Manfaat Omeprazol Sebagai Pengobatan Sakit Perut Berulang pada Remaja

(1)

EFEKTIFITAS ALAT PEMANAS PELURUS RAMBUT DALAM PENANGANAN PEDIKULOSIS KAPITIS

TESIS

Oleh

RIANA MIRANDA SINAGA NIM : 077105001

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N 2013


(2)

EFEKTIFITAS ALAT PEMANAS PELURUS RAMBUT DALAM PENANGANAN PEDIKULOSIS KAPITIS

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Dokter Spesialis dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Oleh

RIANA MIRANDA SINAGA NIM : 077105001

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N 2013


(3)

HALAMAN PERSETUJUAN

Judul Tesis : Efektifitas Alat Pemanas Pelurus Rambut dalam Penanganan Pedikulosis Kapitis

Nama : Riana Miranda Sinaga Nomor Induk : 077105001

Program Studi : Pendidikan Dokter Spesialis Konsentrasi : Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Menyetujui :

Pembimbing I

(dr. Chairiyah Tanjung, SpKK(K))

Pembimbing II

(dr. Rointan Simanungkalit, SpKK(K))

Ketua Program Studi

(dr. Chairiyah Tanjung, SpKK(K))

Ketua Departemen

(Prof.DR.dr.Irma D.Roesyanto-Mahadi,SpKK(K)


(4)

EFEKTIFITAS ALAT PEMANAS PELURUS RAMBUT DALAM PENANGANAN PEDIKULOSIS KAPITIS

Riana MirandaSinaga , Rointan Simanungkalit , Chairiyah Tanjung Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan - Indonesia ABSTRAK

Latar belakang : Pedikulosis kapitis (PK) adalah infestasi kutu kepala yang disebabkan oleh Pediculus humanus capitis. Prevalensi dan insidensi PK di seluruh dunia cukup tinggi. Telah banyak terjadi resistensi dalam pengobatannya serta menimbulkan efek samping terhadap penderita PK. Dikatakan alat pemanas seperti alat pemanas pelurus rambut dapat digunakan sebagai alternatif dalam pengobatan PK yaitu suatu penanganan yang aman, bebas bahan kimia, mudah diperoleh dan digunakan, tidak mahal, efektif, dan tidak mudah menjadi resisten.

Tujuan : Untuk mengetahui apakah alat pemanas pelurus rambut efektif dalam penanganan pedikulosis kapitis.

Subyek dan metode : Penelitian bersifat uji klinis, melibatkan 25 orang penderita pedikulosis kapitis, pada pasien 1 bagian rambut kepalanya dilakukan terapi dengan menggunakan alat pemanas pelurus rambut. Tindakan terapi dilakukan hanya 1 kali saja dan kemudian dilakukan penyisiran. Hasil penyisiran yaitu berupa kutu dan telur kutu, dilakukan penghitungan kutu setelah 3 jam dan telur kutu setelah 10 hari. 1 bagian rambut lainnya hanya sebagai pembanding dan hanya dilakukan penyisiran, kemudian dilakukan penghitungan jumlah kutu dan telur kutunya. Setelah itu dilakukan perbandingan jumlah kutu dan telur kutu sebelum dengan setelah pemanasan.

Hasil : Secara klinis alat pemanas pelurus rambut dapat membunuh telur kutu dengan efektifitas sebesar 88,19% dan membunuh kutu dengan efektifitas sebesar 46,07%.

Kesimpulan : Secara statistik terdapat perbedaan yang bermakna jumlah kutu & telur kutu yang hidup sebelum dan setelah pemanasan (p<0,05).


(5)

EFFECTIVENESS OF HAIR STRAIGHTENER IN PEDICULOSIS CAPITIS MANAGEMENT

Riana Miranda Sinaga, Rointan Simanungkalit, Chariyah Tanjung

Department of Dermato-Venereology; Faculty of Medicine University of Sumatera Utara; H. Adam Malik General Hospital Medan - Indonesia

ABSTRACT

Background : Pediculosis capitis (PK) is the head lice infestations caused by Pediculus humanus capitis. Prevalence and incidence of PK in the world is quite high, resistance of treatment has been found, and the treatment also gives adverse effects on people with PK. It is said that heating devices like hair straightener heaters can be used as an alternative in the treatment of PK which is safe, chemical free, easy to obtain and use, inexpensive, effective, and not easy to be resistant with respect to the physical properties of lice and nits. Objective : To determine the effectiveness of a hair straightener heater in treating pediculosis capitis

Subject and method : The study is a clinical trial, involving 25 persons with pediculosis capitis. Hair straightener heaters therapy were performed once on hair of a part of the head, then hair was combed. Lice from hair combing result were counted after 3 hours and nits after10 days. Hair of another part of the head was used as compared , and only combed, then lice and nits were counted. Lice and nits before and after heaters were compared. Result : Clinically, hair straightener heater can kill nits with effectiveness 88.19% and kill lice with effectiveness 46.07%.

Conclusion : There were statistically significant differences in the number of lice and nits who lived before and after heating (p <0.05).


(6)

KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr.Wb

Dengan mengucap Alhamdulillah, saya panjatkan puji dan syukur yang tak terhingga kehadirat Allah SWT karena hanya dengan ridho, hidayah dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan seluruh rangkaian penyusunan tesis ini, sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar keahlian dalam bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dalam menjalani pendidikan spesialis ini, berbagai pihak telah turut berperan serta sehingga terlaksananya seluruh rangkaian pendidikan ini. Dengan berakhirnya masa pendidikan saya ini, pada kesempatan yang berbahagia ini, dengan segala kerendahan hati saya sampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Yang Terhormat :

1. dr. Chairiyah Tanjung, SpKK, selaku pembimbing utama tesis saya dan sebagai Ketua Program Studi Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang telah bersedia meluangkan waktu, pikiran dan tenaga serta dengan penuh kesabaran selalu membimbing, memberikan nasehat, masukan, koreksi dan motivasi kepada saya selama proses penyusunan tesis ini.

2. dr. Rointan Simanungkalit, SpKK(K), selaku pembimbing kedua tesis saya, yang bersedia meluangkan waktu, pikiran dan tenaga serta telah membimbing, memberikan nasehat, masukan, koreksi dan motivasi kepada saya selama proses penyusunan tesis ini

3. Prof. Dr. dr. Irma D. Roesyanto-Mahadi, SpKK (K), sebagai Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai guru besar, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti pendidikan spesialis dibidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. DR. Syahril Pasaribu, SpA(K), DTM&H, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk dapat melaksanakan studi pada Universitas yang Bapak pimpin.

5. Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar A. Siregar, SpPD-KGEH, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

6. Prof. dr. Diana Nasution, SpKK (K) dan (Alm) dr.Emil R.Darwis, semasa beliau sebagai Kepala Bagian dan Kepala Program Studi yang telah memberikan


(7)

kesempatan kepada saya untuk mengikuti pendidikan spesialis di bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 7. dr. Salia Lakswinar, SpKK, dr. Richard Hutapea, SpKK(K) dan dr. Remenda

Siregar, SpKK, sebagai anggota tim penguji, yang telah memberikan bimbingan dan koreksi untuk penyempurnaan tesis ini.

8. Para Guru Besar, Prof. Dr. dr. Marwali Harahap, SpKK (K), Prof. dr. Mansur A. Nasution, SpKK (K), serta seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK USU, RSUP. H. Adam Malik Medan, RSU Dr. Pirngadi Medan, dan RS PTPN II Medan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang telah membantu dan membimbing saya selama mengikuti pendidikan ini. 9. Bapak Direktur RSUP. H. Adam Malik Medan, Direktur RSU Dr. Pirngadi

Medan, dan Direktur RS PTPN II Medan, yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada saya selama menjalani pendidikan keahlian ini.

10.Dr.Suryadharma, M.Kes, selaku staf pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat USU selaku staf pengajar Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FK USU, yang telah banyak membantu saya dalam metodologi penelitian dan pengolahan statistik penelitian saya ini.

11.Seluruh staf/pegawai dan perawat di Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, baik di RSUP. H. Adam Malik Medan, RSU Dr. Pirngadi Medan, dan RS PTPN II Medan, atas bantuan, dukungan, dan kerjasama yang baik selama ini.

12.Ayahanda tercinta (Alm) Prof.dr.H.Usul Majadi Sinaga,SpB FINACS(K) Trauma, tidak ada kata yang mampu menggantikan rasa terima kasih saya atas semua pengorbanan, jerih payah dan kasih sayang papa untuk saya selama hidup papa, saat ini hanya doa yang dapat saya panjatkan semoga papa mendapat tempat sebaik-baiknya di sisi Allah SWT dan kepada Ibu tersayang dr.Hj.Hotnida Sitompul,SpPK, yang tidak pernah putus memberikan cinta kasih, doa dan dengan penuh kesabaran mengasuh, mendidik serta membesarkan saya, terima kasih yang tak terhingga saya ucapkan dan betapa bersyukurnya saya mempunyai kedua orang tua seperti Papa dan Mama. Semoga Allah SWT membalas segalanya. 13.Suami saya tercinta, Dody Irwansyah Siregar,SE,MM terima kasih yang

setulus-tulusnya atas segala pengorbanan, kesabaran dan pengertiannya serta untuk selalu memberikan dukungan, doa, semangat, bantuan disetiap saat hingga saya dapat menyelesaikan pendidikan ini.

14.Yang tercinta anak-anak saya, Rifatsyah Doli Siregar dan Nazhifah Salsabila Siregar yang selalu sabar menunggu saya disaat saya tidak selalu bisa menemaninya dan senantiasa menjadi pendorong semangat saya untuk menyelesaikan pendidikan ini.


(8)

15.Saudara-saudara saya, Febi Sarini Marianni Sinaga STP, Rina Hasiani Sinaga SH.MH, Sartika Maharani Sinaga, Ssi.Apt, dr. Rahmanita Sinaga dan kel, terima kasih atas doa dan dukungan yang telah diberikan kepada saya selama ini.

16.Mertua saya H.Raja Gunung Doli Siregar, dan Hj.Ratnasari Daulay atas doa dan dukungan yang telah diberikan kepada saya.

17.Teman seangkatan saya tersayang, dr. Khairina Nasution, dr. Imanda J. Siregar SpKK, dr. Fahmi Rizal SpKK, terima kasih untuk kerja sama, kebersamaan, waktu dan kenangan yang tidak akan pernah terlupakan selama menjalani pendidikan ini.

18.Sahabat-sahabat saya tersayang dr. Flora Marlita Lubis,SpKK, dr. Khairur Rahmah SpKK, dr. Sharma Hernita SpKK, dr. Sauri Putra SpKK, dr. Rudyn R Panjaitan SpKK, dr. Deryne A. Paramita SpKK, dr. Ade Arhamni,SpKK, dr. T. Sy. Dessi Indah Sari AS, dr. Oliviti Natali, dr. Dina Arwina Dalimunthe, dr. Herlin Novita Pane, dr. Rini Amanda C.Saragih, dr. Sri Naita Purba, dr. Nova Zarina Lubis, dr. Wahyuni S, dr. Cut Putri Hazlianda, dr. Meilania Hashnatasha yang telah menjadi teman berbagi cerita suka dan duka selama menjalani masa pendidikan dan penyelesaian tesis ini.

19.Semua teman-teman PPDS Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara terutama yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan, dukungan, dan kerjasama kepada saya selama menjalani masa pendidikan dan penyelesaian tesis ini, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Saya menyadari bahwa tesis ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan tesis ini. Kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Akhir kata, dengan penuh kerendahan hati, izinkanlah saya untuk menyampaikan permohonan maaf yang setulus-tulusnya atas segala kesalahan, kekhilafan dan kekurangan yang telah saya lakukan selama proses penyusunan tesis dan selama saya menjalani pendidikan. Semoga segala bantuan, dorongan dan petunjuk yang telah diberikan kepada saya selama mengikuti pendidikan, kiranya mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Amin ya Rabbal Alamin.

