambatan gelombang yang rendah. Hal ini dapat mengindikasikan pohon tersebut telah mengalami kerusakan internal seperti lapuk. Oleh karena itu penilaian kesehatan pohon didasarkan atas dua parameter yaitu pengamatan secara visual dan pengujian non destruktif.

5.3 Sifat Fisis Kayu 5.3.1 Kerapatan

Kerapatan kayu merupakan perbandingan antara massa atau berat kayu dengan volumenya yang dinyatakan dengan satuan g/cm3 atau kg/m3, dimana jumlah bahan penyusun dinding sel maupun zat-zat kayu lainnya yang terkandung memberikan sifat kekuatan pada kayu (Haygreen & Bowyer 2003).


(46)

Kerapatan tertinggi yang ditunjukkan pada Gambar 23 dimiliki oleh kayu jenis pohon D. regia yaitu sebesar 0,78 ± 0,1 g/cm3 yang sebagian besar termasuk kedalam kategoi kecepatan II dengan rata-rata kecepatan rambatan gelombang

yaitu 1473 m/detik. Sementara untuk kerapatan terendah dimiliki pohon

A. loranthifolia yaitu 0,41 ± 0,04 g/cm3 yang termasuk kedalam kategoi kecepatan V dengan kecepatan rata-rata 287 m/detik.

Gambar 23 Kerapatan kayu pohon sasaran.

Nilai kerapatan yang diperoleh merupakan kerapatan kayu segar pada saat pohon masih berdiri. Menurut Haygreen et al. (2003), kerapatan kayu yang tinggi menunjukkan besarnya proporsi sel dengan dinding sel yang tebal dan rongga sel yang kecil sehingga akan menghasilkan kayu dengan kekuatan yang tinggi Nilai kerapatan beberapa jenis kayu dapat juga dilihat secara lengkap pada tabel 4.

Tabel 4 Kerapatan kayu pohon sasaran

Nilai A. loranthifolia P. indicus B. purpurea S. macrophylla M. elengi D. regia

min 0,38 0,44 0,50 0,51 0,62 0,59

max 0,48 0,59 0,60 0,86 0,83 0,90

average 0,41 0,50 0,56 0,60 0,70 0,73

SD 0,04 0,04 0,04 0,07 0,10 0,10

0,41 0,50 0,56 0,60 0,70 0,78 0,00 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60 0,70 0,80 0,90

A. loranthifolia P. indicus B. purpurea S. macrophylla M. elengi D. regia

Ker ap atan ( g /cm 3 )


(47)

Pada antar jenis kayu semakin tinggi kerapatan kayu maka gelombang ultrasonik merambat lebih lambat, dalam pengujian non destruktif gelombang ultrasonik pada balok tiga jenis kayu tanaman Indonesia yang dilakukan Karlinasari et al. (2006). Akan tetapi, menurut Smith (1989) dalam Karlinasari et al. (2006), disampaikan juga bahwa kerapatan suatu jenis kayu tidak secara nyata mempengaruhi kecepatan gelombang, tetapi rasio antara modulus elasitas atau kekakuan bahan dengan kerapatan kayulah yang lebih berpengaruh. Sehubungan dengan itu, tentunya nilai kecepatan rambatan gelombang ultrasonik pada tegakan berdiri akan dipengaruhi oleh berbagai faktor baik internal pohon maupun pengaruh lingkungan.

Sementara itu menurut Oliveira et al. (2002), pada satu jenis kayu semakin besar kerapatan maka gelombang ultrasonik merambat makin cepat. Hal ini dikarenakan dengan semakin tingginya kerapatan kayu maka dinding sel kayu semakin tebal, yang berarti tersedianya media untuk gelombang merambat dimana interaksi partikel didalamnya semakin kuat. Sementara itu, dinding sel dengan porositas dan permeabilitas tinggi akan memperlambat kecepatan gelombang ultrasonik.

5.3.2 Kadar Air

Kadar air kayu menunjukkan banyaknya air dalam kayu. Kadar air kayu akan berubah sesuai dengan kondisi iklim tempat dimana kayu berada akibat adanya perubahan suhu dan kelembaban udara disekitarnya (Haygreen et al.

