Studi Pendahuluan Penggunaan Lampu Tabung Bereflektor terhadap Hasil Tangkapan Bagan Apung

(1)

BAGAN APUNG

SITI ROHANAH

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

SITI ROHANAH. C44070047. Preliminary Study For Usage Of Tubalar Lamp With Reflector Towards Catchs the Bagan Apung (Large Typed Liftnet with Light Attraction). The advisers were GONDO PUSPITO and MOKHAMAD DAHRI ISKANDAR

The objective of the research was to determine effectiveness of the use of tubalar lamp with reflector to catch fish by using bagan apung. This research applied an experimental fishing method for one unit of bagan apung. It was taken at Palabuhanratu bay in August to September 2010. The treatment used both tubular lamp with reflector and tubular lamp without reflector were continuously treated then compared their catches. The measuring of the value of light illumination used two mediums, water and air then compared them. The highest value of light illumination was tubular lamp with reflector about 162,5 lux, in water medium and 562 lux in air medium, while the value of light illumination for tubular lamp without reflector was about 54,5 lux in water medium and 184 lux in air medium. The maximum illumination was accumulated by the light that bounce back from the edge of reflector and the light beam itself. The catchs had been increased after treated tubular lamp with reflector. The operation of bagan apung used silver reflector producing catchs a weight of 95,5 kg, it was more higher than tubular lamp without reflector a weight of 65,1 kg. The catch type had more variation, such as mackerel (Rastreliger sp), tembang fish (Sardinella fimbriata), tuna (Auxis thazard), pomfret (Pampus argentus), squid (Loligo sp), anchovy (Stolephorus sp), layur fish (Trichiurus sp), and small shrimp (Mysis sp). At the most catch there were tembang fish a weight of 21,8 kg for tubular lamp without reflector and 44 kg for tubular lamp with reflector. The catch of tubular lamp with reflector had more economic value than tubular lamp without reflector. The dominant catch type were tembang fish and promfet. Then they were followed by mackerel, tuna, and squid. On the other hand, anchovy and small shrimp could not be catched by the tubular lamp with reflector due to there were many predators and the research time was not right time, anchovy and small shrimp were not in season.


(3)

SITI ROHANAH. C44070047. Studi Pendahuluan Penggunaan Lampu Tabung Bereflektor terhadap Hasil Tangkapan Bagan Apung. Dibimbing oleh GONDO PUSPITO dan MOKHAMAD DAHRI ISKANDAR

Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan efektivitas penggunaan lampu tabung bereflektor pada penangkapan ikan dengan menggunakan bagan apung. Penelitian ini dilakukan dengan metode experimental fishing menggunakan satu unit bagan apung di perairan Teluk Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat pada bulan Agustus-September 2010. Perlakuan yang digunakan adalah lampu tabung tanpa reflektor dan lampu tabung dengan reflektor yang diujicobakan secara bergantian kemudian dibandingkan hasil tangkapannya. Pengukuran nilai iluminsi cahaya diukur melalui medium udara dan air kemudian dibandingkan. Nilai iluminasi cahaya tertinggi adalah lampu tabung bereflektor sebesar 162, 5 lux pada medium air dan 562 lux pada medium udara, sedangkan nilai iluminasi cahaya lampu tabung tanpa reflektor sebesar 54,5 lux pada medium air dan 184 lux pada medium udara. Iluminasi maksimal disebabkan oleh akumulasi dari cahaya pantul dinding reflektor dan pancaran cahaya lampu itu sendiri. Hasil tangkapan meningkat setelah diberi perlakuan lampu tabung bereflektor. Pengoperasian bagan menggunakan reflektor perak menghasilkan tangkapan seberat 95,9 kg lebih tinggi dibandingkan dengan lampu tanpa reflektor seberat 65, 1 kg. Jenis hasil tangkapan beraneka ragam yaitu kembung (Rastreliger sp), tembang (Sardinella fimbriata), tongkol (Auxis thazard), bawal (Pampus argentus), cumi-cumi (Loligo sp), teri (Stolephorus sp), layur (Trichiurus sp), dan rebon (Mysis sp). Hasil tangkapan terbanyak adalah tembang seberat 21,8 kg untuk lampu tabung tanpa reflektor dan 44 kg untuk lampu tabung bereflektor. Hasil tangkapan lampu tabung bereflektor memiliki jenis ekonomis penting lebih tinggi daripada lampu tabung tanpa reflektor. Jenisnya adalah kembung, tembang, tongkol, bawal, dan cumi, dimana tembang dan bawal mendominasi hasil tangkapan. Adapun teri dan rebon tidak tertangkap pada lampu tabung bereflektor disebabkan jumlah predator yang banyak dan pada saat penelitian sedang tidak musim jenis teri dan rebon.


(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Studi Pendahuluan Penggunaan Lampu Tabung Bereflektor terhadap Hasil Tangkapan Bagan Apungadalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2012

Siti Rohanah C44070047


(5)

SITI ROHANAH, C44070047. Studi Pendahuluan Penggunaan Lampu Tabung Bereflektor terhadap Hasil Tangkapan Bagan Apung. Dibimbing oleh GONDO PUSPITO dan MOKHAMAD DAHRI ISKANDAR

Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan efektivitas penggunaan lampu tabung bereflektor pada penangkapan ikan dengan menggunakan bagan apung. Penelitian ini dilakukan dengan metode experimental fishing menggunakan satu unit bagan apung di perairan Teluk Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat pada bulan Agustus-September 2010. Perlakuan yang digunakan adalah lampu tabung tanpa reflektor dan lampu tabung dengan reflektor yang diujicobakan secara bergantian kemudian dibandingkan hasil tangkapannya. Pengukuran nilai iluminsi cahaya diukur melalui medium udara dan air kemudian dibandingkan. Nilai iluminasi cahaya tertinggi adalah lampu tabung bereflektor sebesar 162, 5 lux pada medium air dan 562 lux pada medium udara, sedangkan nilai iluminasi cahaya lampu tabung tanpa reflektor sebesar 54,5 lux pada medium air dan 184 lux pada medium udara. Iluminasi maksimal disebabkan oleh akumulasi dari cahaya pantul dinding reflektor dan pancaran cahaya lampu itu sendiri. Hasil tangkapan meningkat setelah diberi perlakuan lampu tabung bereflektor. Pengoperasian bagan menggunakan reflektor perak menghasilkan tangkapan seberat 95,9 kg lebih tinggi dibandingkan dengan lampu tanpa reflektor seberat 65, 1 kg. Jenis hasil tangkapan beraneka ragam yaitu kembung (Rastreliger sp), tembang (Sardinella fimbriata), tongkol (Auxis thazard), bawal (Pampus argentus), cumi-cumi (Loligo sp), teri (Stolephorus sp), layur (Trichiurus sp), dan rebon (Mysis sp). Hasil tangkapan terbanyak adalah tembang seberat 21,8 kg untuk lampu tabung tanpa reflektor dan 44 kg untuk lampu tabung bereflektor. Hasil tangkapan lampu tabung bereflektor memiliki jenis ekonomis penting lebih tinggi daripada lampu tabung tanpa reflektor. Jenisnya adalah kembung, tembang, tongkol, bawal, dan cumi, dimana tembang dan bawal mendominasi hasil tangkapan. Adapun teri dan rebon tidak tertangkap pada lampu tabung bereflektor disebabkan jumlah predator yang banyak dan pada saat penelitian sedang tidak musim jenis teri dan rebon.


(6)

© Hak Cipta IPB, Tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan tersebut hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.


(7)

BAGAN APUNG

SITI ROHANAH

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2012


(8)

NRP : C44070047

Program Studi : Teknologi dan Menejemen Perikanan Tangkap

Disetujui Komisi Pembimbing

Ketua, Anggota,

Dr. Ir. Gondo Puspito, M.Sc Ir. Mokhamad Dahri Iskandar, M.Si NIP. 19630524 198803 1 010 NIP. 19690604 199412 1 001

Diketahui

Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,

Dr.Ir. Budy Wiryawan, M.Sc NIP. 19621223 19870301001


(9)

Bereflektor terhadap Hasil Tangkapan Bagan Apung” disusun sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Kegiatan penelitian berlangsung antara bulan Juli 2010-Juli 2011. Operasi penangkapan dilakukan di perairan Teluk Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada:

1. Dr. Ir. Gondo Puspito, M.Sc dan Ir. Mokhamad Dahri Iskandar, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan saran dan bimbingannya dalam penulisan skripsi ini;

2. Dr. Ir. Muhammad Imron, M.Si selaku Ketua Komisi Pendidikan dan Dr. Ir. Zulkarnain, M.Si sebagai Dosen Penguji dalam sidang yang telah memberikan saran dan masukannya terhadap kesempurnaan skripsi ini; 3. Dosen-dosen PSP yang telah mendidik dengan sabar, memberikan ilmunya

selama perkuliahan;

4. Kedua orang tua tercinta, kakak dan adik yang selalu mengirimkan doa dan memberikan kasih sayang yang tiada hentinya kepada penulis;

5. Departement PSP, atas fasilitas bagan apung yang telah digunakan untuk penelitian;

6. Yayasan Karya Salemba Empat (KSE) atas beasiswa yang telah diberikan; 7. Kak Hendrawan (PSP41) dan Kang Wahyu (nelayan bagan) atas kesempatan

dan bimbingannya pada saat penelitian di lapang;

8. Nela Indah Ermawati (PSP44) atas kerjasama, dukungan, dan semangatnya dalam menyelesaikan skripsi ini; dan

9. Teman-teman LIQO, PSP dan Asrama Putri Darmaga (APD), atas perhatian, semangat, dan dukungan yang yang telah diberikan.

Penulis berharap skripsi ini akan bermanfaat bagi para pembacanya. Saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan.

Bogor, Juli 2012 Siti Rohanah


(10)

Penulis dilahirkan di Pekalongan pada tanggal 13 Oktober 1988 dari pasangan Bapak Soekendar dan Ibu Musaropah dan merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Penulis lulus dari SMA N 92 Jakarta dan kemudian masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2007.

Program Studi yang dipilih adalah Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama menjalani perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten dosen mata kuliah Pendidikan Agama Islam tahun 2010/2011 dan mengajar di SUCCESS bimbel dan NEC bimbel. Pengalaman organisasi yang pernah diikuti sebagai Ketua Matrans APD (Asrama Putri Darmaga) tahun 2009/2010, Koordinator Putri Forum Komunikasi Muslim FPIK (FKM-C) tahun 2009/2010, dan staf Departemen Litbangprof (Penelitian, Pengembangan, dan Profesi) pada organisasi Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN) tahun 2008/2009. Selain berorganisasi penulis pernah mengikuti beberapa pelatihan, diantaranya training ESQ, Entrepreunership Camp, BISMA Leadership Camp, Mandiri Leadership Camp, dan Pelatihan MahasiswaWirausaha (PMW 2011) CDA IPB.