Medan, April 2013 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ...vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ...ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

DAFTAR SINGKATAN DAN TANDA ...xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Hipotesis ... 6

1.4 Tujuan Penelitian ... 6

1.4.1 Tujuan umum ... 6

1.4.2 Tujuan khusus ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 7

1.6 Kerangka Teori ... 8

1.7 Kerangka Konsep ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Pedikulosis Kapitis ... 9

2.2.1 Pendahuluan ... 9

2.2.2 Etiologi ... 10

2.2.3 Pediculus humanus capitis ... 10

2.2.4 Epidemiologi ... 13

2.2.5 Gejala klinis ... 14

2.2.6 Diagnosis banding ... 14

2.2.7 Diagnosis ... 14

2.2.8 Penatalaksanaan ... 15

2.2 Alat Pemanas Rambut ... 17

BAB III METODE PENELITIAN ... 19

3.1 Desain Penelitian ... 19

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 19

3.3 Populasi Penelitian ... 19

3.3.1 Populasi ... 19

3.3.2 Sampel ... 19

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 19

3.4.1 Kriteria inklusi ... 19


(10)

3.5 Besar Sampel ... 20

3.6 Cara Pengambilan Sampel Penelitian ... 21

3.7 Identifikasi Variabel ... 21

3.8 Alat dan Cara kerja ... 22

3.8.1 Alat ... 22

3.8.2 Cara kerja ... 22

3.9 Kerangka Operasional ... 25

3.10 Definisi Operasional ... 26

3.11 Rencana Pengolahan dan Analisis Data ... 29

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 30

4.1 Karakteristik Subyek enelitian ... 30

4.1.1 Karakteristik berdasarkan kelompok usia... 30

4.1.2 Karakteristik berdasarkan tingkat pendidikan ... 32

4.1.3 Analisis Hasil Eksperimen ... 33

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 38

5.1 Kesimpulan ... 39

5.2 Saran ... 40 DAFTAR PUSTAKA


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pengobatan dengan preparat pedikulosid topikal terhadap pedikulosis

kapitis ... 16

Tabel 2. Karakteristik subjek penelitian berdasarkan kelompok usia ... 31

Tabel 3. Karakteristik subjek penelitian berdasarkan tingkat pendidikan ... 32

Tabel 4. Perbedaan rerata jumlah kutu pada sisi kanan dan kiri kepala ... 33

Tabel 5. Perbedaan rerata jumlah telur kutu pada sisi kanan dan kiri kepala ... 34

Tabel 6. Persentase kematian kutu kepala sebelum dan setelah pemanasan dengan alat pemanas pelurus rambut ... 34

Tabel 7. Persentase kematian telur kutu kepala sebelum dan setelah pemanasan dengan alat pemanas pelurus rambut ... 35

Tabel 8. Hasil uji statistik t-test untuk mengetahui efektifitas alat pemanas pelurus terhadap kutu dan telur kutu ... 36

Tabel 9. Efek samping pada rambut dan kulit kepala setelah penggunaan alat pemanas pelurus rambut ... 37


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Diagram kerangka teori penelitian ... 8

Gambar 2. Diagram kerangka konsep penelitian... 8

Gambar 3. Siklus hidup kutu kepala ... 12

Gambar 4. Telur kutu yang belum menetas ... 12

Gambar 5. Telur kutu yang sudah menetas ... 12

Gambar 6. Pedikulosis kapitis ... 13


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Naskah penjelasan kepada pasien / orangtua / keluarga pasien Lampiran 2. Lembar persetujuan setelah penjelasan ( informed consent) Lampiran 3. Status pasien penelitian

Lampiran 4. Tabel Master

Lampiran 5. Cara Kerja (pre-eliminary study)

Lampiran 6 Data hasil analisis statistik ( pre-eliminary study) Lampiran 7 Data hasil analisis statistik

Lampiran 8. Komite etik


(14)

DAFTAR SINGKATAN DAN TANDA PK : Pedikulosis Kapitis

LMC : Lice Meister Comb

SD : Sekolah Dasar

SLTP : Sekolah Lanjut Tingkat Pertama SLTA : Sekolah Lanjut Tingkat Atas


(15)

EFEKTIFITAS ALAT PEMANAS PELURUS RAMBUT DALAM PENANGANAN PEDIKULOSIS KAPITIS

Riana MirandaSinaga , Rointan Simanungkalit , Chairiyah Tanjung Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan - Indonesia ABSTRAK

Latar belakang : Pedikulosis kapitis (PK) adalah infestasi kutu kepala yang disebabkan oleh Pediculus humanus capitis. Prevalensi dan insidensi PK di seluruh dunia cukup tinggi. Telah banyak terjadi resistensi dalam pengobatannya serta menimbulkan efek samping terhadap penderita PK. Dikatakan alat pemanas seperti alat pemanas pelurus rambut dapat digunakan sebagai alternatif dalam pengobatan PK yaitu suatu penanganan yang aman, bebas bahan kimia, mudah diperoleh dan digunakan, tidak mahal, efektif, dan tidak mudah menjadi resisten.

Tujuan : Untuk mengetahui apakah alat pemanas pelurus rambut efektif dalam penanganan pedikulosis kapitis.

Subyek dan metode : Penelitian bersifat uji klinis, melibatkan 25 orang penderita pedikulosis kapitis, pada pasien 1 bagian rambut kepalanya dilakukan terapi dengan menggunakan alat pemanas pelurus rambut. Tindakan terapi dilakukan hanya 1 kali saja dan kemudian dilakukan penyisiran. Hasil penyisiran yaitu berupa kutu dan telur kutu, dilakukan penghitungan kutu setelah 3 jam dan telur kutu setelah 10 hari. 1 bagian rambut lainnya hanya sebagai pembanding dan hanya dilakukan penyisiran, kemudian dilakukan penghitungan jumlah kutu dan telur kutunya. Setelah itu dilakukan perbandingan jumlah kutu dan telur kutu sebelum dengan setelah pemanasan.

Hasil : Secara klinis alat pemanas pelurus rambut dapat membunuh telur kutu dengan efektifitas sebesar 88,19% dan membunuh kutu dengan efektifitas sebesar 46,07%.

Kesimpulan : Secara statistik terdapat perbedaan yang bermakna jumlah kutu & telur kutu yang hidup sebelum dan setelah pemanasan (p<0,05).


(16)

EFFECTIVENESS OF HAIR STRAIGHTENER IN PEDICULOSIS CAPITIS MANAGEMENT

Riana Miranda Sinaga, Rointan Simanungkalit, Chariyah Tanjung

Department of Dermato-Venereology; Faculty of Medicine University of Sumatera Utara; H. Adam Malik General Hospital Medan - Indonesia

ABSTRACT

Background : Pediculosis capitis (PK) is the head lice infestations caused by Pediculus humanus capitis. Prevalence and incidence of PK in the world is quite high, resistance of treatment has been found, and the treatment also gives adverse effects on people with PK. It is said that heating devices like hair straightener heaters can be used as an alternative in the treatment of PK which is safe, chemical free, easy to obtain and use, inexpensive, effective, and not easy to be resistant with respect to the physical properties of lice and nits. Objective : To determine the effectiveness of a hair straightener heater in treating pediculosis capitis

Subject and method : The study is a clinical trial, involving 25 persons with pediculosis capitis. Hair straightener heaters therapy were performed once on hair of a part of the head, then hair was combed. Lice from hair combing result were counted after 3 hours and nits after10 days. Hair of another part of the head was used as compared , and only combed, then lice and nits were counted. Lice and nits before and after heaters were compared. Result : Clinically, hair straightener heater can kill nits with effectiveness 88.19% and kill lice with effectiveness 46.07%.

Conclusion : There were statistically significant differences in the number of lice and nits who lived before and after heating (p <0.05).


(17)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pedikulosis kapitis (PK) adalah infestasi kutu kepala yang disebabkan oleh Pediculus humanus capitis. Prevalensi dan insidensi PK di seluruh dunia cukup tinggi, diperkirakan ratusan juta orang terinfeksi setiap tahunnya dan paling sering terjadi pada anak-anak. Di Amerika Serikat sekitar 6-12 juta kasus anak-anak yang berusia 3-12 tahun mengalami PK setiap tahunnya.1-6 Hopper pada tahun 1971 melaporkan terjadinya epidemi PK di Kanada dengan jumlah kasus 11,5% dari 14.500 murid. Secara umum di Indonesia sendiri masih belum diketahui penyebarannya karena belum ada penelitian mengenai insidensi dan pola penyebarannya.Secara khusus di RS. Haji Adam Malik Medan juga belum ada data mengenai jumlah penderita PK yang datang untuk berobat, oleh karena mungkin PK dianggap bukan suatu penyakit walaupun banyak dijumpai di komunitas masyarakat yang padat.

Terdapat beberapa faktor yang dapat membantu penyebaran PK antara lain faktor sosial-ekonomi, tingkat pengetahuan, higiene perorangan, kepadatan tempat tinggal (misalnya di asrama, panti asuhan, sekolah dasar), dan karakteristik individu (umur, panjang rambut, dan tipe rambut). Akibat dari infestasi PK yang tidak diobati dapat menimbulkan berbagai dampak pada penderitanya, antara lain berkurangnya kualitas tidur anak pada malam hari akibat rasa gatal, stigma sosial, rasa malu dan rendah diri.

1


(18)

Saat ini ada beberapa bentuk pengobatan yang umum digunakan yaitu dengan preparat pedikulosid topikal atau sampo yang mengandung bahan-bahan kimia, bahan-bahan yang tersedia di rumah, dan sisir kutu. Semua bentuk pengobatan ini mempunyai keterbatasan masing-masing dalam penggunaannya.3,5-10

Pengobatan dengan preparat pedikulosid topikal atau sampo yang mengandung bahan-bahan kimia seperti lindane, carbaryl, pyrethrin, permethrin dan malathion dikatakan belum ada yang dapat membunuh 100% kutu dan telurnya.2,6,8-11

Dibutuhkan pengobatan yang berulang yaitu sekitar 1 minggu kemudian setelah pengobatan yang pertama untuk membunuh kutu dari telur kutu yang baru menetas.

7

Penggunaan preparat pedikulosid topikal tersebut dikatakan dapat menimbulkan efek samping. Lindane dapat menyebabkan toksisitas pada susunan saraf pusat manusia; pada beberapa kasus telah dilaporkan terjadi kejang berat pada anak-anak yang menggunakan preparat lindane.8,12,13 Selain itu dilaporkan juga telah terjadi resistensi PK terhadap preparat pedikulosid topikal tersebut yang kemungkinan dikarenakan penggunaan yang berlebihan dari produk insektisidal sebelumnya sehingga terjadi peningkatan resisten strain pada kutu.5,12 Di Inggris dilaporkan telah terjadi resistensi PK terhadap malathion dan carbaryl. Di beberapa bagian di dunia termasuk Israel, Kanada, Denmark, dan Malaysia juga dilaporkan telah terjadi resistensi PK terhadap insektisida organoklorin seperti DDT (Dichloro-Diphenyl-Trichloroethane) dan lindane. Di Prancis, Inggris dan Republik Czech dilaporkan telah dijumpai resistensi PK terhadap permethrin dan resistensi silang PK terhadap pyrethroid lainnya.6,7,10,13-16


(19)

Metode pengobatan lain adalah dengan menggunakan bahan-bahan yang tersedia di rumah seperti mayones, petroleum jeli, minyak zaitun, margarin, gel rambut, dan lainnya. Bahan-bahan tersebut digunakan dengan pengaplikasian secara banyak dan tebal pada rambut dan kulit kepala yang dibiarkan selama 1 hari. Hal ini dikatakan dapat menutup jalan spirakel kutu dan menyebabkan penurunan respirasi dari kutu tersebut. Namun, bahan-bahan ini dikatakan hanya sedikit menunjukkan efektifitasnya dalam membunuh kutu bahkan belum ada percobaan yang dilakukan untuk membuktikan efektifitas dan keamanannya.6,9 Selain itu, ada bahan lain seperti minyak tanah, kerosene, juga digunakan untuk pengobatan PK, tetapi bahan-bahan tersebut sangatlah berbahaya dan belum ada dilaporkan efektifitas dalam penggunaannya.5,6,9,11

Kelompok pengobatan lain yang sering digunakan adalah sisir kutu. Sisir kutu mempunyai bentuk yang bervariasi, biasanya terdiri dari metal yang tipis atau bergigi plastik yang dirancang sebagai sisir rambut untuk melepaskan kutu dan telurnya dari rambut dan kepala. Bagaimanapun, penyisiran yang efektif diperlukan waktu beberapa jam hingga beberapa hari, dan kebanyakan orang tidak memiliki waktu dan tidak sabar untuk melakukan penyisiran untuk mendapatkan seluruh kutu dan telurnya.

