Analisis struktur permodalan usaha mikro dan kecil (umk) dan kaitannya dengan perkembangan usaha di kabupaten Bogor

ANALISIS STRUKTUR PERMODALAN USAHA MIKRO DAN
KECIL (UMK) DAN KAITANNYA DENGAN
PERKEMBANGAN USAHA DI KABUPATEN BOGOR

CYNTHIA PUTRI PRAMESWARI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Struktur
Permodalan Usaha Mikro dan Kecil (UMK) dan Kaitannya dengan Perkembangan
Usaha di Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, November 2014
Cynthia Putri Prameswari
NIM H14100121

ABSTRAK
CYNTHIA PUTRI PRAMESWARI. Analisis Struktur Permodalan Usaha Mikro
dan Kecil (UMK) dan Kaitannya dengan Perkembangan Usaha di Kabupaten
Bogor. Dibimbing oleh YETI LIS PURNAMADEWI.
Usaha Mikro dan Kecil (UMK) memiliki peranan penting dalam
perekonomian Indonesia, namun sudah banyak upaya pemerintah dalam
meningkatkan aksesibilitas UMK terhadap lembaga keuangan. Dengan demikian,
tujuan utama penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
permintaan modal luar oleh pengusaha UMK dan pengaruhnya terhadap
perkembangan usaha. Metode aregresi logistik digunakan untuk menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan modal luar dan metode Ordinary
Least Square (OLS) digunakan untuk menganalisis dampak modal luar terhadap
perkembangan usaha. Hasil studi menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
karakteristik struktur usaha pengusaha kecil dan pengusaha mikro dimana
keragaman usaha kecil lebih baik daripada usaha mikro baik dari sisi tingkat

pendidikan, aset, omset maupun kelayakan usaha. Dari sisi struktur permodalan,
hanya sebagian kecil pengusaha mikro yang memanfaatkan modal luar,
sebaliknya dengan pengusaha kecil. Hasil regresi logistik menunjukkan bahwa
faktor yang memengaruhi pelaku UMK terhadap permintaan modal luar adalah
usia responden, pendapatan, aset dan omset. Berdasarkan hasil olahan
menggunakan OLS variabel yang signifikan terhadap perkembangan keuntungan
usaha adalah usia responden, dummy jenis usaha, omset dan modal luar.
Kata kunci: Ordinary Least Square (OLS), regresi logistik, struktur permodalan,
UMK

ABTRACK
CYNTHIA PUTRI PRAMESWARI. An alaysis of the capital structure of Micro
and Small Enterprise (MSEs) and its relation business development in Bogor.
Supervised by YETI LIS PURNAMADEWI
Micro and small enterprises (MSEs) have a very important role for
Indonesian economy. However, many effort from government to increase the
accessibility of MSEs to financial institutions. Thus, this study was analyzing of
factors affecting the demand for external capital MSEs and the impact of external
capital to business development. Factors affecting the demand for external MSEs
were determined by logistic regression model. Ordinary Least Square (OLS)

method is used to analyze the impact of external capital to business development.
The study shows that there are differences in the characteristics of the structure of
the business on MSEs. The diversity of small enterprises is better than micro
enterprises in terms of education level, assets, omzet and business feasibility. In
terms of capital structure, only a small proportion of micro enterprises that uses
external the capital, in contrast with the small enterprises. Logistic regression
results indicated that factors affecting MSEs access to external capital are age,
income, asset and omzet. Based on the result from OLS indicate significant

variables on profits are age of the respondents, dummy type of business, omzet
and external capital.
Keywords: capital structure, logistic regression method, MSEs, Ordinary Least
Square (OLS)

ANALISIS STRUKTUR PERMODALAN USAHA MIKRO DAN
KECIL (UMK) DAN KAITANNYA DENGAN
PERKEMBANGAN USAHA DI KABUPATEN BOGOR

CYNTHIA PUTRI PRAMESWARI


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Analisis Struktur
Permodalan Usaha Mikro dan Kecil (UMK) dan Kaitannya dengan Perkembangan
Usaha di Kabupaten Bogor”.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Ir. Yeti Lis Purnamadewi,
Msc. Agr selaku dosen pembimbing, Dr. Ir Wiwiek Rindayati, M.Si selaku dosen
penguji utama, dan Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc. Agr selaku dosen penguji komisi
pendidikan. Penelitian ini merupakan bagian dari hibah desentralisasi dengan

judul Strategi Penguatan Usaha Mikro dan Kecil (UMK) dalam upaya
pengentasan kemiskinan oleh tim peneliti Departemen Ilmu Ekonomi, FEM IPB
(Dr. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, Msc. Agr dan tim). Selain itu, ungkapan terima
kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua, keluarga, teman-teman
satu bimbingan serta sahabat, terutama Muhammad Reza Rasyid yang selalu
mendukung penulis sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Penulis menyadari
bahwa tulisan ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran sangat
diperlukan untuk perbaikan di masa yang akan datang. Semoga penelitian ini
bermanfaat bagi pembaca.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2014
Cynthia Putri Prameswari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

iii


DAFTAR GAMBAR

iii

DAFTAR LAMPIRAN

iii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

4


Tujuan Penelitian

5

Manfaat Penelitian

6

Ruang Lingkup Penelitian

6

TINJAUAN PUSTAKA

6

Usaha Mikro dan Kecil (UMK)

7


Karakteristik dan Permasalahan UMK

9

Struktur Permodalan

7

Teori Permintaan Modal

11

Teori Produksi

12

Penelitian Terdahulu

14


Kerangka Pemikiran

17

METODE PENELITIAN

18

Lokasi dan Waktu Penelitian

18

Jenis, Sumber dan Metode Pengumpulan Data

18

Metode Penentuan Sampel

18


Metode Analisis dan Pengolahan Data

19

HASIL DAN PEMBAHASAN

23

Analisis Struktur Usaha dan Permodalan UMK

23

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Permintaan Modal Luar oleh UMK

28

Dampak Keterkaitan Modal Luar Dengan Perkembangan Usaha UMK

30


SIMPULAN DAN SARAN

31

Simpulan

31

Saran

32

DAFTAR PUSTAKA

32

LAMPIRAN

35

RIWAYAT HIDUP

46

DAFTAR TABEL
1 Perkembangan data Usaha Mikro dan Kecil (UMK) di Indonesia tahun
2009 hingga 2012
2 Jumlah Usaha Mikro dan Kecil (UMK) menurut Provinsi di Indonesia
pada tahun 2013
3 Jumlah responden pelaku UMK
4 Klasifikasi usia UMK
5 Klasifikasi tingkat pendidikan UMK
6 Klasifikasi jumlah anggota keluarga UMK
7 Jenis usaha responden
8 Statistik deskriptif usaha responden
9 Kelayakan usaha responden
10 Sumber modal responden
11 Hasil pendugaan parameter logit
12 Faktor-faktor yang memengaruhi permintaan modal luar oleh pelaku
UMK
13 Faktor-faktor yang memengaruhi nilai perkembangan usaha

