Khasiat Berbagai Sediaan Katuk (Sauropus Androgynus L.) Dalam Memperbaiki Produktivitas, Kualitas Daging Dan Profil Hematologi Ayam Broiler

(1)

vi

KHASIAT BERBAGAI SEDIAAN KATUK (

Sauropus androgynus

L.)

DALAM MEMPERBAIKI PRODUKTIVITAS, KUALITAS DAGING,

DAN PROFIL HEMATOLOGI AYAM BROILER

ZULVIA MAIKA LETIS

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016


(2)

(3)

viii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Khasiat Berbagai Sediaan Katuk (Sauropus androgynus L.) dalam Memperbaiki Produktivitas, Kualitas Daging dan Profil Hematologi Ayam Broiler adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2016

Zulvia Maika Letis


(4)

vii

RINGKASAN

ZULVIA MAIKA LETIS. Khasiat Berbagai Sediaan Katuk (Sauropus androgynus L.) dalam Memperbaiki Produktivitas, Kualitas Daging dan Profil Hematologi Ayam Broiler. Dibimbing oleh AGIK SUPRAYOGI dan DAMIANA RITA EKASTUTI.

Ayam broiler merupakan ternak yang paling ekonomis dibandingkan ternak lainnya. Peranan broiler sangat penting yaitu produksi daging sebagai sumber penyedia protein hewani. Akan tetapi, di dalam tubuh ayam broiler terakumulasi lemak yang berlebih yang memungkinkan kadar lemak dan kolesterolnya menjadi tinggi. Laju pertumbuhan yang cepat pada ayam broiler selalu diikuti perlemakan yang cepat. Penimbunan lemak cenderung meningkat sejalan dengan meningkat nya bobot badan. Penimbunan lemak ini dapat merugikan konsumen dari sisi kesehatan dan penurunan kualitas daging. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas daging ayam broiler adalah dengan memanfaatkan daun katuk. Daun katuk telah lama dikenal sebagai tanaman obat. Daun katuk mengandung zat gizi dan senyawa aktif sehingga dapat dimanfaatkan sebagai campuran pakan unggas dengan harapan adanya peningkatan produktivitas dan kualitas. Penggunaan katuk sebagai pakan tambahan ternak unggas sejauh ini masih mengandalkan tepung daun katuk. Pemberian tepung daun katuk diketahui memiliki efek merugikan yaitu dapat menurunkan bobot badan unggas. Oleh karena itu perlu dicari sediaan katuk yang bukan tepung melainkan dalam bentuk sediaan lain yang mampu meningkatkan produktivitas dan kualitas daging ayam broiler.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui khasiat berbagai sediaan daun katuk berupa tepung daun katuk (TDK), ekstrak katuk kering (EKK), ekstrak katuk seduh (EKS), katuk perasan (KP) dalam memperbaiki produktivitas, kualitas daging dan gambaran hematologi ayam broiler. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) yang dilanjutkan dengan uji sidik ragam (Anova). Hewan coba yang digunakan adalah seratus ekor ayam broiler berumur sehari (DOC) jantan strain Ross dengan berat badan ±40g yang dibagi ke dalam lima kelompok perlakuan, yaitu Kontrol, TDK, EKK, EKS dan KP. Pakan perlakuan diberikan setiap hari mulai usia hari ke tujuh sampai ayam berusia 37 hari (minggu ke-1 sampai minggu ke-5) ad libitum. Parameter yang diamati adalah konsumsi pakan, kecernaan bahan kering pakan, penampilan pertumbuhan bobot badan (BB), bobot panen, persentase karkas, konversi pakan, berat lemak abdominal, kadar lemak dan kolesterol daging, berat garam empedu, konsentrasi hormon testosteron dan nilai hematologi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian sediaan ekstrak katuk kering (EKK) dalam pakan cenderung meningkatkan total konsumsi pakan dan kecernaan bahan kering (BK) pakan ayam broiler. Kelompok perlakuan ini memiliki total konsumsi pakan dan persentase kecernaan BK pakan tertinggi yaitu 3.40 kg/ekor dan 72.07 %, sedangkan kelompok perlakuan tepung daun katuk (TDK) memiliki total konsumsi pakan terendah yaitu 3.14 kg/ekor, diikuti nilai kecernaan yang rendah (60.27%). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian berbagai sediaan katuk tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap


(5)

viii

konversi pakan, berat garam empedu, konsentrasi hormon testosteron dan nilai hematologi ayam broiler, akan tetapi berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap pertumbuhan bobot badan (BB), bobot panen, persentase karkas, akumulasi lemak abdominal, kadar lemak dan kolesterol daging.

Analisis terhadap parameter kualitas memperlihatkan hasil yang lebih baik dengan penambahan sediaan katuk dalam pakan. Pemberian sediaan berupa ekstrak (EKK dan EKS) dan perasan (KP) daun katuk mampu meningkatkan kualitas karkas dan mencegah penurunan pertumbuhan BB dibandingkan dengan pemberian sediaan tepung daun katuk (TDK) yang nyata dapat menurunkan BB ayam broiler. Peningkatan kualitas ditandai dengan rendahnya kadar lemak dan kolesterol daging dibandingkan kelompok kontrol. Secara keseluruhan, pemberian sediaan katuk pada kelompok ekstrak katuk kering (EKK) memiliki kecenderungan meningkatkan produktivitas dan kualitas daging ayam broiler.

Pemberian sediaan katuk tidak berpengaruh nyata terhadap BDM, PCV, Hb, dan BDP serta diferensial dari BDP. Nilai yang diperoleh masih dalam kisaran normal. Indeks stress dihitung berdasarkan rasio heterofil/limfosit (h/l) juga masih dalam kisaran normal. Dapat disimpulkan bahwa, pemberian berbagai sediaan katuk meningkatkan kualitas daging ayam broiler. Pemberian sediaan ekstrak dan perasan (EKK, EKS dan KP) mampu mencegah penurunan produktivitas pertumbuhan BB ayam broiler dibandingkan TDK. Sediaan ekstrak kering, seduhan dan perasan daun katuk memiliki potensi yang lebih baik sebagai bahan pakan tambahan ternak.


(6)

viv

SUMMARY

ZULVIA MAIKA LETIS. The Efficacy of Various Katuk Preparations (Sauropus androgynusL.) to Improve the Productivity, Carcass Quality and Hematoogy Profiles of Broiler Chickens. Supervised by AGIK SUPRAYOGI and DAMIANA RITA EKASTUTI.

Broiler chickens are the more economic livestock. They play a very important role in production of meat as a source of animal protein. Unfortunately, the broiler chicken body accumulates excess fat that allows both fat and cholesterol to be increase. Increase growth rate in broiler chickens is always followed by fast fatness. Fat storage tends to increase along with increasing body weight.This accumulation of fat can harm consumers particularly health and a decline in the quality of chicken meat. One effort to improve the quality of meat broilers is by utilizing the leaves of katuk (SauropusandrogynusL.). Katuk has long been recognized as a medicinal plant. Katuk leaves contain of nutrients and active compounds so it can be used for poultry feed mixtures. Therefore it is expected can increase productivity and quality of poultry. The use of katuk as an feed additive in poultry has relied so far on katuk leaf meal. However, administration of katuk leaf meal in poultry has negative effect by decreasing body weight. Therefore, it is necessary to find out alternative preparations of katuk leaf to improve productivity and quality of broiler chicken meat.

This study aimed to determine the efficacy of four types of katuk preparation which were meal of katuk (TDK), extract of dried katuk (EKK), extract of brewed katuk (EKS) and katuk juice (KP) in improving the productivity and quality of broiler chicken meat. A randomized block design was experimentally set in this study and followed by analysis of variance (ANOVA). One hundred of day old chick (DOC) male strain Ross broiler chickens with approximately ±40 g were divided into five group of preparation types including control. The administration of feed treatment every day from the seven days to 37th days old chicken (age 1th to 5th weeks). The parameters observed were feed intake, feed digestibility, growth of body weight (BW), final weight, percentage of carcass, feed conversion, weight of abdominal fat, fat and cholesterol levels of meat, weight of bile salts, testosterone levels and hematology profiles.

The results of this research showed that the administration of a preparation of extract of dried katuk (EKK) in feed tends to increase total feed intake and digestibility of broiler chickens. Chicken group feed by extract of dried katuk had the highest total feed intake (3.40 kg/individual) and feed digestibility (72.07%), while chicken group fed by katuk leaf meal had lowest total feed intake (3.14 kg/ individual) and feed digestibility (60.27%). Types of katuk preparation did not affect significantly (P>0.05) feed conversion, weight of bile salts, testosterone levels and hematology profiles, but affected significantly (P<0.05) growth of body weight (BW), final weight, carcass percentage, accumulation of abdominal fat, fat and cholesterol levels of meat.

Katuk suplementation showed better results. The addition of preparation of dried and brewed extracts of katuk (EKK and EKS), and katuk juiced (KP) were


(7)

vv

able to improve meat quality and prevent a decrease in growth of body weight compared with the meal of katuk (TDK) which significantly decreased body weight of broiler chickens. A better quality of meat compared as indicated by lower fatty and cholesterol levels compared with the control. Overall, the suplementation of extract of dried katuk (EKK) tend to increase productivity and meat quality of broiler chickens.

The addition of katuk preparation did not affect significantly on RBC, PCV, Hb, WBC and the differential of the BDP. The values obtained were still in the normal range. The stress index was calculated based onthe ratio of heterophile/lymphocyte (h/l) which was also still in the normal range. It can be concluded that the administration of various preparations katuk improves the meat quality of broiler chickens. The addition of extract and juice of katuk (EKK, EKS and KP) can prevent the decreasing in growth productivity of broiler chickens compared with katuk meal (TDK). The preparations of katuk (dried, brewed and juiced of katuk) have a better potential as a livestock feed supplement.


(8)

vvi

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(9)

vi

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu-ilmu Faal dan Khasiat Obat

KHASIAT BERBAGAI SEDIAAN KATUK (

Sauropus androgynus

L.)

DALAM MEMPERBAIKI PRODUKTIVITAS, KUALITAS DAGING

DAN PROFIL HEMATOLOGI AYAM BROILER

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016


(10)

vii


(11)

(12)

(13)

vv

PRAKATA

Alhamdulilah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehinggatesisdengan judulKhasiat Berbagai Sediaan Katuk (Sauropus androgynus L.) dalam Memperbaiki Produktivitas, Kualitas Daging dan Profil Hematologi Ayam Broiler, berhasil diselesaikan.

Ucapan terimakasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada dosen pembimbing bapak Prof. Dr. Drh Agik Suprayogi, M.Sc.AIF dan ibu Dr. Drh. Damiana Rita Ekastuti MS. atas waktu luang, bimbingan, arahan, motivasi dan semangat hingga tesis ini dapat diselesaikan.

Teristimewa, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada kedua orang tua, Ayahanda Drs. H. Zulkarnain Djakfar dan Ibunda Hj. Nur’aini Usman yang selalu melimpahkan kasih sayang, do’a, kerja keras, kesabaran serta dukungan motivasi dan semangat kepada penulis. Kakanda Zulmaidar Sri Yenni, ST. M.Si, Zulfitri Ellya, M.Kes, Zulmahdi, M.Si, Zulhijrah Julianda (Alm), Zulmia Maivita Devi, ST serta keluarga terimakasih atas perhatian, do’a, semangat dan kebersamaan persaudaraan.