Mengingat tingginya prevalensi dan insidensi PK di seluruh dunia dan telah banyak terjadi resistensi terhadap pengobatan-pengobatan sebelumnya serta efek samping yang mungkin terjadi akibat pemakaian bahan-bahan kimia. Oleh karena itu perlu dipikirkan alternatif lain untuk mengobati PK yaitu penanganan yang aman,


(20)

bebas dari bahan-bahan kimia, mudah diperoleh dan digunakan, tidak mahal, efektif, dan tidak mudah menjadi resisten dengan memperhatikan sifat fisis kutu dan telurnya.7,8 Kutu kepala dapat bertahan hidup sekitar 10 hari pada suhu 5°C dan mati pada suhu 40°C, sedangkan telur kutu dapat mati pada suhu 60°C.1 Menurut Buxton (1946), kutu badan (Pediculus humanus corporis) sangat mirip dengan kutu kepala (Pediculus humanus capitis) dimana kutu tersebut dapat mati pada suhu 51˚C selama 5 menit.7 Kobayashi et al. (1995) melaporkan bahwa kutu badan dapat mati secara in vitro dengan udara panas yang berasal dari alat pengering pada suhu 50˚C selama 5 menit, dan telur kutunya gagal untuk menetas secara in vitro setelah paparan udara panas pada suhu 55˚C selama 90 detik. Buxton (1946) juga melaporkan bahwa keadaan kering akibat pemanasan dapat mengurangi jumlah cairan amniotik pada telur kutu, sehingga telur sulit menetas, oleh karena itu dapat dijelaskan mengapa pemanasan dapat menyebabkan telur kutu menjadi hancur. Air merupakan komponen fisiologis yang penting bagi kutu tersebut sehingga tidak mungkin kutu resisten terhadap kekeringan.

Berdasarkan sifat-sifat fisik kutu dan telurnya tersebut, Goates et al. (2006) di Utah telah melakukan penelitian mengenai efektifitas penanganan secara non kimiawi dengan udara panas terhadap PK.

7,17

3

Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa pemanasan dengan menggunakan alat pemanas yang disebut LouseBuster dengan suhu 59 ± 1,5°C selama 30 menit pada rambut kepala yang diterapi efektif digunakan dalam penanganan PK dengan keberhasilan 98% untuk membunuh telur kutu dan mencapai 80% untuk membunuh kutunya. LouseBuster tesebut adalah suatu alat yang


(21)

menghasilkan udara panas, menggunakan tenaga listrik, yang dibuat khusus untuk penanganan PK.7,8 Tetapi alat LouseBuster tersebut sangatlah mahal dan diperlukan keahlian yang khusus untuk menggunakannya,8 selain itu belum ada di Indonesia. Oleh karena itu peneliti mencoba melakukan penelitian dengan menggunakan alat pemanas pelurus rambut yang menghasilkan udara panas untuk mengetahui apakah alat tersebut efektif bila digunakan dalam penanganan PK. Alat pemanas pelurus rambut sering kita jumpai di salon-salon kecantikan dan dapat digunakan sendiri dengan harga yang relatif terjangkau. Sekarang ini, salon-salon kecantikan dapat kita jumpai dimana saja, baik di kota-kota besar maupun sudah tersebar hingga ke desa-desa.


(22)

1.2 Rumusan Masalah

Apakah alat pemanas pelurus rambut efektif untuk penanganan pedikulosis kapitis?

1.3 Hipotesis

Alat pemanas pelurus rambut efektif dalam penanganan pedikulosis kapitis. 1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan umum:

1 . Untuk mengetahui apakah alat pemanas pelurus rambut efektif dalam penanganan pedikulosis kapitis.

1.4.2 Tujuan khusus :

1. Untuk mengetahui perbedaan jumlah kutu dan telur kutu pada kepala bagian kanan dan kiri.

2. Untuk mengetahui perbedaan jumlah kutu kepala yang hidup dan mati sebelum dan setelah pemanasan dengan alat pemanas pelurus rambut. 3. Untuk mengetahui perbedaan jumlah telur kutu kepala yang hidup dan

mati sebelum dan setelah pemanasan dengan alat pemanas pelurus rambut.

4. Untuk mengetahui efek samping yang dapat langsung terjadi setelah pemakaian alat pemanas pelurus rambut.


(23)

1.5 Manfaat Penelitian

1. Mendapatkan alternatif lain untuk penanganan pedikulosis kapitis selain cara yang konvensional yang berguna untuk petugas medis dan masyarakat.

2. Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat menjadi data dasar ataupun data pendukung penelitian-penelitian selanjutnya mengenai penanganan pedikulosis kapitis melalui sifat-sifat fisik kutu dan telurnya.


(24)

1.6 Kerangka Teori

Alternatif lain

Gambar 1. Diagram kerangka teori penelitian

1.7 Kerangka Konsep

Gambar 2. Diagram kerangka konsep penelitian

Kontak langsung Kontak tidak

langsung

Pedikulosis Kapitis Pediculus humanus capitis

pemanasan Bahan-bahan yang

tersedia di rumah (mayones, petrolatum

jeli, minyak zaitun, kerosene, dll)

sisir kutu Preparat pedikulosid

topikal atau sampo yang mengandung bahan-bahan

kimia (lindane, carbaryl, pyrethrin, permethrin dan

malathion )

Pedikulosis kapitis

Alat pemanas pelurus rambut

(penatalaksanaan) Penatalaksanaan


(25)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pedikulosis Kapitis

2.2.1 Pendahuluan

Pedikulosis kapitis (PK) adalah infestasi kutu kepala yang disebabkan oleh ektoparasit spesifik yang terbatas pada rambut kepala, walaupun sesekali juga dapat terlibat pada daerah janggut. Infiltrasi terberat sering pada regio ocipital dan postauricular.1,3,10,11 Dikatakan kurang dari 5% pasien, dapat dijumpai lebih dari 100 kutu di kepalanya.11

PK ini terjadi di seluruh dunia dan tidak ada batasan baik berdasarkan umur, jenis kelamin, ras, dan status sosial ekonomi meskipun dikatakan bahwa jarang terjadi pada orang Amerika yang berkulit hitam, kemungkinan dikarenakan ciri khas bentuk rambut mereka yang berbentuk oval atau melingkar sehingga sulit dijangkau.

1-3,11,18,19

Dapat terjadi melalui kontak langsung dengan rambut penderita lain maupun secara tidak langsung dengan alat-alat yang digunakan seperti sisir, topi, handuk, dan lainnya.2,8,11,13,15,18 Walaupun sering terjadi pada masyarakat yang hidup dengan kebersihan yang buruk, infestasi kutu kepala sering terjadi pada anak-anak, hal ini kemungkinan dikarenakan kebiasaan anak bermain bersama (kontak erat dengan penderita), berbagi alat-alat seperti topi, sisir dan lainnya.6,9,10,12


(26)

2.2.2 Etiologi

Penyebab PK adalah Pediculus humanus capitis yaitu suatu ektoparasit spesifik yang hidup di kepala manusia dan memperoleh sumber makanan dari darah yang dihisapnya 4-5 kali sehari atau sekitar setiap 4-6 jam.2,9-11 Rentang hidup kutu sekitar 30 hari dan dapat bertahan hidup di lingkungan bebas sekitar 3 hari, sedangkan telurnya dapat bertahan hidup di lingkungan bebas sekitar 10 hari.Kutu kepala tersebut tidak dapat melompat atau terbang, tetapi kutu tersebut akan merayap untuk berpindah dengan kecepatan sekitar 23 cm per menitnya. Walaupun pada seluruh bagian kepala dapat sebagai tempat kolonisasi, kutu kepala lebih menyukai pada daerah tengkuk dan belakang telinga.1-4,9,20

2.2.3 Pediculus humanus capitis

Pediculus humanus capitis merupakan suatu arthropoda dari kelas serangga yang termasuk pada kelompok pterigotes dari ordo Anoplura.1,4,16 Terdapat 2 jenis kelamin dari kutu kepala tersebut yaitu kutu jantan dan betina. Kutu betina dibedakan dengan kutu jantan berdasarkan ukuran tubuh yang lebih besar dan adanya penonjolan daerah posterior yang membentuk huruf V yang digunakan untuk menjepit sekeliling batang rambut ketika bertelur. Kutu jantan memiliki pita berwarna coklat gelap yang terbentang di punggungnya.1,4

Siklus hidup Pediculus humanus capitis terdiri dari stadium telur, nimfa dan dewasa.Setelah perkawinan, kutu betina dewasa akan menghasilkan 1 sampai 6 telur per hari selama 30 hari. Telur kutu berbentuk oval dan umumnya berwarna putih. Telur diletakkan oleh betina dewasa pada pangkal rambut (sekitar 1 cm dari


(27)

permukaan kulit kepala) dan bergerak ke arah distal sesuai dengan pertumbuhan rambut. Telur kutu ini akan menetas setelah 7-10 hari, dengan meninggalkan kulit atau selubungnya pada rambut, selubung berwarna putih dan kolaps. Selubung telur tersebut dapat tetap melekat pada rambut selama 6 bulan. Sedangkan telur kutu yang belum menetas tampak berwarna hitam, bulat, dan translusen. Hal ini merupakan cara terbaik untuk membedakan dan memeriksa keberadaan operkulumnya yang mengindikasikan bahwa telur kutu tersebut belum menetas atau sudah menetas.1,4,15,16,19 Berdasarkan penelitian Buxton (1946) dikatakan bahwa keadaan kering akibat pemanasan dapat mengurangi jumlah cairan amniotik pada telur kutu, sehingga menyulitkan untuk menetas, oleh karena itu dapat dijelaskan mengapa pemanasan dapat menyebabkan telur kutu menjadi hancur.7,17

Telur yang menetas akan menjadi nimfa. Bentuknya menyerupai kutu dewasa, namun dalam ukuran kecil. Nimfa akan menjadi dewasa dalam waktu 9-12 hari setelah menetas. Untuk hidup, nimfa membutuhkan makanan berupa darah.1,4,16,19

Kutu dewasa mempunyai 2 mata dan 3 pasang kaki, berwarna abu-abu dan menjadi kemerahan jika telah menghisap darah. Kutu kepala tidak bersayap, memipih di bagian dorsoventral dan memanjang. Kutu dewasa dapat merayap untuk berpindah dengan kecepatan sekitar 23 cm per menitnya. Rentang hidupnya sekitar 30 hari dan dapat bertahan hidup di lingkungan bebas sekitar 3 hari.1,19,20

Siklus hidup dan morfologi kutu serta telur kutu kepala dapat dilihat pada gambar 3,4,5 dan gambar 6.


