Hukum Pergaulan Antara Laki-Laki Dan Wanita Muda-Mudi Sekarang

kepada pergaulan dengan laki-laki maka semua bentuk pergaulan wanita dengan laki-laki bukan mahram adalah haram.

C. Hukum Pergaulan Antara Laki-Laki Dan Wanita Muda-Mudi Sekarang

1. Boleh bergaul karena kebutuhan. a Boleh bergaul karena urusan muamalah yang syar`i seperti jual beli dan lainnya b Boleh bergaul karena melaksanakan tugas kehakiman dan perbicaraan. Dalam Mazhab Hanafi wanita boleh jadi hakim dalam kasus-kasus bukan hudud, malah Mazhab al-Zahiri berpendapat boleh dalam semua kasus. c Boleh bergaul karena wanita perlu mengemukakan kesaksian dalam perbicaraan. Wanita memang boleh jadi saksi. Firman Allah b sQ‚ ]:G H RJ KA 1 _ = Rs ? I„]… u6,- s]H e]=? I ,- , a So†G O••R Artinya “Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang laki-laki di antaramu. jika tak ada dua orang laki-laki, Maka boleh seorang laki- laki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai”Q.S. 2: al-Baqarah: 282 Boleh bergaul kerana wanita menjalankan tugas-tugas kekuasaan. Umar bin Khattab telah melantik al-Syifa’ sebagai pegawai penguasa di majlis perbendaharaan. d Boleh bergaul untuk tujuan memberi khidmat kepada tamu ajnabi jika suami turut hadir bersama. Bukhari meriwayatkan, apabila Abu Usaid bernikah dia menjemput Rasulullah SAW dan sahabat. Tiada sorang pun bersedia menghidangkan makanan kecuali isterinya Ummu Usaid. Dia membasahkan kurma dan meletakkannya ke dalam tempat yang terbuat dari batu. Kejadian itu berlaku waktu malam. Apabila Baginda selesai makan Ummu Usaid membersihkan tangan Baginda dan memberinya minum. Dia melayani Baginda dengan baik. Jelas hadis ini menunjukkan Ummu Usaid berada bersama suaminya memberi khidmat kepada Rasulullah SAW sebagai tamu. Bagi saya, kedudukan Baginda sebagai Rasul perlu diperhatikan. 11 e Boleh bergaul karana menghormati tamu. Dalam Sahih Muslim dikisahkan tentang seseorang yang datang menemui Rasulullah SAW. Baginda lantas bertanya pada sahabat, siapa yang sanggup menerima laki-laki tersebut sebagai tamu. Seorang sahabat dari Anshar mengatakan “Saya ya Rasulullah”. Setelah itu dia pun kembali ke rumah bertanyakan isterinya “Kamu ada sesuatu untuk dimakan”?. Jawab isterinya “Tidak, kecuali untuk makanan anak-anak saya”. Jawab lelaki itu “Berikan mereka sesuatu, apabila tamu kita datang matikan lampu dan perlihatkan seolah-olah kita makan. Apabila dia mulai makan, kamu berdiri dan matikanlah lampu”. Suami isteri tersebut duduk bersama tamu mereka yang terus makan. Apabila subuh, laki-laki itu bertemu Rasulullah SAW, Baginda bersabda kepadanya “Allah kagum terhadap apa yang kamu lakukan kepada tetamu kamu malam tadi”. Hadis ini menunjukkan isteri Anshar tersebut berada bersama suaminya melayan tamu mereka makan. 12 11 Muhammad Fuad Abdul Baqi Mutiara Hadits Sahih Bukhari Muslim, Surabaya 2007 Cet ke-3 h 134 12 Ibid h 100 f Boleh bergaul dalam kendaraan umum karena keperluan menggunakannya. Wanita dibenarkan keluar untuk menunaikan keperluan yang syar`i seperti menziarahi keluarga, mendapat perawatan dirumah sakit dan lainnya. Ini membuatkan mereka wanita terpaksa menggunakan kendaraan umum. Mungkin berlaku pergaulan dalam kendaraan umum atau semasa menunggu untuk mendapat perawatan dokter atau semasa mengambil obat di apotek. Pergaulan