Penulis juga menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Direktorat Perguruan Tinggi (DIKTI) atas pengadaan program Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPP_DN) yang telah mensponsori penulis selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB), dosen-dosen pendidik bagian Anatomi Fisiologi dan Farmakologi (AFF) atas ilmu yang bermanfaat, dan staf pegawai akademik program studi IFO. Penulis mengucapkan terimakasih kepada ibu Asmarida, ibu Sri Hartini, pak Hamzah yang telah membantu dan memberikan izin pemakaian fasilitas selama penelitian berlangsung, teman-teman seperjuangan IFO Cut Dara Dewi, Arria Janovie, Fachruddin, Dustan, Heny Nitbani dan La jumadin, serta sahabat-sahabat penulisWarysatul Ummah, Ria Windi Lestari, Dwi Putri Ramadhani, Nasrianti Syam, Resti Fauziah dan Irmayani Hasibuan terimakasih atas motivasi dan kedewasaan dalam memaknai kehidupan serta semua pihak yang telah membantu penelitian dan penyelesaian tesis ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi khazanah ilmu pengetahuan dan dapat memberikan tambahan informasi.

Bogor, September 2016


(14)

(15)

vi

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI vi

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR TABEL viii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Hipotesis 3

Perumusan Masalah 3

Kerangka Pemikiran 5

2 TINJAUAN PUSTAKA 5

Gambaran Umum Broiler 5

Sistem Pencernaan Broiler 6

Karakteristik dan Pemanfaatan Tanaman Katuk (Sauropus

androgynus L.) 6

Senyawa Aktif dan Kandungan Nutrisi Daun Katuk 7

Ekstraksi Daun Katuk 8

Senyawa Aktif Daun Katuk yang Berperan pada Produksi Karkas 9 Mekanisme Penghambatan Absorbsi Lemak oleh Daun Katuk 10

Biosintesis Kolesterol 10

3 METODE PENELITIAN 12

Waktu dan Tempat Penelitian 12

Bahan dan Alat 12

Prosedur Penelitian 12

Persiapan Daun Katuk 12

Pembuatan Tepung dan Ekstrak Kering Daun Katuk 12

Pembuatan Ekstrak Daun Katuk Seduh 13

Pembuatan Daun Katuk Perasan 13

Analisis Kandungan Senyawa Kimia Daun Katuk sebagai Nilai Baku

Bahan Penelitian 13

Penentuan Dosis Sediaan Daun Katuk dan Penyusunan Pakan 14 Analisis Kandungan Nutrisi Pakan sebagai Nilai Baku Penelitian 14

Tahap Persiapan Hewan Uji dan Kandang 15

Protokol Penelitian 15

Pengambilan Sampel 16

Pengukuran Parameter Percobaan 17

1. Konsumsi Pakan 17

2. Kecernaan Bahan Kering (BK) Pakan 17

3. Konversi pakan 17

4.Kualitas Karkas 17

5.Analisis Hormon Testosteron 17

6. Pengukuran Nilai Hematologi 17


(16)

vii

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 18

Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Pakan dan Kecernaan Bahan

Kering (BK) Pakan Ayam Broiler 18

Penampilan Pertumbuhan Bobot Badan (BB) Ayam Broiler 19 Bobot Panen, Persentase Karkas dan Konversi Pakan Ayam Broiler 20 Pengaruh Perlakuan Terhadap Lemak Abdominal, Kadar Lemak dan

Kolesterol Daging, serta Berat Garam Empedu 21

Konsentrasi Hormon Testosteron 23

Gambaran Profil Hematologi 24

a. Jumlah Sel Darah Merah (BDM) 24

b. Hemoglobin (Hb) 24

c. Hematokrit (PCV) 25

d. Jumlah Sel Darah Putih (BDP) 26

e. Diferensial Sel Darah Putih 27

Pembahasan Umum 28

5 SIMPULAN DAN SARAN 32

Simpulan 32

Saran 32

DAFTAR PUSTAKA 33

LAMPIRAN 39


(17)

viii

DAFTAR GAMBAR

1 Skema Kerangka Pemikiran 5

2 Morfologi Tanaman Katuk 7

3 Mekanisme Pembentukan Kolesterol 11

4 Protokol Penelitian 16

5 Konsentrasi Hormon Testosteron dalam Serum Ayam Broiler pada

Masing-masing Perbedaan Sediaan Katuk Selama Penelitian 23 6 Mekanisme senyawa aktif Daun Katuk dalam Memicu Pertumbuhan

Daging 31

DAFTAR TABEL

1 Kandungan Senyawa Kimia berbagai Sediaan Katuk 14

2 Kandungan Nutrisi Pakan dan Nilai Energi pada Berbagai Sediaan Katuk 15 3 Total Konsumsi Pakan dan Kecernaan BK Pakan Ayam Broiler 18 4 Respon Perbaikan Pertumbuhan Bobot Badan (BB) Ayam Broiler

Selama 4 Minggu Mengkonsumsi Katuk 19

5 Rataan Bobot Panen, Persentase Karkas, dan Konversi Pakan Ayam

Broiler 20

6 Rataan Lemak Abdominal, Kadar Lemak, Kolesterol Daging dan Berat

Garam Empedu pada Ayam Broiler Usia 5 Minggu 22

7 Rataan Jumlah Sel Darah Merah (juta/mm3) Ayam Broiler pada Hari ke

7, 17,27 dan 37 24

8 Rataan Kadar Hemoglobin (g/dl) Ayam Broiler pada Hari ke 7, 17, 27

dan 37 25

9 Rataan Nilai Hematokrit (%) Ayam Broiler pada Hari ke 7, 17, 27, 37 26 10 Rataan Jumlah Sel Darah Putih (ribu/mm3) Ayam Broiler pada Hari ke

7, 17, 27 dan 37 26


(18)

(19)

1

1

PENDAHULUAN

Latar belakang

Ayam broiler (ayam pedaging) merupakan salah satu jenis unggas yang berpotensi sebagai penyedia protein hewani kepada masyarakat. Ayam broiler termasuk salah satu ternak yang memiliki pertumbuhan yang cepat, sehingga menguntungkan dari sisi ekonominya. Berdasarkan data survei sosial ekonomi nasional (SUSENAS) selama tahun 2011-2014, rata-rata konsumsi protein hewani khususnya dari ayam broiler per kapita cenderung terus meningkat setiap tahunnya sebesar 2.27% per tahun. Konsumsi daging ayam dalam kurun waktu tersebut rata-rata sebesar 3.75 kg/kapita/tahun (Muliany 2015). Pencapaian ini akan terus meningkat seiring dengan peningkatan populasi penduduk dan perbaikan taraf hidup masyarakat.

Ayam broiler memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat karena populasinya yang besar, laju pertumbuhannya yang cepat dan harganya relatif terjangkau. Akan tetapi, di dalam tubuh ayam broiler terakumulasi lemak yang berlebih yang memungkinkan kadar lemak dan kolesterolnya menjadi tinggi. Keadaan ini menimbulkan kekhawatiran akan berbagai risiko penyakit yang ditimbulkan sehingga sebagian masyarakat memilih untuk menghindari atau mengurangi konsumsi daging ayam broiler. Hal ini cukup beralasan mengingat kandungan lemak dan kolesterol yang berlebih dalam tubuh diyakini dapat memicu terjadinya berbagai penyakit seperti obesitas, diabetes mellitus, kanker, aterosklerosis, jantung koroner dan stroke (Pal et al. 1999; Grundy dan Denke 1990). Laju pertumbuhan cepat pada ayam broiler selalu diikuti perlemakan yang cepat. Penimbunan lemak cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya bobot badan (Pratikno 2010). Oleh sebab itu, masalah yang terjadi di dalam masyarakat ini sudah selayaknya menjadi perhatian peternak ayam broiler agar memperbaiki dan meningkatkan kualitas daging ayam broiler dengan mengurangi penumpukan lemak yang berlebih tanpa mengurangi bobot badan.

Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas daging ayam broiler adalah dengan memanfaatkan daun katuk (Sauropus androgynus L.). Katuk telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sayuran dan telah dilakukan penelitian mengenai khasiat ekstrak daun katuk sebagai obat untuk meningkatkan produksi dan memperlancar sekresi air susu baik pada manusia maupun hewan. Sekarang ini, penelitian yang terkait dengan daun katuk telah merambah pada pemanfaatannya dalam perbaikan produksi ternak diantaranya sebagai penurun kadar lemak dan kolesterol. Pemberian tepung daun katuk dalam ransum, menyebabkan terjadi penurunan lemak abdomen, kadar kolesterol karkas, peningkatan vitamin A hati dan karkas ayam broiler (Nasution 2005), ayam kampung (Subekti 2003), serta penurunan kadar estradiol di dalam plasma darah pada puyuh jepang (Wiradimadja 2007). Akbar et al. (2013) juga melaporkan dengan penambahan tepung daun katuk 2% dapat meningkatkan pertumbuhan berat badan anak kelinci. Akan tetapi, pemberian tepung katuk 10-15% pada pakan ayam, menyebabkan penurunan bobot badan ayam broiler (Nasution 2005; Andriyanto et al. 2010). Ayam broiler tidak memiliki enzim selulase sehingga


(20)

2

tidak mampu mencerna selulosa (Cao et al. 2003). Yang et al. (2013) menyatakan serat kasar yang tinggi menyebabkan kurangnya absorbsi di intenstinum.

Khasiat daun katuk dalam meningkatkan produktivitas dan kualitas berbagai ternak unggas tidak terlepas dari peranan senyawa aktif yang dikandungnya. Daun katuk memiliki kandungan gizi yang baik, senyawa-senyawa fitokimia, fitosterol dan senyawa asam lemak tak jenuh atau poly unsaturated fatty acid/PUFA

(Suprayogi 2000; Lemmens dan Bunyapraphatsara 2003; Subekti et al. 2006). Suprayogi (2000), melaporkan bahwasanya terdapat komponen bioaktif

isoquinolin pada daun katuk yang struktur dan efek fisiologisnya mirip dengan

papaverin atau disebut papaverin-like compound. Papaverin sendiri berfungsi mengurangi sekresi cairan empedu (Kumai et al. 1994). Berkurangnya sekresi cairan empedu menyebabkan kecernaan lemak menjadi menurun (Andriyanto et al. 2010). Agustal et al. (1997) juga menemukan enam komponen utama senyawa kimia diantaranya adalah Monometyl succinate (C5H8O4), 2-Phenylmaloric acid (C9H8O4), Cyclopentanol, 2-metyl-acetate (C8H14O2), Benzoic acid,

2-pyrolidinone dan methylpyroglutamat berdasarkan analisis kromatografi gas dan spektrofotometri masa ekstrak daun katuk. Senyawa aktif tersebut memiliki efek fisiologis di dalam tubuh.

Daun katuk mengandung senyawa aktif yang bersifat anabolik steroid (Suprayogi 2006). Daun katuk mengandung senyawa poly unsaturated fatty acids

(PUFA) dan androstan-17-one,3-ethyl-3-hydroxy-5-alpha yang mampu merangsang hormon pertumbuhan. Senyawa PUFA merupakan prekursor dalam biosintesis senyawa eicosanoids, diantaranya adalah prostaglandin (Suprayogi 2004). Keberadaan senyawa ini diperkirakan mampu memacu pertumbuhan sel dan dapat meningkatkan bobot badan ternak (Suprayogi et al. 2015). Santoso et al. (2002) melaporkan pemberian ekstrak daun katuk meningkatkan pertambahan berat badan ayam broiler dan domba (Hidayaturrahmah 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Suprayogi et al. (2010) menyatakan pemberian fraksi senyawa non polar (heksan) daun katuk mampu meningkatkan bobot badan domba secara nyata. Hal ini menunjukkan bahwa fraksi heksan mampu menarik senyawa yang bersifat anabolik tersebut.