2003).

Nilai kadar air tertinggi dimiliki oleh B. purpurea yaitu sebesar 84,47 ± 6,41 % dan terendah pada P. indicus 43,06 ± 8,10 %. Kadar air yang diperoleh dipengaruhi oleh kondisi iklim kota Bogor dengan suhu rata-rata 22,50C-31,50C dan kelembaban udara kurang lebih 70%. Berdasarkan data BMKG (2003), curah hujan bulanan Kota Bogor yaitu berkisar antara 300-430 mm dengan curah hujan pada bulan Juli yang cukup rendah yaitu sekitar 113 mm. Disamping itu beberapa nilai kadar air untuk jenis pohon lainnya dapat dilihat pada Gambar 24.


(48)

Gambar 24 Kadar air kayu pohon sasaran.

Gelombang ultrasonik yang dirambatkan pada pohon dengan kadar tinggi seperti pada pohon B. purpurea, menghasilkan kecepatan rambatan yang lebih rendah dibandingkan pada pohon yang memiliki kadar air lebih rendah seperti jenis pohon P. indicus. Hal ini diperkuat oleh Oliveira et al. (2002), yang mengemukakan bahwa kadar air yang tinggi cenderung memperlambat kecepatan rambatan gelombang. Meskipun begitu, menurut Karlinasari et al. (2005), pengaruh kadar air terhadap kecepatan gelombang ultrasonik berbeda dibawah dan diatas titik jenuh serat, dimana kecepatan rambatan gelombang ultrasonik hanya bervariasi sedikit dengan penurunan kadar air diatas titik jenuh serat, tetapi untuk kadar air dibawah titik jenuh serat penurunan kecepatan gelombang ultrasonik lebih besar, dimana menurut Haygreen & Bowyer (2003), kadar air kayu titik jenuh serat ditaksir pada umumnya diantara 25-30%.

Nilai kadar air dalam kayu segar bisa sama atau lebih besar dari kadar air kayu kering. Hal ini menurut Haygreen dan Bowyer (2003), dikarenakan dalam xylem, air umumnya lebih dari separuh berat total yang diukur. Keragaman nilai kadar air pohon sasaran yang diperoleh dapat dilihat selengkapnya pada Tabel 5.

Tabel 5 Kadar air kayu pohon sasaran

Nilai A. loranthifolia P. indicus B. purpurea S. macrophylla M. elengi D. regia

Min 47,54 31,22 74,46 42,58 46,97 48,67

max 65,32 57,01 93,43 74,90 70,38 88,69

average 54,93 43,06 84,47 58,81 54,79 61,70

SD 7,16 8,10 6,41 7,68 9,18 13,89

54,93 % 43,06 % 84,47 % 58,81 % 54,79 % 66,43 % 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90


(49)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Sebagian besar (64,09%) pohon ornamental di sepanjang Jalan Raya Pajajaran, Kota Bogor menunjukkan gejala deteriorasi atau kerusakan, hanya 35,94% nya yang tidak menunjukkan adanya kerusakan fisik pohon. Gejala deteriorasi yang ditemukan adalah kanker (3,13%); lapuk hati atau konk (6,25%); gerowong (9,38%); luka terbuka (5,47%); dieback (7,81%); mata kayu (5,47%); keropos (14,84%); hilangnya dominasi ujung atau mati ujung (1,56%); kerusakan kuncup, daun atau tunas (2,34%); dan tumbuhan pengganggu (7,03%). Hal ini sejalan dengan hasil evaluasi berbasis gelombang ultrasonik, dimana terjadi penurunan kondisi kesehatan pohon seiring menurunnya nilai kecepatan rambatan gelombang ultrasonik.

2. Berdasarkan hasil evaluasi berbasis gelombang ultrasonik, hanya 30% pohon di sepanjang Jalan Raya Pajajaran, Kota Bogor memiliki kodisi sehat dengan kategori kecepatan I. Sejumlah pohon lainnya termasuk kedalam kategori II (24%); III (8%); dan IV (11%) sedangkan untuk kategori V didapatkan sebanyak 27%.