1
2
19
23
24
24
24
25
26
26
28
29
30

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

Jumlah UMK di Kabupaten Bogor
Permintaan dana terhadap modal
Fungsi produksi dimana TK tetap, M variabel
Kerangka pemikiran operasional
Alasan tidak menggunakan modal luar
Alasan menggunakan modal luar

5
11
13
17
27
27

DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuisioner Penelitian
2 Hasil Olahan Data Regresi Logistik
3 Hasil Olahan Data Metode Logistik

35
43
44

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang paling padat
penduduknya setelah China, India dan Amerika. Berdasarkan data Badan Pusat
Statistik (2012) jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2011 sejumlah 241 juta
jiwa dan pada tahun 2012 mengalami kenaikan yaitu sejumlah 244.2 juta jiwa.
Sebagian besar jumlah kepadatan penduduk Indonesia merupakan penduduk
miskin. Kenaikan jumlah penduduk dari tahun ke tahun tidak diiringi dengan
penyerapan tenaga kerja dapat meningkatkan kemiskinan di Indonesia oleh karena
itu pemerataan sosial sangat diperlukan untuk mewujudkan kesejahteraan
penduduk di Indonesia.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mewujudkan pemerataan sosial, salah
satunya melalui kegiatan Usaha Mikro dan Kecil. UMK sangat padat karya,
sehingga mempunyai potensi pertumbuhan kesempatan kerja yang sangat besar.
Pertumbuhan UMK dapat dimasukan sebagai suatu elemen penting dari
kebijakan-kebijakan nasional untuk meningkatkan kesempatan kerja dan
menciptakan pendapatan, terutama bagi masyarakat miskin.
Tabel 1 Perkembangan data Usaha Mikro dan Kecil (UMK) di Indonesia tahun
2009 hingga 2012
Indikator
Unit Usaha UMK (A+B)
A. Usaha Mikro
B. Usaha Kecil
Tenaga Kerja UMK (A+B)
A. Usaha Mikro
B. Usaha Kecil
PDB (A+B)
A. Usaha Mikro
B. Usaha Kecil

Tahun
2009
52 723 414
(100)
52 176 771
(98.96)
546 643
(1.03)
93 481 192
(100)
89 960 695
(96.23)
3 520 497
(3.77)
1799 258
(100)
1747 339
(97.11)
517 919
(28.78)

Ketetrangan: () persentase
Sumber : Kementrian Koperasi dan UKM 2012

2010
54 072 813
(100)
53 504 416
(98.35)
568 397
(1.04)
95 498 269
(100)
91 729 384
(96.25)
3 768 885
(3.75)
2 608 428
(100)
2 011 544
(77.12)
596 884
(22.88)

2011
55 162 164
(100)
54 559 969
(98.9)
602 195
(1.09)
98 877 789
(100)
94 957 797
(96)
3 919 992
(3.96)
3 301 350
(100)
2 579 338
(77.7)
722 012
(21.7)

2012
56 485 594
(100)
55 856 176
(98.89)
629 418
(1.11)
104 395 487
(100)
99 859 517
(95.66)
4 535 970
(4.35)
3 749 242
(100)
2 951 120
(78.71)
798 122
(21.29)

2

Pada Tabel 1 menunjukan perkembangan jumlah UMK di Indonesia terus
meningkat. Pertumbuhan jumlah UMK pada tahun 2009 sampai tahun 2012.
Jumlah unit UMK setiap tahunnya meningkat dari tahun ketahun. Pada tahun
2009 jumlah unit usaha mikro sebesar 52 176 771 unit dan pada tahun 2012
sebesar 55 856 176 unit sedangakan usaha kecil pada tahun 2009 sebesar 546 643
unit dan pada tahun 2012 mengalami kenaikan menjadi 629 418 unit. Hal ini
menunjukkan usaha mikro ikut berperan penting dalam mewujudkan
kesejahteraan sebagai salah satu sumber mata pencaharian untuk memperoleh
sumber pendapatan.
Usaha mikro merupakan unit usaha yang memiliki potensi dalam
mengentaskan kemiskinan salah satunya melalui penyerapan tenaga kerja.
Berdasarkan Tabel 1 diketahui pada tahun 2009 jumlah tenaga kerja yang diserap
oleh usaha mikro sebesar 89 960 695 jiwa dan pada tahun 2012 meningkat dengan
jumlah tenaga kerja yang terserap sebesar 99 859 517 jiwa. Jumlah tenaga kerja
yang diserap oleh usaha kecil pada tahun 2009 sebesar 3 520 497 jiwa dan
mengalami peningkatan pada tahun 2012 menjadi 4 535 970. Posisi tersebut
menunjukan bahwa UMK berpotensi untuk membuka lapangan pekerjaan untuk
masyarakat dan penggerak dinamika perekonomian.
Selain memiliki penyerapan usaha paling besar, UMK juga memiliki
kontribusi dalam Produk Domestik Bruto. Berdasarkan Tabel 1 menujukan bahwa
PDB yang menyerap dari sektor UMK meningkat setiap tahunnya. Pada tahun
2009 UMK memberikan kontribusi kepada PDB sebesar 1799 258 miliar dan
pada tahun 2012 mengalami peningkatan yaitu sebesar 3 749 242 miliar.
Pertumbuhan kinerja usaha kecil dan menengah terlihat pada sumbangannya
terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Hal ini menunjukan bahwa pentingnya
untuk mengembangkan sektor UMK mengingat kontribusi yang besar yang di
berikan oleh UMK kepada Produk Domestik Bruto.
Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang memiliki jumlah
UMK tertinggi di Indonesia. Pada tahun 2013 jumlah UMK di Provinsi Jawa
Barat sebesar 489 760 unit yang merupakan terbesar ketiga setelah Provinsi Jawa
Timur dengan jumlah UMK sebesar 629 106 unit dan Jawa Tengah sebesar 810
263 unit. Hal ini menunjukan bahwa Jawa Barat merupakan salah satu pusat
kegiatan UMK tertinggi di Indonesia.
Tabel 2 Jumlah Usaha Mikro dan Kecil (UMK) menurut Provinsi di Indonesia
pada tahun 2013
Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kep. Bangka Belitung
Sumber: BPS 2013 (diolah)

Jumlah UMK (unit)
78 568
82 888
65 994
17 049
25 100
71 347
11 706
101 619
11 415

3
Tabel 2 Jumlah Usaha Mikro dan Kecil (UMK) menurut Provinsi
Indonesia pada tahun 2013 (Lanjutan)
Provinsi
Kep. Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua

Jumlah UMK (unit)
16 221
39 910
489 760
810 263
80 760
629 106
79 160
105 482
101 178
104 606
37 677
18 741
68 390
24 383
39 685
33 190
102 486
65 044
22 436
27 120
35 872
8 433
2 822
9 955

Sumber: BPS 2013 (diolah)