Penggunaan katuk sebagai bahan baku feed additive sejauh ini masih mengandalkan tepung daun katuk. Bentuk sediaan tersebut dalam aplikasinya masih menghadirkan persoalan pada penghambatan pertumbuhan. Sedangkan pembuatan sediaan menggunakan fraksinasi dalam prosesnya masih tergolong cukup mahal karena menggunakan alat ekstraksi-fraksinasi serta bahan pelarut. Permasalahan ini mendorong upaya pencarian bentuk sediaan katuk yang memiliki potensi besar dengan efek negatif yang kecil. Oleh sebab itu, timbul pemikiran untuk mengembangkan inovasi dalam membuat sediaan baru seperti seduhan dan perasan daun katuk. Penggunaan katuk pada ayam broiler kemungkinan akan lebih baik dengan pemberian sediaan daun katuk dalam bentuk ekstrak dan perasan (juice). Metode sediaan yang berbeda mempengaruhi penarikan senyawa yang berbeda. Metode ekstraksi yang digunakan bertujuan untuk memisahkan komponen (zat terlarut) dari campurannya (Harboune 1987) serta sediaan perasan dengan tujuan mengurangi serat kasar sehingga diharapkan berpengaruh terhadap produktivitas dan kualitas karkas ayam broiler.

Pemberian feed additive katuk pada ayam broiler yang berasal dari berbagai metode penyediaan sampai saat ini belum pernah dilaporkan. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan bentuk sediaan katuk


(21)

3 yang berkhasiat tinggi, efek samping rendah, harga terjangkau dan mudah diaplikasikan dilapangan. Atas pemikiran tersebut, maka dilakukan penelitian mengenai Khasiat Berbagai Sediaan Katuk (Sauropus androgynus L.) dalam Memperbaiki Produktivitas, Kualitas Daging dan Profil HematologiAyam Broiler

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui khasiat berbagai sediaan daun katuk (Sauropus androgynus L.) dalam bentuk tepung daun katuk, ekstrak katuk kering, ekstrak katuk seduh, dan katuk perasan untuk memperbaiki produktivitas dan kualitas daging dengan mempertimbangkan kesehatan ayam broiler.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi ilmiah mengenai khasiat berbagai sediaan daun katuk (Sauropus androgynous L.) dalam memperbaiki produktivitas dan kualitas daging ayam broiler serta menjadi salah satu sediaan alternatif sebagai bahan obat (feed aditive) pemicu pertumbuhan.

Hipotesis

Pemberian sediaan daun katuk (Sauropus androgynus L.) berupa tepung daun katuk, ekstrak katuk kering, ekstrak katuk seduh, dan katuk perasan akan memberikan pengaruh terhadap produktivitas dan kualitas ayam broiler.

Perumusan Masalah

Masalah yang dihadapi dalam produksi ayam broiler adalah pertumbuhan yang cepat pada ayam broiler sering diikuti perlemakan yang tinggi. Hal ini menyebabkan sebagian konsumen menghindari mengkonsumsi ayam broiler. Salah satu upaya dalam mengatasi permasalahan ini adalah dengan pemberian daun katuk. Daun katuk selain bermanfaat dalam peningkatan produksi susu, juga telah dimanfaatkan dalam perbaikan produksi ternak yaitu pada ternak pedaging, petelur dan perah. Pemberian tepung daun katuk 10-15% memberikan kualitas daging dan hati yang terbaik pada broiler (Nasution 2005), menghasilkan kolesterol serum, telur, karkas dan hati lebih rendah pada puyuh jepang (Subekti 2007), terjadi penurunan lemak abdomen, kolesterol karkas (Santoso dan Sartini 2001; Nasution 2005), dan lemak kasar ayam broiler (Andriyanto et al. 2010), serta memperbaiki profil lipid domba (Hidayaturrahmah 2011).

Pemanfaatan katuk sebagai bahan baku pakan maupun perbaikan penampilan individu masih mengandalkan tepung dan ekstrak kasar daun katuk. Penggunaan bahan baku tersebut masih menimbulkan efek negatif, yaitu gangguan pada sistem pernafasan (Ger et al. 1997; Oonakahara et al. 2005) dan penghambatan pertumbuhan (Nasution 2005; Saragih 2005; Andriyanto 2010). Penelitian terdahulu melaporkan bahwa pemberian katuk berupa tepung daun


(22)

4

katuk dapat menurunkan bobot badan ayam broiler (Nasution 2005; Andriyanto et al. 2010). Penurunan bobot badan erat kaitannya dengan berkurangnya penyerapan lemak. Hal ini berkaitan dengan keberadaan senyawa aktif papaverin like compound (Kumai et al. 1994). Senyawa ini menurunkan sekresi cairan empedu, sehingga terjadi penurunan kecernaan lemak kasar (Kumai et al.1994; Andryanto et al. 2010). Absorbsi lemak berkurang menyebabkan rendahnya pertambahan bobot badan (Nasution 2005). Selain senyawa aktif, daun katuk juga mengandung serat kasar yang tinggi (Subekti et al. 2008). Penggunaan serat kasar yang tinggi menyebabkan terjadinya penurunan bobot karkas (Randa et al. 2002).

Upaya pencarian bahan baku dengan efek samping yang rendah dilakukan melalui fraksinasi. Fraksi senyawa non polar (heksan) daun katuk mampu meningkatkan bobot badan domba secara nyata (Suprayogi et al.2010) dan peningkatan bobot badan anak tikus dari induk laktasi (Suprayogi et al. 2015). Hal ini menunjukkan bahwa daun katuk mengandung senyawa yang dapat memicu pertumbuhan. Menurut Suprayogi (2006), daun katuk mengandung senyawa aktif yang bersifat anabolik steroid. Senyawa anabolik ini bila dimanfaatkan pada ternak jantan dapat memicu pertumbuhan bobot badan (karkas).

Teknologi feed aditive dalam prosesnya masih tergolong cukup mahal karena menggunakan peralatan fraksinasi-ekstraksi dan bahan pelarut senyawa aktif. Oleh sebab itu, perlu dilakukan suatu metode penyiapan sediaan katuk dengan harapan kadar lemak dan kolesterol daging yang relatif rendah tetapi tidak menurunkan bobot badan (karkas), sehingga yang terakumulasi menjadi daging lebih tinggi daripada deposit lemak. Berdasarkan kajian ilmiah tersebut, perlu dilakukan penelitian dengan membandingkan berbagai sediaan katuk sebagai bahan baku pakan baik berupa tepung, ekstrak dan perasan dengan asumsi kadar serat daun katuk telah berkurang, sehingga diperoleh inovasi baru sediaan yang memiliki khasiat tinggi, efek samping rendah, harga terjangkau dan mudah diaplikasikan dilapangan. Dengan demikian diperoleh sediaan katuk yang berkhasiat bagi perbaikan produktivitas dan kualitas daging ayam broiler.


(23)

5 Kerangka Pemikiran

Gambar 1. Skema kerangka pemikiran

2

TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Umum Broiler

Broiler merupakan ayam ras yang memiliki karakteristik ekonomi sebagai penghasil daging dengan ciri khas pertumbuhan yang cepat, konversi makanan irit dan siap dipotong pada usia muda (Murtidjo 2003). Ayam broiler adalah hasil budidaya yang menggunakan teknologi maju sehingga menguntungkan dari sisi ekonomi (Pratikno 2010). Ternak jenis ini menghasilkan karkas dengan jaringan ikat lunak, dan pada umumnya dipelihara sampai berusia 5-7 minggu dengan berat

Tepung daun katuk (TDK) Daun katuk Konsumsi pakan

Peningkatan produktivitas dan kualitas daging dengan mempertimbangkan kesehatan ayam broiler Ayam broiler

Pertumbuhan cepat

Kadar lemak dan kolesterol Ekstrak katuk kering (EKK) Ekstrak katuk seduh (EKS) Katuk perasan (KP) Parameter produktivitas Parameter kualitas Kecernaan BK pakan Kadar hormon testosteron Persentase karkas Profil hematologi Kolesterol karkas Lemak karkas Penyakit degenerative

Bobot lemak abdominal Pertumbuhan BB Bobot panen Interfensi perlakuan


(24)

6

badan sekitar 1.3-1.8 kg (Murtidjo 2003). Menurut Muliany (2015), daging ayam merupakan salah satu sumber bahan pangan protein yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Ayam merupakan vertebrata berdarah panas dengan tingkat metabolisme yang tinggi. Metabolisme dalam tubuh berarti proses kimia yang memungkinkan sel melangsungkan kehidupan (Guyton dan Hall 1997). Hasil metabolisme baik karbohidrat, lemak, protein ini yang akan mempengaruhi performans ayam broiler. Pratikno (2010) menyatakan bahwa pertumbuhan yang cepat pada ayam broiler sering diikuti perlemakan yang tinggi dimana penimbunan lemak cenderung meningkat dengan meningkatnya bobot badan. Lemak sangat erat hubungannya dengan pengaruh rasa dan aroma daging ayam. Dalam jumlah yang tidak berlebihan lemak pada daging ayam mempengaruhi cita rasa dan aroma, namun penimbunan lemak yang berlebih akan berpengaruh negatif terhadap kualitas karkas secara keseluruhan (Murtidjo 2003). Tingkat perlemakan pada ayam merupakan sisa keseluruhan dari jumlah sel yang mengandung lemak. Pada broiler, bobot tubuh yang bertambah cepat lebih dipengaruhi oleh penimbunan lemak pada sel lemak daripada peningkatan pertumbuhan kerangka dan serabut otot (Suprijatna et al. 2008). Nasution (2005) melaporkan, pemberian tepung daun katuk 5-15% terjadi penurunan deposit lemak abdominal dan kadar lemak daging ayam broiler.

Sistem Pencernaan Broiler

Pencernaan broiler terdiri dari saluran cerna dan organ asesori. Saluran pencernaan merupakan organ yang menghubungkan antara lingkungan dengan proses metabolisme alamiah pada hewan. Saluran pencernaan pada unggas terdiri dari mulut, esophagus, tembolok, proventrikulus, gizzard, duodenum, usus halus, ceca, rektum, kloaka, serta terdapat pula organ asesori yaitu pankreas dan hati (Suprijatna et al. 2008).

Penelitian yang dilakukan Nasution (2005), melaporkan dengan pemberian tepung daun katuk pada ayam broiler menyebabkan terjadinya penurunan kolesterol daging dan hati, namun juga menyebabkan penurunan bobot badan. Hal ini berkaitan dengan penyerapan lemak yang berkurang, karena adanya senyawa

papaverin like compound. Senyawa ppv like compound menyebabkan berkurangnya sekresi empedu (Kumai et al. 1994). Unggas tidak mempunyai kemampuan untuk memecah selulosa, karena pencernaan serat kasar hanya terjadi di dalam caecum, yang jumlah bakterinya sangat sedikit dan aktivitasnya sangat rendah sehingga ransum berserat hanya sedikit dapat tercerna.