3. Jenis pohon mahoni (S. macrophylla)merupakan jenis pohon yang paling sedikit mengalami kerusakan. Sedangkan jenis pohon yang paling banyak mengalami kerusakan (sakit) adalah agatis (A. loranthifolia) dan angsana (P. indicus).

4. Dalam satu jenis kayu semakin tinggi nilai kerapatan kerapatan maka gelombang ultrasonik merambat makin cepat. Sebaliknya untuk kayu yang dengan kadar tinggi maka menghasilkan kecepatan rambatan yang lebih rendah dibandingkan pada pohon yang memiliki kadar air lebih rendah. Sehubungan dengan itu, tentunya nilai kecepatan rambatan gelombang ultrasonik pada tegakan berdiri akan dipengaruhi oleh berbagai faktor baik internal pohon maupun pengaruh lingkungan.


(50)

5.2 Saran

1. Pemerintah Kota Bogor diharapkan meningkatkan intensitas pemantauan dan evaluasi kesehatan pohon ornamental di kawasan perkotaan sebagai bagian dari sistem pengelolaan pohon ornamental di kota tersebut. Terhadap pohon sakit perlu dilakukan penanggulangan yang memadai. 2. Kesadaran akan pentingnya nilai pohon ornamental di kawasan perkotaan

perlu ditingkatkan, sehingga masyarakat diharapkan dapat ikut berperan aktif dalam memelihara pohon tersebut.

3. Perlu dilakukan penelitian mengenai tingkat keparahan kerusakan yang dialami pohon dengan menggunakan alat yang dapat melihat kondisi internal pohon secara tiga dimensi.


(51)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Cara Kerja GPS. http://islam-download.net/cara-mudah-cepat/cara-kerja-gps.html. [20 April 2011].

Ariyadi EWS. 2009. Fungsi Dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau.

http://semuatentangkota.blogspot.com/2009/04/fungsi-dan-manfaat-ruang-terbuka-hijau.html [24 Agustus 2010].

[ASNT] The American Society for Nondestructive Testing. 2011. Introduction To Nondestructive Testing. http://www.asnt.org/ndt/primer2.htm [12 Juli 2011].

[BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2003. Perkiraan Hujan Bulanan.http://www.bmg.go.id/cuacajabodetabek1.bmkg?Jenis=URL&I DS=2588692975761190026 [9 Agustus 2011].

Bucur, V. 1995. Acoustic of Wood. Institut National de la Recherche Agronomigue Centre de Recherches Forestieres. Nancy. France.

Dahlan EN. 1992. Hutan Kota Untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan. Jakarta: APHI.

Dewi M & Rismayadi Y. 2010. Pemantauan Kesehatan Pohon (Tree Health Monitoring) Pada Ruang Terbuka Hijau di Lingkungan Perkotaan. Di dalam: Workshop Pemantauan Kesehatan Hutan Pada Ruang Terbuka Hijau di Lingkungan Perkotaan; Bandung, 15 April 2010. Bandung: Fakultas Kehutanan Universitas Winaya Mukti. Hlm: III-2 s.d III-5. Gie. 2010. Mengenal Gelombang. http://marikemari.com/mengenalgelombang

.htm [9 Agustus 2011].

Hartman JR, Pirone TP. 2000. Pirone’s Tree Maintenance: Seventh Edition. New York: Oxford Unibersity Press.

Haygreen JG, Shmulsky R, Bowyer JL. 2003. Forest Products and Wood Science an Introduction. Iowa: The Iowa State University Press AMES.

Irwan ZD. 1994. Peranan Bentuk dan Struktur Kota Terhadap Kualitas Lingkungan Kota. [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Iskandar R. 2011. Paduan Kota Taman dan Kampung Kota Warisan KARSTEN.

http://kotabogor.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=3 833&Itemid=1. [2 Agustus 2011].

Karlinasari L, Mulyadi M, Sadiyo S. 2005. Kecepatan Rambatan Gelombang Ultrasonik dan Keteguhan Lentur Beberapa Jenis Kayu Pada Berbagai Kondisi Kadar Air. Jurnal Teknologi Hasil Hutan 18 (2): Hal. 74.