Penulis dinyatakan lulus dalam ujian skripsi yang diselenggarakan pada tanggal 23 Mei 2012 oleh Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, dengan judul

“Studi Pendahuluan Penggunaan Lampu Tabung Bereflektor terhadap Hasil


(11)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ...xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2Perumusan Masalah... 2

1.3 Tujuan ... 2

1.4 Manfaat ... 2

2 TINJAUAN PUSTAKA... 3

2.1 Lampu Tabung (Tubular Lamp) ... 3

2.2 Cahaya ... 4

2.3 Reaksi Ikan terhadap Cahaya ... 7

2.4.1 Klasifikasi bagan ... 8

2.4.2 Bagan apung ... 9

3 METODOLOGI PENELITIAN ... 14

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 14

3.2 Alat dan Bahan ... 14

3.3 Metode Pengambilan Data ... 18

3.5 Metode Analisis Data ... 23

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

4.1 Iluminasi Cahaya ... 24

4.1.1 Iluminasi cahaya pada medium udara ... 24

4.1.2 Iluminasi cahaya pada medium air ... 31

4.2 Komposisi Hasil Tangkapan ... 35

4.2.1 Komposisi hasil tangkapan total ... 35

4.2.2 Komposisi hasil tangkapan dengan lampu tabung tanpa reflektor ... 41

4.2.3 Komposisi hasil tangkapan dengan lampu tabung bereflektor. ... 46

4.3 Perbandingan komposisi hasil tangkapan. ... 50

5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

5.1 Kesimpulan ... 52

5.2 Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53


(12)

x

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Warna dan panjang gelombang cahaya ... 5

Tabel 2 Alat dan bahan penelitian ... 14

Tabel 3 Nilai iluminasi cahaya lampu tabung tanpa reflektor pada medium udara ... 25

Tabel 4 Nilai iluminasi cahaya lampu tabung bereflektor pada medium udara ... 27

Tabel 5 Nilai iluminasi cahaya lampu tabung tanpa reflektor pada medium air ... 31


(13)

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Macam-macam lampu tabung... 3

Gambar 2 Kedalaman warna cahaya menembus air laut ... 6

Gambar 3 Ilustrasi cara penentuan dan desain konstruksi reflektor lampu tabung ... 15

Gambar 4 Rancangan tudung reflektor . ... 17

Gambar 5 Lampu tabung (tubular lamp) ... 17

Gambar 6 Lampu tabung (tubular lamp) bereflektor ... 18

Gambar 7 Luxmeter dan posisi pengukuran iluminasi cahaya lampu tabung tanpa ... 18

Gambar 8 Sudut pengukuran iluminasi cahaya dengan luxmeter pada medium ... 19

Gambar 9 Ilustrasi operasi penangkapan bagan apung ... 20

Gambar 10 Posisi pemasangan lampu dan pengukuran luminasi cahaya pada ... 20

Gambar 11 Profil iluminasi cahaya lampu tabung tanpa reflektor pada medium ... 26

Gambar 12 Profil iluminasi cahaya lampu tabung bereflektor pada medium udara ... 28

Gambar 13 Perubahan iluminasi cahaya antara lampu tabung tanpa reflektor dan lampu tabung bereflektor pada medium udara ... 30

Gambar 14 Profil iluminasi cahaya lampu tabung tanpa reflektor pada medium air ... 32

Gambar 15 Profil iluminasi cahaya lampu tabung bereflektor pada medium air ... 34

Gambar 16 Komposisi berat hasil tangkapan total bagan apung berdasarkan jenis ... 35

Gambar 17 Komposisi berat hasil tangkapan total bagan apung berdasarkan ... 39

Gambar 18 Komposisi berat hasil tangkapan bagan apung menggunakan lampu ... 42

Gambar 19 Komposisi berat hasil tangkapan bagan apung dengan lampu tabung ... 44

Gambar 20 Komposisi berat hasil tangkapan bagan apung dengan lampu tabung ... 47


(14)

xii

Lampiran 1 Iluminasi cahaya lampu tabung tanpa reflektor pada medium udara ... 58

Lampiran 2 Iluminasi cahaya lampu tabung bereflektor pada medium udara ... 59

Lampiran 3 iluminasi cahaya lampu tabung tanpa reflektor pada medium air ... 60

Lampiran 4 Iluminasi cahaya lampu tabung bereflektor pada medium air ... 61

Lampiran 5 Jenis hasil tangkapan ... 62

Lampiran 6 Data hasil tangkapan menggunakan lampu tabung tanpa reflektor ... 63

Lampiran 7 Data hasil tangkapan lampu tabung bereflektor ... 64

Lampiran 8 Lampu tabung, reflektor, dan mesin genset... 65

Lampiran 9 Bagan alir mesin genset pada bagan apung ... 66

Lampiran 10 Bagan alir mesin genset pada bagan apung ... 67


(15)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bagan adalah alat penangkap ikan yang digolongkan ke dalam kelompok jaring angkat (Subani dan Barus 1989). Tujuan penangkapannya berupa jenis-jenis ikan pelagis kecil. Jenis alat tangkap ini masih banyak digunakan oleh nelayan di Palabuhanratu, Jawa Barat. Alasannya, bagan mudah dioperasikan dan lokasi penangkapannya dekat dengan pantai.

Bagian utama bagan terdiri atas jaring bagan dan alat bantu berupa cahaya. Pengoperasiannya dilakukan dengan cara menurunkan jaring, selanjutnya diterangi oleh cahaya. Ikan-ikan yang bersifat fototaksis positif akan datang dan berkumpul di atas jaring di dalam areal cahaya. Jika diperkirakan jumlah ikan cukup banyak, maka jaring diangkat.

Pada pengoperasian bagan, lampu memegang peranan yang penting. Keberhasilan pengoperasian bagan sangat ditentukan oleh ada tidaknya lampu dan intensitas cahaya yang dipancarkan. Lampu berfungsi sebagai alat bantu untuk memikat dan mengumpulkan ikan di area jaring. Salah satu jenis sumber cahaya yang banyak digunakan pada penangkapan menggunakan bagan adalah lampu petromaks dengan bahan bakar minyak tanah.

Minyak tanah mengalami kenaikan harga yang tinggi, sehingga beberapa nelayan beralih menggunakan jenis lampu tabung (tubular lamp). Jenis lampu ini menggunakan mesin genset sebagai sumber energi listriknya. Mesin genset yang digunakan adalah mesin pembangkit listrik berukuran kecil.

Permasalahan yang terjadi adalah nelayan masih belum menemukan cara paling efektif untuk mengoperasikan lampu tabung (tubular lamp). Beberapa nelayan menggunakan lampu secara apa adanya dengan cara digantungkan di bawah rumah bagan. Sebagian lainnya dilengkapi dengan kap lampu berupa helmet dan baskom. Penelitian ini mencoba untuk memecahkan permasalahan tersebut dengan cara menggunakan reflektor berbentuk kerucut dengan bagian dalam berwarna perak. Upaya ini diharapkan mampu meningkatkan efektifitas bagan apung.


(16)

1.2 Perumusan Masalah

Dalam melakukan pengoperasian bagan, nelayan terbiasa menggunakan cahaya petromaks sebagai alat bantu dalam memikat dan mengumpulkan ikan. Petromaks menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakarnya. Karena minyak tanah mengalami kenaikan harga yang tinggi, beberapa nelayan beralih menggunakan lampu tabung (tubular lamp).

Metode penggunaan lampu tabung yang tepat pada proses penangkapan bagan belum diketahui oleh nelayan. Satu solusi yang dapat dilakukan adalah memfokuskan cahaya lampu tabung pada perairan di sekitar area jaring. Caranya dengan memberikan reflektor. Penggunaan reflektor pada lampu tabung diharapkan dapat meningkatkan efektifitas dalam proses penangkapan bagan apung.

1.3Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan efektivitas penggunaan lampu tabung (tubular lamp) bereflektor pada penangkapan ikan dengan menggunakan bagan apung.

1.4 Manfaat

Manfaat penelitian ini adalah :

1. Sebagai sumber informasi bagi nelayan tentang cara penggunaan lampu tabung (tubular lamp) dalam menangkap ikan menggunakan bagan apung; dan

2. Sebagai masukan untuk penelitian lebih lanjut dalam rangka pemanfaatan kemajuan teknologi perikanan tangkap bagan apung.


(17)

2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lampu Tabung (Tubular Lamp)

Lampu adalah alat untuk menerangi atau pelita, sedangkan lampu tabung sama halnya dengan lampu neon yaitu lampu listrik berbentuk tabung yang berisi gas (www.KamusBahasaIndonesia.org). Menurut Hindarto (2011), terdapat empat jenis lampu listrik yaitu lampu tabung atau lampu TL (tubular lamp), lampu LED (light emitting diode), lampu halogen, dan lampu pijar. Salah satu jenis lampu listrik yang banyak digunakan adalah lampu tabung karena harganya terjangkau dan mudah didapatkan.

Lampu tabung atau lampu TL (tubular lamp) adalah jenis lampu pelepasan gas yang berbentuk tabung dan berisi uap raksa bertekanan rendah. Pada lampu tabung terdapat elektron yang dipancarkan dari dalam tabung dan menyebabkan atom-atom media gas di dalam tabung berpendar atau melepaskan energi cahaya berwarna putih (Pratiwi 2011). Lampu tabung memiliki radiasi sinar ultraviolet yang ditimbulkan oleh ion gas raksa dan lapisan fosfor dalam tabung yang akan dipancarkan berupa cahaya tampak (gejala fluorensensi), sedangkan elektroda yang dipasang pada ujung-ujung tabung berupa kawat lilitan pijar akan menyala bila dialiri listrik (http://www.kumpulanistilah.com/2011/06/pengertian-lampu-tl.html)

Gambar 1 Macam-macam lampu tabung


(18)

Pemanfaatan lampu sebagai alat bantu penangkapan ikan telah berkembang secara cepat sejak ditemukan lampu listrik. Penggunaan lampu tabung sudah banyak digunakan baik untuk penerangan rumah, penerangan pada industri-industri, dan penangkapan akhir-akhir ini. Lampu tabung dapat menghasilkan cahaya output per Watt lebih tinggi dibandingkan lampu bohlam biasa (incandescent lamp) (Dwimirnani 2010). Menurut Pratiwi (2011), lampu tabung lebih hemat energi dan menghasilkan cahaya yang lebih terang dibandingkan dengan lampu pijar.

2.2 Cahaya

Cahaya adalah suatu bentuk energi yang dapat merambat dari suatu benda ke benda lain tanpa memerlukan zat perantara. Transfer energi tersebut dinamakan radiasi (Cayless dan Marsden 1983). Cahaya merupakan pancaran muatan listrik yang dipercepat dan diberi kelebihan energi kalor atau melalui pengosongan muatan listrik (Fridman 1986).

Iluminasi cahaya adalah jumlah pancaran cahaya dalam satu detik yang jatuh pada suatu permukaan bidang (Cayless dan Marsden 1983). Menurut Ben Yami (1987), iluminasi cahaya sangat tergantung pada jenis sumber cahaya dan jarak antara sumber cahaya dengan bidang permukaan. Iluminasi suatu cahaya akan semakin menurun jika jarak dari sumber cahaya semakin meningkat dan apabila cahaya tersebut memasuki medium air. Iluminasi suatu sumber cahaya akan menurun dengan semakin meningkatnya jarak dari sumber cahaya tersebut. Nilai iluminasinya berkurang apabila cahaya memasuki media air. Cayless dan Marsden (1983) mengukur ilumuminasi cahaya dengan menggunakan rumus :

E= I/r2 Keterangan :

E : Iluminasi cahaya (lux) ;

I : Intensitas cahaya (candela) ; dan r : Jarak dari sumber cahaya (m).


(19)

Cahaya dan semua radiasi elektromagnetik merambat dengan kecepatan (3×108) m/detik pada ruang hampa udara. Kecepatan rambatnya akan berkurang jika melewati suatu medium, seperti udara dan gas. Penyebabnya adalah indeks bias kedua medium tersebut lebih kecil dari ruang hampa udara (Cayless dan Marsden 1983).

Cahaya memberikan respon atau daya tarik bagi suatu jenis ikan. Beberapa jenis ikan mempunyai daya rangsang tersendiri terhadap cahaya untuk berkumpul mendekati sumber cahaya menurut warna, posisi dan intensitas cahaya yang dipancarkan. Ben Yami (1976) mengemukakan ada enam macam warna cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda (Tabel 1).