Karakteristik dan PemanfaatanTanaman Katuk (Sauropus Androgynus L.) Katuk merupakan tanaman yang tergolong ke dalam sayur-sayuran dan termasuk dalam family Euphorbiacea. Tanaman dengan nama latin Sauropus androgynus L. merupakan tanaman berbentuk semak, dengan tinggi 1-3 meter (Agrawal et al. 2014). Tanaman ini memiliki ciri lain yaitu dalam satu tangkai mempunyai daun yang tersusun selang-seling dengan bentuk bulat memanjang dan pangkal daun yang tumpul atau bulat dan ujung daun yang runcing serta memiliki cabang-cabang yang agak lunak. Berdasarkan geografis, katuk tersebar


(25)

7 di daerah Asia tenggara serta di beberapa daerah yang beriklim tropik dan subtropik. Lemmens dan Bunyapraphatsara (2003) menyatakan tanaman katuk juga terdapat di Nepal, India, Sri Langka, Burma (myammar), Indo-china, China utara, Thailand dan negara tetangga Malaysia. Adapun sebutan lain untuk tanaman katuk, yaitu Malaysia (chekup manis), Philipina (binahian), England (star gooseberry) sedangkan di Indonesia dikenal dengan memata (Melayu), simani (Minangkabau), cakok mameh (Aceh), kebing dan katukan (Jawa). Di Indonesia, tanaman katuk pada umumnya belum dibudidaya secara intensif seperti tanaman hijau lainnya. Biasanya tanaman ini ditanam di sela-sela tanaman lain atau bahkan hanya ditanam di sekitar perkarangan rumah.

Gambar 2. Morfologi tanaman katuk (Sauropus androgynus L.) (http://forums.gardenweb.com)

Daun katuk merupakan produk utama dari tanaman ini. Di Indonesia, daun katuk telah lama digunakan untuk melancarkan air susu ibu (ASI), obat bisul, borok dan demam. Lemmens dan Bunyapraphatsara (2003), menyatakan rebusan akar tanaman katuk dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk mengobati demam dan saluran kemih. Adapun pemanfaatan daun katuk di beberapa negara oleh Bender dan Ismail (1975) melaporkan, di Kuala lumpur daun katuk sering dikonsumsi oleh masyarakat sebagai sayur mayur, rata-rata mereka mengkonsumsi 180 g daun katuk/orang/minggu. Di Taiwan, daun katuk dipercayai memiliki khasiat sebagai jamu atau obat untuk mengontrol berat badan, tekanan darah tinggi, hiperlipidemia dan konstipasi (Geret al. 1997). Di India, selain digunakan sebagai sayur-mayur, daun katuk juga dimanfaatkan sebagai obat tradisional (Padmavathi dan Rao 1990) dan campuran pakan ternak (Lemmens dan Bunyapraphatsara 2003).

Senyawa Aktif dan Kandungan Nutrisi Daun Katuk

Pemanfaatan daun katuk tidak terlepas dari senyawa-senyawa aktif yang terkandung di dalamnya. Daun katuk diketahui memiliki kandungan kimia antara lain fitosterol, tanin, saponin, flavonoid, alkaloid, saponin, sterol, asam-asam amino, protein, karbohidrat, vitamin dan mineral (Subekti 2006; Agrawal et al.


(26)

8

2014). Kandungan kaempferol dari golongan flavonoid daun katuk merupakan kadar tertinggi diantara 24 jenis sayuran asli Indonesia yang diteliti (Andarwulan

et al. 2012). Suprayogi (2000) melaporkan bahwa senyawa aktif utama dalam daun katuk adalah 5 kelompok senyawa poly unsaturated fatty acid yang merupakan kelompok senyawa eikosanoid, antara lain octadecanoic acids,9 -eicosine, 5,8,11-heptadecatrienoic acid; 9,12,15-octadecatrienoic acid; dan 11,14,17-eicosatrienoic acid memiliki peranan sebagai prekursor dan terlibat dalam biosintesis senyawa eikosanoid (prostaglandin, prostasiklin, tromboksan, lipoksin dan leukotrin). Disamping itu, terdapat juga senyawa dari biosintesis steroid hormon yaitu Andostran-17-one dan 3-ethyl-3-hydroxy-5alpha yang berperan sebagai prekursor dalam sintesis senyawa hormon steroid (progesteron, estradiol, testosteron dan glukokorticoid). Kedua kelompok ini mampu bekerja melaui aksi hormonal dan aksi metabolik dalam tingkat seluler.

Daun katuk mengandung asam-asam amino. Pada akhir absorbsi protein saluran pencernaan, protein hampir seluruhnya dirubah dalam bentuk asam amino. Setelah masuk ke dalam sel, asam amino bergabung dengan ikatan peptida di bawah petunjuk RNA messenger dan sistem ribosom untuk membentuk protein seluler. Oleh karena itu konsentrasi asam amino di dalam sel biasanya tetap rendah karena asam amino terutama disimpan dalam bentuk protein sesungguhnya (Guyton dan Hall 1997). Zain (2012) melaporkan pemberian suplementasi ekstrak daun katuk, minyak lamuru dan vitamin E (18 g/kg EDK + 2% minyak ikan lamuru+ 60 mg vit E) menyebabkan kadar asam amino dalam daging meningkat. Hal ini disebabkan senyawa aktif yang berperan diduga adalah metilpiroglutamat. Metilpiroglutamat dapat dikonversikan menjadi asam amino glutamat dalam saluran pencernaan.

Berdasarkan analisis kromatografi gas dan spektrofotometri massa (KGSM) ekstrak daun katuk, ditemukan ada enam komponen kimia utama diantaranya adalah Monometyl succinate (C5H8O4), 2-Phenylmaloric acid (C9H8O4), Cyclopentanol, 2-metyl-acetate (C8H14O2), Benzoic acid,

2-pyrolidinone dan methylpyroglutamat. Empat senyawa dari enam senyawa tersebut yaitu monomethyl succinate, 2-phenylmalonic acid, ciclopentanol 2- methyl acetat dan methyl pyroglutamat dapat dihidrolisis melalui reaksi kimia tertentu di dalam saluran pencernaan menjadi berturut-turut succinate, malonate, acetat dan glutamic acid (Agustal et al. 1997).

Ekstraksi Daun Katuk

Istilah ekstraksi merupakan suatu metode untuk memisahkan komponen solut (zat terlarut) dari campurannya dengan menggunakan sejumlah masa pelarut. Ekstrak merupakan suatu produk hasil pengambilan zat aktif dari tanaman menggunakan pelarut. Harboune (1987), menyatakan bahwa dalam proses ekstraksi bahan aktif dari suatu tumbuhan, tergantung pada tekstur, kadar air, bahan dan jenis senyawa yang diisolasi. Pemberian ekstrak daun katuk sebanyak 9 gram/kg ransum ayam mampu menurunkan kadar kolesterol dalam telur sebanyak 40%, sementara pemberian ekstrak daun katuk sebesar 18 g/kg ransum mampu menurunkan kadar lemak dalam daging broiler dan menurunkan penimbunan lemak pada perut (Santoso 2009).


(27)

9 Daun katuk kering yang diekstraksi dengan etanol, memperlihatkan sebagian besar senyawa dapat diidentifikasikan dan diklasifiksasikan sebagai lemak, vitamin, klorofil dan fitosterol, setelah diuji GCMS dalam ekstrak kasar (Subekti 2007). Etanol merupakan etil alkohol atau metal karboksil dengan rumus kimia C2H5OH yaitu suatu cairan bening yang tidak berwarna, mudah menguap, dan berbau merangsang dan mudah larut dalam air (Harboune 1987). Penelitian yang dilakukan Hidayaturrahmah (2011), menyatakan pemberian ekstrak dan fraksi daun katuk terhadap ternak domba pada perlakuan EtOH fraksi delipidasi mampu menurunkan nilai kolesterol. Hal ini disebabkan ekstrak kasar EtOH mempunyai kelompok senyawa aktif yang kompleks, senyawa yang terdapat dalam ekstrak ini diantaranya papaverin like compound, fitosterol, glucosyl yang dimungkinkan dapat mempengaruhi metabolisme lipid.

Senyawa Aktif Daun Katuk yang Berperan pada Produksi Karkas

Pertumbuhan dan perkembangan dipengaruhi oleh faktor internal dan ekternal. Salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan individu adalah faktor gizi. Zat makanan merupakan substansi yang diperoleh dari bahan pakan yang dapat digunakan oleh ternak yang siap digunakan oleh sel, jaringan dan organ. Pakan dengan kandungan nutrisi yang cukup juga akan meningkatkan kualitas dan kuantitas hormon serta meningkatkan metabolisme.

Daging ayam terdiri dari berbagai jenis otot dan jaringan ikat. Setiap daging terdiri atas serabut-serabut otot. Setiap serabut otot terbentuk dari serat-serat otot yang disatukan oleh sarkolema (Murtidjo 2003). Menurut Hernandez dan Kravitz (2003), faktor yang menyebabkan peningkatan ukuran sel-sel otot adalah interaksi antara sel satelit, reaksi sistem imun, dan protein sebagai faktor pertumbuhan. Daun katuk mengandung senyawa biosintesis steroid yaitu

androstan-17-one dan 3-ethyl-3-hydroxy-5-alpha (Suprayogi 2000), apabila dikonsumsi mampu meningkatkan konsentrasi androgen binding protein (ABP) melalui peningkatan konsentrasi hormon steroid, terutama testosteron (Wu et al. 2005). Selain itu, disebutkan bahwa ekstrak etanol daun katuk juga mengandung senyawa aktif berupa asam lemak tak jenuh yang merupakan prekursor dalam level seluler untuk menghasilkan prostaglandin (Suprayogi 2000). Pada hewan jantan prostaglandin berperan merangsang pembentukan sperma dan sekresi testosteron. Testosteron mempengaruhi fisiologi tubuh diantaranya pada sistem saraf, jaringan otot rangka, dan sumsum tulang. Pada jaringan otot, testosteron meliputi kinerja anabolik sehingga berkontribusi terhadap bobot badan dan masa otot (Hernandez dan kravitz 2003).

Testosteron menyebabkan serabut otot mengalami hipertrofi yang dikaitkan dengan peningkatan sel-sel satelit (Sinha-hikim et al. 2003). Sel satelit merupakan sel yang berada di permukaan luar serat otot diantara membran sel otot (sarkolema) dan lapisan paling atas dari membran basal (basal lamina) (Hernandez dan Kravitz 2003). Testosteron merangsang hipothalamus yaitu bagian hipofisis anterior untuk menghasilkan growth hormon (GH). Efek hormon ini adalah peningkatan protein tubuh. Hormon ini menyebabkan pertumbuhan seluruh bagian tubuh yang mampu untuk bertumbuh (Guyton dan Hall 1997). Penelitian yang dilakukan Syahruddin et al. (2013) pemberian fermentasi daun


(28)

10

katuk pada dosis 2%,4%,6%,8%,10%,12%, dan 14% terhadap karkas broiler, mengakibatkan peningkatan berat badan dan konsumsi, tetapi terjadi penurunan persentase karkas. Penelitian juga dilakukan Samad et al. (2014) pada ikan, menyatakan pemberian suplemen 1.0 g/kg, 2.5 g/kg, 5.0 g/kg diet katuk mampu meningkatkan pertumbuhan berat badan pada semua kelompok perlakuan.

Mekanisme Penghambatan Absorbsi Lemak oleh Daun Katuk

Lemak terutama terdapat dalam jaringan adiposa sebagai bentuk cadangan energi potensial. Lemak disintesis oleh proses seluler anabolik yang disebut lipogenesis. Lemak terdiri dari campuran asam lemak dan gliserol. Sebagian besar dari degradasi lemak terjadi di dalam sel-sel hati dimana keton dan gliserol kemudian keluar lalu masuk ke dalam sirkulasi darah. Dengan masuknya gliserol ke sel-sel tubuh, maka gliserol telah masuk ke dalam rangkaian glikolisis ke piruvat dan keton dapat diubah menjadi asetil ko-A untuk kemudian masuk ke siklus krebs (Frandson1992).

