HUBUNGAN ANTARA KINERJA LINGKUNGAN DAN KINERJA KOMITE AUDIT DENGAN KUALITAS PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BEI

(1)

ABSTRACT

THE RELATIONSHIP BETWEEN ENVONMENTAL PERFORMANCE AND AUDIT COMMITEE PERFORMANCE WITH CORPORATE SOCIAL

RESPONSIBILITY (CSR) DISCLOSURE QUALITY IN MANUFACTURING COMPANIES LISTED ON BEI

IVANA SIREGAR

This research is aiming investigated the relationship between environmental performance with the quality of corporate social responsibily disclosure, the relationship between audit commitee performance with environmental

performance, and the relationship between audit commitee performance with the quality of corporate social responsibily disclosure. Environmental performance is measured by ISO 14001 certificate. The proxy of audit commitee performance are audit commitee meeting, audit commitee report, audit charter. The quality of corporate social responsibily disclosure is measured by CSR index from Global Reporting Initiative.

The number of samples used in this research were one hundred thirteen

manufacturing company. The sampling method used purposive sampling method. Data are taken from annual report 2010-2011 of the manufacture companies listed on Indonesia Stock Exchange. The examined technique hypothesis is mutiple regression by using SPSS program.

The result showed that environmental performance has a positif significant relationship with the quality of Corpoate Social Responsibility disclosure as the first hypothesis. The second hypothesis showed that environmental performance has a positif and sgnificant relationship with audit commitee performance. The third hypothesis showed that audit commitee performance has a positif and sgnificant relationship with the quality of Corpoate Social Responsibility disclosure.

Keywords: environmental performance, Corporate Social Responsibility disclosure, audit commitee.


(2)

ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA KINERJA LINGKUNGAN DAN KINERJA KOMITE AUDIT DENGAN KUALITAS PENGUNGKAPAN

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BEI

Oleh

IVANA SIREGAR

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kinerja lingkungan dengan kualitas pengungkapan corporate social responsibility (CSR), hubungan antara kinerja komite audit dengan kinerja lingkungan, serta hubungan kinerja komite audit dengan kualitas pengungkapan corporate social responsibility (CSR). Kinerja lingkungan diukur dengan sertifikasi ISO 14001. Proksi yang digunakan untuk kinerja komite audit adalah rapat komte audit, laporan komite audit, piagam audit. Kualitas pengungkapan corporate social responsibility (CSR) diukur dengan CSR indeks oleh Global Reporting Initiative.

Jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini sebanyak seratus tiga belas perusahaan manufaktur yang diambil dengan metode purposive samplin. Data berasal dari annual report 2010-2011 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang diambil dari Indonesia Stock Exchange (IDX). Analisis hipotesis dilakukan dengan tehnik regresi linier menggunakan alat analisis SPSS.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja lingkungan memiliki hubungan yang positif signifikan dengan kualitas pengungkapan CSR untuk hipotesis pertama. Hipotesis kedua menunjukkan hasil yang positif dimana terdapat hubungan yang positif signifikan antar kinerja komite audit dengan kinerja lingkungan. Hipotesis ketiga juga menunjukkan hasil positif dimana terdapat hubungan positif signifikan antara kinerja komite audit dengan kualitas pengungkapan CSR.

Kata kunci: kinerja lingkungan, pengungkapan Corporate Social Responsibily, komite audit.


(3)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Selama ini perusahaan dianggap sebagai lembaga yang dapat memberikan banyak keuntungan bagi masyarakat, di mana menurut pendekatan teori akuntansi

tradisional, perusahaan harus memaksimalkan labanya agar dapat memberikan sumbangan yang maksimum kepada masyarakat. Namun seiring dengan

berjalannya waktu, masyarakat semakin menyadari adanya dampak-dampak sosial yang ditimbulkan oleh perusahaan dalam menjalankan operasinya untuk mencapai laba maksimal, yang semakin besar dan semakin sulit untuk dikendalikan.

Dampak sosial yang ditimbulkan antara lain banjir, pencemaran air dan lingkungan lainnya yang disebabkan oleh limbah sebagai efek samping dari kegiatan produksi perusahaan.

Di Indonesia, sekitar 15-20 persen dari limbah dibuang dengan baik, akan tetapi sisanya dibuang ke sungai yang tentunya akan menimbulkan masalah banjir. Selain banjir, masalah yang ditimbulkan oleh limbah pabrik adalah pencemaran air sungai yang mengakibatkan kualitas air bersih pun memburuk. Sekitar 85 persen kota-kota kecil dan 50 persen kota-kota besar membuang sampah mereka di tempat terbuka. Sekitar 75 persen limbah perkotaan dapat terurai dan dapat digunakan sebagai kompos dan biogas. Namun sisanya masih tak tertangani dan mengkibatkan kerusakan lingkungan (Ihsan, 2008:3).


(4)

Oleh karena itu, masyarakat pun menuntut agar perusahaan senantiasa memperhatikan dampak-dampak sosial yang ditimbulkannya dan berupaya mengatasinya. Atas tuntutan-tuntutan tersebut perusahaan besar dan kecil mulai melakukan kegiatan-kegiatan peduli lingkungan. Kemudian muncul konsep akuntansi yang baru menggantikan konsep akuntansi tradisional di mana dalam akuntansi tradisional pusat perhatian perusahaan hanya terbatas kepada

stockholders dan bondholders yang secara langsung memberikan kontribusinya bagi perusahaan, sedangkan dalam konsep akuntansi lingkungan perusahaan mengungkapkan semua upaya perusahaan dalam menjaga kestabilan lingkungan.

Pengungkapan akuntansi lingkungan (Environmental Accounting Disclosure selanjutnya disingkat dengan EAD) di negara-negara berkembang memang masih sangat kurang. Banyak penelitian di area Social Accounting Disclosure

(selanjutnya akan disingkat dengan SAD) umumnya dan EAD pada khususnya memperlihatkan bahwa pihak perusahaan melaporkan kinerja lingkungan yang masih sangat terbatas. Kondisi ini, salah satunya dikarenakan lemahnya sangsi hukum yang berlaku di negara tersebut. Mobus, 2005 dalam Lindrianasari, 2007 menemukan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara sangsi hukum dengan pengungkapan akuntansi lingkungan yang wajib dengan penyimpangan aturan yang dilakukan oleh perusahaan. Artinya, semakin keras sangsi hukum yang berlaku di suatu negara, akan semakin mengurangi penyimpangan aturan yang telah ditetapkan oleh pihak regulator. Hal ini menunjukan bahwa sesungguhnya pihak regulator memiliki kekuatan untuk menekan pihak perusahaan dalam


(5)

meminimalisasikan dampak kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan usaha mereka.

Di Indonesia sendiri kelestarian lingkungan sudah menjadi kebijakan pemerintah pada setiap periode. Pada Pelita ketujuh melalui TAP MPR No. II/MPR/1998 tentang GBHN, dinyatakan “Kebijakan sektor Lingkungan Hidup, antara lain, megenai pembangunan lingkungan hidup diarahkan agar lingkungan hidup tetap berfungsi sebagai pendukung dan penyangga ekosistem kehidupan dan

terwujudnya keseimbangan, keselarasan dan keserasian yang dinamis antara sistem ekologi, sosial ekonomi, dan sosial budaya agar dapat menjamin

pembangunan nasional yang berkelanjutan” (GBHN, 1998). Begitu juga Undang Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 5 menyatakan 1) setiap orang mempunyai hak yang sama atas

lingkungan hidup yang baik dan sehat, 2) setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup, 3) setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Adanya peraturan tersebut membuat perusahaan di Indonesia memiliki rasa

tanggung jawab untuk memperhatikan lingkungannya, yang sering disebut dengan Corporate Social Responsibility selanjutnya disingkat CSR. CSR sebagai konsep akuntansi yang baru adalahtransparansi pengungkapan sosial atas kegiatan atau aktivitas sosial yang dilakukan oleh perusahaan, di mana transparansi informasi


(6)

yang diungkapkan tidak hanya informasi keuangan perusahaan, tetapi perusahaan juga diharapkan mengungkapkan informasi mengenai dampak sosial dan

lingkungan hidup yang diakibatkan aktivitas perusahaan (Rakhiemah dan Agustia, 2009). Hal ini dilakukan untuk menjaga reputasi perusahaan atau agar perusahaan bisa tetap berkelanjutan dan terhindar dari berbagai bentuk penolakan masyarakat. Penjelasan ini didukung oleh teori legitimasi (legitimacy theory) yang

memberikan alternatif jawaban atas pertanyaan mengapa perusahaan mengungkapkan akuntansi lingkungan.

Aturan dalam pelaksanaan CSR sudah ditetapkan dalam UU No. 40 Tahun 2007

tentang Perseroan Terbatas (UU PT) yang mengatur jika perseroan yang menjalankan

usaha dalam bidang atau berkaitan dengan sumber daya maka wajib melaksanakan

tanggung jawab sosial atau lingkungan, jika tidak akan dikenakan sanksi sesuai

peraturan perundangan-undangan. UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

(UU PM) yang di dalamnya di atur jika setiap penanam modal wajib melaksanakan

tanggung jawab sosial perusahaan dan wajib menjaga kelestarian lingkungan hidup.

Penelitian Pfleiger et al. (2005) dalam Rahmawati (2012) menunjukkan bahwa usaha-usaha pelestarian lingkungan oleh perusahaan akan mendatangkan sejumlah keuntungan, diantaranya ketertarikan pemegang saham dan stakeholder terhadap keuntungan perusahaan akibat pengelolaan lingkungan yang bertanggung jawab di mata masyarakat. Hasil lain mengindikasikan bahwa pengelolaan lingkungan yang baik dapat menghindari klaim masyarakat dan pemerintah serta

meningkatkan kualitas produk yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan keuntungan finansial perusahaan.


(7)

Melihat banyaknya investor yang peduli akan kondisi lingkungan, maka suatu

perusahaan harus meningkatkan kinerja lingkungannya supaya menarik investor atau

para stakeholder untuk menanamkan sahamnya. Bukti bahwa perusahaan memikirkan

kepentingan para stakeholder dan masyarakat sekitar, maka perusahaan melakukan

kinerja lingkungan yang tinggi. Karena itu dapat disimpulkan bahwa perusahaan

dengan kinerja lingkungan yang baik, akan meningkatkan simpati masyarakat dan

investor.