Tabel 1 Warna dan panjang gelombang cahaya

No. Warna cahaya Panjang gelombang (Å)

1. Ultraviolet Lebih pendek dari 3.900

2. Biru 3.900 – 4.550

3. Hijau 4.550 – 4.920

4. Kuning 4.920 – 5.770

5. Orange 5.970 – 6.220

6. Merah 6.220 – 7.700

7. Inframerah Lebih panjang dari 7.700

Kemampuan cahaya untuk menembus air tergantung pada panjang gelombangnya. Semakin pendek gelombang cahaya, maka semakin besar kekuatannya untuk menembus air. Panjang gelombang berbanding terbalik dengan frekuensi. Semakin besar panjang gelombang maka semakin rendah frekuensi cahayanya, dan semakin pendek panjang gelombang maka frekuensi cahayanya akan semakin panjang (Nybakken 1998). Hubungan antara warna gelombang dengan kedalaman dapat dilihat pada Gambar 2.

Cahaya merah dengan panjang gelombang rata-rata 6.220-7.700 Å memiliki energi lebih rendah dibandingkan warna orange dengan panjang gelombang 5.970-6.220 Å. Warna orange lebih rendah frekuensinya dibandingkan frekuensi warna kuning. Warna kuning lebih rendah frekuensinya dibandingkan ferkuensi warna hijau, dan seterusnya. Penyebabnya, panjang gelombang berbanding terbalik dengan frekuensi (Amanda 2012).


(20)

Gambar 2 Kedalaman warna cahaya menembus air laut

(http://blakbin.matasiswa.asia/2011/08/apakah-air-laut-benarbenarberwarna.html)

Warna merah dengan panjang gelombang 620-750 nm akan terserap pada kedalaman air sekitar 20 m dan sesudah itu keberadaannya tersembunyi. Warna orange terserap pada kedalaman sekitar 30 m dan cahaya warna kuning terserap pada kedalaman 50 m. Sekitar 100 meter warna hijau terserap. Pada kedalaman 125 m warna cahaya ultraviolet dan ungu terserap. Warna yang paling terakhir terserap adalah warna biru, yaitu pada kedalaman sekitar 200 m (Amanda 2012).

Pada Gambar 2 jelas terlihat spektrum warna biru mampu menembus air paling dalam. Itulah penyebabnya saat siang hari air laut terlihat dominan berwarna biru, karena sebagian besar terserap spektrum cahaya warna biru. Sedangkan air laut terlihat berwarna merah saat matahari terbenam karena terserap oleh cahaya merah. Warna air laut dapat berubah tergantung kedalaman dan tempatnya. Semakin dalam kedalaman laut, maka semakin berwarna kebiruan (Rusdianto 2011).


(21)

2.3 Reaksi Ikan terhadap Cahaya

Alat tangkap yang sangat mengandalkan cahaya adalah bagan. Cahaya digunakan dalam memikat dan mengumpulkan ikan. Pemanfaatan cahaya sebagai alat bantu penangkapan ikan berkaitan dengan tingkah laku ikan terhadap cahaya. Umumnya ikan mencari makan dengan memanfaatkan indera penglihatan dan menyesuaikan ukuran makanan dengan besar mulutnya (Effendi 1997).

Respon ikan terhadap sumber cahaya dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu phototaxis positif (tertarik untuk mendekati sumber cahaya) dan phototaxis negatif (menjauhi sumber cahaya). Tertariknya ikan pada cahaya disebabkan oleh beberapa hal, antara lain untuk mencari makan dan bergerombol. Peristiwa berkumpulnya ikan di bawah sumber cahaya dapat dibedakan menjadi (Ayodhoya 1981) :

1. Peristiwa langsung, yaitu berkumpulnya ikan karena tertarik oleh cahaya lampu yang digunakan atau ikan bersifat fototaksis positif ; dan

2. Peristiwa tidak langsung, yaitu berkumpulnya ikan karena tujuan mencari makanan (feeding) yang disebabkan oleh adanya plankton dan ikan kecil yang terpikat cahaya. Ikan yang tertarik pada cahaya umumnya menyukai cahaya terang.

Hasil tangkapan bagan apung yang termasuk fototaksis positif diantaranya rebon, teri, dan cumi-cumi. Adapun yang bersifat fototaksis negatif adalah jenis predator seperti layur dan tongkol (Subani dan Barus 1989). Ikan predator mendekat ke arah cahaya untuk mencari makan.

2.4 Bagan

Bagan merupakan jenis alat tangkap tradisional yang banyak digunakan oleh nelayan Indonesia. Menurut Baskoro (1999), ada dua jenis tipe bagan yang ada di Indonesia. Jenis pertama adalah bagan tancap, yaitu bagan yang ditancapkan secara tetap di perairan dengan kedalaman 5-10 m. Jenis yang kedua adalah bagan apung yaitu bagan yang dapat berpindah dari satu daerah penangkapan ke daerah penangkapan lainnya sehingga daerah pengoperasiannya luas. Bagan apung juga merupakan jenis alat tangkap liftnet karena pengoperasiannya dengan cara mengangkat jaring.


(22)

Bagan dikelompokkan ke dalam jaring angkat, karena pengoperasiannya dilakukan dengan menurunkan dan mengangkat jaring secara vertikal. Jaring angkat adalah jaring yang biasanya berbentuk empat persegi panjang, dibentangkan di dalam air secara horizontal dengan menggunakan kayu, bambu, besi, dan tali sebagai rangkanya. Pemasangan jaring angkat ini dapat dilakukan di lapisan tengah, dasar, atau permukaan perairan. Ikan-ikan yang berkumpul di atas jaring, sebagai akibat daya tarik cahaya akan terbawa arus dan tertangkap di dalam jaring bagan (Subani dan Barus 1989). Bagan termasuk kedalam light fishing yang menggunakan lampu sebagai alat bantu untuk menarik perhatian ikan agar berkumpul di bawah cahaya lampu kemudian dilakukan penangkapan dengan jaring yang telah tersedia (Ayodhyoa 1981).

2.4.1 Klasifikasi bagan

International Standard Statistical Classification Fishing Gear (ISSCFG), FAO (1971) mengklasifikasikan bagan ke dalam jaring angkat atau liftnet. Hal ini didasarkan pada cara pengoperasian bagan dengan cara mengangkat jaring.

Pengoperasian bagan sangat tergantung pada cahaya. Von Brandt (1984) mengklasifikasikan bagan ke dalam alat tangkap yang dalam pengoperasiannya menggunakan cahaya sebagai alat bantu untuk memikat ikan. Ikan yang menjadi tujuan penangkapannya adalah jenis-jenis ikan fototaksis positif.

Bagan dikelompokkan ke dalam tiga jenis yaitu bagan tancap, bagan perahu, dan bagan rakit atau bagan apung (Subani dan Barus 1989). Bagan juga dapat diklasifikasikan menjadi bagan dengan satu perahu, bagan dua perahu, bagan rakit, bagan dengan menggunakan mesin, dan bagan rambo. Bagan rambo adalah bagan yang memiliki ukuran yang lebih besar (Baskoro 1999).

Bagan rambo memiliki ukuran yang lebih besar dan konstruksinya tampak lebih kokoh serta jumlah lampu yang digunakan lebih banyak (diatas 30 unit lampu). Perahu bagan dapat dikatakan sebagai bangunan utama dari bagan Rambo karena selain untuk mengapungkan bangunan bagan juga di atasnya terkonsentrasi seluruh peralatan dan merupakan tempat kegiatan pada saat operasi penangkapan. Bentuk dan konstruksi perahu dirancang khusus, yaitu berbentuk pipih memanjang dengan dimensi utama panjang 30,0 m, lebar 2,0 m, dan dalam 3,5 m. Ukuran panjang dan lebar bangunan bagan rambo adalah (32,0 x 30,0) m,


(23)

dirangkai pada sisi kiri dan kanan perahu. Jenis lampu yang digunakan terdapat dua fungsi, yaitu lampu penarik dan lampu yang digunakan untuk memgkonsentrasikan ikan-ikan yang telah tertarik oleh cahaya lampu (Sudirman 2003).

Bagan tancap yaitu bagan yang ditancapkan pada kedalaman kurang lebih 15 m di dasar perairan atau bagan yang dioperasikan pada perairan yang dangkal. Bagan perahu yaitu menggunakan dua perahu sebagai penopang. Jarak antara kedua perahu digunakan sebagai tempat pengoperasian alat tangkap. Bagan rakit atau bagan apung sangat sederhana, mudah pengoperasiannya, mudah dipindah-pindahkan, dan lokasi penangkapan yang dekat dengan pantai. Oleh sebab itu, bagan apung banyak digunakan oleh nelayan (Subani dan Barus 1989).

2.4.2 Bagan apung

Bagan apung adalah suatu alat penangkap ikan yang dioperasikan dengan cara menurunkan jaring ke kolom perairan kemudian diangkat apabila sudah banyak ikan di atasnya, bagian bawah berbentuk rakit sehingga dapat berpindah-pindah ke lokasi yang terdapat banyak ikan. Bagan rakit atau bagan apung diklasifikasikan ke dalam kelompok jaring angkat (lift nets). Dalam pengoperasiannya bagan apung mudah berpindah dari satu daerah penangkapan ke daerah penangkapan lainnya. Lokasi penangkapan bagan apung luas serta memiliki metode pengoperasian yang mudah (Subani dan Barus 1989).

1) Konstruksi bagan apung

Bagan apung terdiri atas jaring, rumah bagan, lampu, penggulung, dan bangunan bagan. Jaring terbuat dari PE (polyethylene) dengan ukuran mata jaring (mesh size) 0,5-1 cm. Jaring tersebut diikatkan pada bingkai bambu berbentuk bujur sangkar berukuran (9 × 9) m. Penggulung berfungsi untuk mengangkat dan menurunkan jaring (Fridman 1986). Konstruksi bagan apung biasanya terbuat dari bambu. Bagan apung disebut juga dengan bagan rakit. Bagan rakit menggunakan rakit yang terbuat dari bambu yang ditempatkan pada kanan dan kiri bagian bawah rumah bagan sebagai alat apung sekaligus landasan rumah bagan (Subani dan Barus 1989).


(24)

Ukuran untuk alat tangkap bagan apung/rakit beragam mulai dari panjang = 13 m; lebar = 2,5 m; dan tinggi = 1,2 m hingga panjang = 29 m; lebar = 29 m; dan tinggi = 17 m. Masing-masing rakit dibuat dari 32 batang bambu yang dirangkai menjadi empat lapis tersusun dari atas ke bawah, sehingga tiap-tiap lapis terdiri dari delapan bambu. Bambu untuk rakit biasanya berdiameter 10-12 cm dan panjang 8 m. Pada tiap rakit dipasang lima buah tiang bambu ke atas, tingginya 2 m berderet dari muka ke belakang. Kedua baris tiang ini saling dihubungkan dengan bambu yang panjangnya 8 m sehingga di atas rakit ini terbentuklah sebuah pelataran (Gofar et al. 1988).

Untuk menjaga keseimbangan serta memperkokoh kedua buah rakit ini, maka di sisi kiri dan kanan rakit dihubungkan dengan dua buah bambu yang berukuran agak besar atau dapat dilakukan dengan merangkapkan bambu yang menghubungkan kedua rakit tersebut (Gofar et al. 1988).

2) Kelengkapan dalam unit penangkapan bagan apung 1. Perahu

Bagan apung menggunakan perahu dalam operasi penangkapannya. Perahu yang digunakan adalah jenis perahu motor tempel. Perahu motor berfungsi untuk mengantarkan nelayan menuju bagan dan mengangkut hasil tangkapan menuju ke darat. Umumnya satu perahu mengangkut 5-15 nelayan yang berasal dari 3-5 bagan apung.