Pada tabel 3 dapat dilihat bahwa Kabupaten Bogor memiliki jumlah UMK
terbesar kedua setelah Sukabumi di Provinsi Jawa Barat. Jumlah UMK di
Kabupaten Bogor mencapai 1157 unit atau sebesar 7.71% dari jumlah total UMK
di provinsi Jawa Barat. Jumlah tenaga kerja yang diserap oleh UMK di Kabupaten
Bogor sebesar 21 172 orang atau sebesar 6.25% dari total tenaga kerja yang
diserap UMK di Provinsi Jawa Barat (BPS Provinsi Jawa Barat 2013).
Masalah yang hingga kini masih menjadi kendala dalam pengembangan
usaha UMK antara lain adalah keterbatasan modal yang dimiliki dan sulitnya
UMKM mengakses sumber permodalan (Maulida 2012). Berdasarkan data
Kementrian Koperasi Usaha Kecil dan Menengah (2012) di balik besarnya peran
dari UMK bagi perekonomian nasional, sektor ini masih dihadapkan dengan
beberapa kendala dan kendala terbesar merupakan kendala permodalan sebesar
40.48% selain itu kesulitan sumber bahan baku sebesar 23.75%, belum meluasnya
pemasaran sebesar 16.96%, teknik produksi sebesar 3.07% dan adanya persaingan
dengan usaha sejenis sebesar 15.74%.

4
Dalam mengatasi hal tersebut, pemerintah telah mengeluarkan programprogram pembiayaan untuk usaha mikro dari Lembaga Keuangan Bank maupun
non Bank. Keberadaan lembaga keuangan tersebut diharapkan pelaku usaha mikro
dapat membangun atau mengembangkan usaha mikro lebih baik lagi sehingga
usaha yang dilakukan dapat membantu dalam memenuhi kebutuhan ekonomi.
(Tejasari 2008). Krisis finansial global telah berdampak besar pada sektor riil
yang sebagian besar digeluti UMK oleh karena itu pada tahun 2013 Gubernur
Bank Indonesia menaikkan plafon program Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk
pelaku usaha mikro agar mempermudah usaha mikro dalam meminjam dan
menjalankan usahanya. (Kemenkop 2013). Dengan adanya kebijakan tersebut
dimana kontribusi modal luar terhadap permodalan usaha mengalami peningkatan
dengan demikian diharapkan struktur permodalan dan usaha UMK mengalami
perubahan pada penggunaan modal luar terhadap kredit akan meningkat dan
mengalami perkembangan dalam usahanya. Oleh karena itu dalam penelitian ini
akan dipelajari mengenai struktur permodalan dan pengaruhnya terhadap
perkembangan UMK di Kabupaten Bogor.

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah dikemukakan, masalah permodalan
merupakan masalah utama yang dialami oleh pelaku UMK. Hal ini didukung oleh
penelitian Afifah (2012) dan Septiana (2012) menjelaskan salah satu hambatan
dalam perkembangan usaha mikro adalah keterbatasan dana yang dimiliki serta
sulitnya mendapatkan sumber dana yang dapat dimanfaatkan untuk menjadi
modal dalam mendukung produksi usaha dan terbatasnya akses terhadap lembaga
keuangan. Sebagaimana yang telah diungkapkan bahwa pemerintah telah
menerapkan kebijakan-kebijakan yang dapat mempermudah UMK dalam
mendapatkan modal yaitu KUR dan LKM. Dalam penyalurannya, KUR memiliki
bank pelaksana yang cukup banyak diantaranya adalah Bank BRI, Bank Mandiri,
Bank BNI, Bank BTN, Bank Syariah Mandiri dan Bank Bukopin. Begitu juga
dengan LKM yang jenisnya pun cukup beragam di Indonesia diantaranya untuk
LKM formal terdapat Bank Perkreditan Rakyat, BRI Unit Desa, Danamon Simpan
Pinjam dll, untuk LKM semi formal terdapat Koperasi Simpan Pinjam, Koperasi
Unit Desa dll dan untuk LKM non formal terdapat arisan yang bentuknya
pinjaman perorangan yang bersifat komersial maupun non-komersial.
Perkembangan jumlah UMK di Kabupaten Bogor dari tahun ke tahun
fluktuatif. Pada tahun 2010 jumlah UMK di Kabupaten Bogor sebesar 1138 dan
meningkat pada tahun 2011 sebesar 1239. Jumlah UMK menurun sebesar 6.48%
menjadi 1157 unit pada tahun 2012 dan mengalami kenaikan pada tahun 2013
yaitu sebesar 1621. Perkembangan jumlah UMK di Kabupaten Bogor disajikan
dalam Gambar 1.

5

Jumlah UMK (Unit)
1800
1600
1400
1200
1000
800
600
400
200
0

1627

1138

1239

1157
Jumlah UMK (Unit)

20101

2
2011

3 2012

4

2013

Gambar 1 Jumlah UMK di Kabupaten Bogor
Sumber: BPS Kabupaten Bogor, 2013

Meskipun pemerintah sudah memberikan kemudahan permodalan seperti
KUR dan LKM yang bertujuan untuk mempermudah akses permodalan untuk
UMK. Namun hasilnya tidak sesuai dengan yang dijanjikan. Sesuai aturan
pemerintah dan Kementerian Koperasi dan UMKM, warga yang membutuhkan
dana untuk usaha boleh meminjam dana KUR tanpa agunan atau jaminan. Tapi
tetap diberikan syarat setiap pengusaha yang ingin meminjam dana KUR harus
memiliki agunan atau aset dan dana pinjaman murah yang dijamin pemerintah ini
baru diserap sekitar sembilan juta pelaku UMK, dari sekitar 56,5 juta unit UKM.
(Kemenkop 2013). Meskipun pemerintah telah memberikan kemudahan untuk
UMK dalam mengembangkan usahanya tetapi faktanya hanya sedikit pelaku
UMK yang menggunakan KUR.
Dari keseluruhan jumlah UMK hanya sebagian kecil yang menggunakan
permodalan kredit kepada lembaga keuangan. Berdasarkan data dari BI atas
laporan perkembangan pada triwulan pertama 2013, sebagian besar kredit
disalurkan kepada usaha menengah yang persentasenya mencapai 42,9%. Adapun
sisanya sebesar 23,9% disalurkan kepada pelaku usaha kecil. Jumlah nominal
paling kecil justru disalurkan kepada pelaku usaha mikro yakni 20,9%.
(Kemenkop 2013)
Penelitian ini menjadi penting, mengingat beberapa permasalahan yang
diuraikan diatas yaitu:
1. Bagaimana struktur usaha dan permodalan UMK di wilayah Kabupaten
Bogor?
2. Faktor-faktor apa yang memengaruhi permintaan modal luar oleh pelaku
UMK?
3. Bagaimana dampak modal luar terhadap perkembangan UMK di wilayah
Kabupaten Bogor?
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini:
1. Mengkaji struktur usaha dan permodalan Usaha Mikro dan Kecil di
wilayah Kabupaten Bogor.