Perusahaan dengan kinerja lingkungan yang baik juga terbukti memiliki kepedulian sosial yang lebih besar baik terhadap masyarakat maupun tenaga kerjanya. Perusahaan dengan kinerja lingkungan yang baik tersebut tidak hanya mengungkapkan mengenai kepedulian perusahan terhadap lingkungan tetapi juga mngenai kualitas produk, keamanan produk, tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat sekitar, hingga kepedulian perusahaan terhadap keselamatan dan kesejahteraan tenaga kerjanya. Perusahaan yang peduli dengan kinerja

lingkungannya tersebut berarti telah menerapkan CSR dengan sebagaimana semestinya terbukti dengan tinggi kepedulian lingkungan dan sosal yang tinggi (Rakhiemah dan Agustia, 2009).

Semakin berkembangnya inisiatif perusahaan dalam melakukan pengungkapan lingkungan, banyak peneliti yang mempertanyakan kualitas informasi yang disampaikan dalam pengungkapan akuntansi lingkungan. Studi di Australia menunjukkan adanya jurang (gap) antara pengungkapan lingkungan dan kinerja lingkungan. Penemuan ini menunjukkan bahwa kualitas pengungkapan itu belum


(8)

memadai, karena tidak ada kesesuaian antara informasi yang diungkapkan dengan kinerja yang sesungguhnya (Lindrianasari, 2007). Karenanya, pengungkapan yang dilakukan perusahaan perlu diawasi secara khusus untuk meminimalisir adanya gap tersebut.

Komite audit merupakan alat bagi banyak pihak dalam menghindari kecurangan dan pelanggaran laporan keuangandan juga merupakan pihak akhir yang

memonitor proses pelaporan keuangan perusahaan, termasuk dalam hal ini memonitor kualitas pengungkapan CSR (Gantyowati dan Nugroho, 2009). Dengan demikian komite audit yang merupakan salah satu fungsi pengawasan dalam perusahaan, dapat dikatakan mempunya hubungan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan tingkat kualitas pengungkapan yang dilakukan perusahaan.

Selain sebagai fungsi pengawas pelaporan keuangan perusahaan, komite audit yang dipimpin dewan komisaris pun melakukan pengawasan terhadap pihak manajemen perusahaan dalam menjalankan kinerjanya pada masing-masing fungsi. Dengan kata lain, kinerja komite audit dalam mengawasi pihak manajemen, memiliki andil besar dalam penilaian baik buruknya kinerja manajemen perusahaan yang dalam penelitian ini dikhususkan pada kinerja lingkungan.

Berdasarkan latar belakang masalah sebelumnya, maka peneliti merumuskan masalah apakah terdapat hubungan ataupun signifikansi antara kinerja lingkungan


(9)

serta akuntabilitas dari auditor internal dengan kualitas pengungkapan CSR. Oleh karena itu peneliti tertarik mengangkat judul “Hubungan Kinerja Lingkungan dan Kinerja Komite Audit dengan Kualitas Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) Pada Perusahaan Manufaktur di BEI.”

1.2Perumusan dan Batasan Masalah 1.2.1 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka penelitian ini didasarkan atas pertanyaan sebagai berikut:

1. Apakah ada hubungan antara kinerja lingkungan dan kualitas pengungkapan CSR?

2. Apakah ada hubungan antara kinerja komite audit dan kinerja lingkungan? 3. Apakah ada hubungan antara kinerja komite audit dan kualitas

pengungkapan CSR?

1.2.2 Batasan Masalah

Dalam memfokuskan penelitian agar masalah yang diteliti memiliki ruang lingkup dan arah yang jelas, maka peneliti memberikan batasan masalah sebagai berikut:

1. Melihat bagaimana pengungkapan informasi lingkungan yang dipaparkan di laporan tahunan (annual reports), dan website.

2. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur yang menerbitkan dan mempublikasikan laporan tahunan (annual report) periode 2010-2011. Peneliti memilih annual report perusahaan manufaktur dua tahun terakhir yang diterbitkan.


(10)

3. Beberapa perusahaan tersebut memiliki katersediaan data yang memadai untuk diteliti.

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini :

1. Memberikan bukti empiris tentang hubungan positif atau signifikansi antara kinerja lingkungan dan kualitas pengungkapan CSR, hubungan positif antara kinerja komite audit dengan kinerja lingkungan dan hubungan positif antara kinerja komite audit dengan kualitas pengungkapan CSR pada perusahaan manufaktur.

2. Memberikan bukti empiris bahwa kinerja komite audit yang baik dapat memperbaiki kualitas pengungkapan CSR.

3. Mengetahui tingkat korelasi antar variabel – variabel kinerja lingkungan, kinerja komite audit, dan kualitas pengungkapan CSR.

1.3.2 Manfaaat Penelitian

1. Memberikan manfaat kepada berbagai pihak, diantaranya perusahaan, akademisi, pemerintah dan masyarakat luas mengenai hubungan positif antara ketiga variabel di atas.

2. Memberikan wacana pentingnya kualitas pengungkapan akuntansi lingkungan bagi perusahaan itu sendiri.


(11)

II. LANDASAN TEORI

2.1. Teori Legitimasi

Legitimasi dapat dianggap sebagai menyamakan persepsi atau asumsi bahwa tindakan yang dilakukan oleh suatu entitas adalah merupakan tindakan yang diinginkan, pantas ataupun sesuai dengan sistem norma, nilai, kepercayaan dan definisi yang dikembangkan secara sosial (Suchman, 1995 dalam Kirana, 2009). Legitimasi dianggap penting bagi perusahaan dikarenakan legitimasi masyarakat kepada perusahaan menjadi faktor yang strategis bagi perkembangan perusahaan ke depan. O’Donovan (2000) berpendapat legitimasi organisasi dapat dilihat sebagai sesuatu yang diberikan masyarakat kepada perusahaan dan sesuatu yang diinginkan atau dicari perusahaan dari masyarakat. Dengan demikian legitimasi memiliki manfaat untuk mendukung keberlangsungan hidup suatu perusahaan. Legitimasi merupakan sistem pengelolaan perusahaan yang berorientasi pada keberpihakan terhadap masyarakat (society), pemerintah individu dan kelompok masyarakat, Gray et al. (1996: 46) dalam Ahmad dan Sulaiman (2004). Untuk itu, sebagai suatu sistem yang mengutamakan keberpihakan atau kepentingan

masyarakat.

Operasi perusahaan harus sesuai dengan harapan dari masyarakat. Deegan, Robin dan Tobin (2002) dalam Fitriyani (2012) menyatakan legitimasi dapat diperoleh


(12)

manakala terdapat kesesuaian antara keberadaan perusahaan tidak mengganggu atau

sesuai (congruent) dengan eksistensi sistem nilai yang ada dalam masyarakat dan

lingkungan. Ketika terjadi pergeseran yang menuju ketidaksesuaian, maka pada saat

itu legitimasi perusahaan dapat terancam.

Dasar pemikiran teori ini adalah organisasi atau perusahaan akan terus berlanjut keberadaannya jika masyarakat menyadari bahwa organisasi beroperasi untuk sistem nilai yang sepadan dengan sistem nilai masyarakat itu sendiri. Teori legitimasi menganjurkan perusahaan untuk meyakinkan bahwa aktivitas dan kinerjanya dapat diterima oleh masyarakat. Perusahaan menggunakan laporan tahunan mereka untuk menggambarkan kesan tanggung jawab lingkungan, sehingga mereka diterima oleh masyarakat.

2.2 Teori Pesinyalan (Signalling Theory)

Teori ini menekankan kepada pentingnya informasi dikeluarkan oleh perusahaan terhadap keputusan investasi pihak di luar perusahaan. Informasi merupakan catatan penting suatu perusahaan baik di masa lalu, saat ini maupun di masa yang akan datang. Teori sinyal menunjukkan adanya asimetris informasi anatara manajemen perusahaan dan pihak-pihak yang berkepentingan dengan informasi tersebut dan mengemukakan tentang bagaimana perusahaan memberikan sinyal-sinyal kepada pengguna laporan keuangan.

Informasi yang dipublikasikan sebagai suatu pengumuman akan memberikan sinyal bagi investor dalam pengambilan keputusan investasi. Jika pengumuman tersebut mengandung nilai positif, maka diharapkan pelaku pasar akan bereaksi


(13)

pada waktu pengumuman tersebut dan diterima oleh para pelaku pasar. Sinyal dapat berupa promosi atau informasi lain yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik daripada perusahaan lain (Jogiyanto, 2000). Sama halnya jika dikaitkan dengan hubungan kinerja dengan pengungkapan sosial atau lingkungan, yaitu jika suatu perusahaan memiliki kinerja finansial yang tinggi maka dapat memberikan sinyal positif bagi investor atau masyarakat melalui laporan keuangan atau laporan tahunan yang akan diungkapkan.

2.3 Corporate Social Responsibility (CSR)

CSR adalah mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela

mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan stakeholders yang melebihi tanggung jawab di bidang hukum (Darwin, 2004 dalam Anggraini, 2006). Kepedulian perusahaan yang menyisihkan sebagaian keuntungannnya (profit) bagi kepentingan pembangunan manusia (people) dan lingkungan (planet) secara berkelanjutan berdasarkan prosedur (procedure) yang tepat dan professional merupakan wujud nyata dari pelaksanaan CSR di Indonesia dalam upaya penciptaan kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia.

Beragam cara yang dilakukan perusahaan untuk menjalankan CSR. Ada perusahaan

yang mendirikan yayasan atau organisasi sosial perusahaan, bekerja sama dengan

pihak lain atau dengan menjalankan sendiri CSR mulai dari perencanaan hingga

implementasinya, serta ada juga perusahaan yang bergabung dalam sebuah


(14)

2.3.1 Pengungkapan

Pengungkapan atau disclosure dapat diartikan sebagai sebuah informasi yang dapat diberikan kepada pihak-pihak yang memerlukan informasi tersebut dan informasi tersebut harus bermanfaat jika tidak bermanfaat tujuan dari

pengungkapan tersebut tidak akan tercapai (Ghozali dan Chariri, 2007). Ada tiga konsep pengungkapan yang yaitu:

1. Cukup (adequate) 2. Wajar (fair) 3. Lengkap (full)

Yang paling sering digunakan dari ketiga pengungkapan tersebut adalah cukup yang mencakup pengungkapan yang minimal yang harus dilakukan agar informasi tidak menyesatkan. Pengungkapan wajar adalah tujuan etis agar dapat

memberikan perlakuan yang sama dan bersifat umum bagi semua pemakai

laporan keuangan. Pengungkapan lengkap adalah penyajian semua informasi yang relevan. Terlalau banyak informasi juga tidak penting justru akan mengaburkan informasi yang signifikan dan membuat laporan keuangan tersebut sulit dipahami.