(28)

Gambar 3. Siklus hidup kutu kepala.*

*Dikutip sesuai dari kepustakaan no.10

Gbr 4. Telur kutu yg belum menetas* Gbr 5. Telur kutu yang sudah menetas*


(29)

Gambar 6. Pedikulosis kapitis*

*Dikutip sesuai dari kepustakaan no.15 dan 19 2.2.4 Epidemiologi

Jumlah kasus PK meningkat di seluruh dunia sejak pertengahan tahun 1960 an, diperkirakan ratusan juta orang terinfeksi setiap tahunnya.5,6,10 Di beberapa negara seperti Amerika Utara dan Selatan, Eropa, Asia dan Australia dilaporkan terjadi peningkatan infestasi kutu kepala setiap tahunnya.5 Walaupun penyakit ini dapat menyerang siapa saja, dikatakan anak perempuan dua kali lebih besar terinfeksi dibandingkan pria dikarenakan kebiasaan perempuan mempunyai rambut yang panjang berteman akrab dan suka berbagi aksesoris rambut.1,2,5,6,10,18

Terdapat beberapa faktor yang dapat membantu penyebaran PK antara lain faktor sosial-ekonomi, tingkat pengetahuan, higiene perorangan, kepadatan tempat tinggal (misalnya di asrama, panti asuhan, sekolah dasar), dan karakteristik individu (umur, panjang rambut, dan tipe rambut).1,2


(30)

2.2.5 Gejala klinis

Gejala khas yang sering timbul akibat infestasi kutu kepala berupa rasa gatal di sekitar kulit kepala. Hal ini disebabkan oleh karena sensitisasi dari saliva kutu dan garukan menyebabkan terjadinya ekskoriasi dan krusta pada kulit kepala akibat garukan dan memudahkan terjadinya infeksi sekunder. Bila infeksi sekunder berat, rambut akan bergumpal yang disebabkan oleh banyaknya pus dan krusta dan dapat pula terjadi pembesaran kelenjar getah bening regional. Pada keadaan tersebut kepala akan berbau busuk.1,3,4,9,13,10

Penderita PK terutama yang di pedesaan kadang-kadang sudah merasa keadaan tersebut wajar-wajar saja tetapi ada kalanya pula PK menyebabkan berbagai dampak pada penderitanya, antara lain berkurangnya kualitas tidur anak pada malam hari akibat rasa gatal, stigma sosial, rasa malu dan rendah diri.1,2,4

2.2.6 Diagnosis banding

PK dapat di diagnosis banding dengan hair cast, piedra hitam dan putih, trikodistropi (moniletriks dan trikorheksis nodosa), psoriasis, hair spray debris, dermatitis seboroik dan Psocids (book lice).

Gold standard untuk menegakkan diagnosis PK adalah dengan cara mengidentifikasi kutu dan telur kutu yang terlihat di kepala dan dapat dibantu dengan menggunakan kaca pembesar dan sisir kutu.

1-3 2.2.7 Diagnosis

1,2

Ditemukannya satu kutu dewasa yang hidup di kepala merupakan diagnosis yang adekuat sebagai suatu infestasi yang aktif. Sedangkan bila hanya ditemukan telur kutu saja tidak dapat diindikasikan sebagai


(31)

infestasi yang aktif, sehingga diperlukan pemeriksaan mikroskopis untuk melihat dan memastikan suatu embrio yang masih viable.1,2,4,9,10,21-24

2.2.8 Penatalaksanaan

Sejak era 1960 an, prevalensi PK telah meningkat di banyak negara. PK ini masih merupakan masalah di seluruh dunia, yang membutuhkan solusi yang pasti.16 Ada beberapa bentuk pengobatan dasar untuk PK yang umum digunakan yaitu dengan menggunakan preparat pedikulosid topikal atau sampo yang mengandung bahan-bahan kimia, bahan-bahan yang tersedia di rumah dan sisir kutu. Semua bentuk pengobatan ini mempunyai keterbatasan masing-masing dalam penggunaanya.3,5-10

Pengobatan dengan preparat pedikulosid topikal atau sampo yang mengandung bahan-bahan kimia seperti lindane, pyrethrin, permethrin dan malathion dikatakan belum ada yang dapat membunuh 100% kutu dan telurnya.2,6,8-11 Dibutuhkan pengobatan yang berulang yaitu sekitar 1 minggu kemudian setelah pengobatan yang pertama untuk membunuh kutu dari telur kutu yang baru menetas.7 Penggunaan preparat pedikulosid topikal tersebut dikatakan dapat menimbulkan efek samping, misalnya lindane dapat menyebabkan toksisitas pada susunan saraf pusat manusia dan pada beberapa kasus telah dilaporkan terjadi kejang berat pada anak-anak yang menggunakan preparat lindane.8,12,13 Selain itu dilaporkan telah terjadi resistensi PK terhadap preparat pedikulosid topikal tersebut yang kemungkinan dikarenakan penggunaan yang berlebihan dari produk insektisidal sebelumnya, sehingga terjadi peningkatan resisten strain pada kutu.5,12


(32)

Tabel 1.Pengobatan dengan preparat pedikulosid topikal terhadap pedikulosis kapitis

*Dikutip dari kepustakaan no.3

*

Metode pengobatan lain adalah dengan menggunakan bahan-bahan yang tersedia di rumah seperti mayones, petroleum jeli, minyak zaitun, margarin, gel rambut, dan lainnya digunakan dengan pengaplikasian bahan-bahan tersebut dengan banyak dan tebal pada rambut dan kulit kepala yang dibiarkan selama 1 hari. Hal ini dikatakan dapat menutup jalan spirakel kutu dan menyebabkan penurunan respirasi dari kutu tersebut. Namun, bahan-bahan ini dikatakan hanya sedikit menunjukkan efektifitasnya dalam membunuh kutu bahkan belum ada percobaan yang dilakukan untuk membuktikan efektifitas dan keamanannya.6,9

Pengobatan

Selain itu, ada bahan lain seperti Cara

Pemberian

Mekanisme Kerja Faktor resiko Pyrethrin Secara topikal

(10 menit)

Menghambat repolarisasi dari Na+ Alergi terhadap chrysanthems, rumput-rumputan atau tumbuh-tumbuhan channel sehingga menyebabkan paralisis pernafasan Permethrin 1% Secara topikal (10 menit)

Menghambat repolarisasi dari Na+

Tidak ada channel sehingga

menyebabkan paralisis pernafasan

Lindane 1% Secara topikal (10 menit )  pemakaian tidak boleh diulang  toksik

Suatu organoklorida yang bekerja menghambat GABA (γ-aminobutyric acid) sehingga menyebabkan paralisis

pernafasan

Kejang, hati-hati penggunaannya pada anak-anak, lansia, dan pasien dengan BB < 50kg Malathion 0,5% Secara topikal (8-12 jam) Menghambat organofosfat kolinesterase sehingga menyebabkan paralisis pernafasan Inflamasi berat, penekanan pernafasan, toksik terhadap susunan saraf pusat


(33)

minyak tanah, kerosene, juga digunakan oleh penderita untuk pengobatan PK, tetapi bahan-bahan tersebut sangatlah berbahaya dan belum ada dilaporkan efektifitas dalam penggunaannya.5,6,9,11

Kelompok pengobatan lain yang sering digunakan adalah sisir kutu. Memiliki bentuk yang bervariasi, biasanya terdiri dari metal yang tipis atau bergigi plastik yang didisain sebagai sisir rambut untuk mengeluarkan kutu dan telurnya. Bagaimanapun, penyisiran yang efektif diperlukan waktu beberapa jam hingga beberapa hari, dan kebanyakan orang tidak memiliki waktu dan tidak sabar untuk melakukan penyisiran untuk memperoleh seluruh kutu dan telurnya.7,10

Pada tahun 2006 Goates dkk di Utah melakukan penelitian mengenai penanganan PK secara non kimiawi yaitu dengan memanfaatkan efek udara panas melalui alat penghasil udara panas, yang menggunakan tenaga listrik, disebut LouseBuster.3 Dengan angka keberhasilan 98% untuk membunuh telur kutu dan mencapai 80% untuk membunuh kutunya.8,10

Alat pemanas rambut adalah perangkat elektromekanis yang dirancang untuk menghasilkan udara panas dan digunakan untuk mengubah struktur/bentuk rambut. Alat pemanas rambut tersebut banyak digunakan baik di

2.2 Alat Pemanas Rambut

rumah.25Alat pemanas rambut tersebut memiliki bentuk yang beraneka ragam dan memiliki fungsi yang bervariasi antara lain alat pemanas pelurus rambut. Beberapa istilah yang dikenal sebagai alat pemanas pelurus rambut yaitu hot comb, hot iron, flat iron, electrical hair straightener dan sebagainya.26-29 Alat pemanas pelurus


(34)

rambut merupakan suatu alat yang digunakan untuk meluruskan dan merapikan rambut, terdiri dari dua pelat yang terbuat dari logam atau keramik, menggunakan tenaga listrik dengan menghasilkan udara panas dengan suhu ± 60˚C. Alat pemanas pelurus rambut tersebut pertama kali diciptakan oleh Madame C.J.Walker pada abad ke 19.25,30

Pelurusan dengan panas disebut juga hot style method atau hair pressing, bersifat sementara dengan membutuhkan proses energi rendah yang melibatkan perubahan pada ikatan hidrogen dan garam. Hasil dapat bertahan sampai adanya paparan kelembaban dari lingkungan dan prespirasi. Efek samping yang dapat terjadi pada rambut bila rambut dilakukan pemanasan berupa rambut yang bergelembung / rambut yang patah yang disebut bubble hair. Hal ini dapat terjadi akibat suhu panas yang tinggi mengenai rambut menyebabkan air di dalam poros berubah menjadi uap dan keluar dari batang rambut sehingga sisik kutikula menghilang.31 Suhu panas yang dihasil alat pemanas berkisar 70-100° C dikatakan masih dapat direkomendasi penggunaannya dalam waktu yang relatif singkat. Pada kulit kepala dapat terjadi eritema akibat efek panas yang mengenai kulit kepala namum efek tersebut sangat jarang ditemukan oleh karena penggunaan alat pemanas pelurus rambut tidak mengenai kulit kepala. Semua efek tersebut sangat jarang ditemukan, jika penggunaan alat pemanas tidak digunakan dengan suhu yang tinggi dan tidak digunakan dalam waktu yang lama.32,33


(35)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini adalah suatu uji klinis, tersamar tunggal, menggunakan pre- dan post- design.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Oktober 2012 sampai Februari 2013, bertempat di beberapa perkampungan penduduk di Kecamatan Medan Selayang

3.3 Populasi Penelitian 3.3.1 Populasi

Populasi target : Pasien perempuan yang menderita PK Populasi terjangkau : Pasien perempuan yang menderita PK di

beberapa perkampungan penduduk di Kecamatan Medan Selayang

3.3.2 Sampel

Populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. 3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.4.1 Kriteria inklusi :

a. Pasien perempuan yang menderita PK b. Usia pasien 6 tahun keatas


(36)

d. Bersedia ikut serta dalam penelitian dengan menandatangani inform consent.

3.4.2 Kriteria eksklusi :

a. Sedang dalam pengobatan PK selama 2 minggu terakhir. b. Berambut keriting

c. Mempunyai penyakit kulit di kepala (Psoriasis, Dermatitis Kontak, Dermatitis seboroik, Tinea kapitis, Pioderma)

3.5 Besar Sampel

Besar sampel ditentukan dengan rumus :

n = Jumlah sampel

zα = Tingkat kepercayaan 95 % = 1,96 zβ = Power penelitian = 1,282

S = Simpangan baku = 5,74 (kepustakaan) X

34

1- X2 Maka :

n =

= Perbedaan rerata yang dianggap bermakna = 4

(1,96 + 1,282) x 5,74 2 4

= (

=

1,96 + 1,282) x 5,74 2

= 3,242 x 5,74

= 4

2

= 18,609 2 = 21,6 ∼ 22 orang 4 4

n = (zα + zβ) S 2 X1 – X2


(37)

Dengan menggunakan rumus di atas maka diperoleh besar sampel minimal = 22 orang

Antisipasi drop out:

Dengan rumus di atas, maka jumlah sampel minimal yang direncanakan diteliti = 25 orang

3.6 Cara Pengambilan Sampel Penelitian

Cara pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan menggunakan metode consecutive sampling.