6
2. Mengkaji faktor-faktor yang memengaruhi permintaan modal luar oleh
pelaku UMK?
3. Menganalisis dampak modal luar terhadap perkembangan Usaha Mikro
dan Kecil di wilayah Kabupaten Bogor.

Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian, diharapkan penelitian ini dapat
memberikan manfaat bagi setiap instansi, yaitu:
1. Para mahasiswa/i memperoleh informasi mengenai struktur permodalan
Usaha Mikro dan Kecil dan dapat mengetahui Lembaga Keuangan yang
dimanfaatkan oleh pengusaha usaha mikro di Kabupaten Bogor.
2. Pemerintah memperoleh informasi mengenai struktur permodalan Usaha
Mikro dan Kecil dan memberikan informasi mengenai permasalahan yang
selama ini dihadapi oleh usaha mikro, khususnya di Kabupaten Bogor.
3. Menjadi bahan referensi bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut
dan lebih mendalam mengenai Usaha Mikro dan Kecil terutama di
wilayah Kabupaten Bogor.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah di Kabupaten Bogor Barat dan Bogor
Timur yang merupakan salah satu daerah yang memiliki aktivitas ekonomi cukup
tinggi. Responden yang diamati adalah UMK yang usahanya bergerak di sektor
perdagangan dan sektor industri pengolahan. Dari analisis ini diharapkan dapat
menggambarkan seberapa besar pengaruh pembiayaan menggunakan modal luar
terhadap perkembangan UMK dengan indikator keuntungan usaha dan
menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan terhadap modal
luar. Metode analisis yang digunakan adalah dengan analisis OLS (Ordinary Least
Square) dan analisis regresi logistik.

TINJAUAN PUSTAKA
Usaha Mikro dan Kecil
Pengertian UMK
Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan
usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam
undang-undang sedangkan Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang
berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang
bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha
Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang. (Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2008,
Pasal 1).

7
Usaha mikro dan kecil merupakan kegiatan usaha yang mampu menyerap
tenaga kerja dan memberikan peningkatan keadaan ekonomi secara luas kepada
masyarakat, dan dapat berperan dalam proses pemerataan sosial dan peningkatan
pendapatan masyarakat serta dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.
Adapun kriteria usaha mikro dan kecil menurut beberapa instansi yaitu:
1. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008. Usaha
mikro adalah usaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50 000
000 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha
atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300 000 000 (tiga
ratus juta rupiah). Usaha Kecil adalah usaha yang memiliki kekayaan bersih
lebih dari Rp 50 000 000 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling
banyak Rp 500 000 000 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp
300 000 000 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2 500
000 000 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
2. Menurut BPS perusahaan dengan jumlah tenaga kerja 1 - 4 orang digolongkan
sebagai industri kerajinan dan rumah tangga, perusahaan dengan tenaga kerja
5 - 19 orang sebagai industri kecil, perusahaan dengan tenaga kerja 20 - 99
orang sebagai industri sedang atau menengah, dan perusahaan dengan tenaga
kerja lebih dari 100 orang sebagai industri besar. BPS memberikan definisi
usaha mikro berdasarkan kuantitas tenaga kerja, yaitu usaha yang memiliki
jumlah tenaga kerja kurang dari 5 orang termasuk tenaga kerja keluarga yang
tidak dibayar. BPS juga menjelaskan karekteristik usaha mikro lainnya, yaitu
usaha mikro lebih banyak tidak memiliki badan hukum sehingga sulit untuk
mengakses lembaga keuangan perkreditan formal; dan usaha mikro tersebar di
setiap kelompok usia (Tambunan 2009).
3. Menurut Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Usaha Mikro
dan Usaha Kecil adalah suatu badan usaha milik WNI baik perorangan
maupun berbadan hukum yang memiliki kekayaan bersih (tidak termasuk
tanah dan bangunan) sebanyak-banyaknya Rp 200 juta dan atau mempunyai
omzet/nilai output atau hasil penjualan rata-rata per tahun sebanyakbanyaknya Rp1 milyar dan usaha tersebut berdiri sendiri.

Karakteristik dan Permasalahan UMK
Karakteristik UMK dapat dilihat sehari-hari di negara sedang
berkembang termasuk Indonesia menurut beberapa aspek yaitu (Tambunan
2009):
1. Aspek formalitas yaitu usaha mikro beroperasi di sektor informal, usaha tidak
terdaftar dan tidak/jarang membayar pajak sedangkan usaha kecil beroperasi
di sektor formal, beberapa tidak terdaftar dan sedikit yang membayar pajak.
2. Aspek organisasi dan manajemen yaitu usaha mikro dijalankan oleh pemilik,
tidak menerapkan pembagian tenaga kerja internal, manajemen dan struktur
organisasi formal dan memiliki sistem pembukuan formal sedangkan usaha
kecil dijalankan oleh pemilik, tidak menerapkan pembagian tenaa kerja
internal, manajemen dan struktur organisasi formal dan memiliki sistem
pembukuan formal.