(1)

Lampiran 3 lanjutan

No Jenis Pohon Kondisi Visual DBH

(cm)

Hasil Pengukuran Dengan Alat Sylvatest Duo®

Katego ri v rata-rata (m/s) t rata-rata (µs) e rata-rata

(mv)

66 Mahoni Batang diselimuti benalu 70.9 639 1074 3823 IV

67 Mahoni Penampakan sehat 50.5 1365 312 3825 II

68 Angsana Penampakan sehat, hanya luka terbuka kecil 63.8 1337 522 3825 II

69 Mahoni Penampakan sehat 49.1 1327 303 3825 II

70 Mahoni Beberapa ranting mati (dieback) 56 1184 489 3826 III

71 Mahoni Penampakan sehat 64.9 1891 307 3825 I

72 Mahoni Penampakan sehat, resinosis 94.5 1636 536 3825 I

73 Mahoni Terdapat paku yang tertancap pada batang bagian bawah, luka terbuka 69.8 1026 752 3823 III 74 Angsana Batang bawah nampak keropos, terdapat luka terbuka 93.5 953 939 3824 III

75 Angsana Penampakan sehat, hanya luka terbuka 72.5 1063 599 3824 III

76 Angsana Batang nampak keropos, terdapat tunnel 91 1282 939 3828 II

77 Mahoni Penampakan sehat 53.8 1845 252 3825 I

78 Angsana Penampakan sehat 73.4 1248 481 3824 II

79 Angsana Terdapat tunnel, dieback 79 501 1265 3825 IV

80 Mahoni Penampakan Sehat 68.1 1477 386 3824 II

81 Mahoni Kayu empuk saat dibor, pohon diselimuti liana 91.9 398 1844 3823 V

82 Mahoni Terdapat luka mekanis, ada benjolan pada batang, perakaran merusak

beton pembatas 71.9 435 1234 3823 V

83 Daun

kupu-kupu Gerowong pada batang 60.6 446 1094 3825 V

84 Daun

kupu-kupu Batang keropos 55.9 331 1156 3825 V

85 Daun

kupu-kupu Penampakan sehat, mata kayu 32.8 973 236 3825 III

86 Mahoni Penampakan sehat 57.6 1830 269 3825 I

87 Mahoni Penampakan sehat 45.4 1970 195 3823 I


(2)

Lampiran 3 lanjutan

No Jenis Pohon Kondisi Visual DBH

(cm)

Hasil Pengukuran Dengan Alat Sylvatest Duo®

Kategori v rata-rata

(m/s)

t rata-rata (µs)

e rata-rata (mv)

88 Angsana Penampakan sehat 76.3 1409 371 3824 II

89 Mahoni Batang diselimuti liana, terdapat cabang yang dieback 54.2 1888 231 3823 I 90 Mahoni Penampakan sehat, cuma ada cabang yang patah, batang diselimuti liana 56.5 1879 267 3823 I

91 Mahoni Terdapat cabang yang dieback 61.5 481 1045 3823 V

92 Mahoni Penampakan sehat 50.8 1257 441 3823 II

93 Angsana Terdapat tunnel pada batang, terdapat benalu 113.8 269 3167 3824 V

94 Flamboyan Penampakan sehat 55.9 1586 282 3833 II

95 Flamboyan Penampakan sehat 40.9 1222 254 3825 II

96 Flamboyan Penampakan sehat 49.9 1571 295 3825 II

97 Flamboyan Akar gerowong 56.7 333 1468 3825 V

98 Flamboyan Panampakan sehat, hanya terdapat jamur pada bekas batang yang dipangkas 61.3 1446 360 3823 II

99 Flamboyan Penampakan sehat, daun rontok 47.1 1517 267 3823 II

100 Flamboyan Penampakan sehat 31.9 1498 202 3825 II

Keterangan: V : Kecepatan rambatan gelombang ultrasonik (m/s) t : Waktu rambatan gelombang ultrasonik (µs) e : Energi rambatan gelombang ultrasonik (mv)

DBH : Diameter setinggi dada (Diameter at The Breast Height dalam cm)


(3)