3.7 Identifikasi Variabel

Variabel bebas : alat pemanas pelurus rambut Variabel terikat : pedikulosis kapitis

3.8 Alat dan Cara Kerja 3.8.1 Alat

a. Alat pemanas pelurus rambut merk philips dengan suhu 60ºC b. Kaca pembesar


(38)

d. Mangkuk plastik putih e. Pinset

f. Alat penghitung g. Jepitan rambut h. Kain kasa i. Karet gelang

j. Kertas putih ukuran 25 cm x 25 cm 3.8.2 Cara kerja

Sebelum melakukan penelitian ini telah dilakukan penelitian pendahuluan (pre-eliminary study) untuk memvalidasi distribusi kutu dan telur kutu pada sisi kanan dan kiri kepala penderita PK. Penelitian dilakukan pada 10 subjek, dengan menggunakan uji statistik t-test diperoleh nilai p = 0,79 ( p> 0,05). Hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna jumlah kutu dan telur kutu pada sisi kanan dan kiri kepala (terdistribusi merata). Oleh karena itu pada penelitian ini jumlah kutu dan telur kutu pada kepala bagian kanan dan kiri dianggap sama banyak.

Dilakukan pengambilan sampel sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Terhadap sampel yang sudah memenuhi kriteria kemudian dilakukan pencatatan data dasar sampel. Setiap sampel ditangani dengan memakai alat pemanas pelurus rambut.


(39)

a. Pada setiap pasien rambut kepala dalam keadaan kering dibagi menjadi 2 bagian. Sisi kanan sebagai lokasi rambut sebelum pemanasan (pre treatment) dan sisi kiri sebagai lokasi rambut setelah pemanasan (post treatment).

b. Rambut sisi kanan dibagi dalam 10 bagian kecil dengan bantuan penjepit rambut. Dilakukan penyisiran tiap bagian kecil dengan LMC sebanyak 20 kali dan kutu dan telurnya ditampung di atas kertas putih. Kemudian diperiksa dan dihitung jumlah kutu dan telurnya baik yang hidup maupun yang mati dengan bantuan kaca pembesar. Pengerjaan ini dilakukan oleh asisten peneliti tanpa diketahui peneliti.

c. Kemudian pada rambut yang telah disisir tadi dilakukan pemanasan dengan menggunakan alat pemanas pelurus rambut dengan suhu 60°C selama 3 menit pada setiap bagian kecil tersebut. Pengerjaan ini dilakukan oleh peneliti. d. Rambut sisi kiri dibagi pula dalam 10 bagian kecil dengan bantuan penjepit

rambut kemudian pada setiap bagian kecil rambut tersebut dilakukan pemanasan dengan menggunakan alat pemanas pelurus rambut dengan jarak 1 cm dari kulit kepala pada suhu 60°C selama 3 menit dari setiap bagian kecil. Pengerjaan ini dilakukan oleh peneliti.

e. Setelah dilakukan pemanasan, pada bagian kecil rambut tadi dilakukan penyisiran dengan LMC rambut sebanyak 20 kali dan hasil penyisiran

ditampung diatas kertas putih. Pengerjaan ini dilakukan oleh`peneliti.

f. Kemudian kutu dan telur kutu dimasukkan ke dalam masing-masing mangkuk plastik putih dan ditutup dengan kasa steril serta diikat dengan karet gelang,


(40)

kutu dibiarkan selama 3 jam sebelum dihitung dan untuk telur kutu dibiarkan selama 10 hari pada suhu kamar sebelum dihitung.

g. Setelah 3 jam dilakukan pemeriksaan serta penghitungan jumlah kutu yang hidup dan mati dengan bantuan kaca pembesar. Pengerjaan ini dilakukan oleh asisten peneliti tanpa diketahui peneliti.

h. Kemudian dilakukan perbandingan jumlah antara tindakan b dan tindakan g untuk menilai keberhasilan efek pemanasan pada penatalaksanaan PK dan untuk mengetahui jumlah kutu pada sisi kanan dan kiri kepala. Pengerjaan ini dilakukan oleh peneliti.

i. 10 hari kemudian dilakukan pemeriksaan dan penghitungan jumlah telur kutu yang hidup dan mati dengan bantuan kaca pembesar. Pengerjaan ini dilakukan oleh asisten peneliti tanpa diketahui peneliti.

j. Kemudian dilakukan perbandingan jumlah antara tindakan b dan tindakan i untuk menilai keberhasilan efek pemanasan pada penanganan terhadap telur kutu dan untuk mengetahui jumlah telur kutu pada sisi kanan dan kiri kepala. Pengerjaan ini dilakukan oleh peneliti.

k. Pada kulit kepala dan rambut dilihat efek samping yang timbul (rambut patah, eritema, rasa panas) setelah pemanasan.


(41)

3.9 Kerangka Operasional

Gambar 7. Diagram kerangka operasional penelitian

Penghitungan jumlah kutu & telur kutu yang hidup & mati

PEDIKULOSIS KAPITIS

Alat pemanas pelurus rambut (60°C)

rambut sisi kanan kepala

(pre treatment)

LMC& tampung

telur kutu

Penghitungan jumlah kutu yang

hidup & mati

10 hari kemudian

rambut sisi kiri kepala

(post treatment)

LMC & tampung

Perbandingan jumlah kutu & telur kutu yang hidup & mati

kutu

3 jam kemudian

Efektifitas ?

Penghitungan jumlah telur kutu yang hidup & mati


(42)

3.10 Definisi Operasional

1. Pedikulosis kapitis adalah infestasi kutu kepala yang disebabkan oleh ektoparasit spesifik yaitu Pediculus humanus capitis.

2. Usia adalah umur pasien yang dihitung berdasarkan tanggal lahir, apabila lebih besar dari 6 bulan dilakukan pembulatan ke atas dan apabila lebih kecil dari 6 bulan dilakukan pembulatan ke bawah.

3. Kutu kepala yang hidup sebelum pemanasan adalah kutu yang tampak masih bergerak di bawah kaca pembesar.

4. Kutu kepala yang hidup setelah pemanasan adalah kutu yang tampak masih bergerak di bawah kaca pembesar yang sebelumnya telah dilakukan penanganan dengan alat pemanas.

5. Kutu kepala yang mati sebelum pemanasan adalah kutu yang tampak tidak bergerak lagi di bawah kaca pembesar walaupun disentuh dengan menggunakan jarum.

6. Kutu kepala yang mati setelah pemanasan adalah kutu yang tampak tidak bergerak lagi di bawah kaca pembesar walaupun disentuh dengan menggunakan jarum yang sebelumnnya telah dilakukan penanganan dengan alat pemanas.

7. Telur kutu yang hidup sebelum pemanasan adalah telur yang tampak belum menetas berwarna hitam, bulat dan translusen yang dilihat di bawah kaca pembesar.


(43)

8. Telur kutu yang mati sebelum pemanasan adalah telur yang tampak hanya berupa selubung yang telah ditinggalkan oleh nimfa berwarna putih dan kolaps yang dilihat di bawah kaca pembesar.

9. Telur kutu yang mati setelah pemanasan adalah telur yang berupa telur yang berwarna hitam, kolaps dan telah mengering yang dilihat di bawah kaca pembesar.

10.Lice meister comb (LMC) adalah suatu alat yang memiliki bentuk yang bervariasi, biasanya terdiri dari metal yang tipis atau bergigi plastik yang didisain sebagai sisir rambut, digunakan untuk membantu mendeteksi kutu kepala dengan cara mengeluarkan kutu dan telurnya dari rambut kepala sehingga dapat dilakukan penghitungan kutu dan telur kutu yang diperoleh dari penyisiran serta direkomendasikan untuk mengkonfirmasi keberhasilan pengobatan.

11.Alat pemanas pelurus rambut adalah suatu alat yang digunakan untuk meluruskan dan merapikan rambut yang menggunakan tenaga listrik dengan menghasilkan udara panas dengan suhu 60˚C melalui dua pelat yang terbuat dari logam atau keramik.

12.Efek samping adalah efek yang timbul akibat pemakaian alat pemanas berupa rambut patah, eritema, rasa panas.

13.Efektifitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa besar target telah tercapai, dimana makin besar presentase target yang dicapai, makin tinggi


(44)

efektifitasnya (target adalah hasil pengobatan yang direncanakan dapat tercapai).

14.Psoriasis adalah suatu penyakit autoimun yang bersifat kronik dan residif, yang ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan, disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner.

15.Dermatitis kontak adalah peradangan kulit yang disebabkan oleh bahan / substansi yang menempel pada kulit yang menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan dapat disertai dengan keluhan gatal maupun rasa terbakar 16.Dermatitis seboroik adalah suatu kelainan kulit yang ditandai dengan eritema

dan skuama yang berminyak dan agak kekuningan, dengan batas yang tidak tegas.

.

17.Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh spesies dermatofita yang dapat ditandai dalam beberapa bentuk klinis, antara lain :

- Grey patch ring worm berupa plak yang memucat dan bersisik dengan rambut menjadi warna abu-abu, tidak berkilat dan mudah patah. Kemudian lama-kelamaan dapat terbentuk alopesia setempat yang disertai rasa gatal.


(45)

- Blackdot ring worm berupa rambut yang sangat rapuh dan patah tepat pada muara folikel, sehingga ujung rambut yang hitam di dalam folikel rambut terlihat sebagai bintik hitam

- Kerion berupa sebukan massa rambut yang patah dan pus disertai gatal dan nyeri.

.

- Favus berupa pembentukan skutula (krusta yang berbentuk mangkuk berwarna merah kuning dan berkembang menjadi berwarna kuning kecoklatan). Pada pengangkatan krusta terlihat dasar yang cekung, merah, basah dan berbau seperti tikus (mousy odor). Dapat terjadi skar, atrofi dan alopesia permanen.

19. Pioderma adalah penyakit-penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh kuman (bakteri), terutama Streptococcus beta hemolyticus atau Staphylococcus aureus. Secara umum gejala klinis dari beberapa penyakit pioderma dapat berupa papul, pustul, eritematosa hingga dapat menjadi abses dengan atau tanpa rasa sakit.

3.11 Rencana Pengolahan dan Analisis Data

Data akan diolah dengan memakai perangkat komputer. Dianggap bermakna secara statistik jika nilai p<0,05. Untuk menganalisis efektifitas alat pemanas pelurus rambut dalam penanganan pedikulosis kapitis pada distribusi normal digunakan uji statistik t-dependen, namun bila distribusi tidak normal dipakai uji Wilcoxon signed-rank.


(46)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan di beberapa perkampungan penduduk di Kecamatan Medan Selayang mulai bulan Oktober 2012 sampai Februari 2013. Sebelumnya telah dilakukan penelitian pendahuluan (pre-eliminary study) untuk memvalidasi ditribusi kutu dan telur kutu pada sisi kanan dan kiri rambut kepala penderita PK. Penelitian tersebut dilakukan pada 10 subjek penderita PK dengan hasil tidak ada perbedaan yang bermakna pada kutu dan telur kutu antara sisi kanan dan sisi kiri rambut kepala.

Subjek yang ikut dalam penelitian ini berjumlah 25 orang penderita PK. Pada subjek dilakukan perlakuan seperti yang tercantum pada cara kerja. Setelah dilakukan penelitian didapati hasil-hasil sebagai berikut.

4.1 Karakteristik subyek penelitian

Karakteristik subyek penelitian yang digambarkan pada penelitian ini meliputi usia dan pendidikan.