8
3. Aspek sifat dari kesempatan kerja yaitu usaha mikro lebih banyak
menggunakan tenaga kerja anggota-anggota keluarga tidak dibayar sedangkan
usaha kecil memakai tenaga kerja yang digaji.
4. Aspek pola atau sifat dari proses produksi yaitu usaha mikro derajat
mekanisasi sangat rendah atau umumnya manual dan tingkat teknologi sangat
rendah sedangkan usaha kecil beberapa memakai mesin-mesin terbaru.
5. Aspek orientasi pasar yaitu usaha mikro umumnya menjual ke pasar lokal
untuk kelompok berpendapatan rendah sedangkan usaha kecil banyak menjual
ke pasar dometik dan ekspor dan melayani kelas menengah ke atas.
6. Aspek profil ekonomi dan sosial dari pemilik usaha yaitu usaha mikro
berpendidikan rendah dan dari rumah tangga miskin dan motivasi utama
survival sedangkan usaha kecil banyak berpendidikan baik dan dari rumah
tangga nonmiskin, banyak yang bermotivasi bisnis atau mencari profit.
7. Aspek sumber-sumber dari bahan baku dan modal yaitu usaha mikro sebagian
besar memakai bahan baku lokal dan uang sendiri sedangkan usaha kecil
beberapa memakai bahan baku impor dan punya akses ke kredit formal.
8. Aspek hubungan-hubungan eksternal yaitu usaha mikro sebagian besar tidak
mempunyai akses ke program-program pemerintah dan tidak mempunyai
hubungan bisnis dengan usaha besar sedangkan usaha kecil banyak yang
memiliki akses ke program-program pemerintah dan punya hubungan bisnis
dengan usaha besar termasuk penanam modal asing.
9. Aspek wanita pengusaha yaitu rasio dari wanita terhadap pria sebagai
pengusaha sangat tinggi pada usaha mikro sedangkan rasio wanita terhadap
pria sebagai pengusaha cukup tinggi pada usaha kecil.
Permasalahan usaha mikro dapat dilihat dua aspek, yaitu persoalan internal
yang berasal dari internal UMK maupun persoalan eksternal yang berasal dari luar
UMK diantaranya: Faktor internal berasal dari internal UMK yaitu: (1)
Kurangnya permodalan usaha yaitu pada umumnya usaha mikro dan kecil
merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup yang
mengandalkan pada modal usaha dari pemilik yang jumlahnya sangat terbatas,
sedangkan modal usaha dari pihak lain (bank atau lembaga keuangan lainnya)
sulit untuk diperoleh, karena persyaratan secara administratif dan teknis yang
diminta oleh bank sulit untuk dipenuhi UMK, (2) Sumber Daya Manusia (SDM)
yang terbatas yaitu baik keterbatasan dari pendidikan formal maupun pengetahuan
dan keterampilan yang sangat berpengaruh pada kemampuan UMK untuk
mengembangkan usahanya, (3) Lemahnya jaringan dan kemampuan penetrasi
pasar lemah karena sebagian besar UMK merupakan unit usaha keluarga sehingga
jaringan usaha sangat terbatas dan kemampuan penetrasi pasar rendah oleh karena
itu kualitas kurang kompetitif.
Beberapa faktor eksternal dari luar UMK diantaranya yaitu: (1) Iklim usaha
yang belum sepenuhnya kondusif, hal ini bisa dilihat adanya persaingan yang
kurang sehat antara pengusaha kecil dengan pengusaha besar, (2) Keterbatasan
sarana dan prasarana membuat rendahnya total factor productivity dan efisiensi di
dalam proses produksi, tetapi juga rendahnya kualitas produk yang dibuat, (3)
Dampak otonomi daerah akan banyak mempengaruhi para pelaku bisnis kecil dan
menengah, jika kebijakan ini tidak dibuat maka akan menurunkan daya saing
UMKM, (4) Terbatasnya akses pasar, UMK menghadapi tekanan-tekanan
persaingan, baik di pasar domestik dari produk-produk serupa buatan industri

9
besar dan impor, maupun di pasar ekspor. (5) Keterbatasan SDM merupakan salah
satu kendala serius bagi banyak usaha mikro di Indonesia yang akan menghambat
usaha mikro di Indonesia untuk dapat bersaing di pasar domestik maupun pasar
internasional, (6) Keterbatasan finansial mobilisasi modal awal (star-up capital)
dan akses ke modal kerja, seperti finansial jangka panjang untuk investasi yang
sangat diperlukan demi pertumbuhan output jangka panjang. Kendala ini
disebabkan karena lokasi bank yang terlalu jauh bagi banyak pengusaha yang
tinggal di daerah yang relatif terisolasi, persyaratan terlalu berat, urusan
administrasi terlalu berbelit-belit, dan kurang informasi mengenai skim-skim
perkreditan yang ada dan prosedur. (Sakur 2011)

Struktur Permodalan
Sumber permodalan UMK dapat diperoleh melalui modal sendiri dan
modal luar. Modal sendiri dapat berasal dari tabungan pribadi atau pendapatan
yang diperoleh oleh pelaku usaha. Sumber permodalan yang berasal dari modal
luar dapat diperoleh dari kerabat, keluarga dan lembaga keuangan. Lembaga
keuangan adalah semua badan yang kegiatannya di bidang keuangan, secara
langsung atau tidak langsung, menghimpun dana dan menyalurkan kepada
masyarakat, terutama membiayai investasi perusahaanperusahaan (Surat
Keputusan Menteri Keuangan Nomor Kep/38/MKIV/I/72). Lembaga keuangan
dibagi menjadi dua yaitu lembaga keuangan bank dan non bank sedangkan
Lembaga Keuanagan Mikro (LKM) adalah lembaga yang menyadiakan beragam
pelayanan keuangan, seperti tabungan, pinjaman atau kredit yang melayani
masyarakat ekonomi lemah dan pengusaha mikro yang terpinggirkan oleh system
keuangan formal. LKM berfungsi memberikan dukungan modal bagi pengusaha
mikro dan masyarakat kecil (Suyatno 1997). LKM di Indonesia menurut Bank
Indonesia dibagi menjadi dua kategori, yaitu LKM yang berwujud bank adalah
Bank Rakyat Indonesia (BRI) unit desa, BPR, BKD (Badan Kredit Desa) dan non
bank adalah Koperasi Simpan Pinjam (KSP), Unit Simpan Pinjam (USP),
Lembaga Dana Kredit Pedesaan (LDKP), Baitul Mal Wattanwil (BMT), Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM), arisan, pola pembiyaan Grameen, Kelompok
Swadaya Mayarakat (KSM), dan credit union (Azriani 2008).
Lembaga Keuangan Bank (LKB) adalah badan usaha yang menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Secara umum, bank dapat dibagi
menjadi:
1. Bank sentral adalah bank yang mempunyai tujuan untuk mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral
mempunyai tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur
dan menjaga kelancaran system devisa serta mengatur dan mengawasi bank.
2. Bank umum disebut bank komersial yang terdiri dari bank pemerintah,
bank swasta nasional dan bank swasta asing. Bank umum adalah bank yang
didalam usahanya mengumpulkan dana terutama menerima simpanan kredit
jangka pendek. Bank komersial atau bank umum memupuk dana-dana pihak
ketiga yang terdiri dari tabungan atau deposito berjangka, kemudian memberikan

10
kredit/pinjaman jangka pendek kepada para nasabahnya. Jenis kredit yang
dikhususkan untuk pengusaha kecil yaitu Kredit Usaha Rakyat (KUR). KUR
adalah kredit/pembiayaan kepada UMKM-K yang merupakan usaha produktif
yang feasible, namun belum bankable. dalam pemberian modal kerja dan investasi
yang didukung fasilitas penjaminan usaha produktif. Program KUR ini
dilaksanakan oleh beberapa Bank BUMN yaitu Bank BRI, Bank Mandiri, Bank
BNI, Bank BTN dan Bank swasta yaitu Bank Syariah Mandiri dan Bank Bukopin.
3. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan bank yang hanya menerima
simpanan dalam bentuk deposito berjangka, tabungan atau bentuk lainnya yang
sama bentuknya.
4. Bank bagi hasil adalah bank yang dalam kegiatan pengerahan dan
penyaluran dana didasarkan pada prinsip bagi hasil atau jual beli.
5. Bank syariah merupakan bank yang melayani masyarakat dengan tidak
menggunakan sistem perbankan pada umumnya, namun dengan menggunakan
system syariah.
Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) adalah badan usaha yang
melakukan kegiatan di bidang keuangan, secara langsung ataupun tidak langsung,
menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali kepada masyarakat
untuk kegiatan produktif. Usaha yang dilakukan LKBB antara lain menghimpun
dana dengan jalan mengeluarkan kertas berharga, sebagai perantara untuk
mendapatkan kompanyon (dukungan dalam bentuk dana) dalam usaha patungan,
dan perantara untuk mendapatkan tenaga ahli. LKBB juga memiliki peran, antara
lain membantu dunia usaha dalam meningkatkan produktivitas barang atau jasa,
memperlancar distribusi barang, dan mendorong terbukanya lapangan pekerjaan.
Adapun jenis-jenis lembaga keuangan lainnya yang ada di indonesia saat ini
antara lain yaitu:
1. Pasar modal merupakan pasar tempat pertemuan dan melakukan transaksi
antara pencari dana dengan para penanam modal, dengan instrumen utama
saham dan obligasi.
2. Pasar uang yaitu pasar tempat memperoleh dana dan investasi dana.
3. Koperasi simpan pinjam yaitu menghimpun dana dari anggotanya
kemudian menyalurkan kembali dana tersebut kepada para anggota
koperasi dan masyarakat umum.
4. Perusahaan pengadaian merupakan lembaga keuangan yang menyediakan
fasilitas pinjaman dengan jaminan tertentu.
5. Perusahaan sewa guna usaha lebih di tekankan kepada pembiayaan
barangbarang modal yang di inginkan oleh nasabahnya.
6. Perusahaan asuransi merupakan perusahaan yang bergerak dalam usaha
pertanggungan dengan seuatu perjanjian tentang seorang penanggung yang
mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan menerima premi
untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian,
kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin
akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak paasti.
7. Perusahaan anjak piutang, merupakan yang usahanya adalah mengambil
alih pembayaran kredit suatu perusahaan dengan cara mengambil kredit
bermasalah.