2.3.2Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR Disclosure) Gray et al., (2001) dalam Rakhiemah dan Agustia (2009) menyatakan bahwa CSR

Disclosure merupakan suatu proses penyedia informasi yang dirancang untuk

mengemukakan masalah seputar social accountability, yang mana secara khas

tindakan ini dapat dipertanggungjawabkan dalam media-media seperti laporan

tahunan maupun dalam bentuk iklan yang berorientasi sosial. Pengungkapan CSR


(15)

perusahaan yang diharapkan dapat mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap

perusahaan dan mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan.

Menurut Chariri dan Ghozali (2007) pengungkapan dapat diartikan sebagai

pemberian informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan terhadap informasi

tersebut. Tujuan pengungkapan dikategorikan menurut Securities Exchange

Commission (SEC) menjadi dua, yaitu 1) protective disclosure yang sebagai upaya

perlindungan terhadap investor, dan 2) informative disclosure yang bertujuan

memberikan informasi yang layak kepada pengguna laporan . Pengungkapan

berkaitan dengan akuntansi pertanggungjawaban sosial bertujuan untuk menyediakan

informasi yang memungkinkan dilakukan evaluasi pengaruh perusahaan terhadap

masyarakat. Pengaruh kegiatan ini bersifat negatif, yang menimbulkan biaya sosial

pada masyarakat, atau positif yang berarti menimbulkan manfaat sosial bagi

masyarakat (Yuningsih, 2001 dalam Sitepu, 2011).

Ada 2 jenis pengungkapan dalam pelaporan keuangan yang telah ditetapkan oleh

badan yang memiliki otoritas di pasar modal. Yang pertama adalah pengungkapan

wajib (mandatory disclosure), yaitu informasi yang harus diungkapkan oleh emiten

yang diatur oleh peraturan pasar modal di suatu negara. Sedangkan yang kedua

adalah pengungkapan sukarela (voluntary disclosure), yaitu pengungkapan yang

dilakukan secara sukarela oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh standar yang ada

(Fitriyani, 2012). Pengungkapan sosial yang diungkapkan perusahaan merupakan

informasi yang sifatnya sukarela. Pengungkapan sosial di Indonesia termasuk ke


(16)

2.4Kinerja Lingkungan

Kinerja lingkungan adalah kinerja perusahaan dalam menciptakan lingkungan yang baik (green) (Suratno et al., 2006). Perusahaan memberikan perhatian terhadap lingkungan sebagai wujud tanggung jawab dan kepedulian perusahaan terhadap lingkungan. Kinerja lingkungan dapat dilakukan dengan menerapkan akuntansi lingkungan.

Akuntansi lingkungan merupakan pengakuan dan integrasi dampak isu-isu lingkungan pada sistem akuntansi tradisional suatu perusahaan (Halim dan Irawan,1998). Akuntansi lingkungan tidak hanya menghitung biaya dan manfaat ekonomi perusahaan, tetapi juga memperhitungkan biaya lingkungan yang merupakan eksternalitas ekonomi negatif atau biaya-biaya yang timbul di luar pasar. Kendala yang dihadapi oleh akuntansi lingkungan adalah belum adanya standar pengukuran dan penilaian dampak aktivitas perusahaan terhadap lingkungan, sebab tidak semua biaya dan manfaat lingkungan mudah diidentifikasi dan diukur dalam ukuran moneter (Halim dan Irawan, 1998).

Di Indonesia, kinerja lingkungan diukur dengan menggunakan PROPER dari KLH (Kementrian Lingkungan Hidup). PROPER melakukan peringkat hasil kinerja lingkungan dari KLH berdasarkan kinerja lingkungan dari setiap perusahaan agar dapat dibandingkan dengan masing-masing perusahaan untuk menjadi koreksi. Pelaksanaan PROPER diharapkan dapat memperkuat berbagai instrumen pengelolaan lingkungan yang ada, seperti penegakan hukum lingkungan,

dan instrumen ekonomi. Di samping itu penerapan PROPER dapat menjawab


(17)

lingkungan. Pelaksanaan PROPER saat ini dilakukan berdasarkan Keputusan Menteri

Negara Lingkungan Hidup Nomor 7 tahun 2008 tentang Program Penilaian Peringkat

Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Indikator kinerja lingkungan lainnya adalah AMDAL (uji BOD dan COD air). Pada studi AMDAL, dilakukan pengumpulan dan analisis data yang bertujuan untuk Menelaah, mengamati, dan mengukur rona lingkungan awal yang diprakirakan akan terkena dampak besar dari kegiatan pembangunan/industri, yang sangat penting terhadap lingkungan hidup. Tolak ukur kinerja lingkungan lainnya adalah GRI (Global Reporting Initiative). GRI merupakan pionir dalam pengembangan rerangka kerja pelaporan sustainability yang berisikan laporan ekonomi, lingkungan dan sosial sebagai pembanding laporang keuangan (Lindrianasari, 2007)

Ada tiga faktor yang mendorong perusahaan untuk melakukan tindakan manajemen lingkungan, (Barry dan Rondinelly, 1998 dalam Ja’far dan Arifah, 2006) yaitu:

1. Regulatory demand, tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan muncul sejak 30 tahun terakhir, setelah masyarakat meningkatkan tekanannya kepada pemerintah untuk menetapkan peraturan pemerintah sebagai dampak meluasnya polusi. Sistem pengawasan manajemen lingkungan menjadi dasar untuk skor lingkungan, seperti program-program kesehatan dan keamanan lingkungan. Perusahaan merasa penting untuk mendapatkan penghargaan di bidang lingkungan, dengan berusaha menerapkan prinsip-prinsip TQEM secara efektif, misalnya


(18)

dengan penggunaan teknologi pengontrol polusi melalui penggunaan clean

technology

2. Cost factory, adanya komplain terhadap produk-produk perusahaan, akan membawa konsekuensi munculnya biaya pengawasan kualitas yang tinggi,

karena semua aktivitas yang terlibat dalam proses produksi perlu

dipersiapkan dengan baik. Konsekuensi perusahaan untuk mengurangi

polusi juga berdampak pada munculnya berbagai biaya, seperti penyediaan

pengolahan limbah, penggunaan mesin yang clean technology, dan biaya

pencegahan kebersuhan.

3. Competitive requirement, semakin berkembangnya pasar global dan munculnya berbagai kesepakatan perdagangan sangat berpengaruh pada

munculnya gerakan standarisasi manajemen kualitas lingkungan. Persaingan

nasional maupun internasional telah menuntut perusahaan untuk dapat

mendapatkan jaminan dibidang kualitas, antara lain seri ISO 9000.

Sedangkan untuk seri ISO 14000 dominan untuk standar internasional dalam

sistem manajemen lingkungan. Untuk mencapai keunggulan dalam

persaingan, dapat dilakukan dengan menerapkan green alliances (Hartman

dan Stanford, 1995 dalam Rahmawati, 2012).

Sistem manajemen lingkungan yang komprehensif terdiri dari kombinasi lima pendekatan, yaitu (Ja’far dan Arifah, 2006):

1. Meminimalkan dan mencegah waste, merupakan perlindungan lingkungan efektif yang sangat membutuhkan aktivitas pencegahan terhadap aktivitas yang tidak berguna. Pencegahan polusi merupakan penggunaan material atau bahan baku, proses produksi atau


(19)

praktek-praktek yang dapat mengurangi, meminimalkan atau mengeliminasi penyebab polusi atau sumber-sumber polusi. Tuntutan aturan dan cost untuk pengawasan polusi yang semakin meningkat merupakan faktor penggerak bagi perusahaan untuk menemukan cara-cara yang efektif dalam mencegah polusi.

2. Management demand side, merupakan sebuah pendekatan dalam pencegahan polusi yang asal mulanya dugunakan dalam dunia industri. Deman side management industri mengharuskan perusahaan untuk melihat dirinya sendiri dalam cara pandang baru, sehingga dapat menemukan peluang-peluang bisnis baru.

3. Desain lingkungan, merupakan bagian integral dari proses pencegahan polusi dalam manajemen lingkungan proaktif. Perusahaan sering dihadapkan pada inefisiensi dalam mendesain produk, misalnya produk tidak dapat dirakit kembali, di-upgrade kembali, dan di recycle. Design for environmental (DFE) dimaksudkan untuk mengurangi biaya

reprocessing dan mengembalikan produk ke pasar secara lebih cepat dan ekonomis.

4. Product stewardship, merupakan praktek-praktek yang dilakukan untuk mengurangi resiko terhadap lingkungan melalui masalah-masalah dalam desain, manufaktur, distribusi, pemakaian atau penjualan produk.

Alternatif produk yang memiliki less pollution dan alternatif material, sumber energi, metode processing yang mengurangi waste menjadi kebutuhan bgai perusahaan.


(20)

5. Full cost environmental accounting, merupakan konsep cost

environmental yang secara langsung akan berpengaruh terhadap individu, masyarakat dan lingkungan yang biasanya tidak mendapatkan perhatian dari perusahaan. Full cost accounting berusaha mengidentifikasikan dan mengkuantifikasi kinerja biaya lingkungan sebuah produk, proses produksi dan sebuah proyek dengan mempertimbangan empat macam biaya, yaitu: biaya langsung; biaya tidak langsung; biaya tidak menentu; biaya yang tidak kelihatan.