2. Nelayan

Nelayan yang mengoperasikan bagan rakit berjumlah 1-4 orang karena adanya spesifikasi kerja, ada yang memindahkan bagan rakit, menggulung dan ada yang bertugas melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan. Pada bagan PSP, nelayan berjumlah 1 orang melakukan semua aktivitas operasi penangkapan ikan.

3. Alat bantu

Alat bantu yang biasa digunakan adalah berupa sumber cahaya seperti lampu atau petromaks. Cahaya berfungsi untuk menarik perhatian ikan agar berkumpul di bawah rumah bagan, kemudian dilakukan penangkapan dengan jaring yang telah tersedia (Subani dan Barus 1989). Keberhasilan operasi


(25)

penangkapan bagan tergantung pada intensitas cahaya yang dipancarkan pada perairan di sekitar areal bagan.

Alat bantu lainnya dalam memperlancar operasional penangkapan antara lain serok, keranjang, peti, dan radio komunikasi. Serok berfungsi untuk mengangkat hasil tangkapan dari jaring ke atas perahu. Serok umumnya mempunyai ukuran panjang 3,2 m dengan diameter bukaan mulut 50 cm, dan tinggi jaring 60 cm dengan mesh size 0,5 cm terbuat dari bahan PE. Keranjang berfungsi sebagai wadah hasil tangkapan setelah disortir. Peti merupakan tempat penyimpanan hasil tangkapan sebelum dibawa ke darat. Radio komunikasi digunakan berkomunikasi antara juragan laut dan juragan darat (punggawa laut dan punggawa darat), sesama nelayan untuk mengetahui fishing ground, harga ikan, dan hasil tangkapan (Gofar et al. 1988).

3) Metode pengoperasian bagan apung

Pengoperasian bagan apung dilakukan di daerah perairan dangkal sekitar pantai. Sifat bagan apung yang dapat dipindahkan membuat daerah penangkapannya sangat luas. Pengoperasian bagan hanya dilakukan pada malam hari saat bulan gelap dengan menggunakan lampu sebagai alat bantu penangkapan (Subani dan Barus 1989). Operasi penangkapan dilakukan berdasarkan perhitungan bulan. Nelayan tidak melakukan operasi penangkapan selama bulan terang ditambah tujuh hari berikutnya (Monintja dan Martasuganda 1991). Hal ini dikarenakan pada masa tersebut cahaya menyebar ke seluruh permukaan laut dan ikan berada pada area yang sangat luas.

Menurut Iskandar (2001), tahapan-tahapan metode pengoperasian bagan rakit adalah sebagai berikut:

1. Persiapan menuju fishing ground

Sebelum berangkat menuju fishing ground terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dan persiapan terhadap segala sesuatu yang dibutuhkan dalam pengoperasian bagan. Pemeriksaan dan perbaikan terutama dilakukan terhadap lampu dan mesin kapal. Persiapan lain yang dianggap penting adalah kebutuhan perbekalan operasi penangkapan seperti bahan makanan, air tawar, solar, dan minyak tanah. Untuk mengoperasikan satu unit bagan diperlukan 6 orang yang dipimpin oleh seorang nahkoda. Perjalanan menuju fishing ground


(26)

berkisar antara 2-3 jam. Penentuan fishing ground dilakukan oleh nahkoda berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya.

2. Pengumpulan ikan

Ketika tiba di lokasi fishing ground dan hari menjelang malam, maka lampu dinyalakan dan jaring biasanya tidak langsung diturunkan hingga tiba saatnya ikan terlihat berkumpul di lokasi bagan atau ingin masuk ke dalam area cahaya lampu. Namun ada juga nelayan yang langsung menurunkan jaring setelah lampu dinyalakan.

3. Setting

Setelah menunggu beberapa jam dan ikan mulai terlihat berkumpul di lokasi penangkapan, maka jaring diturunkan ke perairan. Jaring biasanya diturunkan secara perlahan-lahan dengan memutar roller. Penurunan jaring beserta tali penggantung dilakukan hingga jaring mencapai kedalaman yang diinginkan. Banyaknya setting tergantung pada keadaan cuaca dan situasi hasil tangkapan, serta kondisi perairan pada saat operasi penangkapan.

4. Perendaman jaring (soaking)

Selama jaring berada di dalam air, nelayan melakukan pengamatan terhadap keberadaan ikan di sekitar areal jaring bagan. Lama jaring berada di dalam perairan (perendaman jaring) bukan bersifat ketetapan, karena nelayan tidak pernah menentukan dan menghitung lamanya jaring di dalam perairan dan kapan jaring akan diangkat namun hanya berdasarkan penglihatan dan pengamatan adanya ikan yang berkumpul di bawah cahaya lampu.

5. Pengangkatan jaring (lifting)

Lifting dilakukan setelah kawanan ikan terlihat berkumpul di lokasi penangkapan. Kegiatan lifting ini diawali dengan pemadaman lampu secara bertahap. Hal ini dimaksudkan agar ikan tidak terkejut dan tetap terkosentrasi pada di sekitar lampu yang masih menyala. Ketika ikan sudah berkumpul di tengah-tengah jaring, jaring tersebut mulai ditarik ke permukaan hingga akhirnya ikan akan tertangkap oleh jaring.

6. Brailing

Setelah bingkai jaring naik ke atas permukaan air, maka tali penggantung pada ujung dan bagian tengah rangka dilepas dan dibawa ke satu sisi kapal, tali


(27)

kemudian dilewatkan pada bagian bawah kapal beserta jaringnya. Tali pemberat ditarik ke atas agar mempermudah penarikan jaring dan lampu dihidupkan lagi. Jaring kemudian ditarik sedikit demi sedikit dari salah satu sisi kapal ke atas kapal. Hasil tangkapan yang telah terkumpul diangkat ke atas dek kapal dengan menggunakan serok.

7. Sorting

Hasil tangkapan bagan apung biasanya terdiri dari beberapa jenis ikan. Oleh karena itu untuk memudahkan penjualan ikan hasil tangkapan maka ikan hasil tangkapan disortir menurut jenis dan ukurannya. Ikan yang disortir ditampung untuk sementara waktu dalam keranjang yang terbuat dari bambu. Ikan yang telah disortir langsung dimasukkan ke dalam wadah atau peti untuk memudahkan pengangkutan.

4) Daerah pengoperasian bagan apung

Pada umumnya daerah pengoperasian alat tangkap bagan apung adalah perairan yang subur, perairan yang tenang, dan tidak banyak adanya gelombang besar, angin kencang maupun arus yang kuat. Umumnya terdapat di perairan teluk (Subani dan Barus 1989). Sifat bagan apung yang mudah dipindahkan membuat daerah penangkapannya sangat luas.

5) Hasil tangkapan bagan apung

Hasil tangkapan bagan apung adalah jenis-jenis ikan pelagis kecil seperti teri (Stolephorus sp), cumi-cumi (Loligo sp), tembang (Sardinella fimbriata), pepetek (Leiognathus sp), sotong (Sepia sp), dan kembung (Rastrelliger sp). Jenis ikan hasil tangkapan sampingan bagan antar lain adalah layur (Trichiurus sp) dan tongkol (Auxis thazard) (Subani dan Barus 1989). Jenis hasil tangkapan bagan apung yang bersifat fototaksis positif diantaranya tembang, teri, rebon, dan kembung. Hasil tangkapan lainnya bersifat fototaksis negatif seperti cumi, layur, dan tongkol.


(28)

3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan dalam tiga tahap yaitu pengukuran iluminasi cahaya pada medium udara, pengoperasian bagan apung, dan pengukuran iluminasi cahaya pada medium air. Pengukuran iluminasi cahaya pada medium udara dilakukan di Laboratorium Teknologi Alat Penangkapan Ikan, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, dan pada medium air dilakukan pengukuran iluminasi cahaya pada saat operasi penangkapan bagan apung.

Operasi penangkapan dilaksanakan pada bulan Agustus-September 2010, menggunakan bagan apung milik Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Lokasi penelitian yaitu di perairan Teluk Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan terbagi menjadi dua bagian yaitu alat pada saat pengukuran iluminasi cahaya pada medium udara, dan operasi penangkapan. Alat penelitian disebutkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Alat dan bahan penelitian

Aktivitas Alat dan bahan yang digunakan

Pengukuran iluminasi cahaya pada medium udara

reflektor kerucut berwarna perak , lampu tabung merek Philips 24 Watt, luxmeter, karton hitam, penggaris, dan tali.

Operasi penangkapan ikan dan pengukuran iluminasi cahaya pada medium air

1 unit bagan apung, mesin pembangkit listrik

berukuran kecil (genset), 4 reflektor kerucut berwarna perak, 4 lampu tabung merek Philips 24 Watt,

luxmeter, serok, termometer, penggaris, meteran dan timbangan digital.

Keterangan : Reflektor kerucut berbahan dasar seng serta dilapisi cat pilox berwarna perak (Lampiran 8).


(29)

Reflektor memiliki ukuran diameter 34 cm, tinggi 25 cm, dan sisi miring 30 cm. Reflektor berbentuk kerucut dibuat dari bahan seng kemudian dilapisi dengan cat pilox berwarna perak (Lampiran 8). Cahaya lampu yang digunakan pada bagan apung menggunakan mesin genset berukuran kecil sebagai sumber listriknya. Mesin genset yang digunakan merek FIRMAN dengan kapasitas output 1.500 Watt dan bahan bakar premium (Lampiran 9). Pembuatan reflektor mengacu pada (Puspito 2006) dalam (Tobing 2008) dan (Prasetyo 2009), dan dijelaskan pada Gambar 3 dan 4.

Keterangan :

PKL : Panjang sisi reflektor (cm) ;

ωs : Sudut antara permukaan air dan cahaya (o) ;

Rs : Jari-jari area air yag tersinari cahaya lampu makimum (cm) ;

rs : Jarak horizontal antara sumber cahaya dengan ujung reflektor (cm) ;

rtk : Jari-jari lingkaran lampu (cm) ;

hkap : Tinggi antara sumber cahaya dan tempat peletakan reflektor (cm) ; dan

hs : Tinggi antara sumber cahaya dan perpotongan antara bidang pantul dan

cahaya datang (cm).

Gambar 3 Ilustrasi cara penentuan dan desain konstruksi reflektor lampu tabung


(30)

Dalam menentukan desain dan konstruksi, pembiasan dianggap tidak ada dan cahaya merambat lurus. Rumus yang digunakan adalah (Puspito 2006) :

Jika kedalaman 8 m, maka H = 9 m (900 cm). Diketahui,

r

tk= 2,5 cm,

R

s = 3,9 m (390 cm), dan

h

kap = (2,2 + 4) cm = 6,2 cm, maka nilai

h

s

, r

s

,

dan

P

KLadalah :

Dengan demikian,

30,46 cm.

Penentuan sudut reflektor juga dilakukan secara manual (tanpa menggunakan rumus) dengan cara menggantungkan lampu tabung dengan perlakuan berupa reflektor kerucut berwarna perak pada ketinggian 1 m kemudian diukur dengan jarak 4-5 m dari sumber cahaya. Cahaya maksimal yang sampai pada jarak 4-5 m, kemudian dihitung sudutnya menggunakan busur derajat. Sudut yang di dapat adalah sekitar 70o . Sudut inilah yang digunakan pada konstruksi reflektor kerucut berwarna perak.

Setelah membuat desain konstruksi reflekor kerucut dan mendapatkan hasil pengukuran yang tepat berdasarkan prosedur Puspito (2006), langkah selanjutnya adalah membuat reflektor kerucut, kemudian dilapisi dengan warna perak menggunakan cat pilox. Penelitian (Tobing 2008) dan (Prasetyo 2009), membuktikan bahwa reflektor berbentuk kerucut dengan lapisan berwarna perak menghasilkan nilai iluminasi tertinggi serta mampu mengabsorsi dan


(31)

memantulkan cahaya sebesar 99% ke dalam perairan dibandingkan dengan reflektor kerucut berwarna lainnya. Gambar 4, 5, dan 6 menunjukkan masing-masing : rancangan tudung reflektor, lampu tabung, dan reflektor kerucut yang digunakan saat penelitian.