11
8. Perusahaan modal ventura merupakan pembiayaan oleh perusahaanperusahaan yang usahanya mengandung resiko tinggi.
9. Dana pensiun merupakan perusahaan yang kegiatannya mengelola dana
pensiun suatu perusahaan pemberi kerja.
Teori Permintaan Modal
Dalam malakukan proses produksi produsen membutuhkan faktor
produksi untuk menghasilkan output. Permintaan input yang timbul dikarenakan
produsen ingin melakukan suatu proses produksi. Permintaan input ini timbul
karena adanya permintaan terhadap output. Oleh karena itu, permintaan input
disebut sebagai permintaan turunan (derived demand) sedangkan permintaan
output dianggap sebagai permintaan asli karena timbul dari adanya kebutuhan
manusia (Boediono 2002)
Permintaan input dalam suatu usaha memiliki hubungan dengan jumlah
output yang akan diproduksi. Semakin tinggi tingkat kapasitas produksi usaha
tersebut akan semakin tinggi pula tingkat permintaan input. Modal merupakan
salah satu faktor produksi. Permintaan dana modal yang akan digunakan untuk
investasi tergantung pada produktivitas dana modal tersebut. Dengan demikian faktor
yang menentukan permintaan atas dana modal adalah produktivitasnya. Produktivitas
dari modal dihitung dengan cara menentukan besarnya pendapatan rata-rata tahunan
neto (setelah dikurangi dengan penyusutan modal yang digunakan). Produktivitas
modal tersebut dinamakan tingkat pengembalian modal atau rate of return. (Sukirno
2009)
Pelaku usaha memerlukan modal untuk menjalankan dan memperbesar
usahanya. Pembayaran atas modal yang dipinjam dari pihak lain adalah bunga, atau
dengan kata lain bunga adalah harga dari modal. Biasanya, bunga dinyatakan dalam
presentase dari modal yang dinamakan suku bunga. Sehingga selain tergantung pada
produktivitasnya, faktor yang menentukan permintaan modal adalah tingkat bunga.

Gambar 2 Permintaan dana terhadap modal

12
Pada Gambar 2 menunjukan bahwa apabila tingkat bunga yang diterapkan
oleh lembaga keuangan semakin tinggi akan menurunkan permintaan modal kredit
atau pinjaman sedangkan sebaliknya apabila tingkat bunga lebih rendah atau
diturunkan justru akan meningkatkan permintaan UMK terhadap kredit atau
pinjaman modal ke lembaga keuangan. Hal tersebut juga terkait dengan
pendapatan pelaku UMK yang rata rata berpedapatan menengah ke bawah.
Apabila tingkat bunga yang diterapkan oleh lembaga keuagan rendah maka akan
mempermudah pelaku UMK untuk mendapatkan modal yang dibutuhkanya.

Teori Produksi
Produksi adalah menambah kegunaan (nilai guna) suatu barang. Dalam
memproduksi dibutuhkan faktor-faktor produksi yaitu alat atau sarana untuk
melakukan proses produksi. Faktor-faktor produksi dalam ilmu ekonomi adalah
manusia (tenaga kerja=TK), modal (seperti alat mesin=M), sumberdaya alam
(tanah=T), dan skill (teknologi=T). Faktor produksi disedehanakan menjadi dua
bagian yaitu modal dan tenaga kerja karena keduanya berbeda dan dapat segera
dikontraskan (Sudarsono 1998).
Fungsi produksi (Production Function) adalah fungsi matematis
konseptual yang mencatat hubungan antara masukan perusahaan dan keluarannya.
Jika keluaran adalah fungsi dari modal dan tenaga kerja saja (Nicholson 1999).
Maka secara umum fungsinya yaitu:
q= f(K,L)
Keterangan:
Q
= Keluaran(hasil) atau output (hasil produksi)
K
= Capital atau modal (faktor produksi)
L
= Labor atau tenaga kerja (faktor Produksi)
Persamaan tersebut memperlihatkan jumlah output maksimum yang bisa
dihasilkan dengan menggunakan berbagai altenatif kombinasi dari modal (K) dan
tenaga kerja (L). Kombinasi faktor produksi tenaga kerja dan modal dapat
menghasilkan satu satuan produk secara teknik efisien. Fungsi produksi dapat
bersifat sebanding dan tidak sebanding. Fungsi produksi bersifat sebanding (fixed
proportion) artinya produsen dapat menghasilkan produksi 10 kali lipat satuan
produksi asalkan kuantitas tenaga kerja dan modal juga dikalikan dengan
kelipatan yang sama, sehingga perbandingan antara kuantitas tenaga kerja dan
modal juga tetap (Sudarsono 1998). Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut
(Mankiw, 2003 dalam Nuryani, 2010):
zY = zq = f(zK , zL)
Meskipun jumlah ini dapat ditambah dengan bebas tetapi tetap belum
mencukupi karena data memilih satu macam proses akan berlaku pola kombinasi
faktor produksi yang sebanding. Pola kombinasi faktor produksi yang tidak
sebanding (variable proportions) biasanya digunakan isoquant (iso quan-tities)
yaitu kurva yang menggambarkan berbagai kombinasi faktor produksi (tenaga
kerja dan modal) yang menghasilkan produksi yang sama. Untuk menggunakan
produksi dibutuhkan minimal dua buah isokuan. Bila salah satu faktor produksi
dibuat tetap, sedang faktor produksi lain variabel maka hubungan antara faktor
produksi variabel dan kuantitas produksi mempunyai perilaku tertentu, tidak

13
masalah faktor mana yang tetap dan mana variabel karena keduanya akan
mengahasilkan pola hubungan yang sama.
Pada waktu faktor variabel nol, kuantitas produksi juga nol. Makin banyak
kuantitas faktor variabel yang digunakan, makin besar besar kuantitas produksi.
Penambahan kuantitas produksi berjalan terus sampai suatu ketika penambahan
kuantitas faktor variabel ini sudah terlalu banyak sehingga bila dikombinasikan
dengan faktor lain yang tetap justru akan menurunkan kuantitas produksi.
Hal ini ditunjukkan pada Gambar 3 dimana antara 0 sampai M c lereng kurva
positif dan terus naik. Pada kurva Md lereng kurva sama dengan nol. Penggunaan
faktor variabel lebih besar dari Md menghasilkan lereng yang negatif. Titik C dan D
disebut titik inflection point yaitu titik dimana lereng kurvanya berubah arah
(Sudarsono 1998).

