Analisis Pemasaran Hasil Hutan Non Kayu Di Sekitar Taman Nasional Batang Gadis (Studi Kasus Desa Batahan Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing-Natal)

(1)

ANALISIS PEMASARAN HASIL HUTAN NON KAYU

DI SEKITAR TAMAN NASIONAL BATANG GADIS

(Studi Kasus Desa Batahan Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing-Natal)

SKRIPSI

MISWARI 051201018 Manajemen Hutan

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2010


(2)

Judul Penelitian : ANALISIS PEMASARAN HASIL HUTAN NON KAYU DI SEKITAR TAMAN NASIONAL BATANG GADIS (Studi Kasus Desa Batahan Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing-Natal)

Nama Mahasiswa : MISWARI

NIM : 051201018

Jurusan : Kehutanan

P. Studi : Manajemen Hutan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Nurdin Sulistiyono S.Hut, M.Si Agus Purwoko S.Hut, M.Si

Ketua Anggota

Mengetahui,

Dr.Ir.Edy Batara Mulya Siregar MS Ketua Jurusan Kehutanan


(3)

ABSTRAK

Taman Nasional batang Gadis (TNBG) merupakan salah satu Taman Nasional yang berada di Sumatera Utara, dengan luas wilayah ± 108.000 hektar. Di TNBG tersebut ditemukan DAS sebagai penyedia air yang teratur untuk mendukung kelangsungan hidup dan kegiatan perekonomian masyarakat. Di sekitar TNBG terdapat 68 desa dari 10 wilayah kecamatan yang didalamnya terdapat jenis tumbuhan yang menghasilkan hasil hutan non kayu (HHNK).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui HHNK yang dimanfaatkan oleh masyarakat, untuk mengetahui marjin pemasaran HHNK, serta untuk menentukan strategi terhadap permasalahan pemasaran HHNK dengan SWOT. Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi masyarakat, pengelola Taman Nasional, stakeholder dalam menganalisis pemasaran HHNK. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Batahan Kecamatan Kotanopan yang berada di sekitar TNBG. Waktu penelitian selama kurang lebih 2 bulan mulai Juni sampai Juli 2010. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan selama penelitian meliputi wawancara, kuisioner, pengolahan data dan analisis data.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan HHNK yang dimanfaatkan yaitu getah karet alam (Hevea brasiliensis), kulit kayu manis (Cinnamomun burmannii), dan minyak nilam (Pogostemon cablin Benth). Jenis yang memiliki marjin pemasaran terbesar adalah getah karet alam (Hevea brasiliensis) yaitu Rp. 5.000,00/ Kg (51,54%) dan marjin pemasaran terkecil adalah minyak nilam (Pogostemon cablin Benth) yaitu Rp. 700,00/ Kg (3,55%). Strategi utama yang ditentukan dalam pemasaran HHNK adalah strategi SO (strength Opportunity) yaitu mempertahankan kualitas HHNK dan pemasaran dari petani langsung sampai ke pedagang antar kota.


(4)

ABSTRACT

National Parks Batang Gadis (TNBG) is one of the National Park located in North Sumatra, with an area of ± 108 000 hectares. In TNBG were found watershed as a water provider regularly to support the continuity of life and economic activities of society. TNBG around the village there are 68 out of 10 districts in which there are plant species that produce non-timber forest products (NTFPs)

The purpose of this study is to determine NTFPs exploited by society, to know the marketing margin of NTFPs, as well as to determine the strategy of NTFPs with a SWOT marketing problems. This research is expected to benefit the community, National Park managers, stakeholders in analyzing the marketing of NTFPs. This research was conducted in the Village District Batahan Kotanopan around TNBG. Research time for approximately two months starting in June until July 2010. Activities conducted during the study including interviews, questionnaires, data processing and data analysis.

Based on the results of research show that NTFPs are exploited natural rubber latex (Hevea brasiliensis), cinnamon bark (Cinnamomun burmannii), and oil of patchouli (Pogostemon cablin). Species that have the largest marketing margins for natural rubber latex (Hevea brasiliensis) is Rp. 5000.00 / Kg (51.54%) and oil marketing margin is the smallest of patchouli (Pogostemon cablin) is Rp. 700.00 / Kg (3.55%). The main strategy is determined in the marketing of NTFPs is SO strategy (strength Opportunity) that maintain the quality of NTFPs and direct marketing from farmers to traders across the city. Keywords: TNBG, non-timber forest products, marketing margin, SWOT Analysis


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan karunia-Nyalah penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada suri teladan kita Rosulullah SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya, hingga kepada para pengikutnya yang senantiasa istiqomah sampai akhir zaman.

Skripsi ini merupakan laporan akhir dari penelitian penulis yang berjudul “ANALISIS PEMASARAN HASIL HUTAN NON KAYU DI SEKITAR TAMAN NASIONAL BATANG GADIS (Studi Kasus Desa Batahan Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing-Natal)”. Penelitian ini dilakukan bulan Juni – Juli 2010 atas bimbingan Nurdin Sulistiyono S.Hut, M.Si dan Agus Purwoko S.Hut, M.Si. skripsi ini sekaligus merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan, sehingga sangat diharapkan kritik dan saran yang sifatnya membimbing dan membangun guna meningkatkan kualitas dan kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengharapkan skripsi ini bermanfaat bagi semua dan dapat menjadi sebuah acuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Juli 2010


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... ii

DAFTAR TABEL... ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Identifikasi Masalah ……..………...………… 2

Tujuan Penelitian.. ... 2

Manfaat Penelitian ….………...…… 3

TINJAUAN PUSTAKA Taman Nasional Batang Gadis... ... 4

Hasil Hutan Non Kayu... 6 Analisis Pemasaran ... 10

Analisis SWOT………... 13 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 14

Bahan dan Alat... ... 14

Metode Pengumpulan Data ... 14 Analisis

Data………... 15

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi Penelitian... 18

Karakteristik Responden…... 19

Rantai Pemasaran Hasil Hutan Non Kayu... 20

Produksi dan Harga Hasil Hutan Non Kayu... 23


(7)

Marjin Pemasaran Hasil Hutan Non Kayu... 24

Analisis

SWOT………... 29

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 33 Saran... ... 34 DAFTAR PUSTAKA


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Rekapitulasi data responden ... 19

Tabel 2. Hasil produksi dan harga hasil hutan non kayu ... 23

Tabel 3. Analisis marjin pemasaran hasil hutan non kayu... 25

Tabel 4. Analisis besarnya bagian keuntungan (Ski)... 26

Tabel 5. Analisis besarnya bagian biaya (Sbi)... 27

Tabel 6. Analisis bagian petani (Sp), mark up on selling dan efisiensi...28


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Rekapitulasi hasil kuisioner dan wawancara... viii

Lampiran 2. Jumlah hasil produksi dan harga setiap petani... ix

Lampiran 3. Marjin Pemasaran masing-masing tingkat... xiii

Lampiran 4. Analisis SWOT... xiv

Lampiran 5. Peta tempat penelitian... xv


(10)

ABSTRAK

Taman Nasional batang Gadis (TNBG) merupakan salah satu Taman Nasional yang berada di Sumatera Utara, dengan luas wilayah ± 108.000 hektar. Di TNBG tersebut ditemukan DAS sebagai penyedia air yang teratur untuk mendukung kelangsungan hidup dan kegiatan perekonomian masyarakat. Di sekitar TNBG terdapat 68 desa dari 10 wilayah kecamatan yang didalamnya terdapat jenis tumbuhan yang menghasilkan hasil hutan non kayu (HHNK).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui HHNK yang dimanfaatkan oleh masyarakat, untuk mengetahui marjin pemasaran HHNK, serta untuk menentukan strategi terhadap permasalahan pemasaran HHNK dengan SWOT. Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi masyarakat, pengelola Taman Nasional, stakeholder dalam menganalisis pemasaran HHNK. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Batahan Kecamatan Kotanopan yang berada di sekitar TNBG. Waktu penelitian selama kurang lebih 2 bulan mulai Juni sampai Juli 2010. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan selama penelitian meliputi wawancara, kuisioner, pengolahan data dan analisis data.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan HHNK yang dimanfaatkan yaitu getah karet alam (Hevea brasiliensis), kulit kayu manis (Cinnamomun burmannii), dan minyak nilam (Pogostemon cablin Benth). Jenis yang memiliki marjin pemasaran terbesar adalah getah karet alam (Hevea brasiliensis) yaitu Rp. 5.000,00/ Kg (51,54%) dan marjin pemasaran terkecil adalah minyak nilam (Pogostemon cablin Benth) yaitu Rp. 700,00/ Kg (3,55%). Strategi utama yang ditentukan dalam pemasaran HHNK adalah strategi SO (strength Opportunity) yaitu mempertahankan kualitas HHNK dan pemasaran dari petani langsung sampai ke pedagang antar kota.