4.1.1 Karakteristik berdasarkan kelompok usia

Gambaran karakteristik subjek penelitian berdasarkan kelompok usia dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini.


(47)

Tabel 2. Karakteristik subyek penelitian berdasarkan kelompok usia Usia (tahun) Subyek penelitian

N %

5-10 8 32

11-15 8 32

16-20 6 24

21-25 26-30 31-35

1 1 1

4 4 4

Total 25 100

Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa subyek yang ikut dalam penelitian yang terbanyak adalah kelompok umur 5-10 tahun dan 11-15 tahun dengan jumlah yang sama yaitu 8 orang (32%) diikuti dengan kelompok 16-20 tahun berjumlah 6 orang (24%) dan jumlah yang terendah adalah kelompok umur 21-25 tahun, 26-30 tahun dan 31-35 tahun dengan jumlah yang sama berjumlah 1 orang (4%).

Hasil penelitian ini sesuai dengan prevalensi dan insidensi PK di seluruh dunia dikatakan cukup tinggi, diperkirakan ratusan juta orang terinfeksi setiap tahunnya dan paling sering terjadi pada anak-anak. Di Amerika Serikat sekitar 6-12 juta kasus anak-anak yang berusia 3-12 tahun mengalami PK setiap tahunnya.1-6

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan yang dilaporkan oleh Slonka pada tahun 1975 bahwa prevalensi PK di Amerika cukup tinggi yaitu: 4,3% dari 24.000 murid di Arizona, 3% dari 1783 murid di Georgia dan 7,2% dari 2650 murid di New York.

1,35

Infestasi kutu kepala ini sering terjadi pada anak-anak, hal ini kemungkinan akibat kepedulian kebersihan diri yang rendah seperti jarang mencuci rambut dan


(48)

kebiasaan anak bermain bersama (kontak erat dengan penderita), berbagi pemakaian alat-alat seperti topi, sisir dan lainnya.6,9,10,12

Penelitian di Mesir dan di Iran menunjukkan bahwa orang yang mencuci rambut seminggu sekali dua kali lebih beresiko terkena pedikulosis kapitis daripada orang yang mencuci rambutnya tiga kali dalam seminggu.

Tingkat pendidikan

36,37

4.1.2 Karakteristik berdasarkan tingkat pendidikan

Gambaran karakteristik subjek penelitian berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Karakteristik subyek penelitian berdasarkan tingkat pendidikan Subyek penelitian

N %

SD 13 52

SLTP 9 36

SLTA 3 12

Total 25 100

Berdasarkan tabel 3 didapatkan 13 orang (52%) dengan tingkat pendidikan SD lebih banyak menderita PK diikuti 9 orang (36%) dengan tingkat pendidikan SLTP dan jumlah yang terendah adalah 3 orang (12%) dengan tingkat pendidikan SLTA. Hal ini memperlihatkan tingkat pendidikan SD lebih banyak yang menderita PK. Pendidikan yang rendah dapat menyebabkan pengetahuan tentang kesehatan, higiene dan penyakit akibat kutu kurang diketahui sehingga memudahkan mereka terinfestasi dengan kutu kepala dan eratnya pergaulan diantara anak-anak, juga memungkinkan penularan PK yang lebih mudah.


(49)

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan yang dilaporkan oleh Slonka pada tahun 1975 bahwa prevalensi PK pada anak SD di Amerika cukup tinggi yaitu: 4,3% dari 24.000 murid di Arizona, 3% dari 1783 murid di Georgia dan 7,2% dari 2650 murid di New York. 1,35

Di Malaysia dilaporkan terdapat 29,6% dari 361 murid SD menderita PK dan di Nigeria juga dilaporkan terdapat 17,6% dari 4242 murid SD menderita PK.1

Dari tabel diatas tampak rerata kutu pada sisi kanan kepala berjumlah 9,00 ± 4,80357 dan pada sisi kiri kepala berjumlah 8,96 ± 0,476515. Dengan menggunakan uji statistik t-test didapatkan nilai p = 0,975 (p > 0,05). Hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna jumlah kutu antara sisi kanan dan kiri kepala.

4.1.3 Analisis hasil eksperimen

Setelah melakukan percobaan penggunaan alat pemanas pelurus rambut untuk penanganan PK maka didapatkan rerata jumlah kutu dan telur kutu kepala sebelum dan setelah dilakukan pemanasan yang di tunjukkan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4. Perbedaan rerata jumlah kutu pada sisi kanan dan kiri kepala

Lokasi kutu N Mean SD Std. Error Nilai p Sisi kanan 25 9,00 4,80357 0,96730 0,975 Sisi kiri 25 8,96 4,76515 0,95303 0,975


(50)

Tabel 5. Perbedaan rerata jumlah telur kutu pada sisi kanan dan kiri kepala

Dari tabel diatas tampak rerata telur kutu pada sisi kanan kepala berjumlah 26,60 ± 12,73047 dan pada sisi kiri kepala berjumlah 23,96 ± 10,03527. Dengan menggunakan uji statistik t-test didapatkan nilai p = 0,393 (p > 0,05). Hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna jumlah kutu antara sisi kanan dan kiri.

Tabel 6.Persentase kematian kutu kepala sebelum dan setelah pemanasan dengan alat pemanas pelurus rambut.

Dari tabel diatas tampak rerata kutu hidup sebelum dilakukan pemanasan adalah 7,64 ± 3,475 dan setelah pemanasan terdapat penurunan jumlah kutu yang hidup dengan rerata 5,44 ± 4,350 dan kutu yang mati berjumlah 3,52 ± 1,447 (46,07%).

Lokasi telur kutu N Mean SD Std. Error Nilai p Sisi kanan 25 26,60 12,73047 5,00355 0,393 Sisi kiri 25 23,96 10,03527 2,00705 0,393

Kondisi Kutu N Mean SD Std. Error Kutu hidup sebelum pemanasan 25 7,64 3,475 0,695 Kutu hidup setelah pemanasan 25 5,44 4,350 0,870 Kutu mati setelah pemanasan 25 3,52

(46,07%)


(51)

Tabel 7. Persentase kematian telur kutu kepala sebelum dan setelah pemanasan dengan alat pemanas pelurus rambut.

Dari tabel diatas tampak rerata telur kutu hidup sebelum dilakukan pemanasan adalah 24,40 ± 10,766 dan setelah pemanasan terdapat penurunan jumlah telur kutu yang hidup dengan rerata 2,44 ± 2,347 dan kematian telur kutu dengan jumlah 21,52 ± 8,407 (88.19%).

Hal ini menunjukkan bahwa tindakan terapi terhadap PK yang menggunakan alat pemanas pelurus rambut dengan suhu 60°C selama 3 menit memberikan penurunan jumlah kutu dan telur kutu kepala yang hidup.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilaporkan oleh Buxton pada tahun 1946 bahwa kutu badan (Pediculus humanus corporis) sangat mirip dengan kutu kepala (Pediculus humanus capitis) dimana kutu tersebut dapat mati pada suhu 51˚C selama 5 menit. Keadaan kering akibat udara panas dapat mengurangi jumlah cairan amniotik pada telur kutu, sehingga telur sulit menetas, oleh karena itu dapat dijelaskan mengapa pemanasan dapat menyebabkan telur kutu menjadi hancur.

Hal ini sesuai juga dengan penelitian yang dilaporkan oleh Kobayashi et al. pada tahun 1995 dimana kutu badan dapat mati secara in vitro dengan udara panas yang

7

Kondisi Telur kutu N Mean SD Std. Error Telur kutu hidup sebelum

pemanasan

25 24,40 10,766 2,153

Telur kutu hidup setelah pemanasan

25 2,44 2,347 0,469

Telur kut u mati setelah pemanasan

25 21,52 (88,19%)


(52)

berasal dari alat pengering pada suhu 50˚C selama 5 menit, dan telur kutunya gagal untuk menetas secara in vitro setelah paparan udara panas pada suhu 55˚C selama 90 detik.7,17

Menurut penelitian di Universitas James Cook dikatakan bahwa kutu dan telur kutu yang terdapat di sisir dan sikat akan dapat mati di dalam rendaman air panas dengan suhu 60°C selama 60 detik, dan setelah direndam tidak beresiko menularkan kepada individu lain yang menggunakan sisir dan sikat tersebut.38

Kemudian hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilaporkan oleh Goates dkk pada tahun 2006 di Utah bahwa efek pemanasan yang menggunakan alat pemanas LouseBuster dengan suhu 59 ± 1.5°C selama 30 menit pada bagian rambut kepala yang diterapi, efektif membunuh kutu mencapai 80% dan telur kutu 98%.8,10

Untuk mengetahui efektifitas alat pemanas pelurus rambut dalam penanganan PK dilakukan analisis statistik dengan uji t-test berpasangan dengan derajat kepercayaan 95% dengan hasil yang ditunjukkan pada tabel dibawah ini.

Tabel 8. Hasil uji statistik t-test untuk mengetahui efektifitas alat pemanas pelurus rambut terhadap kutu dan telur kutu

Variabel penelitian N mean ± SD nilai p - kutu hidup sebelum

pemanasan kutu hidup setelah pemanasan

25 7,64 ± 3,475 0,000

5,44 ± 4,350

- telur kutu hidup sebelum pemanasan telur kutu hidup setelah pemanasan

25 24,40 ± 10,766

2,44 ± 2,347


(53)

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat adanya penurunan jumlah kutu yang hidup setelah dilakukan pemanasan. Dari hasil uji statistik dengan t-test berpasangan didapatkan nilai p < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan jumlah kutu yang bermakna sebelum dan setelah pemanasan. Demikian juga terhadap telur kutu didapatkan pengurangan jumlah telur kutu yang hidup setelah dilakukan pemanasan, dengan hasil uji statistik dengan t-test berpasangan p < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan jumlah telur kutu yang bermakna sebelum dan setelah pemanasan.

Terjadinya kematian kutu dan telur kutu pada saat dilakukan pemanasan dengan alat pemanas rambut ini disebabkan efek pemanasan dapat mengakibatkan terjadinya penguapan air yang terkandung pada kutu dan telur kutu kepala sehingga terjadi kekeringan pada kutu dan telur kutu. Keadaan kering akibat udara panas dapat mengurangi jumlah cairan tubuh pada kutu dan cairan amniotik pada telur kutu, sehingga kutu menjadi hancur dan telur kutu sulit menetas.

Kondisi

7

Tabel 9. Efek samping pada rambut dan kulit kepala setelah penggunaan alat pemanas pelurus rambut

N Efek Rasa panas

Samping Rambut patah

Eritema

Rambut 25 0 0 0


(54)

Pada penelitian ini seperti yang ditunjukkan pada tabel di atas tidak dijumpai adanya efek samping yang timbul baik pada rambut maupun kulit kepala setelah pemanasan dengan alat pemanas pelurus rambut. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilaporkan oleh Goates dkk pada tahun 2006 di Utah bahwa tidak dijumpai efek samping yang timbul pada rambut dan kulit kepala setelah penggunaan alat pemanas (LouseBuster) dengan suhu 59 ± 1.5°C selama 30 menit pada bagian rambut kepala yang diterapi .8,10 Suhu tinggi pada rambut menyebabkan air di dalam poros berubah menjadi uap dan keluar dari batang rambut, yang akan menyebabkan hilangnya sisik kutikula dan kondisi ini dikenal sebagai “bubble hair” atau rambut yang bergelembung / rambut yang patah. Pada subjek penelitian tidak dijumpai “bubble hair “hal ini dikarenakan waktu penggunaan alat pemanas tersebut relatif singkat yaitu 3 menit sehingga tidak menimbulkan keluhan yang berarti terhadap rambut dan kulit kepala. Selain itu masyarakat pada umumnya sudah terbiasa dan merasa tidak terganggu dengan efek panas yang timbul setelah menggunakan alat pemanas pelurus rambut tersebut. Bahkan lebih sering menggunakan alat pemanas pelurus rambut dengan suhu yang lebih tinggi dan waktu penggunaan yang relatif lebih lama.31,33


(55)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan

1. Alat pemanas pelurus rambut secara statistik efektif dalam penanganan PK. Secara klinis alat pemanas pelurus rambut dapat membunuh telur kutu dengan efektifitas sebesar 88,19% dan membunuh kutu dengan efektifitas sebesar 46,07%.