Lemak yang terkandung dalam makanan merupakan lemak netral (trigliserida) yang setiap molekulnya terdiri dari satu inti gliserol dan tiga asam lemak. Guyton dan Hall (1997), menyatakan sejumlah kecil trigliserida dicerna di dalam lambung oleh lipase lingual yang disekresikan oleh kelenjar lingual di dalam mulut dan ditelan bersama saliva. Hasil penelitian Hidayaturrahmah (2011), secara umum menunjukkan bahwa pemberian 1500 mg daun katuk ekstrak kasar etanol, menyebabkan penurunan nilai trigliserida pada domba. Dilaporkan pula oleh Mulyana et al. (2013), pemberian infusa daun katuk dengan dosis 25 ml dan 50 ml mampu menurunkan kadar trigliserida di dalam serum darah kambing. Bahan aktif di dalam daun katuk bersifat hipotrigliseridemia terhadap darah kambing, diduga berasal dari senyawa phenol.

Daun katuk mengandung alkaloid papaverin (Padmavathidan Rao1990), namun Agustal et al.(1997) tidak menemukan adanya senyawa papaverin setelah dilakukan analisis fitokimia dengan metode gas kromatografi dan spektrum masa (GCMS). Hal ini juga serupa dengan Suprayogi (2000) yang tidak menemukan senyawa tersebut, akan tetapi ditemukan senyawa kelompok alkaloid yaitu

isoquinoline. Struktur kimia senyawa ini menyerupai papaverin dan diduga memiliki efek biologis yang sama dengan papaverin sehingga disebut papaverin like coumpound. Pemberian papaverin cenderung mengurangi kecernaan lemak kasar, hal ini memberikan efek penghambatan terhadap sintesis cairan empedu, sehingga sekresi cairan empedu menurun (andriyanto et al. 2010; Hidayaturrahmah2011).

Biosintesis Kolesterol

Kolesterol adalah metabolit yang mengandung lemak sterol yang banyak terdapat dalam semua jaringan hewan dan manusia. Kolesterol dapat dibedakan menjadi kolesterol eksogen yaitu kolesterol yang diarbsorbsi dari saluran pencernaan, dan kolesterol endogen yang dibentuk dalam sel tubuh (Guyton dan Hall 1997). Kolesterol memiliki fungsi fisiologis yang penting diantaranya adalah: komponen esensial membran sel tubuh, yaitu untuk regulasi cairan tubuh, unsur


(29)

11 dari myelin dalam jaringan saraf, perkursor beberapa jenis biomolekul seperti hormon steroid, asam empedu dan vitamin D (Boyer 2002).

Gambar 3. Mekanisme pembentukan kolesterol (http://www.nezilia88.sintesis+kolesterol.4.bp.blogspot.com)

Gambar 3. Menjelaskan bahwa terdapat beberapa tahap untuk membentuk kolesterol. Biosintesis kolesterol dikatalisis oleh HMG-KoA reduktase. Enzim ini mengubah HMG-KoA menjadi mevalonat dengan menggunakan pereduksi yang disediakan oleh NADPH dan terletak di retikulum endoplasma dengan tempat aktifnya menonjol ke dalam sitosol. Pembentukan kolesterol dikontrol oleh pengaturan umpan balik, di sini kolesterol menekan pembentukan HMG-KoA reduktase. Di hati, kecepatan pembentukan kolesterol lebih cepat dari pada jaringan lain, karena berfungsi sebagai prekursor garam empedu. Mevalonat mengalami fosforilasi oleh ATP dan selanjutnya mengalami dekarboksilasi untuk membentuk isopentenil pirofosfat. Kemudian unit-unit isoprene ini dapat berkondensasi membentuk kolesterol. Senyawa aktif diduga berperan dalam penurunan kolesterol adalah partisi alkaloid dan non alkaloid. Terdapat tiga jenis alkaloid dalam daun katuk yaitu:a. papaverin, b. methylpyroglutamate, c. 2-pyrolidinone (Santoso 2009).

Tepung daun katuk telah berperan sebagai pakan yang mampu menurunkan kadar kolesterol dalam plasma darah. Penurunan kadar kolesterol plasma darah ini dapat disebabkan oleh penurunan penyerapan saluran cerna (Wiradimadja 2007). Senyawa aktif papaverin atau PPV like coumpound pada daun katuk dapat menyebabkan kecernaan lemak kasar berkurang, ditandai dengan sekresi empedu yang menurun, sehingga penyerapan lemak di dalam tubuh juga berkurang. Hal ini yang diharapkan dapat menurunkan kadar kolesterol karkas ayam broiler.


(30)

12

3

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Agustus 2015. Penelitian dilakukan di beberapa tempat. Pemeliharaan hewan uji dilakukan di Lapangan Blok B Unit Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pengujian sampel dan uji kualitas dilakukan di Laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB dan Balai Penelitian Ternak, Bogor serta Laboratorium riset terpadu, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Syiah Kuala. Analisis senyawa kimia dilakukan di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka, LPPM, IPB.

Bahan dan Alat

Penelitian ini menggunakan hewan coba ayam broiler DOC (Day Old Chick) jantan strain Ross dengan BB ±40 g/ekor berasal dari PT. Cibadak Indah Sari Farm, daun katuk segar (Sauropus androgynus L.), pakan komersil, etanol 80%, aquadest, dan eter. Bahan untuk mengukur hematologi (larutan BCB 0.3%), untuk pengukuran hormon menggunakan kit testosteron elisa (DRG EIA1559, DRG instrument GmBH, Germany) serta bahan kimia lain yang digunakan untuk analisis. Peralatan yang digunakan adalah timbangan berat badan (BB) ayam broiler, timbangan digital, sentrifus, blender, spektrofotometer, rotary-evaporator, peralatan kandang lengkap, peralatan ekstraksi lengkap, lemari pendingin, mikroskop cahaya, EDTA tube, hotplate, termometer, oven dan spuit.

Prosedur Penelitian Persiapan Daun Katuk

Katuk segar diperoleh dari sentra budidaya tanaman katuk sekitar Bogor. Daun terlebih dahulu dipisahkan dari ranting, kemudian dicuci dengan air mengalir. Daun dipisahkan menjadi dua bagian, yaitu daun segar yang digunakan untuk ekstrak perasan dan daun yang akan dikeringkan. Daun dikeringanginkan sampai kering layu. Kemudian, dilanjutkan dengan pengeringan oven (50ºC) selama 24 jam. Pembuatan sediaan daun katuk disajikan pada Lampiran 2.

Pembuatan tepung dan ekstrak kering daun katuk

Pembuatan tepung daun katuk merupakan modifikasi metode kerja Saragih (2005). Daun katuk yang telah kering layu, dikeringkan kembali menggunakan oven pada suhu 50ºC selama 1x24 jam. Selanjutnya daun katuk dihancurkan menggunakan blender. Dipisahkan antara serbuk kasar dan halus, kemudian serbuk halus tersebut dijadikan sediaan tepung daun katuk (TDK). Pembuatan ekstrak dilakukan dengan memodifikasi metode kerja Suprayogi et al. (2009) yaitu daun katuk yang telah dikeringkan, ditimbang sebanyak 2 kg kemudian diblender hingga menjadi tepung. Ditambahkan pelarut etanol 80% sebanyak +13 liter. Campuran tersebut diaduk selama 30 menit, dilakukan maserasi selama 1x24 jam. Setelah dimaserasi kemudian dilakukan pemisahan dengan menggunakan


(31)

13 kain flannel dan kertas saring, sehingga diperoleh larutan etanol daun katuk (filtrat). Ekstraksi diulangi ±3 kali sampai warna larutan tersebut relatif jernih. Hasil dari penyaringan kemudian dikumpulkan dan dievaporasi dengan menggunakan rotari-evaporator pada suhu 50ºC, diperoleh ekstrak kering daun katuk (EKK).

Pembuatan ekstrak daun katuk seduh

Ekstrak katuk seduhan juga dilakukan berdasarkan modifikasi metode kerja Suprayogi et al. (2009). Daun katuk yang telah dikeringkan, ditimbang sebanyak 2 kg, kemudian diseduh dengan air hangat (50º-60ºC) selama ±10 menit sambil beberapa kali diaduk. Kemudian dilakukan penirisan, sehingga diperoleh air larutan seduhan dan daun katuk yang telah diseduh. Daun katuk seduhan yang diperoleh dikeringanginkan kembali kemudian dilanjutkan pengeringan dalam oven 50°C selama 1x24 jam. Bahan kering daun katuk seduhan kemudian dihancurkan hingga menjadi tepung dan dimaserasi dengan pelarut etanol 80%. Campuran tersebut diaduk selama 30 menit kemudian didiamkan selama 1x24 jam. Dilakukan penyaringan dengan menggunakan kain flannel dan kertas saring sehingga diperoleh larutan ekstrak etanol yang telah bebas senyawa polarnya (depolarisasi). Metode yang sama diulang hingga diperoleh larutan ekstrak etanol yang jernih. Hasil penyaringan dikumpulkan dan dievaporasi dengan menggunakan rotary-evaporator pada suhu 50°C.Hasil ekstraksi diperoleh ekstrak seduh daun katuk (EKS).

Pembuatan daun katuk perasan

Daun katuk segar, ditimbang dengan perbandingan 1.5:1.0 (150 g daun katuk:100 ml aquadest). Kemudian dihancurkan dengan menggunakan blender

sehingga diperoleh sari daun katuk (jus katuk). Sari tersebut diperas dan disaring menggunakan kain flannel dan kertas saring untuk memisahkan cairan sari dari ampasnya. Hasil perasan yang diperoleh dievaporasi dengan menggunakan rotari-evaporator pada suhu 50°C, sehingga diperoleh pasta daun katuk perasan (KP).

Analisis Kandungan Senyawa Kimia Daun Katuk sebagai Nilai Baku Bahan Penelitian

Analisis kandungan kimia yang dilakukan berupa pengujian senyawa aktif, yaitu analisis skrining fitokimia. Analisis fitokimia yang dilakukan merujuk pada metode Harbone (1987). Analisis ini dilakukan pada ke empat sampel katuk, yaitu tepung daun katuk (TDK), ekstrak daun katuk kering (EKK), ekstrak daun katuk seduh (EKS), dan katuk perasan (KP). Hasil analisis fitokimia sediaan daun katuk disajikan pada Tabel 1.


(32)

14

Tabel1. Kandungan senyawa kimia berbagai sediaan katuk

Parameter Fitokimia Sediaan katuk

TDK EKK EKS EKP

Alkaloid Wagner - - - -

Mayer - - - -

Dragendorf - - - -

Steroid +++ ++ +++ +++

Flavonoid +++ +++ +++ +

Tanin +++ +++ + +

Saponin +++ +++ ++ ++

Triterpenoid - - - -

Quinon - - - -

Keterangan: (-) negatif, (+) positif lemah, (++) positif sedang, (+++) positif Kuat Sumber : Hasil analisis Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka LPPM-IPB (2015)

Penentuan Dosis Sediaan Daun Katuk dan Penyusunan Pakan Dosis sediaan daun katuk pada penelitian ini ditentukan melalui uji pendahuluan berdasarkan dosis 5% tepung daun katuk (TDK) yang digunakan oleh Andryanto et al. (2010). Uji pendahuluan ini bertujuan untuk mencari kesetaraan bahan aktif antara dosis 5% TDK dengan bentuk sediaan katuk yang lain. Uji pendahuluan dilakukan dengan menghitung mundur dosis 5% TDK tersebut. Diperoleh hasil 5% TDK setara dengan 50g TDK atau 250g daun katuk segar. Berlandaskan hasil uji tersebut 250 g daun katuk segar dibuat sesuai dengan metode pembuatan sediaan katuk dalam bentuk EKK, EKS dan KP. Hasil uji pendahuluan tersebut diperoleh kandungan ekstrak dan perasan yaitu EKK (17.07 g), EKS (9.63 g) dan KP (34.68 g). Hasil uji tersebut dikonversikan ke dalam dosis berturut-turut menjadi 1.71%, 0.96%, 3.47% dan 5% (TDK) dari pakan yang dikonsumsi. Pemberian dosis katuk setara untuk setiap perlakuan.