TKa

TKb

TK tetap, M variabel

D
C

ΔM
0

Fase ekonomis
Mc

Md

Gambar 3 Fungsi Produksi dimana TK tetap, M variabel
Teori produksi meperlihatkan hubungan antara output dengan input faktorfaktor produksi. Dalam penelitian ini, output mengindikasikann perkembangan
usaha (keuntungan) maka peningkatan output diharapkan meningkatkan
keuntungan dengan asumsi harga konstan. Secara teori, keadaan usaha mikro
serupa dengan kondisi pada saat modal variabel tetapi tenaga kerja tetap yang
ditunjukkan pada Gambar 3. Hubungan gambar tersebut dengan penelitian ini
adalah pada waktu pengusaha mikro tidak memperoleh modal, maka kuantitas
produksi yang diperoleh juga nol sehingga tidak ada keuntungan yang diterima.
Artinya semakin besar modal usaha yang digunakan, maka semakin besar
produksi yang dihasilkan dan berpengaruh terhadap semakin besar keuntungan
usaha yang diterima.
Hal ini menunjukkan apabila pelaku UMK memperbesar modal usaha
dengan menggunakan bantuan modal luar seperti pinjaman dana melalui lembaga
formal maupun dana semi/non formal maka pengusaha akan dapat menambahkan
komoditi yang diproduksinya sehingga keuntungan yang akan diterima bisa lebih
besar. Dengan demikian, dari teori produksi tersebut ada kolerasi positif secara

14
tidak langsung antara penambahan modal melalui kredit dengan peningkatan
kuantitas produksi.

Penelitian Terdahulu
Maulida (2012) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi struktur
modal dan peluang penggunaan dana eksternal usaha mikro kecil dan menengah
di Kota Semarang. Penelitian tersebut menggunakan metode Analisis Regresi
Logistik (Logistic Regression) dan Analisis Regresi Linier Berganda. Variabel
dependennya struktur modal dan variabel independennya adalah ROE (Return On
Equity), jumlah tenaga kerja, belanja modal (capital expenditure), Aset berwujud
(tangibility asset), pertumbuhan penjualan, ukuran perusahaan (firm size), umur
perusahaan.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa untuk analisis
regresi logistik selama periode penelitian secara parsial untuk ROE (return on
equity), jumlah tenaga kerja, pertumbuhan penjualan (growth sales), ukuran
perusahaan (size), dan umur perusahaan berpengaruh negatif signifikan terhadap
peluang penggunaan dana external UMKM di Kota Semarang, sedangkan belanja
modal (capital expenditure), struktur aktiva (tangibility asset) berpengaruh positif
signifikan terhadap peluang penggunaan dana external UMKM di Kota Semarang
yaitu sebesar 0,489 atau 48,9%. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian untuk
analisis regresi berganda hasil penelitian menunjukan bahwa jumlah tenaga kerja,
pertumbuhan penjualan (growth sales), ukuran perusahaan (size) berpengaruh
negatif signifikan terhadap struktur modal UMKM di Kota Semarang, sedangkan
ROE (return on equity, belanja modal (capital expenditure), struktur aktiva
(tangibility asset), dan umur perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap
struktur modal UMKM di Kota Semarang
Peneliatian oleh Boa et al (2010) mengenai dampak sumber modal
terhadap produksi dan keuntungan usaha tambak udang di Kecamatan Muara
Badak Kabupaten Kutai Kartanegara. Tujuan penelitiannya yaitu mengidentifikasi
kondisi permodalan dan sumber modal usaha tambak udang di Muara Badak,
mengevaluasi dampak sumber modal terhadap produksi dan keuntungan tambak
udang di Muara Badak, dan menganalisis persepsi petambak terhadap mekanisme
penyaluran dana berbagai sumber modal usaha tambak udang di Muara Badak.
Metode analisis digunakan adalah analisis fungsi produksi Cobb-Douglas
dan analisis keuntungan untuk tujuan penelitian kedua dengan metode ordinary
least squares (OLS) dan dibahas berdasarkan kriteria ekonometrika, Analysis
Imfortance- Performance (IPA) untuk tujuan penelitian ketiga, dimaksudkan
untuk menggambarkan persepsi petambak terhadap mekanisme penyaluran
pinjaman dana berbagai sumber modal.
Dalam menganalisis keuntungan variabel dependennya adalah keuntungan
yang telah dinormalisasikan dengan harga output per unit, variabel independennya
adalah upah untuk penyediaan tenaga kerja yang telah dinormalisasikan (Rp/jam),
harga benur yang telah dinormalisasikan (Rp/ekor), harga pakan yang telah
dinormalisasikan (Rp/kg), harga pupuk yang telah dinormalisasikan (Rp/kg),
harga pestisida yang telah dinormalisasikan (Rp/liter), harga solar atau bensin
yang telah dinormalisasikan (Rp/liter), variabel dummy untuk kelompok sumber