(11)

ABSTRACT

National Parks Batang Gadis (TNBG) is one of the National Park located in North Sumatra, with an area of ± 108 000 hectares. In TNBG were found watershed as a water provider regularly to support the continuity of life and economic activities of society. TNBG around the village there are 68 out of 10 districts in which there are plant species that produce non-timber forest products (NTFPs)

The purpose of this study is to determine NTFPs exploited by society, to know the marketing margin of NTFPs, as well as to determine the strategy of NTFPs with a SWOT marketing problems. This research is expected to benefit the community, National Park managers, stakeholders in analyzing the marketing of NTFPs. This research was conducted in the Village District Batahan Kotanopan around TNBG. Research time for approximately two months starting in June until July 2010. Activities conducted during the study including interviews, questionnaires, data processing and data analysis.

Based on the results of research show that NTFPs are exploited natural rubber latex (Hevea brasiliensis), cinnamon bark (Cinnamomun burmannii), and oil of patchouli (Pogostemon cablin). Species that have the largest marketing margins for natural rubber latex (Hevea brasiliensis) is Rp. 5000.00 / Kg (51.54%) and oil marketing margin is the smallest of patchouli (Pogostemon cablin) is Rp. 700.00 / Kg (3.55%). The main strategy is determined in the marketing of NTFPs is SO strategy (strength Opportunity) that maintain the quality of NTFPs and direct marketing from farmers to traders across the city. Keywords: TNBG, non-timber forest products, marketing margin, SWOT Analysis


(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Keberadaan hutan merupakan sumber mata pencaharian bagi masyarakat yang tingkat perekonomiannya masih rendah karena memanfaatkan sumberdaya hutan secara tradisional. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk maka meningkat pula permintaan kebutuhan masyarakat akan hasil hutan baik kayu maupun non kayu sesuai dengan kebutuhan. Mengingat hal tersebut sebagian besar penduduk Indonesia menggantungkan hidupnya pada pemanfaatan hasil hutan dan jasa hutan (DEPHUTBUN, 1998).

Taman Nasional Batang Gadis adalah salah satu bagian dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Gadis, Batang Batahan, dan Batang Natal. Ketiga DAS ini sangat penting artinya sebagai penyedia air yang teratur untuk mendukung kelangsungan hidup dan kegiatan perekonomian utama masyarakat. Keberadaan Taman Nasional sangat besar sekali manfaatnya bagi masyarakat desa sekitar kawasan. Banyak diantara mereka mengambil hasil hutan non kayu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan cara menjual hasil hutan bahkan ada sebagian penduduk yang menjadikan sebagai pekerjaan pokok (Pemerintah Kabupaten Mandailing-Natal, 2004).

Analisis pemasaran di sekitar TNBG mendayagunakan masyarakat lokal dalam mengindentifikasi produk potensial dan mengembangkan pasarnya untuk memperoleh manfaat serta pendapatan tanpa merusak sumber dayanya. Analisis pemasaran melalui pendekatan dan pengembangan pasar bisa membantu masyarakat untuk membangun sistem mata pencaharian yang berkelanjutan dimana modal mereka meningkat serta pengelolaan hutan mereka diperbaiki.


(13)

Taman Nasional dimanfaatkan sebagai sumber utama mata pencaharian masyarakat setempat dan sebagian besar pendapatan masyarakat juga masih tergantung dari hasil hutan non kayu. Dalam kelangsungan hidupnya penduduk asli yang berada di dalam dan sekitar hutan menganggap hutan sebagai bagian dari hidupnya. Selain itu informasi dan pengetahuan tentang pemasaran hasil hutan non kayu masih sangat kurang karena masyarakat kebanyakan bergantung pada pemasaran hasil hutan non kayu untuk memenuhi kebutuhan hidup yang lain Sehingga penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah setempat dan masyarakat di dalam kawasan Taman Nasional Batang Gadis.

Identifikasi Masalah

1. Bagaimana rantai pemasaran hasil hutan non kayu di sekitar Taman Nasional Batang Gadis.

2. Berapa besar marjin keuntungan dari rantai-rantai pemasaran hasil hutan non kayu di sekitar Taman Nasional Batang Gadis.

3. Sampai seberapa jauh strategi pemecahan permasalahan yang berkaitan dengan rantai pemasaran hasil hutan non kayu.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah maka tujuan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui hasil hutan non kayu yang dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitar Taman Nasional Batang Gadis.


(14)

2. Untuk mengetahui rantai pemasaran dan besarnya marjin keuntungan dari rantai-rantai pemasaran hasil hutan non kayu di sekitar Taman Nasional Batang Gadis.

3. Untuk menentukan strategi terhadap permasalahan yang timbul berkaitan dengan rantai pemasaran hasil hutan non kayu dengan SWOT.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan pengetahuan tentang rantai pemasaran hasil hutan non kayu yang dapat mempengaruhi harga di tingkat petani/ masyarakat. Dengan adanya pengetahuan tersebut diharapkan dapat diaplikasikan untuk menganalisis keadaan harga dan pola rantai pemasaran hasil hutan non kayu di sekitar Taman Nasional Batang Gadis. Hasil Penelitian ini juga dapat disumbangkan sebagai bahan masukan kepada pengelola Taman Nasional, pemerintah, stakeholder dan Masyarakat desa dalam pemasaran hasil hutan non kayu di sekitar Taman Nasional Batang Gadis.


(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Taman Nasional Batang Gadis

Kawasan Taman Nasional Batang Gadis yang berasal dari kawasan hutan lindung dan hutan produksi dengan luas ±108.000 Ha yang ditetapkan sejak zaman penjajahan Belanda merupakan satu kesatuan ekosistem hutan hujan tropika yang terdiri dari sub ekosistem hutan hujan tropika dataran rendah, sub ekosistem hutan hujan tropika dataran tinggi dan sub ekosistem vulkanik yang masih asli. Di dalam satu kesatuan ekosistem tersebut kaya akan keragaman jenis hewan dan tumbuhan serta unsur - unsur fisik pendukungnya sehingga pada kawasan tersebut dapat dibagi ke dalam zona inti, zona pemanfaatan dan zona lainnya.

Keberadaan desa-desa di dalam dan di sekitar wilayah rencana Taman Nasional sebagai akibat adanya akses jalan baik jalan Negara, jalan propinsi, jalan kabupaten maupun jalan desa itu sendiri sehingga memudahkan masyarakat untuk melakukan aktifitas di wilayah dimaksud. Hasil telaahan di atas peta Rencana Taman Nasional batang Gadis dapat diketahui keberadaan Taman Nasional : 1. Pada Zona Inti

Pada Zona inti tidak terdapat wilayah desa. 2. Pada Zona Pemanfaatan

Pada Zona ini tidak terdapat wilayah desa sehingga pada zona pemanfaatan ini merupakan kawasan hutan Negara.


(16)

3. Pada Zona Penyangga

Zona penyangga merupakan kawasan lindung yang berada di luar kawasan lindung yang berada di luar kawasan hutan, dan pada zona ini telah terdapat aktifitas manusia dengan penggunaan lahan untuk keperluan hidup sehari-hari. Pada zona penyangga ini terdapat 68 (enam puluh delapan) desa dari 10 (sepuluh) wilayah kecamatan.

Taman Nasional Batang Gadis (TNBG), maliputi hutan dataran rendah dan dataran tinggi. Kawasan ini mempunyai peranan yang penting di tingkat lokal, nasional dan global karena spektrum ekologinya yang lengkap disertai beragam jenis keanekaragaman hayati dan sumber daya alam yang unik. sumber daya alam yang ditemukan di Taman Nasional ini merupakan milik Negara dan dikelola dengan sedemikian rupa untuk memaksimalkan kesejahteraan penduduk yang tinggal disekitarnya. Namun demikian, masyarakat belum dapat merasakan kesejahteraan yang semestinya karena mereka hidup di bawah standar ekonomi, yang semakin diperparah dengan penggunaan sumber daya hutan yang tidak lestari (CII, 2006).

TNBG menjadi semakin penting guna keberlanjutan pembangunan ekonomi dan peningkatan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Madina. Pengeluaran biaya mubazir yang harus dikeluarkan pemerintah daerah untuk memulihkan alam sebagai konsekuansi dari rusaknya hutan alam dapat dihindari. Tidak akan terjadi pengalihan dana investasi dari sektor-sektor produktif masyarakat (pemodalan usaha produktif, biaya pendidikan, biaya kesehatan, peningkatan gizi, perumahan dsb) kepada usaha pemulihan bencana (non-produktif). Masyarakat tidak perlu menanggung beban akibat pengalihan dana


(17)

produktif ini dan pertumbuhan ekonomi daerah tidak terhambat. Dengan kondisi hutan yang lestari dan terjaga baiknya fungsi ekologis (pengatur iklim, penjaga kesuburan tanah, pengendali tata air), fungsi keanekaragaman hayati maupun fungsi ekonominya, maka TNBG secara maksimal dapat dimanfaatkan sebagai modal alam tanpa bayar (Unchanged natural capital) bagi serangkaian aktivitas perekonomian lokal secara jangka panjang, seperti pertanian, perkrbunan, pariwisata alam, perikanan atau peternakan (CII, 2004).