Sediaan daun katuk terlebih dahulu dijadikan dalam bentuk bubuk. Pakan yang digunakan adalah pakan standart ayam pedaging (broiler). Pembuatan pakan disesuaikan dengan standart SNI pakan broiler yang dibedakan pada dua fase yaitu fase starter dan fase finisher (Badan Standarisasi Nasional 2006). Pembuatan pakan dilakukan dengan cara repeleting dengan penambahan sediaan katuk sesuai dengan dosis kelompok perlakuan. Adapun kelompok yang mendapatkan perlakuan selama 5 minggu sebagai berikut:

Kontrol : Pakan tanpa sediaan katuk

TDK : Pakan mengandung tepung daun katuk 50 g/kg EKK : Pakan mengandung ekstrak katuk kering 17.07 g/kg EKS : Pakan mengandung ekstrak katuk seduh 9.63 g/kg KP : Pakan mengandung katuk perasan 34.68 g/kg

Analisis Kandungan Nutrisi Pakan sebagai Nilai Baku Penelitian Pakan uji yang digunakan berupa pakan komersil yang telah ditambahkan dengan sediaan katuk penelitian yaitu tepung daun katuk (TDK), ekstrak katuk kering (EKK), ekstrak katuk seduh (EKS) dan katuk perasan (KP). Sedian daun katuk dalam pakan kemudian dilakukan analisis proksimat metode Henneberg dan


(33)

15 Stockman (Vally et al. 2013). Adapun nilai kandungan nutrisi dari pakan yang digunakan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2.Kandungan nutrisi pakan dan nilai energipada berbagai sediaan katuk

Nutrien Pakan starter* Pakan finisher*

K0 TDK EKK EKS KP K0 TDK EKK EKS KP

air (%) 10.06 9.92 9.70 9.38 11.38 9.83 10.40 9.16 9.09 0.91 Abu (%) 5.65 6.88 7.11 6.37 6.63 6.17 6.17 6.44 5.88 6.05 PK (%) 21.86 23.28 22.41 22.70 22.09 19.79 20.18 21.29 20.58 22.42 Lemak (%) 5.28 7.26 7.64 7.26 7.19 9.34 7.74 8.97 8.92 7.10 SK (%) 4.00 6.88 7.11 6.37 6.63 5.39 6.17 6.44 5.88 6.05 ME(kal/g) 2932 2977 2930 2982 2915 3070 3034 3063 3064 2923 Keterangan: K0 (kontrol), TDK (tepung daun katuk), EKK (ekstrak katuk kering), EKS (ekstrak

katuk seduh), KP (katu perasan), PK=Protein Kasar, SK= Serat Kasar, ME=energi metabolit.Sumber: Hasil analisis Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Peternakan-Kementan, Ciawi- Bogor

Tahap Persiapan Hewan Uji dan Kandang

Hewan uji yang akan digunakan adalah ayam broiler berumur sehari (Day Old Chicks/DOC) jantan strain Ross sebanyak 100 ekor dengan bobot badan (BB) ±40g/ekor. Hewan tersebut dibagi ke dalam lima kelompok yaitu satu kelompok kontrol dan empat kelompok perlakuan katuk. Masing-masing kelompok terdiri dari kontrol (tanpa penambahan daun katuk), TDK (Tepung daun katuk), EKK (Ekstrak katuk kering), EKS (Ekstrak katuk seduh) dan KP (Katuk perasan). Ayam broiler dipelihara selama 37 hari. Untuk mengurangi stress, DOC yang baru datang diberi minum air gula dan vitachick.

Kandang yang digunakan adalah kandang kelompok dengan sistem litter yang beralaskan sekam padi sebanyak 10 petak dengan ukuran 1.0x1.5 m tiap petak. Kandang dilengkapi dengan tempat pakan, tempat air minum dan lampu 100 watt untuk tiap perlakuan. Sebelum penelitian dilaksanakan terlebih dahulu kandang, tempat pakan dan minum dibersihkan untuk menghilangkan kuman-kuman atau bibit penyakit. Seminggu sebelum hewan percobaan masuk, kandang dibersihkan dengan cara fumigasi menggunakan formalin 10% dan didesinfeksi dengan desinfektan 10%. Selanjutnya lantai ditutup dengan litter berupa sekam padi yang telah dijemur matahari dan disemprot dengan desinfektan 10%. Selanjutnya kandang diberi penerangan lampu pijar untuk menghangatkan ruangan dan juga untuk penerangan bagi DOC yang akan masuk. Setelah kandang siap digunakan maka ayam dimasukkan ke kandang.

Protokol Penelitian

Penelitian ini menggunakan tanaman herbal yaitu daun katuk (Sauropus androgynus L.) yang disediakan dalam empat sediaan perlakuan berupa TDK, EKK, EKS dan KP. Sediaan ini kemudian dianalisis kandungan senyawa kimia dan ditambahkan kedalam pakan sesuai dosis perlakuan. Ayam broiler diadaptasikan selama satu minggu. Pakan perlakuan diberikan mulai usia hari ke-7 sampai usia 3ke-7 hari (usia 5 minggu) pada pagi dan sore hari. Pakan diberikan ad libitum namun tetap terukur jumlah pemberian. Setiap hari, diukur konsumsi


(34)

16

pakan dengan menimbang pakan yang diberikan dan menimbang kembali pakan yang tersisa dan dijumlahkan setiap minggunya. Nilai konsumsi pakan, kecernaan pakan dan konversi pakan diperoleh dari rata-rata kelompok. Setiap ayam ditandai dengan pemberian nomor (wing band), selanjutnya diukur pertambahan bobot badan ayam broiler setiap minggu. Usia hari ke 7, 17, 27 dan 37 penelitian, dilakukan pengambilan sampel darah untuk pengamatan nilai-nilai darah dan kadar hormon testosteron. Minggu ke-4 sampai ke-5 penelitian, dilakukan pengumpulan feses setiap harinya, kemudian dikeringkan untuk menghitung nilai kecernaan bahan kering pakan. Ayam broiler ditimbang pada akhir penelitian, sebagai data bobot badan akhir (panen) sebelum ayam dipotong (slaughter). Pembedahan pada ayam dilakukan untuk mengukur berat karkas, analisis kadar lemak dan kolesterol karkas, berat garam empedu dan lemak abdominal.

Ket:

A= Masa adaptasi

B= Pengukuran Berat badan setiap minggu C= Pengukuran konsumsi pakan setiap hari D= Pengukuran kecernaan pakan

E= Pengukuran Hematologi dan kadar hormon pada hari ke 7, 17, 27, 37 F= Sampling daging, pengukuran karkas, berat garam empedu dan lemak

abdomen

Gambar 4. Protokol penelitian Pengambilan Sampel

Sampling dilakukan saat panen di akhir minggu ke lima penelitian. Sampel diperoleh melalui pemotongan dengan metode kosher, yaitu dengan memotong

vena jugularis, esophagus dan trachea. Setelah ayam mati, dipisahkan lemak abdominal, cairan empedu dan organ dalam dikeluarkan.Ayam direndam air hangat pada suhu 50ºC, dilakukan pembersihan bulu,dibuang bagian kepala, kaki, leher, dan diperoleh karkas. Bagian karkas yang diambil adalah daging dada dengan berat yang sama. Selanjutnya dilakukan analisis kandungan lemak daging dan kolesterol. Bagian lain yang diambil dari tubuh ayam adalah lemak abdomen. Lemak yang didapat dari tiap ulangan ini kemudian ditimbang beratnya dan menjadi data lemak abdomen dari tiap perlakuan. Pengambilan sampel darah dilakukan melalui vena jugularis sebanyak 3 ml, kemudian dimasukkan ke dalam

0 1 2 3 4

Pemberian pakan perlakuan Ayam DOC

masuk

Pengumpulan Data

Sampling


(35)

17 tabung EDTA sekitar 1ml untuk dihitung jumlah eritrosit, leukosit, hemoglobin, hematokrit dan sisanya digunakan untuk mengukur kadar hormon testosteron yang telah dipisahkan antara RBC dan plasma dengan menggunakan sentrifus

kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Untuk pengambilan cairan empedu dapat dilakukan dengan penyedotan menggunakan spoit langsung dari kantung empedu.

Cairan empedu yang diperoleh diukur volumenya. Kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 60°c selama 24 jam dan diperoleh berat garam empedu.

Pengukuran Parameter Percobaan 1. Konsumsi pakan (gram/ekor)

Konsumsi pakan dihitung dengan menimbang jumlah pakan yang diberikan dikurangi jumlah pakan yang tersisa setiap hari selama satu minggu. Kemudian dihitung total konsumsi pakan dengan menjumlahkan rata-rata pakan yang dikonsumsi selama penelitian.

2. Kecernaan bahan kering (BK) pakan

Kecernaan BK pakan diperoleh dari pengukuran asupan pakan (konsumsi pakan) dengan ekskresi feses yang dilakukan setiap hari.

3. Konversi pakan

Konversi pakan diperoleh dengan membagi jumlah konsumsi pakan yang dikonsumsi selama satu minggu dengan pertambahan bobot badan pada minggu yang sama, atau dapat dinyatakan sebagai berikut:

4. Kualitas karkas

Kualitas karkas pada penelitian ini diukur dengan melihat parameter lemak abdominal pada ayam broiler, analisis kadar lemak dalam karkas dan kadar kolesterol karkas. Pengukuran lemak abdominal diperoleh dengan memisahkan lemak pada bagian rongga perut. Kemudian lemak ditimbang dengan alat timbang digital. Analisis lemak daging dilakukan dengan metode sochlet (Nasution 2005) serta analisis kadar kolesterol karkas.

5. Analisis hormon testosteron

Untuk mengetahui fluktuasi konsentrasi hormon testosteron selama penelitian, maka dilakukan pengambilan sampel darah setiap 10 hari sekali. Analisis konsentrasi hormon testosteron dalam serum ayam broiler diukur dengan menggunakan metode Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA).

6. Pengukuran nilai hematologi

Untuk mengetahui status kesehatan ayam broiler dilakukan pemeriksaan profil darah dengan menghitung jumlah eritrosit (metode Counting Chamber Burker and Neubauer), menghitung jumlah leukosit (metode Counting Chamber


(36)

18

Burker dan Neubauer), menghitung kadar hemoglobin (metode Sahli) dan pengukuran hematokrit (metode Microhematokrit)

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 kelompok percobaan yang terdiri atas 4 kelompok perlakuan dan 1 kelompok kontrol, setiap kelompok terdiri atas 20 ekor ayam. Kelompok perlakuan diberikan pakan yang telah ditambahkan sediaan katuk, sedangkan kelompok kontrol diberikan pakan standar. Satu kelompok percobaan terdiri atas 2 petak kandang yang masing-masing diisi 10 ekor ayam. Perlakuan yang diteliti adalah perbedaan sediaan katuk sebagai feed additive dalam pakan ayam broiler.