15
modal sendiri/KSM I (m1), variabel dummy untuk kelompok sumber modal
ponggawa/KSM II (m2), variabel dummy untuk kombinasi kelompok sumber
modal bank dan modal sendiri/ KSM III (m3). Hasil penelitian menunjukkan
sumber modal pinjaman ponggawa lebih banyak digunakan petambak jika
dibandingkan dengan sumber modal lainnya. Pinjaman ponggawa, kredit bank,
dan modal bergulir digunakan petambak untuk modal kerja pembiayaan
penggunaan input, sedangkan modal investasi dipenuhi petambak secara pribadi
dan bertahap (3-6 tahun).
Penelitian oleh Pratiwi dan Sudirman (2014) dengan mengenai variabelvariabel yang berpengaruh terhadap penyaluran kredit modal kerja UMKM di Bali
periode 2002.I-2003. Tujuan penelitian ini bermaksud untuk mengetahui pengaruh
non performing loan (NPL), PDRB, ketidakpastian makroekonomi, dan krisis
global, terhadap penyaluran kredit modal kerja (KMK) UMKM oleh bank umum
di Bali periode 2002.I-2013.I dengan menggunakan teknik analisis regresi linier
berganda. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa NPL, PDRB,
ketidakpastian makroekonomi, dan krisis global secara simultan berpengaruh
signifikan terhadap penyaluran KMK UMKM di Bali. Hasil uji parsial diperoleh
bahwa NPL berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penyaluran KMK
UMKM di Bali, dan PDRB berpengaruh positif dan signifikan terhadap
penyaluran KMK UMKM di Bali, sedangkan ketidakpastian makroekonomi dan
krisis global tidak berpengaruh signifikan terhadap penyaluran KMK UMKM di
Bali periode 2002.I-2013.I.
Penelitian oleh Widodo dan Murdayanti (2011) mengenai struktur modal
pengusaha kecil berdasarkan jenis usaha dan hubungannya dengan tingkat
keuntungan pengusaha kecil di Jakarta Selatan. Tujuan pertama dari penelitian ini
yaitu mengetahui pengaruh rasio hutang dengan aset, rasio penjualan dengan aset
dan lama berhutang dan lama usaha yang diakses UKM dan yang kedua yaitu
mengetahui pengaruh jenis industri UKM dan lembaga keuangan yang diakses
oleh UKM, rasio hutang dengan aset, penjualan dengan asser, lama berhutang dan
lama usaha terhadap profit margin usaha. Metode yang digunakan adalah analisis
regresi linier berganda dan General Linear Square. Model pertama variabel
dependen yang digunakan adalah profit dan variabel independennya sales to total
asset, lama usaha dan waktu mulai berhutang. Model kedua dengan variabel
dependennya yaitu profit dan variabel independennya yaitu sales to total asset,
lama usaha dan waktu mulai berhutang, jenis usaha, jenis sales to total asset,
lembaga keuangan dan debt to total asset ratio. Hasil dari model pertama yaitu
ternyata hanya debt to total asset ratio yang berpengaruh positif dan signifikan
terhadap profit. Hasil penelitian dari model yang kedua menunjukan bahwa jenis
usaha dan lembaga keuangan yang diakses UMK tidak berpengaruh nyata
terhadap tingkat profit.
Penelitian oleh Anwar (2013) mengenai pengaruh aset, keuntungan, lama
usaha, persepsi tingkat bunga, jenis kelamin, pendidikan, dan usia terhadap
keputusan UMKM mengambil kredit perbankan di Kabupaten Kudus. Penelitian
ini menggunakan data primer yang diperoleh dari 100 orang responden sebagai
sampel dengan teknik simple random sampling. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis regresi logistik untuk mengetahui pengaruh variabel
jumlah aset, keuntungan, lama usaha, persepsi tingkat bunga, jenis kelamin,
pendidikan, dan usia terhadap probabilitas UMKM mengambil kredit dari

16
perbankan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel jumlah aset,
keuntungan, jenis kelamin, dan pendidikan berpengaruh positif signifikan
terhadap probabilitas UMKM mengambil kredit dari perbankan, sedangkan untuk
variabel persepsi tingkat bunga berpengaruh negatif signifikan, dan untuk variabel
lama usaha serta usia tidak berpengaruh signifikan.
Penelitian oleh Septiana (2013) dengan judul Analisis Dampak
Pembiayaan Mikro Syariah terhadap Perkembangan UMKM di Kabupaten Bogor.
Studi ini menganalisis akses UMKM terhadap pembiayaan mikro syariah BMT
dan dampaknya terhadap perkembangan usaha. Akses UMKM terhadap
pembiayaan mikro syariah BMT dilakukan dengan metode regresi logistik dengan
variabel independennya umur responden, dummy jenis kelamin, lama pendidikan,
jumlah anggota keluarga (orang), 2 dummy jenis usaha ,lama usaha (tahun),
dummy akses pinjaman pada bank konvensional dan OLS digunakan untuk
menganalisis dampak kredit dari BMT pada perkembangan usaha dengan variabel
dependen yaitu keuntungan dan variabel independen yaitu umur (tahun), lama
pendidikan (tahun), dummy jenis usaha, frekuensi pembiayaan mikro syariah
BMT, jumlah pembiayaan mikro syariah BMT (Rp), lama usaha (tahun),
perubahan omset usaha (Rp), total aset (Rp). Hasil regresi logistik menunjukkan
bahwa faktor yang mempengaruhi akses UMKM terhadap pembiayaan mikro
syariah dari BMT adalah dummy akses pinjaman perbankan konvensional, dummy
jenis kelamin, dan dummy jenis usaha 1 (perdagangan). Banyaknya jumlah
pembiayaan mikro syariah BMT berpengaruh positif terhadap perkembangan
keuntungan usaha UMKM. Keuntungan usaha meningkat sebesar 28 persen per
tahun. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan keuntungan usaha adalah
lama pendidikan, jumlah pembiayaan mikro syariah BMT, perubahan omset dan
total aset.
Elsha Surya Respita (2010) melakukan penelitian tentang Analisis Dampak
Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) Terhadap Perkembangan UMKM dan
Penyebab Kendala UMKM Dalam Mengakses KUR (Studi Kasus BRI UnitMargonda Depok). Penelitian tersebut bertujuan menganalisis dampak KUR terhadap
perkembangan UMKM dan menganalisis penyebab kendala UMKM dalam
mengakses KUR. Model persamaan simultan digunakan untuk menganalisis Dampak
Penyaluran Kredit Terhadap Perkembangan UMKM dengan menggunakan 60
responden. Hasil dari analisis tersebut menunjukkan bahwa penyaluran kredit
berdampak positif terhadap perkembangan UMKM, khususnya signifikan terhadap
peningkatan omset usaha, namun tidak berdampak signifikan pada penyerapan tenaga
kerja. Selain itu, model logit digunakan untuk menganalisis penyebab kendala
UMKM dalam mengakses KUR. Hasil analisis menunjukkan faktor-faktor yang
mempengaruhi terjangkau atau tidaknya UMKM dalam mengakses KUR adalah
tahun usaha berdiri, omset usaha, keuntungan usaha, jarak tempat usaha ke BRI.
Sedangkan agunan tidak berdampak signifikan karena KUR merupakan kredit tanpa
agunan. Selain itu, kendala UMKM lainnya karena adanya informasi tidak sempurna
yang dibuktikan dari 60 responden yang tidak akses KUR ternyata 71,67 persen tidak
mengetahui tentang adanya program KUR.
Perbedaan penelitian-penelitian sebelumnya mengenai struktur
permodalan UMK dan dampak modal eksternal terhadap keuntungan usaha yaitu
penelitian saya membagi dua kriteria usaha yaitu usaha mikro dan usaha kecil
dalam mengkaji statistik deskriftif. Variabel independen yang digunakan pada
model regresi logistik yaitu usia responden, jumlah anggota keluarga, dummy

17
jenis usaha, pendapatan, aset, omset dan dummy kriteria usaha. Variabel
independen yang