2.5 International Standardization Organization (ISO) 14001

Dalam satu dasawarsa terakhir ini kebutuhan akan suatu sistem standardisasi semakin dirasakan urgensinya. Hal ini mendorong organisasi Internasional di bidang standardisasi yaitu ISO (International Organization for Standardization) mendirikan SAGE (Strategic Advisory Group on Environment) yang bertugas meneliti kemungkinan untuk mengembangkan sistem standar di bidang lingkungan. SAGE memberikan rekomendasi kepada ISO untuk membentuk panitia teknik (TC) yang akan mengembangkan standar yang berhubungan dengan manajemen lingkungan. Pada tahun 1993, ISO membentuk panitia teknik TC 207 untuk merumuskan sistem standardisasi dalam bidang lingkungan. Hasil kerja panitia TC 207 kemudian dikenal sebagai standar ISO seri 14000 (Lee Kuhre, 1996). Standar ISO seri 14000 terbagi dalam dua bidang yang terpisah yaitu evaluasi organisasi dan evaluasi produk. Evaluasi organisasi terbagi dari 3 sub sistem yaitu sub sistem manajemen lingkungan, audit lingkungan dan evaluasi kinerja lingkungan. Pada dasarnya ISO 14000 adalah standar manajemen


(21)

lingkungan yang sifatnya sukarela tetapi konsumen menuntut produsen untuk melaksanakan program sertifikasi tersebut. Pelaksanaan program sertifikasi ISO 14000 dapat dikatakan sebagai tindakan proaktif dari produsen yang dapat mengangkat citra perusahaan dan memperoleh kepercayaan dari konsumen.

ISO 14001 adalah suatu standar internasional untuk Sistem Manajemen

Lingkungan (SML) yang pada saat ini secara luas menggunakan SML di dunia, dengan lebih dari 6.000 sertifikasi di Inggris dan 111.000 sertifikasi di 138 negara seluruh dunia. ISO 14001 adalah standar sistem manajemen utama yang

mengkhususkan pada persyaratan bagi formulasi dan pemeliharaan dari SML. Tiga komitmen fundamental mendukung kebijakan lingkungan untuk pemenuhan persyaratan ISO 14001, termasuk pencegahan polusi, kesesuaian dengan undang – undang yang ada, perbaikan berkesinambungan SML.

Beberapa manfaat pendaftaran ISO 14001 antara lain :

 Meningkatkan kinerja lingkungan sesuai komitmen manajemen puncak  Penghematan ongkos dapat dicapai melalui peningkatan efisiensi energi

dan penggunaan air dan minimalisasi buangan

 Mengurangi resiko dari terjadinya polusi dan kondisikondisi lainnya yang berkenaan dengan lingkungan, dan oleh karena itu penghindaran dari ongkos pembersihan yang tidak perlu dan/atau pelaksanaan tindakan dari lembaga-lembaga hukum

 Kesesuaian hukum melalui pengenalan perundangundangan baru dengan kecukupan waktu dalam menghadapi masalah-masalah lingkungan terkini


(22)

Mengurangi resiko dari ketidak-sesuaian dengan perundang-undangan dan ongkos-ongkos tuntutan hukum selanjutnya

 Meningkatkan pemusatan tujuan bisnis dan mengkomunikasikan masalah-masalah lingkungan terkini Meningkatkan kemampu-labaan organisasi melalui pengurangan ongkos-ongkos dan meningkatkan kepuasan pelanggan

Sedangkan prinsip pokok dan elemen ISO 14001 menurut ISO 14000 / ISO 14001 Environmental Management Guide antara lain:

 Komitmen dan kebijakan

Organisasi harus menetapkan kebijakan lingkungan dan memastikan memiliki komitmen terhadap SML.

 Perencanaan

Organisasi harus menyusun rencana untuk mentaati kebijakan lingkungan yang ditetapkannya sendiri.

 Implementasi dan Operasi

Agar terlaksana dengan efektif, organisasi harus mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan untuk mentaati kebijakan lingkungan, tujuan dan sasaran manajemen.

 Pemeriksaan dan Koreksi

Organisasi harus memeriksa, memantau dan mengoreksi kinerja lingkungannnya.


(23)

2.6Kinerja Komite Audit 2.6.1 Definisi Komite Audit

Menurut Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance mengenai Komite Audit adalah:

“Suatu komite yang beranggotakan satu atau lebih anggota dewan komisaris dan dapat meminta kalangan luar dengan berbagai keahlian, pengalaman, dan kualitas lain yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan Komite Audit.”

Menurut Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-41/PM/2003 dikatakan bahwa komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris dalam rangka membantu melaksanakan tugas dan fungsinya.

Definisi lainnya mengatakan bahwa komite audit merupakan organ pendukung dewan komisaris yang bekerja secara kolektif dan berfungsi membantu dewan komisaris dalam melaksanakan tugasnya. Pembentukan komite audit harus dilengkapi dengan Piagam Komite Audit yang ditandatangani oleh komisaris utama dan direktur utama perseroan. Ketua maupun anggota komite audit diangkat dan diberhentikan oleh Rapat Dewan Komisaris.

Komite audit bertindak mandiri baik dalam pelaksanaan tugasnya maupun dalam pelaporan, dan bertanggung jawab langsung kepada dewan komisaris. Anggota komite audit sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) orang dengan komposisi 2 (dua) orang anggota dewan komisaris dan 1 (satu) orang tenaga ahli yang bukan merupakan pihak internal perusahaan yang bersangkutan, dan memiliki keahlian, pengalaman dibidang audit dan kualitas lain yang diperlukan. Anggota komite


(24)

audit yang berasal dari dewan komisaris perseroan bertindak sebagai ketua komite audit. (http://ptkbi.com/profil/komite-perseroan/komite-audit.html).

Berdasarkan Surat Edaran dari Direksi PT. Bursa Efek Jakarta No.

SE-008/BEJ/12-2001 tanggal 7 Desember 2001 perihal keanggotaan komite audit, disebutkan bahwa :

 Jumlah anggota Komite Audit sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang, termasuk Ketua Komite audit.

 Anggota Komite Audit yang berasal dari komisaris hanya sebanyak 1 (satu) orang. Anggota Komite Audit yang berasal dari komisaris tersebut harus merupakan Komisaris Independen perusahaan tercatat yang

sekaligus menjadi Ketua Komite audit.

 Anggota lainnya dari komite audit adalah berasal dari pihak eksternal yang independen. Yang dimaksud pihak eksternal adalah pihak diluar

perusahaan tercatat yang bukan merupakan komisaris, direksi dan karyawan perusahaan tercatat, sedangkan yang diamksud independen adalah pihak diluar perusahaan tercatat yang tidak memiliki hubungan usaha dan hubungan afiliasi dengan perusahaan tercatat, komisaris , direksi dan pemegang saham utama perusahaan tercatat dan mampu memberikan pendapat profesional secara bebas sesuai dengan etika profesionalnya, tidak memihak kepada kepentingan siapapun.

Komite audit pada saat ini telah diakui keberadaannya di hampir semua perusahaan di negara maju, terutama di Amerika Serikat, Inggris dan Kanada,


(25)

namun hingga saat ini belum ada kesepakatan mengenai tolok ukur keberhasilan atau efektivitas komite audit. Belum terdapat hasil pembuktian secara empiris mengenai hal tersebut, komite audit di banyak perusahaan masih belum melakukan tugasnya dengan baik. Banyak komite audit yang hanya sekedar melakukan tugas rutin, seperti review laporan dan seleksi auditor eksternal, dan tidak mempertanyakan secara kritis dan menganalisis secara mendalam kondisi pengendalian dan pelaksanaan tanggungjawab oleh manajemen (Effendi, 2005). Oleh karena itu perlu diperhatikan bagaimana kinerja komite audit dalam perusahaan.

2.6.2 Tugas Dan Fungsi Komite Audit

Sesuai dengan Kep. 29/PM/2004, komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk membantu melaksanakan tugas dan fungsinya. Komite audit memiliki tugas terpisah dalam membantu dewan komisaris untuk memenuhi tanggung jawabnya dalam memberikan pengawasan secara menyeluruh (FCGI, 2002). Menurut Kepmen BUMN No. KEP-117/M-MBU/2002, komite audit bertugas membantu komisaris/dewan pengawas dalam memastikan efektivitas sistem pengendalian intern dan efektivitas pelaksanaan tugas eksternal auditor dan internal auditor. Sedangkan menurut Peraturan Bapepam LK No. IX.1.5, komite audit bertanggung jawab melakukan penelaahan atas informasi keuangan yang dikeluarkan perusahaan, melakukan penelaahan atas ketaatan perusahaan atas peraturan perundang-undangan di pasar modal dan peraturan perundang-undangan lainnya, serta Melakukan penelaahan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh auditor eksternal. Selain itu, pada peraturan nomor delapan poin (b), dikatakan bahwa


(26)

komite audit harus membuat laporan komite audit tentang kegiatan komite audit dalam satu tahun serta hasil notulensi rapat. Menurut peraturan Bapepam LK Nomor: Kep-643/BL/2012 komite audit harus mengadakan rapat minimal satu kali dalam tiga bulan, atau empat kali dalam satu tahun.

Pada umumnya tanggung jawab komite audit meliputi tiga bidang, yaitu : 1. Laporan Keuangan (Financial Reporting), adalah untuk memastikan

bahwa laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen telah memberikan gambaran yang sebenarnya tentang kondisi keuangan, hasil usahanya, serta rencana dan komitmen jangka panjang;

2. Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance), adalah untuk

memastikan, bahwa perusahaan telah dijalankan sesuai undang-undang dan peraturan yang berlaku, melaksanakan usahanya dengan beretika, melaksanakan pengawasannya secara efektif terhadap benturan

kepentingan dan kecurangan yang dilakukan oleh karyawan perusahaan. 3. Pengawasan Perusahaan (Corporate Control). Tanggung jawab Komite

Audit untuk pengawasan perusahaan termasuk di dalamnya pemahaman tentang masalah serta hal-hal yang berpotensi mengandung risiko dan sistem pengendalian intern serta memonitor proses pengawasan yang dilakukan oleh auditor internal. Ruang lingkup audit internal harus meliputi pemeriksaan dan penilaian tentang kecukupan dan efektifitas sistem pengawasan intern.


(27)

Komite audit merupakan alat yang efektif untuk melakukan mekanisme

pengawasan, sehingga dapat mengurangi biaya agensi dan meningkatkan kualitas pengungkapan perusahaan (Foker, 1992 dalam Wardhani, 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Ho dan Wong (2001) dalam Wardhani, 2011) menyatakan bahwa keberadaan komite audit berpengaruh secara signifikan terhadap luas

pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) yang dilakukan perusahaan.