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dan apabila terdapat pengaruh yang nyata (P<0.05) maka analisis dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel dan Torrie 1993). Program analisis data yang digunakan adalah program SPSS release 16.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Pakan dan Kecernaan Bahan Kering (BK) Pakan Ayam Broiler

Hasil pengamatan konsumsi pakan dan kecernaan BK pakan ayam broiler setelah perlakuan pemberian tepung daun katuk (TDK), Ekstrak katuk kering (EKK), Ekstrak katuk seduh (EKS) dan katuk perasan (KP) selama penelitian, disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Total konsumsi pakan dan kecernaan BK pakan ayam broiler

Parameter Perlakuan

Kontrol TDK EKK EKS KP

Konsumsi Pakan (kg/ekor)

3.32 3.14 3.40 3.31 3.22

Kecernaan BK pakan (%)

62.77 60.27 72.07 66.94 67.67

Total konsumsi pakan secara keseluruhan berkisar antara 3.14-3.40 kg/ekor. Total konsumsi pakan tertinggi adalah pada perlakuan EKK sebesar 3.40 kg/ekor, diikuti oleh kontrol 3.32 kg/ekor, perlakuan EKS sebesar 3.31 kg/ekor, perlakuan KP sebesar 3.22 kg/ekor dan total konsumsi pakan terendah yaitu perlakuan TDK sebesar 3.14 kg/ekor.

Tabel 3. menunjukkan bahwa pemberian sediaan katuk cenderung meningkatkan nilai kecernaan bahan kering pakan dengan persentase peningkatan berturut-turut 14.81% (EKK), 6.64% (EKS), 7.80% (KP) dan terjadi penurunan 2.5% (TDK) dibandingkan kelompok kontrol. Nilai kecernaan pakan pada kelompok TDK cenderung lebih rendah dibandingkan kelompok EKK, EKS dan KP. Kandungan senyawa tanin dan serat kasar pada sediaan TDK diduga memainkan peranan penting dalam menurunkan penyerapan nutrien. Rahayu


(37)

19 (1999) melaporkan bahwa kandungan tanin pada daun katuk menyebabkan pakan sulit dicerna dan menurunkan daya serap nutrisi pakan. Selain senyawa aktif, serat kasar juga mempengaruhi penyerapan di dalam saluran pencernaan. Serat kasar yang tinggi menyebabkan absorbsi di intestinum berkurang (Yang et al. 2013). Pemberian perlakuan EKK, EKS dan KP menunjukkan nilai kecernaan yang lebih baik dibandingkan kelompok kontrol dan TDK. Artinya, senyawa aktif pada sediaan tersebut memiliki potensi dalam memperbaiki kecernaan bahan kering pakan, sehingga zat makanan yang dicerna siap diabsorpsi.

Penampilan Pertumbuhan Bobot Badan(BB)Ayam Broiler

Pertumbuhan bobot badan (BB) ayam broiler setelah pemberian berbagai sediaan katuk dalam pakan, disajikan pada Tabel 4. Pemberian berbagai sediaan katuk berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap penampilan pertumbuhan BB ayam broiler. Rataan pertumbuhan BB pada usia minggu ke lima berkisar antara 1408.90-1645.80 g/ekor.

Tabel 4. Respon perbaikan pertumbuhan bobot badan (BB) ayam broiler (g/ekor) selama 4 minggu mengkonsumsi katuk

Waktu Perlakuan

Kontrol TDK EKK EKS KP

Minggu 1 166.87

±11.40 166.57 ±12.45 165.80 ±12.69 166.07 ±9.94 165.67 ±11.64

Minggu 2 372.13

±48.80a 325.64 ±65.56b 394.46 ±50.55a 411.66 ±52.00a 406.26 ±55.40a

Minggu 3 778.06

±68.63a 660.86 ±90.32b 792.20 ±77.03a 810.93 ±96.08a 798.20 ±83.94a

Minggu 4 1131.80

±125.81ab 1048.40 ±118.37b 1159.90 ±111.55a 1122.90 ±134.28ab 1068.70 ±102.53ab

Minggu 5 1604.70

±137.53a 1408.90 ±116.47b 1645.80 ±135.26a 1450.30 ±104.15b 1472.50 ±114.15b Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata

(P< 0,05).

Tabel 4. Menunjukan bahwa pemberian sediaan TDK dalam pakan dapat menurunkan pertumbuhan BB dibandingkan kelompok perlakuan lain. Pertumbuhan BB yang rendah pada kelompok TDK tersebut, berkorelasi dengan total konsumsi dan nilai kecernaan pakan (Tabel 3) yang cenderung menurun sehingga dapat mempengaruhi penyerapan zat-zat makanan yang masuk ke dalam sistem sirkulasi. Hal ini diduga pada sediaan TDK masih memiliki serat kasar yang relatif utuh dibandingkan sediaan katuk yang lain, sehingga menimbulkan sifat bulky yang dapat menekan rasa lapar pada ayam. Unggas tidak mempunyai mikroorganisme yang mampu menghasilkan enzim selulase untuk memecah ikatan glikosidik b 1-4 pada selulosa (Mulyono 2009). Hal ini dapat mempengaruhi viscositas usus yang berakibat terhadap penurunan efisiensi penyerapan nutrien secara keseluruhan pada dinding usus, yang berdampak langsung terhadap efisiensi pakan dan performa ternak (Lesson dan Zubair 2000). Selain serat, sediaan TDK mengandung senyawa tanin dan saponin yang relatif tinggi (Tabel 1), hal ini juga menyebabkan berkurangnya penyerapan nutrisi.


(38)

20

Pertumbuhan BB yang rendah pada kelompok perlakuan TDK, kemungkinan dipengaruhi oleh peran senyawa aktif yang bersifat lipolisis selain adanya senyawa antinutrisi. Pratikno (2010) menyatakan bahwa pertumbuhan pada ayam broiler sering diikuti perlemakan yang cepat. Keberadaan senyawa aktif diduga mampu menghambat penumpukan lemak yang berlebih sehingga bobot badan (BB) ayam broiler menjadi relatif rendah. Suprayogi et al. (2009), menyatakan senyawa polar pada daun katuk memiliki respon dalam menghambat pembentukan lemak tubuh (penghambatan lipogenesis). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Saleh dan Dwi (2005) bahwa pemberian pakan yang mengandung 1.5-6% TDK menyebabkan penurunan bobot badan ayam broiler dibandingkan kontrol.

Pemberian sedian katuk EKK, EKS dan KP menunjukkan rata-rata pertumbuhan BB ayam broiler yang cenderung meningkat dibandingkan kelompok perlakuan TDK, meskipun tidak berbeda dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal ini disebabkan proses penyediaan yang berbeda, mempengaruhi kuantitas senyawa aktif yang terkandung di dalam sediaan katuk sehingga berpengaruh terhadap fisiologis ayam. Respon positif terhadap perbaikan pertumbuhan BB, ditunjukkan oleh kelompok perlakuan EKK dengan rataan pertumbuhan BB tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Namun, pemberian sediaan EKS dan KP juga memiliki respon positif dengan rata-rata pertumbuhan BB cenderung lebih tinggi dibandingkan kelompok TDK. Meningkatnya pertumbuhan bobot badan pada kelompok ekstrak dan perasan diduga adanya peran dari senyawa aktif yang terkandung di dalam daun katuk. Suprayogi (2015), melaporkan bahwa adanya senyawa eicosanoid dan steroid yaitu Androstan-17-one,3-ethyl-3-hydroxy-5alpha diduga menyebabkan peningkatan metabolisme. Menurut Suprayogi et al.(2009) senyawa non polar dalam daun katuk lebih bersifat anabolik steroid. Keberadaan senyawa ini diduga mampu memacu pertumbuhan sel dan dapat meningkatkan bobot badan ternak.

Bobot Panen, Persentase Karkas, dan Konversi Pakan Ayam Broiler

Pemberian berbagai sediaan katuk berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap bobot panen, persentase karkas, namun tidak berpengaruh nyata terhadap konversi pakan ayam broiler. Rataan bobot panen, persentase karkas dan konversi pakan disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan bobot panen, persentase karkas dan konversi pakan ayam broiler

Parameter Perlakuan

Kontrol TDK EKK EKS KP

Bobot Panen (g/ekor) 1702.20± 105.19ab 1550.10± 111.06c 1755.50± 141.89a 1626.80± 106.43bc 1644.60± 154.78bc Karkas (%) 70.66±6.32ab 68.05±8.17b 72.46±4.24ab 72.82±4.09a 71.60±6.23ab Konversi Pakan 2.02±0.65 2.25±0.86 1.99±0.70 2.06±0.68 2.10±0.72 Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata

(P< 0,05)

Pemberian berbagai sediaan katuk berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap bobot panen (Tabel 5). Bobot badan panen kelompok TDK berbeda nyata dengan


(39)

21 perlakuan EKK dan kontrol, namun tidak berbeda nyata dengan kelompok perlakuan EKS dan KP. Kelompok perlakuan TDK memiliki rataan bobot badan akhir terendah dibandingkan kelompok yang lain. Pemberian sediaan ekstrak katuk kering (EKK) cenderung meningkatkan bobot panen dibandingkan kelompok yang lain. Tampaknya peran senyawa aktif yang terdapat dalam sediaan tersebut memiliki potensi dalam peningkatan pertumbuhan. Hal ini didukung oleh nilai kecernaan yang tinggi (72%) sehingga pakan yang dikonsumsi dapat diabsorbsi dengan baik.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa persentase karkas ayam broiler berkisar antara 68.05-72.82% dari bobot hidup. Pemberian sediaan TDK memiliki persentase produksi karkas terendah dibandingkan kelompok perlakuan yang lain. Namun, pemberian sediaan katuk berupa EKK, EKS, dan KP cenderung meningkatkan produksi karkas dibandingkan TDK dan kontrol. Hal ini mengindikasikan bahwa pemberian sediaan katuk yang telah mengalami proses ekstraksi dan perasan dalam pakan mampu diabsorbsi dan secara aktif meningkatkan metabolisme tubuh. Agustal et al. (1997) menemukan enam komponen utama senyawa aktif di dalam daun katuk diantaranya yaitu Monometyl succinate, 2-Phenylmaloric acid, Cyclopentanol, 2-metyl-acetate, Benzoic acid,

2-pyrolidinone dan methylpyroglutamat. Senyawa-senyawa ini mampu berperan sebagai senyawa eksogenus yang dapat berpartisipasi dalam metabolisme karbohidrat, protein dan lemak (Suprayogi 2000) sehingga terjadi peningkatan massa otot dan mengurangi deposisi lemak.

Pemberian berbagai sediaan katuk tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap konversi pakan, namun pemberian sediaan katuk berupa TDK memiliki kecenderungan nilai konversi pakan lebih tinggi dibandingkan perlakuan yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian sediaan TDK dalam pakan kurang efisien ditandai dengan semakin besarnya nilai konversi pakan.

Pengaruh Perlakuan Terhadap Lemak Abdominal, kadar Lemak danKolesterol Daging serta Berat Garam Empedu

Parameter kualitas daging dalam penelitian ini diukur berdasarkan bobot lemak abdominal, kadar lemak dan kolesterol daging ayam broiler. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian berbagai sediaan katuk berpengaruh nyata terhadap lemak abdominal dan kadar kolesterol daging (P<0.05).