wanita dan lelaki ajnabi dalam bentuk ini diharuskan atas dasar hajah dan kebutuhan syar`i dan dengan syarat mematuhi hukum-hukum dan adab-adab Islam lain. g Boleh bergaul karena tujuan berjihad fi sabilillah. Ini telah berlaku apabila sahabiyat turut serta dalam medan perang memberikan rawatan kepada mereka yang luka, menyediakan makanan dan mengantar pulang mereka yang syahid ke Madinah. h Boleh bergaul laki-laki dan wanita untuk tujuan mendapatkan nasihat, teguran dan bimbingan. mendengar ceramah agama dalam konteks hari ini Bukhari meriwayatkan daripada Ibnu Abbas: “Pada suatu hari raya Baginda keluar dan shalat dua rakaat. Baginda tidak solat sebelum dan sesudahnya. Kemudian baginda menarahkan kepada kumpulan kaum wanita dan mengarahkan mereka supaya bersedekah. Mereka pun menyerahkan gelang dan kalung. Hadis ini jelas menunjukkan kaum wanita turut berada dalam majlis tersebut. Di antara pergaulan laki-laki dan wanita yang berlaku masa kini ialah pergaulan semasa ziarah, bertemu keluarga, kawan dan sahabat taulan. Pergaulan juga berlaku dalam majlis-majlis resmi atau tak resmi, rapat, acara pernikahan, sambutan hari tertentu dan lainnya. Dalam ziarah dan majlis seperti ini biasanya akan berlaku pergaulan antara wanita dan laki-laki dalam satu kamar, ruang, makan bersama dalam satu hidangan, atau mesyuarat di satu meja. Sudah pasti berlaku interaksi, pembicaraan dan sebagainya. Pergaulan seperti ini adalah diharuskan dengan syarat semua pihak yang hadir haruslah berpegang teguh dengan hukum-hukum syara yang berkaitan dengan pakaian, percakapan dan pandang memandang antara laki-laki dan wanita. Mereka yang hadir haruslah menutup aurat dengan sempurna. Wanita tidak boleh menampakkan tubuhnya walau sedikit pun kecuali muka dan telapak tangan. Pakaian yang mereka pakai juga haruslah tidak tipis, tidak ketat sehingga mennampakkan bentuk tubuh mereka. Tidak bertabarruj. Percakapan mereka juga mestilah berlaku seperti biasa, tidak dimanja-manja dan dilunak-lunakkan. Pandang memandang haruslah tidak ada unsur nafsu dan syahwat, beradab, tidak berlaku khalwat, tidak bercampur aduk melampaui yang tiada batas. Jika hukum, peraturan, adab dan tata susila ini tidak dapat dipatuhi, pergaulan itu adalah dilarang. D. Batas-Batas Pergaulan Antara Laki-Laki Dan Wanita Yang Dibolehkan 1. Ketika melakukan aktifitas sehari-hari 13 Dalam pembahasan sebelumnya sedikit banyaknya telah menyinggung tentang kondisi seseorang yang sedang dalam aktifitas kesehariannya. Seperti wanita yang sedang beraktifitas di luar rumah tentunya akan besar 13 Hasanoel “Aurat Dalam Persepktif Islam” Artikel ini diakses pada 29012008 dari http: tulisan_hasanoel_b_aurat_ dalam_persepktif_fuqaha_syafieah kemungkinannya berpapasan dengan laki-laki , wanita non muslim, dan anak-anak yang menjelang baligh mumyyiz. Berkaitan dengan laki-laki ajnabi sudah jelas dalam pembahasan sebelumnya, menurut pendapat yang kuat jika dalam kondisi normal bukan darurat dan keperluan muamalah tidak boleh terlihat bagian tubuhnya. Demikian pula halnya wanita yang melihat kaum laki-laki yang sedang melakukan aktifitasnya, hanya saja para ulama mentolerir kondisi ini karena sudah menjadi hal yang umum wanita melihat laki-laki yang beraktifitas di tempat umum, selama tidak menimbulkan fitnah. a . Fukaha’ telah