2.7Model Penelitian

Gambar 1. Model Penelitian

Kinerja lingkungan merupakan kinerja perusahaan untuk menciptakan lingkungan

yang baik atau ketika perusahaan mengeluarkan biaya terkait dengan aspek

lingkungan yang secara otomatis akan membangun citra yang baik di mata

stakeholder dan calon investor sehingga akan direspon positif oleh pasar dan sebagai

wujud tanggung jawab dan kepedulian perusahaan terhadap lingkungan. Perusahaan

Kinerja

Lingkungan

Kinerja Komite

Audit

Kualitas

Pengungkapan


(28)

yang memiliki good news tentang kinerja lingkungannya akan meningkatkan

pengungkapan lingkungan di dalam laporan tahunan perusahaan. Good news tersebut

diharapkan akan mendapat respon positif dari investor. Akan tetapi beberapa peneliti

menemukan adanya perbedaan antara good news tersebut dengan yang terjadi di

lapangan sebenarnya. Karena itu perlu dilakukan controling oleh akuntan yang

membuat pengungkapan CSRperusahann tersebut.

2.8Penelitian Terdahulu

Peneliti Variabel Analisis Hasil Penelitian

Suratno et al. (2006)

Environmental performance, kinerja lingkungan

Analisis regresi Kinerja lingkungan memiliki hubungan positif signifikan dengan prngungkapan lingkungan. Lindrianasari (2007) Kinerja lingkungan, kualitas pengungkapan lingkungan

Analisis regresi Kinerja lingkungan memiliki hubungan positif signifikan dengan kualitas pengungkapan lingkungan. Rakhiemah dan

Agustia ( 2009)

Kinerja lingkungan, pengungkapan corporate social responsibility. Analisis regresi berganda Kinerja lingkungan berpengaruh positif terhadap pengungkapan corporate social responsibility. Triani (2010) Kinerja

lingkungan, alokasi dana CSR Analisis regresi parsial Tidakada hubungan positif signifikan antara kinerja lingkungan dengan alokasi dana CSR. Rahmawati (2012) Kinerja

lingkungan, pengungkapan corporate social Analisis regresi, uji sobel Kinerja lingkungan berpengaruh positif terhadap pengungkapan


(29)

responsibility. corporate social responsibility. Fitriyani (2012) Kinerja

lingkungan, pengungkapan corporate social responsibility.

Analisis regresi Kinerja lingkungan berpengaruh positif terhadap pengungkapan corporate social responsibility. Sembiring (2005) Size,

Profitabilitas, Profil perusahaan, Ukuran Dewan Komisaris, Dan Leverage, CSR Disclosure

Analisis Regresi Ukuran

perusahaan, profil perusahaan dan Ukuran Dewan Komisaris berpengaruh signifikan positif terhadap luas pengungkapan CSR.

Sumber : Dari Berbagai Jurnal

2.9Hipotesis

2.9.1 Kinerja Lingkungan dan Kualitas Pengungkapan CSR

Preston (1981) dalam Lindrianasari (2007) menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki kinerja lingkungan yang baik dan melakukan pengungkapan yang tinggi memposisikan mereka sebagai perusahaan yang memiliki aktifitas yang berguna dan kualitas pengungkapan ini juga didorong legitimasi terhadap masyarakat. Penelitian ini memperlihatkan adanya hubungan yang positif antara kinerja lingkungan dengan kualitas pengungkapan lingkungannya.

Hasil penelitian Lindrianasari (2007) juga menyatakan bahwa adanya hubungan positif sebesar 41% dengan tingkat signifikan 0,000 antara kinerja lingkungan dan


(30)

kualitas pengungkapan CSR. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang positif antara kinerja lingkungan dengan kualitas pengungkapan CSR.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dibentuklah hipotesis:

Ha1 : Terdapat hubungan positif antara kinerja lingkungan dan kualitas pengungkapan CSR.

2.9.2 Kinerja Lingkungan dan Kinerja Komite Audit

Komite audit merupakan pihak independen perusahaan yang dipimpin oleh salah satu dewan komisaris yang salah satu fungsinya sebagai pengawas berjalannya tata kelola perusahaan dengan baik, seperti sistem informasi organisasi, struktur pengendalian intern organisasi, tingkat kepatuhan terhadap kebijaksanaan operasi, prosedur dan perencanaan, serta kualitas kinerja perusahaan. Komite audit, yang dipimpin oleh dewan komisaris melakukan rapat berkala beberapa kali dalam setahun untuk merembukkan hasil pengawasan mereka terhadap kinerja manajemen.

Penelitian Filatotchev et al. (2005) dalam Muamal (2011), menemukan bukti bahwa anngota dewan komisaris independen berpengaruh terhadap kinerja

perusahaan. Sharma et al. (2009) melakukan penelitian terkait keberadaan komite audit dalam mekanisme good corporate governance dengan hasil bahwa frekuensi rapat yang dilakukan oleh komite audit berhubungan dengan besarnya ukuran atau jumlah anggota komite audit dan kinerja perusahaan. Adanya frekuensi rapat


(31)

komite audit lebih banyak mengindikasikan bahwa pengawasan yang dilakukan oleh komite audit berjalan dengan efektif dalam arti bahwa tiap terjadi

permasalahan dalam perusahaan dapat langsung dibahas dalam rapat komite audit sehingga dapat lebih cepat ditemukan penyelesaian sehingga tidak menurunkan kinerja perusahaan (Muamal, 2011). Salah satu kinerja perusahaan yang dibahas pada penelitian ini adalah kinerja lingkungan.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dibentuklah hipotesis:

Ha2 : Terdapat hubungan positif antara kinerja lingkungan dan kinerja komite audit.

2.9.3 Kinerja Komite Audit dan Kualitas Pengungkapan CSR Komite audit sebagai badan pengawas yang independen dalam perusahaan memiliki tugas mengawasi penyusunan laporan keuangan. Salah satu laporan yang dibahas pada penelitian ini adalah pengungkapan CSR, dimana

pengungkapan ini sedang menjadi sorotan publik karena banyak entitas saat ini sedang giat dalam melakukan pengungkapan CSR. Karena itu penting bagi komite audit untuk memperhatikan kualitas dan kesesuaian pengungkapan CSR dengan kinerja yang sebenarnya.

Foker (1992) dalam Wardhani (2011) mengatakan bahwa komite audit merupakan alat yang efektif untuk melakukan mekanisme pengawasan, sehingga dapat

mengurangi biaya agensi dan meningkatkan kualitas pengungkapan perusahaan. Penelitian lainnya mengatakan bahwa keberadaan komite audit berpengaruh


(32)

secara signifikan terhadap luas pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) yang dilakukan perusahaan Ho dan Wong (2001) dalam Wardhani (2011).

Berdasarkan penjelasan tersebut, dibentuklah hipotesis:

Ha3 : Terdapat hubungan positif antara akuntabilitas auditor internal dan kualitas pengungkapan CSR.


(33)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Populasi dan Sampel

Populasi adalah sejumlah unsur-unsur dimana suatu kesimpulan akan disusun. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang telah terdaftar di BEI (Bursa Efek Indonesia) tahun 2009-2011. Dipilihnya satu kelompok industri yaitu industri manufaktur sebagai populasi dimaksudkan karena industri manufaktur lebih erat kaitannya dengan produksi langsung sehingga efek limbah yang dapat mencemari lingkungan dan masyarakat sekitar lebih besar, dan selain itu sektor manufaktur memiliki jumlah terbesar perusahaan dibandingkan sektor lainnya.

Metode pengambilan sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode judgement sampling, yaitu salah satu bentuk purposive sampling dengan mengambil sampel yang telah ditentukan sebelumnya berdasarkan maksud dan tujuan penelitian dengan kriteria sebagai berikut:

1. Perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur yang menerbitkan dan mempublikasikan laporan tahunan (annual report) periode 2009-2011.

2.

Perusahaan manufaktur yang melakukan kegiatan tanggung jawab sosial dan dipublikasikan dalam laporan tahunan.


(34)

Sampel akan diambil dari total populasi perusahaan manufaktur yang tercatat go public di BEI tahun 2009-2011 adalah 131 perusahaan yang terbagi dalam 19 kategori perusahaan. Penelitian ini mengambil periode analisis tahun 2009-2011.

3.2 Data Penelitian

3.2.1 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data

sekunder yang berupa laporan tahunan perusahaan manufaktur yang diperoleh dari Indonesia Stock Exchange (IDX) yang diterbitkan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui situs resmi BEI (www.idx.co.id) dan website masing-masing perusahaan. Sedangkan kinerja lingkungan yang diukur dengan sertifikasi ISO juga merupakan data sekunder yang diambil dari annual report perusahaan.

3.2.2 Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa

dokumentasi dan kutipan langsung. Hasil dari hipotesis dan kerangka pemikiran merupakan data kuantitatif yang diperoleh dengan dokumentasi dan kutipan langsung dari dari data yang sudah ada berupa jurnal, buku dan media internet. Metode pengumpulan data data dilakukan dengan purposive sampling dengan pencarian, penelusuran dan pencatatan pada laporan tahunan perusahaan setiap perusahaan yang terdaftar di BEI.


(35)

3.3 Operasional Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat-sifat atau nilai dari seseorang, obyek, atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya (Sugiono, 2004 dalam Baihaqi, 2010). Pada penelitian ini, variabel yang digunakan adalah kinerja lingkungan (X1), kinerja komite audit (X2), ukuran perusahaan (X3), serta kualitas pengungkapan Corporate Social Responsibility (Y).

3.3.1 Kinerja Lingkungan

Pada penelitian ini, kinerja lingkungan perusahaan diukur dengan sertifikasi ISO 14001 yang merupakan sertifikasi terhadap Sistem Manajemen Lingkungan yang baik. ISO 14001 diberikan kepada perusahaan yang telah memiliki dan

menjalankan SML dengan baik sesuai dengan standar dan kriteria yang diminta oleh ISO 14001. Untuk pengukurannya akan digunakan dummy variable, nilai 1 akan diberikan bagi perusahaan manufaktur yang mendapatkan sertifikasi ISO 14001, dan nilai 0 untuk perusahaan yang belum bersertifikasi ISO 14001.

3.3.2 Kualitas Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR)

Corporate Social Responsibility (CSR) disclosure diukur dengan menggunakan Index CSR Majemuk. Kategori Pengungkapan CSR menggunakan standar dari GRI (Global Reporting Initiative). GRI terdiri dari 3 fokus pengungkapan, yaitu ekonomi, lingkungan dan sosial sebagai dasar sustainability reporting (Dahlia dan Siregar, 2008).