Taman Nasional adalah sebagai kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi. Kawasan TNBG bukanlah suatu wilayah yang terlarang untuk dimasuki oleh manusia, bukan mempersempit ruang gerak masyarakat mencari nafkah, tidak juga mengambil tanah rakyat. Pembentukan TNBG tidak akan memisahkan kehidupan masyarakat yang memang sejak lama mempunyai kearifan tradisional terhadap pelestarian alam. Tetapi TNBG memberi peluang bagi masyarakat untuk meningkatkan taraf hidup dan menjamin kelangsungan hidup jangka panjang (Konsorsium, 2005).

Peranan TNBG tidak hanya sekedar sebagai pengatur tata-air dan pencegah erosi, tapi menjadi lebih luas, yaitu melindungi kekayaan dan keunikan hayati skala global guna dimanfaatkan bagi umat manusia pada masa kini dan masa mendatang, baik untuk bahan baku obat, farmasi, dan dan bahan pangan baru (CII, 2006).

Hasil Hutan Non Kayu

Hasil Hutan Non Kayu semula disebut hasil hutan ikutan merupakan hasil hutan yang bukan kayu berasal dari bagian pohon atau tumbuh-tumbuhan yang memiliki sifat khusus yang dapat menjadi suatu barang yang diperlukan oleh


(18)

masyarakat, dijual sebagai komoditi ekspor atau sebagai bahan baku untuk suatu industri. Hasil hutan non kayu pada umumnya merupakan hasil sampingan dari sebuah pohon, misalnya getah, daun, kulit, buah dan lain-lain atau berupa tumbuhan-tumbuhan yang memiliki sifat khusus seperti rotan, bambu dan lain-lain. Pemungutan hasil hutan non-kayu pada umumnya merupakan kegiatan tradisional dari masyarakat yang berada di sekitar hutan, bahkan di beberapa tempat, kegiatan pemungutan hasil hutan non kayu merupakan kegiatan utama sebagai sumber kehidupan masyarakat sehari-hari. Sebagai contoh, pengumpulan rotan, pengumpulan berbagai getah kayu seperti getah kayu Agathis, atau kayu Shorea dan lain-lain yang disebut dammar (Djajapertjunda, 2001).

Pemungutan hasil hutan bukan kayu pada kawasan konservasi merupakan bentuk kegiatan pengambilan hasil hutan bukan kayu dengan tidak merusak fungsi utama kawasan konservasi, seperti untuk mengambil madu, mengambil getah, mengambil buah dan lain-lain. Usaha pemanfaatan dan pemungutan tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk menjaga, melindungi dan meningkatkan fungsi kawasan konservasi.

Beberapa jenis hasil hutan non-kayu yang sudah dikenal adalah : 1. Getah Kayu

Bermacam-macam getah kayu yang sudah dikenal dan dipungut oleh masyarakat serta diperdagangkan diantaranya adalah :

Damar yang berasal dari pohon jenis Meranti (Dipterocarpaceae),

Kopal yang berasal dari kayu Agathis (Agathis spp.),


(19)

•Getah perca (ketiau, balam) yang berasal dari pohon Balam atau Suntai (Palaquium spp.),

Kemenyan yang berasal dari getah pohon kemenyan (Styrax benzoin),

•Gambir yang berasal dari getah pohon gambir. 2. Minyak Hasil Sulingan

Hasil hutan non-kayu berupa yang minyak hasil penyulingan yang sudah dikenal oleh masyarakat, diantaranya :

Getah kayu Pinus (Pinus merkusii) dan jenis kayu berdaun jarum lainnya dapat dimasak dan menghasilkan damar (gondorukem) dan terpentijn (Agathis spp.),

• Kayu Putih yang dihasilkan dari penyulingan daun kayu putih (Meulaleuca leucadendron) dan lain-lain,

• Minyak gosok dari bebagai jenis kayu seperti kayu lawang dan lain-lain,

• Minyak Nilam yang dihasilkan dari penyulingan daun nilam,

• Kapur Barus. 3. Kulit Kayu

Hasil Hutan yang berupa kulit kayu yang sudah dimanfaatkan diantaranya terdiri dari :

• Bahan penyamak kulit yang dihasilkan oleh kulit dari beberapa jenis kayu, diantaranya pilang (Adenanthera spp), Kayu bakau (Anisotera spp, Bruguieria spp), Acasia decurens,


(20)

Kulit kayu manis yang berasal dari Cassia vera (Cinnamomum bumanii BL.) adalah kulit yang dikeringkan utuk campuran masakan,

• Kulit Kayu untuk pengawet jala yang terbuat dari benang kapas, pewarna batik dan lain-lain.

4. Buah dan Biji

Hasil Hutan yang berupa buah dan biji yang sudah dapat dimanfaatkan, diantaranya terdiri dari :

Biji kayu Tengkawang (Shorea stenoptera),

Buah kemiri (Aleurites spp),

Buah matoa ( Pometia spp.)

• Buah asam 5. Pohon dan Tanaman Khusus

Jenis pohon atau tanaman tertentu yang khusus yang memiliki manfaat yang sangat berguna, diantaranya terdiri dari :

• Kayu Cendana,

• Rotan,

• Bambu

• Kayu Gaharu dan lain-lain.


(21)

Produksi barang-barang yang khusus dihasilkan secara terkait dengan tanaman tertentu yang tumbuh didalam hutan sebagai salah satu sumber bahannya, seperti :

• Serat sutera alam, yang dihasilkan dari kepongpong sejenis Ulat Sutera,

• Lak, yang dihasilkan seperti getah pelindung dari kutu kecil bernama Lacifer lacca yang merupakan parasit pada beberapa jenis kayu tertentu,

Madu (Apis mellifera) yang dihasilkan oleh lebah-lebah madu lokal dan import yang sudah merupakan bagian dari hasil hutan,

Sagu (Metroxylon spp.) dan lain-lain. 7. Binatang dan Bagian dari Binatang

Hasil hutan non kayu berupa binatang atau bagian dari binatang hasil penangkaran binatang yang dilindungi yang sebagian besar telah dapat dimanfaatkan untuk diperdagangkan, diantaranya : Kulit Buaya, Kera dan lain-lain (Djajapertjunda, 2001).

Analisis Pemasaran

Pemasaran merupakan salah satu dari kegiatan-kegiatan pokok yang dilakukan oleh para pengusaha dalam usahanya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, untuk berkembang, dan untuk mendapatkan laba. Berhasil tidaknya dalam pencapaian tujuan tergantung kepada keahlian pengusaha di bidang pemasaran produksi, keuangan maupun bidang lain. Selain itu


(22)

tergantung pula pada kemampuan pengusaha untuk mengkombinasikan fungsi-fungsi tersebut agar usaha pemasaran dapat berjalan lancar.

Secara umum permintaan terhadap suatu barang dipengaruhi oleh harga barang itu sendiri, harga barang lain baik itu merupakan barang substitusi atau barang komplementer, pendapatan, dan selera. Permintaan suatu komoditas yang memiliki spesifikasi dipengaruhi oleh elastisitas permintaan masing-masing produk yang bahan bakunya barang itu sendiri. Dengan demikian besarnya angka elastisitas tersebut akan menggambarkan besarnya perubahan permintaan sebagai akibat adanya perubahan harga. Perilaku pasar suatu komoditi layak untuk dicermati karena akan bisa ditemukan tingkat harga yang paling tepat sesuai dengan ciri masing-masing aspek yaitu sisi penawaran di satu pihak dan sisi permintaan di pihak lain. Dengan perkataan lain, pola penentuan harga akan sangat tergantung pada kekuatan pelaku-pelaku ekonomi dalam struktur pasar yang ada (Awang, 2002).

Sistem distribusi barang (termasuk hasil hutan) dari produsen ke konsumen bisa dilakukan dengan melalui cara langsung maupun cara tidak langsung. Keputusan untuk mendistribusikan barang dalam sistem tataniaga yang sedang berjalan disebut dengan “One time strategic decision”. Sistem distribusi dikatakan optimal adalah jika pada sistem dimaksud (yaitu : sistem tataniaga yang sedang berjalan), harga sama dengan biaya marjinal (necessary condition). Pada kondisi tersebut, tercapai tingkat efisiensi dari biaya distribusi barang dari produsen ke konsumen (Awang, 2002).