2. Secara statistik jumlah kutu dan telur kutu pada sisi kanan dan kiri kepala tidak berbeda secara bermakna.

3. Secara statistik terdapat perbedaan yang bermakna jumlah kutu kepala yang hidup sebelum dan setelah pemanasan dengan alat pemanas pelurus rambut (p<0,05).

4. Secara statistik terdapat perbedaan yang bermakna jumlah telur kutu kepala yang hidup sebelum dan setelah pemanasan dengan alat pemanas pelurus rambut (p<0,05).

5. Tidak dijumpai adanya efek samping yang timbul baik pada rambut maupun kulit kepala setelah pemanasan dengan alat pemanas pelurus rambut.


(56)

5.2 Saran

1. Alat pemanas pelurus rambut dapat dijadikan terapi alternatif dalam penanganan kutu dan telur kutu kepala terutama pada telur kutu kepala.

2. Perlu dilakukan penelitian dengan alat pemanas lain yang sudah biasa digunakan di masyarakat.


(57)

DAFTAR PUSTAKA

1. Sungkar S. Pedikulosis. Dalam : Hadidjaja P, Margono SS,editor. Dasar Parasitologi Klinik. Edisi I. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2011.h.349-55. 2. Nutanson I, Steen CJ, Schwartz RA, Janniger CK. Pediculus humanus capitis: an

update. Acta Dermatoven APA; 2008.17(4):147-59.

3. Burkhart CN, Burkhart CG. Scabies, Other Mites, and Pediculosis. Dalam : Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, editor. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine.Edisi ke-8.New York:McGraw-Hill;2012.h.2573-6.

4. Soedarto. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran.Jakarta: Sagung Seto; 2011.h.256-59. 5. Mumcuoglu KY et al. International Guidelines for Effective Control of Head Louse

Infestations; J of Drugs in Dermatol ; 2007:6(4):409-14.

6. Mumcuoglu KY. Prevention and Treatment of Head Lice in Children. Pediatr Drugs; 1999:1(3):211-8.

7. Goates BM, et al. An Effective Nonchemical Treatment for Head Lice: A Lot of Hot Air. Offic J of the Am Acad of Pediatr ; 2006:118:1962-70.

8. Frankowski BL, Bocchini JA. Head Lice.

9. Head Lice Infestations:A Clinical Update. Canadian Pediatr Child Health; 2004:9(9):647-50

Offic J of the Am Acad of Pediatr; 2010:126:392-403.

10. Mumcuoglu KY, Gilead L, Ingber A. New Insights in Pediculosis and Scabies. Expert Rev.Dermatol;2009:4(3):285-93

11. Burkhart CG,Burkhart CN, Burkhart KM. An Assessment of Topical and Oral Prescription and Over-The-Counter Treatments for Head Lice. Mosby. J Am Acad Dermatol; 1998:38(6):979-82.

12. Seobo SIM,et al. A survey on head lice infestation in Korea (2001) and the therapeutic efficacy of oral trimethoprim/ sulfamethoxazole adding to lindane shampoo. The Korean J of Parasitol; 2003:41(1):57-61.

13. Eichenfield, Lawrence F, Colon-Fontanez, Francisco. Treatment of Head Lice. The Pediatr Infect Disease J. Wiliam & Wilkins 1998;17(5):419-920

14. Mumcuoglu KY. Control of Human Lice ( Anoplura : Pediculidae) Infestations : Past and Present. Am Entomot; 1996:42(3):175-8

15. Roberts RJ. Head Lice.N Engl J Med;2002:346(21):1645-50

16. Namazi MR. Treatment of pediculosis capitis with thiabendazole: a pilot study. Intert J of Dermatol 2003;42:973-6

17. Bush SE, Rock AN, Jones SL, Malenke JR, Clayton DH. Efficacy of the LouseBuster, a New Medical Device for Treating Head Lice (Anoplura : Pediculidae). J. Med. Entomol; 2011:48(1):67-72.

18. Jacobson CC, Abel EA. Parasitic Infestations.J Am Acad Dermatol; 2007:56:1026-43 19. Guenther L. Pediculosis (Lice). 2012 Diunduh dari : 20. Khopkar U,Madke B. Pediculosis capitis: an update. Indian J of dermatol,venereo


(58)

21. Manrique-Saide P, Pavia-Ruz N, Rodriguez-Buenfil JC, Herrera H, Gomez-Ruiz P, Pilger D.Prevalence of Pediculosis Capitis in Children from a Rural School in Yucatan,Mexico.Rev.Inst.Med.Trop.Sao Paulo.2011;56(6):325-27

22. Jahnke C, Bauer E, Hengge UR, Feldmeier H. Accuracy of Diagnosis of Pediculosis Capitis.Arch Dermatol.2009;145(3):309-13

23. Flinder DC, Schweinitz PD. Pediculosis and Scabies. Am Fam Physician. 2004;69(2):341-4

24. Burkhart CN, Burkhart CG. Recommendation to Standardize Pediculicidal and Ovicidal Testing for Head Lice (Anoplura: Pediculidae). J.Med.Entomol. 2001;38(2):127-29

25. Duncan RA, Waterson S, Beattie TF, Stewart K. Contact burns from hair straighteners : a new hazard in the home. Emerg Med J. 2006;23(3):e21

26. Bryant H, Dixon F, Ellington A, Porter C. Hair straightening. In : Draelos ZD. Cosmetic Dermatol Product & Procedures. Blackwell Publishing Ltd. United Kingdom. 2010: 248-55

27. de Sa Dias TC, Baby AR, Kaneko TM, Valesca MVR. Relaxing / straightening of Afro-ethnic hair : historical over view. J of Cosmetic Dermatol 2007;6:2-5

28. Gray J. Hair Care and hair care products. Clinic in Dermatol 2001; 19: 227-36

29. Jusuf NK. Pengikalan dan pelurus rambut.m Dalam : Symposium & Workshop. Cosmetic dermatology update. “Everyting About Hair”. KSDKI. FK Unair. Surabaya; 2012:162-3

30. Boulduc C, Shapiro J.Hair Care product: waving, straightening, conditioning and coloring. Clinics in Dermatol.2001; 19:431-36

31. Draelos ZA. Hair Care. London : Taylor & Francis; 2005.h.240-79

32. Setyaningrum T. Perawatan kulit kepala dan rambut. Dalam : Symposium & Workshop. Cosmetic dermatology update. “Everyting About Hair”. KSDKI. FK Unair. Surabaya; 2012:162-3

33. Horev L. Exogenous Factors in Hair Disorders. Exog Dermatol; 2004 :3: 237-45 34. Dahlan MS. Besar sampel dalam penelitian kedokteran dan kesehatan.Jakarta.

2005.h.64-6

35. Slonka GF, McKinley, McCroan SP, et al. Epidemiology of an outbreak of head lice in Georgia. The Am J of Trop Med and Hyg. 1976:25(5):739-43

36. Nada EEA, El-Nadi NA, Abu-El Dahab SH. Epidemiological studies on pediculosis capitis in sohag governorate.Egypt Dermatol Ol J 2 (1): 9,2006

37. Yousefi S, Shamsipoor F, Abadi YS. Epidemiological Study of Head Louse (Pediculus humanus capitis) Infestation Among Primary School Students in Rural Areas of Sirjan County, South of Iran. Thrita J Med Sci.2012;1(2):53-6

38. Bennett N, Murray S, O’Grady KA, ed. The blue book.Guidelines for the control of infectious diseases.Communicable diseases section. Melbourne Victoria; 2005.h. 153-154.


(59)

LAMPIRAN 1.

NASKAH PENJELASAN KEPADA PASIEN/ ORANGTUA/ KELUARGA PASIEN Selamat pagi/siang,

Perkenalkan nama saya dr.Riana Miranda Sinaga. Saat ini saya sedang menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Untuk memenuhi salah satu persyaratan menyelesaikan Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang sedang saya jalani, saya melakukan penelitian dengan judul “Efektifitas Alat Pemanas Pelurus Rambut Dalam Penanganan Pedikulosis Kapitis”.

Tujuan penelitian saya ini adalah untuk mengetahui apakah alat pemanas pelurus rambut efektif dalam penanganan pedikulosis kapitis, untuk mengetahui perbedaan jumlah kutu dan telur kutu pada kepala bagian kanan dan kiri, untuk mengetahui perbedaan jumlah kutu kepala yang hidup dan mati sebelum dan setelah pemanasan dengan alat pemanas pelurus rambut, untuk mengetahui perbedaan jumlah telur kutu kepala yang hidup dan mati sebelum dan setelah pemanasan dengan alat pemanas pelurus rambut dan untuk mengetahui efek samping yang dapat langsung terjadi setelah pemakaian alat pemanas pelurus rambut.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan alternatif lain untuk penanganan pedikulosis kapitis selain yang konvensional yang berguna untuk petugas medis dan masyarakat dan hasil penelitian ini diharapkan akan dapat menjadi


(60)

data dasar ataupun data pendukung penelitian-penelitian selanjutnya mengenai penanganan pedikulosis kapitis melalui sifat-sifat fisik kutu dan telurnya.

Penelitian ini akan saya lakukan pada pasien pedikulosis kapitis yang sebelumnya diidentifikasi kutu dan telur kutunya yang dibantu dengan menggunakan kaca pembesar.

Pedikulosis kapitis tersebut adalah infestasi kutu kepala yang disebabkan oleh ektoparasit spesifik yaitu Pediculus humanus capitis.

Sedangkan alat yang digunakan untuk penanganan yaitu alat pemanas pelurus rambut. Alat pemanas pelurus rambut adalah suatu alat yang digunakan untuk meluruskan dan merapikan rambut yang menggunakan tenaga listrik dengan menghasilkan udara panas dengan suhu 60˚C melalui dua pelat yang terbuat dari logam atau keramik.

Jika Bapak/Ibu/Kakak/Adik/Saudara bersedia ikut serta dalam penelitian ini, maka saya akan melakukan tanya jawab terhadap Bapak/Ibu/Kakak/Adik/ Saudara untuk mengetahui identitas pribadi secara lebih lengkap dan keadaan kesehatan secara umum. Bila telah memenuhi persyaratan untuk dilakukan penanganan ini, maka akan dilakukan penanganan dengan cara :

Dilakukan pengambilan sampel sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Terhadap sampel yang sudah memenuhi kriteria kemudian dilakukan pencatatan data dasar sampel. Setiap sampel ditangani dengan memakai alat pemanas pelurus rambut.