mengharuskan pergaulan silang laki-laki untuk tujuan hajat dan keperluan yang syar`i seperti dijelaskan di atas. Jika pergaulan karena kebutuhan seperti menaiki kendaraan umum, melayani tamu, ziarah menziarahi diharuskan maka bergaul antara laki-laki atau wanita untuk tujuan menuntut ilmu sepatutnya lebih diharuskan, karena suasana menuntut ilmu lebih beradab, lebih wara dan lebih selamat daripada fitnah dibandingkan majlis-majlis di atas. Namun pergaulan itu mestilah mematuhi hukum- hukum syar’a, adab-adab Islam dan bersistem. Amat baik jika tempat wanita dalam majlis itu di pisahkan dari tempat laki-laki. Bukan bergaul sampai ke tingkat yang lebih intim. b. Keringanan Dalam Pengobatan Adakalanya manusia berhadapan dengan keadaan darurat, dimana kehidupan seseorang sedang dalam kondisi tidak normal. Pada saat ini hukum tidak dapat diterapkan sebagaimana dalam kondisi normal, kondisi darurat membolehkan keringinan-keringanan yang berkaitan dengan kondisi itu. Adakalanya manusia berhadapan dengan keadaan darurat, dimana kehidupan seseorang sedang dalam kondisi tidak normal. Pada saat ini hukum tidak dapat diterapkan sebagaimana dalam kondisi normal, kondisi darurat membolehkan keringanan-keringanan yang berkaitan dengan kondisi itu. Jika seseorang sedang sakit dan butuh penanganan medis, maka baginya berlaku rukhsah dalam ketentuan tentang aurat. Orang yang mengobati boleh melihat dan menyentuh sesuai kebutuhan bagian tubuh yang akan diobati walau organ intim sekalipun. Seorang dokter laki-laki mengobati pasien wanita, demikian juga sebaliknya. Hanya saja para ulama berbeda pendapat dalam hal keharusan hadirnya mahram suami. c . Keringanan dalam bermua`amalah Dalam bermuamalah misalnya, jual beli, baik si wanita yang membeli atau laki-laki yang membeli dari wanita, berlaku keringanan yaitu boleh melihat wajah si wanita 14 . Dalam aktifitas transaksi lain dibolehkan karena tabiat urusan jenis ini membutuhkan berlaku interaksi antara kedua pihak sebelum berlaku aqad. Jadi inti kebolehan melihat wajah adalah untuk mengenalnya, guna memudahkan proses hukum jika ada kecurangan. Menurut Imam Qurthubi “Kalau menurut biasanya muka dan dua telapak tangan itu dinampakkan, baik menurut adat ataupun dalam ibadah seperti shalat dan haji, maka layak kiranya kalui pengecualian itu kembalinya kepada kedua anggota tersebut. 15 d . Keringanan Dalam Persaksian Dalam persaksian, wanita bisa saja bergaul dengan laki-laki. Dalam hal ini, seandainya wanita enggan memperlihatkan wajahnya, maka wajahnya boleh dibuka oleh wanita yang lain supaya orang yang menjadi saksi dapat melihat 14 Ibid http: tulisan_hasanoel_b_aurat_ dalam_persepktif_fuqaha_syafieah 15 Qradhawi,Halal Dan Haram, h 165 untuk mengenal wanita dengan pasti. Kebolehan melihat dalam syahadah disesuaikan dengan kasus yang terjadi untuk zina. e . Keringanan Semasa Bekerja Semasa melaksanakan, pada kebiasaannya berlaku pergaulan antara laki- laki dan wanita. Pergaulan ini dibolehkan dengan syarat kedua belah pihak menjaga batas-batas syara seperti berpakaian menutup aurat, menundukkan pandangan, perbualan yang tidak mengandungi unsur-unsur fitnah dan tidak bisa berkhalwat. 