Ada beberapa cara pendekatan yang bisa dilakukan untuk mengetahui apakah sistem distribusi suatu barang tersebut sudah berada pada pada tingkat


(23)

efisiensi tertentu adalah dengan menggunakan parameter marjin pemasaran dan tingkat integrasi pasar. Secara matematis besarnya marjin pemasaran dapat diformulasikan sebagai berikut :

Mp = Pr – Pf atau Mp = Σ Bi + Σ Ki Keterangan :

• Mp = marjin pemasaran

• Pr = harga ditingkat pengecer

• Pf = harga ditingkat produsen

• Σ Bi = jumlah biaya yang dikeluarkan lembaga pemasaran (B1, B2, B3…….)

• Σ Ki = jumlah keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran

Dalam tata niaga hasil-hasil pertanian, umumnya ada tiga tahap proses penyampaian komoditas atau barang mulai dari produsen sampai kepada konsumen. Tahap-tahap proses tersebut adalah : (1) proses konsentrasi, (2) proses Equalisasi, dan (3) proses diversi (Ginting, 2006).

Pada tahap proses konsentrasi dimana pedagang perantara mengumpulkan barang dari produsen/ petani, dan pedagang besar mengumpulkan barang-barang dari pedagang pengumpul. Proses equalisasi dimana pedagang besar menahan barangnya untuk sementara sebelum dijual ke pasar. Sedangkan proses diversi adalah proses penjualan barang dari pedagang besar kepada pedagang eceran, dan penjualan dari pedagang eceran kepada konsumen (Ginting, 2006).

Peranan pedagang besar sangat menentukan dalam menetapkan hasil-hasil hutan non kayu. Dia membeli barang dalam keadaan pasar oligopsoni (dalam pasar harga dikuasai oleh beberapa pembeli), sedangkan dia menjual barang


(24)

kepada pasar oligopoli (dalam pasar harga dikuasai oleh beberapa penjual). Oleh karena itu, posisi pedagang besar sangat menguntungkan dalam proses pemasaran.

Analisis SWOT

Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threats). Dengan demikian perencana strategis (strategic planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan Analisis Situasi. Model yang paling popular untuk analisis situasi adalah Analisis SWOT (Rangkuti, 2006).

SWOT adalah singkatan dari lingkungan Internal Strengths dan Weakness serta lingkungan eksternal Opportunities dan Threats yang dihadapi dunia bisnis. Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal Peluang (Opportunities) dan Ancaman (Threats) dengan faktor internal Kekuatan (strengths) dan Kelemahan (Weaknesses). Penelitian menunjukkan bahwa kinerja perusahaan dapat ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal. Kedua faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam analisis SWOT (Rangkuti, 2006).


(25)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di sekitar Taman Nasional Batang Gadis Desa Batahan, Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing-Natal. Penelitian berlangsung pada bulan Juni sampai dengan Juli 2010.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini Peta Taman Nasional Batang Gadis dan Peta desa Batahan. Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain


(26)

perangkat komputer dengan software Microsoft excel, kamera, kalkulator, kuisioner dan alat tulis.

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer adalah hasil observasi di lapangan, diperoleh melalui wawancara dan kuisioner terhadap masyarakat produsen dan pedagang pengumpul hasil hutan non kayu.

Sedangkan data sekunder diperoleh dari sumber resmi dan instansi terkait yaitu Dinas Kehutanan Mandailing-Natal, BPS Madina, Kantor Kepala Desa Batahan dan Pedagang Pengumpul Besar Kecamatan melalui pencatatan data yang diperlukan serta perolehan sejumlah literatur dan peta yang mendukung. Data sekunder meliputi : kondisi umum lokasi penelitian, keadaan fisik hutan meliput i status dan luas hutan di sekitar TNBG, literatur-literatur tentang TNBG, dan data pendukung lainnya.

Analisis Data

1. Analisis Marjin Pemasaran

Data-data yang dihasilkan dari wawancara dan penyebaran kuisioner dikumpulkan berdasarkan karakteristiknya, selanjutnya disajikan dalam bentuk tabulasi. Data-data yang telah tersaji dalam bentuk tabulasi dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan nilai marjin pemasaran (Awang, 2002). Secara


(27)

sistematis nilai marjin pemasaran, marjin keuntungan dan efisiensi operasional dirumuskan sebagai berikut :

Mp = Pr – Pf atau Mp = Σ Bi + Σ Ki Keterangan :

• Mp = marjin pemasaran

• Pr = harga ditingkat konsumen

• Pf = harga ditingkat produsen

• Σ Bi = jumlah biaya yang dikeluarkan lembaga pemasaran (B1, B2, B3…….)

• Σ Ki = jumlah keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran

Analisis besarnya bagian keuntungan (Ski) dan bagian biaya (Sbi) masing-masing lembaga pemasaran (Pedagang pengumpul) diformulasikan sebagai berikut :

Ski = ki x 100% Ki = Keuntungan Lembaga Pemasaran

Pr – Pf bi = Biaya yang dikeluarkan lembaga pemasaran

Sbi = bi x 100% Pr = Harga ditingkat Konsumen

Pr - Pf Pf = harga ditingkat produsen

Besarnya share (bagian ) harga yang diterima petani/masyarakat (Sp) dari harga yang dibayarkan konsumen bisa diketahui dengan menggunakan formula sebagai berikut:

Sp = Pf Pr


(28)

Mark up on selling dan Mark up on cost

Analisis mark up on selling dan mark up on cost adalah suatu analisis untuk mengetahui tingkat efisiensi operasional (atau efisiensi teknis, yaitu tingkat kemampuan menyampaikan/ mendistribusikan barang dalam sistem tataniaga yang berjalan dengan biaya minimum). Formula analisi tersebut adalah :

1. Mark up (on cost) = Marjin tataniaga x 100% Harga beli/produksi

2. Mark up (on selling) = Marjin tataniaga

Data yang diperoleh dari lapangan berupa hasil kuisioner dan wawancara, dan data sekunder lainnya misalnya data keadaan di lapangan dianalisis secara deskriptif kemudian kedua data tersebut dianalisis dengan menggunakan teknik analisis SWOT. Adapun teknik analisis SWOT yaitu dengan menganalisa tentang masalah dari rantai pemasaran hasil hutan non kayu di sekitar Taman Nasional Batang Gadis dari segi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dimiliki

x 100% Harga jual

(Penelitian ini menggunakan mark up on selling)

Besarnya nilai mark up akan menentukan tingkat efisiensi operasional sistem tataniaga yang berjalan. Dengan ketentuan nilai mark up on selling lebih besar dari 50% maka efisiensi tataniaga rendah dan lebih kecil dari 50% maka efisiensi tinggi. Oleh karena itu, nilai mark up (persentase) yang makin rendah (kecil) menunjukkan tingkat efisiensi tataniaga makin tinggi dan akan terjadi hal yang sebaliknya jika nilai tersebut makin besar.


(29)

kemudian dibuat strategi pemecahan permasalahan menurut kekuatan dan peluang untuk menekan ataupun mengurangi kelemahan dan ancaman yang ada.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Desa Batahan berada di Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandailing-Natal dengan luas Desa 148,94 Ha. Desa Batahan memiliki topografi lereng/ punggung bukit dengan ketinggian 1162 meter di atas permukaan laut (mdpl) pada koordinat 00º41’26,75” LU dan 99º33’55,97” BT.


(30)

Dari luas lahan berdasarkan wawancara, luas total lahan yang ditanami berbagai jenis hasil hutan non kayu mencapai ± 1000 Ha, dengan luas lahan yang dimiliki petani berkisar antara 0,5 sampai 1,00 Ha. Terdapatnya berbagai hasil hutan non kayu di lahan masyarakat Desa Batahan membuat hasil hutan non kayu sebagai sumber penghasilan yang dominan dan cukup menjanjikan apabila dapat dikembangkan dengan jenis pengelolaan hutan rakyat.

Jika dilihat luasan lahan untuk rumah tempat tinggal relatif kecil sehingga dapat diperkirakan bahwa sarana perdagangan belum cukup tersedia dalam mengimbangi kebutuhan masyarakat. Dengan melihat penggunaan lahan yang terbesar untuk hasil hutan non kayu maka jelas bahwa kebutuhan masyarakat menjadi hal yang utama untuk diperhatikan. Karena itu peranan masyarakat petani hasil hutan non kayu yang memenuhi kebutuhan pokok semakin penting.

Perdagangan hasil hutan non kayu di Desa Batahan menduduki posisi strategis dalam mendorong kegiatan ekonomi selain tersebut merupakan sektor yang paling besar memberikan kontribusi. Sejalan dengan penggunaan lahan masyarakat disekitar Taman Nasional maka Desa Batahan telah mempunyai banyak fungsi salah satunya fungsinya adalah sebagai penjaga hutan (forest guard).

