2.2.2. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan dalam Gross Domestic Product GDP, tanpa memandang apakah kenaikan tersebut lebih
besar atau lebih kecil daripada tingkat pertambahan penduduk, atau apakah perubahan dalam struktur ekonomi berlaku atau tidak. Sedangkan
pembangunan ekonomi diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat dalam jangka panjang
yang melebihi dari tingkat pertambahan penduduk. Sukirno, 1980 : 14, tetapi pada umumnya, para ahli ekonomi memberikan pengertian yang sama
dengan pembangunan ekonomi yaitu sebagai kenaikan dalam Gross Domestic Product. Dalam penggunaan yang lebih umum, pertumbuhan
ekonomi biasanya digunakan untuk menyatakan perkembangan ekonomi di Negara maju, sedangkan pembangunan ekonomi digunakan untuk
menyatakan perkembangan ekonomi di Negara berkembang. Suatu perekonomian dinyatakan dalam keadaan berkembang apabila pendapatan
perkapita menunjukkan kecenderungan mengalami suatu kenaikan dalam jangka panjang dan kegiatan ekonomi secara rata-rata meningkat dari tahun
ke tahun. Pertumbuhan ekonomi Daerah-daerah SWP I Jawa Timur yang
paling besar pada tahun 2001 adalah kabupaten Mojokerto yaitu 5,65 disusul oleh Kota Surabaya dengan pertumbuhan sebesar 4,65, Sedangkan
pertumbuhan dengan persentase paling kecil adalah Kabupaten Gresik 1,14 disusul Kabupaten Lamongan dengan persentase sebesar 3,08. Pada
tahun 2006 pertumbuhan paling besar ditunjukkan oleh Kabupaten Gresik yang pada tahun 2001 merupakan daerah yang paling sedikit pertumbuhan
ekonominya menjadi daerah dengan pertumbuhan ekonomi terbesar kedua setelah Kabupaten Mojokerto dengan persentase sebesar 6,88 dan
Kabupaten Mojokerto sendiri mengalami pertumbuhan sebesar 7,30 . Sedangkan daerah paling kecil pertumbuhan ekonominya adalah Kota
Mojokerto dengan persentase 3,81 . Anonim, 2006 : 137.
“Pola pertumbuhan ekonomi regional tidaklah sama dengan apa yang lazim ditemukan pada pertumbuhan nasional”, hal ini disebabkan pada
analisa pertumbuhan ekonomi regional lebih ditekankan pada pengaruh perbedaan karakteristik space terhadap pertumbuhan ekonomi. Dalam teori
pertumbuhan ekonomi regional faktor-faktor yang mendapat perhatian utama adalah keuntungan lokasi, aglomerasi migrasi, dan arus lalu lintas
modal antar wilayah. Secara umum, pendapat-pendapat dalam bidang teori pertumbuhan regional dapat dibagi dalam empat kelompok besar yaitu :
Export Base –Models, Noe-Classic, jalur pemikiran ala Keynes, dan model
Core Periphery. Syafrizal, 1985 : 331
Export Base –Models pandangannya berdasarkan pada sudut teori lokasi, yaitu bahwa pertumbuhan ekonomi suatu region akan lebih banyak
ditentukan oleh jenis keuntungan lokasi yang selanjutnya dapat digunakan oleh area tersebut sebagai kekuatan ekspor. Keuntungan lokasi tersebut
tergantung pada kondisi geografis daerah setempat, ini berarti bahwa strategis pembangunan suatu daerah untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonominya harus disesuaikan dengan keuntungan lokasi yang dimilikinya dan tidak harus sama dengan strategi pembangunan pada tingkat nasional
Syafrizal, 1985 : 332.
Model Neo-Classic berdasarkan pada peralatan fungsi produksi, yaitu bahwa unsur-unsur yang menentukan pertumbuhan ekonomi regional
adalah Modal, Tenaga kerja dan Kemajuan Teknologi. Dalam model ini terdapat hubungan antara tingkat pertumbuhan suatu Negara dengan
perbedaan kemakmuran suatu daerah disparitas regional pada Negara yang bersangkutan. Dikatakan bahwa pada saat pembangunan baru dimulai di
Negara sedang berkembang, tingkat perbedaan antar wilayah cenderung menjadi tinggi, sedangkan bila proses pembangunan telah berjalan dalam
waktu lama, maka perbedaan tingkat kemakmuran antar wilayah cenderung menurun. Hal ini disebabkan masih belum lancarnya fasilitas perhubungan
dan komunikasi serta masih kuatnya tradisi yang mengalami mobilitas
penduduk dan modal antar daerah Syafrizal. 1985 : 333.
Jalur pemikiran ala Keynes menamakan pendapatan sebagai model Cumulative Causation, penganut pemikiran ini berpendapat bahwa
peningkatan pemerataan pembangunan antar daerah tidak dapat hanya diserahkan pada kekuatan pasar sebagaimana yang dikemukakan oleh kaum
Neo-klasik, tetapi hal ini baru akan dapat dilakukan melalui campur tangan aktif pemerintah dalam bentuk program-program pembangunan wilayah,
terutama untuk daerah-daerah yang masih terbelakang. Syafrizal, 1985 : 334.
Model Core Periphery menekankan analisanya pada hubungan yang erat dan saling mempengaruhi antara pembangunan kota core dan desa
periphery. Menurut teori ini, gerak langkah pembangunan daerah perkotaan akan lebih banyak ditentukan oleh keadaan desa-desa sekitarnya.
Sebaliknya corak pembangunan daerah pedesaan tersebut juga dapat ditentukan oleh arah pembangunan daerah perkotaan. Dengan demikian
aspek interaksi antar daerah sangat ditonjolkan Syafrizal, 1985 : 334.
Adapun teori pusat pertumbuhan growth pole theory memandang lokasi industri sebagai fungsi dari cabang penting industri tersebut. Wilayah
semacam inilah yang akan mampu mengembangkan wilayah-wilayah di sekitarnya. Tidak mengherankan bahwa konsep yang dikemukakan adalah
pengembangan industri di wilayah tertinggal. Intervensi diarahkan kepada lokasi industri. Tujuan intervensi ialah menciptakan hubungan antar wilayah
yang memiliki perbedaan reit pertumbuhan. Instrument program mencakup subsidi, pengembangan wilayah industri, serta penyediaan akses modal
kerja langsung dari pemerintah. Syafrizal, 1985 : 335.
2.2.3. Produk Domestik Regional Bruto