(36)

Dalam GRI berisi beberapa indikator yaitu : 1. Indikator Kinerja finansial

2. Indikator Kinerja Lingkungan 3. Indikator Kinerja Tenaga Kerja 4. Indikator Kinerja Hak Asasi Manusia 5. Indikator Kinerja Sosial

6. Indikator Kinerja Produk

Pada penelitian ini indikator yang dipakai hanya lima yaitu, kinerja finansial, kinerja tenaga kerja, kinerja hak asasi manusia, kinerja sosial, dan kinerja produk. Pendekatan untuk menghitung CSDI pada dasarnya menggunakan dikotomi yaitu setiap item CSR dalam instrumen penelitian diberi nilai 1 jika diungkapkan, dan nilai 0 jika tidak diungkapkan (Haniffa et al., 2005 dalam Sudaryanto, 2011).

Indeks pengungkapan masing-masing perusahaan kemudian dihitung dengan membagi jumlah item yang diungkapkan perusahaan dengan jumlah item yang diharapkan diungkapkan perusahaan ini konsisten dengan penelitian yang sebelumnya yang dilakukan di Indonesia (Utomo, 2000; Henny dan Murtanto, 2001; dan Hasibuan, 2001), yang dinyatakan dalam Corporate Social

Responsibility Index (CSRI) dengan rumus sebagai berikut :

CSRIj = ∑

CSRIj : Corporate Social Responsibility index perusahaan j nj : jumlah item untuk perusahaan


(37)

: variabel dummy; 1=jika item i diungkapkan, 0 jika item i tidak

diungkapkan. Dengan demikian, 0≤CSRI; nj≤1

3.3.3 Kinerja Komite Audit

Seperti yang telah diulas dalam tinjauan pustaka tentang aturan Bapepam LK Nomor: Kep-643/BL/2012, komite audit harus melakukan rapat atau pertemuan komite audit minimal satu kali dalam tiga bulan yang artinya dalam satu tahun komite audit wajib menyelenggarakan rapat sebanyak empat kali. Selain itu berdasarkan peraturan Bapepam LK No. IX.1.5, dikatakan bahwa komite audit wajib membuat laporan tahunan atas aktifitasnya dan hasil notulensi rapat, pada poin lainnya disebutkan bahwa komite audit wajib membuat audit charter sebagai pedoman kerjanya.

Oleh karena itu, sebagai indikator untuk mengukur kinerja komite audit pada penelitian ini, diambil tiga kriteria kinerja komite audit yaitu rapat komite audit, laporan komite audit, serta piagam audit. Bagi objek yang memiliki ketiga kriteria tersebut akan diberu score 3, jika hanya dua diantaranya akan mendapat score 2, jika hanya satu akan mendapat score 1.

3.3.4 Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan (size)perusahaanmerupakan variabel penduga yang banyak digunakan untuk menjelaskanvariasi pengungkapan dalam laporan tahunan perusahaan. Hal ini dikaitkandengan teori agensi, dimana perusahaan besar yang


(38)

memiliki biayakeagenan yang lebih besar akan mengungkapkan informasi yang lebih luasuntuk mengurangi biaya keagenan tersebut. Di samping itu perusahaan besarmerupakan emiten yang banyak disoroti, pengungkapan yang lebih besar merupakan pengurangan biaya politis sebagai wujud tanggung jawab sosial perusahaan (Sembiring, 2005).

Size perusahaan bisa didasarkan pada jumlah aktiva (aktiva tetap,tidak berwujud dan lain-lain), jumlah tenaga kerja, penjualan dankapitalisasi pasar. Pada

penelitian ini, ukuran perusahaan yang dipakai sebagai variabel kontrol diukur dari penjualan perusahaan selama satu tahun yang di-log natural terlebih dahulu sebelum diolah karena range nilainya yang jauh berbeda antar perusahaan sampel.

3.4 Metode Analisis

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda. Selain itu dilakukan analisis jalur untuk menaksir hubungan kausaltias antar variabel (model kausal).

3.4.1 Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varians, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis, dan skewness (kemencengan distribusi) (Ghozali, 2006). Ukuran yang digunakan dalam statistik deskriptif tergantung pada tipe skala pengukuran construct yang digunakan dalam penelitian (Ghozali, 2011). Statistik deskriptif digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui jumlah indeks pengungkapan


(39)

laporan CSR, jumlah kata yang berhubungan dengan pengungkapan CSR, dan fokus pengungkapan CSR (Anggraeni, 2011).

3.4.2 Analisis Regresi

Jika suatu variabel dependen bergantung pada lebih dari satu variabel independen, hubungan antara kedua variabel disebut analisis regresi berganda (multiple

regression) (Sulaiman, 2004). Hasil pengujian tersebut akan memberikan hasil dari penolakan atau penerimaan dari hipotesis penelitian. Penelitian ini

menggunakan software SPSS untuk memprediksi hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Adapun persamaan untuk menguji hipotesis secara keseluruhan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Y =

+

+ + + e

Keterangan :

Y = Kualitas pengungkapan CSR

α = Konstanta

= ISO 14001

= Kriteria komite audit = Total penjualan

= Koefisien variabel kinerja lingkungan = Koefisien variabel kinerja komite audit = Koefisien variabel ukuran perusahaan e = error


(40)

3.4.3 Uji Hipotesis

Analisis regresi linier, analisis jalur dan sobel test digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini. Analisis jalur merupakan perluasan dari analisis regresi berganda, atau dengan kata lain analisis jalur adalah penggunaan analisis regresi untuk menaksir hubungan kausalitas antar variabel yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan teori. Persamaannya antara lain adalah sebagai berikut:

CSRD = a + b KL + c KKA + e KL = a + c KKA + e

Keterangan :

a = Konstanta

b, c = Koefisien regresi e = error

Untuk mengetahui kebenaran prediksi dari pengujian regresi yang dilakukan, maka dilakukan pencarian nilai koefisien determinasi (adjusted R2). Uji F juga digunakan untuk mengetahui apakah semua variabel independen secara simultan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen. Sedangkan pengujian untuk mendukung hipotesis adalah dengan uji t yaitu seberapa jauh pengaruh variabel dependen.

3.4.3.1 Uji Koefisien Determinasi

Untuk menguji seberapa jauh kemampuan model penelitian dalam menerangkan variabel dependen (good of fit), yaitu dengan menghitung koefisien determinasi


(41)

(adjusted R2). Semakin besar adjusted R2 suatu variabel independen, maka menunjukkan semakin dominan pengaruh variavel independen terhadap variabel dependen.

Nilai R2 yang telah disesuaikan adalah antara nol dan sampai dengan satu. Nilai adjusted R2 yang mendekati satu berarti kemampuan variabel-variabel

independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk

memprediksi variabel dependen (Sudaryanto, 2011). Nilai adjusted R2 yang kecil atau dibawah 0,5 berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam

menjelaskan variabel dependen sangat kecil. Apabila terdapat nilai adjusted R2 bernilai negatif, maka dianggap bernilai nol (Ghozali, 2006).

3.4.3.2 Uji Statistik f (f-test)

Uji statistik f pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimaksud dalam penelitian secara simultan atau bersama-sama merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen. Pengujian dilakukan dengan menggunakan significance level 0,05 (α=5%). Ketentuan penolakan dan

penerimaan hipotesis adalah sebagai berikut:

1. Jika nilai signifikansi f > 0,05 atau f hitung < f tabel maka Ho diterima dan menolak H1 (koefisien regresi tidak signifikan). Ini berarti bahwa secara bersama-sama keempat variabel independen tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.

2. Jika nilai signifikansi f ≤ 0,05 atau f hitung > f tabel maka Ho ditolak dan menerima H1 (koefisien regresi signifikan). Ini berarti bahwa secara


(42)

bersama-sama keempat variabel independen tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen (Ghozali, 2006).

3.4.3.3 Uji Statistik T (T-test)

Menurut Ghozali (2006), uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara parsial atau individual dalam

menerangkan variabel dependen. Pengujian dilakukan dengan menggunakan significance level 0,05 (α =5%). Ketentuan penolakan atau penerimaan hipotesis adalah sebagai berikut:

1. Jika nilai signifikansi T > 0,05 maka Ho diterima dan menolak H1 (koefisien regresi tidak signifikan). Ini berarti bahwa secara parsial variabel

independen tersebut tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.

2. Jika nilai signifikansi T ≤ 0,05 maka Ho ditolak dan menerima H1 (koefisien regresi signifikan). Ini berarti bahwa secara parsial variabel independen tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.


(43)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berkembangnya konsep akuntansi lingkungan di negara-negara maju memacu negara-negara berkembang menerapkan akuntansi lingkungan, di mana dalam konsep akuntansi lingkungan perusahaan mengungkapkan semua upaya

perusahaan dalam menjaga kestabilan lingkungan. Pengungkapan tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan atau sering disebut dengan pengungkapan

Corporate Social Responsibility, dilakukan untuk menjaga reputasi perusahaan atau agar perusahaan bisa tetap berkelanjutan dan terhindar dari berbagai bentuk penolakan masyarakat yang merasakan efek samping dari kegiatan produksi perusahaan.

Pengungkapan lingkungan dalam annual report perusahaan masih bersifat voluntary. Oleh karena itu, komite audit yang berfungsi sebagai pengawas dalam perusahaan khususnya pada setiap laporan yang dikeluarkan perusahaan, perlu menjalankan fungsi pengawasannya terhadap pengunggkapan CSR perusahaan untuk memastikan keandalan pengungkapan tersebut. Jika tanggung jawab komite audit itu dilakukan, maka diharapkan kinerja lingkungan perusahaan sesuai dengan yang diungkapkan.


(44)

Penelitian ini betujuan memberikan bukti empiris tentang signifikansi hubungan antara kinerja lingkungan dengan kualitas pengungkapan CSR, hubungan positif antara kinerja komite audit dengan kualitas pengungkapan CSR, dan hubungan positif antara kinerja komite audit dengan kinera lingkungan. Setelah melakukan penelitian dengan pengolahan data sekunder yang dianbil dari annual report perusahaan manufaktur yang listing di BEI, didapatkan beberapa hasil, yaitu:

1. Adanya hubungan positif signifikan antara kinerja lingkungan dengan kualitas pengungkapan CSR. Hal ini berarti kualitas pengungkapan CSR yang baik dapat didukung dengan pelaksanaan kinerja lingkungan yang baik.

2. Adanya hubungan yang positif signifikan antara kinerja komite audit dengan kinerja lingkungan. Hal ini berarti dengan kinerja komite audit yang baik, maka kinerja lingkungan perusahaan akan baik pula. 3. Adanya hubungan yang positif signifikan antara kinerja komite audit

dengan kualitas pengungkapan CSR. Hal ini berarti kinerja komite audit yang baik akan mendukung kualitas pengungkapan CSR.