(61)

a. Pada setiap pasien rambut kepala dalam keadaan kering dibagi menjadi 2 bagian. Sisi kanan sebagai lokasi rambut sebelum pemanasan (pre treatment) dan sisi kiri sebagai lokasi rambut setelah pemanasan (post treatment).

b. Rambut sisi kanan dibagi dalam 10 bagian kecil dengan bantuan penjepit rambut. Dilakukan penyisiran tiap bagian kecil dengan LMC sebanyak 20 kali dan kutu dan telurnya ditampung di atas kertas putih. Kemudian diperiksa dan dihitung jumlah kutu dan telurnya baik yang hidup maupun yang mati dengan bantuan kaca pembesar. Pengerjaan ini dilakukan oleh asisten peneliti tanpa diketahui peneliti.

c. Kemudian pada rambut yang telah disisir tadi dilakukan pemanasan dengan menggunakan alat pemanas pelurus rambut dengan suhu 60°C selama 3 menit pada setiap bagian kecil tersebut. Pengerjaan ini dilakukan oleh peneliti. d. Rambut sisi kiri dibagi pula dalam 10 bagian kecil dengan bantuan penjepit

rambut kemudian pada setiap bagian kecil rambut tersebut dilakukan pemanasan dengan menggunakan alat pemanas pelurus rambut dengan jarak 1 cm dari kulit kepala pada suhu 60°C selama 3 menit dari setiap bagian kecil. Pengerjaan ini dilakukan oleh peneliti.

e. Setelah dilakukan pemanasan, pada bagian kecil rambut tadi dilakukan penyisiran dengan LMC rambut sebanyak 20 kali dan hasil penyisiran

ditampung diatas kertas putih. Pengerjaan ini dilakukan oleh`peneliti.

f. Kemudian kutu dan telur kutu dimasukkan ke dalam masing-masing mangkuk plastik putih dan ditutup dengan kasa steril serta diikat dengan karet gelang,


(62)

kutu dibiarkan selama 3 jam sebelum dihitung dan untuk telur kutu dibiarkan selama 10 hari pada suhu kamar sebelum dihitung.

g. Setelah 3 jam dilakukan pemeriksaan serta penghitungan jumlah kutu yang hidup dan mati dengan bantuan kaca pembesar. Pengerjaan ini dilakukan oleh asisten peneliti tanpa diketahui peneliti.

h. Kemudian dilakukan perbandingan jumlah antara tindakan b dan tindakan g untuk menilai keberhasilan efek pemanasan pada penatalaksanaan PK dan untuk mengetahui jumlah kutu pada sisi kanan dan kiri kepala. Pengerjaan ini dilakukan oleh peneliti.

i. 10 hari kemudian dilakukan pemeriksaan dan penghitungan jumlah telur kutu yang hidup dan mati dengan bantuan kaca pembesar. Pengerjaan ini dilakukan oleh asisten peneliti tanpa diketahui peneliti.

j. Kemudian dilakukan perbandingan jumlah antara tindakan b dan tindakan i untuk menilai keberhasilan efek pemanasan pada penanganan terhadap telur kutu dan untuk mengetahui jumlah telur kutu pada sisi kanan dan kiri kepala. Pengerjaan ini dilakukan oleh peneliti.

k. Pada kulit kepala dan rambut dilihat efek samping yang timbul (rambut patah, eritema, rasa panas) setelah pemanasan.

Jika Bapak/Ibu/Kakak/Adik/Saudara/i mengeluh adanya rasa nyeri pada kulit kepala, atau terjadi kerusakan rambut Bapak/Ibu/Kakak/Adik/Saudara/i dapat segera menghubungi saya melalui telepon di 061-77151977 atau 0811611181, atau di alamat


(63)

: Komplek Taman Setia Budi Blok G No.39 Medan, atau pergi ke rumah sakit terdekat dengan terlebih dahulu menghubungi saya.

Peserta penelitian tidak akan dikutip biaya apapun dalam penelitian. Kerahasiaan mengenai penyakit yang diderita peserta penelitian akan dijamin.Keikutsertaan Bapak/Ibu/Kakak/Adik/Saudara/i dalam penelitian ini adalah bersifat sukarela. Bila tidak bersedia, Bapak/Ibu/Kakak/Adik/Saudara/i berhak untuk menolak diikutsertakan dalam penelitian ini. Jika Bapak/Ibu/Kakak/Adik/Saudara/i bersedia dan menyetujui pemeriksaan ini, mohon untuk menandatangani formulir persetujuan ikut serta dalam penelitian.

Jika Bapak/Ibu/Kakak/Adik/Saudara/i masih memerlukan penjelasan lebih lanjut dapat menghubungi saya.


(64)

LAMPIRAN 3.

STATUS PASIEN PENELITIAN

Tanggal pemeriksaan : Nomor urut penelitian :

IDENTITAS

Nama :

Alamat :

Umur :

Jenis kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan

Suku :

Pekerjaan : Pendidikan : ANAMNESIS

Keluhan utama :

PEMERIKSAAN FISIK Status generalisata


(65)

Status dermatologi : - kutu yang hidup / mati - telur kutu yang hidup / mati

DIAGNOSIS KERJA :

PENATALAKSANAAN :

Tanggal : / / / HASIL PENELITIAN

Jumlah telur kutu yang mati : : Sebelum penanganan

Jumlah kutu yang hidup : Jumlah kutu yang mati :

Jumlah telur kutu yang hidup : Jumlah telur kutu yang mati : Setelah penanganan

(3 jam kemudian)

Jumlah kutu yang hidup : Jumlah kutu yang mati :

(10 hari kemudian)

Jumlah telur kutu yang hidup :


(66)

LAMPIRAN 4. Tabel master

No Nama jenis kelamin

Umur

(tahun) Pendidikan Suku

sebelum

penanganan Sesudah penanganan

efek samping kutu (hidup) telur kutu (hidup) kutu (mati) telur kutu (mati) kutu 3 jam (hidup) kutu (mati) telur kutu 10 hari (hidup) telur kutu (mati)

1 Monica perempuan 13 SMP Jawa 11 30 3 3 7 5 3 25 tidak ada

2 Dinda perempuan 11 SD Jawa 9 27 4 2 8 3 0 33 tidak ada

3 Tika perempuan 12 SD Jawa 2 13 1 1 3 2 0 17 tidak ada

4 Putri perempuan 11 SD Jawa 8 25 0 2 7 5 0 26 tidak ada

5 Lia perempuan 13 SMP Jawa 5 20 2 1 1 3 2 19 tidak ada

6 Dila Perempuan 9 SD Jawa 10 29 0 3 3 5 3 23 tidak ada

7 Ainur Perempuan 9 SD Jawa 7 19 1 2 3 3 1 17 tidak ada

8 Darmi Perempuan 31 SMP Jawa 7 17 0 2 5 4 0 13 tidak ada

9 Indah Perempuan 9 SD Jawa 5 21 2 2 2 4 2 22 tidak ada

10 Wiwik Perempuan 17 SMP Jawa 11 32 3 3 6 3 4 21 tidak ada

11 Putri Perempuan 18 SMA Jawa 9 26 0 3 8 3 3 30 tidak ada

12 Melda Perempuan 12 SMP Batak 3 19 2 1 2 0 2 15 tidak ada

13 Dinda Perempuan 11 SMP Jawa 4 13 0 1 3 4 0 11 tidak ada

14 Masita Perempuan 13 SMP Batak 18 63 5 5 22 3 11 46 tidak ada

15 Fitri Perempuan 10 SD Jawa 6 21 0 3 5 3 3 16 tidak ada

16 Gadis Perempuan 7 SD Jawa 7 21 2 2 4 6 2 18 tidak ada

17 Wulan Perempuan 9 SD Jawa 10 22 0 3 8 4 4 23 tidak ada


(67)

Lanjutan tabel master

No Nama jenis

kelamin Umur Pendidikan Suku

sebelum

penanganan Sesudah penanganan

efek samping kutu (hidup) telur kutu (hidup) kutu (mati) telur kutu (mati) kutu 3 jam (hidup) Kutu (mati) telur kutu 10 hari (hidup) telur kutu (mati)

19 Inor Perempuan 17 SMA Jawa 6 16 1 1 7 2 3 10 tidak ada

20 Farida Perempuan 30 SD Jawa 9 30 3 3 3 6 5 26 tidak ada

21 Sisca Perempuan 21 SMP Jawa 8 25 0 3 6 5 1 19 tidak ada

22 Wilda Perempuan 19 SMP Batak 8 19 0 1 4 2 1 22 tidak ada

23 Fitri Perempuan 16 SD Jawa 12 45 3 3 9 5 5 37 tidak ada

24 Nuri Perempuan 10 SD Jawa 4 15 0 2 1 2 2 11 tidak ada


(1)

LAMPIRAN 7.

Data hasil analisis statistik

Distribusi penderita PK berdasarkan kelompok usia Kelompok Usia

(tahun) Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

5-10 8 32.0 32.0 32.0

11-15 8 32.0 32.0 64.0

16-20 6 24.0 24.0 88.0

21-25 1 4.0 4.0 92.0

26-30 1 4.0 4.0 96.0

31-35 1 4.0 4.0 100.0

Total 25 100.0 100.0

Ditribusi penderita PK berdasarkan kelompok pendidikan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SD 13 52.0 52.0 52.0

SMA 2 8.0 8.0 60.0

SMK 1 4.0 4.0 64.0

SMP 9 36.0 36.0 100.0


(2)

Perbedaan jumlah kutu pada sisi kiri dan kanan kepala Group Statistics

Kel.area N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Kutu Kanan

Kutu Kiri

1.00 25 9.00000 4.80357 .96730

2.00 25 8.96000 4.76515 .95303

Independent Samples Test

t-test for Equality of Means

Sig. (2-tailed) Mean Difference

Std. Error Difference Equal variances assumed .975 0.04000 1.23945 Equal variances not assumed .975 0.04000 1.23945

Perbedaan jumlah telur kutu pada sisi kiri dan kanan kepala Group Statistics

Kel.

area N Mean Std. Deviation

Std. Error Mean Telur KutuKanan

Telur Kutu Kiri

1.00 25 26.6000 12.73047 5.00355 2.00 25 23.9600 10.03527 2.00705


(3)

Independent Samples Test

t-test for Equality of Means

Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference Equal variances assumed

.393 2.64000 2.74392

Equal variances not assumed

.393 2.64000 2.74392

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Sebelum penanganan Sesudah penanganan

Kutu hidup telur kutu kutu kutu telur kutu telur kutu hidup hidup mati hidup mati

N 25 25 25 25 25 25 Normal

Parameters

Mean 7.64 24.40 5.44 3.52 2.44 21.52 Std.

Deviation

3.475 10.766 4.350 1.447 2.347 8.407 Most

Extreme Differences

Absolute .108 .181 .167 .160 .206 .150

Positive .108 .181 .167 .160 .206 .150 Negative -.067 -.145 -.114 -.127 -.149 -.085

Kolmogorov-Smirnov Z

.539 .907 .833 .802 1.028 .751 Asymp. Sig.

(2-tailed)

.934 .383 .492 .541 .241 .626

a. Test distribution is normal b. Calculated from data


(4)

Paired Samples Test

T df Sig. (2-tailed) Pair 1 Kutuhidup_awal -

Kutuhidup_post

4.655 24 .000

Pair 2 Telurkutuhidup_awal - Telurkutuhidup_post

12.222 24 .000

One-sample statistic

N Mean Std. Deviation

Std. Error Mean Kutuhidup_awal 25 7.64 3.475 .695 Kutumati_awal

Telurkutuhidup_awal Telurkutumati_awal

25 25 25

1.36 24.40 2.20

1.328 10.766 1.964

.272 2.153 2.850 Kutuhidup_post 25 5.44 4.350 .870 Kutumati_post 25 3.52 1.447 .289 Telurkutuhidup_post 25 2.44 2.347 .469 Telurkutumati_post 25 21.52 8.407 1.681


(5)

LAMPIRAN 8.

Komite Etik


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi

1.

Nama

: dr. Riana Miranda Sinaga

2.

Tempat & Tanggal Lahir : Medan, 7 April 1981

3.

Usia

: 32 tahun

4.

Jenis Kelamin

: Perempuan

5.

Status

: Menikah

6.

Pendidikan

: S1 Kedokteran

7.

Agama

: Islam

8.

Kebangsaan

: Indonesia

9.

Alamat

: Komplek Taman Setia Budi Indah Blok.G

No.39 , Medan

10.

Telepon / HP

: 0811611181

Pendidikan Formal

1.

SD

: SD Harapan 1 Medan

2.

SMP

: SMP Harapan 1 Medan

3.

SMA

: SMU Negeri 1 Medan