Karakteristik Responden

Responden di Desa Batahan adalah petani/ warga masyarakat secara keseluruhan yang mengusahakan hasil hutan non kayu. Responden lain adalah pedagang pengumpul (toke) yang mengumpulkan di masing-masing daerah operasi. Pedagang pengumpul tersebut berperan dalam menunjang saluran pemasaran karena fungsinya untuk menghimpun volume produksi yang semula


(31)

jumlahnya kecil dari petani menjadi jumlah yang banyak. Saluran pemasaran yang beroperasi secara besar adalah toke godang (pedagang besar antar kota) yang berlokasi di pasar Kotanopan. Pada pasar ini baik sarana dan prasarana sudah cukup memadai. Dari pasar inilah hasil hutan non kayu didistribusikan ke luar daerah, sehingga penelitian hanya sampai pada pasar Kotanopan. Hasil hutan non kayu didistribusikan dari pasar Kotanopan kebanyakan ke Sumatera Barat dan sebagian ke Tapanuli Selatan yang dapat berupa pabrik.

Tabel 1. Rekapitulasi data responden

No. Responden Jumlah (orang) Total (%)

1. Petani HHNK 79 85,86

2. Pedagang Pengumpul Desa 5 5,43

3. Pedagang Pengumpul Pasar Kecamatan 5 5,43

4. Pedagang Besar Antar Kota 3 3,28

Total 92 100

Petani desa Batahan yang dihuni 94 KK mempunyai lahan yang ditanami jenis hasil hutan non kayu mencapai ± 1000 Ha. Sebagian petani Desa bermata pencaharian sebagai petani musiman, dan sebagian petani yang bermodal mengusahakan hasil hutan non kayu seperti getah karet (Hevea brasiliensis), kulit kayu manis (Cinnamomun burmanii), dan minyak nilam (Pogostemon cablin Benth).

Hutan Desa Batahan merupakan hutan yang semakin penting guna keberlanjutan pembangunan ekonomi dan peningkatan pertumbuhan ekonomi di Kecamatan Kotanopan. Dengan kondisi hutan yang terjaga sebagai fungsi ekonomi, maka hutan Desa secara maksimal dapat dimanfaatkan sebagai modal


(32)

alam tanpa bayar bagi aktivitas perekonomian desa secara jangka panjang, seperti pertanian, perkebunan, dan peternakan.

Kondisi ekonomi petani Desa Batahan ini dari tahun ke tahun tidak beranjak baik bahkan terbelenggu pada kesulitan ekonomi seiring naiknya harga kebutuhan dasar/ pokok maupun kebutuhan sarana dan prasarana untuk menampung usaha tani mereka. Petani banyak mengeluh dengan masa depan diri dan keluarganya karena hasil usaha tani mereka dirasakan tidak mampu mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari dan mereka tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan biaya sekolah anak-anak serta kebutuhan kesehatan keluarga.

Berbagai program untuk mengangkat hasil hutan petani telah mereka lakukan namun masih belum juga menaikkan kemampuan ekonomi. Program kali ini yang dicanangkan oleh petani Desa Batahan adalah PNPM Mandiri digunakan untuk memperbaiki jalan menuju Desa Batahan. Menghadapi kesulitan ekonomi dan berbagai akibatnya, petani sangat tertekan batin, dan pikiran, disamping itu desakan/ tuntutan dari petani tidak pernah tiada hentinya, bahkan diantara sekelompok petani mulai kehilangan kepercayaan terhadap kemampuan Desa dalam mengupayakan peningkatan kesejahteraan masyarakatnya.

Analisis Pemasaran

Rantai Pemasaran Hasil Hutan Non Kayu

Saluran rantai pemasaran hasil hutan non kayu yang dilakukan responden (petani) di Desa Batahan terdapat saluran pemasaran dari tiga jenis hasil hutan non kayu , yaitu:


(33)

1. Saluran pemasaran getah karet (Hevea brasiliensis). Saluran pemasaran getah karet (Hevea brasiliensis) dilakukan secara langsung di Desa yaitu petani menjual hasil hutan non kayu langsung ke pedagang pengumpul Desa. Hasil hutan non kayu dari pedagang pengumpul Desa akan diteruskan ke pedagang pengumpul pasar dan pedagang besar antar kota. Saluran pemasaran getah karet (Hevea brasiliensis) jika digambarkan dalam bagan alir, yaitu:

2. Saluran pemasaran kulit kayu manis (Cinnamomun burmanii). Saluran pemasaran kulit kayu manis (Cinnamomun burmanii) juga dilakukan secara langsung di desa yaitu petani menjual hasil hutan non kayu langsung ke pedagang pengumpul Desa. Saluran pemasaran kayu manis (Cinnamomun burmanii) jika digambarkan dalam bagan alir, yaitu:

3. Saluran pemasaran minyak nilam (Pogostemon cablin Benth). Saluran pemasaran minyak nilam (Pogostemon cablin Benth) juga dilakukan secara langsung di desa yaitu petani menjual hasil hutan non kayu Petani Karet Pedagang Pengumpul getah karet Desa Pedagang Pengumpul getah karet Di

Pasar Kecamatan Pedagang Besar getah karet Antar Kota Petani Kulit kayu manis Pedagang Pengumpul kulit kayu manis Desa Pedagang Pengumpul kulit kayu manis Di Pasar

Kecamatan

Pedagang Besar kulit kayu manis Antar Kota


(34)

langsung ke pedagang pengumpul Desa. Saluran pemasaran nilam (Pogostemon cablin Benth) jika digambarkan dalam bagan alir, yaitu:

Petani di Desa Batahan yang memasarkan dan menjual hasil hutan non kayu langsung ke pedagang pengumpul Desa terjadi pada petani yang memanen hasil getah karet (Hevea brasiliensis), kulit kayu manis (Cinnamomun burmanii dan minyak nilam (Pogostemon cablin Benth)). Petani yang memasarkan dan menjual hasil hutan non kayu langsung ke pedagang pengumpul desa terdekat dilakukan karena hasil hutan dirasakan beban yang berat untuk diangkat dan jarak tempuh yang jauh untuk mencapai tempat pedagang pengumpul di pasar Kotanopan.

Berdasarkan wawancara dalam penelitian, maka sasaran-sasaran hasil hutan non kayu hanya dilakukan pada ketiga jenis. Hal ini disebabkan petani kebanyakan hanya memanen ketiga hasil hutan yaitu getah karet (Hevea brasiliensis), kulit kayu manis (Cinnamomun burmanii), dan nilam (Pogostemon cablin Benth) untuk dijadikan produk yang bisa untuk dijual. Sedangkan produk-produk hasil hutan yang lain sangat jarang dilakukan atau dipanen oleh petani. Hasil hutan lain tidak dijadikan produk karena harga tidak sesuai dengan upah kerja yang dirasakan untuk memanen hasil di hutan. Contohnya rotan manau, biji

Petani Nilam

Pedagang Pengumpul minyak Nilam

Desa

Pedagang Pengumpul minyak Nilam

Di Pasar Kecamatan

Pedagang Besar minyak

Nilam Antar Kota


(35)

kemiri (Aleurites sp.) dan madu lebah (Apis mellifera) yang memerlukan waktu panen lama dan usaha keras untuk mendapatkan hasil hutan non kayu tersebut.

Produksi dan Harga Hasil Hutan Non Kayu

Data pada Tabel 2 menunjukkan hasil produksi dan harga yang didapati seluruh responden dari pemanenan hasil hutan non kayu.di Desa Batahan.

Tabel 2. Hasil produksi dan harga hasil hutan non kayu

N0. Jenis Hasil Hutan Non

Kayu Jumlah total Produksi (Kg/ bulan) Harga jual (Rp/ Kg) Persentase (%)

1 Getah Karet (Hevea brasiliensis)

3.200 7.000,00 25,00

2 Kulit kayu manis

(Cinnamomun burmanii)

7.200 3.000,00 56,25

3 Minyak nilam

(Pogostemon cablin Benth)

2.400 300,00 18,75

Total 12.800 100

Sumber: Kuesioner dan wawancara penelitian

Jumlah produksi suatu jenis hasil hutan non kayu diperoleh dari perkalian jumlah berat selama sebulan dengan petani yang memanen hasil hutan tersebut. Jumlah produksi rata-rata jenis hasil hutan non kayu di lahan yang diusahakan petani diperoleh dari pembagian antara jumlah berat jenis hasil hutan non kayu dengan jenis hasil hutan non kayu petani selama sebulan.