Hubungan kinerja lingkungan dengan kualitas pengungkapan CSR yang diuji kembali pada penelitian ini terbukti positif setelah sebelumnya diuji oleh beberapa peneliti terdahulu. Hubungan kinerja komite audit dengan kualitas pengungkapan CSR terbukti positif setelah beberapa penelitian sebelumnya juga mendapatkan hasil yang positif, sedangkan hubungan kinerja komite audit dengan kinerja lingkungan merupakan hal yang baru pada penelitian ini.


(45)

5.2 Keterbatasan

Terdapat beberapa keterbatasan pada penelitian ini, antara lain:

 Variabel kinerja lingkungan hanya menggunakan satu indikator yaitu ada/tidaknya sertifikasi ISO 14001, sedangkan variabel lainnya menggunakan beberapa indikator konstruk.

 Indikator untuk kualitas pengungkapan CSR sebenarnya belum cukup memadai, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kualitas sesungguhnya dari pengungkapan CSR tersebut.

 Pemilihan sampel akhir didasarkan ketersediaan data dan informasi yang disajikan dalam annual report, namun beberapa informasi tidak lengkap sehingga dikeluarkan dari sampel agar tidak menimbulkan kesalahan.

5.3 Saran

Melihat hasil penelitian ini, maka peneliti memberikan beberapa sanan berikut:  Bagi pemerintah, diharapkan pemerintah dapat terus mengembangkan

regulasi tentang peduli lingkungan bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia baik sektor pemerintahan maupun sektor swasta, khususnya perusahaan yang kegiatan produksinya menimbulkan dampak lingkungan yang perlu dikendalikan.

 Bagi Bapepam, dapat merekomendasikan perusahaan-perusahaan yang giat melakukan aktivitas peduli lingkungan, agar calon-calon investor lebih tertarik menanamkan modalnya pada perusahaan yang kinerja lingkungannya baik. Hal ini akan memacu perusahaan-perusahaan lain


(46)

untuk lebih giat melakukan kegiatan peduli lingkungan. Selain itu, Bapepam perlu mengawasi kinerja komite audit lebih lanjut.  Bagi pihak manajemen perusahaan, diharapkan membuat program

tanggung jawab sosial lebih baik lagi dan penuh dengan kesadaran, karena di samping memberikan kenyamanan bagi masyarakat di sekitar

lingkungan produksi perusahaan, secara tidak langsung perusahaan juga mendapatkan feedback positif dari kegiatan peduli lingkungan yang dilakukan.

 Bagi komite audit yang memiliki fungsi pengawasan dalam perusahaan, diharapkan dapat berkonsentrasi juga dalam pengawasan kinerja

lingkungan dan pengungkapannya.

 Bagi peneliti selanjutnya disarankan mencari informasi yang lebih lengkap lagi dan mencari beberapa indikator yang lebih representatif untuk


(47)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, N.N.N., dan Sulaiman, M. (2004), “Environmental Disclosures in Malaysian Annual Reports: A Legitimacy Theory Perspective”. International Journal of Commerce and Management, 14, 44.

Astuti,Dewi Saptantinah Puji. 2010. “Peran Internal Audit dan Komite Audit dalam Mewujudkan Good Corporate Governance”. Jurnal Akuntansi dan Sistem Teknologi Informasi, 8 (1); 1 – 9

Beasley, Mark S. 1996. An Empirical Analysis of the Relation Between the Board of Director Composition and Financial Statement Fraud. The Accounting Review, 71 (4); 443-465

Chandra, Ferdinand Kris. 2006. “Pengaruh Tindakan Supervisi Terhadap Kinerja Auditor Internal dengan Motivasi Kerja Sebagai Variabel Intervening.” http://eprints.undip.ac.id/15599

Dahlia, D., & Siregar, S.V. (2008). “Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Kinerja Perusahaan (studi empiris pada perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia tahun 2005 dan 2006).” Simposium Nasional Akuntansi XI, Pontianak.

Effendi, Muhammad Arief. 2005. “Peranan Komite Audit Dalam Meningkatkan Kinerja Perusahaan.” Jurnal Akuntansi Pemerintah, 1 (1); 51-57

Fitriyani, (2012). “Keterkaitan Kinerja Lingkungan, Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR), dan Kinerja Financial.”

http://eprints.undip.ac.id/35522/1/Skripsi_30.pdf

Fr. Reni. Retno Anggraini, (2006). Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial dalam Laporan Keuangan Tahunan (Studi Empiris pada Perusahaan-Perusahaan yang terdaftar Bursa Efek Jakarta).Simposium Nasional Akuntansi IX Padang, K-AKP M 24.

Gantyowati, Evi & Nugroho, Dhinar Adi. 2009. “Pengaruh Komisaris Independen Dan Komite Audit Terhadap Pengurangan Asimetri Informasi Di Sekitar Pengumuman Laba.” Jurnal Siasat Bisnis, 13 (3); 253-265


(48)

Ghozali, Imam. 2013. “Structural Equation Modeling Metode Alternatif Dengan Partial Least Square”. Semarang: UNDIP

Gray R., Javad M., David M.P., & Donald S. 2001. “Social And Enviromental Disclosure And corporate Characteristics: A Research Note and

Extension”. Journal of Business Finance and Accounting, 44 (5); 327-356 Halim Abdul ,Arif Surya Irawan, 1998, Perspektif Akuntansi Lingkungan, Suatu

Tinjauan Teoritis Mengenai Isu Dampak Lingkungan Terhadap Akuntansi, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, 33 (3);

Ihsan, Arfan. 2008. Akuntansi Lingkungan dan Pengungkapannya. Yogyakarta: Graha Ilmu

Jogiyanto.2000. Sistem Informasi Berbasis Komputer Konsep Dasar dan Komponen Edisi Kedua. Yogyakarta:BPFE

Hasibuan, Malayu. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia:Pengertian Dasar, Pengertian, dan Masalah. Jakarta: PT. Toko Gunung Agung Ja'far, S, Muhammad dan Arifah, Dista Amalia, 2006. “Pengaruh Dorongan

Manajemen Lingkungan, Manajemen Lingkungan Proaktif dan Kinerja Lingkungan Publik Environmental Reporting.” Simposium Nasional Akuntansi IX Padang.

Kirana, Rosita Chandra. 2009. “Studi Perbandingan Pengaturan tentang CSR Di Beberapa Negara dalam Upaya Perwujudan Prinsip Good Corporate Governance”. digilib.uns.ac.id/pengguna.php?mn=detail&d_id=1583. Lindrianasari, (2007). Hubungan Antara Kinerja Lingkungan dan Kualitas

Pengungkapan Lingkungan dengan Kinerja Ekonomi Perusahaan di Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia, 11 (2); 159-166 Muamal, Khairunnisa. 2011. “Peranan Komite Audit Terhadap Kinerja

Manajemen Rumah Sakit Umum Daerah.” http://eprints.undip.ac.id/33131/1/Skripsi_17

Mulyadi & Kanaka Puradiredja. 1998. Auditing Buku I. Jakarta : Salemba Empat Nasution, Manahan. 2003. “Sekilas Tentang Internal Auditor”. Jakarta: Salemba

Empat. Jurnal. Medan: Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Rakhiemah A.N., & Agustia D. 2009. “Pengaruh Kinerja Lingkungan terhadap Corporate Social Responsibility (CSR) Disclosure dan Kinerja Finansial


(49)

Rahmawati, (2012). “Pengaruh Kinerja Lingkungan Terhadap Corporate Financial Perfomance dengan Corporate Social Responsibility sebagai variabel Intervening.” http://eprints.undip.ac.id/35522

Sembiring. 2005. “Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial : Study Empiris pada Perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Jakarta.” Simposium Nasional Akuntansi 8.

Suratno, Darsono, dan Siti Mutmainah. 2006. “Pengaruh Environmental Performance Terhadap Environmental Disclosure Dan Economic

Performance: Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta Periode 2001-2004”. SNA IX Padang. 23-26 Agustus.

Triani, RR. 2010. Analisis Hubungan Antara Kinerja Ekonomi Dan Kinerja Lingkungan Dengan Alokasi Dana CSR Pada Perusahaan Ekstraktif. http://eprints.undip.ac.id/22701

Wardhani, Saskiya Rahma. 2011. “Hubungan Antara Karakteristik Good

Corporate Governance Dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Pada Sektor Finansial.” eprints.undip.ac.id/29488/1/Skripsi012

Yamin, Sofyan dan Kurniawan Heri. 2009. “Structural Equation Modeling”. Jakarta: Salemba Infotek.

www.bpkp.go.id/public/upload/unit/investigasi/.../cegah_deteksi.pdf www.nqa.com/in/atozservices/article.asp?SECTION=274...253 www.saulpurwoyo.tripod.com/id6.html


(1)

50

Penelitian ini betujuan memberikan bukti empiris tentang signifikansi hubungan antara kinerja lingkungan dengan kualitas pengungkapan CSR, hubungan positif antara kinerja komite audit dengan kualitas pengungkapan CSR, dan hubungan positif antara kinerja komite audit dengan kinera lingkungan. Setelah melakukan penelitian dengan pengolahan data sekunder yang dianbil dari annual report perusahaan manufaktur yang listing di BEI, didapatkan beberapa hasil, yaitu:

1. Adanya hubungan positif signifikan antara kinerja lingkungan dengan kualitas pengungkapan CSR. Hal ini berarti kualitas pengungkapan CSR yang baik dapat didukung dengan pelaksanaan kinerja lingkungan yang baik.

2. Adanya hubungan yang positif signifikan antara kinerja komite audit dengan kinerja lingkungan. Hal ini berarti dengan kinerja komite audit yang baik, maka kinerja lingkungan perusahaan akan baik pula. 3. Adanya hubungan yang positif signifikan antara kinerja komite audit

dengan kualitas pengungkapan CSR. Hal ini berarti kinerja komite audit yang baik akan mendukung kualitas pengungkapan CSR.

Hubungan kinerja lingkungan dengan kualitas pengungkapan CSR yang diuji kembali pada penelitian ini terbukti positif setelah sebelumnya diuji oleh beberapa peneliti terdahulu. Hubungan kinerja komite audit dengan kualitas pengungkapan CSR terbukti positif setelah beberapa penelitian sebelumnya juga mendapatkan hasil yang positif, sedangkan hubungan kinerja komite audit dengan kinerja lingkungan merupakan hal yang baru pada penelitian ini.