Gambar 4 Rancangan tudung reflektor

Gambar 5 Lampu tabung (tubular lamp)

hs+ hkap PKL

r

s

r

s

- r

tk

2r

s


(32)

Gambar 6 Lampu tabung (tubular lamp) bereflektor 3.3 Metode Pengambilan Data

Penelitian menggunakan metode eksperimental fishing, yaitu percobaan dengan mengoperasikan bagan di perairan Teluk Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu 1. survei penelitian, 2. perancangan dan pembuatan reflektor, 3. pengukuran iluminasi cahaya pada medium udara, 4. operasi penangkapan dengan bagan apung di Palabuhanratu, 5. pengolahan data, dan 6. penulisan laporan.

Pengukuran iluminasi cahaya pada medium udara dan air menggunakan luxmeter. Range atau kisaran pengukuran yang digunakan adalah 2000 lux. Artinya, cahaya yang diukur adalah pada kisaran kurang dari 2000 lux atau antara (0-1999) lux. Gambar 7 menunjukkan model pengukuran iluminasi cahaya pada medium udara dan luxmeter yang digunakan sebagai alat pengukur iluminasi.

Gambar 7 Luxmeter dan posisi pengukuran iluminasi cahaya lampu tabung tanpa

Sensor cahaya Cahaya Tombol on/off Tombol

range Layar panel


(33)

Gambar 8 Sudut pengukuran iluminasi cahaya dengan luxmeter pada medium

Pengoperasian bagan dalam penelitian ini menggunakan dua perlakuan. Pada pengoperasian pertama dilakukan operasi penangkapan dengan lampu tabung tanpa reflektor sebagai pembanding. Pada pengoperasian kedua dilakukan operasi penangkapan dengan lampu tabung dilengkapi dengan reflektor. Hasil tangkapan diidentifikasi dan ditimbang bobot totalnya berdasarkan jenis tangkapan. Selanjutnya ikan hasil tangkapan menggunakan reflektor dan tanpa reflektor dibandingkan. Pengujian lampu dilakukan secara bergantian disetiap waktu penangkapan.

Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer berupa data iluminasi cahaya dalam air, iluminasi cahaya di udara, dan hasil tangkapan (Lampiran 1-7). Adapun data sekunder yaitu kondisi laut, suhu, dan arus. Data-data tersebut akan digunakan sebagai bahan pembahasan dalam penelitian ini. Operasi penangkapan bagan dapat diilustrasikan pada Gambar 9 serta posisi pemasangan lampu ditunjukkan pada Gambar 10.


(34)

Gambar 9 Ilustrasi operasi penangkapan bagan apung

Keterangan :

a : Titik tengah kerangka bagan (posisi 0 pengukuran) ; b : Posisi pengukuran 1,3 m;

c : Posisi pengukuran 2,6 m; d : Posisi pengukuran 3,9 m;

e : Posisi penempatan 4 buah lampu; dan f : Kerangka bagan.

Gambar 10 Posisi pemasangan lampu dan pengukuran luminasi cahaya pada 1,3

m

8 m 3,9

8 m

2,6 m

b a

d c f

e

1 m

8 m


(35)

Tahapan operasi penangkapan bagan apung sebagai berikut : Persiapan

Persiapan sebelum melakukan operasi penangkapan yaitu membeli bahan bakar solar sebanyak 1 jerigen atau kurang lebih 6 liter, makanan serta perlengkapan penelitian yaitu 4 reflektor kerucut berwarna perak, 4 lampu tabung merek Philips 24 Watt, luxmeter, serok, termometer, penggaris, meteran, timbangan digital, dan keranjang (tempat hasil tangkapan). Nelayan berangkat menuju bagan secara berkelompok yang terdiri sekitar 20 orang.

Tiba di bagan

Setelah tiba di bagan, alat-alat yang akan dioperasikan disiapkan. Pengecekan mesin genset dan pemeriksaan lampu tabung serta reflektor dilakukan. Lampu tabung dipasang pada reflektor yang telah dibuat. Jaring diturunkan ke dalam perairan. Jaraknya 8 m dari rumah bagan.

Pemasangan lampu tabung

Lampu tabung dengan atau tanpa reflektor diletakkan di bawah rumah bagan dengan jarak 1 m dari permukaan air laut. Pengujian lampu dilakukan secara bergantian pada setiap malamnya. Lampu tabung dan reflector yang digunakan sebanyak 4 buah. Posisi pemasangan lampu pada bagan ditunjukkan pada Gambar 10.

Setting dan Hauling

Waktu setting dan hauling pada penelitian bagan apung dilakukan sebanyak 3 kali, yaitu pada waktu antara 19.00-22.00 WIB, 22.00-01.00 WIB, dan 01.00-03.00 WIB. Jaring dipasang di perairan selama tiga jam. Setelah tiga jam, dilakukan pengangkatan jaring.

Pengangkatan jaring dilakukan ketika ikan-ikan sudah banyak berkumpul di areal jaring. Tandanya adalah di areal sekitar jaring terdapat lingkaran air yang menandakan schooling ikan. Apabila lingkaran yang terlihat kecil berarti ikan yang berkumpul sedikit. Sebaliknya apabila yang terlihat lingkaran besar maka ikan yang berkumpul banyak. Pengangkatan jaring dilakukan secara pelan-pelan dan bertahap agar ikan tetap tenang berada di areal jaring.

Penggunaan lampu tabung tanpa reflektor dan lampu tabung bereflektor dilakukan bergantian seiring dengan kelompok waktu penangkapan dalam satu


(36)

malam operasi. Urutan penggunaan lampu tabung dengan dan tanpa reflektor, berbeda disetiap malamnya.

Pengukuran iluminasi cahaya dalam air

Pengukuran iluminasi cahaya secara horizontal dilakukan dengan menentukan titik yang berjarak 0 m, 1,3 m, 2,6 m dan 3,9 m. Ketiga titik tersebut diukur dari titik tengah kerangka jaring bagan (Gambar 10). Iluminasi cahaya diukur pada setiap kedalaman 1 m hingga kedalaman 9 m di bawah permukaan air pada posisi titik pengukuran iluminasi secara horizontal. Pengukuran iluminasi menggunakan luxmeter dengan skala 2000 lux atau (0-19999) lux.

Lampu tabung tanpa atau dengan reflektor digantungkan pada ketinggian 1 m di atas permukaan air laut. Pengujian lampu tabung bereflektor dan lampu tabung tanpa reflektor dilakukan secara bergantian pada saat operasi penangkapan dalam waktu satu malam dan diulangi lagi pada malam-malam berikutnya. Pengujian lampu dilakukan dengan tenik dan posisi pengukuran yang sama setiap malamnya pada saat operasi penangkapan.

Pendataan hasil tangkapan

Hasil tangkapan pada setiap perlakuan dictat berdasarkan waktu hauling yang berbeda. Bobot total hasil tangkapan pada setiap perlakuan ditimbang dan diidentifikasi jenisnya. Data yang didapat berupa jenis dan berat total hasil tangkapan, jenis dan berat hasil tangkapan perlampu, dan berat berdasarkan spesies. Selanjutnya hasil tangkapan menggunakan reflektor dan tanpa reflektor dibandingkan.

3.4 Asumsi Penelitian

Asumsi dalam penelitian ini adalah suhu, arus, tingkat kecerahan dianggap sama untuk setiap malamnya. Penggunaan lampu tabung tanpa reflektor dan lampu tabung bereflektor diujicobakan secara bergantian dengan urutan berbeda pada setiap malam dengan menggunakan satu unit bagan apung. Penggunaan satu unit bagan apung diasumsikan sama dalam hal kondisi alam yang terjadi pada saat operasi penangkapan, sumberdaya ikan yang tersedia, serta metode pengoperasian bagan apung yang digunakan.


(37)

3.5 Metode Analisis Data

Analisis data menggunakan metode deskriptif komparatif. Metode komparatif yaitu melakukan perbandingan terhadap kedua perlakuan lampu yang berbeda. Metode deskriftif yaitu menjelaskan berupa kalimat dari tabel dan grafik hasil perbandingan yang telah dilakukan.

Perlakuan pertama menggunakan lampu tabung tanpa reflektor dan perlakuan kedua yaitu lampu tabung dengan reflektor. Data yang diambil berupa nilai iluminasi pada medium udara, medium air, dan komposisi hasil tangkapan. Data tersebut diolah secara komparatif kemudian dijelaskan secara deskriftif dengan berbagai pustaka sebagai pendukungnya.

Data hasil penelitian diolah menggunakan software MS-Excell dan Surfer 8.0 untuk melihat pola sebaran cahaya secara vertical dan horizontal. Radar diagram MS-Excell digunakan dalam menampilkan profil iluminasi cahaya pada medium udara. Surfer 8.0 digunakan untuk mengolah data hasil iluminasi cahaya pada medium air, untuk menampilkan profil iluminasi cahayanya.

Surfer (Surface Mapping System) merupakan perangkat lunak untuk pengolahan data spasial dan analisa tiga dimensi. Dalam bidang oseanografi, surfer banyak digunakan untuk mengolah dan menampilkan data batimetri, topografi, arus, pola sebaran dan sebagainya. Surfer juga mempermudah dan mempercepat konversi data ke dalam bentuk peta kontur, plot permukaan. wireframe, vektor, gambar, relief, dan post map (modul praktikum Oseanografi Umum ITK IPB, 2012).


(38)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Iluminasi Cahaya

Pada perikanan bagan, cahaya merambat dari medium udara ke air. Perbedaan kerapatan kedua medium tersebut akan mengurangi iluminasi cahaya yang merambat dari udara ke air. Cahaya yang masuk ke dalam air mengalami pengurangan iluminasi.

Penelitian ini melakukan pengukuran iluminasi cahaya menggunakan lampu tanpa perlakuan dan lampu dengan perlakuan berupa reflektor. Reflektor yang digunakan berupa kerucut berwarna perak yang dipasang di bawah rumah bagan. Lampu tabung tanpa reflektor memancarkan cahaya ke segala arah, sedangkan lampu tabung dengan perlakuan reflektor memancarkan cahaya yang terfokus pada area jaring.

4.1.1 Iluminasi cahaya pada medium udara

1) Lampu tabung (tubular lamp) tanpa reflektor pada medium udara Lampu tabung tanpa reflektor menghasilkan cahaya yang memancar ke segala arah dengan nilai iluminasi yang berbeda. Cahaya dengan iluminasi yang rendah memancar ke arah atas, sedangkan cahaya beriluminasi tinggi ke arah samping dan bawah.

Iluminasi cahaya yang dipancarkan ke arah samping lampu jauh lebih besar dibandingkan dengan ke arah bawah. Penyebabnya, cahaya yang dipancarkan ke arah samping berasal dari permukaan sisi tabung lampu yang lebih luas dibandingkan dengan bagian bawah. Cahaya iluminasi tertinggi terdapat pada sudut 120o dan 240o sebesar 184 lux. Adapun nilai iluminasi terendah adalah pada sudut 0o dan 360o sebesar 32 lux. Nilai iluminasi cahaya pada semua sudut pengukuran relatif tidak sama. Tabel 3 adalah tabel nilai iluminasinya dan Gambar 11 adalah profil cahaya iluminasi lampu tabung tanpa reflektor pada medium udara.