Hasil penelitian di Desa Batahan menunjukkan bahwa jumlah produksi yang diperoleh 79 responden dari 3 jenis hasil hutan non kayu yang dipasarkan sebesar 12.800 Kg/ bulan. Jenis hasil hutan non kayu yang memiliki jumlah terbesar adalah kulit kayu manis (Cinnamomun burmanii) yaitu 7.200/ bulan


(36)

(56,25% dari total jumlah produksi). Hal ini dikarenakan jumlah yang banyak di

hutan dan harga kulit manis ini relatif tinggi. Sementara jenis hasil hutan non kayu yang dimanfaatkan masyarakat dalam jumlah terkecil adalah minyak nilam (Pogostemon cablin Benth) sebesar 2400 Kg/ bulan (18,75% dari total jumlah produksi). Dari jumlah tersebut, jumlah produksi rata-rata satu jenis yang diperoleh seorang responden juga sama yaitu 54 Kg/ bulan. Hal ini dikarenakan panen yang diusahakan di hutan yang relatif rendah tiap kilogram dari jenis hasil hutan non kayu lain seperti getah karet (Hevea brasiliensis).

Marjin Pemasaran Hasil Hutan Non Kayu

Berdasarkan data wawancara dan kuisioner yang diperoleh dilapangan (tabel 3) bahwa terdapat harga jual masing-masing saluran pemasaran. Harga jual pada tiap saluran akan berbeda mulai dari harga jual petani sampai harga jual pedagang besar antar kota, sehingga didapat selisih dan angka marjin pemasaran. Secara rinci marjin pemasaran hasil hutan non kayu Desa Batahan adalah sebagai berikut.

No. Jenis HHNK Harga Jual Petani

Harga Jual Pengumpul

Desa

Harga Jual Pengumpul

Pasar Kecamatan

Harga Jual Pengumpul Besar Antar

Kota

Marjin Pemasaran


(37)

Tabel 3. Analisis Marjin Pemasaran Hasil Hutan Non Kayu Desa Batahan dalam Rp. / Kg.

Saluran pemasaran hasil hutan non kayu ini, tingkat keuntungan terbesar diterima petani pada harga produksi, yaitu sebesar Rp. 12.000 yang didapat pada jenis getah karet (Hevea brasiliensis). Untuk mengetahui besarnya marjin pemasaran produksi hasil hutan non kayu di Desa Batahan, pada table 3 telah disajikan dengan singkat. Tabel 3 menunjukkan bahwa harga yang terbesar yaitu harga pada pengumpul besar di Kecamatan dan harga terkecil yaitu pada tingkat petani.

Jenis hasil hutan non kayu yang memiliki marjin pemasaran terbesar adalah getah karet (Hevea brasiliensis) yaitu Rp. 5.000/ Kg (51,54% dari total jumlah marjin pemasaran/ Kg). Hal ini dikarenakan harga getah karet dipedagang besar kecamatan lebih tinggi. Sementara jenis hasil hutan non kayu yang memiliki marjin pemasaran terkecil adalah minyak nilam (Pogostemon cablin Benth) yaitu sebesar Rp. 700 (3,55% dari total jumlah marjin pemasaran). Berdasarkan analisis 1. Getah Karet

(Hevea brasiliensis)

7.000 8.000 11.000 12.000 5.000

selisih 1.000 3.000 1.000

2. Kulit kayu manis

(Cinnamomun burmanii)

3.000 4.000 6.000 7.000 4.000

selisih 1.000 2.000 1.000

3. Minyak nilam (Pogostemon cablin Benth)

300 400 900 1.000 700


(38)

marjin pemasaran diperoleh juga besarnya bagian keuntungan masing-masing saluran pemasaran pada tabel 4. Secara rinci Analisis besarnya bagian keuntungan masing-masing saluran pemasaran adalah sebagai berikut.

Tabel 4. Analisis besarnya bagian keuntungan (Ski) masing-masing dari saluran pemasaran dalam %/ Kg.

No .

Jenis HHNK Ski

Pengumpul Desa Ski Pengumpul Pasar Kecamatan Ski Pengumpul Besar Antar Kota 1. 2. 3.

Getah Karet (Hevea brasiliensis)

Kulit kayu manis (Cinnamomun burmanii) Minyak nilam (Pogostemon cablin Benth) 16% 20% 11,5% 40% 37,5% 57% 16% 20% 11,5%

Pada bagian keuntungan di tingkat masing-masing saluran pemasaran, tingkat keuntungan terbesar diterima pengumpul pasar Kotanopan. Dari jenis karet (Hevea brasiliensis) pedagang pengumpul pasar Kotanopan mendapat keuntungan Rp. 2.000/ Kg sama dengan 40% artinya pengumpul pasar mendapat bagian keuntungan setiap kilogram karet (Hevea brasiliensis) sebesar 40% dari jumlah total marjin pemasaran dari harga petani sampai harga pedagang antar Kota sebesar Rp. 5.000 (100%)/ Kg.

Sedangkan bagian keuntungan terkecil diterima oleh pengumpul Desa. Dari jenis nilam (pogostemon cablin Benth) mendapat bagian keuntungan 11,5%/ Kg yaitu


(39)

mendapat Rp. 80/ Kg dari jumlah total marjin pemasaran dari harga petani sampai pedagang antar Kota nilam (pogostemon cablin Benth) sebesar Rp. 700 (100%)/ Kg. Besar kecilnya persen bagian keuntungan dipengaruhi oleh harga jenis hasil hutan non kayu tingkat petani sampai pedagang antar Kota dan lokasi penyampaian masing-masing pelaku saluran pemasaran tersebut. Berdasarkan analisis marjin pemasaran diperoleh juga besarnya bagian biaya masing-masing saluran pemasaran pada tabel 5. Secara rinci Analisis besarnya bagian biaya masing-masing saluran pemasaran adalah sebagai berikut.

Tabel 5. Analisis besarnya bagian biaya (Sbi) masing-masing dari saluran pemasaran dalam %/ Kg.

Pada bagian biaya di tingkat masing-masing saluran pemasaran, tingkat biaya terbesar dikeluarkan pengumpul pasar Kotanopan. Dari jenis karet (Hevea brasiliensis) pedagang pengumpul pasar Kotanopan mengeluarkan biaya Rp.1.000/ Kg sama dengan 20% artinya pengumpul pasar mengeluarkan biaya setiap kilogram karet (Hevea brasiliensis) sebesar 20% dari jumlah total marjin pemasaran dari harga petani sampai harga pedagang antar Kota sebesar Rp. 5.000

No. Jenis HHNK Sbi Pengumpul Desa Sbi Pengumpul Pasar Kecamatan Sbi Pengumpul Besar Antar Kota 1. 2. 3.

Getah Karet (Hevea brasiliensis)

Kulit kayu manis (Cinnamomun burmanii) Minyak Nilam (Pogostemon cablin Benth) 4% 5% 3% 20% 12,5% 14% 4% 5% 3%


(40)

(100%)/ Kg. Sedangkan bagian biaya terkecil diterima oleh pengumpul Desa. Dari jenis nilam (pogostemon cablin Benth) mengeluarkan biaya 3%/ Kg yaitu mendapat Rp. 20/ Kg dari jumlah total marjin pemasaran sebesar Rp. 700 (100%)/ Kg. Besar kecilnya persen bagian biaya dipengaruhi oleh lokasi penyampaian barang dan tidak memadainya fasilitas pemasaran. Berdasarkan analisis marjin pemasaran diperoleh besarnya bagian harga petani dan mark up on selling saluran pemasaran pada tabel 6. Secara rinci Analisis besarnya bagian bagian harga petani dan mark up on selling saluran pemasaran adalah sebagai berikut.

Tabel 6. Analisis besarnya bagian petani (Sp), mark up on selling, dan efisiensi saluran rantai pemasaran hasil hutan non kayu.

Berdasarkan penelitian dan perhitungan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa efisiensi pemasaran yang tinggi disebabkan nilai mark up on selling (persentase) rendah. Hal ini dikarenakan para pedagang pengumpul menggunakan cara pemasaran berdasar permintaan dan pesaing. Menurut Ginting (2006) harga tinggi akan ditetapkan apabila harga kuat, sebaliknya bila permintaan lemah harga akan diturunkan. Dalam penelitian terlihat jelas bahwa harga hasil hutan non kayu yang ditetapkan oleh pedagang pengumpul akan

No. Jenis HHNK Sp bagian harga

petani

Mark up on selling

Efisiensi

1.

2.

3.

Getah karet (Hevea brasiliensis)

Kulit kayu manis (Cinnamomun burmanii)

Minyak nilam (Pogostemon cablin Benth) 58,33% 42,85% 30% 41,66% 57,14% 70% tinggi rendah rendah


(41)

berdasar permintan artinya harga ditetapkan dengan melihat permintaan pedagang pengumpul besar antar kota di Kecamatan.