Lampiran 4 Peta sebaran kesehatan pohon Jalan Raya Pajajaran, Kota Bogor

Plasa Jambu Dua

Plasa Ekalokasari


(4)

Lampiran 5 Posisi geografis dan dimensi pohon sasaran

No Jenis Pohon Koordinat Tinggi

(m)

TBC (m)

DBH (cm)

LS BT

1 Angsana -6.62063071 106.81644201 14.5 4.5 96.6 2 Angsana -6.61578127 106.81437135 13.5 3 71.3

3 Angsana -6.60651692 106.80847585 22 3 81.4

4 Angsana -6.60561570 106.80760682 16.5 3 63.8

5 Angsana -6.60548159 106.80752635 14 5 77.8

6 Mahoni -6.61801287 106.81549251 11.5 3.5 53

7 Mahoni -6.60796531 106.80976331 11 5 45.3

8 Mahoni -6.60800823 106.80968821 9 2.5 51.3

9 Mahoni -6.60905966 106.81083083 10.5 4 60.5

10 Mahoni -6.61111959 106.81223631 9.5 2.5 61

11 Mahoni -6.60762199 106.80983305 14 2 53

12 Angsana -6.61982068 106.81599677 11 2 92.5

13 Angsana -6.61945053 106.81579292 11.5 3 138.4 14 Angsana -6.61905357 106.81564271 12 1.5 107.3

15 Mahoni -6.61839374 106.81545496 7.5 3 63.6

16 Mahoni -6.61553451 106.81439817 11 2 70

17 Daun kupu-kupu -6.61455282 106.81408167 8.5 1.5 36.8 18 Daun kupu-kupu -6.61451527 106.81401193 9 2 50.4 19 Angsana -6.61446162 106.81397438 16.5 2 114.7

20 Mahoni -6.61277720 106.81311607 8 1.5 53.9

21 Daun kupu-kupu -6.61250898 106.81294441 7.5 1.5 46.3 22 Daun kupu-kupu -6.61223539 106.81280494 7 2 36.7 23 Daun kupu-kupu -6.61184379 106.81259573 6 1.5 42.7 24 Mahoni -6.60828718 106.80995107 8.5 2.5 51.4 25 Angsana -6.60817453 106.81003153 11.5 2.5 75.7 26 Mahoni -6.60838374 106.81018174 8.5 1.5 33.8

27 Mahoni -6.60820671 106.81020856 16 6 60.5

28 Mahoni -6.60985359 106.81119025 7.5 2 52.6

29 Mahoni -6.60939761 106.81091666 6 2.5 49.4

30 Mahoni -6.61018618 106.81154966 9.5 2 58.6

31 Mahoni -6.60994479 106.81147993 8 3 56.7

32 Mahoni -6.61135026 106.81225240 8 2.5 63

33 Mahoni -6.61220857 106.81296587 8.5 2 55.6

34 Mahoni -6.60684952 106.80875480 11.5 3.5 63.8 35 Angsana -6.60634526 106.80833101 13.5 3 115.2

36 Mahoni -6.60614678 106.80815399 13.5 3 68.7

37 Angsana -6.60574445 106.80782676 13 1.5 85.8 38 Mahoni -6.60524019 106.80730641 13.5 2.5 67.1


(5)

Lampiran 5 Lanjutan

No Jenis Pohon Koordinat Tinggi

(m)

TBC (m)

DBH (cm)

LS BT

39 Angsana -6.60716602 106.80930734 13.5 2.5 81.4

40 Mahoni -6.61268600 106.81319118 11 3.5 59.6

41 Mahoni -6.61398419 106.81385100 8.5 2 55.8

42 Mahoni -6.61461719 106.81411386 9 3 44.1

43 Mahoni -6.61559352 106.81454837 6.5 1.5 96.8

44 Mahoni -6.58914694 106.80482268 11 4 115

45 Mahoni -6.59353503 106.80471003 8.5 2 45.5

46 Mahoni -6.59516581 106.80450082 7.5 3 47.5

47 Mahoni -6.59521946 106.80433989 8 2.5 58.5

48 Mahoni -6.59539112 106.80443108 14 4 54

49 Tanjung -6.59576663 106.80513918 9.5 2.5 49.5 50 Tanjung -6.59639427 106.80426478 10.5 1.5 41.5 51 Agatis -6.59756371 106.80447936 17.5 2 128.8