(39)

Tabel 3 Nilai iluminasi cahaya lampu tabung tanpa reflektor pada medium udara Sudut (O) Nilai (lux)

0 / 360 32

15 / 345 55

30 / 330 81

45 / 315 132

60 / 300 144

75 / 285 151

90 / 270 167

105 / 255 171

120 / 240 184

135 / 225 179

150 / 210 173

165 / 195 155

180 153

Sumber : Data primer, 2010

Cahaya yang dipancarkan oleh lampu tabung pada sudut 120o dan 240o berasal dari permukaan sisi luar lampu dan sisi dalam lampu yang melewati celah di antara tabung spiral. Hal ini yang menyebabkan nilai iluminasinya mencapai maksimum sebesar 184 lux. Pada sudut 0o dan 360o, cahaya yang terpancar terhalang oleh kepala lampu, sehingga iluminasinya hanya sedikit yang terukur.

Iluminasi cahaya antara sudut 150o sampai 210o cenderung bernilai sama. Hal ini disebabkan karena pancaran cahaya hanya bersumber dari lampu tabung bagian bawah dan mengarah pada sudut 180o. Karena sumber cahayanya hanya berasal dari bagian bawah lampu, iluminasi yang dihasilkan juga rendah dan relatif sama. Iluminasi terendah pada sudut 0o dan 360o sebesar 32 lux. Hal ini disebabkan karena pada sudut pengukuran tersebut perambatan cahaya terhalang oleh penutup kepala lampu. Gambar 10 menunjukkan bahwa semua bagian sisi tabung, bagian permukaan luar dan dalam memancarkan cahaya ke segala arah. Cahaya yang memancar ke arah atas pada sudut 0o dan 360o terhalang oleh kepala lampu.


(40)

Gambar 11 Profil iluminasi cahaya lampu tabung tanpa reflektor pada medium Pancaran cahaya pada lampu tabung lebih banyak mengarah ke sudut 45o -150o dan 210o-315o atau lebih banyak memancar ke arah samping di sekeliling lampu. Sementara lampu yang digunakan sebagai alat bantu penangkapan pada bagan mensyaratkan arah pancaran cahaya hanya secara mendatar di dalam air. Dengan demikian, lampu tabung lebih memungkinkan jika penggunaannya dengan cara ditenggelamkan.

Jika lampu tabung digantungkan di atas permukaan air, maka jarak antara lampu dengan air sebaiknya tidak terlalu jauh. Ini dimaksudkan agar seluruh cahaya yang memancar ke samping masuk ke dalam air. Adapun jika lampu ditenggelamkan ke dalam air, maka jarak antara lampu dengan permukaan air juga diusahakan agar tidak terlalu jauh. Pemasangan lampu dengan jarak yang jauh di dalam air mengakibatkan cahaya lampu yang memancar ke arah samping semakin berkurang. Semakin berkurangnya pancaran cahaya ke arah samping menyebabkan cahaya yang masuk ke dalam perairan akan tinggi. Dengan demikian, pancaran cahaya yang masuk ke dalam perairan dapat menarik ikan untuk mendekati cahaya meskipun keberadaan ikan jauh dari sumber cahaya.

Nilai iluminasi (lux) Profil iluminasi cahaya


(41)

2) Lampu tabung (tubular lamp) bereflektor pada medium udara

Penggunaan lampu tabung bereflektor ditujukan agar pancaran cahaya memusat ke arah bawah. Pancaran cahaya ka arah samping menghasilkan nilai iluminasi 0 lux, karena terhalang oleh dinding reflektor. Pancaran cahaya ke arah bawah bernilai iluminasi tinggi, karena merupakan akumulasi iluminasi dari cahaya langsung dan cahaya pantul. Pengukuran iluminasi cahaya lampu tabung bereflektor pada setiap sudut pengukuran memberikan nilai yang sangat berbeda. Nilai iluminasi cahaya lampu tabung bereflektor ditunjukkan pada Tabel 4 dan profil iluminasi cahayanya dijelaskan pada Gambar 12.

Tabel 4 Nilai iluminasi cahaya lampu tabung bereflektor pada medium udara

Sumber : Data primer, 2010

Tabel 4 menunjukkan nilai iluminasi cahaya lampu tabung bereflektor pada medium udara. Pada sudut 0o sampai sudut 90o dan sudut 270o sampai sudut 360o memiliki nilai iluminasi 0 lux. Iluminasi cahaya tertinggi sebesar 562 lux terdapat pada sudut 180o. Iluminasi cahaya bernilai rendah pada sudut 105o dan 255o sebesar 28 lux. Pada sudut 120o dan 240o nilai iluminasi cahaya yang dihasilkan meningkat mencapai 312 lux. Pada sudut 90o sampai 180o mengalami peningkatan iluminasi cahaya yang tinggi, sebaliknya pada sudut 180o sampai 270o nilai iluminasi cahayanya menurun secara signifikan.

Penggunaan reflektor pada lampu tabung berfungsi sebagai pemantul dan pengarah cahaya agar terfokus ke bawah. Pada Gambar 12 ditampilkan arah pancaran cahaya lampu tabung berefektor pada medium udara. Cahaya yang

Sudut (o) Nilai (lux)

0 / 360 0

15 / 345 0

30 / 330 0

45 / 315 0

60 / 300 0

75 / 285 0

90 / 270 0

105 / 255 28

120 / 240 312

135 / 225 427

150 / 210 512

165 / 195 536


(42)

memancar ke arah atas dan samping pada sudut 0o sampai 90o dan 270o sampai 360o bernilai 0. Penyebabnya, pancaran cahaya terhalang oleh dinding reflektor. Dinding reflektor memantulkan cahaya dan memancarkan cahaya ke arah bawah, sehingga pancaran cahaya ke arah atas bernilai iluminasi 0.

Gambar 12 Profil iluminasi cahaya lampu tabung bereflektor pada medium udara Iluminasi cahaya yang dipancarkan lampu tabung bereflektor tidak terukur pada sudut 0o sampai 90o dan sudut 90o sampai 270o, karena terhalang oleh kepala lampu dan dinding reflektor. Berbeda halnya dengan iluminasi cahaya pada sudut 180o yang mencapai nilai maksimal sebesar 562 lux. Cahaya yang dipancarkan pada sudut tersebut berasal dari permukaan bawah lampu tabung secara langsung serta cahaya yang dipantulkan dari dinding reflektor ke arah bawah. Karena peristiwa pemantulan inilah nilai iluminasi cahayanya mencapai maksimal.

Iluminasi cahaya pada sudut 105o dan 255o bernilai iluminasi cahaya rendah sebesar 28 lux karena sumber cahayanya hanya berasal dari sebagian sisi luar tabung dan dalam yang keluar melalui celah antar ulir. Iluminasi cahaya mencapai maksimal pada sudut 180o sebesar 562 lux, karena pada sudut tersebut iluminasi cahaya yang dihasilkan berasal dari cahaya pantul dari seluruh luas permukaan reflektor dan pancaran cahaya langsung dari bagian bawah, sisi permukaan luar dan dalam lampu tabung secara langsung. Selain itu, pancaran cahaya pada sudut

Nilai iluminasi (lux) Profil iluminasi cahaya


(43)

180o merambat lurus tanpa terhalang oleh dinding reflektor. Banyaknya cahaya pancaran lampu dan cahaya pantul menyebabkan nilai iluminasi tinggi.

Nilai iluminasi cahaya terkecil pada sudut 115o dan 255o sebesar 28 lux. Hal ini terjadi karena pengaruh kemiringan sudut reflektor. Kemiringan sudut reflektor sekitar 60o-70o. Pengukuran dilakukan pada jarak 1 m dari lampu. Pancaran cahaya yang terjadi pada sudut 115o dan 255o tidak mendapat pantulan dan cahaya hanya berasal lampu tabung secara langsung.

Pancaran cahaya lampu tabung bereflektor lebih banyak mengarah pada sudut 105o sampai 255o atau lebih banyak memancarkan cahaya ke arah bawah. Hal ini disebabkan bentuk reflektor lampu tabung berupa kerucut berperan dalam memusatkan cahaya, sedangkan warna perak pada reflektor lampu tabung berperan dalam memantulkan cahaya sampai 99%. Penggunaan reflektor berbentuk kerucut dan berwarna perak menyebabkan cahaya terfokus pada daerah bawah dan menghasilkan nilai iluminasi yang tinggi sebesar 562 lux.

Penggunaan lampu sebagai alat bantu penangkapan pada bagan mensyaratkan arah pancaran cahaya mendatar dan terfokus ke dalam perairan. Penggunaan lampu tabung bereflektor menghasilkan iluminasi cahaya ke arah bawah yang tinggi. Dengan demikian, penggunaan lampu tabung bereflektor sangat baik diterapkan pada proses penangkapan ikan dengan bagan.

3) Perubahan dan perbedaan nilai iluminasi cahaya pada medium udara antara lampu tabung tanpa reflektor dengan lampu tabung bereflektor Iluminasi cahaya pada medium udara antara lampu tabung tanpa reflektor dan lampu tabung bereflektor memiliki nilai dan profil iluminasi yang berbeda. Nilai iluminasi cahaya pada lampu tabung tanpa refektor relatif kecil antara 32-184 lux. Penambahan reflektor pada lampu tabung menghasilkan pantulan cahaya yang maksimal, sehingga iluminasi cahayanya meningkat mencapai 562 lux. Perubahan nilai iluminasi cahaya ketika diberi perlakuan reflektor kerucut berwarna perak ditunjukkan pada Gambar 13.


(44)

Gambar 13 Perubahan iluminasi cahaya antara lampu tabung tanpa reflektor dan lampu tabung bereflektor pada medium udara

Gambar 13 menjelaskan perbedaan nilai iluminasi cahaya antara lampu tabung tanpa reflektor dengan lampu tabung bereflektor. Pada sudut antara 0o-90o, dan 270o-360o nilai iluminasi cahaya pada lampu tabung bereflektor tidak terukur sehingga nilai iluminasinya 0 lux. Hal ini berbeda dengan lampu tabung tanpa reflektor yang memiliki nilai iluminasi antara 32-167 lux. Pada sudut pengukuran tersebut lampu tabung tanpa reflektor memancarkan cahaya ke segala arah tanpa adanya hambatan. Adapun pada lampu tabung bereflektor pancaran cahaya terhalang oleh tudung reflektor.

Garis berwarna biru terlihat agak mendatar dengan bertambahnya nilai iluminasi relatif rendah disetiap sudutnya dibandingkan lampu tabung bereflektor. Penurunan iluminasi terjadi pada sudut 120o, 150o, dan 180o . Garis berwarna merah menunjukkan nilai iluminasi pada lampu tabung menggunakan reflektor. Garis yang terbentuk adalah parabola yang menunjukkan adanya kenaikan nilai. Nilai iluminasi meningkat secara signifikan dari sudut 90o ke sudut 180o. Perbedaan nilai iluminasi terlihat jelas antara sudut 90o-180o yaitu pada lampu tabung tanpa reflektor mengalami penurunan, sedangkan pada lampu tabung bereflektor mengalami peningkatan nilai iluminasi yang sangat tinggi mencapai 562 lux.


(45)

4.1.2 Iluminasi cahaya pada medium air

1) Lampu tabung (tubular lamp) tanpa reflektor pada medium air

Lampu tabung tanpa reflektor memancarkan cahaya ke segala arah di areal perairan. Iluminasi cahaya yang dihasilkan memiliki nilai yang berbeda. Datanya ditunjukkan pada Tabel 5 dan profil iluminasi cahaya dijelaskan pada Gambar 14. Iluminasi cahaya pada medium air menggunakan lampu tabung tanpa reflektor hanya dapat terukur pada kedalaman 6 m. Hal ini berbeda dengan hasil ketika diberikan perlakuan reflektor yang mampu mencapai kedalaman 9 m. Iluminasi tertinggi adalah pada kedalaman 1 m dan yang terendah adalah 6 m. Iluminasi berkurang seiring bertambahnya kedalaman.