Analisis SWOT

Secara lebih jelas analisis pemasaran hasil hutan non kayu di sekitar TNBG dilakukan analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman (SWOT). Berdasarkan hasil wawancara dan pengisian oleh masyarakat dapat dirumuskan beberapa pokok permasalahan baik internal maupun eksternal. Dari hasil scoring yang diperoleh dilakukan analisis menentukan strategi pemasaran hasil hutan non kayu yang disajikan pada tabel 7 berikut:

Tabel 7. Analisis SWOT Pemasaran Hasil Hutan Non Kayu di Sekitar Taman Nasional Batang Gadis

S (Strengths)

1.HHNK banyak

2.Kerja sama yang baik antara petani dan pengumpul

3. Kualitas HHNK baik

W (Weaknesses)

1. SDM rendah/ kurang 2. Proses produksi/ panen

lama

3. Sarana dan prasarana kurang memadai

4. Keterbatasan dana/ keuangan

5. Permintaan pedagang pengumpul tidak diketahui


(42)

O (Opportunities)

1.Hubungan kerjasama dengan TNBG

2. Kebijakan pemerintah

Strategi SO

1.Mempertahankan

kualitas HHNK yang dihasilkan untuk dapat memperluas kerjasama dengan pihak pedagang pengumpul

2.Menggunakan

pemasaran dari petani langsung sampai ke pedagang besar di pasar Kecamatan

Strategi WO

1.Peningkatan jumlah SDM

2. Penambahan waktu proses panen

3. Perbaikan saranna dan prasarana

4.Perluasan informasi tentang permintaan dan harga di pasar Kecamatan

T ( Threats)

1.Persaingan semakin ketat sesama pedagang 2. Munculnya peraturan tentang kawasan tapal batas

Strategi ST

1. Membina hubungan baik antar petani, pedagang pengumul dan pengelola TNBG

Strategi WT

1.Kurangi persaingan dengan menambah SDM untuk produksi yang banyak

2.Pemberian sarana dan

prasarana sesuai keinginan petani

Keterangan : Strategi SO

1. Mempertahankan kualitas HHNK yang dihasilkan untuk dapat memperluas kerjasam dengan pedagang pengumpul. Dengan mempertahankan kualitas


(43)

HHNK yang diperoleh maka jalinan kerjasama dengan pedagang pengumpul akan tetap dapat terjaga, bahkan dapat bertambah. Ini memungkinkan kerjasama dalam segala bidang, misalnya peningkatan kualitas dengan melalui cara panen dan cara pemasaran.

2. Menggunakan pemasaran dari petani langsung ke pedagang besar di pasar Kecamatan. HHNK yang banyak maka untuk mencapai efisiensi yang tinggi dan lebih baik alangkah baiknya menggunakan pemasaran dari petani langsung sampai pada pedagang besar. Dengan kerjasama yang baik petani dengan pedagangbesar Kecamatan maka dapat diketahui berapa besar permintaan dan naik atau turunnya harga HHNK.

Strategi WO

1. Peningkatan junlah SDM. Jumlah SDM yang terdapat sekarang sangat kurang untuyk memproduksi HHNK secara maksimal. Dengan kerja sama antara petani dengan pihak-pihak lain, mutu SDM juga dapat lebih baik.

2. Penambahan waktu proses panen. Waktu yang sedikit dalam memanen HHNK menjadikan produksi HHNK sedikit. Kurangnya waktu dapat lebih banyak menimbulkan keadaan pendapatan masyarakat kecil. Jumlah waktu lebih baik disesuaikan dengan jumlah petani dengan kebun atau lahan yang ada.

3. Perbaikan sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana Desa dinilai belum cukup memadai, misalnya kondisi tempat tinggal petani yang jauh dapat menimbulkan dan menjadikan Desa terpencil dan tertinggal terus-menerus. 4. Perluasan informasi tentang permintaan dan harga di Kecamatan. Informasi


(44)

mendukung produksi panen HHNK. Oleh karena itu, diharapkan informasi lebih baik bersifat terbuka, melihat tingkat pendidikan petani yang rendah.

Strategi ST

1. Membina hubungan baik antar petani, pedagang pengumpul dan pengelola TNBG. Dengan membina hubungan yang baik dapat terjalin suatu kesepahaman antara petani, pedagang pengumpul dan pengelola TNBG. Ini dapat berdampak pada peningkatan kerjasama antara petani dengan pedagang pengumpul besar di Kecamatan. Tindakan yang dilaksanakan adalah melakukan pemasaran dari petani Desa sampai pedagang pengumpul besar di Kecamatan berfungsi secara sempurna.

Strategi WT

1. Kurangi persaingan dengan menambah SDM untuk produksi banyak. Jika SDM sudah ada dengan masing-masing lahan yang ada dapat menambah hasil panen petani untuk dapat meningkatkan taraf hidup petani.

2. Pemberian saran dan prasarana yang diinginkan petani. Jika petani sudah mempunyai masing-masing lahan, sehingga dapat mempunya potensi HHNK yang banyak. Oleh karena itu, sarana dan prasarana petani sangat diperlukan mengingat potensi hhnk yang dimiliki akan turut menjadi salah satu prospek pasar yang menjanjikan.


(45)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Hasil hutan non kayu utama yang diusahakan oleh masyarakat di Desa Batahan ada 3 jenis, yakni getah karet (Hevea brasiliensis), kulit kayu manis (Cinnamomun burmanii), dan nilam (Pogostemon cablin Benth). .Hal ini disebabkan responden kebanyakan hanya memanen ketiga jenis hasil hutan non kayu yang dijadikan produk dan bisa dijual.

2. Saluran rantai pemasaran hasil hutan non kayu di sekitar TNBG Desa Batahan terdapat saluran rantai pemasaran secara langsung yaitu petani menjual hasil hutan non kayu langsung ke pedagang pengumpul Desa. Hasil hutan non kayu dari pedagang pengumpul Desa akan diteruskan ke pedagang pengumpul pasar dan pedagang besar antar kota.

3. Jenis hasil hutan non kayu yang memiliki marjin pemasaran terbesar adalah getah karet (Hevea brasiliensis) yaitu Rp. 5.000/ Kg (51,54% dari


(46)

total jumlah marjin pemasaran/ Kg). Sementara jenis hasil hutan non kayu yang memiliki marjin pemasaran terkecil adalah Nilam (Pogostemon cablin Benth) yaitu sebesar Rp. 700 (3,55% dari total jumlah marjin pemasaran).

4. Terdapat 9 strategi untuk pemasaran hasil hutan non kayu di sekitar Taman Nasional Batang Gadis, antara lain berdasarkan (a) strategi SO yaitu : memprtahankan kualitas hasil hutan non kayu dan pemasaran dari petani langsung sampai ke pedagang antar kota, (b) strategi WO yaitu peningkatan SDM dan perluasan informasi harga, (c) strategi ST yaitu : membina hubungan baik antar petani, pedagang pengumpul, dan pengelola TNBG dan (d) strategi WT yaitu : kurangi persaingan dengan menambah SDM untuk produksi yang banyak dan pemberian sarana dan prasarana yang diinginkan petani.

Saran

Peran serta para petani hasil hutan non kayu sangat dibutuhkan dalam pemasaran agar dapat meningkatkan kemampuan pengetahuan dalam memasarkan hasil hutan non kayu. Oleh karena itu, hasil hutan mempunyai kualitas baik dan harga tinggi dalam rantai pemasaran yang lebih efisien.


(47)

Amrun dan Konsorsium C.B. 2005. Hubungan TNBG Dengan Kehidupan Masyarakat Sekitar Kawasan. Piccala No. 4, Edisi Pertama. Medan. Hal. 4-7

Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi. PT. Renita Cipta. Jakarta

Awang, S dkk

Djajapertjunda, S dan Sumardjani, L. 2001. Hasil hutan non kayu gambaran masa lampau.

. 2002. Hutan Rakyat, Sosial Ekonomi dan Pemasaran. BPFE. Yogyakarta Hal. 69-81

Bitra Konsorsium Indonesia. 2005. Dari Hutan Rarangan Ke Taman Nasional, Potret Komunitas Lokal Di Sekitar Taman Nasional Batang Gadis. USU Press. Medan. Hal 28 -29

Conservation International Indonesia. 2006. Kolaborasi Pengelolaan Ekosistem Taman Nasional Batang Gadis. Naskah Kebijakan Tim Inisiator Kolaborasi Pengelolaan Taman Nasional Batang Gadis. Proyek Kerjasama Departemen Kehutanan, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, Pemerintah Kabupaten Mandailing-Natal dan Conservation International Indonesia. Jakarta

Departemen Kehutanan dan Conservation International Indonesia. 2004. Taman Nasional Batang Gadis, Upaya Mewariskan Hutan Bagi Anak Cucu. Medan

Departemen Kehutanan dan Perkebunan Repulik Indonesia. 1998. Buku Panduan Kehutanan Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan. Jakarta

Ginting, P. 2006. Pemasaran Produk Pertanian: Studi Empiris Tentang marjin Pemasaran dan Efisiensi Pemasaran Sayuran di Kotamadya Bandung. USU Press. Medan. Hal. 6-15

Google Earth. 2010. Citra Rupa Bumi Kotanopan. [24/05/10]

Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal. 2004. Rencana Pembangunan Taman Nasional Batang Gadis Sebagai Inisiatif Daerah Untuk Melestarikan Sumber Daya Alam Hutan Di Kabupaten Mandailing Natal. Panyabungan

Purwanto. 2003. Praktek Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Hutan Masyarakat Tradisional Kampung Naga (land and forest management practice in kampong naga Traditional community). Pengelolaan DAS Dinamika Komunitas Vegetasi 9(3): 1-12


(48)

Rangkuty, F. 2006. Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hal. 18 - 35

Saefuddin, A.M., 1981. Pemasaran Produk Pertanian. IPB. Bogor

Santoso, S. 2003. Konsep dan Aplikasi dengan Microsft Excel dan SPSS. Penerbit Andi Offset. Yokyakarta

Santoso, S. 2007. Menguasai Statistik di Era Informasi dengan SPSS 15. PT Media Komputindo. Kelompok Gramedia. Jakarta.