Pemberian berbagai sediaan katuk berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap lemak abdominal. Pemberian pakan yang mengandung sediaan katuk mampu menurunkan deposit lemak abdominal dibandingkan kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lemak abdominal pada kelompok perlakuan TDK, lebih rendah dibandingkan kelompok perlakuan EKK, EKS dan KP dengan rataan yaitu 15.26 g/ekor. Peran serat kasar di dalam sediaan TDK diduga mampu mengurangi absorbsi lemak sehingga deposit lemak ke dalam tubuh ayam dihambat. Menurut Andriyanto et al. (2010), penghambatan absorbsi lemak di saluran pencernaan sebagai akibat dari rendahnya produksi garam empedu di kantong empedu ayam. Serat kasar yang tinggi menyebabkan berkurangnya absorbsi lemak kasar di intestinum. Selain serat, daun katuk juga mengandung senyawa pufa dan fitosterol. Suprayogi (2000) menyatakan bahwa senyawa aktif daun katuk mampu menghambat penyerapan lemak di saluran pencernaan sehingga mengakibatkan


(40)

22

menurunnya tingkat metabolisme kolesterol hati. Berdasarkan hasil analisis kandungan senyawa aktif (Tabel 1), sediaan katuk TDK dan EKK memiliki kandungan saponin lebih tinggi dibandingkan sediaan lainnya. Pada ayam, dengan mengkonsumsi saponin juga dapat menurunkan kadar kolesterol di dalam darah (Cheeke 2000). Hal ini terjadi karena adanya ikatan saponin dengan kolesterol dalam usus sehingga mencegah penyerapannya. Menurut Cheeke (2000), tingginya rataan proliferasi sel mukosa usus, dapat mengurangi kadar kolesterol pada karkas. Rataan lemak abdominal, kadar lemak, kolesterol daging dan berat garam empedu ayam broiler disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan lemak abdominal, kadar lemak kolesterol daging dan berat garam empedu pada ayam broiler usia 5 minggu

Parameter Perlakuan

kontrol TDK EKK EKS KP

Lemak abdominal (g/ekor) 28.81 ±5.55a 15.26± 2.68b 19.58± 5.08bc 17.75± 3.34c 16,08± 3.13b Lemak daging (g/100g) 5.95± 0.18a 1.51± 0.45b 1.44± 0.50b 3.88± 2.36ab 2.36± 1.87b Kolesterol daging (g/100g) 0.15± 0.07a 0.14± 0.01a 0.10± 0.00b 0.14± 0.01a 0.11± 0.00b Garam empedu (g/ekor) 0.09± 0.03 0.08± 0.04 0.09± 0.06 0.12± 0.06 0.13± 0.03

Keterangan :Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P< 0,05).

Pemberian berbagai sediaan katuk mampu menurunkan kadar lemak dan kolesterol daging (Tabel 6). Kadar lemak daging pada kelompok perlakuan TDK, EKK dan KP berbeda nyata dibanding kelompok kontrol, namun tidak berbeda dengan kelompok perlakuan EKS. Pemberian berbagai sediaan katuk berpengaruh nyata terhadap kolesterol daging (P<0.05). penambahan sediaan katuk nyata menurunkan kadar kolesterol daging ayam broiler. Pemberian sediaan EKK cenderung menurunkan kadar kolesterol daging ayam broiler dibandingkan kelompok perlakuan lainnya. Jones et al.(2000) menyatakan bahwa penurunan kolesterol terjadi karena kemampuan fitosterol untuk menurunkan absorbsi kolesterol, dan secara parsial terjadi de-suppressing biosintesis kolesterol. Daun katuk mengandung senyawa aktif yang berperan dalam metabolisme, diantaranya adalah adalah satu senyawa steroid, yaitu androstan-17-one,3-ethyl-3-hydroxy-5 alpha.3. Senyawa lain yaitu 3,4-dimethyl-2-oxocyclopent-3-enylacetic acid. Androstan-17-one,3-ethyl-3-hydroxy-5 alpha merepresentasikan 17-ketosteroid (kelompok keto pada C17), secara langsung merupakan precursor atau senyawa

intermediate dalam biosintesis hormon steroid. Senyawa tersebut dapat digolongkan ke dalam fitosterol (Suprayogi 2000). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Subekti et. al (2008), bahwa pemberian tepung daun katuk dapat menurunkan kadar kolesterol serum, karkas dan hati pada puyuh jepang.

Pemberian berbagai sediaan katuk tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap jumlah garam empedu. Pemberian sediaan katuk berupa TDK memiliki jumlah garam empedu lebih rendah dibandingkan kelompok lainnya. Adapun kandungan senyawa aktif pada ekstrak katuk yaitu terdapat senyawa papaverin


(1)

39


(2)

40

Lampiran 1 Data analisis testosteron ayam broiler setelah pemberian berbagai sediaan daun katuk

Perlakuan Waktu (Hari ke-)

7 17 27 37

kontrol 0.09±0.00 0.17±0.00 0.12±0.00 0.16±0.04 TDK 0.09±0.00 0.17±0.05 0.23±0.01 0.22±0.04 EKK 0.09±0.00 0.25±0.11 0.19±0.10 0.17±0.02 EKS 0.09±0.00 0.19±0.03 0.23±0.07 0.23±0.05 KP 0.09±0.00 0.21±0.06 0.21±0.06 0.30±0.15

Lampiran 2 Bagan pembuatan sediaan daun katuk (Sauropus androgynus)

Bagan alur pembuatan sediaan Daun katuk Tanaman katuk segar

Daun dipisahkan dari ranting, ditimbang, dan dicuci dengan air mengalir

Daun katuk segar

Dikeringkan dalam oven (50°C)

Digiling

Ekstrak Katuk Kering (EKK)

Ekstrak Katuk Seduh (EKS) Tepung Daun

Katuk (TDK)

Katuk Perasan (KP)

- Analisis Skrining fitokimia

- ditambahkan ke dalam pakan - Diekstraksi etanol 80% - Dievaporasi

- Diblender - Diperas - Dievaporasi Air seduhan

Diseduh

Residu

- Diekstraksi etanol 80% - Dievaporasi


(3)

41 Lampiran 3Prosedur pengujian fitokimia sediaan daun katuk (Lab Biofarmaka

LPPM-IPB 2015) a. Alkaloid

(Untuk standar digunakan daun tapak dara) b. Fenolik

1 gram sampel

Haluskan

Disaring

Filtrat + H2SO4 2M

1. + Dragendrof Jingga 2. + Mayer Putih 3. +Wagner Coklat

5 gram sampel

Panaskan 5 menit Akuades

filtrat disaring

filtrat + beberapa tetes NH3

+ 5 ml CHCl3

filtrat Hitam kehijauan +tanin

filtrat

Buih stabil +saponin + serbuk Mg + HCl:EtOH (1:1) +amil alkohol

3 tetes FeCl3 10%

Kocok kuat Saponin

Tanin Flavonoid


(4)

42

c. Triterpenoid/steroid

d. Hidrokuinon

Lampiran 4 Prosedur analisis lemak daging dengan metode Sochlet: sebuah labu lemak dengan beberapa butir batu didih di dalamnya, dalam oven dikeringkan dengan suhu 105-110 oC selama 1 jam, kemudian didinginkan selama 1 jam dalam eksikator dan ditimbang dengan berat a gram. Sampel dimasukkan ke dalam selongsong yang terbuat dari kertas saring dan ditutup dengan kapas yang bebas lemak. Selongsong dimasukkan ke dalam alat fatex-s dan ditambahkan larutan petroleum eter sebagai larutan pengekstrak. Alat fatex-s diatur pada suhu 60 oC dan waktu selama 25 menit. Proses ekstraksi dilakukan sampai alat berbunyi, kemudian diturunkan larutan petroleum eter bersama lemak yang telah larut. Proses evaporasi dilakukan dengan mengubah suhu pada 105 oC sampai alat fatex-s berbunyi. Proses ini dilakukan sebanyak dua kali proses ekstraksi dan evaporasi. Selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam alat pengering oven dengan suhu 10 oC

1 gram sampel Disaring

Filtrat dipanaskan hingga kering

Homogenasikan

Hijau/ Biru + steroid Merah/ungu +Triterpenoid EtOH panas

1 ml dietil eter

+1 tetes H2SO4 pekat

+1 tetes CH3COOH

1 gram sampel dipanaskan

disaring

Merah + hidrokuinon + MeOH


(5)

43 selama ±1 jam, kemudian didinginkan di dalam eksikator selama 1 jam dan ditimbang kembali dengan berat b gram.

Penentuan lemak kasar adalah sebagai berikut:

{ }

Lampiran 5 Prosedur analisis kadar kolesterol daging: sampel daging ditimbang sebanyak ± 0.2 gram, kemudian diekstrak dengan petrolium benzene. Lemak hasil ekstraksi dilarutkan dengan 5ml petrolium benzene dikocok sambil dipanaskan menggunakan water bath. Di pipet masing-masing sebanyak 0.3 ml sampel tersebut dan larutan standart dimasukkan ke dalam tabung pereaksi yang telah ditambahkan batu didih. Disimpan di water bath pada suhu 80ºC selama 5 menit. Selanjutnya disimpan di dalam oven pada suhu 105ºC selama 30 menit. Didinginkan pada suhu kamar. Ditambahkan 4 ml campuran larutan asetat anhidrida, asam asetat glasial dan asam sulfat pekat. Dikocok dan didiamkan selama 35 menit. Selanjutnya dilakukan pembacaan dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 630 nm. Nilai kolesterol diperoleh dari perhitungan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Lampiran 6 Prosedur pengukuran konsentrasi hormon testosteron metode ELISA : Persiapkan terlebih dahulu larutan standar dengan kosentrasi 0.2; 0.5;1;2;4;8;16 ng/ml dan larutan QC (quality control). Sampel serum dimasukkan ke dalam masing-masing sumur pelat (microplate) sebanyak 25 μl standar, sampel dan QC (quality control).

Ditambahkan 200 μl konjugat enzim HRP Testosterone (Enzym Conjugate) ke dalam setiap sumur, kemudian digoyang perlahan selama kurang lebih 10 detik. Diinkubasi pada suhu kamar selama 60 menit. Setelah diinkubasi, larutan pada mikroplate dibuang dan dicuci dengan larutan pencuci (washing solution) dengan volume 300 μl setiap sumur. Pencucian dilakukan sebanyak 4 kali menggunakan alat Microplate Strip Washer. Setelah pencucian selesai, kemudian dikeringkan dengan cara dibanting secara perlahan pada kertas

penyerap. Ditambahkan 200 μl larutan substrat (TBM Substrate) pada masing-masing sumur pelat. Inkubasi selama 20 menit pada suhu ruang. Setelah inkubasi dengan larutan substrat, reaksi enzimatis

dihentikan dengan menambahkan 100μl larutan penyetop (Stop

Solution, H2SO4 0,5 M) ke dalam setiap sumur pelat. Kemudian

absorbans dibaca pada panjang gelombang 450 nm menggunakan ELISA reader (absorbance microplate reader, Biorad) yang telah dilengkapi dengan program MPM6. Pembacaan dilakukan tidak boleh lebih dari 10 menit setelah penambahan larutan penyetop reaksi. Sampel hormon dapat dihitung konsentrasinya.


(6)

44

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Meulaboh Aceh barat pada tanggal 08 Mei 1989 dari

pasangan ayah Drs.H. Zulkarnain Djakfar dan ibu Nur’aini Usman. Penulis adalah

Putri keenam dari enam bersaudara. Penulis melanjutkan pendidikan jenjang S1 pada tahun 2007 pada program studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, lulus pada tahun 2012. Penulis mendapat sponsor beasiswa BPPDN untuk melanjutkan program Magister Sains pada tahun 2013 di Sekolah Pascasarjana Program Studi Ilmu-ilmu Faal dan Khasiat Obat Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyelesaikan Tugas akhir dalam pendidikan tinggi dengan menulis tesis yang berjudul Khasiat Berbagai Sediaan Katuk (Sauropus androgynus L.) dalam Memperbaiki Produktivitas, Kualitas Daging dan Profil HematologiAyam Broiler.