16 f . Keringanan dalam kendaraan umum. Pergaulan antara laki-laki dan wanita dalam kendaraan umum dibolehkan atas alasan kebutuhan yang terdesak. Namun demikian, keharusan ini terletak pada syara bahwa wanita keluar rumah bukan untuk tujuan suka-suka. Dia haruslah bertujuan syar’i seperti bekerja untuk menangung keluarga, melayat keluarga yang sakit dan lain-lain Bagi sebagian ahli fiqih shalat jamaah wajib atas laki-laki tetapi mereka sepakat mengatakan bahwa shalat jamaah tidak tidak wajib atas wanita, malah ia diharuskan sendiri saja. Itu hanya dengan syarat-syarat tertentu. Pensyaratan ini menunjukkan bahwa hukum asal pergaulan beda muhrim adalah dilarang. Walau bagaimanapun, wanita dibolehkan harus melakukan shalat jamaah di masjid. Hukum shalat di rumah lebih afdhal bagi wanita dan pengharusan berjamaah di 16 Ibid h 244 masjid bagi mereka dinyatakan Rasulullah dalam sabdanya yang melarang wanita dihalang ke masjid dan menyatakan rumah lebih afdhal bagi mereka 17 Keizinan bagi wanita shalat berjemaah di masjid tidak mutlak. Ia diikat dengan berbagai syarat, izin suami atau wali, tidak memakai parfum, tidak berhias dan tidak bergaul dengan laki-laki semasa shalat di masjid. Syara menentukan barisan bagi wanita dalam solat jamaah mestilah di belakang barisan laki-laki. Penentuan ini pasti melalui nash hadis. Persyaratan-persyaratan yang dikenakan dalam hal wanita shalat jamaah dengan laki-laki ini menunjukkan bahawa pergaulan antara laki-laki dan wanita adalah haram. Apa lagi jika dihubungkan dengan persoalan kedudukan barisan bagi wanita, di belakang barisan laki-laki. Artinya wanita tidak boleh berada dalam satu barisan dengan laki-laki. Jika dalam solat yang suasananya penuh taqwa, jauh dari fitnah pun wanita tidak dibenarkan bergaul dalam satu barisan dengan laki-laki apa lagi dalam situasi lain yang jauh lebih tidak taqwa dan lebih mendekati kepada fitnah, sudah barang tentu tegahan bergaul dalam kondisi seperti itu lebih dilarang. Kesimpulan daripada ini, pengharaman pergaulan laki-laki dan wanita adalah bersumber kepada nash yang melarang wanita bergaul dalam satu barisan sewaktu melakukan shalat jamaah bersama laki-laki di samping syarat-syarat lain. Ini berarti kebolehan berlaku pergaulan dengan wanita dan laki-laki adalah bergantung kepada syarat boleh berlakunya shalat jamaah wanita bersama laki- 17 Akademi Pengajian Islam Universiti Malaya, Hukum Islam Semasa bagi Masyarakat Malaysia Yang Membangun, h 241 laki. Dengan kata lain, pergaulan wanita dan laki-laki, bukan boleh secara mutlak, tetapi boleh dengan syarat-syarat yang ditentukan. 18 Ahli fikih sepakat wanita tidak wajib menunaikan shalat Jumat. Alasannya karena wanita sibuk dengan urusan rumah tangga dan dicegah keluar ke perhimpunan kaum laki-laki bagi menghindar fitnah. Alasan ini membawa arti bahwa hukum pergaulan antara wanita dan laki-laki adalah haram. Telah dinyatakan bahwa tiada nash sarih yang langsung mengharamkan pergaulan lak- laki dan wanita . Namun demikian, dalam konteks ini, kaidah al-Asl fi al-Asyia’al- Ibahah , tidak dapat digunakan untuk menyatakan bahwa hukum asal pergaulan laki-laki dan wanita adalah harus, karena nash-nash yang dikemukakan di atas secara tidak langsung telah mengandungi unsur-unsur larangan dari pergaulan antara laki-laki dan wanita. Oleh karena itu, keharusan yang mutlak dalam kasus ini sudah tidak ada lagi. 18 Ibid h 243

BAB III PENERAPAN HUKUM ISLAM DI KUCHING DALAM PERGAULAN