Simon, H. 2004. Membangun Desa Hutan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Hal. 105-108


(1)

HHNK yang diperoleh maka jalinan kerjasama dengan pedagang pengumpul akan tetap dapat terjaga, bahkan dapat bertambah. Ini memungkinkan kerjasama dalam segala bidang, misalnya peningkatan kualitas dengan melalui cara panen dan cara pemasaran.

2. Menggunakan pemasaran dari petani langsung ke pedagang besar di pasar Kecamatan. HHNK yang banyak maka untuk mencapai efisiensi yang tinggi dan lebih baik alangkah baiknya menggunakan pemasaran dari petani langsung sampai pada pedagang besar. Dengan kerjasama yang baik petani dengan pedagangbesar Kecamatan maka dapat diketahui berapa besar permintaan dan naik atau turunnya harga HHNK.

Strategi WO

1. Peningkatan junlah SDM. Jumlah SDM yang terdapat sekarang sangat kurang untuyk memproduksi HHNK secara maksimal. Dengan kerja sama antara petani dengan pihak-pihak lain, mutu SDM juga dapat lebih baik.

2. Penambahan waktu proses panen. Waktu yang sedikit dalam memanen HHNK menjadikan produksi HHNK sedikit. Kurangnya waktu dapat lebih banyak menimbulkan keadaan pendapatan masyarakat kecil. Jumlah waktu lebih baik disesuaikan dengan jumlah petani dengan kebun atau lahan yang ada.

3. Perbaikan sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana Desa dinilai belum cukup memadai, misalnya kondisi tempat tinggal petani yang jauh dapat menimbulkan dan menjadikan Desa terpencil dan tertinggal terus-menerus. 4. Perluasan informasi tentang permintaan dan harga di Kecamatan. Informasi


(2)

mendukung produksi panen HHNK. Oleh karena itu, diharapkan informasi lebih baik bersifat terbuka, melihat tingkat pendidikan petani yang rendah. Strategi ST

1. Membina hubungan baik antar petani, pedagang pengumpul dan pengelola TNBG. Dengan membina hubungan yang baik dapat terjalin suatu kesepahaman antara petani, pedagang pengumpul dan pengelola TNBG. Ini dapat berdampak pada peningkatan kerjasama antara petani dengan pedagang pengumpul besar di Kecamatan. Tindakan yang dilaksanakan adalah melakukan pemasaran dari petani Desa sampai pedagang pengumpul besar di Kecamatan berfungsi secara sempurna.

Strategi WT

1. Kurangi persaingan dengan menambah SDM untuk produksi banyak. Jika SDM sudah ada dengan masing-masing lahan yang ada dapat menambah hasil panen petani untuk dapat meningkatkan taraf hidup petani.

2. Pemberian saran dan prasarana yang diinginkan petani. Jika petani sudah mempunyai masing-masing lahan, sehingga dapat mempunya potensi HHNK yang banyak. Oleh karena itu, sarana dan prasarana petani sangat diperlukan mengingat potensi hhnk yang dimiliki akan turut menjadi salah satu prospek pasar yang menjanjikan.


(3)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Hasil hutan non kayu utama yang diusahakan oleh masyarakat di Desa Batahan ada 3 jenis, yakni getah karet (Hevea brasiliensis), kulit kayu manis (Cinnamomun burmanii), dan nilam (Pogostemon cablin Benth). .Hal ini disebabkan responden kebanyakan hanya memanen ketiga jenis hasil hutan non kayu yang dijadikan produk dan bisa dijual.

2. Saluran rantai pemasaran hasil hutan non kayu di sekitar TNBG Desa Batahan terdapat saluran rantai pemasaran secara langsung yaitu petani menjual hasil hutan non kayu langsung ke pedagang pengumpul Desa. Hasil hutan non kayu dari pedagang pengumpul Desa akan diteruskan ke pedagang pengumpul pasar dan pedagang besar antar kota.


(4)

total jumlah marjin pemasaran/ Kg). Sementara jenis hasil hutan non kayu yang memiliki marjin pemasaran terkecil adalah Nilam (Pogostemon cablin Benth) yaitu sebesar Rp. 700 (3,55% dari total jumlah marjin pemasaran).

4. Terdapat 9 strategi untuk pemasaran hasil hutan non kayu di sekitar Taman Nasional Batang Gadis, antara lain berdasarkan (a) strategi SO yaitu : memprtahankan kualitas hasil hutan non kayu dan pemasaran dari petani langsung sampai ke pedagang antar kota, (b) strategi WO yaitu peningkatan SDM dan perluasan informasi harga, (c) strategi ST yaitu : membina hubungan baik antar petani, pedagang pengumpul, dan pengelola TNBG dan (d) strategi WT yaitu : kurangi persaingan dengan menambah SDM untuk produksi yang banyak dan pemberian sarana dan prasarana yang diinginkan petani.

Saran

Peran serta para petani hasil hutan non kayu sangat dibutuhkan dalam pemasaran agar dapat meningkatkan kemampuan pengetahuan dalam memasarkan hasil hutan non kayu. Oleh karena itu, hasil hutan mempunyai kualitas baik dan harga tinggi dalam rantai pemasaran yang lebih efisien.


(5)

Amrun dan Konsorsium C.B. 2005. Hubungan TNBG Dengan Kehidupan Masyarakat Sekitar Kawasan. Piccala No. 4, Edisi Pertama. Medan. Hal. 4-7

Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi. PT. Renita Cipta. Jakarta

Awang, S dkk

Djajapertjunda, S dan Sumardjani, L. 2001. Hasil hutan non kayu gambaran masa lampau.

. 2002. Hutan Rakyat, Sosial Ekonomi dan Pemasaran. BPFE. Yogyakarta Hal. 69-81

Bitra Konsorsium Indonesia. 2005. Dari Hutan Rarangan Ke Taman Nasional, Potret Komunitas Lokal Di Sekitar Taman Nasional Batang Gadis. USU Press. Medan. Hal 28 -29

Conservation International Indonesia. 2006. Kolaborasi Pengelolaan Ekosistem Taman Nasional Batang Gadis. Naskah Kebijakan Tim Inisiator Kolaborasi Pengelolaan Taman Nasional Batang Gadis. Proyek Kerjasama Departemen Kehutanan, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, Pemerintah Kabupaten Mandailing-Natal dan Conservation International Indonesia. Jakarta

Departemen Kehutanan dan Conservation International Indonesia. 2004. Taman Nasional Batang Gadis, Upaya Mewariskan Hutan Bagi Anak Cucu. Medan

Departemen Kehutanan dan Perkebunan Repulik Indonesia. 1998. Buku Panduan Kehutanan Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan. Jakarta

Ginting, P. 2006. Pemasaran Produk Pertanian: Studi Empiris Tentang marjin Pemasaran dan Efisiensi Pemasaran Sayuran di Kotamadya Bandung. USU Press. Medan. Hal. 6-15

Google Earth. 2010. Citra Rupa Bumi Kotanopan. [24/05/10]

Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal. 2004. Rencana Pembangunan Taman Nasional Batang Gadis Sebagai Inisiatif Daerah Untuk Melestarikan Sumber Daya Alam Hutan Di Kabupaten Mandailing Natal. Panyabungan

Purwanto. 2003. Praktek Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Hutan Masyarakat Tradisional Kampung Naga (land and forest management practice in kampong naga Traditional community). Pengelolaan DAS Dinamika Komunitas Vegetasi 9(3): 1-12


(6)

Rangkuty, F. 2006. Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hal. 18 - 35

Saefuddin, A.M., 1981. Pemasaran Produk Pertanian. IPB. Bogor

Santoso, S. 2003. Konsep dan Aplikasi dengan Microsft Excel dan SPSS. Penerbit Andi Offset. Yokyakarta

Santoso, S. 2007. Menguasai Statistik di Era Informasi dengan SPSS 15. PT Media Komputindo. Kelompok Gramedia. Jakarta.

Simon, H. 2004. Membangun Desa Hutan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Hal. 105-108