(2)

51

5.2 Keterbatasan

Terdapat beberapa keterbatasan pada penelitian ini, antara lain:

 Variabel kinerja lingkungan hanya menggunakan satu indikator yaitu ada/tidaknya sertifikasi ISO 14001, sedangkan variabel lainnya menggunakan beberapa indikator konstruk.

 Indikator untuk kualitas pengungkapan CSR sebenarnya belum cukup memadai, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kualitas sesungguhnya dari pengungkapan CSR tersebut.

 Pemilihan sampel akhir didasarkan ketersediaan data dan informasi yang disajikan dalam annual report, namun beberapa informasi tidak lengkap sehingga dikeluarkan dari sampel agar tidak menimbulkan kesalahan.

5.3 Saran

Melihat hasil penelitian ini, maka peneliti memberikan beberapa sanan berikut:  Bagi pemerintah, diharapkan pemerintah dapat terus mengembangkan

regulasi tentang peduli lingkungan bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia baik sektor pemerintahan maupun sektor swasta, khususnya perusahaan yang kegiatan produksinya menimbulkan dampak lingkungan yang perlu dikendalikan.

 Bagi Bapepam, dapat merekomendasikan perusahaan-perusahaan yang giat melakukan aktivitas peduli lingkungan, agar calon-calon investor lebih tertarik menanamkan modalnya pada perusahaan yang kinerja lingkungannya baik. Hal ini akan memacu perusahaan-perusahaan lain


(3)

52

untuk lebih giat melakukan kegiatan peduli lingkungan. Selain itu, Bapepam perlu mengawasi kinerja komite audit lebih lanjut.  Bagi pihak manajemen perusahaan, diharapkan membuat program

tanggung jawab sosial lebih baik lagi dan penuh dengan kesadaran, karena di samping memberikan kenyamanan bagi masyarakat di sekitar

lingkungan produksi perusahaan, secara tidak langsung perusahaan juga mendapatkan feedback positif dari kegiatan peduli lingkungan yang dilakukan.

 Bagi komite audit yang memiliki fungsi pengawasan dalam perusahaan, diharapkan dapat berkonsentrasi juga dalam pengawasan kinerja

lingkungan dan pengungkapannya.

 Bagi peneliti selanjutnya disarankan mencari informasi yang lebih lengkap lagi dan mencari beberapa indikator yang lebih representatif untuk


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, N.N.N., dan Sulaiman, M. (2004), “Environmental Disclosures in Malaysian Annual Reports: A Legitimacy Theory Perspective”. International Journal of Commerce and Management, 14, 44.

Astuti,Dewi Saptantinah Puji. 2010. “Peran Internal Audit dan Komite Audit dalam Mewujudkan Good Corporate Governance”. Jurnal Akuntansi dan Sistem Teknologi Informasi, 8 (1); 1 – 9

Beasley, Mark S. 1996. An Empirical Analysis of the Relation Between the Board of Director Composition and Financial Statement Fraud. The Accounting Review, 71 (4); 443-465

Chandra, Ferdinand Kris. 2006. “Pengaruh Tindakan Supervisi Terhadap Kinerja Auditor Internal dengan Motivasi Kerja Sebagai Variabel Intervening.” http://eprints.undip.ac.id/15599

Dahlia, D., & Siregar, S.V. (2008). “Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Kinerja Perusahaan (studi empiris pada perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia tahun 2005 dan 2006).” Simposium Nasional Akuntansi XI, Pontianak.

Effendi, Muhammad Arief. 2005. “Peranan Komite Audit Dalam Meningkatkan Kinerja Perusahaan.” Jurnal Akuntansi Pemerintah, 1 (1); 51-57

Fitriyani, (2012). “Keterkaitan Kinerja Lingkungan, Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR), dan Kinerja Financial.”

http://eprints.undip.ac.id/35522/1/Skripsi_30.pdf

Fr. Reni. Retno Anggraini, (2006). Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial dalam Laporan Keuangan Tahunan (Studi Empiris pada Perusahaan-Perusahaan yang terdaftar Bursa Efek Jakarta).Simposium Nasional Akuntansi IX Padang, K-AKP M 24.

Gantyowati, Evi & Nugroho, Dhinar Adi. 2009. “Pengaruh Komisaris Independen Dan Komite Audit Terhadap Pengurangan Asimetri Informasi Di Sekitar Pengumuman Laba.” Jurnal Siasat Bisnis, 13 (3); 253-265


(5)

Ghozali, Imam & Anis Chariri. Teori Akuntansi. 2007. Semarang: UNDIP Ghozali, Imam. 2013. “Structural Equation Modeling Metode Alternatif Dengan

Partial Least Square”. Semarang: UNDIP

Gray R., Javad M., David M.P., & Donald S. 2001. “Social And Enviromental Disclosure And corporate Characteristics: A Research Note and

Extension”. Journal of Business Finance and Accounting, 44 (5); 327-356 Halim Abdul ,Arif Surya Irawan, 1998, Perspektif Akuntansi Lingkungan, Suatu

Tinjauan Teoritis Mengenai Isu Dampak Lingkungan Terhadap Akuntansi, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, 33 (3);

Ihsan, Arfan. 2008. Akuntansi Lingkungan dan Pengungkapannya. Yogyakarta: Graha Ilmu

Jogiyanto.2000. Sistem Informasi Berbasis Komputer Konsep Dasar dan Komponen Edisi Kedua. Yogyakarta:BPFE

Hasibuan, Malayu. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia:Pengertian Dasar, Pengertian, dan Masalah. Jakarta: PT. Toko Gunung Agung Ja'far, S, Muhammad dan Arifah, Dista Amalia, 2006. “Pengaruh Dorongan

Manajemen Lingkungan, Manajemen Lingkungan Proaktif dan Kinerja Lingkungan Publik Environmental Reporting.” Simposium Nasional Akuntansi IX Padang.

Kirana, Rosita Chandra. 2009. “Studi Perbandingan Pengaturan tentang CSR Di Beberapa Negara dalam Upaya Perwujudan Prinsip Good Corporate Governance”. digilib.uns.ac.id/pengguna.php?mn=detail&d_id=1583. Lindrianasari, (2007). Hubungan Antara Kinerja Lingkungan dan Kualitas

Pengungkapan Lingkungan dengan Kinerja Ekonomi Perusahaan di Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia, 11 (2); 159-166 Muamal, Khairunnisa. 2011. “Peranan Komite Audit Terhadap Kinerja

Manajemen Rumah Sakit Umum Daerah.” http://eprints.undip.ac.id/33131/1/Skripsi_17

Mulyadi & Kanaka Puradiredja. 1998. Auditing Buku I. Jakarta : Salemba Empat Nasution, Manahan. 2003. “Sekilas Tentang Internal Auditor”. Jakarta: Salemba

Empat. Jurnal. Medan: Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Rakhiemah A.N., & Agustia D. 2009. “Pengaruh Kinerja Lingkungan terhadap Corporate Social Responsibility (CSR) Disclosure dan Kinerja Finansial


(6)

Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa efek Indonesia.” Simposium Nasional Indonesia 12. Palembang

Rahmawati, (2012). “Pengaruh Kinerja Lingkungan Terhadap Corporate Financial Perfomance dengan Corporate Social Responsibility sebagai variabel Intervening.” http://eprints.undip.ac.id/35522

Sembiring. 2005. “Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial : Study Empiris pada Perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Jakarta.” Simposium Nasional Akuntansi 8.

Suratno, Darsono, dan Siti Mutmainah. 2006. “Pengaruh Environmental Performance Terhadap Environmental Disclosure Dan Economic

Performance: Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta Periode 2001-2004”. SNA IX Padang. 23-26 Agustus.

Triani, RR. 2010. Analisis Hubungan Antara Kinerja Ekonomi Dan Kinerja Lingkungan Dengan Alokasi Dana CSR Pada Perusahaan Ekstraktif. http://eprints.undip.ac.id/22701

Wardhani, Saskiya Rahma. 2011. “Hubungan Antara Karakteristik Good

Corporate Governance Dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Pada Sektor Finansial.” eprints.undip.ac.id/29488/1/Skripsi012

Yamin, Sofyan dan Kurniawan Heri. 2009. “Structural Equation Modeling”. Jakarta: Salemba Infotek.

www.bpkp.go.id/public/upload/unit/investigasi/.../cegah_deteksi.pdf www.nqa.com/in/atozservices/article.asp?SECTION=274...253 www.saulpurwoyo.tripod.com/id6.html


Dokumen yang terkait

Pengaruh Corporate Social Responsibility, kepemilikan institusional, dan kepemilkan asing terhadap nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011 dan 2013

0 89 119

Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Corporate Social Responsibility Disclosure pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI

1 58 93

Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility, Nilai Perusahaan, Dan Kualitas Audit, Terhadap Profitabilitas Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bei

4 98 116

Pengaruh Penyajian Informasi Corporate Social Responsibility (CSR) Dalam Laporan Tahunan Perusahaan Terhadap Earning Response Coefficient (ERC) (Studi Empiris Pada Perusahaan Pertambangan Yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2012

1 64 102

Pengaruh Corporate Social Responsibility (CSR) Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan (Studi Empiris Padaperusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bei Periode 2008-2010)

1 67 129

Corporate Social Responsibility Dan Citra Perusahaan (Study Korelasional Mengenai Pengaruh Implementasi Corporate Social Responsibility (Csr) Terhadap Citra Pt. Tirta Sibayakindo Di Mata Masyarakat Desa Doulu Dalam Dan Desa Doulu Pasar Kecamatan Berasta

1 79 137

Corporate Social Responsibility Dan Citra Perusahaan (Studi Korelasional Pengaruh Implementasi Program Corporate Social Responsibility terhadap Citra Perusahaan PT. Toba Pulp Lestari,Tbk pada Masyarakat di Kecamatan Parmaksian Toba Samosir)

2 65 145

Pengaruh Corporate Social Responsibility, Profitabilitas, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2011-2014

0 19 112

Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

3 71 72

HUBUNGAN ANTARA KINERJA LINGKUNGAN DAN KINERJA KOMITE AUDIT DENGAN KUALITAS PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (Pada Perusahaan Mamufaktur di BEI) Ivana Siregar Lindrianasari Komaruddin Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas

0 0 20