Tabel 5 Nilai iluminasi cahaya lampu tabung tanpa reflektor pada medium air D (m)

Titik Pengukuran (m) & Nilai iluminasi (lux)

3,9 2,6 1,3 0 1,3 2,6 3,9 -1 7,8 33,3 54,5 51,7 54,5 33,3 7,8 -2 9,2 23,7 33,7 27,7 33,7 23,7 9,2 -3 6,4 12,3 17,8 12 17,8 12,3 6,4

-4 3,3 9,9 6,8 5,9 6,8 9,9 3,3

-5 1,1 6,6 3,3 2 3,3 6,6 1,1

-6 0,1 2 1,8 1,3 1,8 2 0,1

Sumber : Data primer, 2010

Pada Gambar 14 ditunjukkan profil iluminasi cahaya lampu tabung di dalam medium air. Iluminasi cahaya tertinggi berada pada titik pengukuran 2,6 m pada kedalaman 1 m sebesar 54,5 lux. Arah pancaran cahaya yang terjadi menyebar ke segala arah dan memiliki nilai iluminasi cahaya yang berbeda di setiap titik pengukuran dan kedalaman. Penggunaan lampu tabung tanpa perlakuan reflektor dengan cara menggantungkan lampu apa adanya di bawah rumah bagan, membuat arah pancaran menyebar ke segala arah tidak terfokus sehingga iluminasi yang dihasilkan relatif kecil.


(46)

.

Gambar 14 Profil iluminasi cahaya lampu tabung tanpa reflektor pada medium air Nilai iluminasi cahaya yang terukur berkisar antara 0,1-54,5 lux. Iluminasi cahaya yang tinggi rata-rata terjadi pada kedalaman 1-3 m. Pada kedalaman 4-5 m, nilai iluminasi cahaya cenderung rendah. Iluminasi terendah terjadi pada titik pengukuran 3,9 m pada kedalaman 6 m. Semakin jauh sumber cahaya, nilai ilumnasi cahaya akan semakin berkurang.

Pancaran cahaya lampu tanpa reflektor mencapai kedalaman 6 m di bawah permukaan laut. Iluminasi cahaya tertinggi adalah 54,5 lux pada kedalaman 1 m di bawah permukaan laut. Arah pancaran cahaya menyebar ke segala arah. Cahaya tidak dipantulkan atau dibiaskan sehingga kekuatan iluminasinya kecil.

Pada Gambar 14 terlihat bahwa cahaya terang pada kedalaman 1-2 m. Hingga kedalaman 3 m pancaran cahaya masih terang meskipun sedikit. Pada kedalaman 3-6 m pancaran cahayanya semakin sedikit. Pada kedalaman 6 m ke bawah, pancaran cahaya tidak terlihat.

Jarak posisi pengukuran (m)

K

eda

la

m

an

(m


(47)

Dengan demikian dapat diartikan bahwa posisi kedalaman yang dekat dengan sumber cahaya mempunyai iluminasi yang tinggi. Hal ini disebabkan karena semakin bertambah kedalaman, maka semakin kecil nilai iluminasi yang dihasilkan. Karena iluminasi cahaya berbanding lurus dengan jarak. Hal ini dapat dibuktikan dengan rumus E = I/r2. Dimana E adalah nilai iluminasi cahaya (lux), I adalah nilai intensitas cahaya (c = Cd), dan r2 adalah jarak dari sumber cahaya (Cayless dan Maersdeen 1983).

2) Lampu tabung (tubular lamp) bereflektor pada medium air

Penggunaan reflektor pada lampu tabung ditujukan agar arah pancaran cahaya terpusat ke arah bawah bagan. Cahaya yang dipancarkan lampu tabung bereflektor sebagian masuk kedalam air dan sebagian lainnya dipantulkan oleh permukaan air. Profil iluminasi dihasilkan saat proses penangkapan bagan apung. Iluminasi tertinggi ada pada posisi 1,3 m pada kedalaman 1 m di bawah permukaan laut. Iluminasi semakin menurun seiring dengan bertambahnya kedalaman perairan. Pada posisi 3,9 m dengan kedalaman 7 m, nilai iluminasinya tidak terukur. Pada posisi (0 , 1,3 , 2,6 , dan 3,9) m, pada kedalaman kurang dari 7 m di bawah permukaan laut memiliki nilai iluminasi yang rendah. Tabel 6 menunjukkan nilai iluminasi cahaya lampu tabung bereflektor dan Gambar 15 menjelaskan profil iluminasinya.

Tabel 6 Nilai iluminasi cahaya lampu tabung bereflektor pada medium air D (m)

Titik pengukuran (m) & nilai iluminasi (lux)

3,9 2,6 1,3 0 1,3 2,6 3,9

-1 5,5 19,25 63 162,5 63 19,25 5,5 -2 4,8 16,5 41,25 78,3 41,25 16,5 4,8 -3 3,5 13,25 33,25 29,0 33,25 13,25 3,5 -4 3,3 11,3 22 19,7 22 11,3 3,3 -5 1,8 9 12,8 10,3 12,8 9 1,8 -6 0,8 6,25 7,25 1,8 7,25 6,25 0,8 -7 0 3,5 3,75 1,0 3,75 3,5 0

-8 0 1,75 2 2,3 2 1,75 0

-9 0 0,5 0,3 0,8 0,3 0,5 0 Sumber : Data primer, 2010


(48)

Jarak posisi pengukuran (m)

Gambar 15 Profil iluminasi cahaya lampu tabung bereflektor pada medium air Gambar 15 menunjukkan profil sebaran cahaya lampu tabung bereflektor berdasarkan nilai iluminasinya. Iluminasi cahaya tertinggi pada lampu tabung bereflektor adalah sebesar 162,5 lux pada posisi pengukuran 1,3 m kedalaman 1 m di bawah permukaan air laut. Iluminasi cahaya pada lampu tabung bereflektor lebih besar daripada lampu tabung tanpa reflektor. Penyebabnya adalah, cahaya yang masuk ke dalam perairan merupakan hasil pantulan dari reflektor dan cahaya lampu itu sendiri sehingga nilai iluminasinya tinggi. Arah pancaran cahaya yang terjadi adalah memusat ke arah bawah perairan, sehingga pada kedalaman 9 m, nilai iluminasinya masih terukur.

Iluminasi cahaya yang terjadi setelah menggunakan reflektor mencapai kedalaman 9 m di bawah permukaan air laut. Penggunaan reflektor kerucut dan berwarna perak berfungsi dalam pemantulan dan pemusatan cahaya pada bagan apung. Penggunaan cahaya yang terfokus diharapkan mampu meningkatkan efektifitas penangkapan ikan dengan bagan.

K

eda

la

m

an

(m


(49)

4.2 Komposisi Hasil Tangkapan 4.2.1 Komposisi hasil tangkapan total 1) Berdasarkan jenis organisme

Komposisi jenis hasil tangkapan total bagan terdiri atas kembung (Rastreliger sp), tembang (Sardinella fimbriata), tongkol (Auxis thazard), bawal (Pampus argentus), cumi-cumi (Loligo sp), teri (Stolephorus sp), layur (Trichiurus sp), dan rebon (Mysis sp). Hasil tangkapan didominasi oleh jenis ikan pelagis kecil. Berat setiap jenis hasil tangkapan tersebut dijelaskan pada Gambar 16.

Hasil tangkapan secara total menghasilkan jenis ikan yang berbeda. Hal ini disebabkan karakteristik sumberdaya ikan di Palabuhanratu beraneka ragam (multispesies). Faktor lainnya adalah pengaruh musim dan teknologi proses penangkapan ikan yang menyebabkan banyak atau sedikitnya hasil tangkapan.

Gambar 16 Komposisi berat hasil tangkapan total bagan apung berdasarkan jenis

Jenis tembang merupakan hasil tangkapan terberat. Beratnya mencapai 65,8 kg atau 41% dari berat total tangkapan. Selanjutnya kembung seberat 28,2 kg (18%), diikuti oleh bawal 20,5 kg (13 %), cumi-cumi 16,5 kg (10%), tongkol 14 kg (9%), layur 8 kg (5%), teri 5 kg (3%), dan rebon 3 kg (2%).

Tembang bersifat fototaksis positif yang menyenangi cahaya terang. Habitatnya di sepanjang perairan pantai dan merupakan spesies permukaan (Gunarso 1988). Pengoperasian bagan di perairan pantai dengan menggunakan


(50)

alat bantu cahaya menyebabkan jenis tembang banyak tertangkap. Apalagi waktu penangkapan dilakukan pada bulan Agustus dan September.

Organisme dominan kedua yang tertangkap adalah kembung yang merupakan jenis ikan fototaksis positif (Pasaribu 1967). Kembung merupakan ikan pelagis yang daerah penyebarannya luas, selalu hidup bergerombol, dapat berenang dengan cepat, dan menyukai makanan berupa zooplankton (Gunarso 1988). Penggunaan cahaya pada bagan mengakibatkan terdapat banyak plankton di sekitar bagan dan otomatis mengundang kembung datang. Kedua hal inilah yang menyebabkan kembung banyak tertangkap.

Tembang dan kembung sangat mungkin tertangkap oleh bagan. Penyebabnya, musim penangkapan kedua jenis ikan ini berlangsung sepanjang tahun. Data statistik PPN Palabuhanratu (2009) menyebutkan, tembang dan kembung di daratkan sepanjang tahun.

Kembung biasanya hidup lebih mendekati pantai dan membentuk gerombolan besar. Daerah penyebarannya di perairan pantai Indonesia dengan konsentrasi terbesar di Laut Jawa (Suhendra et al 1990). Dapat dipastikan bahwa Palabuhanratu terdapat sumberdaya ikan kembung yang relatif banyak. Penangkapan menggunakan bagan cukup efektif dalam menangkap ikan kembung. Hal ini dikarenakan, kembung cenderung berada di permukaan perairan pada malam hari dan mencari cahaya. Pasaribu (1967) mengatakan bahwa pada malam hari dalam keadaan gelap, kembung berada di lapisan permukaan. Bagian punggung ikan ini kelihatan berkilau-kilau. Adanya cahaya menyebabkan kembung mudah terlihat. Itulah sebabnya kenapa penangkapan kembung umumnya dilakukan pada malam hari dalam keadaan gelap.

Bawal termasuk ikan karnivora pemakan daging, hidup bergerombol dalam jumlah yang kecil dan mencari mangsa ikan kecil dan udang. Ini terlihat dari bentuk giginya yang tajam. Ikan ini tergolong predator sejati. Bawal yang tertangkap bagan kemungkinan besar sedang mencari makanan berupa ikan-ikan kecil dan udang di sekitar bagan (Dirjen Perikanan Budidaya 2011). Subani (1989) menambahkan bawal merupakan hasil tangkapan sampingan bagan apung.

Jenis tangkapan lainnya berupa cumi-cumi 16,5 kg, atau 10% dari total tangkapan. Cumi-cumi digolongkan sebagai hewan karnivora karena cumi-cumi


(51)

memakan udang dan ikan-ikan pelagis kecil yang ditangkap dengan tentakelnya (Barnes 1987). Menurut Raharjo dan Bengen (1984), komponen makanan yang paling sering ditemukan dalam lambung cumi-cumi adalah ikan-ikan kecil dan crustacea.

Habitat cumi-cumi adalah di dasar perairan. Brodziak and Hendrickson (1999), mengatakan bahwa cumi-cumi digolongkan sebagai organisme demersal karena sering berada di dasar perairan. Cumi-cumi melakukan pergerakan diurnal. Pada siang hari cumi-cumi berkelompok di dekat dasar perairan dan menyebar di kolom perairan pada malam hari. Cumi-cumi tertangkap karena mendekat ke arah bagan akibat rangsangan cahaya dan mencari makanan berupa ikan-ikan pelagis kecil.