52 Tanjung -6.59852394 106.80459738 10 1.5 79

53 Agatis -6.59989187 106.80499434 12.5 4.5 132.7

54 Tanjung -6.60028883 106.80490851 9.5 2 53.1

55 Tanjung -6.59892091 106.80491388 7.5 2.5 46.9 56 Agatis -6.59980603 106.80501044 14.5 2 127.4

57 Agatis -6.59885653 106.80472612 7 2 83

58 Agatis -6.59874388 106.80474758 24 2 139.8

59 Mahoni -6.58952245 106.80477440 10 2.5 62.5

60 Angsana -6.57088109 106.80871189 9.5 2 70.5

61 Angsana -6.58727475 106.80512309 8.5 2 65

62 Angsana -6.58269891 106.80624425 12 2.5 68.4

63 Angsana -6.58665248 106.80541813 9 1.5 56.5

64 Mahoni -6.57684633 106.80751562 11 2.5 58.5

65 Mahoni -6.57764026 106.80736005 9.5 3 59

66 Mahoni -6.56987795 106.80898011 9 2 70.9

67 Mahoni -6.57147118 106.80860996 7.5 2.5 50.5 68 Angsana -6.57106885 106.80865288 11.5 1.5 63.8

69 Mahoni -6.57037684 106.80886209 8 2 49.1

70 Mahoni -6.57051631 106.80882990 8.5 2.5 56

71 Mahoni -6.57162138 106.80859923 8 2 64.9

72 Mahoni -6.59823962 106.80480123 10.5 2.5 94.5

73 Mahoni -6.58335873 106.80611014 11 1.5 69.8

74 Angsana -6.58043512 106.80687189 11.5 3 93.5

75 Angsana -6.58057460 106.80681288 12 3 72.5


(6)

Lampiran 5 Lanjutan

No Jenis Pohon Koordinat Tinggi

(m)

TBC (m)

DBH (cm)

LS BT

77 Mahoni -6.57405146 106.80810034 9 4 53.8

78 Angsana -6.57471665 106.80794477 10 2.5 73.4

79 Angsana -6.57488831 106.80784822 10 2 79

80 Mahoni -6.57421240 106.80820763 10 3 68.1

81 Mahoni -6.57696434 106.80760682 14 2 91.9

82 Mahoni -6.58048340 106.80694163 8.5 1.5 71.9 83 Daun kupu-kupu -6.57962509 106.80703819 6.5 1.5 60.6 84 Daun kupu-kupu -6.58022054 106.80691481 6 1.5 55.9 85 Daun kupu-kupu -6.58033856 106.80690944 6 2 32.8 86 Mahoni -6.58776292 106.80534303 7.5 2.5 57.6

87 Mahoni -6.58803114 106.80534303 6 2 45.4

88 Angsana -6.58805796 106.80554688 10 2 76.3

89 Mahoni -6.58732840 106.80547714 9.5 2 54.2

90 Mahoni -6.58699580 106.80553079 9.5 1.5 56.5 91 Mahoni -6.58668467 106.80571854 10 2.5 61.5 92 Mahoni -6.58651301 106.80577755 7.5 2.5 50.8 93 Angsana -6.58619651 106.80577219 13 1.5 113.8 94 Flamboyan -6.58344456 106.80614233 7.5 2.5 55.9 95 Flamboyan -6.58567079 106.80585265 14.5 5 40.9 96 Flamboyan -6.58149728 106.80649102 11.5 4 49.9 97 Flamboyan -6.59622260 106.80426478 6.5 3 56.7 98 Flamboyan -6.59587392 106.80428624 11 4 61.3 99 Flamboyan -6.58345529 106.80612624 8.5 3 47.1 100 Flamboyan -6.58564397 106.80585265 16 5.5 31.9 Keterangan: LS : Lintang Selatan

BT : Bujur Timur

TBC : Tinggi Bebas Cabang (m)