Tongkol yang tertangkap bagan seberat 14 kg (9%). Jenis ikan ini merupakan hasil tangkapan sampingan pada bagan apung. Tongkol merupakan jenis ikan pelagis, hidup di perairan pantai dan oseanis, dapat mencapai panjang 58 cm, dan tersebar luas di perairan tropis dan sub tropis (Paristiwady 2006). Jenis tongkol adalah pemakan ikan-ikan kecil, seperti teri, larva ikan sardine, dan cumi-cumi. Tongkol hanya tertangkap bagan pada sore hari di saat langit masih terang. Menurut Gunarso (1988), tongkol tergolong kelompok jenis ikan predator diurnal. Keberadaan ikan-ikan kecil di sekitar bagan akan mengundang tongkol untuk datang.

Layur tersebar luas pada semua perairan tropis dan sub tropis di dunia (Matsuda et al 1975). Ikan ini menyebar hampir di semua perairan pantai Indonesia (Dirjen Perikanan Tangkap 1979). Beberapa jenis layur, menurut Nontji (1987), banyak terdapat di perairan pantai Pulau Jawa.

Menurut Badrudin et al (2004), layur termasuk ikan buas. Hal ini terlihat dari susunan gigi-giginya yang tajam. Makanannya adalah hewan berukuran kecil, seperti rebon, larva udang dan ikan-ikan kecil (teri, sardin, dan larva layur). Layur tertangkap karena mencari makan di sekitar bagan. Layur hidup pada perairan pantai yang dalam dengan dasar lumpur. Walau digolongkan dalam jenis ikan demersal, ikan jenis ini biasanya muncul ke pemukaan pada waktu senja untuk mencari makan (Wewengkang 2002).


(52)

Teri dan rebon adalah organisme yang paling sedikit tertangkap pada bagan apung. Padahal teri dan rebon adalah komoditas utama hasil tangkapan bagan. Teri tertangkap seberat 5 kg dan udang rebon tertangkap paling sedikit seberat 3 kg. Sedikitnya hasil tangkapan teri dan rebon disebabkan oleh keberadaan predator yang cukup banyak di area jaring bagan apung serta musim ikan yang terjadi. Selain itu, pengoperasian bagan antara Agustus-September bukan musim teri. Puncak-puncak musim teri berlangsung antara April-Mei dan Desember-Januari (Hutomo et al 1987).

Jenis teri memiliki variasi pergerakan renang yang jelas di kedalaman tertentu pada waktu siang hari. Jenis ikan ini akan muncul ke permukaan pada waktu malam. Dengan bantuan cahaya yang maksimal, teri akan muncul ke permukaan laut. Teri bersifat fototaksis positif (Gunarso 1988).

Teri tertangkap pada bagan apung karena memiliki respon yang positif terhadap cahaya. Selain itu, ikan teri memiliki tingkah laku hidup bergerombol yang memudahkan ikan tertangkap pada bagan. Pada saat musim puncak, teri merupakan hasil tangkapan utama pada bagan apung.

2) Berdasarkan waktu penangkapan

Hasil tangkapan bagan berdasarkan waktu penangkapan agak berbeda, baik dalam jenis maupun berat tangkapan. Komposisi jenis ikan pada waktu penangkapan antara pukul 19.00-22.00 meliputi tembang seberat 20 kg, kembung (10,5 kg), tongkol (8,1 kg), layur (5 kg), dan teri (2 kg). Waktu penangkapan antara 22.00-01.00 meliputi tembang (23,8 kg), kembung (11 kg), dan cumi-cumi (1,5 kg). Adapun waktu penangkapan 01.00-04.00 mendapatkan tembang (22 kg), kembung (6,7 kg), bawal (20,5 kg), cumi-cumi (15 kg), tongkol (6,9 kg), layur (3 kg), teri (3 kg), dan rebon (3 kg). Komposisi berat setiap jenis tangkapan bagan berdasarkan waktu penangkapan dijelaskan pada Gambar 17.


(53)

Gambar 17 Komposisi berat hasil tangkapan total bagan apung berdasarkan

Berdasarkan Gambar 17, komposisi jenis tangkapan terbanyak pada waktu penangkapan antara pukul 01.00-04.00 dengan 8 jenis ikan seberat 79,1 kg. Posisi kedua antara pukul 22.00-01.00 seberat 45,6 kg dengan 3 jenis ikan, dan yang paling sedikit adalah waktu penangkapan antara pukul 19.00-22.00 seberat 36,3 kg dengan 5 jenis ikan. Komposisi berat total berdasarkan interval waktu dipengaruhi oleh tingkah laku waktu makan ikan. Ikan jenis tembang dan kembung tertangkap di ketiga waktu penangkapan.

Pada penangkapan pertama antara pukul 19.00-22.00 keberadaan tembang dan kembung banyak terlihat di perairan. Tembang adalah fototaksis positif atau peka terhadap cahaya, sedangkan kembung tergolong ikan pemakan plankton hewani (Gunarso 1988). Pengoperasian bagan menggunakan cahaya dengan cepat mengundang plankton untuk datang. Keberadaan tembang dan kembung dalam jumlah yang besar serta ketepatan waktu makan inilah yang menyebabkan tembang dan kembung banyak tertangkap disemua waktu penangkapan.

Tembang paling banyak tertangkap pada waktu penangkapan pukul 22.00-01.00 seberat 23,8 kg, selanjutnya antara pukul 22.00-01.00-04.00 seberat 22 kg dan pukul 19.00-22.00 seberat 20 kg. Pada penangkapan pertama (19.00-22.00), tembang masih banyak tertangkap daripada ikan jenis lainnya, namun paling sedikit jika dibandingkan dengan waktu penangkapan kedua (22.00-01.00) dan ketiga (01.00-04.00). Hal ini sesuai dengan pendapat Tupamahu (2003) yang menjelaskan bahwa indeks kandungan isi lambung ikan tembang pada pukul


(1)

Lampiran 6 Data hasil tangkapan menggunakan lampu tabung tanpa reflektor

Hauling Jenis ikan WT (kg)

Rabu, 4 Agustus 2010

1 Kembung 0,5

2 Tembang 2

2 Kembung 1

Sabtu, 7 Agustus 2010

2 Tembang 0,5

3 Tembang 1

3 Kembung 1,2

Sabtu, 14 Agustus 2010

1 Kembung 3,5

1 Tongkol 5

1 Tembang 0,7

2 Tembang 0,8

3 Tembang 0,4

Jumat, 20 Agustus 2010

2 Tembang 1,2

2 Kembung 2

3 Tembang 1,3

Senin, 23 Agustus 2010

1 Tembang 1

2 Tembang 1,3

3 Tembang 0,6

Minggu, 29 Agustus 2010

1 Tembang 0,5

2 Tembang 0,6

3 Tembang 0,7

3 Layur 3

Kamis, 2 September 2010

1 Tembang 2,3

2 Kembung 0,5

3 Kembung 0,5

Senin, 20 September 2010

1 Tembang 0,3

1 Layur 5

1 Teri 2

2 Tembang 0,6

3 Tembang 1,3

3 Teri 3

Hauling Jenis ikan WT (kg)

Minggu, 26 September 2010

2 Tembang 0,9

3 Kembung 1,3

3 Tembang 1,5

Rabu, 29 September 2010

1 Kembung 1,3

2 Kembung 0,3

3 Kembung 0,2

Selasa, 17 Agustus 2010

1 Tembang 1,3

2 Kembung 0,7

3 Cumi 8,5

3 Rebon 3

Rabu, 1 Sepetember 2010

1 Kembung 0,8

2 Tembang 0,5

3 Tembang 0,5

3 Rebon

Jenis Ikan Hauling Total

1 2 3

Teri 2 0 3 5,0

Layur 5 0 3 8,0

Kembung 6,1 4,5 3,2 13,8

Tembang 6,1 8,4 7,3 21,8

Tongkol 5 0 0 5,0

Rebon 0 0 3 3,0

Cumi 0 0 8,5 8,5

Total 24,2 12,9 28 65,1

Keterangan:

Hauling 1 : pukul 19.00-22.00 WIB

Hauling 2 : pukul 22.00-01.00 WIB

Hauling 3 : pukul 01.00-04.00 WIB


(2)

Lampiran 7 Data hasil tangkapan lampu tabung bereflektor

Hauling Jenis Ikan WT (kg) Selasa, 3 Agustus 2010

1 Tembang 1,5

2 Tembang 2,2

2 Kembung 3

2 Cumi 0,5

3 Tembang 1,1

Jumat, 6 Agustus 2010

1 Tembang 1,5

2 Tembang 2,2

2 Kembung 3

2 Cumi 0,5

3 Tembang 1,1

Kamis, 12 Agustus 2010

1 Tembang 2,1

1 Kembung 2

2 Tembang 1,7

2 Kembung 0,9

3 Tembang 1,9

Jumat, 13 Agustus 2010

1 Tongkol 3,1

1 Kembung 0,5

1 Tembang 2,3

2 Tembang 2,7

3 Tembang 0,9

3 Tongkol 3,4

Senin, 16 Agustus 2010

1 Tembang 1,1

2 Tembang 0,8

3 Tembang 2,5

Hauling Jenis Ikan WT (kg)

3 Tongkol 2,5

Selasa, 31 Agustus 2010

1 Tembang 3,4

2 Tembang 2,3

2 Kembung 0,7

3 Tembang 6.3

Rabu, 15 September 2010

2 Tembang 2,2

2 Kembung 0,4

3 Tembang 5,5

3 Cumi 3,5

Rabu, 22 September 2010

1 Kembung 1,2

2 Tembang 1,5

2 Kembung 0.5

3 Tembang 1

3 Tongkol 0,5

Sabtu, 28 September 2010

1 Tembang 0,5

1 Kembung 0,7

2 Tembang 1,5

2 Cumi 1

2 Tongkol 5,5

Jumat, 1 Oktober 2010

2 Kembung 1,5

3 Kembung 0,8

3 Tembang 0,5

3 Bawal 20,5

3 Tongkol 2,5

Jenis Ikan Waktu penangkapan Total

1 2 3

Kembung 4,4 6,5 3,5 14,4

Tembang 13,9 15,4 14,7 44,0

Tongkol 3,1 0 5,9 9,0

Bawal 0 0 20,5 20,5

Cumi 0 1,5 6,5 8,0

Total 21,4 23,4 51,1 95,9

Keterangan:

Hauling 1 : pukul 19.00-22.00 WIB

Hauling 2 : pukul 22.00-01.00 WIB

Hauling 3 : pukul 01.00-04.00 WIB


(3)

Lampiran 8 Lampu tabung, reflektor, dan mesin genset

Lampu tabung

Reflektor kerucut berwarna perak


(4)

Lampiran 9 Bagan alir mesin genset pada bagan apung

Saklar / Stapol

Kabel

lampu tabung bereflektor

Keterangan :

-Mesin genset merek FIRMAN, kapasitas

output 1500 Watt dengan bahan bakar

premium.

-Kabel merek SPIN 42 ATLANTA (NYM)

ukuran 2 x 1,5 mm. Panjang kabel dari

genset ke stapol 6 m dan dan stapol ke

lampu 3 m.

-Lampu tabung

(tubular lamp)

merek

Philips masing-masing 24 Watt.

-Reflektor berbentuk kerucut berwarna

perak.


(5)

Lampiran 10 Bagan alir mesin genset pada bagan apung

Sumber : Tobing (2008)


(6)

Lampiran 11 Peta lokasi penelitian

Sumber : Ermawati (2012)